BAB IV PEMBAHASAN
4.1
Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar? Kasus ini membahas seorang wanita berusia 29 tahun yang datang dengan keluhan nyeri perut sebelah kiri yang menjalar ke kanan dan didiagnosis P1A1 post salpingo-oforektomi dextra atas indikasi kehamilan ektopik terganggu. Jika ditinjau dari segi penulisan diagnosis obstetri pada pasien ini sudah tepat, dimana diawali dengan diagnosis ibu, diagnosis persalinan dan terakhir diikuti dengan diagnosis janin. Diagnosis kehamilan ektopik terganggu dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik
dan
pemeriksaan
penunjang. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri, sedangkan kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan yang mengalami abortus ataupun ruptur dengan tempat implantasi yang abnormal. Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan, os mengaku nyeri perut bagian bawah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan secara terus-menerus dan seperti tertusuk-tusuk benda tajam. Os berobat dan diberikan obat anti nyeri lewat anus namun keluhan tidak menghilang dan os mengaku keluar darah dari jalan lahir, namun
tidak disertai dengan lendir dan air-air dari
kemaluan. Berdasarkan teori, gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen, amenore, dan perdarahan pervaginam. Terdapat nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, dan kadang-kadang tenesmus. Perdarahan pervaginam dapat terjadi, dan biasanya terjadi setelah muncul keluhan nyeri perut bagian bawah.
26
27
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, keadaan umum pasien tampak sakit berat, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 82x/menit, nafas 24x/menit, temperatur 36,6˚C, konjungtiva anemis (+/+) dan akral dingin. Pada keadaan umum pasien ini mengalami hipotensi dan adanya tanda-tanda syok. Pada kasus ini, pasien tampak pucat dan konjungtiva tampak anemis (+/+). Pasien ini mengalami anemia derajat berat jika dilihat dari kadar hemoglobin yaitu 5,8 mg/dl. Pemeriksaan tinggi fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (+) dan perut teraba tegang. Pada kasus ini, pemeriksaan penunjang yang dilakukan tidak lengkap. Tidak dilakukannya pemeriksaan dalam
dan
pemeriksaan
inspekulo.
Sedangkan
hasil
dari
pemeriksaan USG pada pasien ini, terdapat massa pada adneksa dextra. Pada kehamilan ektopik terganggu, seharusnya dilakukan pada pemeriksaan dalam untuk menunjang diagnosis. Dari pemeriksaan dalam, dapat teraba kavum douglas yang menonjol dan terdapat nyeri gerakan serviks. Cavum douglas yang menonjol diakibatkan karena adanya perdarahan, sehingga mengisi bagian terendah dari intraabdomen wanita. Adanya tanda-tanda peritoneal, nyeri gerakan serviks, dan nyeri lateral atau bilateral abdomen atau nyeri pelvik meningkatkan kecurigaan akan kehamilan ektopik dan merupakan temuan yang bermakna. Pasien juga dilakukan pemeriksaan HCG Test Pack dan hasilnya positif. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mendiagnosis kehamilan, dan untuk membantu menentukan potensi pasien mengalami kehamilan ektopik. Β -hCG diproduksi oleh trofoblas dan dapat dideteksi dalam serum pada kira-kira 1 minggu sebelum haid berikutnya. Jika serum β-hCG negative, kemungkinan besar tidak terjadi kehamilan. Hasil HCG yang positif ini semakin
28
menunjukkan bahwa pasien mengalami kehamilan dan mengarah terjadinya kehamilan ektopik. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, penegakan diagnosis pada pasien ini belum tepat karena pemeriksaan ginekologi yang dilakukan pada pasien ini tidak lengkap yaitu tidak dilakukannya pemeriksaan dalam dan inspekulo. Selain itu, seharusnya diagnosis pada pasien ini ditambahkan anemia derajat berat.
4.2
Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah adekuat? Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu terapi bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa dilakukan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya rupture atau ketidakstabilan hemodinamik. Penangan awal yang diberikan pada pasien ini adalah dengan melakukan observasi keadaan umum dan tanda vital ibu. Selanjutnya pasien diberikan infus cairan RL gtt xx x/menit yang berfungsi sebagai pengganti cairan, oksigen 2L/menit, antibiotik ceftriaxon 2x1 g/IV, pemeriksaan laboratorium berupa darah rutin untuk mengatahui keadaan hemodinamik pasien dan pemeriksaan urin rutin. Pasien juga akan dilakukan tranfusi PRC untuk memperbaiki keadaan hemodinamik pasien dan pada kasus ini, pasien telah mengalami anemia derajat berat sehingga perlu dilakukan transfusi darah. Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan bedah. Tindakan bedah
ini dapat secara
radikal (salpingektomi) atau konservatif ( biasanya salpingotomi ) dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi. Pada kasus ini, pasien akan dilakukan salpingo-oforektomi dextra dengan jalan laparotomi. Laparatomi merupakan teknik yang lebih
29
dipilih bila pasien secara hemodinamik tidak stabil, fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada hambatan teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasienpasien ini membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak.
Jika
dilihat
dari
keadaan
umum
pasien,
maka
penatalaksanaan terhadap pasien berupa salpingo-oforektomi dextra dengan jalan laparotomi sudah tepat.