Balada 1.docx

  • Uploaded by: Tintan Rostina Risandi
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Balada 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,224
  • Pages: 42
PENGARUH KONSENTRASI KATALIS KALIUM KARBONAT PADA PROSES DEPOLIMERISASI LIMBAH BOTOL PLASTIK POLYETHYLENE TEREPHTHALATE (PET)

MAKALAH

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Penilaian Matakuliah Teknik Penulisan Ilmiah

TINTAN ROSTINA 140310160005

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA JATINANGOR 2019

ABSTRAK

Proses depolimerisasi limbah botol plastik polietilen tereftalat (PET) berhasil dilakukan dengan melalui metode glikolisis dengan pereaksi etilen glikol dan katalis kalium karbonat. Glikolisis dilakukan selama 8 jam pada suhu 196°C. Katalis kalium karbonat divariasi melalui perbandingan mol PET:katalis. Perbandingan mol PET(unit berulang):katalis yang digunakan adalah sebesar 88:1, 78:1, 68:1, 58:1, 48:1, 38:1, 28:1 dan 18:1. Hasil PET yang berhasil terkonversi maksimal menjadi bis(hidroksietil) terftalat (BHET) dilaporkan pada perbandingan mol PET:katalis 28:1 yaitu sebesar 55,95%. BHET dari perbandingan mol 28:1 tersebut diidentifikasi menggunakan FTIR untuk mengkonfirmasi gugus-gugus OH–, C-O dan C=O. Titik leleh BHET sebesar 109,98°C didapatkan melalui analisis DSC/TGA. Kata Kunci : BHET, Depolimerisasi, Glikolisis, Kalium Karbonat, PET.

1

DAFTAR ISI

ABSTRAK ..............................................................................................................1 DAFTAR ISI...........................................................................................................2 BAB I .......................................................................................................................4 1.1

Latar Belakang ........................................................................................4

1.2

Identifikasi Masalah ................................................................................8

1.3

Batasan Masalah .....................................................................................9

1.4

Tujuan Penelitian ....................................................................................9

1.5

Manfaat Penelitian ..................................................................................9

1.6

Metode Penelitian ..................................................................................10

1.7

Sistematika Penulisan ...........................................................................10

BAB II ...................................................................................................................12 2.1

Polyethylene Terephthalate (PET) ........................................................12

2.2

Depolimerisasi PET ...............................................................................14

2.3

Glikolisis .................................................................................................15

2.4

Glikolisis PET dengan Katalis .............................................................17

BAB III ..................................................................................................................20 3.1

Bahan Dan Peralatan ............................................................................20 3.1.1 Bahan Penelitian .........................................................................20 3.1.2 Peralatan .....................................................................................20

3.2

Prosedur Kerja ......................................................................................20 3.2.1 Preparasi Cuplikan Limbah Botol PET ..................................20 3.2.2 Proses Depolimerisasi PET (Glikolisis) ....................................21 3.2.3 Analisa Produk Hasil Depolimerisasi .......................................22

2

BAB IV ..................................................................................................................23 4.1

Proses Depolimerisasi Limbah Botol Plastik PET .............................23

4.2

Perhitungan Rendemen ........................................................................27

4.3

Analisis menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR) .............29

4.4

Analisis Thermal ...................................................................................31 4.4.1 Analisis menggunakan Differential Pemindaian Calorimetry (DSC) 4.4.2

.................................................................................................31 Analisis menggunakan Termgravimetric Analysis (TGA) .32

BAB V ...................................................................................................................35 5.1

KESIMPULAN ......................................................................................35

5.2

SARAN ...................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................36

3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis plastik yang luas dipakai selama beberapa dekade ini adalah Polyethylene Terephthalate atau PET. PET merupakan suatu poliester termoplastik linier yang disintesis melalui esterifikasi asam tereftalat (Terephtalic Acid, TPA) dan Etilen glikol (EG) atau dengan transesterifikasi Dimetil Tereftalat (DMT) dan EG (M. Imran et al., 2010). Dalam beberapa waktu terakhir ini PET merupakan salah satu jenis plastik yang paling cepat pertumbuhan pemakaiannya. Kecepatan pertumbuhan PET disebabkan oleh kebaikan fungsi plastik ini sebagai pengemas bahan yang paling baik untuk air dan botol minuman ringan. Selain itu karena peran fungsinya yang dapat digunakan untuk berbagai jenis aplikasi, misalnya untuk industri video dan audio, lapisan tipis sinar X, botol-botol kemasan sirup, saus, selai ataupun minyak makan (Welle, 2010) . Secara umum keunggulan PET adalah pada sifat-sifat yang baik pada kuat tarik, ketahanan kimia, kejernihan dan stabilitas termal (Caldicott, 1999). Penggunaan PET di dunia sebagai kemasan botol-botol minuman mencapai 1,5 juta ton setiap tahunnya (Suh et al., 2000). Pada 2010 peningkatan penggunaan PET mencapai 56,0 juta ton (M. Imran et al., 2010). Meningkatnya penggunaan PET menyebabkan jumlah limbah PET meningkat dengan cepat pula. Walaupun plastik jenis poliester ini tidak menimbulkan bahaya yang langsung terhadap lingkungan, yakni dalam hal ia tidak

4

mengeluarkan/membuat timbulnya bahan-bahan yang menyebabkan turunnya kualitas kesehatan manusia, namun plastik ini tidak dapat langsung didegradasi di alam (Wang et al., 2009). Berbagai upaya dilakukan untuk menanggulangi masalah limbah plastik. Salah satunya dengan mendepolimerisasi plastik menjadi bagian-bagiannya yang memiliki struktur kimia lebih sederhana, yakni menjadi oligomer, dimer dan bahkan kembali menjadi monomer-monomernya yang asli yang tidak lagi mengganggu alam. Untuk PET, alternatif depolimerisasi ini cukup menarik. Depolimerisasi PET juga dapat menguntungkan karena PET-nya dapat digunakan lagi (Al-Salem et al., 2009). Telah diketahui bahwa ada beberapa cara untuk mendepolimerisasi PET, yakni, secara mekanik, secara kimiawi dan secara biologi. Metoda depolimerisasi secara biologi tidak dapat digunakan bagi PET karena PET merupakan plastik yang tidak dapat terdegradasi pada kondisi normal akibat tidak adanya organisme yang dapat mengkonsumsi molekul PET yang relatif besar (Awaja et al., 2005) yang paling dapat diterima berdasarkan pada prinsip pertumbuhan berkelanjutan adalah daur ulang secara kimiawi. Dekomposisi PET secara kimiawi dan konversi PET menjadi produk yang dapat dipakai kembali memberi nilai tambah pada pentingnya strategi depolimerisasi bahan ini. Depolimerisasi

kimiawi dilakukan untuk

membentuk kembali bahan aslinya yaitu monomer (Fonseca et al.,2010) . Penelitian mengenai depolimerisasi kimia PET telah banyak dilakukan. Metoda tersebut antara lain alkoholisis, hidrolisis dan glikolisis. Perbedaan dari metoda-metoda tersebut adalah pada agen pendepolimerisasi yang dipakai

5

dan kondisi-kondisi reaksinya (M. Imran et al.,2010). Metoda glikolisis merupakan metoda yang paling banyak digunakan. Metoda ini dianggap paling menguntungkan diantara metoda-metoda yang lain dengan beberapa alasan. Pertama, prosesnya lebih sederhana dan dapat dilakukan secara konvensional (Ghaemy et al., 2005). Kedua, proses pemisahan glikol dari pelarut dalam proses depolimerisasi tidak diperlukan (M. Imran et al., 2010). Ketiga, monomer BHET yang dihasilkan dari proses depolimerisasi dapat dicampur dengan BHET yang baru sehingga dapat menghemat biaya produksi PET (Fonseca et al., 2010). Keempat, BHET dapat digunakan sebagai bahan awal dalam proses sintesis PET yang berbasis DMT dan TPA yang dihasilkan dalam proses alkoholisis dan hidrolisis sedangkan DMT dan TPA tidak dapat digunakan sebaliknya (M. Imran et al., 2010). Meskipun demikian, cara glikolisis ini memiliki kelemahan yaitu BHET yang masih mengandung oligomer tingkat tinggi sulit untuk dimurnikan dengan metoda sedehana (Ghaemy et al., 2015). Dalam metoda glikolisis diperlukan katalis. Penelitian mengenai depolimerisasi PET dengan menggunakan metoda glikolisis dengan berbagai macam katalis telah banyak dilakukan. Banyak katalis dikembangkan untuk mempercepat reaksi glikolisis PET, seperti logam asetat, titanium fosfat, padatan superacid, oksida logam, sulfat dan lain sebagainya (Yue et al., 2011). Diantara semua katalis yang telah diteliti, hasil yang paling baik untuk reaksi glikolisis adalah dengan menggunakan katalis seng asetat (Baliga et al., 1989). Katalis tersebut dikenal sebagai katalis yang efektif pada reaksi transesterifikasi (Ghaemy et al., 2005) Produk hasil depolimerisasi PET

6

menggunakan katalis seng asetat menghasilkan rendemen yang tinggi yaitu 66% (Pingale et al., 2008), 64% dan 78% (Sancez et al,. 2011). Meskipun katalis ini sangat efektif digunakan dalam glikolisis PET, namun logam seng sendiri mempunyai dampak negatif dan bersifat racun bagi lingkungan (Fonseca et al., 2010). Oleh karena itu, beberapa katalis lain yang lebih ramah lingkungan seperti natrium karbonat, natrium bikarbonat, natrium sulfat dan kalium sulfat digunakan sebagai katalis dalam reaksi glikolisis PET. Dari kelompokkatalis tersebut, natrium karbonat dapat digunakan sebagai katalis yang paling efektif untuk menggantikan katalis seng asetat dengan alasan bahwa rendemen hasil produk depolimerisasi untuk natrium karbonat, yaitu 50% (Fonseca et al., 2010) dan 64% (Pingale et al,. 2011), hampir mendekati seng asetat (Fonseca et al., 2010).

Gambar 1.1 Grafik perbandingan mol PET(unit berulang): katalis kalium karbonat terhadap rendemen.

7

Katalis kalium karbonat belum pernah digunakan untuk proses daur ulang PET. Pemilihan katalis kalium karbonat ini disebabkan karbonat terbukti paling baik sebagai pengganti katalis seng asetat (Fonseca et al., 2010). Kalium dipilih menggantikan natrium karena kedua unsur ini berada pada golongan yang sama sehingga memiliki sifat yang hampir sama namun memiliki harga yang lebih murah. Selain itu, kalium karbonat termasuk katalis yang lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan seng asetat, maka pada penelitian ini akan diteliti mengenai pengaruh konsentrasi katalisnya pada proses depolimerisasi limbah botol PET di Indonesia. Plastik PET akan didepolimerisasi pada berbagai variasi konsentrasi untuk mengetahui jumlah optimumnya yang paling efektif. 1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang yang sudah penulis buat, maka terdapat masalah yang dirumuskan pada poin – poin dibawah ini. 1. Bagaimana metode untuk melakukan proses depolimerisasi limbah botol plastik Polyethylene Terephthalate (PET) agar berhasil dilakukan? 2. Bagaimana pengaruh perbandingan mol konsentrasi antara PET dan katalis kalium karbonat terhadap hasil glikolisis? 3. Bagaimana analisis dengan menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR) pada penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsi yang terdapat pada produk hasil glikolisis? 4. Bagaimana analisis termal yang berhubungan dengan hasil depolimerisasi limbah botol plastik Polyethylene Terephthalate (PET) ?

8

1.3 Batasan Masalah 1.

Proses depolimerisasi limbah botol plastik Polyethylene Terephthalate

(PET) dilakukan dengan mengunakan metode glikolisis. 2.

Metode glikolisis menggunakam pereaksi etielen glikol dan katalis kalium

karbonat. 3.

Peralatan yang digunakan untuk karakterisasi nyaitu FTIR (Fourier

Transform Infrared) dan TGA/DSC (Differential Pemindaian Calorimeterdan Termogravimetric Analyzer). 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses depolimerisasi limbah botol plastik Polyethylene Terephthalate (PET) dengan berbagai variasi konsentrasi dengan cara melakukan analisis termal dan analisis gugus – gugus fungsi yang terdapat dari hasil glikolisis pada saat melakukan proses depolimerisasi limbah botol plastik Polyethylene Terephthalate (PET) dengan metode glikolisis dengan pereaksi etilen glikol dan katalis kalium karbonat untuk mengetahui jumlah optimumnya yang paling efektif. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah menanggulangi permasalahan limbah botol

plastik

Polyethylene

Terephthalate

(PET)

dengan

cara

mendepolimerisasi dengan menggunakan metode glikolisis dengan pereaksi etilen glikol dan katalis kalium karbonat untuk mengetahui jumlah optimumnya yang paling efektif. 9

Harapannya hasil penelitian ini dapat diaplikasikan di UNPAD agar menjadi kampus yang ramah lingkungan dan dapat men-recyle serta mengurangi limbah botol plastik Polyethylene Terephthalate (PET). 1.6 Metode Penelitian Tahap awal dari penulisan ini adalah dengan penelusuran literatur untuk memahami karakteristik Polyethylen Terephthalate (PET), mengetahui bagaimana daur ulang diperlukan untuk mengatasi limbah PET pasca konsumsi karena PET sukar didegradasi secara alami. Daur ulang secara kimia merupakan metode yang tepat untuk mendepolimerisasi. Glikolisis merupakan metode yang sering digunakan karena prosesnya yang mudah. Optimasi parameter glikolisis terhadap laju reaksi dalam dalam upaya peningkatan produk glikolisis telah banyak dilakukan seperti penggunaan katalis. Tahap selanjutnya adalah melakukan litelatur review pada beberapa jurnal mengenai proses depolimerisasi agar diambil kesimpulan bagaimana hasil dari penelitian yang paling efektif untuk menguji bagaimana pengaruh konsentrasi katalis kalium karbonat pada limbah botol plastik Polyethylen Terephthalate (PET).

1.7 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan pada penelitian ini mencakup : BAB I PENDAHULUAN

10

Berisikan tentang latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penulisan, dan sistematika penulisan yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisikan

tentang

karakteristik

dan

klasifikasi

Polyethylen

terephthalate (PET) , depolimerisasi Polyethylen terephthalate (PET), glikolisis, dan glikolisis Polyethylen terephthalate (PET) dengan katalis. BAB III METODE PENELITIAN Berisikan tentang metode penelitian yaitu langkah-langkah pengerjaan untuk mendapatkan hasil.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berisikan tentang proses depolimerisasi limbah botol plastik PET, perhitungan rendemen, analisis menggunakan FTIR dan analisis termalnya. BAB V KESIMPULAN Berisikan kesimpulan dari hasil pembahasan serta saran dari penulis mengenai penelitian yang dilakukan.

11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polyethylene Terephthalate (PET) Polyethylene Terephthalate (PET) merupakan polyester termoplastik yang secara luas digunakan dalam berbagai aplikasi seperti, serat tektil, serat, film dan produk yang dicetak (Sprektima, 2009). Karena PET memiliki kekuatan mekanik yang tinggi, transparan, bersifat tidak beracun, dan tidak berpengaruh pada rasa dan permeabilitas yang dapat diabaikan untuk karbon dioksida (Awaja dan Pavel, 2005).

Gambar 2.1 Unit Berulang PET (Awaja dan Pavel, 2005). PET murni dianggap sebagai salah satu polimer buatan paling penting dalam dua dekade terakhir karena pertumbuhan yang cepat dalam penggunaanya. PET sendiri dianggap sebagai bahan yang sangat baik untuk banyak aplikasi dan secara luas digunakan sebagai wadah cairan (botol) karena sifatnya yang memiliki kekuatan tarik dan kekuatan impak yang baik, begitu juga dengan ketahanan kimia, kecerahan, kemampuan proses, kemampuan warna dan stabilitas termal yang wajar (Awaja dan Pavel, 2005). Karakteristik PET secara lebih rinci ditunjukkan pada Tabe1 2.1

12

Tabel 2.1 Sifat Fisik dan Kimia dari PET (Awaja dan Pavel, 2005) Sintesis PET dilkukan melalui esterfikasi asam tereftalate (TPA) dengan etilen glikol (EG) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 atau melalui trasnesterifikasi dimetil tereftalat (DMT) dengan EG (Imran et al., 2010)

Gambar 2.2 Polimerisasi PET (Abdelaal et al., 2011).

13

2.2 Depolimerisasi PET PET merupakan bahan penting yang digunakan dalam produksi kemasanminuman ringan dan air mineral. Selama penggunaanya PET terkonversi menjadi limbah industri yang tidak layak digunakan kembali dalam aplikasi yang sama karena adanya degradasi termal yang dimungkinkan terjadi selama proses penggunaan. Oleh karena itu konversi limbah PET ke poliester tak jenuh dapat dilakukan sehingga diperoleh bahan yang memiliki nilai tambah (Abdelaal et al., 2011). Daur ulang termal, mekanik, dan kimia adalah tiga proses utama untuk mendaur ulang polimer (Cata et al., 2007). Dari ketiga teknik tersebut, daur ulang kimia merupakan metode daur ulang yang paling menarik, karena dalam daur ulang kimia dapat dihasilkan monomer dari polimer yang didaur ulang (Imran et al.,2010). Beberapa proses depolimerisasi kimia menggunakan solvolisis. Solvolisis atau yang lebih dikenal sebagai pemecahan melalui pelarut merupakan reaksi subtitusi nukleofilik dimana nukleofil adalah molekul dari pelarut (Carey, 2000) seperti metanolisis (Kurokawa et al., 2003; Yang et al., 2002), hidrolisis (Das et al., 2007), glikolisis (Pardal dan Tersac, 2006), aminolisis (Sukhla dan Harad, 2006), dan amonolisis (Dutt et al., 2011) yang tergantung pada agen depolimerisasi dan kondisi reaksi. Metanolisis, hidrolisis, dan glikolisis merupakan proses yang telah dikomersialisasikan, sementara aminolisis dan amonolisis dipelajari pada skala laboratorium (Imran, et al., 2010). Daur ulang kimia dari PET dapat dilakukan dengan

14

depolimerisasi total ke dalam bentuk monomer atau depolimerisasi parsial ke dalam bentuk oligomer (Awaja dan Pavel, 2005). 2.3 Glikolisis Glikolisis PET pertama kali ditemukan pertengahan 1960-an (Shukla el al., 2008). Glikolisis didiskripsikan sebagai proses depolismerisasi melalui transesterifikasi antara gusus ester PET dengan diol, biasanya dengan adanya etilen glikol akan menghasilkan monomer bis(2-hidroksietil terefalat) (BHET). Pada proses ini ikatan ester akan putus dan diterminasi oleh gugus hidroksil (Fonseca et al., 2010).

Gambar 2.3 Depolimerisasi PET oleh dietilen glikol (DEG) melalui glikolisis. (Pardal dan Tersac, 2006)

15

Dalam glikolisis, PET dan glikol dipanaskan dalam reaktor yang menyebabkan berat molekul polimer tersebut tereduksi. Produk reaksi biasanya berupa monomer BHET (Ghaemy dan Mossaddeg, 2005) atau poliester tak jenuh yang didapatkan melalui polimerisasi kembali atau esterifikasi (Barboza et al,. 2009). Depolimerisasi PET melalui glikolisi ditunjukan pada gambar 2.3. Penelitian mengenai glikolisis dengan berbagai parameter terhadap laju reaksi telah banyak dilakukan. PET dapat didaur ulang dengan berbagai metode. Glikolisis dapat dilakukan baik pada tekanan atmosfer maupun dibawah tekanan tertentu (Abdelal et al., 2011). Glikolisis mempunyai keuntungan signifikan jika dibandingkan dengan metanolisis atau hidrolisis, terutama karena glikolisis menghasilkan BHET yang dapat digunakan sebagai bahan baku produksi baik untuk unit PET berbasis DMT atau berbasis TPA, sementara DMT dan TPA tidak bisa digunakan secara bergantian. Skema reaksi depolimerisasi dari glikolisis ditunjukkan pada Gambar 2.4. Keuntungan lain yang signifikan dari glikolisis adalah hilangnya glikol dari depolimerisasi pelarut tidak diperlukan, sedangkan dalam metanolisis atau hidrolisis hilangnya glikol harus dilakukan (Imran, et al., 2010).

16

Gambar 2.4 Skema Depolimerisasi PET melalui Glikolisis (Imran, et al., 2010). 2.4 Glikolisis PET dengan Katalis Laju reaksi glikolisis tanpa katalis berjalan sangat lamban sehingga perkembangan katalis dalam reaksi glikolisis telah banyak dipelajari dalam dua decade terakhir. Logam asetat digunakan dalam depolimerisasi PET dalam pelarut etilen glikol dalam atmosfer nitrogen selama 10 jam. Glikolisis berlangsung pada titik didih etilen glikol sehingga menghasilkan monomer bis(hidroksietil)tereftalat (BHET) (Ghaemy dan Mosaddegh, 2005). Abdelaal,

17

et al, 2011 juga menggunakan magnesium asetat sebagai katalis dalam penelitiaanya. Botol PET didepolimerisasi melalui glikoisis dengan pelarut dietilena glikol (DEG) dengan katalis seng asetat, natrium karbonat dan natrium dikarbonat digunakan sebagai katalis sebanyak 0,5% dari berat total PET dengan menggunakan energi mikrowive sehingga didapatkan produk berupa poliuretan. Katalis natrium bikarbonat menunjukkan aktifitas paling baik dalam reaksi ini (Aiemsa-art et al.,2011). Reaksi glikolisis dengan garam logam diantaranya seng asetat, natrium karbonat, natrium bikarbonat, natrium sulfat dan potassium sulfat juga dilakukan oleh Fonseca et al. pada tahun 2010. Reaksi dilakukan dengan perbandingan rasio 100:1 (PET:katalis) dengan adanya glikol. Dalam reaksi ini seng asetat merupakan katalis paling baik dengan % hasil mencapai 70%. Cakic et al, 2012 juga menggunakan seng asetat sebagai katalis dengan berbagai jenis glikol dalam penelitiaanya. Viana et al. Pada tahun 2011 telah mempelajari kinetika reaksi penggunaan katalis sing asetat. Suhu depolimerisasi 180-190°C memberikan hasil yang hampir 100%. Namun katalis logam berat bersifat non-biodegradable dan beracun. Katalis yang lebih ramah lingkungan natrium bikarbonat pada variasi suhu (165-196ºC), ukuran partikel (0.14-3 mm), laju adukan (50-800 rpm) rasio PET: katalis (100:1) telah diteliti dan menghasilkan BHET. Hasil terbaik didapatkan pada suhu 196°C selama 1jam sebanyak 80% (Fonseca et al, 2011). Katalis ramah lingkungan natrium bikarbonat telah diteliti oleh Fonseca et al. pada 2010, katalis ini menunjukkan hasil yang bagus. Optimasi variable operasi dalam proses glikolisis dengan mengggunakan katalis ini telah

18

dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Glikolisis dengan etilen glikol pada lingkungan atmosfer nitrogen selama 10 jam dengan menggunakan katalis natrium bikarbonat pada suhu 198 ºC menghasilkan BHET sebanyak 60,6% (Rahmayanti et al., 2015). Wang et al., (2015) mengembangkan katalis baru dalam reaksi glikolisis yaitu natrium titanium tris(glicolat). Katalis ini menunjukkan aktivitas yang tinggi dalam reaksi. Katalis lain, seperti asam yang super padat dan logam oksida, NiO, Fe2O3 dan TiO2, telah dipelajari dalam glikolisis PET (Wang, 2011), namun katalis ini beracun, korosif dan/atau mengakibatkan polusi yang parah. Oleh karena itu, pengembangan katalis ramah lingkungan dan sangat efisien untuk PET glikolisis merupakan hal penting. Logam poliokso (POMs) K6SiW11MO39(H2O) (M = Zn2+, Mn2+, Co2+, Cu2+, Ni2+) menunjukkan aktivitas katalitik yang baik dalam glikolisis(Geng et al., 2015). Katalis padat seperti SO4 2-/ZnO, SO4 2-/TiO2 dan SO4 2-/ZnO-TiO2 juga telah digunakan dalam glikolisis dan menunjukkan hasil yang baik, namun katalis ini perlu dikalsinasi terlebih dahulu dalam suhu tinggi sebelum digunakan (Zhu et al., 2012). Yue et al. 2011 dan Yue et al., 2013 menggunakan ionic liquids sebagai katalis dan menghasilkan BHET sebagai produk utama.

19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Dan Peralatan 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah polietilen tereftalat (PET) yang berasal dari botol air mineral, etilen glikol dengan kemurnian 99,5% (Merck), aquades dan serbuk katalis kalium karbonat (Merck). 3.1.2 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan refluks yang dilengkapi termometer, pengaduk magnetik dan kondensor dan seperangkat peralatan filtrasi serta beberapa peralatan gelas. Peralatan

yang

digunakan

untuk

karakterisasi

antara

lain

spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR) Shimadzu dan Mettler

Toledo

Stare

TGA/DSC

(Differential

Pemindaian

Calorimeterdan Termogravimetric Analyzer). 3.2 Prosedur Kerja 3.2.1 Preparasi Cuplikan Limbah Botol PET Preparasi cuplikan limbah botol PET diawali dengan proses pencucian. Limbah botol plastik PET dicuci dengan sabun dan dibilas dengan aquades. Cuplikan yang telah dicuci kemudian dipotong dengan ukuran 3 mm×3 mm sampai 4 mm×4 mm. Tahap selanjutnya cuplikan

20

yang telah dipotongpotong dicuci kembali dengan aquades dan dikeringkan dalam oven selama satu jam. 3.2.2 Proses Depolimerisasi PET (Glikolisis) Sebanyak lima gram cuplikan PET yang telah dipreparasi diambil dan dimasukkan ke dalam labu bundar leher tiga yang dilengkapi dengan kondensor refluks, termometer dan pengaduk magnetik. Etilen glikol (EG) kemudian ditambahkan sebanyak 11 ml. Selanjutnya perbandingan mol PET : katalis kalium karbonat dimasukkan dengan beragam variasi. Perbandingan rasio molPET (unit berulang) : Katalis kalium karbonat yang digunakan terdapat pada Tabel 4.1. Reaksi glikolisis selanjutnya dilakukan selama 8 jam dengan suhu 196°C. Gas nitrogen dialirkan ke dalam labu dan kondensor sebelum reaksi glikolisis dimulai. Setelah reaksi glikolisis selesai, campuran PET, EG dan kalium karbonat di dalamnya, dipindahkan ke dalam penangas es. Tahap awal dari reaksi glikolisis ini menunjukkan bahwa reaktan yang semula berupa campuran heterogen 2 fasa, yaitu padatan (PET) dan larutan (EG dan katalis) yang berubah menjadi campuran homogen 1 fasa, yaitu fasa cair. Produk yang dihasilkan selanjutnya ditambahkan dengan air destilat panas berlebih sebanyak 70 ml sambil diaduk dengan kuat lalu dengan segera difiltrasi. Produk akan terpisah menjadi fasa padat dan cair. Fasa

21

cair atau filtrat tersebut merupakan campuran etilen glikol, katalis, BHET, dan sedikit oligomer terlarut. Filtrat kemudian dipanaskan sampai didapatkan campuran yang bening, dan selanjutnya disaring kembali. Filtrat hasil filtrasi kedua ini disimpan dalam lemari es pada suhu 5°C selama 16 jam untuk mendapatkan padatan BHET. Hasilnya difiltrasi kembali dan padatan BHET yang didapatkan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 60°C selama 30 jam kemudian ditimbang. 3.2.3 Analisa Produk Hasil Depolimerisasi a. Fourier Transform Infra Red (FTIR) Analisa FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada senyawa yang dihasilkan dari depolimerisasi dalam hal ini pada reaksi glikolisis. b. Differential Pemindaian Calorimetry (DSC) Analisa DSC dilakukan untuk mengetahui titik leleh dari produk hasil depolimerisasi (BHET). Cuplikan dianalisa pada suhu 20°C sampai 500°C dengan laju pemanasan 10°C/menit. Termogravimetric Analysis (TGA). Analisa TGA dilakukan untuk mengetahui massa yang hilang akibat pemanasan suhu tertentu yang digunakan pada saat analisa. Analisa TGA dilakukan bersamaan dengan analisa DSC.

22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1

Proses Depolimerisasi Limbah Botol Plastik PET Reaksi glikolisis dilakukan secara tertutup dengan menggunakan proses refluks dalam labu bundar tiga leher berukuran 250 mL lengkap dengan kondensor refluks, termometer dan penyumbat karet. PET yang telah dipreparasi dimasukkan dalam labu bundar tiga leher dan ditambahkan pelarut etilen glikol (EG). Etilen glikol dipilih sebagai pelarut dalam proses glikolisis sebab EG dapat menyebabkan pemutusan ester dalam rantai PET (Fonseca et al.,2010). Selanjutnya ditambahkan katalis kalium karbonat (K2CO3) dengan variasi perbandingan mol PET : katalis dengan perbandingan yang telah dijelaskan sebelumnya. Setiap variasi katalis pada penelitian ini dilakukan secara duplo. Pada umumnya reaksi glikolisis menggunakan katalis garam logam asetat seperti seng asetat. Namun logam dari katalis tersebut bersifat racun sehingga memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan (Campanelli et al., 1994). Oleh karena itu pada penelitian ini dipilih katalis yang lebih ramah lingkungan seperti kalium karbonat. Katalis kalium karbonat selain merupakan katalis yang ramah lingkungan, katalis ini dapat larut dalam etilen glikol sehingga mempermudah reaksi glikolisis. Proses depolimerisasi dilakukan dalam keadaan tertutup bertujuan agar tidak ada massa PET, pelarut etilen glikol maupun katalis kalium karbonat yang hilang. Suhu yangdigunakan dalam proses depolimerisasi pada

23

penelitianinisebesar 196°C, yang merupakan suhu depolimerisasi PET optimum (Wang et al., 2009). Reaksi glikolisis dilakukan selama 8 jam terhitung dari suhu optimum telah tercapai. Gas nitrogen dipilih karena gas nitrogen merupakan gas inert yang tidak mempengaruhi hasil reaksi. Selama reaksi berlangsung dilakukan pengadukan menggunakan pengaduk magnetik dengan kecepatan konstan. Secara fisik, proses depolimerisasi dapat diamati pada tiga tahap. Pertama, tahap sebelum suhu optimum tercapai. Terlihat bahwa belum ada perubahan pada PET dan campuran masih menunjukkan bentuk heterogen, dimana fasa padat merupakan PET dan fasa liquid merupakan etilen glikol dan kalium karbonat. Kedua, merupakan proses saat PET telah larut sebagian. Ketiga, memperlihatkan tahap akhir reaksi glikolisis dimana fasa padat yakni PET sudah larut sempurna dan campuran berbentuk homogen. Pada tahap ini dapat dikatakan bahwa PET telah larut dalam etilen glikol dengan bantuan katalis kalium karbonat. Campuran homogen ini menunjukkan bahwa PET mulai terkonversi menjadi oligomer atau bahkan monomer. Langkah selanjutnya adalah pemurnian hasil depolimerisasi. Setelah 8 jam reaksi glikolisis berlangsung, produk hasil tersebut dengan cepat didinginkan dalam penangas es. Segera setelah proses pendinginan selesai dilakukan, akuades mendidih berlebih sebanyak kurang lebih 70 mL ditambahkan dengan ke dalam produk hasil reaksi. Proses ini bertujuan untuk memisahkan BHET dengan oligomer (seperti dimer dan trimer). Oleh

24

karena monomer-BHET memiliki titik leleh 109°C (Ghaemy et al., 2005) sementara dimer-BHET memiliki titik leleh 170°C (M Imran et al., 2010), maka perlakuan tersebut dapat menjamin adanya proses pemisahan yang diinginkan. Selain itu penambahan akuades mendidih juga dapat melarutkan katalis serta kemungkinan oligomer (yaitu dimer dan trimer) yang tidak larut (Fonsecha et al,. 2010). Selanjutnya dalam keadaan panas hasil tersebut disaring. Dari hasil ektraksi pertama ini didapatkan filtrat yang mengandung BHET, etilen glikol dan sebagian kecil oligomer yang terlarut dalam air dan residu yang berupa PET yang belum terkonversi.

Gambar 4.1 Spektra FTIR BHET hasil glikolisis dengan perbandingan molPET (unit berulang) : kalium karbonat 28:1 Filtrat hasil ekstrasi pertama ini kemudian dipanaskan hingga homogen dan berwarna jernih. Proses ini dimaksudkan karena BHET akan mengkristal kembali seiring menurunnya suhu filtrat. Filtrat kembali disaring setelah homogen, Filtrat hasil ekstraksi kedua ini kemudian

25

disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 5°C selama 16 jam. Pendinginan ini bertujuan untuk pembentukan BHET, sebab BHET akan terbentuk pada suhu rendah. Kristal hasil pendinginan selanjutnya difiltrasi kembali untuk mendapatkan BHET yang merupakan monomer hasil depolimerisasi (Fonseca et al., 2010). Tahap terakhir dari proses depolimerisasi ini adalah pengeringan kristal yang dilakukan pada suhu 60°C selama 30 jam untuk menghilangkan air yang tersisa dan kristal yang terbentuk benar-benar kering serta mempunyai berat konstan.

Proses

depolimerisasi plastik PET menggunakan metode glikolisis terjadi karena reaksi subtitusi nukleofilik pada gugus hidroksil yang terdapat pada etilen glikol yang menyerang gugus karbonil yang dimiliki ester (pada rantai polimer PET). Gugus karbonil terlebih dahulu diaktifkan oleh kation pada katalis, dalam penelitian ini logam kalium. Logam kalium akan berikatan dengan oksigen pada karbonil sehingga karbon menjadi karbokation. Keadaan intermediet ini ditandai dengan terbentuknya kompleks yang dibentuk oleh koordinasi antara gugus karbonil pada ester dengan logam kalium. Koordinasi yang terbentuk menurunkan kerapatanelektron dari atom karbonil.Selain itu koordinasi tersebut akan memfasiltasi serangan nukleofil dari gugushidroksil pada karbon yang terpolarisasi sehingga menyebabkan pemutusan rantai polimer PET dan pembentukan monomer BHET. Proses PET yang mengalami degradasi ini akan terjadi bertahap menjadi oligomer, kemudian dimer dan terakhir monomer BHET (Fonseca et al., 2010).

26

4.2

Perhitungan Rendemen Pengaruh perbandingan mol konsentrasi antara PET dan katalis kalium karbonat terhadap hasil glikolisis dilaporkan pada Tabel 4.1. Presentase rendemen dari proses depolimerisasi limbah botol PET oleh etilen glikol menggunakan katalis kalium karbonat dihitung dengan menggunakan persamaan 4.1 yaitu : % 𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =

𝑊𝐵𝐻𝐸𝑇 𝑊𝑃𝐸𝑇

(4.1)

dimana WBHET merupakan berat BHET hasil proses depolimerisasi dan WPET merupakan berat awal dari PET yang digunakan. Sementara itu, grafik pengaruh perbandingan mol PET dengan katalis kalium karbonat terhadap rendemen ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Tabel 4.1 Massa Produk Hasil Glikolisis PET dengan Berbagai Variasi Perbandingan Mol Konsentrasi Antara Katalis dengan PET Berdasarkan Gambar 1.1 terlihat bahwa semakin besar perbandingan mol PET terhadap katalis kalium karbonat, maka semakin meningkat pula

27

hasil glikolisis yang diperoleh. Akan tetapi pada saat katalis kalium karbonat diberikan dalam jumlah yang lebih banyak seperti pada perbandingan mol 18:1 hasil yang didapatkan justru menurun. Penurunan hasil glikolisis yang terjadi ini dikarenakan efektivitas penggunaan katalis kalium karbonat berada pada perbandingan mol 28:1. Apabila glikolisis dilakukan dengan perbandingan yang lebih besar dari 28:1 maka hasilnya tidak akan lebih besar. Hal iniberhubungan dengan selektivitas katalis, yaitu kemampuan katalis mempercepat mempercepat suatu reaksi diantara beberapa reaksi yang terjadi sehingga produk yang diinginkan dapat diperoleh dengan produk sampingan seminimal mungkin (Handoko , 2003). Pada rendemen monomer BHET dengan perbandingan mol PET(unit ulang):katalis sebesar 28:1 produk yang diinginkan mencapai jumlah paling banyak dengan produk sampingan berupa dimer dan oligomer yang paling sedikit dibanding dengan variasi lainnya. Selain itu berhubungan pula dengan sisi aktif dari katalis tersebut yang membuktikan bahwa besar penggunaan jumlah katalis belum tentu makin bagus hasil yang diperoleh (Lepensviel, 1998). Hal ini terbukti dari hasil perbandingan mol 18:1 yang lebih kecil dari perbandigan molPET (unit ulang) katalis 28:1. Penambahan konsentrasi katalis kalium karbonat yang lebih besar membuat hasil yang didapatkan tidak meningkat terlalu tajam bahkan cenderung menurun setelah perbandingan paling efektif didapatkan yakni pada perbandingan molPET (unit ulang) : katalis 28:1, sehingga dapat dikatakan bahwa

28

perbandingan mol PET(unit ulang) : katalis kalium karbonat dengan perbandingan 28:1 merupakan hasil maksimal dengan nilai sebesar 55,95%. 4.3

Analisis menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR) Analisis dengan menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR) pada penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsi yang terdapat pada produk hasil daur ulang, yakni bis(hidroksietil) tereftalat (BHET). BHET memiliki gugus fungsi khas yang terdiri dari gugus hidroksil (OH), dan gugus karbonil (CO). Spektra FTIR hasil depolimerisasi perbandingan molPET(unit ulang):K2CO3 sebesar 28:1 yang merupakan hasil maksimal pada proses depolimerisasi ditampilkan pada Gambar 2. Pada spektra FTIR tersebut, puncak serapan beberapa panjang gelombang yang merupakan khas senyawa BHET terlihat cukup jelas.Diantaranya, puncak serapandaerahkarbonil yang menunjukkan adanya gugus C=O muncul pada bilangan gelombang 1689,64 cm-1. Gugus C-O ditunjukkan pada bilangan gelombang 1280,73 cm-1 adanya spektra tersebut juga menunjukkan bending C-O alkohol pada bilangan gelombang 1072,42 cm-1. Selain itu, puncak serapan gugus OH pada monomer BHET muncul bilangan gelombang 3448,72 cm-1dimana hal ini juga diperkuat dengan adanya bending OH pada bilangan gelombang 1134,14 cm-1. Adanya CH sp2, yang ada pada senyawa BHET ditunjukkan pada 3062,96 cm-1dan CH sp3ditunjukkan pada 2962,66–2877,79 cm-1. Keberadaan senyawa aromatis ditunjukkan dengan adanya puncak rendah overtone, yang merupakan ciri khas senyawa ini, pada daerah antara 2000–1800 cm-

29

1. Selain itu adanya stretching CH pada cincin aromatis terlihat pada bilangan gelombang 1435,03–1381.03 cm-1. Selanjutnya out of plane (OOP) bending senyawa aromatis muncul pada 725,23 cm-1 dan dari adanya satu puncak yang muncul pada bilangan gelombang 725,23 cm-1 menunjukkan jika cincin aromatis tersebut merupakan para disubtitusi. Spektra yang telah dijelaskan di atas menunjukkan kemiripan dengan spektra BHET yang dilaporkan Pingale dan Shukla (Pingale et al,. 2011). Hasil Analisis FTIR tersebut menunjukkan jika senyawa hasil glikolisis ini adalah BHET. Bukti yang ditunjukkan adalah adanya senyawa ester yang mengandung gugus C=O dan C–O. Selain itu, adanya senyawa aromatis para disubtitusi dan senyawa alkohol juga menunjukkan gugus-gugus fungsi khas yang dimiliki BHET.

Gambar 4.2 Pemindaian DSC hasil depolimerisasi limbah botol plastik PET.

30

4.4

Analisis Thermal 4.4.1

Analisis menggunakan Differential Pemindaian Calorimetry

(DSC) Analisis DSC pada penelitian ini dilakukan menggunakan TGA/DSCStareSystem Mettler Toledo.Laju pemanasan yang digunakan dinyatakan oleh sumbu “x”dan besarnya adalah 10°C/min

dengan

rentangsuhu

pemanasan

antara

20–

500°C.Sementara itu, aliran panas (Wg) yang setara dengan perubahan entalpi (Js) yang diterima atau dilepas cuplikan dinyatakan oleh sumbu “y”.Analisis DSC dilakukan pada BHET dengan perbandingan molPET(unit ulang):K2CO3 sebesar 28:1. Perbandingan tersebut dipilih karena merupakan perbandingan dengan persen hasil paling banyak.Pemindaian DSC hasil proses depolimerisasi dilaporkan pada Gambar 3. Analisis DSC terhadap material polimer pada umumnya digunakan untuk mengetahui persen kristalinitas, laju kristalisasi, kinetika reaksi polimerisasi, degradasi polimer, dan pengaruh komposisi pada temperatur transisi glass (Tg) sertapenentuan kapasitas panas dan titik leleh (Robinson et al., 2006). Analisis DSC pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui titik leleh BHET hasil depolimerisasi. Puncak endotermik yang tajam, pada suhu 109,98°C, ditunjukkan pada Gambar 3. Keberadaan puncak endotermik ini mengindikasikan titik leleh

31

senyawa BHET yaitu sebesar 109°C(Pingale et al,. 2011), 110°C (Vianna et al., 2011), dan 111°C (Fonseca et al., 2010).Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil depolimerisasi pada penelitian ini mengandung monomer BHET. Hal ini diperjelas oleh Wang yang menyebutkan bahwa dimer dari BHET menunjukkan titik leleh pada suhu 171°C dan PET pada suhu 240°C. D 4.4.2 Analisis menggunakan Termgravimetric Analysis (TGA) Analisis TGA dilakukan bersama–sama dengan Analisis DSC menggunakan alat TGA/DSC StareSystem Mettler Toledo. Seperti halnya DSC, laju pemanasan dinyatakan oleh sumbu “x” pada kurva termal TGA. Sedangkan penguranganmassa cuplikan akibat pemanasan ditunjukkan oleh sumbu “y”. Analisis TGA dilakukan untuk mengetahui tingkat stabilitas termal suatu material. Berat cuplikan pada proses ini diukur secara berkelanjutan dalam suhu yang telah ditentukan. Kurva TGA untuk hasil depolimerisasi ditunjukkan pada Gambar 4.3. Setidaknya terdapat dua dekomposisi termal yang nyata yang ada pada gambar tersebut.Pertama, pengurangan beratsekitar 24% dimulai pada suhu sekitar 270–280°C.Hal ini berhubungan dengan dekomposisi termal BHET. Kedua, pengurangan berat sekitar 58% dimulai pada suhu sekitar 390–420°C dikarenakan dekomposisi termal PET sebagai hasil depolimerisasi kembali monomermonomer BHET selama proses analisis (Chen, 2003). Pada laporan

32

yang dibuat oleh Wang (Wang et al., 2009) pengurangan berat BHET pertama terjadi pada suhu antara 200–220°C, dalam hal ini terjadi pergeseran suhu yang lebih tinggi oleh karena dimungkinkan adanya bentuk–bentuk dimer yang terdapat pada cuplikan hasil depolimerisasi, tetapi pada jumlah yang sedikit dan secara eksak tidak diketahui. Hal ini dibuktikan dengan hasil DSC pada penelitian Wang (Wang et al., 2009) dimana menunjukkan secara eksak bahwa hasil depolimerisasi adalah BHET. Pengurangan berat kedua pada suhu sekitar 400–420°C sama seperti hasil depoimerisasi pada penelitian ini.

Gambar 4.3 Kurva Termal TGA Hasil Depolimerisasi Limbah Botol Plastik PET Cuplikan BHET hasil depolimerisasi pada penelitian ini berhasil menkonversi PET sebanyak 55,95%. Besar konversi PET ini tidak jauh berbeda apabila dibandingkan dengan hasil yang

33

dilaporkan Fonseca (Fonseca et al., 2010) yaitu sebanyak 50% tetapi menggunakan katalis karbonat yang lain yaitu natrium karbonat.

34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1

KESIMPULAN Katalis kalium karbonat dapat digunakan untuk mendepolimerisasi limbah botol plastik air mineral dengan bahan dasar PET menggunakan metode glikolisis dan dengan pereaksi etilen glikol. Metode glikolisis ini dilakukan pada suhu 196°C selama 8 jam. Konsentrasi katalis kalium karbonat pada penelitian memberikan pengaruh pada rendemen monomer (BHET) yang dihasilkan pada proses depolimerisasi. Semakin besar konsentrasi katalis yang digunakan dalam batas tertentu maka semakin banyak BHET

yang dihasilkan dan konsentrasi optimum

yang

diperoleh.Pada penelitian ini konsentrasi optimum katalis berada pada perbandingan mol PET(unit berulang):katalis kalium karbonat sebesar 28:1. Produk rendemen depolimerisasi sebanyak 55,95 %. 5.2

SARAN Berdasarkan dengan apa yang telah penulis tulis, semoga kita dapat menanggulangi

permasalahan

limbah

botol

plastik

Polyethylene

Terephthalate (PET) dengan cara mendepolimerisasi dengan menggunakan metode glikolisis dengan pereaksi etilen glikol dan katalis kalium karbonat untuk mengetahui jumlah optimumnya yang paling efektif. Harapannya hasil penelitian ini dapat diaplikasikan di UNPAD agar menjadi kampus yang ramah lingkungan dan dapat men-recyle serta mengurangi limbah botol plastik Polyethylene Terephthalate (PET).

35

DAFTAR PUSTAKA Aiemsa-art, C., Phanwiroj, P., Potiyaraj, P. (2011). Thermal and Morphological Properties of Polyurethane Foams Prepared from Microwave-assisted Glycolyzed Products of PET Bottles Wastes. Energy Procedia, 9 : 482-434. Al-Sabagh, A.M., Yehia, F.Z., Eissa, A.M.F., Moustafa, M.E., Eshaq, Gh., Rabie, A.M., Elmetwally, A.E. (2014). Cu- and Zn-acetate-containing ionic liquids as catalysts for the glycolysis of poly(ethylene terephthalate). Polymer Degradation and Stability, 110: 364-377 Al-Salem, S.M., Lettieri P. danBaeyens J., (2009). Recycling And Recovery Routesofplastic Solid Waste (PSW). Waste Management, 29, 2625-2643. Awaja, Firas dan Pavel Awaja, Firas dan Dumitru Pavel, (2005). Recycling of PET, European Polymer Journal, 41, 1453–1477 Baliga, S., dan Wong WT., (1989), Depolymerization of Poly(Ethylene Terephthalate) Recycled From Post- Consumer Soft-Drink Bottles, Journal of Polymer Science Part A: Polymer Chemistry, 27, 2071-2082. Cakic, S.M., Ristic, I.V., Cinovic, M.M., Nikolic, N.C., Ilic, O.Z., Stojilkoviv, D.T., B-Simendic, J.K. (2012). Glycolyzed products from PET waste and their application in synthesis of polyurethane dispersions. Organic Coatings, 74: 115125. Caldicott, R.J., (1999). The Basic Soft Stretch Blow Molding PET Containers. Plastic Eng, 35, 35–38.

36

Campanelli JR, Kamal MR, Cooper DG,

(1994). Kinetics of Glycolysis of

Poly(Ethylene Terephthalate) Melts. Journal Appl Polym Sci, 54, 17311740. Carey, Fransis, A. (2000). Organic Chemistry. 4th ed. North America: McGrawHill Companies Cata, A., Bandur, G., Balcu, I., Buzatu, D., Tanasie, C., Rosu, D. (2007). Plemininary Studies about PET Degradation, Rheological Determination on Glycolysis product Obtained with Propylene Glycol. Chem. Bull. “POLITICA” Univ (Timisaora), 52 (66): 143-146 Chen, CH., (2003). Study of glycolysis of poly (ethylene terephthalate) recycled From post consumer soft-drink bottles. III. Further investigation. Journal Appl Polym Sci,87, 2004–2010. Das, J., Halgen, A.B., Sahu, V., Parikh, P.A.(2007). Alkaline hydrolysis of poly(ethylene terephthalate) in presence of phase transfer catalyst. Indian Journal of Chemical Technology, 14: 173-177. Dutt, D., Soni, R.K., Chauhan, M., Chauhan, A. (2011). Degradation (SEM) study of hazardous PET waste flakes during aminolysis with hydrazine monohydrate. International Journal of Advanced Engineering Applications, 4 (6): 5-9 Fonseca, R. Lopez., I.DuqueIngunza, B.de.Rivas, S.Arnaiz, dan J.I. Gutierrez Ortiz, (2010) .Chemical Recycling Of Post-Consumer PET Waste By Glikolysis In The Presence Of Metal Salt. Polimer Degradation and Stability,95, 1022-1028.

37

Ghaemy, M. dan Mossaddegh K., (2005). Depolymerisation of Poly(Ethylene Terephthalate) Fibre Wastes Using Ethylene Glycol. Polymer Degradation and Stability, 90, 570-576. Goje, A.S. dan Mishra S. , (2003). Chemical Kinetics, Simulation, And Thermodynamics

Of

Glycolytic

Depolymerisation

Of

Poly(Ethylene

Terephthalate) Waste With Catalyst Optimization For Recycling Of Value Added Monomeric Products. Macromol Mater Eng, 288, 326-336 Handoko, DSP., (2003). Aktivitas Katalis CR Zeolit melalui Modifikasi Zeolit Alam.Jurnal Ilmu Dasar,Vol. 4, No.2, Hlm. 70-76 Imran, M., Kim B., Han M., Cho B. dan Kim D., (2010). Sub And Supercritical Glycolysis Of Polyethylene Terephthalate (PET) Into The Monomer Bis(2Hydroxyethyl) Terephthalate (BHET), Polymer Degradation and Stability, 95, 1686-1693. Kao, C.Y, Cheng W.H. dan Wan B.Z., (1997). Investigation Of Catalytic Glycolysis of Polyethylene Terephthalate by Differential Pemindaian Calorimetry. ThermochimActa, 292, 95-104. Kurokawa, H., Ohsima, M., Sugiyama, K., Miura, H. (2003). Methanolysis of polyethylene terephthalate (PET) in the presence of aluminium tiisopropoxide catalyst to form dimethyl terephthalate and ethylene glycol. Polimer Degradation and Stability, 79: 529-533. Levenspiel, Octave, (1999). Chemical Reaction Engineering.John Willey and Sons, USA. 38

Pardal, Francis dan Tersac, Gilles. (2006). Kinetics of poly(ethylene terephthalate) glycolysis by diethylene glycol. I. Evolution of liquid and solid phases. Polymer Degradation and Stability, 91: 2840-2847. Pardal, Francis dan Tersac, Gilles. (2006). Kinetics of poly(ethylene terephthalate) lycolysis by diethylene glycol. I. Evolution of liquid and solid phases. Polymer Degradation and Stability, 91: 2840-2847. Pingale, N.D. dan S.R. Shukla, (2008). Microwave Assited Ecofriendly Recycling Of Poly (Ethylene Terephalate) Bottle Waste. European Polymer Journal, 44, 4151-4156. Rahmayanti, A., Atmaja, L., Tamyix, M. (2015). Depolimerisasi Polietilena Tereftalat (PET) Melalui Glikolisis Menggunakan Katalis Natrium Bikarbonat. Robinson, J.W., E.M. Skelly dan M, George., (2005). Undergraduate Instrumental Analysis, edisi keenam, Taylor & Francis e-library, 10281032. Sánchez, A.C. dan Collinson, S.R., (2011). The Selective Recycling of Mixed Plastic Waste of Polylactic Acid and Polyethylene Terephthalate by Control of Process Conditions. European Polymer Journal, 47, 19701976. Shukla, S.R. dan R.S. Pai, (2005). Adsorption of Cu(II), Ni(II) and Zn(II) on Dye Loaded Groundnut Shells and Sawdust, Separation Purification Technology, 43, 1. Shukla, S.R., Harad, Ajay M., Jawale, Laxmikant S. (2008). Recycling of Waste PET Into Useful Textile Auxiliaries. Waste Management, 28 :51–56

39

Sprektima, Tarra (2009). Pemanfaatan Limbah Plastik Polietilena Tereftalat (PET) Sebagai Matrik Komposit dengan Bahan Penguat Kaca. Skripsi S1. Jurusan Kimia, Universitas Sumatera Utara, Medan. Suh, D.J., O.O. Park dan K.H. Yoon, (2000). The Properties Of Unsaturated Polyester Based On The Glycolyzed Poly(Ethylene Terephtalate) With Various Glycol Compositions, Polymer, 41, 461-466. Sukhla, S.R. dan Harad, M.A. (2006). Aminolysis of polyethylene terephthalate waste. Polymer Degradation and Stability, 91 (8): 1850-1854. Viana, Mateus E., Andre Riul, Gizilene M. Carvalho, Adley F. Rubira, Edvani C. Muniz., (2011). Chemical Recycling of PET by Catalyzed Glycolysis: Kinetics of The Heterogeneous Reaction. Chemical Engineering Journal.173, 210-219. Wang, Hui; Yanqing Liu, Zengxi Li, Xiangping Zhang, Suojiang Zhang dan Yanqiang Zhang, (2009). Glycolysis of Poly(ethyleneterephtalate) Catalyzed By Ionic Liquids, European Polymer Journal, 45, 1535-1544. Welle, Frank, (2011). Twenty years of PET bottle to bottle recycling - An overview, Resource conservation and recycling, 55, 865– 875 Yue, Q.F., C.X., Wang, L.N. Zhang, Y. Ni, Y.X. Jin, (2011). Glycolysis of poly(ethylene terephthalate) (PET) using basic ionic liquids as catalysts, Polymer Degradation and Stability, 96, 399-403.

40

Zhu, M., Li, S., Li, Z., Lu, X., Zhang, S. (2012). Investigation of solid catalysts for glycolysis of polyethylene terephthalate. Chemical engineering journal, 185186:168-177.

41

Related Documents

Balada
June 2020 18
Balada ...
April 2020 16
Balada Populara.docx
April 2020 12
Alegacions Balada
November 2019 17
Balada Motanului
October 2019 24
Balada Vacii.docx
June 2020 17

More Documents from "Anonymous 6GFeSgbC"