Berpikir Adalah Ilusi 10 Desember 2018.docx

  • Uploaded by: Mahesa Yudhistira
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Berpikir Adalah Ilusi 10 Desember 2018.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 589
  • Pages: 5
BERPIKIR ADALAH ILUSI

NAMA

: Mahesa Yudhistira

NPM

: 201812500758

KELAS

: R1G

PROGRAM STUDI BAHASA INGGRIS FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI 2018

Dalam praktik kehidupan, kita umumnya cenderung memisahkan antara (kehidupan) dunia dan (kehidupan) pikiran kita. Kita sejak lama telah mendisposisikan diri bahwa antara dunia dan pikiran sebagai dua entitas yang terpisah. Satu sama lain seperti berdiri sendiri dan independen. Mari kita perhatikan sejenak praktik kehidupan harian kita. Misalkan kalau ada teman kita yang bertanya: mana pikiran kamu, maka kita selalu mengacu kepada sesuatu yang ada di dalam kepala. Kita kemudian menunjuk kepala kita. Kalau kita ditanya apakah kamu mempunyai atau memiliki perasaan, emosi, maka kita langsung menunjuk kepada letak hati kita di dalam tubuh kita sendiri. Memang, ketika segala sesuatu di sekitar kita bergerak dan berubah dengan cepat, kita acapkali mengalami kegagapan apakah kita akan mengikuti perubahan itu, atau berhenti sejenak kemudian melakukan refleksi, atau bertanya secara mendalam kepada diri kita sendiri. “Apakah dunia yang sibuk, atau itu adalah pikiran saya?” Praktik kehidupan seperti di atas merupakan cermin bahwa persepsi yang ada di dalam diri kita telah memberi batas atau membatasi. Ia memberi batas tentang apa yang ada di dalam pikiran kita, dan apa yang (tersedia) ada di luar pikiran kita. Pikiran kita diletakkan dalam satu entitas terpisah dengan apa yang terjadi di dunia (kehidupan) luar, ‘dunia luar’. Kalau kita perhatikan secara seksama, pemisahan yang bersifat tegas antara pikiran dan (praktik) dunia kehidupan merupakan sebuah ilusi yang ada pada diri

kita. Kita mengatakan bahwa kehidupan kita amat sibuk, misalnya, itu adalah ilusi kita yang ada di dalam diri kita. Kehidupan sibuk adalah sesuatu yang ditentukan oleh pikiran kita. Pikiran kitalah yang mengatakan bahwa kita sibuk. Pikiran kitalah yang menentukan kita begini atau kita begitu. Pikiran kitalah yang mengendalikan penilaian subyektif terhadap pengalaman kehidupan dunia yang kita lalui. Pikiran kita yang lebih menentukan apakah praktik kehidupan kita akan bahagia, menderita, emosional, gembira, menyenangkan, menyebalkan, atau bahkan memuakkan. Kita sering melihat kehidupan dunia di luar kita sebagai sesuatu yang menjadi bagian kecil dari kehidupan yang lebih luas. Sebuah kehidupan yang lebih sempit dari kehidupan yang lebih universal. Pada ketika itu, kita kemudian melihat bahwa praktik kehidupan seolah menjadi terbatas. Apa yang dapat kita kerjakan hanyalah sebatas apa yang ada pada diri kita. Kita seolah-olah hanya ‘ditentukan untuk bisa mengerjakan sesuatu yang terbatas. Kita lupa atau tak menyadari bahwa pembatasan tersebut merupakan ulah dari pikiran kita. Pikiran kitalah yang memberi rambu-rambu, membatasi dirinya sendiri. Padahal realitas kehidupan begitu luas. Ia menyediakan begitu banyak kemungkinan.

Itu sebabnya pikiran kitalah yang membawa kehidupan dunia itu menjadi sesuatu yang hadir di tengah kita. Pikiran kitalah yang fokus terhadap kehidupan dunia kita. Dengan kata lain, “what our minds focus on become our world”. Dalam menjalani kehidupan seperti sekarang ini, di mana dunia informasi dipenuhi dengan kebohongan, hoaks, kebohongan massal, manipulasi, saling disinformasi, kuasi kebenaran, maka kita harus memiliki kesadaran bahwa apa yang tersaji di hadapan kita adalah produk dari pikiran-pikiran (terbatas) orang. Apa yang tersaji belum tentu mencerminkan itulah isinya yang benar. Kita harus menyediakan diri untuk memfungsikan pikiran kita untuk menguji apakah pikiran orang lain itu merepresentasikan kebenaran (universal), atau semua itu hanya sebatas hasil dari sebuah pikiran (orang lain) yang terbatas. Oleh sebab itu, kita harus dapat menyikapinya secara bijak, tenang, rileks, dan enjoyful. Dengan demikian, kita bisa berkehidupan dengan seimbang, lebih bisa menahan emosi, tak mudah bersikap negatif. Tugas kita sekarang adalah bagaimana kita menjaga agar pikiran kita selalu berada di dalam rel kehidupan positif, sehingga kita bisa melakukan praktik kehidupan dan cara berpikir dengan lebih bahagia dan sejahtera.

Related Documents

Ilusi-gatra
May 2020 26
Ilusi Optik
November 2019 29
Modul Ilusi
November 2019 33
Berpikir Kreatif
June 2020 35

More Documents from "Rezki Arham AR"