Bab I.docx

  • Uploaded by: Jasinda Nova Wijaya
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,089
  • Pages: 63
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Praktek kerja lapangan ( PKL ) adalah salah satu proses pendidikan untuk mengembangkan keterampilan siswa dengan dunia kerja pendidikan adalah salah satu system terpadu antara materi teori dan praktek langsung di lapangan kerja. Disamping dunia kerja ,Praktek Kerja Lapangan (PKL) dapat memberikan keuntungan pada pelaksanaan itu sendiri yaitu sekolah ,karena keahlian yang tidak diajarkan disekolah biasa di dapat didunia kerja ,sehingga dengan adanya Praktek Kerja Lapangan dapat meningkatkan mutu dan revelansi Pendidikan Menengah Kejuruan dapat diarahkan untuk mengembangkan suatu system dunia Pendidikan dan dunia kerja. Selain itu sebagai salah satu syarat tugas Akhir Praktek Kerja Lapangan (PKL) ,praktek kerja lapangan juga sebagai kegiatan siswa untuk mencari pengalaman kerja sebelum memasuki dunia kerja yang sesungguh-Nya. B. TUJUAN 1

Tujuan Pelaksanaan Prakerin: a.

Menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesi.

b.

Meningkatkan efesiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang berkualitas profesional.

c. 2

Menambah ilmu yang belum dipelajari di sekolah.

Tujuan Penulisan Laporan Prakerin: a.

Sebagai salah satu syarat kenaikan kelas.

b.

Menambah wawasan dalam membuat laporan.

c.

Mengembangkan pelajaran yang didapat di sekolah dan di lapangan.

d.

Belajar menulis karya ilmiah.

e.

Mampu membuat laporan dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

C. TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN 1.

Rumah Sakit Pada tanggal 12 November – 29 Desember, berada di Rumah Sakit Islam Metro.Yang Beralamatkan di Jl.Jendral AH Nasution, No.250, Metro Raya, 34111, Yosodadi, Metro Timur, Kota Metro. Dengan pembagian shift kerja menjadi 3 yaitu;  Shift 1 mulai jam 07.30 sampai jam 14.00 WIB.  Shift 2 mulai jam 14.00 sampai jam 20.00 WIB.

2.

Apotek Pada tanggal 31 Desember – 16 Februari, berada di apotek Adil Metro. Dengan pembagian shift;  Shift 1 mulai jam 07.00 sampai jam 14.00 WIB.  Shift 2 mulai jam 14.00 sampai jam 20.30 WIB.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. RUMAH SAKIT 1.

Tuberkulosis Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini mampu hidup selama berbulan-bulan ditempat yang sejuk dan gelap, terutama di tempat yang lembab (Tim Program TB. St. Carolus, 2017). TB dapat menyerang siapa saja, terutama pada usia produktif/masih aktif bekerja (15-50 tahun) dan anak-anak. TB dapat menyebabkan kematian. Dan apabila tidak diobati, 50% dari pasien TB akan meninggal setelah 5 tahun (Depkes RI, 2009). Tuberkulosis merupakan infeksi kronis yang menyerang saluran pernapasan, walaupun juga dapat melibatkan semua sistem tubuh. Pasien yang sedang dalam kondisi lemah atau imunosupresi rentan terhadap infeksi ini (Patel, 2007). Bakteri Mycobacterium tuberculosis penyebab TB dapat menimbulkan infeksi pada paru-paru yang biasa disebut dengan TB paru. Selain menginfeksi paru, bakteri Mycobacterium tuberculosis juga dapat masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Penyebaran ini menimbulkan penyakit pada organ tubuh yang lain, seperti tulang, sendi, selaput otak, kelenjar getah bening dan lainnya. Penyakit TB yang terjadi diluar paru disebut dengan TB ekstra paru atau TB ekstrapulmonar (Tim Program TB. St. Carolus, 2017). Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian tuberkulosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar (Djodjodibroto, 2009).

Gejala umum dari penyakit ini adalah batuk, penurunan berat badan, malaise, demam dan keringat malam. Batuk darah biasanya muncul pada sepertiga kasus. Temuan pada pemeriksaan fisis sering tidak jelas. Terdapat infiltrasi dan kavitasi pada apeks yang sembuh dan meninggalkan perubahanfibrotik. Komplikasinya adalah batuk darah yang hebat, fistula bronkopleural, dan aspergiloma di dalam kavitas (Davey, 2005). 6 a.

Mycobacterium tuberculosis Pada tahun 1892 Robert Koch mengidentifikasi basil tahan asam M.tuberculosis untuk pertama kali sebagai bakteri penyebab TB. Ia mendemonstrasikan bahwa basil ini bisa dipindahkan kepada binatang yang rentan. Selanjutnya ia menggambarkan suatu percobaan yang memakai guinea pig, untuk memastikan observasinya yang pertama yang disebut fenomena Koch. Konsep daripada imunitas yang didapat (acquired immunity) diperlihatkan dengan pengembangan vaksin TB, yang merupakan vaksin yang sangat sukses, yaitu vaksin Bacillus Calmette Guerin (BCG) yang dibuat dari suatu strain Mycobacterium Bovis. Vaksin ini ditemukan oleh Albert Calmette dan Camille Guerin di Institut Pasteur Prancis dan diberikan pertama kali pada manusia pada tahun 1921 (Amin, 2007). 1) Morfologi dan Struktur Morfologi M. tuberculosis berbentuk batang halus berukuran panjang 1-4 μ dan lebar 0,3-0,6 μ, pada pembenihan berbentuk kokoid, berfilamen, tidak berspora dan tidak bersimpai (Buntuan, 2014). Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi (PDPI, 2006).

Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam-alkohol. Komponen antigen yang ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibody monoclonal (PDPI, 2006). Selubung pada Mycobacterium tuberculosis memiliki komponen-komponen penyusun yaitu struktur plasma membrane dan dinding bakteri. Plasma membrane memainkan peran dalam proses patologis, dinding menyerupai dinding gram positif tetapi memiliki lapisan lipid ester mikolat yang semua komponennya mempunyai peran penting dalam fisiologi dan patogenitas. Dinding sel terdiri dari asam mikolat yang kovalen dengan kompleks arabinogalactan dan peptidiglikan. Mycobaterium tuberculosis mampu menghasilkan banyak asam mikolat dengan berbagai ukuran panjang tergantung kondisi pertumbuhan (Widodo dkk, 2016). Sumber

https//scientificallytalking.com/wp-content/uploads/2017/07/Tuberculosis.jpg Gambar 2.1. Struktur dinding sel bakteri tuberkulosis

2)

Taksonomi dari M. tuberculosis ialah:

:

Kingdom

: Bacteria,

Filum

: Actinobacteria,

Ordo

: Actinomycetales,

Sub Ordo

: Corynebacterinea

Famili

: Mycobacteriaceae,

Genus

: Mycobacterium,

Spesies

: Mycobacterium tuberculosis (Buntuan, 2014).

Bakteri Tahan Asam (BTA)

Sumber : Kemenkes, 2012 Gambar 2.2. Bakteri Tahan Asam (BTA) dalam apusan dahak pewarnaan Ziehl Neelsen

3)

Sifat

Berbentuk batang, bersifat gram positif, tahan asam (acid-fast), tidak bergerak, obligate aerob, tidak mempunyai kapsul dan tumbuh lambat pada perbenihan sehingga memerlukan waktu antara 4-6 minggu (Entjang, 2003). Bakteri Mycobacterium tuberculosis bersifat aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa bakteri ini lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis (Amin, 2007). b.

Epidemiologi

1)

Epidemiologi Global Mycobacterium tuberculosis disebarkan melalui droplet pernapasan. Transmisi muncul akibat kontak erat dengan individu yang terinfeksi. Kontak dengan pasien yang telah terbukti memiliki Mycobacterium tuberculosis dalam sputumnya memiliki resiko 25% untuk menjadi terinfeksi. Penyakit muncul pada 5-15% dari mereka yang terinfeksi dan resiko ini meningkat pada HIV (Davey, 2015). Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan oleh : a) Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara yang sedang berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di negara maju. b) Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia manusia yang hidup. c) Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan terutama di negera-negera miskin. d) Tidak memadainya pendidikan mengenai TB diantara para dokter.

e) Terlantar dan kurangnya biaya untuk berobat, sarana diagnostik dan pengawasan kasus TB dimana terjadi deteksi dan tata laksana kasus yang tidak adekuat. f)

Adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia (Amin, 2007). Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-2 tertinggi di dunia setelah India

(PMK, 2016). Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relatif terlepas dari angka pandemi infeksi HIV karena masih relatif rendahnya infeksi HIV, tetapi hal ini mungkin akan berubah dimasa mendatang melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ke tahun (Amin, 2007). c.

Klasifikasi Tuberkulosis

1)

Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. a)

Berdasarkan Prinsip Pemeriksaan Dahak (1)

Berdasarkan hasil pemeriksaan BTA positif (+): Jika salah satu atau kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil pemeriksaan BTA positif. Pasien yang menunjukkan hasil BTA (+) pada pemeriksaan dahak pertama, pasien dapat segera ditegakkan sebagai pasien dengan BTA (+) (PMK RI, 2016).

(2)

Berdasarkan hasil pemeriksaan BTA negatif (-) Jika kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil BTA negatif. Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter (PMK RI, 2016).

b) Berdasarkan Tipe Pasien (1)

Kasus Baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

(2)

Kasus Kambuh (Relaps) Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

(3)

Kasus setelah putus berobat (Drop Out) Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

(4)

Kasus gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

(5)

Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

(6)

Lain-lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2008).

2)

TB Ekstra Paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain (Depkes RI, 2008).

a) TB pleura: paling sering muncul setelah infeksi primer. Gejalanya sistemik. Batuk dan nyeri pleuritik. Efusi unilateral sering terjadi. Sering sembuh dengan sendirinya, terkadang dengan gejala-gejala resolusi dan kebanyakan berkembang menjadi penyakit aktif dalam waktu 3 tahun. b) TB nodus limfatikus: muncul setelah infeksi primer, reaktivasi dan penyebaran langsung. 70% kasus terjadi pada nodus servikal. Gejala sistemik muncul pada 30-60% kasus. Nodus soliter membesar. Tidak nyeri dan bentuknya menjadi tidak teratur. Nodus-nodus ini akhirnya pecah dan akan menyebabkan sinus dan lesi kulit yang kronis. c) TB tulang/sendi: mengenai tulang/sendi manapun. Bentuk ini paling sering menyerang tulang belakang (penyakit pott). Destruksi vertebra menyebabkan kolaps tulang dan kadang-kadang angulasi yang parah pada tulang belakang (gibbus). Abses-abses paravertebra dapat timbul. Hati-hati terhadap kompresi medula spinalis. Kebanyakan bisa diterapi secara medis. d) TB meningen: ada resiko terjadi kerusakan saraf permanen atau kematian bila tidak diterapi segera. Pada awalnya TB menyebar secara hematogen, kemudian diikuti oleh rupturnya focus ke dalam LCS. Gejala yang tidak spesifik terjadi selama 2-8 minggu, seringkali dengan onset yang bertahap. Demam dan sakit kepala jelas terlihat, kaku kuduk ringan, kejang pada anak-anak umum terjadi. e) TB pericardium: biasanya disebabkan oleh penyebaran dari paru atau kelenjar limfe mediastinum. Tiga gejala klinisnya adalah: perikarditis akut ± efusi, efusi pericardial kronis dan perikarditis konstriktiva kronis. Gejala sistemik, napas pendek (shortness of breath [SOB]), tanda-tanda efusi atau konstriksi. Pada perikarditis kontriktiva stadium lanjut, ditemukan kalsifikasi pericardium pada foto toraks. Ekokardiografi juga dapat membantu.

f)

TB milier: penyakit diseminata akibat penyebaran melalui darah pada orang-orang dengan penyakit yang mendasari kronis atau imunosupresi. Gejala-gejala timbul bertahap: penurunan berat badan, demam dan malaise. Paling sering menyerang paru, SSP dan hati. Tuberkel koroid (15%) adalah tanda patogomonik TB milier (Davey, 2005).

d.

Etiologi Tuberkulosis Paru Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipid (terutama asam mikolat). Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap bahan kimia dan fisik. Bakteri tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob. Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100oC selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60oC selama 30 menit dan dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulanbulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara (Widoyono, 2011).

e.

Patofisiologi dan Patogenesis Setelah organism terinhalasi, multiplikasi terjadi pada ruang udara terminal pada daerah subpleura dan pertengahan. Bakteri difagosit oleh makrofag alveolus, bertahan hidup dan menyebar ke nodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah menuju ke apeks paru dan organ-organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-tahun. Perkembangan respon imun selular yang lambat dapat menyebabkan terjadinya granuloma

tuberkulosa pada jaringan dan menimbulkan hipersensitivitas kulit terhadap antigen mikobakterium (Davey, 2015).

1)

Tuberkulosis Primer Penularan tuberkulosis paru terjadi karena bakteri dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara di sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel yang dapat masuk ke dalam alveolar adalah partikel yang berukuran <5 mm. kuman akan berhadapan pertama kali dengan neutrofil, baru kemudian dengan makrofag. Bakteri yang menetap di jaringan paru akan berkembang biak di dalam sitoplasma makrofag. Bakteri yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil yang disebut sarang primer atau afek primer atau sarang ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar ke pleura akan terjadi efusi pleura. Bila masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring dan kulit terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri

masuk kedalam vena dan menjalar ke

seluruh organ seperti paru, otak, ginjal dan tulang (Amin, 2007). Dari sarang primer akan terlihat peradangan pada saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diakui oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu perjalanan sebagai berikut: a) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution and integrum).

b) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus). Menyebar dengan cara: a)

Perkontinuitatum, yaitu menyebar ke sekitarnya.

b) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan. c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada organ tubuh yang lainnya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan: (1) Sembuh dengan meninggalkan sikuel. (2) Meninggal (PDIP, 2006). Inhalasi mycobacterium tuberculosis

T B

Fagositosis oleh makrofag alveolus paru Masa inkubasi (2-12 minggu)

Kuman hidup dan berkembangbiak Pembentuan fokus primer, Penyebaran limfogen, Penyebaran hematogen Kompleks primer

Uji tuberkulin (+)

sakit TB

Infeksi TB

Komplikasi kompleks primer, komplikasi penyebaran hematogen, komplikasi penyebaran limfogen Imunitas turun, reaktivasi/reinfeksi

Meninggal Sembuh

Sumber: PDPI, 2006 Gambar 2.3. Alur Patogenesis Tuberkulosis

Sakit TB

P R I M E R

2)

Tuberkulosis Pasca Primer (Sekunder) Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis pasca primer (sekunder). Tuberkulosis pasca primer (sekunder) terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal ginjal (Amin, 2007). Tuberkulosis pasca primer (sekunder) dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak pada segmen apikal lobus superior maupun inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti suatu jalan sebagai berikut: a)

Diresporsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

b) Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyerbukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar. Sarang pneumoni meluas, kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi: a) Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas. b) Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin juga dapat aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi. c) Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti d) menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.

e) Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti Sarang eksudatif

Sarang keju dini

Kaviti nonsklerotik

Sarang poliferatif

Kaviti sklerotik

bintang (stellate shaped) (PDPI, 2006). Sumber: PDPI, 2006

Gambar 2.4. Skema Perkembangan sarang TB postprimer dan perjalanan penyembuhannya

f.

Biomolekuler Mycobacterium tuberculosis Genom Mycobacterium tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan diresorpsi

kandungan guanine (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetic yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 adalah

sikatriks

gen yang merupakan sikuen DNA mikrobakteria yang selalu ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok 2 merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen protein, sedangkan kelompok 3 adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan.

Gen pab dan gen

Sarang pengapuran

groEL masing-masing menyandi protein berikatan posfat misalnya protein 38 kDa, gen katG menyandi katalse-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polymerase (PDPI, 2006). Sumber: http://nurdhienln.blogspot.co.id/2012/06/dinding-sel-bakteri.html?m=1 Gambar 2.4. Mekanisme kerja OAT

g.

Manifestasi Klinis Keluhan yang dirasakan oleh penderita dapat bermacam-macam, tetapi dapat pula tanpa keluhan sama sekali (Radji, 2011). Beberapa gejala infeksi yang sering dirasakan adalah:

1)

Demam, biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badannya dapat mencapai suhu 40-41oC. serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang-timbulnya demam ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi bakteri tuberculosis yang masuk.

2)

Batuk/batuk berdarah, gejala ini yang banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang agar dapat keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang di dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan sejak peradangan bermula. Sifat batuk ini mulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk berdarah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk berdarah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

3)

Sesak napas, pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

4)

Nyeri dada, gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah mencapai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu penderita menarik/melepaskan napasnya.

5)

Malaise, penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan menurun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur (Amin, 2007).

h.

Cara Penularan

1)

Sumber penularan adalah pasien BTA positif.

2)

Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan 3000 percikan dahak.

3)

Umumnya penularan terjadi di dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

4)

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin besar penularan dari pasien tersebut.

5)

Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2008).

Sebagian besar dinding bakteri terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup di udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun di dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat aktif kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni di dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid (Amin, 2007). Bila penderita baru pertama kali tertular bakteri tuberkulosis, maka terjadi suatu proses di dalam tubuh yang disebut dengan Primary Complex of Tuberculosis (PCT) yang terdiri dari focus pada paru-paru dimana terjadi eksudasi dari sel karena proses dimakannya bakteri oleh sel makrofag. Lesi dapat terjadi pada kelenjar getah bening, yang disebabkan karena lepasnya bakteri pada saluran limfe. Proses pemusnahan bakteri oleh makrofag ini akhirnya akan menimbulkan kekebalan spesifik terhadap bakteri tuberculosis. Ada 2 kemungkinan yang terjadi menyusul terbentuknya PCT, yaitu: a) Dapat sembuh dengan sendirinya karena adanya proses penutupan focus primer oleh kapsul membrane yang akhirnya akan terjadi “perkapuran”. b) Beberapa bakteri akan ikut terlepas ke dalam pembuluh darah dan dapat berkembang menginfeksi organ-organ yang terkena. Infeksi yang demikian ini disebut Post Primary Tuberculosis (PPT). PPT ini akan dapat berupa: infeksi pada paru-paru, larynx dan

telinga tengah, kelnjar getah bening di leher, saluran pencernaan dan lubang dubur, saluran kemih, tulang dan sendi (Misnadiarly, 2006). Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%. Hasil studi lainnya dilaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua kali lipat lebih berisiko tertular dibandingkan dengan kontak biasa (tidak serumah). Seorang penderita dengan BTA (+) yang derajat positifnya tinggi berpotensi menularkan penyakit ini. Angka risiko penularan infeksi TBC di Amerika Serikat adalah sekitar

TERPAJAN

10/100.000 populasi. Di Indonesia angka ini sebesar 1-3% yang berarti diantara 100 penduduk terdapat 1-3 warga yang akan terinfeksi TBC (Widoyono, 2011). transmisi

Sumber: Depkes RI,

HIV (+) INFEKSI

SEMBUH TB

MATI

2008 Gambar 2.5. Cara Penularan dan Faktor

Risiko Kejadian TB

i.

Diagnosis Batuk yang lebih dari 2 minggu setelah dicurigai berkontak dengan penderita tuberkulosis dapat diduga sebagai tuberkulosis (Rab, 2010). Salah satu penyebab lambannya keberhasilan pengobatan penderita TB adalah rendahnya kualitas diagnosis, selain itu dipengaruhi oleh tingginya angka resistensi terhadap berbagai obat anti tuberculosis (OAT) (Muhamad, 2017).

1)

Bakteriologi

a)

Pemeriksaan dahak mikroskopis secara langsung Sampai sekarang metode bakteriologi yang diterapkan dan direkomendasikan oleh WHO dalam menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan dahak atau teknik mikroskopis (Kemenkes, 2015). Pemeriksaan dahak untuk penegakkan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP): (1) S (Sewaktu)

: dahak ditampung di laboratorium

(2) P (Pagi)

: dahak ditampung pada pagi hari setelah bangun tidur. Dapat

dilakukan dirumah pasien atau di bangsal rawat inap bilamana pasien menjalani rawat inap (PMK RI, 2016). Dilakukan pembacaan dengan menggunakan mikroskop perbesaran 100x dan penilaian berdasarkan standar yang dikeluarkan WHO dengan menggunakan skala IUATLD. b)

Teknik Kultur atau Biakan Untuk mendapatkan hasil dengan metode ini diperlukan waktu yang lama. Walaupun metode ini mendapatkan hasil yang lebih baik namun biayanya sangat mahal. Jenis biakannya tuberkulosis ada yang menggunakan biakan Lowenstein Jensen yang memerlukan waktu 6-8 minggu dan biakan Kudoh yang memerlukan waktu 1-2 minggu (Nizar, 2017). Kuman yang tidak termasuk rapid grower mempunyai waktu pembelahan puluhan jam, karena itu koloni yang diisolasi dari spesimen biasanya mulai tampak setelah 2 (dua) minggu. Sementara koloni kuman yang termasuk rapid grower biasanya akan tampak dalam waktu kurang atau sampai 1 (satu) minggu (Kemenkes RI, 2012).

c) Pemeriksaan Biomolekuler

WHO merekomedasikan penggunaan teknologi PCR real time yaitu GeneXpert yang lebih sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik (kemenkes, 2012). Pemeriksaan Xpert MTB/RIF merupakan pemeriksaan molekuler dengan teknologi Nucleic Acid Amplification Technology (NAAT) yang dapat mendiagnosis TB dan resistensi terhadap Rifampisin dalam waktu 2 jam (Kemenkes, 2015). 2)

Pemeriksaan Penunjang Lainnya: a) Rontgen Thorax Atau X-Ray Pemeriksaan rontgent thorax (foto dada) pada umumnya diberlakukan pada pasien dengan kondisi tertentu atau berdasarkan rujukan dokter, kemudian juga apabila pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak napas berat yang memerlukan penanganan khusus (Nizar, 2017). b) Pemeriksaan histopatologi, pada kasus yang dicurigain TB ekstraparu.

2.

Pemeriksaan Mikroskopis

a.

Sputum Sputum, dahak atrau riak ialah secret yang dibatukkan dan berasal dari bronchi, bukan bahan yang berasal dari tenggorokan , hidung atau mulut. Jika hany sputum sewaktu saja yang dikehendaki, sputum pagilah yang sebaiknya digunakan (Gandasoebrata, 2011). Sputum terbaik untuk diperiksa adalah sputum pagi hari, karena paling banyak mengandung mikobakteria dibandingkan dengan sputum pada saat-saat lain (Misdaniarly, 2006).

1)

Waktu Pengumpulan Spesimen

Dibutuhkan dua spesimen sputum untuk menegakkan diagnosis TB secara mikroskopis. Spesimen sputum paling baik diambil pada pagi hari, untuk kenyamanan penderita pengumpulan sputum dilakukan : Sewaktu–Pagi (SP) (PMK RI, 2016). Sewaktu :

hari -1 (sputum sewaktu pertama = A)

Kumpulkan sputum spesimen pertama pada saat pasien berkunjung ke UPK (Unit Pelayanan Kesehatan). Beri pot sputum pada saat pasien pulang untuk keperluan pengumpulan sputum pada hari berikutnya. Pagi

:

hari -2 (sputum pagi = B)

Pasien mengeluarkan sputum spesimen kedua pada pagi hari kedua setelah bangun tidur dan membawa spesimen ke laboratorium (Bagian Mikrobiologi Unhas, 2017). 2)

Tempat Pengumpulan Sputum Pengumpulan sputum dilakukan di ruang terbuka dan mendapat sinar matahari langsung atau di ruangan dengan ventilasi yang baik, untuk mengurangi kemungkinan penularan akibat percikan sputum yang infeksius. Jangan mengambil sputum di ruangan tertutup dengan ventilasi yang buruk, misalnya: a)

Kamar kecil/toilet.

b) Ruang kerja (ruang pendaftaran, ruang pengumpulan sampel, laboratorium, dsb). c) Ruang tunggu, ruang umum lainnya. Syarat pot sputum yang ideal: a)

Sekali pakai.

b) Bahan kuat, tidak bocor dan tidak mudah pecah. c)

Tutup berulir, dapat menutup rapat.

d) Plastik jernih/ tembus pandang. e)

Mulut lebar, diameter 6 cm.

f)

Dapat ditulisi dengan pena.

Pot sputum yang tidak dianjurkan: a)

Tidak tembus pandang.

b) Terlalu kecil. c)

Tutup tidak berulir (Bagian Mikrobiologi Unhas, 2017). Kode Spesimen pada Pot Dahak 01/08/345. A

N Tulis kode pada badan pot

Sumber: Kemenkes, 2015 Gambar 2.7. Pot sputum dan cara penulisan kode

b.

Makroskopi Adapun hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan sputum secara makroskopi:

1)

Banyaknya, orang yang sehat tidak akan mengeluarkan sputum, kalaupun terkadang ada, jumlahnya sangat sedikit sehingga tidak dapat diukur. Banyaknya sputum yang dikeluarkan ditentukan oleh penyakit yang tengan diderita dan juga stadium oleh penyakit tersebut.

2)

Bau, sputum akan busuk jika dibiarkan terlalu lama. Akan tetapi, bau busuk dalam sputum yang segar didapat pada abses pulmonum pada tumor yang mengalami necrosis dan pada empyema yang menembus ke bronchi, bau seperti tinja terjadi jika abses dibawah diafragma menembus ke atas diafragma.

3)

Warna, warna pada sputum akan berbeda-beda tergantung pada stadium penyakitnya. Warna abu-abu atau kuning biasanya disebabkan oleh pus dan sel epitel, merah oleh pendarahan

segar, merah-cokelat disebabkan oleh darah tua dan merupakan permulaan pneumonia lobaris, pada gangrena, warna hitam oleh debu hitam yang masuk lewat jalan pernapasan. 4)

Konsistensi. Sputum sereus didapat pada edema pulmonum, sputum mukoid pada bronchitis, asma, dan pneumonia lobaris pada stadium tertentu. Sputum purulent didapat pada abses, bronchitectasi, stadium terakhir bronchitis, dll. Selain itu dapat juga dilihat konsistensi campuran seperti seropurulent, mucopurulent dan serohemoragik.

5)

Unsur-unsur khusus. Tuang sputum ke dalam cawan petri dengan latar belakang hitam hingga menyusun lapisan tipis untuk melihat adanya unsure-unsur khusus, dan lihat dengan menggunakan kaca pembesar (loupe), kemudain perhatikan adanya: a) Butir keju, yaitu potongan-potongan kecil berwarna kuning yang berasal dari jaringan nekrotik. b) Uliran (spiral) curschman, yaitu benang kuning berulir. c) Tuangan bronchi, bahan tuangan tersebut adalah fibrin, besarnya tergantung dari besarnya bronchus tempat pembentukannya. d) Sumbat dittrich, yaitu benda kuning-putih yang terbentuk dalam bronchi atau bronchioli. Berbeda dengan tuangan bronchi karena ia tidak tersusun dari fibrin tetapi dari sel-sel yang rusak, lemak dan bakteri (Gandasoebrata, 2011).

Sumber: Bagian Mikrobiologi, 2017 Gambar 2.8. Macam-macam spesimen

c.

Mikroskopik Pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung yang bermutu merupakan komponen penting dalam penerapan strategi DOTS, baik untuk penegakan diagnosis maupun follow up. Hasil pemeriksaan dahak yang bermutu merupakan hal yang penting untuk menetapkan klasifikasi penderita, keputusan untuk memulai pengobatan dan menyatakan kesembuhan penderita.

Mutu

hasil

pemeriksaan

laboratorium

merupakan

inti

keberhasilan

penanggulangan tuberkulosis. Setiap laboratorium yang melakukan pemeriksaan TB harus melakukan kegiatan pemantapan mutu, termasuk pemeriksaan BTA secara mikroskopis (Kemenkes, 2012). Metode pemeriksaan dahak secara mikroskopis membutuhkan ±5 mL dahak dan biasanya menggunakan pewarnaan Ziehl Neelsen (ZN) atau pewarnaan Tan Thiam Hok (Widoyono, 2011). Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopis yaitu:

1) Positif (+), jika salah satu atau kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil pemeriksaan BTA positif. Pasien yang menunjukkan hasil BTA (+) pada pemeriksaan dahak pertama, pasien dapat segera ditegakkan sebagai pasien dengan BTA (+) (PMK RI, 2016). 2) Negatif (-), jika kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil BTA negatif. Apabila pemeriksaan secara mikroskopis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidaktidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter (Permenkes RI, 2016).

3.

Pemeriksaan GeneXpert Pemeriksaan GeneXpert merupakan metode deteksi molekuler berbasis nested real-time PCR untuk diagnosis TB. Primer PCR yang digunakan mampu mengamplifikasi sekitar 81 bp daerah inti gen rpoB Mycobacterium tuberculosis kompleks, sedangkan probe dirancang untuk membedakan sekuen wild type dan mutasi pada daerah inti yang berhubungan dengan resistansi terhadap rifampisin. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan alat GeneXpert, yang menggunakan sistem otomatis yang mengintegrasikan proses purifikasi spesimen, amplifikasi asam nukleat, dan deteksi sekuen target. Sistem tersebut terdiri atas alat GeneXpert, komputer dan perangkat lunak. Setiap pemeriksaan menggunakan catridge sekali pakai dan dirancang untuk meminimalkan kontaminasi silang. Catridge GeneXpert juga memiliki Sample Processing Control (SPC) dan Probe Check Control (PCC). Sample processing control berfungsi sebagai kontrol proses yang adekuat terhadap bakteri target serta untuk memonitor

keberadaan penghambat reaksi PCR, sedangkan PCC berfungsi untuk memastikan proses rehidrasi reagen, pengisian tabung PCR pada catridge, integritas probe, dan stabilitas dye. Pemeriksaan GeneXpert dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis kompleks dan resistansi terhadap rifampisin secara simultan dengan mengamplifikasi sikuen spesifik gen rpoB dari Mycobacterium tuberculosis kompleks menggunakan lima probe molecular beacons (probe A–E) untuk mendeteksi mutasi pada daerah gen rpoB. Setiap molecular beacon dilabel dengan dye florofor yang berbeda. Cycle threshold (Ct) maksimal yang valid untuk analisis hasil pada probe A, B dan C adalah 39 siklus, sedangkan pada probe D dan E adalah 36 siklus. Hasil dapat diinterpretasikan sebagai berikut: a.

“MTB terdeteksi” apabila terdapat dua probe memberikan nilai Ct dalam batas valid dan delta Ct min (selisih/perbedaan Ct terkecil antar pasangan probe) < 2.0.

b.

“Rifampisin Resistan tidak terdeteksi” apabila delta Ct maks (selisih/perbedaan antara probe yang paling awal muncul dengan paling akhir muncul) ≤ 4.0.

c.

“Rifampisin Resistan terdeteksi” apabila delta Ct maks > 4.0.

d.

“Rifampisin Resistan indeterminate” apabila ditemukan dua kondisi sebagai berikut:

1)

Nilai Ct pada probe melebihi nilai valid maksimal (atau nilai 0).

2)

Nilai Ct pada probe yang paling awal muncul > (nilai Ct valid maksimal – delta Ct maksimal cut-off 4.0).

e.

“Tidak terdeteksi MTB” apabila hanya terdapat satu atau tidak terdapat probe yang positif (Kemenkes, 2017). Pemeriksaan Xpert MTB/RIF sudah diatur secara otomatis sesuai dengan protokol kerja Xpert MTB/RIF dan tidak dapat dimodifikasi oleh pengguna.

Sumber: Kemenkes, 2017 Gambar 2.9. Catridge GeneXpert

Komponen sistem GeneXpert Dx merupakan komponen yang disediakan oleh produsen pada setiap kali pembelian mesin. Komponen tersebut terdiri atas: a.

Mesin GeneXpert.

b.

Komputer atau laptop, yang telah berisi program GeneXpert Dx dan program lain yang dibutuhkan.

c.

Barcode scanner.

d.

Kabel daya dan kabel lainnya.

e.

UPS.

f.

Buku petunjuk operasional GeneXpert Dx. Adapun peralatan atau bahan habis pakai yang tidak tersedia dan harus disediakan oleh laboratorium pelaksana GeneXpert adalah:

a.

Pot dahak.

b.

Alat pelindung diri (jas lab, masker, handscoon).

c.

Penghitung waktu (timer).

d.

Label dan spidol. Peralatan yang bersifat opsional untuk dimiliki laboratorium pelaksana GeneXpert adalah:

a.

Biosafety cabinet (BSC).

b.

Vortex (Kemenkes, 2015). Setiap jenis pemeriksaan TB mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk saat ini, penggunaan GeneXpert menjadi prioritas pemeriksaan TB karena mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:

a.

Sensitivitas tinggi.

b.

Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu kurang lebih 2 jam.

c.

Dapat digunakan untuk mengetahui hasil resistansi terhadap Rifampisin.

d.

Tingkat biosafety rendah. Sinyal GeneXpert memberikan hasil pemeriksaan melalui pengukuran sinyal fluoresensi dan algoritma perhitungan otomatis. Hasil pemeriksaan akan menunjukkan ada tidaknya mycobacterium tuberculosis dan ada tidaknya mutasi penyandi resisten rifampisin.

4.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Mikroskopis dan Metode GeneXpert Tabel 2.1. Kelebihan dan kekurangan metode mikroskopis dan GeneXpert Metode

Kelebihan

Kekurangan

Mikroskopis

1. Adanya latar belakang berwarna

1. Pada pengecatan BTA dengan Ziehl

biru terang.

Neelsen ada juga bakteri lain yang

2. Basil tampak jelas berwarna merah.

dapat menyerap warna layaknya

3. Reagen terjangkau.

bakteri TB yang dinamakan MOTT.

4. Mudah didapat

2. Jumlah Bakteri yang dibutuhkan

relatif besar. 3. Dibutuhkan ketelitian yang tinggi karena menggunakan visualisasi.

GeneXpert

1. Hasil pemreiksaan dapat diketahui 1. Biaya alat yang mahal. secara cepat yaitu dalam waktu 2 2. Hasil negatif tidak menyingkirkan jam.

kemunginan TB

2. Cocok untuk daerah endemis 3. Dapat dilakukan walaupun sampel sputum hanya 1 ml.

3. Hasil

rpoB

yang

tidak

mengindikasi

selalu

keberadaan

mikroorganisme hidup/viable.

4. Mampu mendeteksi mutasi pada 4. Kinerja gen

positif

menyebabkan

resistensi terhadap rifampisin. 5. Dapat mendeteksi mutasi pada gen

pemeriksaan

GeneXpert

tergantung dari kemampuan petugas lab dan kepatuhan terhadap instruksi kerja, sehingga seluruh petugas lab

rpoB yang menyebabkan resistensi

harus

mendapatkan

terhadap rifampisin.

terlebih dahulu.

pelatihan

A.

KERANGKA TEORI

Mycobacterium tuberculosis

TUBERKULOSIS EKSTRAPARU

TUBERKULOSIS (TB)

TUBERKULOSIS PARU

TUBERKULOSIS Multy-drug Resistance (TB-MDR

Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop, Kultur/Biakan dan GeneXpert

Mikroskopis

GeneXpert

BTA

Scanty

Neg (-)

+1

MTB Pos, Rif Sensitive

MTB Pos, Rif Indeterminat e

MTB Pos, Rif Resistance

+2 +3 Foto Toraks

TB Terkonfirmasi Bakteriologis

Ulangi pemeriksaan GeneXpert

TB RR

MTB Neg

Foto Toraks (Mengikuti alur yang sama dengan alur pada hasil pemeriksaan mikrokopis BTA negatif (-) )

Gambaran Mendukung TB

TB Terkonfirmasi Klinis

Pengobatan TB Lini 1

B. KERANGKA KONSEP

Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan OAT Lini 1 dan Lini 2

TB RR; TB MDR

Variabel Independent Hasil Pemeriksaan Sputum BTA Secara Mikroskopis

Variabel Dependent Penderita Tuberkulosis (TB) di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung

Hasil Pemeriksaan GeneXpert

C. HIPOTESIS Hi: Ada perbedaan antara hasil pemeriksaan sputum BTA secara mikroskopis dengan hasil pemeriksaan GeneXpert pada pasien Tuberkulosis (TB) di RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik yang menjelaskan tentang perbandingan antara variabel hasil pemeriksaan BTA metode mikroskopis dan GeneXpert dengan penderita TB Paru yang menggunakan pendekatan cross sectional yaitu dimana variabel dependent dan variabel independent dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan dan diperiksa secara langsung. B. Lokasi dan Waktu Penelitian a.

Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

b.

Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Mei-Juni 2018.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1.

Populasi

Populasi dalam penelitian ini berjumlah 75 orang yang diambil dari seluruh penderita TB di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dan menjalani rawat inap di ruang melati. 2.

Sampel Sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 orang yang diambil dari populasi yang memenuhi criteria sebagai berikut:

a.

Kriteria Inklusi 1) Penderita TB dan menjalani rawat inap di ruang melati 2) Bersedia menjadi responden penelitian dan menandatangani informed consent

b.

Kriteria Eksklusi 1) Pasien TB yang tidak memiliki data diri yang lengkap. 33

2) Menderita HIV/AIDS

3) Pasien yang tidak bersedia menjadi responden penelitian dan menandatangani informed consent D. Variabel dan Definisi Operasional Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional No 1.

Variabel

Definisi Operasional

Penderita

Setiap

orang

TB Paru

didiagnosa

yang

Rekam

menderita

Medik

penykit TB Paru di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung

Alat Ukur

Provinsi

Cara Ukur Visual

Hasil Ukur

Skala

Penderita TB

Nominal

2.

Pemeriksaan

Pemeriksaan

sputum

BTA metode

yang diperiksa dengan

Mikroskopis

menggunakan

Ziehl

Skala IUATLD

1. BTA negatif

Ordinal

2. Scanty 3. BTA +1

mikroskop metode

Mikroskop

dengan

4. BTA +2

pewarnaan

5. BTA +3

Neelson

pada

penderita TB Paru di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

Provinsi

Lampung

3.

Pemeriksaan

Pemeriksaan

secara

BTA metode

biomolekuler

untuk

GeneXpert

mendeteksi

GeneXpert

Interpretasi

1. Not Detected

Cepheid

2. Very Low

bakteri

Ordinal

3. Low

Mycobacterium

4. Medium

tuberculosis

dan

sekaligus

mendeteksi

resistensi

bakteri

5. High

Mycobacterium tuberculosis

terhadap

rifampisin penderita

pada TB

Paru

Provinsi Lampung

4.

Uji

Suatu

Sensitivitas

mengukur baik skrining

uji

untuk seberapa

sebuah

test

Alat hitung

Rumus Uji

Hasil

Sensitivitas

perhitungan dalam %

Nominal

mengklasifikasikan orang sakit benar-benar sakit

5.

Uji

Suatu

Spesifisitas

mengukur baik

uji

untuk

Alat hitung

seberapa

sebuah

Rumus Uji

Hasil

Spesifisitas

perhitungan

test

Nominal

dalam %

skrining mengklasifikasikan orang yang tidak sakit sebagai

orang

benar-benar

yang tidak

memiliki penyakit

E. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh dengan melakukan pemeriksaan BTA secara mikroskopis dan pemeriksaan GeneXpert pada pasien tuberkulosis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Data penelitian diperoleh dengan prosedur sebagi berikut: 1.

Persiapan penilitian a. Melakukan penelusuran pustaka untuk memperoleh perspektif ilmiah dari penelitian. b. Melakukan pra survei pada lokasi penelitian yaitu RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. c. Mengajukan surat izin penelitian dan pengambilan data ke Direktur Poltekkes Tanjungkarang untuk selanjutnya diteruskan kepada Badan Kesbangpol hingga RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

d. Setelah mendapatkan surat izin dari pihak RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung, kemudian melakukan penelusuran status pasien yang didiagnosa dokter menderita tuberkulosis di Bagian Rekam Medik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. e. Meminta izin pasien untuk ikut serta dalam penelitian (informed consent). f. Pengambilan data primer dengan melakukan pengambilan sputum pada pasien dan melakukan

pemeriksaan

BTA

secara

mikroskopis

pemeriksaan

GeneXpert

di

Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. g. Hasil data yang diperoleh dan telah dikonfirmasi kemudian dianalisa dan digunakan untuk mengambil kesimpulan dari hasil penelitian. 2.

Prosedur Pemeriksaan a. Alat yang diperlukan Alat yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi kapas beralkohol 70%, pot sputum yang sudah diberi label/barcode, objek glass, spidol, penjepit kayu, timer, air mengalir, lidi atau ose, lampu spiritus dan korek api, Mikroskop, rak sediaan serta alat GeneXpert. b. Bahan yang diperlukan Bahan yang diperlukan dalam pemeriksaan ini meliputi botol yang berisi desinfektan, cat Ziehl neelsen (Metylen Blue 3%, Carbol Fuchsin 3%, Asam Alkohol (0,3% HCl dalam etanol)), anisol, catridge GeneXpert, reagen GeneXpert. c. Persiapan responden Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta meminta kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian, dengan mengisi dan menandatangani form persetujuan responden (informed consent) yang diberikan. d. Pengumpulan sputum

Pengumpulan sputum dalam penelitian ini diperlukan untuk mengumpulkan sampel dari pasien tuberculosis (TB) yang akan diperiksa secara mikroskopis dan juga GeneXpert. Langkah-langkah dalam pengumpulan sputum adalah sebagai berikut: 1) Alat yang digunakan berupa: 3 buah pot sputum yang telah diberi barcode, dan APD (masker, handscoon, jas lab). 2) Pakailah alat pelindung diri (APD) seperti jas lab, handscoon dan masker. 3) Minta pasien untuk membatukkan sputum di ruang terbuka dan mendapatkan sinar matahari langsung atau ruangan dengan ventilasi yang baik serta berada jauh dari orang sekitar untuk mencegah penularan bakteri TB.

4) Beri petunjuk kepada pasien untuk: a) Berkumur dengan air (jangan ditelan) sebelum sputum dikumpulkan untuk meminimalisir kontaminasi specimen oleh sisa makanan atau kotoran lain di dalam mulut. b) Bila pasien memakai gigi palsu, mintalah pasien untuk melepasnya. c) Menarik napas panjang dan dalam sebanyaka 2-3 kali dan setiap kali hembuskan napas dengan kuat. d) Membuka penutup pot sputum lalu dekatkan pada mulut. e) Batuk secara dalam untuk mengeluarkan sputum (bukan air liur) dari dalam dada ke dalam pot sputum. f) Mengulangi sampai mendapatkan sputum yang berkualitas baik dan volume yang cukup (3-5 ml/1 sendok teh).

g) Segera tutup rapat tabung dengan cara memutar tutupnya, kemudian masukkan ke dalam pembungkus atau kantong plastik. h) Jika sputum sulit dikeluarkan, pasien diberi petunjuk untuk melakukan olahraga ringan kemudian menarik napas dalam beberapa kali. Apabila pasien merasa akan batuk, napas ditahan selama mungkin lalu meminta pasien untuk batuk. 5) Apabila spesimen jelek, pemeriksaan tetap dilakukan dengan cara: a) Mengambil bagian yang paling mukopurulen/kental kuning kehijauan. b) Memberi catatan bahwa “spesimen tidak memenuhi syarat/air liur”. c) Mengulan pengumpulan sputum apabila spesimen jelas air liur. 6) Ingatkan pasien untuk mengumpulkan sputum ke-2 setelah bangun pagi keesokan hari dan dating lagi untuk membawanya. 7) Minta pasien untuk minum air putih secukupnya pada malam hari sebelum tidur sebagai persiapan untuk pengumpulan sputum ke-2 besok pagi. Jika dahak sullit dikeluarkan, minta pasien untuk menelan 1 tablet gliseril guaikolat 200 mg pada malam hari sebelum tidur (Bagian mikrobiologi, 2017).

3.

4.

Metode pemeriksaan a. Sputum BTA secara mikroskopis

: Ziehl Neelsen

b. GeneXpert

: Real Time PCR

Prinsip pemeriksaan a. Sputum BTA secara mikroskopis

: Dinding bakteri yang tahan asam mempunyai

lapisan lilin dan lemak yang sukar ditembus cat. Oleh karena pengaruh fenol dan pemanasan maka lapisan lilin dan lemak itu dapat ditembus cat basic fuchsin. Pada waktu pencucian, lapisan lilin dan lemak yang terbuka akan merapat kembali. Pada pencucian

dengan asam alkohol warna fuchsin tidak dilepas. Sedangkan pada bakteri tidak tahan asam akan luntur dan menyerap warna biru dari methylen blue. b. GeneXpert

: Bakteri dalam sputum dilisiskan dan DNA bakteri

diisolasi. Fragmen DNA spesifik M.tb diamplifikasi jutaan kali dengan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT PCR). Primer dalam assai Xpert MTB/RIF memperbanyak bagian dari gen rpoB yang mengandung 81 pasangan basa “core”. Probes dapat membedakan conserved wild-type sequence dan mutasi pada core yang berhubungan dengan resistensi terhadap RIF. 5.

Cara Kerja a. Pemeriksaan BTA secara mikroskopis: 1) Pembuatan sediaan. a) Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan, pakailah alat pelindung diri seperti handscoon, masker dan jas lab, b) Periksa data pasien di pot dahak dan cocokkan dengan yang ada di formulir permohonan laboratorium TB, c) Bersihkan objek glass, tulis nomor identitas sediaan pada objek glass, d) Ambil dan pilih bagian dahak yang purulen dengan menggunakan lidi atau kawat ose, kemudian letakkan sputum pada sediaan, e) Sediaan dibuat tersebar merata dengan gerakan spiral kecil bentuk oval ukuran 2x3 cm dan tidak terlalu tipis untuk menghindari sediaan kering sebelum diratakan, jangan membuat gerakan spiral bila sediaan dahak sudah kering karena akan menyebabkan aerosol, f)

Keringkan apusan di udara bebas,

g) Lakukan fiksasi apusan dengan pemanasan:

(1) Patikan apusan menghadap keatas, (2) Lewatkan 3x melalui api dari lampu spiritus, (3) Gunakan pinset atau penjepit kayuuntuk memegang objek glass (pemanasan yang berlebihan akan merusak hasil). h) Keringkan apusan diatas rak sediaan, hindari sinar matahari langsung, i)

Celupkan ose yang telah digunakan pada botol desinfeksi, kemudian bakar hingga membara. Bila menggunakan lidi langsung dibuang ke dalam botol berisi desinfektan.

Cara penanganan dahak yang bercampur darah: (1) Dahak dengan darah sedikit, pilih bagian dahak yang tidak mengandung darah dan buat sediaan seperti biasa. (2) Dahak dengan darah sedang. Buat sediaan, kemudian fiksasi, genangi dengan air bersih/aquades lalu digoyang-goyang sampai warna merah darah hilang. Lalu air dibuang dan bilas lagi dengan air kemudian warnai dengan Ziehl-Neelsen. 2) Pewarnaan Metode Ziehl-Neelsen a) Letakkan sediaan dengan bagian apusan menghadap ke atas pada rak yang ditempatkan diatas bak cuci atau baskom, antara satu sediaan dengan sediaan lainnya masing-masing berjarak ±1 jari, b) Genangi seluruh permukaan sediaan dengan carbol fuchsin 3%, c) Panaskan dari bawah dengan menggunakan lampu spiritus pada sediaan sampai keluarkan asap/uap (jangan sampai mendidih), dinginkan selama 5 menit, d) Bilas sediaan dengan menggunakan air mengalir secara hati-hati dari ujung kaca sediaan, miringkan sediaan dengan menggunakan penjepit kayu atau pinset untuk membuang air,

e) Genangi dengan asam alkohol 0,3% sampai tidak tampak warna merah dari carbol fuchsin, bilas dengan air, f)

Genangi permukaan sediaan dengan methylen blue 3% selama 20-30 detik, bilas dengan air mengalir, miringkan sediaan untuk menghilangkan sisa methylen blue,

g) Keringkan sediaan pada rak pengering. 3) Pembacaan Mikroskopis a) Letakkan sediaan di atas meja mikroskop, permukaan sediaan menghadap ke atas. Gunakan lensa objektif 10x untuk menetapkan fokus dan menemukan lapangan pandang. Periksa sediaan untuk menentukan kualitas sediaan. Pada sediaan dahak umumnya ditemukan lebih banyak sel leukosit atau sel radang, b) Teteskan 1 tetes minyak emersi, aplikator minyak emersi tidak boleh menyentuh kaca objek agar aplikator minyak emersi tidak terkontaminasi dengan sediaan, c) Putarlah lensa objektif 100x dengan hati-hati ke atas sediaan apus (jangan sekalisekali lensa menyentuh kaca sediaan), d) Sesuaikan fokus dengan hati-hati sampai sel terlihat jelas, e) Lakukan pembacaan sediaan apus sepanjang garis tengah dari ujung kiri ke kanan atau sebaliknya. Laporkan hasil pemeriksaan mikroskopis ddengan mengacu kepada skala Internatiolan Union Against To Lung Desease (IUATLD). Tabel 3.2. Skala IUATLD Yang Terlihat

Hasil

Penulisan

Tidak ditemukan BTA dalam

Negatif

Neg

Scanty

Tulis Jumlah BTA

100 lapang pandang Ditemukan 1-9 BTA dalam 100

lapang

pandang

(tuliskan

jumlah BTA yang ditemukan) Ditemukan 10-99 BTA dalam

1+

1+

2+

2+

3+

3+

100 lapang pandang Ditemukan 1-10 BTA setiap 1 lapang

pandang

(periksa

minimal 50 lapang pandang) Ditemukan ≥10 BTA dalam 1 lapang

pandang

(periksa

minimal 20 lapang pandang)

b.

Pemeriksaan GeneXpert

1) Persiapan specimen dahak Spesimen dahak dapat berupa dahak yang dikeluarkan langsung atau dengan cara invasif (seperti induksi dan suction). Pengolahan spesimen dahak dapat dilakukan di tempat yang sama untuk pengolahan dan pewarnaan mikroskopis. Apabila di laboratorium pemeriksaan

GeneXpert

tersedia

Biological

Safety

Cabinet

(BSC),

maka

direkomendasikan untuk dapat mengolah spesimen di dalam BSC. Berikut adalah prosedur pengolahan spesimen dahak: a) Beri label identitas pada setiap katrid. Identitas spesimen dapat ditempel atau ditulis pada bagian sisi katrid. Jangan memberikan label pada bagian barcode, b) Bukalah penutup pot dahak, tambahkan Sample Reagent yang sudah tersedia sebanyak 2 kali volume specimen, Catatan: (1) 1 Sample Reagent untuk pengolahan 1 spesimen dahak,

(2) Apabila volume dahak >4 ml, maka disarankan untuk membagi spesimen menjadi 2 bagian dan harus dilakukan dalam BSC. Satu bagian digunakan untuk pemeriksaan TCM, satu bagian lainnya disimpan dalam pot dahak baru sebagai cadangan. c) Tutup kembali pot dahak, kemudian kocok dengan kuat sampai campuran dahak dan Sample Reagent menjadi homogen, d) Diamkan selama 10 menit pada suhu ruang, e) Kocok kembali campuran, lalu diamkan selama 5 menit, f)

Bila masih ada gumpalan, kocok kembali agar campuran dahak dan Sample Reagent menjadi homogen sempurna dan biarkan selama 5 menit pada suhu kamar,

g) Buka penutup katrid, kemudian buka tempat penampung spesimen. Gunakan pipet yang disediakan untuk memindahkan spesimen dahak yang telah diolah sebanyak 2 ml (sampai garis batas pada pipet) ke dalam katrid secara perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya gelembung yang bisa menyebabkan eror, h) Tutup katrid secara perlahan dan masukan katrid ke dalam alat GeneXpert, Catatan: (1) Spesimen yang sudah diolah dan masuk ke dalam katrid harus segera dimasukkan ke dalam alat TCM. Saat mengolah beberapa spesimen dalam satu waktu, pengisian spesimen ke dalam katrid dilakukan satu persatu. Tutup katrid terlebih dahulu sebelum mengisi katrid berikutnya, (2) Jika terdapat sisa spesimen yang telah diolah, spesimen tersebut dapat disimpan selama 5 jam jika dibutuhkan pemeriksaan ulang. 2) Prosedur penggunaan alat GeneXpert a) Pastikan komputer dan alat TCM telah menyala serta telah menjalankan program GeneXpert,

b) Pada halaman utama GeneXpert® Dx System, klik “Create Test”, maka akan muncul kotak dialog “Please scan catridge barcode”.

Gambar 3.1. Tampilan kotak dialog saat menjalankan Create Test

c) Pindai barcode catridge menggunakan barcode scanner dengan cara menekan tombol warna kuning pada barcode scanner (Gambar 3.2A) atau pilih ‘Manual Entry’ untuk memasukkan 16 digit nomor seri katrid (Gambar 3.2B),

A

B

Gambar 3.2. Memasukkan barcode katrid: A. Memasukkan barcode katrid dengan cara memindai barcode; B. Posisi 16 digit nomor seri katrid yang dapat dimasukkan secara manual

d) Setelah nomor seri katrid masuk, masukkan: NIK pada kolom Patient ID dan bila tidak ada maka menggunakan no.identitas sediaan. Pada kolom sample ID masukkan No urut register. Bagian “Select Module” akan terisi secara otomatis, petugas lab tidak perlu mengubahnya. Kemudian klik “Start Test”,

e) Lampu warna hijau di alat GeneXpert akan berkedip-kedip pada modul yang terpilih otomatis. Buka pintu modul dan letakkan catridge GeneXpert,

f)

Tutup pintu modul dengan sempurna hingga terdengar bunyi klik. Pemeriksaan akan dimulai dan lampu hijau akan tetap menyala tanpa berkedip. Pemeriksaan akan berlangsung kurang lebih 2 jam. Saat pemeriksaan selesai, lampu akan mati secara otomatis dan pintu modul akan terbuka secara otomatis,

g) Buka pintu modul dan keluarkan catridge. Catridge yang telah dipakai harus dibuang ke tempat sampah infeksius sesuai dengan SOP yang diterapkan oleh masing-masing institusi. 3) Pemantauan selama pemeriksaan Petugas dapat memantau jalannya pemeriksaan dan indikator lain saat pemeriksaan sedang berlangsung dengan menu

cara

“Check Status”

klik

4) Cara menampilkan hasil pemeriksaan Petugas dapat melihat hasil pemeriksaan dengan cara klik “View Result” pada menu GeneXpert Dx, maka secara umum akan muncul jendela seperti pada Gambar 5.10. Untuk memilih hasil pemeriksaan, maka klik “View Test”.

Setelah klik “View Test”, maka akan muncul kotak dialog “Select Test To Be Viewed”. Pilih pemeriksaan yang diinginkan, kemudian klik “OK”, maka hasil pemeriksaan akan muncul. Adapun tampilan jendela View Result yang muncul dapat berbeda tergantung dari tipe account pengguna

5) Interpretasi Hasil Hasil

pemeriksaan

GeneXpert

akan

menunjukkan

ada

tidaknya

DNA

Mycobacterioum tuberculosis kompleks dan ada tidaknya mutasi penyandi resistensi rifampisin. Tabel 3.3. Interpretasi Pemeriksaan GeneXpert Hasil

Interpretasi

Tindak lanjut

MTB DETECTED;

DNA MTB terdeteksi

Lanjutkan sesuai dengan alur

Rif Resistance DETECTED

Mutasi gen rpoB terdeteksi,

diagnosis TB resistan obat

kemungkinan besar resistan terhadap rifampisin

MTB DETECTED;

DNA MTB terdeteksi

Rif Resistance NOT

Mutasi

gen

rpoB

Lanjutkan sesuai dengan alur tidak

diagnosis TB biasa

DETECTED

terdeteksi. besar

Kemungkinan

sensitif

terhadap

rifampisin

MTB DETECTED;

DNA MTB terdeteksi

Ulangi

pemeriksaan,

Rif Resistance

Mutasi gen rpoB / resistansi

secepatnya

menggunakan

INDETERMINATE

rifampisin

tidak

dapat

spesimen dahak baru dengan

ditentukan

karena

sinyal

kualitas yang baik

resistansi

tidak

penanda

cukup terdeteksi

MTB Not Detected

DNA MTB tidak terdeteksi

Lanjutkan

sesuai

alur

diagnosis TB

INVALID

Keberadaan DNA MTB tidak

Ulangi pemeriksaan dengan

dapat ditentukan karena kurva

katrid dan spesimen dahak

SPC

menunjukan

baru, pastikan spesimen tidak

kenaikan jumlah amplikon,

terdapat bahan-bahan yang

proses sampel tidak benar,

dapat menghambat PCR

tidak

reaksi PCR terhambat

ERROR

NO RESULT

Keberadaan DNA MTB tidak

Ulangi pemeriksaan dengan

dapat

katrid

ditentukan,

quality

baru,

pastikan

control internal gagal atau

pengolahan spesimen sudah

terjadi kegagalan sistem

benar

Keberadaan DNA MTB tidak

Ulangi pemeriksaan dengan

dapat ditentukan karena data

katrid baru

reaksi PCR tidak mencukupi

Sumber: Kemenkes 2017

Perhitungan semi-kuantitatif jumlah Mycobacterium tuberculosis pada specimen di dasarkan dengan nilai Ct. Adapun interpretasi tersebut dapat terlihat pada tabel 3.4. Tabel 3.4. Interpretasi pemeriksaan GeneXpert berdasarkan jumlah Mycobacterium tuberculosis Hasil Mycobacterium tuberculosis High

CT Range <16

Medium

16-22

Low

22-28

Very Low

F.

Pengolahan Data dan Analisis Data

1.

Pengolahan Data

>28

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah dan dikelompokkan kedalam bentuk tabel rancangan, kemudian data diolah menggunakan program SPSS versi 16.0. Proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah: a.

Editing, memeriksa data yang telah dikumpulkan untuk mengecek kelengkapan dan memastikan tidak ada kekeliruan dalam proses pengisian.

b.

Coding, untuk mempermudah pengolahan data dimana diberikan kode tertentu pada tiap data, sehingga dapat memudahkan untuk melakukan analisa data.

c.

Data Entry, memasukkan data kedalam program komputer.

d.

Cleaning, pengecekan ulang data yang sudah di data entry ke dalam komputer agar tidak terjadi kesalahan.

2.

Analisis Data

a.

Analisis Univariat Analisa univariat adalah langkah mengeksplorasi data suatu variabel, biasanya dilakukan untuk meringkas data menjadi ukuran tertentu. Analisa univariat dilakukan dengan cara mengelompokkan data dan memasukkannya ke dalam tabel rancangan.

b.

Analisis Bivariat Analisa bivariat adalah langkah menganalisa adanya hubungan antara variabel dependent dengan variabel independent, sesuai dengan tujuan penelitian dan jenis skala ukur. Uji statistik yang digunakan adalah uji beda dua mean dependent (Paired Sample).

G. Ethicel Clearance Penelitian ini menggunakan manusia sebagai subyek, sampel yang akan diambil adalah sputum yang diperoleh dengan cara meminta penderita untuk membatukkan atau mengeluarkan sputum sesuai dengan prosedur yang diberikan, yang kemudian diperiksa secara mikroskopis dengan pewarnaan Ziehl Neelsen dan diperiksa dengan menggunakan alat GeneXpert. Sputum merupakan bahan infeksius yang dapat menularkan bakteri tuberculosis, limbah sputum yang telah diperiksa dimasukkan ke dalam kantong plastik kemudian dibuang ke kantung sampah warna kuning dengan label Biohazard yang selanjutkan dibuang ke incinerator. Oleh karena sputum merupakan bahan infeksius maka dari itu dilakukan telaah secara etik. Naskah proposal diserahkan ke Komite Etik Poltekkes Tanjungkarang untuk dinilai kelayakannya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Hasil penelitian pada 50 penderita TB Paru di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung pada bulan Mei–Juni 2018 didapatkan data sebagai berikut : 1.

Analisa Univariat Hasil Pemeriksaan BTA Metode Mikroskopis dari Sputum Penderita TB Paru di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan BTA metode mikroskopis dari sputum penderita TB Paru di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung bulan Mei – Juni 2018

Hasil Pemeriksaan

Frekuensi

Persentase (%)

Negatif

20

40.0

Scanty

0

0.0

1+

7

14.0

2+

18

36.0

3+

5

10.0

Jumlah

50

100.0

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa frekuensi hasil pemeriksaan metode Mikroskopis penderita TB Paru terbanyak yaitu negatif sebanyak 20 sampel (40%) diikuti dengan 2+ sebanyak 18 sampel (%), sedangkan 1+ sebanyak 7 sampel (14%) dan yang paling sedikit yaitu 3+ sebanyak 5 sampel (10%). Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah sampel positif sebanyak 30 sampel dan negative sebanyak 20 sampel. Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan BTA metode GeneXpert dari sputum penderita TB Paru di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung bulan Mei – Juni 2018

Hasil Pemeriksaan

Frekuensi

Persentase (%)

Not Detected

13

26.0

Detected Very Low

7

14.0

Detected Low

7

14.0

Detected Medium

17

34.0

Detected High

6

12.0

Jumlah

50

100.0

49

Data pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa frekuensi hasil pemeriksaan metode GeneXpert penderita TB Paru terbanyak yaitu MTB Detected Medium sebanyak 17 sampel (34%), diikuti dengan negatif sebanyak 13 sampel (26%), sedangkan untuk MTB Detected Very Low dan Low masing-masing sebanyak 7 sampel (14%) dan yang paling sedikit yaitu MTB Detected High sebanyak 6 sampel (12%). Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah sampel positif sebanyak 37 sampel dan negatif sebanyak 13 sampel. 2.

Analisa Bivariat

a.

Uji Beda Dua Mean Dependen (Paired Sample) Sebelum dilakukan uji statistik, dilakukan uji normalitas untuk melihat distribusi data semua variabel yaitu hasil pemeriksaan BTA metode Mikroskopis dan hasil pemeriksaan BTA metode GeneXpert pada sputum penderita TB Paru. Dari uji tersebut didapatkan bahwa data berdistribusi normal (p > 0,05). Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan BTA metode Mikroskopis dengan GeneXpert pada sputum penderita TB Paru di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung yaitu dengan menggunakan uji beda dua mean dependen (Paired Sample). Dari hasil uji beda dua mean dependen (Paired Sample) diperoleh data sebagai berikut : Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Pemeriksaan BTA Metode Mikroskopis dengan GeneXpert pada Penderita TB Paru di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung bulan Mei–Juni 2018

Mikroskopis dengan GeneXpert

Mean

Std Deviation

Std Error

P value

-160

.370

.052

.004

Tabel 4.3 menunjukkan hasil uji beda dua mean dependen (Paired Sample) dimana p = 0,004 (p value < 0,05) yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pemeriksaan BTA metode Mikroskopis dengan GeneXpert pada sputum penderita TB Paru di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk menentukan sensitivitas dan spesifitas dari metode mikroskopis dan GeneXpert dan didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.4 Data Hasil Pemeriksaan dari GeneXpert dengan Mikroskopis Kode

GeneXpert

Mikroskopis

a

30

30

b

7

0

c

0

7

d

13

13

Keterangan : a

: True Positive

b

: False Positive

c

: False Negative

d

: True Negative a

Sensitivitas : [(a+c)] 100 30

Sensitivitas GeneXpert : [(30+0)] 100 = 100% 30

Sensitivitas mikroskopis : [(30+7)] 100 = 81% d

Spesifisitas : [(b+d)] 100 13

Spesifisitas GeneXpert : [(7+13)] 100 = 65% 13

Spesifisitas mikroskopis : [(0+13)] 100 = 100% Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Sensitivitas, Spesifisitas dan Akurasi Metode

Sensitivitas

Spesifisitas

Akurasi

GeneXpert

100%

65%

86%

Mikroskopis

81%

100%

86%

Dari hasil tes diatas didapatkan nilai sensitifitas Mikroskopis adalah 81% dan spesifisitas 100%. Sedangkan pada GeneXpert nilai sensitifitas 100% dan spesifisitas 65%. Hasil diatas menunjukkan bahwa pemeriksaan GeneXpert lebih sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis, hal tersebut dikarenakan metode GeneXpert merupakan

metode deteksi molekuler berbasis nested real-time PCR yang dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis walau jumlah bakteri dalam sputum sedikit. Pemeriksaan mikroskopis lebih spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan GeneXpert, hal ini karena metode mikroskopis dapat mendeteksi adanya Bakteri Tahan Asam (BTA) secara jelas dengan menggunakan mikroskop pewarnaan Ziehl Neelsen yang memberikan latar belakang berwarna biru terang dan basil tampak jelas berwarna merah.

B. Pembahasan 1.

Analisa Univariat Hasil penelitian yang telah dilakukan di laboratorium patologi klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung didapatkan jumlah populasi penderita TB di ruang rawat inap melati berjumlah 75 orang, akan tetapi yang memenuhi persyaratan inklusi dan eksklusi berjumlah 50 orang. Hasil Analisa Univariat menunjukkan bahwa frekuensi hasil pemeriksaan metode Mikroskopis penderita TB Paru terbanyak yaitu negatif sebanyak 20 sampel (40%) diikuti dengan 2+ sebanyak 18 sampel (%), sedangkan 1+ sebanyak 7 sampel (14%) dan yang paling sedikit yaitu 3+ sebanyak 5 sampel (10%) sehingga didapatkan hasil positif sebanyak 30 sampel dan negatif sebanyak 20 sampel. Hasil pemeriksaan metode GeneXpert penderita TB Paru terbesar yaitu MTB Detected Medium sebanyak 17 sampel (34%), diikuti dengan negatif sebanyak 13 sampel (26%), sedangkan untuk MTB Detected Very Low dan Low masing-masing sebanyak 7 sampel (14%) dan yang paling sedikit yaitu MTB Detected High sebanyak 6 sampel (12%) sehingga didapatkan hasil pemeriksaan positif sebanyak 37 sampel dan negatif sebanyak 13 sampel.

Hasil perhitungan sensitivitas dan spesifisitas dari metode mikroskopis dan metode GeneXpert didapatkan nilai sensitifitas Mikroskopis adalah 81% dan spesifisitas 100%. Sedangkan pada GeneXpert nilai sensitifitas 100% dan spesifisitas 65%. Hal ini menunjukkan bahwa pemeriksaan GeneXpert lebih sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis, hal tersebut dikarenakan metode GeneXpert merupakan metode deteksi molekuler berbasis nested real-time PCR yang dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis walau jumlah bakteri dalam sputum sedikit. Pemeriksaan mikroskopis lebih spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan GeneXpert, hal ini karena metode mikroskopis dapat mendeteksi adanya Bakteri Tahan Asam (BTA) secara jelas dengan menggunakan mikroskop pewarnaan Ziehl Neelsen yang memberikan latar belakang berwarna biru terang dan basil tampak jelas berwarna merah. Berdasarkan pengertian dari sensitivitas yaitu ukuran yang mengukur seberapa baik sebuah test skrining mengklasifikasikan orang yang sakit benar-benar sakit, hasil perhitungan sensitivitas dari perbandingan pemeriksaan BTA metode mikroskopis dengan GeneXpert menunjukkan bahwa nilai sensitivitas tertinggi yaitu pemeriksaan GeneXpert. Hal ini dapat dilihat dari jumlah sampel positif yang diperiksa dengan menggunakan metode GeneXpert sebanyak 37 sampel, sedangkan metode mikroskopis berjumlah 30 sampel. Berdasarkan pengertian dari spesifisitas yaitu ukuran yang mengukur seberapa baik sebuah test skrining mengklasifikasikan orang yang tidak sakit sebagai orang yang benarbenar tidak memiliki penyakit, hasil perhitungan spesifisitas dari perbandingan pemeriksaan BTA metode mikroskopis dengan GeneXpert menunjukkan bahwa nilai spesifisitas tertinggi yaitu pemeriksaan mikroskopis. Hal ini dapat dilihat dari jumlah sampel negatif yang diperiksa dengan menggunakan metode mikroskopis sebanyak 20 sampel, sedangkan metode GeneXpert berjumlah 13 sampel.

2.

Analisa Bivariat Sebelum dilakukan uji beda dua mean dependen (Paired Sample) maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas untuk mengetahui distribusi data pemeriksaan BTA metode mikroskopis dengan metode GeneXpert. Hasil uji normalitas didapatkan nilai Skewness ≤2 pada variabel mikroskopis maupun GeneXpert yang menunjukkan bahwa data berdistribusi normal. Hasil uji statistik yang telah dilakukan dengan menggunakan uji beda dua mean dependen (Paired Sample) [ada tabel 4.3. menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pemeriksaan BTA Metode Mikroskopis dengan GeneXpert, dengan p-value 0,004 (p < 0,05). Alat mikroskop sendiri dapat dengan spesifik mendeteksi adanya BTA dengan hasil merah dan latar belakang berwarna biru terang pada pengecatan Ziehl Neelsen. Sedangkan lain halnya dengan alat GeneXpert yang merupakan metode deteksi molekuler berbasis Nested Real-Time PCR yang dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis walau jumlah bakteri dalam sputum sedikit. Perbedaan dapat terlihat juga dari alat GeneXpert yang tidak hanya dapat mendeteksi adanya Mycobacterium tuberculosis tetapi juga mendeteksi adanya mutasi gen rpoB atau mendeteksi adanya resistensi terhadap rifampisin (TB-MDR). Pemeriksaan TB Paru dilakukan dengan menggunakan beberapa metode seperti mikroskopis dan GeneXpert yang masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan seperti yang tertera pada tabel 2.1, setelah dilakukan pemeriksaan dengan sampel yang sama antara metode mikroskopis dengan GeneXpert didapatkan hasil sensitivitas dan spesifisitas pada tabel 4.5. yang menunjukkan adanya perbedaan hasil sensitivitas dan spesifisitas.

Hal ini sejalan dengan penelitian Eka Kurniawan dkk (2016) yang melakukan pemeriksaan dengan metode GeneXpert pada 40 sampel pasien TB Paru BTA Negatif dan didapatkan hasil nilai sensitivitas 83.33%, spesifisitas 95.46%, nilai prediksi positif 93.75%, nilai prediksi negatif 87.5% dan akurasi 90%.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang Perbandingan Hasil Pemeriksaan BTA Metode Mikroskopis dengan GeneXpert dari Sputum Penderita TB Paru di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dapat disimpulkan bahwa: 1. Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dari sputum penderita TB dengan metode Mikroskopis yang terdeteksi negatif sebanyak 20 sampel (40%), pemeriksaan yang terdeteksi 1+ sebanyak 7 sampel (14%), pemeriksaan yang terdeteksi 2+ sebanyak 18 sampel (36%), pemeriksaan yang terdeteksi 3+ sebanyak 5 sampel (10%). 2. Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dari sputum penderita TB dengan metode GeneXpert yang teridentifikasi sebagai MTB Not Detected sebanyak 13 sampel (26%), pemeriksaan yang teridentifikasi sebagai MTB Detected Very Low sebanyak 7 sampel (14%), pemeriksaan yang teridentifikasi sebagai MTB Detected Low sebanyak 7 sampel (14%), pemeriksaan yang

teridentifikasi sebagai MTB Detected Medium sebanyak 17 sampel (34%) dan pemeriksaan yang teridentifikasi sebagai MTB Detected High sebanyak 6 sampel (12%). 3. Uji Analisis Perbandingan metode Mikroskopis dengan GeneXpert dengan statistik Uji beda dua mean dependent (Paired Sample) memberikan hasil dengan p-value = 0,004 (p-value < 0,05) yang artinya Hi diterima, hal ini bermakna terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pemeriksaan BTA metode mikroskopis dengan GeneXpert dari sputum penderita TB di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. 4. Hasil Perhitungan Hasil perhitungan sensitivitas dan spesifisitas dari metode mikroskopis dan metode GeneXpert didapatkan nilai sensitifitas Mikroskopis adalah 81% dan spesifisitas 100%. Sedangkan pada GeneXpert nilai sensitifitas 100% dan spesifisitas 65%. B. Saran 1. Pemeriksaan penunjang diagnostik TB untuk pasien baru tetap dilakukan dengan pemeriksaan 55 Mikroskopis. Hal ini sesuai dengan rekomendasi WHO yang menjelaskan bahwa pemeriksaan

mikroskopis merupakan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis TB Paru. 2. Pemeriksaan metode Mikroskopis dan GeneXpert sebaiknya dilakukan bersama-sama untuk memantau keberhasilan pengobatan.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Bab I.docx
November 2019 21
Kp4 Cpns Punya Rima Fix.doc
November 2019 14
Skripsi.docx
November 2019 10