Bab I,ii,iii,iv,v.docx

  • Uploaded by: indah puspita
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I,ii,iii,iv,v.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,676
  • Pages: 33
1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Tidur merupakan suatu fenomena umum terjadi keadaan kehilangan

kesadaran yang bersifat sementara dan merupakan suatu keadaan fisiologik aktif yang ditandai dengan adanya fluktuasi yang dinamik pada parameter susunan saraf pusat, hemodinamik, ventilasi dan metabolik. Hampir 25%

remaja

mengalami gangguan tidur yang bervariasi mulai dari kesulitan untuk tidur, terbangun tengah malam sampai dengan gangguan tidur primer yang serius seperti obstructive sleep apnea syndrome (Mohamad, 2012). Prevalensi insomnia meningkat sesuai usia. Pada beberapa penelitian mengenai insomnia pada pada populasi umum yang dilakukan oleh Li et al. 2002 di Hongkong didapatkan prevalensi insomnia pada pria (12.9 %), wanita (17,5%) dengan kisaran usia 15-45 tahun. Pada penelitian yang dilakukan oleh Asplund (1998) pada wanita yang yang dilakukan di Swedia didapatkan angka prevalensi insomnia 18.1 % pada uisa 18-45 tahun. Ganguli et al. (1996) di Hawai meneliti insomnia berdasarkan usia dan jenis kelamin dimana prevalensi tertinggi pada usia 20-35 tahun dengan persentase 26,7% (pria) dan 44,1% (wanita), McKinlay et al. 2002 di Swedia dimana prevalensi insomnia pada pria (25,4%), wanita (36%) dengan kisaran usia 20-45 tahun. Ohayon (2002) di Jerman mendapatkan prevalensi insomnia sebesar 6% pada usia 18 tahun. Prevalensi insomnia di Indonesia sekitar 10%. Artinya kurang lebih 28 juta dari total 238 juta penduduk Indonesia menderita insomnia. Penanganan yang dilakukan untuk mengatasi gangguan tidur atau insomnia ini tidak hanya dapat dilakukan dengan penanganan farmakologi saja seperti pemberian obat, tetapi ada beberapa cara mengatasi gangguan tidur dengan non farmakologi. Terapi yang paling sesuai atau paling efisien dan mudah dilakukan untuk mahasiswa/i penderita insomnia adalah dengan terapi spiritual Wudhu’ dan Dzikir yang bisa dilakukan oleh umat muslim.

2

Terapi wudhu’ merupakan terapi dengan pendekatan terhadap kepercayaan yang dianut oleh klien. Banyak orang belum mengetahui manfaat dari terapi wudhu’, dimana orang-orang sering melakukan kegiatan ini. Wudhu’ memiliki banyak manfaat kesehatan seperti yang telah dilakukan Dr Ahmad Syauqy, peneliti bidang penderita penyakit dalam dan penyakit jantung dari London mengatakan “para pakar kedokteran telah menyimpulkan bahwa memasukkan anggota tubuh ke dalam air akan mengembalikan tubuh yang lemah menjadi kuat, mengurangi kekejangan pada syaraf dan otot menormalkan denyut jantung, kecemasan dan insomnia (susah tidur)”. Pakar syaraf (neurologis) telah membuktikan bahwa dengan air wudhu’ yang mendinginkan ujung-ujung syaraf jari-jari tangan dan jari-jari kaki berguna untuk memantapkan konsentrasi pikiran dan menjadi rileks (Akrom, 2010 dalam Dian, 2015) Dzikir adalah semua amal atau perbuatan baik yang lahir maupun batin, yang membawa seseorang untuk mengingat Allah dan mendekat (taqarrub) kepada-Nya, salah satu kegiatannya adalah mengucapkan sesuatu secara berulangulang dalam kondisi dan waktu tertentu (Irham, 2011). Membaca kata secara berulang-ulang juga memiliki manfaat terapeutik yang sama layaknya meditasi dan latihan relaksasi (Eliopoulos, 2005), salah satunya meningkatkan suasana hati dan menurunkan kecemasan (Hanlon et.all, 2009 dalam Iqbal, 2015). Berdasarkan permasalahan insomnia di atas, peneliti ingin mencoba melakukan penelitian tersebut guna mengetahui sejauh mana efek pemberian terapi wudhu’ dan dzikir yang diberikan pada mahasiswa fakultas kedokteran UISU terhadap insomnia. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Efek terapi wudhu’ dan zikir terhadap insomnia pada mahasiswa/i di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara"

1.2.

Rumusan Masalah Berdasarkn latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah :

3

"Adakah Efek Terapi Wudhu’ Dan Dzikir Terhadap Insomnia Pada Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran UISU Di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara."

1.3.

Tujuan Penelitian

1.Tujuan Umum Untuk mengetahui efek wudhu’ dan dzikir terhadap insomnia pada mahasiswa/i fakultas kedokteran UISU. 2. Tujuan khusus 1.

Untuk mengetahui efek wudhu’ dan dzikir terhadap berdasarkan Usia

2.

Untuk mengetahui efek wudhu’ dan dzikir terhadap insomnia berdasarkan Jenis Kelamin

3.

Untuk mengetahui efek terapi wudhu’ dan dzikir terhadap insomnia berdasarkan tingkat skor insomnia

3.

Menganalisis perbedaan skor insomnia sebelum dan sesudah terapi wudhu’ dan dzikir pada kelompok intervensi.

4.

Menganalisis perbedaan skor insomnia sebelum dan sesudah terapi wudhu’ dan dzikir pada kelompok kontrol.

1.4.

Manfaat Penelitian

1. Mahasiswa/i

Bagi mahasiswa/i hasil penelitian ini dapat mengurangi insomnia dengan menggunakan terapi wudhu’ dan dzikir.

4

2. Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan dapat digunakan sebagai bahan tambahan untuk memperkaya pengetahuan dan keperluan referensi ilmu kedokteran tentang praktik tentang terapi wudhu’ dan dzikir terhadap insomnia pada mahasiswa/i. 3. Peneliti Lain

Hasil

penelitian

ini

dapat

dijadikan

pertimbangan

dalam

pengembangan penelitian selanjutnya mengenai terapi wudhu’ dan dzikir terhadap penyakit insomnia pada mahasiswa/i.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengertian Tidur

Tidur adalah keadaan organisme yang teratur, berulang, dan mudah dibalikkan yang ditandai oleh relatif tidak bergerak dan peningkatan besar ambang respons terhadap stimuli eksternal relatif dari keadaan terjaga. Monitoring yang ketat pada tidur adalah suatu bagian penting dari praktek klinis, karena gangguan tidur sering kali merupakan gejala awal dari penyakit mental yang mengancam. Beberapa gangguan mental adalah disertai dengan perubahan karakteristik dalam fisiologi tidur (Harold I.Kaplan, 2010).

2.2.

Fisiologi Tidur

Tidur adalah sebuah siklus dari proses yang fisiologis dan diganti dengan periode terjaga yang lebih lama, karena tidur adalah sebuah siklus fisiologis, tentunya ada yang mengatur siklus tidur-bangun. Siklus tidur-bangun mengikuti irama sirkadian, yaitu irama yang terjadi selama 24 jam atau siklus siang-malam tubuh. Bagian hipotalamus, yaitu suprachiasmatic nucleus diyakini yang mengatur irama sirkadian. Sekresi melatonin secara alami membantu irama sirkadian pada siklus tidur bangun, yaitu membantu peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tidur secara perlahan dan melatonin disekresi saat tingkat kecerahan cahaya berkurang (Wold, 2008 dalam Qoys, 2014). Tidur dan terjaga merupakan dua proses yang sangat berbeda. Kedua proses ini diatur dua mekanisme serebral yang bergantian untuk mengaktivasi dan menekan pusat pengaturan tidur dan terjaga (Potter & Perry, 2011). Reticular Activating System(RAS) yang merupakan bagian reticular formation berfungsi untuk mempertahankan keadaan terjaga, sedangkan syaraf di parasimpatis adalah

6

pusat pengontrol dalam mempertahankan keadaan tidur, karena selama tidur aktivitas saraf parasimpatis meningkat sedangkan aktivitas saraf simpatis menurun. keadaan terjaga dikendalikan oleh neurotransmiter norepinepfrin, sedangkan

keadaan

tidur

dikendalikan

oleh

neurotransmiter

serotonin.

Norepinefrin berperan dalam proses terbangun dari tidur dan serotonin berperan dalam poses tidur, karena melatonin yang membantu jam biologis tubuh atau irama sirkadian pada siklus tidur merupakan senyawa turunan dari serotonin (Tortora & Derrickson, 2009 dalam Qoys, 2014). National Sleep Foundation (2006 dalam Potter & Perry 2011) menyatakan bahwa yang mengatur siklus tidur-bangun adalah neurotransmiter adenosin. adenosin akan berikatan dengan reseptor A1, dan menghambat saraf kolinergik pada RAS mengeluarkan asetilkolin (yang dapat mengaktifkan RAS), sehingga mendorong untuk tertidur. Pada saat aktif, RAS akan membantu meneruskan impuls saraf ke sebagian besar wilayah korteks serebral, baik secara langsung maupun melalui thalamus, sehingga korteks serebral menjadi aktif. Kondisi ini yang disebut sebagai keadaan terjaga atau sadar. Penurunan aktivitas RAS dapat menyebabkan tidur karena tidak ada impuls yang diteruskan ke korteks serebral. RAS menerima impuls dari retina, yaitu cahaya melalui (suprachiasmatic nuclei); auditori, yaitu suara; nociceptor, yaitu nyeri; sentuhan maupun tekanan dari kulit; proprioceptor & vestibular, yaitu pergerakan dan keseimbangan tubuh, tetapi tidak menerima impuls dari saraf olfaktori (penghidu), sehingga impuls-impuls diatas dapat mengaktivasi RAS, dan sebaliknya bila impuls diatas berkurang maka akan menurunkan aktivitas RAS (Tortora & Derrickson, 2009 dalam Qoys, 2014).

2.2.1

Tahap-Tahap Tidur

Tahap tidur normal terdiri dari 2, yaitu tidur non-rapid eye movement (NREM) dan tidur rapid eye movement (REM). Selama NREM, seseorang yang tidur akan mengalami peningkatan empat tahap NREM selama 90 menit dari siklus tidurnya. kualitas tidur semakin meningkat. Tidur REM merupakan tahap

7

tidur yang terjadi kira-kira disetiap 90 menit terakhir dari siklus tidur dan tidak terpisah dari siklus tidur (Siti, 2014). Tidur NREM adalah suatu jenis tidur yang berbeda secara kualitatif yang ditandai oleh tingkat aktivitas otak dan fisiologis yang sangat aktif yang mirip dengan keadaan terjaga. Pola tidur berubah sepanjang kehidupan seseorang. Pada dewasa muda, distribusi stadium tidur adalah sebagai berikut : NREM (75 persen) : Stadium 1 : 5 % Stadium 2 : 45 % Stadium 3 : 12 % Stadium 4 : 13 % REM (25 persen) Distribusi tersebut relatif tetap sampai lanjut usia, walaupun terjadi penurunan tidur gelombang lambat dan tidur REM pada usia lanjut (Harold I.kaplan, 2010).

2.2.2

Siklus Tidur

Pola tidur yang normal yang rutin dimulai dengan presleep yaitu perubahan dari keadaan sadar sampai menjadi mengantuk, dan lamanya 10 – 30 menit, kemudian memasuki tidur dan menyelesaikan 4 – 6 siklus tidur. Setiap siklus tidur berlangsung selama 90 – 110 menit, sedangkan setiap siklus tidur berlangsung selama 60 – 120 menit. Pola 15 siklus tidur meningkat dari tahap 1 sampai 4 tidur NREM, kemudian menjadi berbalik dari tahap 4 ke 3 dan ke 2 tahap NREM serta diakhiri dengan tidur REM. Setelah itu dimulai siklus tidur yang baru (Potter & Perry, 2011).

8

Presleep

NREM Stage 1

NREM

REM

NREM

Stage 2

sleep

stage 2

NREM

NREM

Stage 3

stage 3

NREM Stage 4

Gambar 2.2.2. Siklus tidur orang dewasa normal (Potter & Perry: Basic Nursing 30:852, 2011)

2.3.

Fungsi Tidur

Fungsi tidur telah diteliti dalam berbagai cara : sebagian besar peneliti menyimpulkan bahwa tidur memiliki fungsi restoratif dan homeostatik dan tampaknya penting untuk termoregulasi dan cadangan energi normal (Harold I.Kaplan, MD 2010). -

Selama waktu tidur NREM tahap 4, tubuh mengeluarkan hormon pertumbuhan untuk perbaikan dan memperbaharui epitel dan sel-sel khusus, misalnya sel otak (Potter & Perry 2011).

-

Tidur REM tampak sangat penting untuk jaringan otak dan pemulihan kognitif (Bussye et. al, 2005 dalam Qoys, 2014).

9

2.4.

Pengaruh Penggunaan Media Elektronik Terhadap Kualitas Tidur

Perkembangan teknologi dan informasi mengalami kemajuan yang sangat pesat, di tandai dengan kemajuan pada bidang informasi dan teknologi. Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang ikut terlibat dalam kemajuan media informasi dan teknologi (Ameliola & Nugraha, 2013 dalam Beauty, 2015). Penggunaan media elektronik seperti televisi, komputer, dan handphone, cukup sering dikaitkan dengan durasi tidur yang berkurang, terbangun lebih awal, mengantuk di siang hari, mimpi buruk dimalam hari, dan berjalan dalam tidur. Hal ini dikaitkan dengan melatonin, hormon yang disekresikan oleh kelenjar pineal, dan berperan dalam ritme sirkadian. Pada siang hari, kadar hormon ini dalam darah hampir tidak terdeteksi, namun pada malam hari kadarnya akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya efek cahaya terhadap produksi melatonin. Ketika cahaya cukup, seperti pada siang hari, produksi melatonin akan ditekan. Cahaya buatan yang berasal dari media elektronik, bila cukup terang, juga dapat menimbulkan efek yang sama. Efek lain yang ditimbulkan oleh penggunaan media elektronik terhadap tidur adalah terjadinya stimulasi otak yang terus-menerus, sehingga orang yang menggunakannya sulit untuk rileks dan cenderung untuk tetap terjaga (Potter & Perry, 2011). NSF (National Sleep Fondation) merilis Annual Sleep in America Poll pada tahun 2011 untuk melihat efek dari penggunaan media elektronik sebelum jam tidur. Hasil survey menunjukan 95% dari total responden yang berusia 13-64 tahun, menggunakan media elektronik seperti televisi, komputer, atau handphone sebelum tidur. Bahkan 7% dari responden yang berusia 13-18 tahun mengaku bahwa mereka tidur kurang dari 6 jam pada malam hari (Potter & Perry, 2011).

2.5.

Gangguan Tidur

Kira-kira sepertiga dari semua orang dewasa di Amerika mengalami suatu jenis gangguan tidur selama hidupnya. Insomnia adalah jenis gangguan tidur yang paling sering terjadi dan paling dikenal, tetapi terdapat banyak jenis gangguan

10

tidur lainnya. Diagnosis yang cermat dan terapi spesifik yang ditujukan pada penyebabnya adalah penting. Faktor yang berhubungan dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur adalah jenis kelamin wanita, adanya gangguan mental atau medis, penyalahgunaan zat, dan usia yang lanjut (Siti, 2014).

2.6.

Insomnia

2.6.1

Pengertian Insomnia adalah keluhan karena berkurangnya kuantitas tidur/ atau

kualitas tidur yang buruk sehingga mengakibatkan perasaan tidurnya tidak menyegarkan (Zion & Israel 2009). Seseorang dengan insomnia mengeluh merasa mengantuk berlebih di siang hari, serta kuantitas dan kualitas tidur yang tidak cukup (Harold I.karpan, MD 2010).

2.6.2

Jenis-jenis Insomnia Insomnia terdiri atas tiga tipe : a. Tidak bisa masuk atau sulit masuk tidur yang disebut juga insomnia inisial dimana keadaan ini sering dijumpai pada usia muda. Berlangsung selama 1-3 jam dan kemudian karena kelelahan ia

bisa

tertidur

juga.

Tipe

insomnia

ini

bisa

diartikan

ketidakmampuan sesorang untuk tidur. b. Terbangun tengah malam beberapa kali, tipe insomnia ini dapat masuk tidur dengan mudah, tetapi setelah 2-3 jam akan terbangun dan tertidur kembali, kejadian ini dapat terjadi berulang kali. Tipe insomnia ini disebut juga intermitent insomnia. c. Terbangun pada waktu pagi yang sangat dini disebut juga insomnia terminal, dimana pada tipe ini dapat tidur dengan mudah dan cukup nyenyak, tetapi pada saat dini hari sudah terbangun dan tidak dapat tidur lagi (Az, H.N. 2013).

11

2.6.3

Dampak Insomnia a. Efek fisiologis : kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress b. Efek psikologis : dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi, kehilangan motivasi, depresi dan lain-lain. c. Efek fisik/somatic : dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi dan sebagainya. d. Efek sosial : dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati hubungan sosial dan keluarga. e. Kematian orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam (Az, H.N. 2013).

2.6.4

Penatalaksanaan 

Farmakologi : terapi medikamentosa diberikan sesuai dengan penyebab yang mendasari terjadinya gangguan tidur dan jenis gangguan tidur yang terjadi. Obat-obat transkuiliser minor seperti golongan benzodiazepin dapat diberikan pada penderita insomnia akut, diberikan dosis kecil dan dalam waktu yang tidak lama.



Non farmakologi : terapi non farmakologi pada penyakit insomnia adalah memberi edukasi kepada pasien tentang kebiasaan tidur yang baik atau sleep hygiene dan gaya hidup sehat yaitu diet dengan nutrisi seimbang, menghindari makanan atau minuman yang menggangu tidur, olahraga, hindari penyalahgunaan obatobatan dan terdapat stimulus kontrol terapi pada insomnia (Az, H.N. 2013).

12

2.7.

Wudhu’

2.7.1. Definisi Wudhu’ secara bahasa berasal dari kata al-wadha’ah, yang berarti bersih, cerah, dan indah. Sedangkan menurut istilah syarak, wudhu’ adalah menyengaja membasuh dan mengusap bagian tubuh yang menjadi anggota wudhu’ yang suci dan mensucikan untuk menghilangkan hadas kecil sebagai syarat untuk melaksanakan shalat. (Bantanie, 2010 dalam Dian, 2015).

2.7.2. Tata cara berwudhu’ 1. Membaca Bismillahirrahmanirrahim 2. Mengikhlaskan niatnya karena Allah swt 3. Basuhlah telapak tanganmu 3 x 4. Hisaplah air dari telapak tangan sebelah dan berkumurlah 3 x 5. Membasuh muka 3 x dengan mengusap kedua sudut mata dan lebihkanlah membasuhnya 6. Basuhlah kedua tangan beserta dua siku dengan digosok 3 x dan selah-selah jari mulai dengan sebelah kanan 7. Mengusap ubun-ubun kepala dengan menjalankan kedua telapak tangan dari ujung muka kepala hingga tengkuk dan dikembalikan lagi pada permulaan. 8. Kemudian usaplah kedua telingamu sebelah luarnya dengan dua ibu jari dan sebelah dalamnya dengan kedua telunjuk 9. Basuh kedua kakimu beserta kedua mata kaki, dengan digosok 3 x dan selah-selah jari kai. Mulailah dari yang kanan dan sempurnakan dengan membasuh kedua kaki itu. Kemudian ucapkan “ashadualla-ila-ha illalla-h wahdahula-syarikalah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu-wa rasuluh (Satana, 2010).

13

2.7.3. Terapi Wudhu’ Wudhu’ memiliki makna terapi, baik jasmani maupun rohani. Terapi jasmani dijelaskan dalam (1) hydro-therapy, yaitu terapi air, terapi ini sangat baik dilakukan bagi individu yang memiliki penyakit insomnia,stres,dan marah, sedangkan terapi rohani dapat mengkikis dan menghapus dosa. (2) massage-therapy yaitu terapi dengan pijatan refleksi pada bagian-bagian tubuh tertentu yaitu dimuka, tangan dan kaki. Pijatan ini selain dapat memiliki makna relaksasi dengan mengendorkan otot atau urat syaraf, juga untuk melancarkan aliran darah yang pada akhirnya dapat berfungsi sebagai perawatan wajah dan tubuh secara keseluruhan (Mujib, 2006 dalam Kholilur, 2008). Seorang ilmuwan dari Yokohoma menyebutkan bahwa air memiliki rahasia tersendiri. Air mampu menerima ungkapan manusia baik positif maupun negatif dan kemudian dia membentuk sebuah kristal, atau bunga yang merekah indah, atau potongan permata (Emoto, 2007) Terapi wudhu’ merupakan salah satu metode relaksasi yang mudah dilakukan karena setiap saat melakukan ibadah sholat pasti melakukan hal ini. Wudhu pada hakikatnya bukan saja sebagai sarana pembersihan diri tapi juga memberikan terapi yang luar biasa bagi ketenangan jiwa. Percikan air wudhu pada beberapa anggota tubuh menghadirkan rasa damai dan tentram. Sehingga pikiran akan tunduk dengan rasa damai sehingga ia menjadi rileks. Sehingga dapat memberikan ketenangan jiwa dan kenyamanan sebelum tidur sehingga akan mudah untuk masuk kondisi tidur (Ali, 2009 dalam Dian, 2015).

2.8.

Dzikir

2.8.1. Definisi Dzikir Dzikir berasal dari bahasa arab, yakni kata dzakran yang berarti mengingat. Secara umum dzikir ialah semua amal atau perbuatan baik yang lahir maupun batin, yang membawa seseorang untuk mengingat

14

Allah dan mendekat (taqarrub) kepada-nya. Dari segi bahasa, dzikir berarti menyebut, yakni mengucapkan sesuatu dengan lisan secara berulang-ulang (Irham, 2011 dalam Qoys, 2014).

2.8.2. Dzikir yang Dianjurkan Dzikir adalah ucapan yang selalu mengingatkan kita kepada Allah. Perihal dzikir, ayat berikut ini menjelaskan, yang artinya : “Dan berzikirlah (ingat Tuhan-mu) dalam hatimu dengan kerendahan hati dan rasa takut, dengan suara perlahan-lahan di waktu pagi dan petang hari, dan janganlah kamu menjadi orang-orang yang lalai“ (Q.S. Al A’Raaf, 7 : 205).

Adapun ucapan/bacaan dzikir yang dimaksudkan adalah : a. Membaca Tasbih : “Subhaanallaah” (Maha Suci Allah). b. Membaca Tasmid: “Alhamdulillah” (Segala puji bagi Allah) c. Membaca Tahlil : “ Laa ilaaha illallaah” (Tiada Tuhan selain Allah) d. Membaca Takbir : “Allaahu Akbar” (Allah Maha Besar) e. Membaca Hauqalah : “Laa haula walaa quwwata illa billaah” (Tiada daya upaya dan kekuatan kecuali kepunyaan Allah). f. Membaca Hasbalah : “hasbiyallaahu wani’mal wakil” (cukuplah Allah dan sebaik-baiknya pelindung). g. Membaca istigfar : “Astagfirullaahal’azihiim” (Saya mohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung). Membaca

Lafadh

Baaqiyaatush

shaalihat :

“Subhaanallah, wal

hamdulillah, walaaa ilaaha illallah, wallaahu akbar” (Maha Suci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan Allah Maha Besar) (Irham, 2011 dalam Qoys, 2015).

2.8.3. Terapi Dzikir Terapi psikoreligius dalam bentuk dzikir mempunyai nilai psikoterapeutik lebih tinggi daripada psikoterapi psikiatrik konvensional.

15

Seseorang yang sedang menderita sakit selain berobat secara medikpsikiatrik bila disertai dengan berdoa dan berdzikir akan meningkatkan kekebalan yang bersangkutan terhadap penyakitnya; menimbulkan harapan (optimism) dan memulihkan rasa percaya diri (self confidence) serta kemampuan mengatasi penderitaan (ability to cope); yang pada gilirannya akan mempercepat proses penyembuhan (Dadang, 2005).

2.9.

Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah efek terapi wudhu’ dan dzikir, sedangkan insomnia pada mahasiswa FK UISU adalah variabel dependen. Penelitian ini terdiri atas kelompok intervensi dan kontrol, masing-masing kelompok yang diidentifikasi berdasarkan insomnia setelah diberikan terapi wudhu’ dan dzikir. Hasil yang diharapkan adalah berkurangnya insomnia pada mahasiswa/i FK UISU yang diberi intervensi terapi wudhu’ dan dzikir menjelang tidur.

Variabel Independent

Terapi Wudhu’ dan Dzikir

Variabel Dependent

Insomnia pada Mahasiswa/i FK UISU

16

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Desain Penelitian Dalam penelitian ini, menggunakan desain penelitian quasi experiment

non equivalent control group post-test(Sudigdo Sastroasmoro, 2014). Dalam rancangan ini kelompok eksperimen menerima perlakuan (X) yang diikuti dengan pengukuran atau observasi (02). Hasil observasi ini kemudian dibandingkan dengan hasil observasi pada kelompok yang tidak menerima perlakuan. Desain ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian Kelompok

Perlakuan

Post-test

X

I

02

Y

0

02

Keterangan : X : Kelompok intervensi Y : Kelompok kontrol I : Intervensi terapi wudhu’ dan dzikir 0 : Tidak diberikan terapi wudhu’ dan dzikir 02: Observasi insomnia setelah pemberian terapi

17

3.2

Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2016 hingga Januari 2017 3.2.2. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara.

3.3

Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi

penelitian diambil

dari

keseluruhan objek

penelitian yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya yang berada di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara. 3.3.2. Sampel Jumlah sampel dalam penelitian diperoleh dengan menggunakan rumus Federer, yaitu: (n-1)(t-1) >= 15 (n-1)(2-1) >= 15 (n-1)(1) >= 15 n-1 >= 15 n >= 16

18

keterangan : n = jumlah sampel kelompok perlakuan. t = kelompok perlakuan. Jadi, sampel dalam penelitian ini adalah : n1 = 16 n2 = 16

3.4.

Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purpose sampling. Alasan mengambil purpose sampling agar peneliti dapat dengan benar memperoleh sampel yang sesuai dengan kriteria penelitian. Kriteria inklusi : a) Penderita Insomnia b) Mahasiswa/i FK UISU Angkatan 2013 c) Beragama Islam Kriteria eksklusi : a) Mengkonsumsi obat-obatan dan zat tertentu (hipnotik, diuretik,

penghambat

beta-adrenergik,

benzodiazepam, antihistamin dan dekongestan) b) Mengkonsumsi kopi sebelum tidur’[ c) Menggunakan media elektronik sebelum tidur

narkotik,

19

3.5.

Variabel Penelitian Variabel dapat dibedakan menjadi variabel independent (bebas) dan variabel dependent (terikat). Variabel dalam penelitian adalah terapi wudhu dan dzikir

sebagai variabel independent dan

insomnia pada

mahasiswa fakultas kedokteran UISU sebagai variabel dependent.

3.6.

Definisi Variabel Penelitian Definisi variabel penelitian adalah

no

1

Variabel

Definisi

Alat

Cara

Hasil

Operasional

Ukur

Ukur

Ukur

-

0= tidak Nominal

Independen : Wudhu’:

terapi -

Wudhu’ dan menggunakan Dzikir

air

dilakuka

dengan

cara

n

membasuh

dan

1=

mengusap

bagian

tubuh yang menjadi anggota

wudhu’

yang suci . Dzikir

:

terapi

dengan

mengucapkan lafadz Baaqiyaatush shaalihat

secara

berulang-ulang dalam kondisi dan waktu tertentu

dilakuka n

Skala

20

2

Dependen

: berkurangnya

Kuesi

Wawa Insomnia

insomnia

kuantitas tidur/ atau oner

ncara

pada

kualitas tidur yang KSPB

mahasis

mahasiswa/i

buruk

wa/i FK

FK UISU

mengakibatkan

sehingga JInsom

Ordinal

pada

UISU

perasaan tidur yang nia tidak menyegarkan

Ratin g Scale

3.7.

Prosedur Penelitian

1.

Setelah mendapat surat izin dari KPEK FK UISU, peneliti melaksanakan pengumpulan data pada mahasiswa sesuai kriteria penelitian.

2.

Peneliti menjumpai responden secara bersamaan di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara. Dalam mengumpulkan data, peneliti mendapatkan responden yang sesuai dengan kriteria.

3.

Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat penelitian, prosedur penelitian dan cara pengisian kuesioner dilakukan dengan teknik wawancara.

4.

Kemudian peneliti meminta kesediaan untuk mendatangani lembar persetujuan (informed consent).

5.

Peneliti meminta responden untuk melakukan terapi wudhu’ dan dzikir menjelang tidur.

6.

Pukul

23.00

wib

peneliti

melakukan

komunikasi

menggunakan

Handphone ke setiap responden untuk memberikan instruksi melakukan terapi wudhu’ dan dzikir sebelum tidur. 7.

Setelah itu melakukan terapi wudhu’ dan dzikir terhadap kelompok intervensi yang dilakukan setiap menjelang tidur malam sampai tertidur

21

selama 7 hari berturut-turut (Peck, et all, 2012 dalam Qoys, 2014). mengenai meditasi kesadaran yang dilakukan selama 7 hari. Sebelum dzikir kelompok intervensi melakukan kegiatan berwudhu’, setelah itu dilanjutkan dengan berdzikir. 8.

kemudian mahasiwa membaca bacaan dzikir, Adapun bacaan yang di lafadzkan terdiri dari : tasbih 33 kali, tahmid, 33 kali, takbir 34 kali, dan diteruskan membaca istigfar sampai tertidur (Peck, et all, 2012 dalam Qoys, 2014).

9.

Jika responden terbangun atau terkejut dari tidur, maka membaca do’a ini kemudian mencoba untuk tidur lagi. Rasulullah saw terbangun pada malam hari, beliau mengucapkan : “la ilaha illalah wahdahu la syarika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa’ala kulli syay-in qadri, alhamdulillah wa subhanallah wa la ilaha illallah wallahu akbar, wa la hawla wa la quwwata illa billah”(Hadits riwayat Al-Bukhari, Aabu daud, At-Tirdmizi,An-Nasa’i, dan Ibnu Majah)

10.

Setelah 7 hari melakukan wudhu’ dan Dzikir dilakukan pengumpulan data untuk kelompok intervensi dengan menggunakan kuesioner Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta (KSPBJ)- Insomnia Rating Scale. Data pada tahap ini dijadikan sebagai data posttest.

11.

Kemudian peneliti melakukan pengumpulan data pada kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi Wudhu’ dan Dzikir tetapi peneliti melakukan pengisian kuesioner dengan teknik wawancara untuk mengidentifikasi insomnia pada responden. Data pada tahap ini dijadikan sebagai data posttest.

22

3.8.

Instrumen Penelitian Kuesioner yang dipakai dalam mengukur insomnia adalah berupa

kuesioner KSPBJ-IRS (Kelompok Studi Psikiatri Biologik Jakarta-Insomnia Rating Scale) yang berisi 8 item pertanyaan. Masing-masing item dirinci lagi menjadi beberapa sub sistem. Jumlah skor maksimum adalah 24 dengan klasifikasi gangguan tidur skor ≤10 yakni tidak ada gangguan tidur dan skor >10 mengalami insomnia (Aspuah, 2013 dalam Sobat et.all, 2014). Kuesioner ini telah teruji validitas dan reliabilitasnya dengan hasil yang tinggi, baik antar psikiater dengan psikiater (r=0,95) maupun antar psikiater dengan dokter non psikiater (r=0,94) Uji sensitivitas alat ini cukup tinggi yaitu 97,4 % dan spesifitas sebesar 87,5 % (Iskandar dan Setyonegoro cit Marchira, 2004 dalam Dhin, 2015). Sehingga peneliti tidak melakukan uji validitas dan reliabilitas.

3.9.

Teknik Pengumpulan Data 1.

Data Primer Data yang diperoleh melalui kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan yang disusun sesuai dengan masalah penelitian. Data ini

langsung diperoleh

saat

penelitian

berlangsung,

yang

sebelumnya terlebih dahulu menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. 2.

Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari Medical Education Unit Fakultas Kedoktern UISU JL. SM. Raja N0. 2A Medan, berjumlah 342 mahasiswa/i.

23

3.10. Pengolahan dan Analisis Data 3.10.1 Pengolahan Data Langkah-langkah pengolahan data meliputi : 1. Editing adalah pekerjaan memeriksa validitas data yang masuk 2. Coding adalah suatu kegiatan memberi tanda atau kode tertentu terhadap data yang telah di edit 3. Entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dilapor ke dalam program komputer yang telah ditetapkan 4. Cleaning adalah pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke

dalam

komputer

guna menghindari

terjadinya kesalahan data 5. Saving adalah penyimpanan data untuk siap dianalisis.

3.10.2 Analisis data Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputerisasi yang disesuaikan, dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Univariat Analisis data dilakukan dengan mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang di teliti. Data yang bersifat numerik dicari mean,dan standar deviasinya. b. Bivariat Analisis ini digunakan untuk menguji efektifitas terapi wudhu dan dzikir dalam mengurangi insomnia. Dalam menganalisis data secara bivariat, penguji data dilakukan dengan uji statistik Wilcoxon digunakan untuk membandingkan insomnia pada mahasiswa/i fakultas kedokteran UISU terhadap kelompok

24

intervensi dan kontrol setelah diberikan terapi wudhu’ dan dzikir. Hasil disajikan dalam bentuk tabel. Sebelum menggunakan statistik uji wilcoxon dilakukan uji persyaratan analisis terlebih dahulu yaitu uji normalitas dan homogenitas terhadap data dan sampel. Kedua uji tersebut dilakukan dengan bantuan SPSS 23. (Soekidjo Notoatmodjo, 2012).

25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1

Hasil Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian tentang efek terapi wudhu’ dan dzikir terhadap insomnia pada mahasiswa/i FK UISU Angkatan 2013 di Fakultas Kedokteran SM. Raja 2A Medan. Jumlah responden adalah 32 Mahasiswa/i yang terdiri dari 16 sampel untuk kelompok eksperimen dan 16 sampel untuk kelompok kontrol. Responden untuk kelompok eksperimen diberikan terapi wudhu’ dan dzikir menjelang tidur selama 7 hari kemudian diamati dengan menggunakan kuesioner, dan responden untuk kelompok kontrol dilakukan pengamatan selama 7 hari tanpa terapi wudhu’ dan dzikir dengan menggunakan kuesioner. 4.1.1 Analisis Univariat Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan karekteristik masing-masing variabel yang diteliti. Data yang bersifat kategorik dicari frekuensi dan proporsi yaitu usia dan jenis kelamin. Data yang bersifat numerik dicari mean, dan standar deviasinya. Hasil akan disajikan dalam bentuk tabel. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Usia Pada Kelompok Intervensi NO 1 2

Usia 21 Tahun 22 Tahun TOTAL

Orang 15 1 16

% 93,8 6,3 100

Hasil penelitian yang diperoleh mayoritas responden pada kelompok intervensi berusia 21 tahun sebanyak 15 orang (93,8%) dan

26

mayoritas responden pada kelompok intervensi berusia 21 tahun sebanyak 16 orang (100%). Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Usia Pada Kelompok Kontrol NO 1 2

Usia 21 Tahun 22 Tahun TOTAL

Orang 16 0 16

% 100 0 100

Hasil penelitian yang diperoleh mayoritas responden pada kelompok kontrol berusia 21 tahun sebanyak 16 orang (93,8%) dan responden pada kelompok kontrol berusia 21 tahun sebanyak 0 orang (0%). Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Jenis Kelamin Pada Kelompok Intervensi NO 1 2

Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan TOTAL

Orang 7 9 16

% 43,8 56,3 100

Hasil penelitian yang diperoleh mayoritas responden pada kelompok intervensi jenis kelamin laki-laki berjumlah 7 orang (43,8%) dan jenis kelamin perempuan berjumlah 9 orang (56,3%) . Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Jenis Kelamin Pada Kelompok Kontrol NO 1 2

Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan TOTAL

Orang 9 7 16

% 56,3 43,8 100

27

Hasil penelitian yang diperoleh mayoritas responden pada kelompok kontrol jenis kelamin laki-laki berjumlah 9 orang (56,3%) dan jenis kelamin perempuan berjumlah 7 orang (43,8%). Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Skor Insomnia Pada Mahasiswa/i FK UISU Angkatan 2013

NO 1 2 3 4 5

Skor Insomnia 11 12 13 14 15 TOTAL

Kelompok Intervensi Orang 8 6 1 0 1 16

% 50,0 37,5 6,3 0 6,3 100

Kelompok Kontrol Orang 10 5 1 0 0 16

% 62,5 31,3 6,3 0 0 100

Hasil penelitian yang diperoleh mayoritas responden pada kelompok intervensi memiliki skor insomnia dengan nilai 11 sebanyak 8 orang ( 50,0%) dan mayoritas responden pada kelompok kontrol memiliki skor insomnia dengan nilai 11 sebanyak 10 orang (62,5%). 4.1.2

Analisis Bivariat Hasil uji normalitas data dengan menggunakan Saphiro Wilk, didapatkan p=0.000 (< 0.05) yang berarti data tidak berdistribusi normal. Maka digunakan uji Wilcoxon untuk terapi wudhu’ dan dzikir sebelum dan sesudah perlakuan. Tabel 4.6 Distribusi Perbedaan Skor Insomnia Sebelum Dan Sesudah Terapi Wudhu’ Dan Dzikir Pada Kelompok Intervensi Kelompok Intervens i(n=16)

Skor sebelum perlakuan 11.75

Skor setelah perlakuan

Nilai p

10.81

0.010

28

Tabel 4.1.2 menunjukkan dari hasil analisis data dengan uji Wilcoxon diperoleh p= 0.010 (< 0.05) yang berarti terjadi penurunan insomnia secara signifikan pada kelompok Intervensi Tabel 4.7 Distribusi Perbedaan Skor Insomnia Sebelum Dan Sesudah Terapi Wudhu’ Dan Dzikir Pada Kelompok Kontrol Kelompok Kontrol (n=16)

Skor sebelum 11.44

Skor setelah

Nilai p

11.56

0.102

Tabel 4.1.2 menunjukkan dari hasil analisis data dengan uji Wilcoxon diperoleh

p= 0.102 (> 0.05) yang berarti tidak terjadi

penurunan insomnia pada kelompok kontrol. 4.2 Pembahasan 4.2.1

Interpretasi dan Diskusi Hasil Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan bantuan computer

SPSS, hasil penelitian yang diperoleh bahwa insomnia pada mahasiswa/i FK UISU pada kelompok intervensi diperoleh nilai rata-rata setelah perlakuan (10.81) dan pada kelompok kontrol diperoleh nilai rata-rata postest (11,56). Hasil uji wilcoxon kelompok intervensi diperoleh nilai P = 0.01 (< 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh efektifitas terapi wudhu’ dan dzikir terhadap insomnia pada mahasiswa/i FK UISU setelah dilakukan intervensi, sedangkann hasil uji wilcoxon kelompok kontrol diperoleh nilai P = 0.102 (>0.05) yang berarti tidak terjadi penurunan skor insomnia pada kelompok kontrol. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Muhammad Qoys (2014), didapatkan nilai P = 0,000 yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang kuat antara zikir menjelang tidur terhadap

29

perbedaan rerata skor insomnia kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Penelitian Nurcahyo (2013) yang menemukan terdapat penurunan skor komponen gangguan tidur yang bermakna (p<0,05) pada kelompok intervensi antara sebelum dan setelah melakukan latihan pernapasan dan dzikir. Penelitian Oktora (2013) mengenai pengaruh terapi murrotal AlQur’an terhadap kualitas tidur lanjut usia yang menemukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kualitas tidur sebelum dan setelah mendengarkan murrotal Al-Qur’an dengan nilai P = 0.00. Terapi wudhu merupakan salah satu metode relaksasi yang mudah dilakukan karena setiap saat melakukan ibadah sholat pasti melakukan hal ini. Wudhu’ pada hakikatnya bukan saja sebagai sarana pembersihan diri tapi juga memberikan terapi yang luar biasa bagi ketenangan jiwa. Percikan air wudhu’ pada beberapa anggota tubuh menghadirkan rasa damai dan tentram. Sehingga pikiran akan tunduk dengan rasa damai sehingga ia menjadi rileks.

ketika seorang mengalami gangguan tidur maka ada ketegangan pada otak dan otot sehingga dengan tehnik relaksasi terapi wudhu secara otomatis percikan air dan gosokan kebagian tubuh secara otomatis ketegangan berkurang sehingga seseorang akan mudah untuk masuk ke kondisi tidur. (Ali, 2009 dalam Dian, 2015). Terapi dzikir dapat membawa pengaruh bagi ketenangan jiwa.

Seseorang yang sedang menderita sakit selain berobat secara medikpsikiatrik bila disertai dengan berdoa dan berdzikir akan meningkatkan kekebalan yang bersangkutan terhadap penyakitnya; menimbulkan harapan (optimism) dan memulihkan rasa percaya diri (self confidence) serta kemampuan mengatasi penderitaan (ability to cope); yang pada gilirannya akan mempercepat proses penyembuhan. Maka dianjurkan terapi wudhu’ dan dzikir untuk mengurangi ketegangan sehingga terhindar dari masalah insomnia (Dadang, 2005).

30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang efek terapi wudhu’ dan dzikir terhadap insomnia pada mahasiswa/i FK UISU Angkatan 2013 dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian yang diperoleh mayoritas responden pada kelompok intervensi berusia 21 tahun sebanyak 15 orang (93,8%) dan mayoritas responden pada kelompok kontrol berusia 21 tahun sebanyak 16 orang (100%). Berdasarkan jenis kelamin mayoritas responden pada kelompok intervensi yaitu Perempuan sebanyak 9 orang (56,3%) dan mayoritas responden pada kelompok kontrol yaitu laki-laki sebanyak 9 orang (56,3%). 2. Hasil penelitian yang diperoleh mayoritas responden pada kelompok intervensi memiliki skor insomnia dengan nilai 11 sebanyak 8 orang ( 50,0%) dan mayoritas responden pada kelompok kontrol memiliki skor insomnia dengan nilai 11 sebanyak 10 orang (62,5%). 3. Hasil analisis data dengan uji Wilcoxon diperoleh p= 0.010 (< 0.05) yang berarti terjadi penurunan insomnia secara signifikan pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh p=0.102 (>0.05) yang berarti tidak terjadi penurunan insomnia pada kelompok kontrol. 5.2 Saran Untuk penelitian selanjutnya hendaknya melakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak, waktu yang lebih lama dan pada tempat yang sama agar setiap responden dapat dikontrol dan diawasi dengan baik.

31

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Janet. 2016. Efek Terapi Murrotal Alquran Untuk Mengurangi Kecemasan Pada Ibu Bersalin Seksio Sesarea Di Rumah Sakit Umum Haji Medan. Medan. Fakultas Kedokeran Universitas Islam Sumatera Utara. Az, H.N. 2013. The Disease: Diagnosis & Terapi. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press Yogyakarta. Beauty, 2015. Hubungan Penggunaan Gadget Dengan Tingkat Prestasi Siswa Di SMA Negeri 9 Manado. Manado. Universitas Sam Ratulangi. Dadang, Hawari. 2005. Dimensi Religi Dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Dahlan, 2014. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 6. Jakarta. Epidemiologi Indonesia. Dian,A.S. 2015. Pengaruh Terapi Wudhu’ Sebelum Tidur Terhadap Tingkat Insomnia Pada Lanjut Usia Di PSTW Unit Budhi Luhur Yogyakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah. Efita, Ayu. 2015. Pengaruh Pengamalan Dzikir Terhadap Ketenangan Jiwa Di Majelisul Dzakirin Kamulan Durenan Trenggalek. Tulunggagung. Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Elvira, Sylvia. 2015. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Emoto, Masaru.2007. the sss`ecret life of water. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

32

Haris, ikhsan. 2012. pengaruh pemberian jus buah tomat terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara. Iqbal,M.U.

2015.

Pengaruh

Wudhu’ Terhadap Kecemasan

Saat

Menghadapi Ujian Praktikum Mahasiswi Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Junita,N.S. 2014. Pengaruh Dzikir Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Operatif Kanker Serviks. Medan. Universitas Sumatera Utara. Kaplan, H. I., Sadock, B.J., dan Grebb, J. A. 2010. Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Alih Bahasa : Widjaja Kusuma. Jakarta : Binarupa Aksara. Kholilur, 2008. Pengaruh Terapi Wudhu Dalam Mereduksi Marah. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Mohamad, 2012. Prevalensi Insomnia Pada Mahasiswa FKIK UIN Angkatan 2011 Pada Tahun 2012. Jakarta:Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Muslim, Rusdi. 2013. Diagnosisi Gangguan Jiwa. Jakarta. Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya. Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Potter, A., & Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC Qoys. 2014. Pengaruh Dzikir Menjelang Tidur Terhadap Kualitas Tidur Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Wredha Budi Mulia 01. Jakarta:Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

33

Sastroasmoro, S.2014. Dasar-dasar Metode Penelitian Klinis Edisi 5. Jakrta: Sagung Seto. Satana, Edi. 2010. Tuntunan Shalat Lengkap. Surabaya: Giri Utama. Siti, S. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing Visca, 2014. Hubungan Dengan Kejadian Insomnia Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2014. Bukittinggi. Fakultas Kesehatan Dan MIPA Universitas Muhammadiah Sumatera Barat Bukittinggi.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Bab I,ii,iii,iv,v.docx
November 2019 25
3. Bab I.docx
November 2019 22
Angket Tik.doc
December 2019 32
Pemfis Wajah Leher.doc
June 2020 11