BAB VI PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang interpretasi hasil penelitian yang telah dilakukan tentangPengaruh Penggunaan Tayammum Pack terhadap Higienitas Integumen pada Pasien Rawat Inap di Ruang Arofah Rumah Sakit Aisyiyah Bojonegoro. Pembahasan ini meliputi interpretasi dan diskusi hasil dengan membandingkan hasil dari temuan penelitian dengan tinjauan pustaka atau teori yang didapat, keterbatasan penelitian dan implikasi keperawatan dalam penelitian ini. 6.1
Interpretasi dan Diskusi Hasil Penelitian Interpretasi dan diskusi hasil penelitian ini disesuaikan dengan tujuan
penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh Penggunaan Tayammum Pack terhadap Higienitas Integumen. 6.1.1
Identifikasi Jumlah Koloni Bakteri pada Integumen Sebelum Penggunaan Tayammum Pack Berdasarkan tabel 5.2 di halaman 87, dari 16 responden didapatkan rata-rata
hasil perhitungan jumlah koloni bakteri sebelum penggunaan tayammum pack adalah sebanyak 681,50 CFU (colony forming-units). Bentuk koloni bakteri pada hasil kulturberbentuk titik-titik dan bulat (coccus), berwarna putih kekuning-kuningan, berukuran kecil dan sedang, besar, dengan tepi yang utuh dan ada yang tidak beraturan, serta mempunyai permukaan yang melengkung. Menurut Hasyimi (2010), Hasil pemeriksaan lab berupa koloni bakteri dipengaruhi oleh volume sampel yang diambil, representative alat (kesterilan alat), media untuk membawa atau mengirim,
89
90
sesuai dengan tujuan pemeriksaan atau tidak, sampel harus bebas dari antimikroba, dan proses penyimpanan sampel. Pertumbuhan bakteri pathogen pada kulit dipengaruhi oleh praktik perawatan kulit. Perawatan kulit merupakan salah satu jenis personal hygiene yang merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia (Potter & Perry, 2009). Beberapa hal yang mempengaruhi personal hygiene antara lain adalah praktik sosial, pilihan pribadi, citra tubuh, status sosial ekonomi, budaya, kepercayaan dan motivasi kesehatan, serta kondisi fisik. Pada pasien yang mengalami perawatan, pilihan pribadi mempunyai pengaruh terhadap kebersihan pasien, mengingat setiap klien mempunyai keinginan sendiri dalam kebersihan dirinya. Pada penelitian ini, usia responden berada pada rentang 28 tahun sampai 71 tahun dengan rata-rata responden berusia 51 tahun. Jumlah koloni bakteri sebelum penggunaan tayammum pack pada responden dengan usia dewasa muda (28 tahun dan 31tahun) lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri pada responden dengan usia di atas 40 tahun sampai dengan 71 tahun. Hal ini bisa terjadi mengingat semakin tua usia seseorang maka terjadi perubahan pada berbagai fungsi fisiologis tubuh sehingga mempengaruhi kondisi fisik seseorang (Efendi & Makhfudli, 2009). Menurut Potter & Perry (2009), kondisi fisik mempengaruhi perilaku higienitas seseorang. Klien dengan kondisi fisik yang lemah biasanya tidak memiliki energi dan kekuatan untuk melakukan hygiene. Contohnya pada pasien lansia yang terpasang infus intravena. Kondisi fisik yang lemah karena faktor usia disertai penyakit yang diderita akan membatasi kekuatan dan rentang gerak, sehingga mempengaruhi aktifitas yang dilakukan seseorang termasuk aktifitas yang berhubungan dengan hygiene seperti perawatan kulit.
91
Rumah sakit terdiri dari berbagai ruangan dengan fungsi yang berbeda-beda tergantung pada jenis penyakit atau tingkat keparahan pasien dan juga tergantung pada perbedaan tindakan medisnya. Perbedaan lokasi dan fungsi dari setiap ruangan memungkinkan adanya perbedaan pada kondisi lingkungan (suhu, gas, pH, cahaya, dan salinitas). Menurut Hasyimi (2010), faktor fisika yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri antar lain adalah suhu, gas, pH, cahaya, dan salinitas. Suhu yang tinggi berpengaruh terhadap reaksi kimia (dalam proses biokimia) sehingga suhu dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan bakteri, dan merubah proses metabolik tertentu serta bentuk luar sel. Selain suhu, gas merupakan persyaratan pertumbuhan bakteri, mengingat bakteri yang tergolong aerob (memerlukan oksigen dalam pertumbuhan) dan anaerob (tidak memerlukan oksigen dalam pertumbuhan). Faktor pH juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri. pH optimum pertumbuhan bakteri adalah 6,5-7,5. Beberapa spesies bakteri ada yang mempunyai pH minimum 0,5 dan maksimum 9,5. Pembiakan mikroba (fotoautotrofic), seperti algae dan bakteri fotosintetik, cahaya merupakan salah sato faktor yang penting. 6.1.2
Identifikasi Jumlah
Koloni Bakteri pada Integumen Sesudah
Penggunaan Tayammum Pack Berdasarkan tabel 5.2 di halamn 87, dari 16 responden didapatkan rata-rata hasil perhitungan jumlah koloni bakteri sesudah penggunaan tayammum pack adalah sebanyak 463,06CFU(colony forming-units). Jumlah koloni minimum pada sampel sebelum penggunaan tayammum pack adalah 4 CFU (colony forming units) dan jumlah koloni maksimum adalah 2520 CFU (colony forming units). Jumlah koloni minimum pada sampel sebelum penggunaan tayammum pack adalah 5 CFU (colony forming units) dan jumlah koloni maksimum adalah 1800 CFU (colony forming units). Jumlah koloni bakteri Bentuk koloni bakteri pada hasil kultur berbentuk titik-titik dan bulat (coccus), berwarna putih kekuning-kuningan, berukuran kecil, sedang, besar, tepi yang utuh
92
dan tidak beraturan, serta mempunyai permukaan yang melengkung atau cembung. Terdapat beberapa perbedaan morfologi bakteri pada sampel hasil kultur yang diambil sebelum pasien menggunakan tayammum pack dan sesudah menggunakan tayammum pack. Jumlah koloni bakteri sesudah penggunaan tayammum pack sedikit berkurang jika dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri sebelum penggunaan tayammum pack, tetapi terdapat perbedaan pada morfologi koloni bakteri.. Menurut Dwidjoseputro (2005), tidak semua koloni berasal dari satu bakteri. Koloni yang besar mungkin terjadi dari sekelompok bakteri dan koloni yang kecil mungkin terjadi dari satu bakteri saja, tetapi semuanya dianggap berasal dari satu bakteri.Pada penelitian ini, peneliti menemukan beberapa koloni dalam ukuran yang lebih besar daripada koloni yang lainnya. Menurut Hasyimi (2010), bentuk (morfologi) dan struktur bakteri digunakan untuk menggolongkan klasifikasi bakteri. Ukuran bakteri sangat tergantung pada spesies dan fase pertumbuhannya. Bakteri juga dapat diklasifikasikan berdasarkan letak flagel bakteri, ketahanan terhadap asam dan reaksi gram. Dwidjoseputro (2005) mengemukakan bahwa morfologi bakteri mempengaruhi kemampuan fisiologinya. Bentuk koloni mempunyai hubungan erat dengan kemampuan bakteri untuk menimbulkan penyakit dan dengan kemampuan bakteri untuk menambah kekebalan dan fase pertumbuhannya. Pada hasil pemeriksaan mikrobiologi sampel no.2, 8, dan 14 ditemukan bahwa jumlah koloni lebih banyak dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri sebelum penggunaan tayammum pack. Hal ini bisa disebabkan karena faktor suhu, pH, gas, dan cahaya. Menurut Hasyimi (2010), faktor fisika yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain adalah suhu, gas, pH, cahaya, dan salinitas.Bakteri mempunyai cara pembiakan yaitu dengan cara pembiakan aseksual atau vegetatif.
93
Pembiakan ini berlangsung cepat.Seperti halnya dengan manusia, bakteri juga mengalami perubahan genotype (mutasi) yang disebabkan oleh mutagen.Macammacam mutasi ada 3 golongan yaitu yang berhubungan dengan bentuk koloni, mutasi yang berhubungan dengan kemampuan fermentasi, dan mutasi yang berhubungan dengan kekebalan terhadap zat-zat tertentu. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan suatu bakteri pada media kultur menurut Hasyimi (2010) antara lain adalah banyaknya zat gizi bagi mikroba dapat berubah menjadi penghambat pertumbuhan atau dapat bersifat racun jika konsentrasinya tinggi, terjadinya perubahan Ph, dan sering terjadinya endapan media setelah proses sterilisasi yang disebabkan oleh karena adanya kation dan phospat tertentu seperti besi dan kalsium. Hasyimi (2010) juga menjelaskan faktor fisika yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri antar lain adalah suhu, gas, pH, cahaya, dan salinitas. Suhu tinggi berpengaruh terhadap reaksi kimia (dalam proses biokimia) sehingga suhu dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan bakteri, dan merubah proses metabolik tertentu serta bentuk luar sel. Selain suhu, gas merupakan persyaratan pertumbuhan bakteri, mengingat bakteri yang tergolong aerob (memerlukan oksigen dalam pertumbuhan) dan anaerob (tidak memerlukan oksigen dalam pertumbuhan). Faktor pH juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri.pH optimum pertumbuhan bakteri adalah 6,5-7,5. Beberapa spesies bakteri ada yang mempunyai pH minimum 0,5 dan maksimum 9,5. Pembiakan mikroba (fotoautotrofic), seperti algae dan bakteri fotosintetik, cahaya merupakan salah satu faktor yang penting. 6.1.3
Pengaruh
Penggunaan
Tayammum Pack terhadap Higienitas
Integumen. Berdasarkan hasil uji paired t testdengan program SPSS, diperoleh nilai t = 2.340 dengan taraf significancy 0,034 (p<0,05), nilai Sig. (2-tailed) < taraf nyata (α)
94
dan dapat ditarik kesimpulan H1diterima yang artinya bahwa ada pengaruh Penggunaan Tayammum Pack terhadap Higienitas Integumen. Jika dilihat dari rata-rata jumlah bakteri sebelum dan sesudah penggunaan tayammum pack, terdapat selisih jumlah rata-rata koloni bakteri sebelum dan sesudah penggunaan tayammum pack sebanyak 218,44 CFU (colony forming units). Jumlah koloni bakteri sesudah penggunaan tayammum pack lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri sebelum penggunaan tayammum pack, tetapi terdapat perbedaan morfologi bakteri pada hasil kultur apusan mukosa kulit sesudah penggunaan tayammum pack. Tayammum pack merupakan debu dari tanah liat yang sudah disterilisasi dan digunakan untuk memfasilitasi kebutuhan ibadah pasien di Rumah Sakit Aisyiyah Bojonegoro. Haydel et al (2008) mengemukakan bahwa tanah liat merupakan salah satu jenis tanah yang berukuran <2,0 µm, mempunyai permukaan yang luas, dan terdiri dari ion serta mineral berkonsentrasi tinggi yang terdapat pada permukaan tanah liat. Mineral-mineral tanah liat ini mengandung komponen-komponen antibacterial intrinsik. Antibacteria agent adalah substansi yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme, bahkan dapat membunuh mikroorganisme (William et al, 2010). Agen antibakteri mempunyai efek bactericidal , bacteriostatic, atau kombinasi dari efek bactericidal dan bacteriostatic (Haydel, 2008). Menurut Mosby (2008), bactericidal adalah efek antibakteri yang dapat menyebabkan kematian bakteri, sedangkan bacteriostatic adalah efek antibakteri yang cenderung menghambat perkembangan atau reproduksi bakteri. Bacteriostatic mencegah replikasi bakteri menjadi lebih banyak dan mekanisme koping manusia dapat melawan bakteri dalam jumlah yang statis (Mims et al, 2007). Menurut Greenwoods (2007), Mekanisme kerja agen antibakteri
adalah
dengan cara mengganggu pembentukan dinding sel bakteri, mengganggu sintesis
95
protein, mengganggu sintesis asam nukleat, mengganggu integritas sel membran, atau menghambat jalur biosintesis bakteri. Adanya cedera pada dinding sel atau hambatan pada proses pembentukan akan menyebabkan lysis sel. Agen antibakteri yang mempunyai kemampuan bacteriostatic akan menghambat sintesis dinding sel, sehingga efektif digunakan untuk melawan pertumbuhan bakteri. Aktifitas antibakteri juga dilakukan dengan menghambat fungsi membran sel. Sitoplasma pada semua makhluk hidup dikelilingi oleh membran sitoplasma, yang menyediakan permeabilitas barrier, berfungsi melakukan transfor aktif, dan mengontrol komponen internal sel. Jika integritas membran sitoplasma terganggu, makromolekul dan ion-ion akan hilang dari sel dan akan mengakibatkan kerusakan sel dan kematian sel. Aktifitas antibakteri lainnya dilakukan dengan Menghambat sintesis protein (menghambat translasi dan transkripsi materi genetik) (Greenwoods, 2007). Bakteri mempunyai sebanyak 70S ribosom, sedangkan mamalia mempunyai 80S ribosom. Subunit pada setiap tipe ribosom, komposisi kimia, dan fungsi spesifiknya berbeda. Brooks et al (2001) menjelaskan bahwa agen antimikroba pertama kali menempel pada reseptor protein spesifik, dilanjutkan dengan menghambat aktifitas normal pembentukan peptide (mRNA+formyl methionine+tRNA). Selanjutnya “recognition area” pada ribosom menerima kode yang salah dari mRNA, terjadi kesalahan pemasukan asam amino pada peptide yang menghasilkan protein non fungsional. Selanjutnya penempelan agen antibakteri pada reseptor protein spesifik menyebabkan kerusakan polysomes dan akan terpisah menjadi monosom. Secara keseluruhan, pengaruh antibakteri terhadap sintesis protein menyebabkan efek irreversible (kematian bakteri). Aktifitas antibakteri yang lain dilakukan dengan menghambat sintesis asam nukleat. Penghambatan sintesis asam nukleat dilakukan dengan mengikat kuat pada DNAdependent RNA polymerase bakteri, yang akan menghambat sintesis RNA.
96
Tanah liat yang digunakan sebagai bahan tayammum pack berwarna kuning kecokelatan. Menurut Lafi & Al-Dulaimy(2011) tiga macam tanah liat (white clay, gray clay, dan yellow clay) mempunyai efek antibakteri melawan Staphylococcus aureus yang diisolasi dari pasien yang mengalami infeksi kulit, dan tidak mempunyai efek melawan Pseudomonas aeruginosa yang diisolasi dari pasien dengan infeksi sistem perkemihan, tetapi pink clay
mempunyai efek antibakteri melawan Pseudomonas aeruginosa dan
mempunyai efek antibakteri yang rendah melawan Staphylococcus aureus. Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan Lafi & Al-Dulaimy ini menunjukkan bahwa mineral tanah liat bisa menjadi pengobatan alternatif melawan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Menurut Williams et al (2011), perbandingan antara kandungan bahan kimia dan kemampuan exchangeable ions pada mineral tanah liatmempengaruhi keadaan pH dan oksidasi, pengontrolan bahan kimia air dan berkontribusi sebagai agen antibacteria, yang pada akhirnya dapat melemahkan bakteri. pH dan keadaan oksidasi dipertahankan oleh permukaan mineral tanah liat merupakan kunci utama untuk mengontrol bahan kimia dan redox (reduksi dan oksidasi atau proses transfer elektron) yang berhubungan dengan reaksi yang terjadi pada dinding sel bakteri. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan tanah liat sebagai antibacterial agent. Menurut Otto & Haydel (2013), perlu mengetahui karakteristik mineral tanah liat dan kandungan bahan kimia pada tanah liat. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan X-ray diffraction (XRD), inductively coupled plasma-optical emission spectroscopy (ICP-OES), dan mass spectrometry (ICP-MS). Hasil dari penelitian Otto & Haydel (2013) ini mengindikasikan bahwa konsentrasi ion dari tanah liat (Fe 2+, Cu2+, dan Zn2+) mempengaruhi kemampuan tanah liat sebagai antibakteri. Kandungan mineral tanah liat, termasuk
konsentrasi mineral tanah liat mempengaruhi
97
kemampuan tanah liat sebagai antibacterial agent dengan membunuh bakteri atau menghambat pertumbuhan bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Almeida et al (2014) menemukan bahwa tanah liat diet dengan jenis mineral yang berbeda (diet basal, Smectite A 0,3%, Smectite B 0,3%, DAN Zeolite 0,3%) dan diberikan pada ayam broiler yang sudah diinfeksi salmonella enterica mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mengurangi pertumbuhan salmonella enterica. Menurut Haydel, Remenih, dan Williams (2008), pertukaran kation dapat mengeliminasi kemampuan CsAg02 (salah satu mineral spesifik tanah liat) sebagai antibacterial agent.Beberapa elemen mineral yang hilang saat terjadi pertukaran kation adalah silicon (30%), barium (35%), dan Strontium(45%).Konsentrasi silicon >500 mg/L merupakan racun bagi E.coli. 6.2
Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan-keterbatasan yang dialami dalam penelitian ini antara lain: 1. Sampel Tidak Homogen Pada penelitian ini, populasi penelitian tidak homogen karena setiap pasien mempunyai karakteristik yang berbeda baik dari segi usia, pendidikan, dan pekerjaan. Selain itu, peneliti mempunyai jumlah sampel sebanyak 16 orang. Terdapat 16 sampel apusan mukosa kulit sebelum penggunaan tayammum pack dan 16 sampel apusan mukosa kulit sesudah penggunaan tayammum pack. Jumlah sampel ini tidak terlalu banyak sehingga bisa mempengaruhi generalisasi data. 2. Instrumen Penelitian dan Kesterilan Instrumen Penelitian Instrumen
yang digunakan penelitian ini adalah pemeriksaan microbiology.
Banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan microbiology, sehingga tidak bisa dikendalikan oleh peneliti. Faktor yang mempengaruhi sterilitas yang tidak bisa dikendalikan peneliti seperti kesterilan instrumen seperti pada proses sterilisasi lingkungan laboratorium dan alat laboratorium yang digunakan untuk
98
pemeriksaan, proses pembuatan dan sterilisasi media blood agar plate yang dilakukan oleh pihak laboratorium. Parameter higienitas Integumen yang peneliti gunakan adalah jumlah koloni bakteri tampa mempertimbangkan jenis bakteri. 3. Kesterilan Bahan Tayammum pack Faktor sterilitas bahan tayammum pack dan proses penggunaan tayammum pack juga merupakan kelemahan pada penelitian ini, seperti proses sterilisasi tanah liat sebagai bahan tayammum pack dan proses penyimpanan tayammum pack yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit. Selain itu, proses tayamum yang dilakukan pasien ada yang terlebih dahulu menaburkan debu tanah liat (tayammumpack) pada baki dan sebanyak 3 baki digunakan serta ada yang langsung menaburkan pada ke-2 telapak tangan. 4. Waktu Pelaksanaan Penelitian ini mempunyai keterbatasan dalam hal waktu pelaksanaan intervensi, karena hanya mengambil apusan mukosa kulit pasien sebelum penggunaan tayammum pack dan sesudah 2 kali pasien melakukan tayamum menggunakan tayammum pack. Hal ini dikarenakan, karena mempertimbangkan media pemeriksaan microbiology. 6.3
Implikasi Untuk Keperawatan a. Implikasi Keperawatan Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi perawat untuk terus melakukan penelitian yang dapat meningkatkan asuhan keperawatan. Perawat tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar pasien dengan mempertimbangkan aspek biologis, psikologi, sosial, cultural, tetapi diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dasar pasien dari segi spiritual juga. Perawat sebagai agent of change diharapkan tidak hanya berfokus pada pengetahuan yang berhubungan dengan
99
keperawatan, tetapi diharapkan mampu untuk membuka diri terhadap ilmu pengetahuan di luar ilmu keperawatan, tetapi dapat meningkatkan asuhan keperawatan. b. Implikasi Untuk Tempat Penelitian Hasil penelitian ini dapat menjadi evaluasi bagi pihak Rumah Sakit untuk tidak
hanya
sekedar
memfasilitasi
pemenuhan
ibadah
pasien
dengan
menggunakan tayammum pack, tetapi juga harus mempertimbangkan bahan pembuatan tayammum pack yang berupa tanah liat, sehingga tidak hanya digunakan untuk kebutuhan thaharah, tetapi juga mempunyai manfaat untuk meningkatkan higienitas integumen pasien melalui kemampuan tanah liat (tanah liat dengan ukuran, karakteristik mineral, kandungan bahan kimia, dan konsentrasi ion yang terstandar) sebagai antibacterial agent.