Bab Iii Dan Iv Epid Pm.docx

  • Uploaded by: dearin listya
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Iii Dan Iv Epid Pm.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,515
  • Pages: 8
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau kajian literatur, dimana penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data pustaka, menggali penelitian terdahulu dan informasi – informasi kepustakaan. Tujuan dari penelitian kepustakan atau literature review ini adalah untuk menemukan landasan teori, gagasan, prinsip sehingga dapat dijadikan sebagai acuan analisis atau dijadikan landasan rumusan masalah dari kegiatan penelitian.

B. Metode Penggumpulan Data Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder ini adalah data yang sudah ada sebelumnya, dan salah satunya data bisa didapat dari penelitian terdahulu. Sumber lain dalam mencari data sekunder adalah bisa dari jurnal, buku ataupun laporan riset.

BAB IV HASIL

A. Insiden dan Prevalensi

Dari gambar dibawah ini dapat diketahui Insiden dan prevalensi dari kasus campak menurut provinsi pada tahun 2016, dapat diketahui bahwa kasus campak tertinggi pada tahun 2016 sebanyak 1234 kasus terdapat di Aceh. Urutan kedua kasus campak tertinggi sebanyak 1156 kasus terjadi di Jambi dan pada urutan ketiga kasus campak tertinggi terdapat di Sumatera Selatan sebanyak 791 kasus. Berikut grafik kasus campak yang meninggal menurut provinsi pada trahun 2016.

Jumlah Kasus Campak Meninggal Pada Tahun 2016 1400 1234 1156

1200 1000

791

800 600

685 554 472

442

400 200

304

273 158

95

105 4 3

65

239 67 83 85

66

Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Kep. Babel Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIY Jawa Timur Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Kaltara Sulut Sulteng Sulsel Sultenggara Gorontalo Sulbar Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua

0

Kasus meninggal

Sumber: Ditjen P2P per 15 Januari 2017 (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016)

Pada gambar dibawah ini terlihat Incidence Rate (IR) campak untuk setiap 100 ribu penduduk pada setiap provinsi pada 2016. Dari gambar dibawah ini dapat diketahui bahwa IR tertinggi terdapat di Jambi sebesar 34, urutan tertinggi kedua terdapat di Aceh dengan IR sebesar 24,9 dan diurutan tertinggi ketiga terdapat di Sulawesi Tengah dengan IR sebesar 23,8. Berikut grafik Incidence Rate (IR) campak menurut provinsi pada trahun 2016.

Jumlah IR Campak Pada Tahun 2016 40 34

35 30 25

24.9

23.8

20 15

12.2 9.1

10

9.9

9.8

7.5 5.1 5.4

5

1.1

5.3 2.7

1.2

0.10.1

1.4

3.3 0.8

2.1

Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Kep. Babel Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIY Jawa Timur Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Kaltara Sulut Sulteng Sulsel Sultenggara Gorontalo Sulbar Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua

0

IR

Sumber: Ditjen P2P per 15 Januari 2017 (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016) http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/lainlain/Data%20dan%20Informasi%20Kesehatan%20Profil%20Kesehatan%20Indonesia%202 016%20-%20%20smaller%20size%20-%20web.pdf

B. Faktor – faktor Resiko yang Mempengaruhi Kasus Campak Faktor- faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit campak adalah sebagai berikut : I.

Status Imunisasi Perlindungan diri terhadap penyakit yaitu dengan pemberian imunisasi (PD3I) pada anak usia 2 bulan – 15 tahun. Salah satu vaksinasi yang diberikan untuk mencegah penyakit campak adalah vaksinasi campak yang diberikan pada usia 9 bulan, dan 6 tahun (jadwal imunisasi campak menurut WHO). Untuk meningkatkan kekebalan anak diberikan vaksinasi campak sebanyak 2 kali agar terhindar dari penyakit campak. Vaksin campak berisi virus campak yang dilemahkan. Imunisasi campak yang diberikan pada umur 9 bulan dapat meningkatkan imunitas sekurang-kurangnya 85 % pada bayi dan mencegah sebagian besar kasus kematian. Efikasi vaksin yang terjadi pada 15 % anak yang tidak diimunisasi bisa kemungkinan menimbulkan wabah. Menurut I Made Suardiyasa di Kabupaten Toli-Toli Sulawesi Tengah berdasarkan penelitiannya bahwa anak yang tidak dapat imunisasi campak berisiko 29 kali untuk dapat terserang penyakit campakdibandingkan dengan anak yang mendapat imunisasi. Duski (2001) menyatakan bahwa adanya hubungan status imunisasi campak dengan kejadian penyakit campak, dimana anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak berisiko 3,2 kali lebih besar untuk menderita campak dibanding anak yang mendapat imunisasi. Berdasarkan penelitian Romi Ronaldo (2014) bahwa responden yang tidak mendapatkan imunisasi campak 5 kali berisiko terhadap kejadian penyakit campak dibandingkan dengan responden yang pernah diimunisasi campak dengan OR = 5.00 (95 % CI : 1.44 – 17.27) 13 2.2.2

II.

Status Gizi

Kejadian kematian karena campak lebih tinggi pada kondisi malnutrisi. Risiko anak memliki status gizi kurang dapat dengan mudah terkena campak dibanding anak dengan status gizi baik. Dari sebuah studi dinyatakan bahwa elemen nutrisi utama yang menyebabkan kegawatan campak bukanlah protein dan kalori tetapi vitamin A. (Heniwati, L. 2015). Seseorang dengan status gizi baik akan memiliki antibodi yang baik juga sehingga tidak mudah terinfeksi penyakit campak. Menurut I made Suardiyasa dalam Natalya (2010) resiko anak – anak yang memiliki status gizi kurang untuk terkena campak adalah 5,4 kali dibanding anak dengan status gizi baik. III.

Kepadatan Hunian Rumah Penelitian yang dilakukan oleh Giarsawan dkk (2012) dalam faktor- faktor yang mempengaruhi kejadian campak salah satunya adalah kepdatan hunian rumah. Dalam uji yang dilakukan diperoleh bahwa ada pengaruh kepadatan hunian rumah terhadap kejadian campak. Hal ini berarti rumah dengan kategori padat mempunyai resiko anak akan terkena campak 41,250 kali lebih banyak dibandingkan dengan rumah yang tidak padat berpenghuni. Kondisi rumah yang padat berpenghuni ini menyebabkan mudahnya penularan penyakit campak melalui perantara udara baik yang dihirup melalui hidung ataupun mulut. Dengan kondisi rumah yang padat huni ini membuat mudahnya penyebaran virus campak. Penyakit campak ini juga akan lebih mudah mengenai seseorang dengan daya tahan tubuh yang lemah terlebih stelah melakukan kontak dengan penderita. Faktor – faktor yang mempengaruhi kejadian campak di wilayah puskesmas tejakula I Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng Tahun 2012 Oleh Nyoman Giarsawan, I wayan Suarta Asmara, Anysiah Elly Yulianti

dalam

http://poltekkes-

denpasar.ac.id/files/JURNAL%20KESEHATAN%20LINGKUNGAN/V4N2/Nyoman%2 0Giarsawan%B9%2C%20I%20Wayan%20Suarta%20Asmara%B2%2C%20Anysiah %20Elly%20Yulianti%B3.pdf

diakses

di

http://scholar.unand.ac.id/19100/5/Fix%20Skripsi%20Campak.pdf

Natalya, Dessy. 2010. Analisis Kejadian Campak pada Balita di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai Tahun 2010. Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Ningtyas, D, W & Wibowo, A. 2015. Pengaruh Kualitas Vaksin Campak Terhadap Kejadian Campak Di Kabupaten Pasuruan. Jurnal Berkala Epidemiologi. Surabaya. Vol. 3. (3). 315-326. Diunduh dari : https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/viewFile/1672/1288. Di akses 14 Maret 2018 (01.23 Wib) Meilani, Rina & Risna. 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Campak di Puskesmas Purwosari Kabupaten Kudus. Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat. Kudus. Vol.2 (1). 2252-8865.

C. Faktor Protektif Faktor protektif adalah faktor yang dapat mengurangi dampak negatif dari suatu keadaan. Dalam faktor – faktor yang dapat mengurangi dampak kejadian campak yaitu cakupan imunisasi, tingkat pengetahuan ibu, tingakt kepadatan hunian rumah serta riwayat pemberian ASI eksklusif.

HUBUNGAN KARAKTERISTIK BALITA, UMUR SAAT IMUNISASI CAMPAK, RIWAYAT ASI EKSKLUSIF TERHADAP CAMPAK KLINIS Relationship Between Children Under Five Years Characteristics, Age While Measles Immunization, History of Exclusive Breastfeeding with Clinical Measles Linda Andriani. (Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 265-275) https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/viewFile/4638/3894

D. Faktor yang bisa dimodifikasi Campak diperkirakan telah membunuh 2 juta anak setiap tahun dan kebanyakan kasus terjadi di negara berkembang. Case Fatality Rate (CFR) campak di negara berkembang berkisar antara 3-15%. Penyebaran campak erat sekali dengan imunitas, status gizi, keadaan lingkungan. Faktor – faktor resiko tersebut diatas dapat dirubah atau dikendalikan dengan cara : 1. Imunisasi Imunisasi yang diberikan pada usia 12-15 bulan memberikan imunitas 94-98% penerimanya. Tingkat imunitas seseorang terhadap penyakit campak dapat meningkat sampai 99% dengan pemberian vaksinasi campak (Chin, 2009). Semua orang yang belum pernah terserang campak dan orang-orang yang tidak diimunisasi akan rentan terhadap penyakit campak. Pada anak- anak yang sudah

pernah menderita campak maka kekebalan yang timbul bersifat permanen sehingga serangan ulangan penyakit ini jarang terjadi. 2. Status Gizi Pada anak-anak dengan malnutrisi respon imunisasi dilaporkan terganggu, study lain juga menyebutkan bahwa angka serokonversi terendah ada pada anak-anak dengan malnutrisi/gizi buruk. Expanded Programmme on Imunization (EPI) merekomendasikan untuk memberikan prioritas utama pada anak-anak dengan Gizi buruk untuk diimunisasi, sebab status gizi yang kurang/buruk merupakan faktor risiko untuk terjadinya campak berat dan menurunnya status gizi setelah terinfeksi campak. 3. Lingkungan Menurut Aaby dkk yang dikutip oleh Casaeri, 2001, anak-anak yang tinggal di rumah yang padat penghuni memiliki attack rate campak yang lebih besar dibandingkan dengan anak-anak yang tinggal di rumah yang tidak padat penghuni.

Tempat-tempat

umum

seperti

sekolah

dasar

dan

tempat

berkumpulnya anak-anak dapat merupakan bagian yang mempengaruhi intensitas campak selain tempat tinggal.

http://erepo.unud.ac.id/16595/3/0992162029-3-BAB_II.pdf

E. Faktor yang tidak bisa diintervensi Faktor yang tidak dapat diintervensi dalam kasus penyakit campak yaitu

F. Program Pengendalian dan Pencegahan Campak Salah satu upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit menular adalah dengan pemberian imunisasi. Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) diantaranya adalah Difteri, Pertusis, Tetanus, Tuberkulosis, Campak, Poliomielitis, Hepatitis B, dan Hemofilus Influenza Tipe b (Hib). Program imunisasi campak di Indonesia telah dimulai secara nasional sejak tahun 1982 dengan kebijakan memberikan satu dosis pada anak usia sembilan bulan ke atas dan merupakan salah satu imunisasi rutin yang diberikan untuk mencegah anak dari penyakit campak dan termasuk program rutin pemerintah dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Di Indonesia pencapaian target program imunisasi campak tahun 2014 sekitar 94,7% dan menurun di tahun 2015 menjadi 92,3%. Program dari Kementerian Kesehatan mengenai campak ini adalah pemberian imunisasi campak MR (Measles dan Rubella) Imunisasi MR

diberikan untuk semua anak usia 9 bulan sampai dengan usia kurang dari 15 tahun tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.

Rahmawat. 2017. Efektifitas Pelaksanaan Program Imunisasi Campak Bagi Anak di Puskesmas Juanda Kecamatan Samarinda Ulu Kota Samarinda. eJournal Administrasi Negara, Volume 5, Nomor 3 , 2017: 6409-64020 ISSN 2541-6740

Dikases

pada

http://ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/wp-

content/uploads/2017/08/JURNAL%20(08-15-17-01-53-13).pdf

http://www.depkes.go.id/resources/download/LAKIP%20ROREN/1%20perencanaan %20kinerja/Rencana%20Aksi%20Program%20PPPL.pdf

Related Documents

Bab Iii Iv V.docx
June 2020 8
Bab Iv Dan Bab V
May 2020 29
Bab Iv Dan Bab V
June 2020 24
Bab Iv Dan V
October 2019 44

More Documents from "annisamedianat"