BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Profesi akuntan Indonesia di abad ke-21 menghadapi tantangan yang semakin berat, diantaranya ada tiga tantangan antara lain : pertama, WTO/GATT/GATS yang tidak hanya merundingkan masalah perdagangan komoditi riil, namun juga sektor jasa. Adapun tujuan dan semangat hasil perundingan tersebut adalah pada akhirnya semua jenis jasa dibuka bagi perdagangan dunia dengan tingkat liberalisasi 100%. Kedua, akan diberlakukannya perdagangan bebas diantara negara-negara di kawasan Asia-Pasifik dalam rangka kerjasama ekonomi APEC (Asia Pasific Economic Coorporation) pada tahun 2010 bagi negara maju dan pada tahun 2020 bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Ketiga, diberlakukannya perdagangan bebas diantara negara-negara di kawasan ASEAN, yaitu AFTA (Asean Free Trade Area). Di dalam negeri sendiri paradigma peran profesi akuntan Indonesia berkaitan dengan otonomi daerah dan Good Coorporate Governance. Kemajuan
ekonomi mendorong munculnya pelaku bisnis baru sehingga
menimbulkan persaingan bisnis yang cukup tajam. Semua usaha bisnis tersebut berusaha untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun terkadang untuk mencapai tujuan itu, segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun pelaku bisnis harus melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral dan etika bisnis itu sendiri, termasuk profesi akuntansi. Untuk mengantisipasi hal itu, maka profesionalisme suatu profesi harus dimiliki oleh setiap anggota profesi, yaitu berkeahlian, berpengetahuan, dan berkarakter.
Karakter
menunjukkan
personalitas
seorang
profesionalisme
yang 1
diwujudkan dalam sikap profesional dan tindakan etisnya (Machfoedz dalam Winarna dan Retnowati, 2004). Di Indonesia, etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Disamping itu, profesi akuntansi mendapat sorotan yang cukup tajam dari masyarakat. Hal ini seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan, baik akuntan publik, akuntan intern perusahaan maupun akuntan pemerintah. Dalam menjalankan aktifitasnya seorang akuntan dituntut untuk selalu menngkatkan profesionalismenya, begitu juga pada karyawan suatu perusahaan. Untuk mendukung profesionalisme akuntan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan suatu standar profesi yang memuat seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesional yaitu kode etik ikatan akuntan Indonesia yang mengatur tentang norma perilaku hubungan antara akuntan dengan para klien, antara akuntan dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Alasan yang mendasari diperlukannya kode etik sebagai standar perilaku profesional tertinggi pada profesi akuntan adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi akuntan terlepas dari yang dilakukan perorangan. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa profesional akuntan akan meningkat jika profesi menunjukkan standar yang tinggi dan memenuhi semua kebutuhan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka akuntan sebagai suatu profesi harus menunjukkan sikap professional dalam melakukan pekerjaan. Aranya dkk (1981) berpendapat bahwa profesi akuntan berbeda dengan profesi lainnya. Profesi akuntan
2
melakukan praktek publik yang diharapkan dapat memberikan jasanya kepada pihak ketiga disamping pihak klien yang menginginkannya. Bersamaan dengan profesional lainnya di bidang bisnis, dalam praktik akuntansi jumlah kaum perempuan yang memasuki profesi sebagai akuntan publik telah meningkat secara drastis (Trapp et al., dalam Murtanto dan Marini, 2003). Sejarah perkembangan perempuan di bidang akuntansi merefleksikan suatu perjuangan yang panjang untuk mengatasi penghalang dan batasan yang diciptakan oleh struktur sosial yang kaku, diskriminasi, pembedaaan gender, perbedaan level hierarkis (senior dan junior), ketidakpastian konsep, dan konflik antara rumah tangga dan karir (Reid et al., dalam Murtanto dan Marini, 2003). Lama pengalaman kerja (Years Of Job Experience). Widiastuti (2003) yang membagi level hierarkis auditor (akuntan publik) menjadi dua yaitu termasuk kategori senior apabila telah bekerja lebih dari dua tahun dan yunior di bawah dua tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi secara signifikan terhadap kode etik akuntan Indonesia diantara auditor senior dan auditor yunior. Perilaku etis antara auditor senior dan auditor yunior akan dipengaruhi oleh lama pengalaman kerja yang mana selama bekerja sebagai seorang auditor dihadapkan dengan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan perilaku etis (Prasetyo, 2004). Pentingnya etika dalam dunia bisnis memberikan sinyalemen kepada organisasi pendidikan dan profesi untuk mengintegrasikan etika ke dalam kurikulum pendidikan bisnis dan Akuntansi. Treadway commission dalam Loeb and Rockness (1992) menyebutkan dalam laporannya bahwa pengintegrasian etika ke dalam pendidikan
3
Akuntansi pada universitas masih dalam taraf
minimum, dan merekomendasikan
peningkatan program etika dalam pendidikan akuntansi . Orientasi professional pada dasarnya berkaitan dengan level organisasi (Sorensen, 1974). Berbagai penelitian mempertanyakan apakah ada nilai-nilai professional yang berbeda antara berbagai posisi organisasional, misalnya antara partner dan staf akuntan. Studi yang dilakukan oleh Sorensen (1974) menunjukkan bahwa meningkatnya orientasi birokrasi dan berkurangnya orientasi professional berada pada posisi rendah ke posisi tinggi, misalnya dari yunior ke senior akuntan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : “ Persepsi Akuntan, Mahasiswa Akuntansi, dan Karyawan Bagian Akuntansi Dipandang Dari Segi Level Hierarkis Terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi ”.
I.2 Perumusan Masalah Penelitian mengenai etika bisnis dan etika profesi akuntan ini dilakukan karena aktivitas profesi akuntan tidak terlepas dari aktivitas bisnis yang menuntut mereka untuk bekerja secara profesional sehingga selain harus memahami dan menerapkan etika profesi, mereka harus memahami dan menerapkan etika dalam bisnis. Penelitian ini juga dilakukan terhadap mahasiswa akuntansi karena mereka adalah calon akuntan yang seharusnya dibekali terlebih dulu pengetahuan mengenai etika sehingga setelah lulus nanti mereka bisa bekerja secara profesional berdasar etika profesi dan dapat menerapkan etika dalam lingkungan bisnis. Penelitian ini mengkhususkan untuk menyoroti masalah perbedaan level hierarkis yaitu perbedaan dari segi umur (senior dengan junior)
4
Berdasar uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah berikut ini: 11. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi level hierarkis terhadap etika bisnis? 22. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari level hierarkis terhadap etika profesi?
1.3 Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini daerah survey dan penyebarannya dilakukan di wilayah Sumatera Barat, namun untuk lebih terarahnya permasalahan yang dikemukakan dalam tulisan ini, maka peneliti membatasi area survey pada perguruan tinggi, kantor akuntan dan perusahaan yang ada di kawasan Kota Padang saja.
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa akuntansi, karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi level hierarkis terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan.
Manfaat Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah berikut ini. 11. Memberikan pengetahuan empiris mengenai perbandingan antara persepsi etis etika bisnis dan etika profesi pada akuntan senior, mahasiswa akuntansi senior, dan karyawan
5
bagian akuntansi senior dengan akuntan junior, mahasiswa junior, dan karyawan bagian akuntansi junior. 22.
Bagi penulis, agar dapat lebih memahami dan memperluas pengetahuan yang
berkaitan etika bisnis dan etika profesi 3. Bagi peneliti selanjutnya, Sebagai referensi agar mengadakan kajian lebih luas tentang bahasan ini.
3I.5 Sistematika Penulisan 1Agar memperoleh gambaran yang jelas dan sistematik maka laporan disajikan bab demi bab, sebagai berikut : Bab pertama, pendahuluan yang akan menyajikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab kedua, landasan teoritis yang berisi tentang gambaran umum tentang persepsi, etika, etika bisnis dan etika profesi, penjelasan mengenai level hierarkis, serta penjelasan mengenai etika profesi akuntan. Sub bab pertama membahas tentang persepsi. Sub bab kedua berisi tentang pengertian etika dan pembagian etika. Sub bab ketiga membahas mengenai etika bisnis. Sub bab keempat berisikan tentang etika profesi dan etika profesi akuntan yaitu yang terdapat di dalam kode etik akuntan Indonesia. Sub bab ke lima membahas tentang pengertian level hierarakis (senior dan junior) serta hirarki Akuntan. Sub bab ke enam menguraikan tentang hierarki akuntan, mahasiswa akuntansi serta karyawan bagian akuntansi. Sub bab ketujuh berisikan tentang pengembangan hipotesis, dan hipotesis penelitian.
6
Bab ketiga, menguraikan tentang metode penelitian dari sampel penelitian dan sumber data, teknik pengumpulan sampel, definisi operasional variabel, pengujian data, pengujian hipotesis. Bab keempat, merupakan hasil penelitian yang meliputi demografi responden, statistik deskriptif, uji validitas dan uji reabilitas, uji asumsi klasik analisis data, serta analisis pengujian hipotesis. Bab kelima, menguraikan tentang kesimpulan, keterbatasan penelitian serta saran.
7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Tentang Persepsi Persepsi merupakan proses untuk memahami lingkungannya meliputi objek, orang, dan simbol atau tanda yang melibatkan proses kognitif (pengenalan). Proses kognitif adalah proses dimana individu memberikan arti melalui penafsirannya terhadap rangsangan (stimulus) yang muncul dari objek, orang, dan simbol tertentu. Dengan kata lain, persepsi mencakup penerimaan, pengorganisasian, dan penafsiran stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap. Hal ini terjadi karena persepsi melibatkan penafsiran individu pada objek tertentu, maka masing-masing objek akan memiliki persepsi yang berbeda walaupun melihat objek yang sama (Gibson, 1996: 134). Sedangkan pengertian persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: “ tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang lingkungan melalui panca indera ”. Menurut Walgito (1997: 53) agar individu dapat menyadari dan dapat membuat persepsi, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu berikut ini: a. Adanya objek yang dipersepsikan (fisik). b. Adanya alat indera/reseptor untuk menerima stimulus (fisiologis). c. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama dalam mengadakan persepsi (psikologis).
8
Dari definisi di atas maka pengertian persepsi dalam penelitian ini adalah merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dengan kata lain, persepsi adalah memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuly) (Rakhmat, 1993: 51).
2.2
Pengertian Etika dan Pembagian Etika Pengertian etika, dalam bahasa latin "ethica", berarti falsafah moral. Ia
merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, susila serta agama. Sedangkan menurut Keraf (1997: 10), “ etika secara harfiah berasal dari kata Yunani ethos (jamaknya: ta etha), yang artinya sama persis dengan moralitas, yaitu adat kebiasaan yang baik “. Istilah etika jika dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998), memiliki tiga arti, yang salah satunya adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Di Indonesia etika diterjemahkan menjadi kesusilaan karena sila berarti dasar, kaidah atau aturan, sedangkan su berarti baik, dan bagus. Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai "the discipline which can act as the performance index or reference for our control system". Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian diwujud
9
dalam bentuk aturan atau kode tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada, dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial atau profesi itu sendiri. Dalam banyak hal pembahasan mengenai etika tidak telepas dari pembahasan mengenai moral. Soseno (1987) mengungkapkan bahwa etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Menurut Thodorus M Tuanakotta (1997) menyatakan bahwa etik meliputi sifat-sifat manusia yang ideal atau disiplin atas diri sendiri diatas atau melebihi persyaratan atau kewajiban menurut undang-undang. Sedangkan S.Munawir (1987), etik merupakan suatu prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindak seseorang sehingga apa yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat umum sebagai perbuatan yang terpuji dan meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang. Etik yang disepakati bersama oleh anggota suatu profesi disebut kode etik profesi. Menurut Keraf dan Imam (1995:41-43), etika dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut. 1. Etika umum Etika umum berkaitan dengan bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak, serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika
10
umum dapat dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori. 2. Etika khusus Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Etika khusus dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Etika individual, menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. b. Etika sosial, berkaitan dengan kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia dengan manusia lainnya salah satu bagian dari etika sosial adalah etika profesi, termasuk etika profesi akuntan. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan seperangkat aturan/ norma/ pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan dan dianut oleh sekelompok/ segolongan manusia/ masyarakat/ profesi.
2.3
Persepsi Terhadap Etika Bisnis Kemajuan ekonomi suatu Negara memacu perkembangan bisnis dan mendorong
munculnya pelaku bisnis. Hampir semua usaha bisnis bertujuan untuk memperoleh keuntungan
yang
sebesar
besarnya
(profit-making)
agar
dapat
meningkatkan
kesejahteraan pelaku bisnis dan memperluas jaringan usahanya. Namun terkadang untuk mencapai semua tujuan itu segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun pelaku bisnis
11
harus melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral dan etika dari bisnis itu sendiri. Etika bisnis menyangkut kepatuhan perilaku semua pihak yang terkait langsung atau tidak langsung dengan kegiatan suatu perusahaan. Etika bisnis sangat diperlukan untuk menjamin kelangsungan dan meraih sukses bisnis tersebut dalam jangka panjang. Dari segi makro ekonomi, kepatuhan atau penerapan etika bisnis akan menghindari distorsi mekanisme pasar. Praktek bisnis yang tidak mematuhi etika akan menimbulkan distorsi sistem dan mekanisme pasar dan dengan demikian akan mengakibatkan alokasi sumber-sumber secara tidak efisien. Dari segi mikro, akan membangun kepercayaan semua pemangku kepentingan (stakeholders). Perusahaan yang tidak mengindahkan etika bisnis akan kehilangan kepercayaan (trust) masyarakat, dan dengan demikian akan kehilangan konsumen atau pelanggan sehingga lama kelamaan akan tutup. Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis apabila ditunjang oleh sistem politik ekonomi yang kondusif , yang berarti untuk menciptakan bisnis sebagai sebuah profesi yang etis maka dibutuhakan prinsip-prinsip etis untuk berbisnis yang baik dan merupakan suatu aturan hukum yang mengatur kegiatan bisnis semua pihak secara fair dan baik disertai dengan sebuah system pemerintahan yang adil dan efektif dalam menegakkan aturan bisnis tersebut. Menurut muslich (1998, hal 4), mendefenisikan bahwa etika bisnis sebagai pengetahuan mengenai tata cara yang ideal dalam pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara ekonomi/sosial, dimana penetapan norma dan moralitas ini dapat menunjang maksud dan tujuan dunia bisnis.
12
Menurut Keraf dan Imam (1995:70-77) terdapat beberapa prinsip dalam etika bisnis yang meliputi : a. Prinsip otonomi. Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan
kesadarannya
sendiri
tentang
apa
yang
dianggapnya baik untuk dilakukan. Dalam prinsip otonomi ini terkait dua aspek yaitu aspek kebebasan dan aspek tanggung jawab. b. Prinsip kejujuran. Aspek kejujuran dalam bisnis meliputi: 1.
Kejujuran
terwujud
dalam
pemenuhan
sayart-syarat
perjanjian dan kontrak. 2. Kejujuran juga menemukan wujudnya dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu yang baik. 3.
Kejujuran menyangkut hubungan kerja dalam perusahaan. Prinsip kejujuran ini sangatlah berkaitan dengan aspek kepercayaan. Kepercayaan ini merupakan modal dasar yang akan mengalirkan keuntungan yang besar di masa depan.
c. Prinsip tidak berbuat jahat dan prinsip berbuat baik. Prinsip ini memiliki dua bentuk yaitu prinsip berbuat baik menuntut agar secara aktif dan maksimal kita semua berbuat hal yang baik bagi orang lain dan dalam bentuk yang minimal dan pasif, menuntut agar kita tidak berbuat jahat kepada orang lain.
13
d. Prinsip keadilan. Prinsip ini menuntut agar kita memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya.
Hak orang lain perlu dihargai dan jangan
sampai dilanggar. e. Prinsip hormat pada diri sendiri. Sebenarnya dalam arti tertentu prinsip ini sudah tercakup dalam prinsip pertama dan prinsip kedua diatas. Prinsip ini sengaja dirumuskan secara khusus untuk menunjukkan bahwa setiap individu itu mempunyai kewajiban moral yang sama bobotnya untuk menghargai diri sendiri. Menurut bertens (2000), etika bisnis dapat dijalankan pada tiga taraf, yaitu : 1. Taraf makro Yaitu taraf dimana etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari system ekonomi sebagai keseluruhan 2. Taraf meso Disebut juga taraf madya atau menengah yang merupakan tingkat dimana etika bisnis menyelidiki masalah-masalah etis di bidang organisasi 3. Taraf mikro Pada taraf ini yang difokuskan ialah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau bisnis.
14
2.4
Persepsi Terhadap Etika Profesi Masalah etika profesi merupakan suatu isu yang selalu menarik untuk riset karena
profesi memiliki komitmen moral yang tinggi. Para pelaku bisnis ini diharapkan mempunyai integritas dan kompetensi yang tinggi. Berbagai pelanggaran etika telah banyak terjadi saat ini yang dilakukan oleh akuntan ataupun karyawan bagian akuntansi, misalnya berupa rekayasa data akuntansi untuk menunjukkan kinerja perusahaan agar terlihat lebih baik, ini merupakan pelanggaran akuntan terhadap etika profesinya yang telah melanggar kode etik akuntan karena akuntan telah memiliki seperangkat kode etik tersendiri yang disebut sebagai aturan tingkah laku moral bagi akuntan dalam masyarakat. Selain kaidah etika masyarakat juga terdapat dengan apa yang disebut dengan kaidah profesional yang khusus berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan. Etka tersebut dinyatakan secara tertulis atau formal dan selanjutnya secara consensus disebut dengan kode etik. Sifat sanksinya berupa moral psikologik, yaitu dikucilkan dari pergaulan kelompok profesi yang bersangkutan ( Desriani, 1993). Dalam hal etika profesi, sebuah profesi memiliki komitmen moral yang tinggi, yang biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi yang
bersangkutan.
Aturan
ini
merupakan
aturan
main
dalam
menjalankan atau mengemban profesi tersebiut yang biasanya disebut sebagai kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi. Menurut Chua dkk (1994) menyatakan bahwa etika professional juga
15
berkaitan dengan perilaku moral yang lebih terbatas pada kekhasan pola etika yang diharapkan untuk profesi tertentu. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesional (Agoes, 1996). Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsiaAkuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap etika profesi adalah akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa akunatansi (Suhardjo dan Mardiasmo, 2002). Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakannya dengan profesi lain yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya. Kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi tersebut dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat "built-in mechanism" berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan disisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan keahlian (Wigjosoebroto, 1999). Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah
16
profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak lagi adanya kepedulian maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia Dalam menjalankan profesinya, seorang akuntan diatur oleh kode etik akuntan. Kode etik ikatan akuntan Indonesia merupakan norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan para klien, antara akuntan dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Keberadaan kode etik menyatakan secara eksplisit beberapa kriteria tingkah laku yang harus ditaati oleh profesi. Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia, Kode Etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru tersebut terdiri dari empat bagian (Prosiding kongres VIII, 1998), yaitu: 1. Kode Etik Umum.
17
Terdiri dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota, yang meliputi: a. prinsip tanggung jawab profesi Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. b. prinsip kepentingan publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. c. prinsip integritas intergritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan patokan bagi anggota dalam menguji semua kebutuhan yang diambil. d. prinsip objektivitas objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai yang diberikan atas jasa anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. e. prinsip kompetensi dan kehati-hatian profesional
18
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesionalnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi sehingga kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkat profesionalisme yang tinggi. f. prinsip kerahasiaan setiap anggota haus menghormati kerahasiaan informasi yang diperolej selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. g. prinsip perilaku profesional setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. h. prinsip standar teknis. Standar teknis yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountant, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan. 2. Kode Etik Aturan Kompartemen Akuntan. Kode Etik Akuntan Kompartemen disahkan oleh Rapat Anggota Kompartemen dan mengikat selurus anggota Kompartemen yang bersangkutan. Sebelum tahun 1998, IAI hanya memiliki kode etik yang mengikat seluruh anggotanya. Aturan-
19
aturan yang berlaku dalam kode etik dirumuskan dan disahkan dalam kongres IAI yang melibatkan seluruh anggota IAI tanpa melihat keanggotaan kompartemen anggota yang bersangkutan. Akan tetapi setelah tahun 1998, seluruh kompartemen IAI telah memiliki aturan etika masing-masing. Dengan demikian, kode etik IAI memeliki empat aturan etika kompartemen, yaitu aturan etika kompartemen Akuntan Publik (KAP), Kompartemen Akuntan Pendidik (KAPd), Kompartemen Akuntan Manajemen (KAM), kompartemen Akuntan Sektor Publik (KASP).
3. Interpretasi Kode Etik Akuntan Kompartemen. Interpretasi Kode Etik Akuntan Kompartemen merupakan panduan penerapan Kode Etik Akuntan Kompartemen. Interpretasi aturan etika ini adalah interpretasi yang dikeluarkan oleh pengurus kompartemen setelah memperhatikan tanggapan dari anggota dan pihak-pihak berkepentingan lainnya sebagai panduan dalam penerapan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya
4. Tanya jawab. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat itu dapat dipakai sebagai interpretasi dan atau aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk mengantikannya. Tanya jawab memberikan penjelasan atas setiap pertanyaan dari anggota kompartemen tentang aturan etika beserta interpretasinya.
20
Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang– kurangnya enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik – IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik – IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Hal ini tercermin di dalam rumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2, yang berbunyi: “Setiap anggota harus selalu mempertahankan integritas dan obyektifitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak jujur, tegas dan tanpa pretensi. Dengan mempertahankan obyektifitas, ia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan/permintaan pihak tertentu/ kepentingan pribadinya “. Kode Etik Akuntan Indonesia ini mengikat para anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Ada dua sasaran pokok dari kode etik ini, yaitu: pertama, kode etik ini bermaksud untuk melindungi masysrakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dari kaum profesional. Kedua, kode etik ini bertujuan untuk melindungi keluhuran profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya professional (Keraf, 1998).
2.5 Tinjauan Tentang Level Hierarkis Salah satu hal yang mempengaruhi seseorang berperilaku etis adalah lingkungan, yang salah satunya adalah lingkungan kerja yang bersifat hirarki, yang membedakan yang
21
telah lebih dulu atau yang lebih lama pengalaman kerjanya yang biasa disebut dengan senior dengan karyawan yang baru atau masih baru di suatu lingkungan kerja yang biasa disebut dengan junior. Kata level berasal dari bahasa latin yaitu ‘livel’ yang berarti nilai dalam arti taksiran sesuatu, angka kepandaian, banyak sedikitnya. Sedangkan hierarkis dapat diartikan dengan susunan pemerintahan, organisasi yang dilakukan orang yang bertingkat pangkat dan kedudukannya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa level hierarkis merupakan suatu kedudukan yang melambangkan suatu tingakatan atau angka. Konsep level hierarkis pada penelitian ini lebih mengacu kepada tingkatan umur atau pengalaman seseorang yang lebih sering dikenal dengan senior dan junior. Kata senior dan junior berasal dari bahasa latin yang berarti angkatan atau golongan. Senior merupakan golongan yang lebih tua sedangkan junior merupakan golongan atau angkatan yang lebih muda. Konvensi atau definisi tradisional kuno menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan senior adalah orang yg lebih tua dalam segi usia (dan dengan demikian dianggap banyak pengalaman dan lebih bijak). Namun bukan berarti yang lebih senior lebih bijak dalam melakukan berbagai hal. Intinya yang dihargai dari seorang senior adalah sikapnya yang bijak bukan kesenioran itu sendiri. Dengan kata lain, siapapun yang bersikap bijaksana, kreatif dan memiliki visi ke depan lebih maju, baik itu yunior atau senior bahkan anak kecil sekalipun, seharusnya mendapat tanggapan yang sewajarnya di bidang dimana dia lebih mampu dari yang lebih tua angkatannya.
22
2.6 Hierarki Akuntan, Mahasiswa, dan Karyawan Terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi Perilaku etis antara auditor senior dan auditor yunior akan dipengaruhi oleh lama pengalaman kerja yang mana selama bekerja sebagai seorang auditor dihadapkan dengan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan perilaku etis (Prasetyo, 2004). Lama pengalaman kerja adalah jangka waktu (tahun) seorang auditor bekerja. Lama pengalaman kerja dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu mereka yang telah bekerja lebih dari lima tahun dikategorikan sebagai auditor senior dan mereka yang bekerja di bawah lima tahun sebagai auditor junior. Pembagian ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Budiyanti (dalam Widiastuti, 2003). Orientasi professional pada dasarnya berkaitan dengan level organisasi (Sorensen, 1974). Berbagai penelitian mempertanyakan apakah ada nilai-nilai profesional yang berbeda antara berbagai posisi organisasional, misalnya antara partner dan staf akuntan. Studi yang dilakukan oleh Sorensen (1974) menunjukkan bahwa meningkatnya orisentasi birokrasi dan berkurangnya orientasi profesional berada pada posisi rendah ke posisi tinggi, misalnya junior ke senior akuntan, ia berpendapat bahwa nilai-nilai profesioal atau komitmen professional didefinisikan sebagai : a) keinginan yang kuat untuk menjadi bagian dari profesi; dan b) berkeinginan yang kuat untuk menjadi anggota profesi. Dengan demikian partner akhirnya merasa lebih memiliki dibandingkan stafnya. Sedangkan Aranya dkk (1981) berpendapat bahwa staf akuntan yang berada pada tingkat
23
bawah merasa bahwa dalam tahap transisional karena berkaitan dengan karier maka nilai profesional perlu untuk ditingkatkan. Pada perusahaan manapun pasti terdiri dari karyawan senior dan karyawan junior. Tentu saja yang dimaksud karyawan senior adalah karyawan yang memiliki masa kerja cukup lama di suatu perusahaan. Biasanya karyawan senior juga memiliki pengalaman yang lebih tinggi dan mampu menghandle pekerjaan-pekerjaan sulit. sebaliknya karyawan junior adalah karyawan yang masa kerjanya masih pendek. Karyawan baru ditambah usianya yang masih muda, tergolong karyawan yunior. Selama ini mereka yang senior di kantor dianggap memiliki jam terbang yang lebih tinggi dibanding
yang junior. Selain itu mereka memiliki keunggulan pengalaman dalam
menangani masalah-masalah rutin di perusahaan. Dan senior biasanya juga dianggap lebih memahami gaya atau aturan tak tertulis di perusahaan. Dari uraian di atas, maka sudah seharusnya calon akuntan (mahasiswa) perlu diberi pemahaman yang cukup terhadap masalah-masalah etika bisnis dan etika profesi yang akan mereka hadapi. Terdapatnya mata kuliah yang berisi ajaran moral dan etika sangat relevan untuk disampaikan kepada mahasiswa. Dalam hal ini berarti keberadaaan pendididikan etika memiliki peranan penting dalam perkembangan profesi di bidang akuntansi di Indonesia.
2.7 Pengembangan Hipotesis Penelitian ini merupakan pengembangan dan kolaborasi dari beberapa penelitian sebelumnya, Ludigdo (1999) dan Murtanto dan Marini (2003) serta Indiana Farid Martadi
24
dan Sri Suranta (2006). Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya adalah : Ludigdo (1999) yang mengadakan penelitian tentang pengaruh gender terhadap etika bisnis antara akuntan dan mahasiswa akuntansi. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan baik dari akuntan maupun mahasiswa akuntansi. Penelitian ini menambah satu variabel yaitu etika profesi serta menambah jumlah responden yaitu karyawan bagian akuntansi. Pada penelitian Murtanto dan Marini (2003) menguji perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa dari gender terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan, Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan. Demikian juga untuk mahasiswa dan mahasiswi tidak ada perbedaan yang signifikan untuk etika profesi akuntan. Namun, untuk etika bisnis ada perbedaaan persepsi antara mahasiswa dan mahasiswi. Sedang penelitian ini menambah satu kelompok sampel, yaitu karyawan bagian akuntansi, dalam hal ini termasuk akuntan intern perusahaan. Pada penelitian Sri suranta dan Indiana (2006) menguji perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi gender terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan. Hasil penelitian ini yaitu tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dengan akuntan wanita, mahasiswi akuntansi, dan karyawati bagian akuntansi terhadap etika bisnis serta tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria dan mahasiswa akuntansi dengan akuntan wanita dan mahasiswi Akuntansi terhadap etika profesi. Sedangkan untuk sampel karyawan bagian akuntasi terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara karyawan bagian akuntansi pria dengan
25
karyawan bagian akuntansi wanita terhadap etika profesi. Bedanya dengan penelitian ini variable gender diganti dengan level hierarkis (senior dan junior). Serta mengganti area survei di luar wilayah Surakarta yaitu di daerah Sumatra Barat tepatnya di wilayah kota Padang. Berdasarkan hasil berbagai peneliti di atas, maka penulis tertarik untuk menguji perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi
level hierarkis terhadap etika bisnis dan profesi. Berdasarkan
berbagai penelitian diatas dirumuskan hipotesis alternatif sebagai berikut :
H1: Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara senior dengan junior pada akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika bisnis. H2: Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara senior dengan junior pada akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika profesi.
26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Sampel
dalam penelitian ini adalah akuntan, mahasiswa akuntansi, dan
karyawan bagian akuntansi di wilayah kota Padang. Sampel akuntan dalam penelitian ini adalah akuntan pendidik, akuntan publik, dan akuntan pemerintah yang ada di wilayah kota Padang. Populasi untuk sampel akuntan pendidik adalah akuntan pendidik (dosen) tetap, baik di perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta yang membuka jurusan akuntansi di wilayah kota Padang, dengan masa kerja minimal 1 (satu) tahun. Sampel akuntan publik adalah akuntan publik yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) dan memiliki pengalaman mengaudit minimal selama 1 (satu) tahun. Populasi untuk akuntan publik adalah Kantor Akuntan Publik yang ada di Wilayah Padang, yang terdaftar di Ikatan Akuntan Indonesia.
27
Sampel mahasiswa akuntansi dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi yang telah menempuh atau sedang menempuh mata kuliah pengantar bisnis dengan populasi pada perguruan tinggi baik negeri ataupun swasta yang membuka jurusan akuntansi di wilayah kota Padang. Pada sampel karyawan bagian akuntansi adalah karyawan bagian akuntansi yang bekerja pada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Padang. Populasi perusahaan itu terdiri dari perusahaan jasa, perusahaan manufaktur, maupun perusahaan dagang, dan telah memiliki masa kerja minimal 2 (dua) tahun. Jumlah sampel minimum yang akan diteliti untuk masing-masing kelompok responden adalah 30 orang, hal ini sesuai dengan rules of thumb yang dikemukakan oleh Roscoe dalam Sekaran (2000).
3.2 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan sampel (sampling) dilakukan dengan menggunakan dengan metode purposive sampling. Alasan pengambilan sampel dengan metode purposive sampling karena peneliti hanya akan memilih sampel yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya etika bisnis dan etika profesi sehingga mereka dapat memberikan jawaban yang dapat mendukung jalannya penelitian ini. Penelitian ini menggunakan teknik kuesioner dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan. Teknik kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan yang terdiri dari kasus-kasus praktik etika bisnis dan etika profesi kepada responden. Kasus-kasus yang digunakan peneliti adalah daftar yang bersifat
28
tertutup karena telah disediakan alternatif jawaban yang mungkin dipilih sehingga responden merasa mudah dalam mengisi kuesioner. . Kedua untuk akuntan pendidik, peneliti mendistribusikan kuesioner secara langsung kepada akuntan pendidik yang bersangkutan, dan sebagian dititipkan kepada Ketua Jurusan akuntansi perguruan tinggi yang bersangkutan untuk didistribusikan pada akuntan pendidik di lingkungan pergururan tinggi yang bersangkutan. Pertama, untuk akuntan publik, peneliti mendistribusikan kuesioner secara langsung kepada Bagian resepsionis KAP yang bersangkutan untuk didistribusikan pada akuntan yang bekerja pada KAP yang bersangkutan, kemudian peneliti mengambil kuesioner tersebut setelah jangka waktu tertentu. Kedua untuk mahasiswa akuntansi, peneliti mendistribusikan kuesioner
kepada mahasiswa yang bersangkutan secara
langsung ke universitas masing-masing untuk mengisi kuesioner , dan sebagian dititipkan pada ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan akuntansi perguruan tinggi yang bersangkutan untuk didistribusikan pada mahasiswa akuntansi di lingkungan perguruan tinggi masingmasing Untuk karyawan bagian akuntansi, peneliti mendistribusikan secara langsung dan sebagian menitipkan kuesioner di bagian personalia setiap instansi dan membuat kesepakatan dengan instansi tersebut tentang waktu pengambilan kuesioner.
3.3 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama dari kuesioner ini berisi pertanyaan mengenai identitas responden yang menanyakan mengenai nama, jenis kelamin, status. Mahasiswa juga
29
ditanya tentang semester dan tingkat mahasiswa saat ini, untuk akuntan dan karyawan bagian akuntansi juga ditanyakan mengenai lama bekerja di instansi tersebut, serta khusus untuk karyawan bagian akuntansi ditanyakan pula mengenai apakah laporan keuangan perusahaan tempat responden bekerja telah diaudit. Bagian kedua dari kuesioner berisi pernyataan mengenai persepsi responden mengenai kasus-kasus praktek etika bisnis serta pernyataan mengenai persepsi responden mengenai delapan prinsip kode etik IAI. Pernyataan-pernyataan ini bersifat tertutup karena peneliti telah menyediakan alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh responden. Alternatif jawaban tersebut dikembangkan dengan menggunakan skala likert yang berupa jawaban sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), netral (3), setuju (4), sangat setuju (5).
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Dalam penelitian ini yang menjadi variabel nya adalah Level hierarkis, etika bisnis dan etika profesi. Konsep level hierarkis pada penelitian ini lebih mengacu kepada tingkatan umur atau pengalaman seseorang yang lebih sering dikenal dengan senior dan junior. Lama pengalaman kerja adalah jangka waktu (tahun) seorang auditor bekerja. Lama pengalaman kerja dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu mereka yang telah bekerja lebih dari lima (5) tahun dikategorikan sebagai auditor senior dan mereka yang bekerja di bawah lima tahun sebagai auditor junior. Demikian juga dengan karyawan yang telah bekerja lebih dari lima (5) tahun digolongkan sebagai karyawan senior dan karyawan yang bekerja dibawah lima tahun termasuk kepada karyawan junior. Pada sampel mahasiswa akuntansi, mahasiswa senior adalah mahasiswa yang telah menjalani
30
kuliah lebih dari empat (4) semester, dan mahasiswa junior merupakan mahasiswa yang menjalani kuliah dibawah empat semester. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang terdiri dari 2 bagian. Tingkatan level hierarkis pada penelitian ini diukur pada bagian pertama dari kuesioner ini berisi pertanyaan mengenai identitas responden yang menanyakan mengenai nama, jenis kelamin, umur, status. Mahasiswa juga ditanya tentang tingkat atau semester mahasiswa saat ini, untuk akuntan dan karyawan bagian akuntansi juga ditanyakan mengenai lama bekerja di instansi tersebut, serta khusus untuk karyawan bagian akuntansi ditanyakan pula mengenai apakah laporan keuangan perusahaan tempat responden bekerja telah diaudit. Variabel lainnya dalam penelitian ini adalah etika bisnis dan etika profesi. Perbedaan persepsi akuntan, mahasiswa serta karyawan bagian akuntasi terhadap etika bisnis dan etika profesi diukur pada bagian kedua dari kuesioner berisi pernyataan mengenai persepsi responden mengenai kasus-kasus praktek etika bisnis serta pernyataan mengenai persepsi responden mengenai delapan prinsip kode etik IAI.
3.5 Pengujian Instrumen Sebelum data diolah untuk menguji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian instrumen dengan uji validitas dan reliabilitas untuk melihat apakah data yang diperoleh dari responden dapat menggambarkan secara tepat konsep yang diuji.
3.5.1 Uji Validitas
31
Validitas
menunjukkan
tingkat
kemampuan
suatu
instrumen
untuk
mengungkapkan sesuatu yang menjadi objek pengukuran yang dilakukan dengan instrumen penelitian tersebut. Jika suatu item pernyataan dinyatakan tidak valid, maka item pernyataan itu tidak dapat digunakan dalam uji-uji selanjutnya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis factor yaitu analisis struktur hubungan (korelasi) diantara sejumlah variabel yang menentukan suatu set dimensi yang disebut faktor, yang terdapat pada program komputer SPSS 14,0 version. Hasil uji korelasi tersebut dikatakan valid jika apabila item-item yang terdapat dalam analisis factor yang disebut dengan factor loading lebih besar dari 0,4 (>0,4). Dan sebaliknya jika factor loading kurang dari 0,4 berarti item tersebit tidak valid
3.5.2 Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan terhadap pernyataan-pernyataan yang sudah valid untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran ulang pada kelompok yang sama dengan alat ukur yang sama. Pengujian reliabilitas dianalisis dengan menggunakan teknik dari Cronbach yaitu Cronbach’s Alpha yang terdapat pada program computer SPSS 14.0 version. Instrumen dianggap reliabel apabila Cronbach’s Alpha diatas 0,5 (nunally, 1987)
3.6 Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Sebelum melakukan pengujian hipotesis maka dilakukan uji asumsi normal untuk mengetahui apakah variabel yang dibandingkan rata-ratanya telah terdistribusi normal.
32
Teknik pengujian normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah One Sample Kolmogorov-Smirnov Test yang terdapat pada pogram komputer SPSS 14,00 version. Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan pada tingkat signifikansi asym.sig (2tailed). Nilai asym.sig (2-tailed) dari uji normalitas ini haruslah ≥ 0,05 baru dikatakan data telah terdistribusi secara normal, karena jika nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 maka data tidak terdistribusi secara normal. Jika data berdistribusi tidak normal maka digunakan metode trimming. Salah satu penyebab yang menjadikan data tidak berdistribusi normal adalah karena terdapat beberapa item data yang bersifat outliers, yaitu yang mempunyai nilai di luar batas normal dibandingkan dengan data lain dalam suatu sampel. Untuk itu digunakan metode trimming, yaitu membuang data yang bersifat outliers tersebut (Nugroho: 2005).
3.7
Teknik Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis pada penelitian persepsi responden yang dipandang dari segi
gender terhadap etika bisnis dan etika profesi digunakan alat uji statistik paired-Samples Test. Pengujian hipotesis ini dimasudkan untuk membandingkan beda 2 rata-rata persepsi terhadap etika bisnis dan etika profesi dari masing-masing kelompok. Dasar pengambilan keputusannya adalah jika probabilitas lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak, artinya tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok sampel. Sebaliknya jika probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima, artinya terdapat perbedaan signifikan antara kelompok sampel.
33
BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang hasil dari analisis yang telah dilakukan oleh penulis sendiri yaitu persepsi akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi level hierarkis terhadap etika bisnis dan etika profesi. Disini penulis juga akan menjelaskan mengenai proses yang dilakukan penulis dalam pengumpulan data serta beberapa analisis pendahuluan seperti uji reliabilitas dan validitas instrumen. Dalam pengujian statistik deskriptif dan hasil analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dari penelitian ini juga akan dijelaskan pada bagian akhir dari bab ini.
4.1 Demografi Responden Populasi dari penelitian ini adalah akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi di wilayah Padang. Sebelumnya proses pengumpulan data telah
34
dijelaskan dalam bab tiga dimana pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan mengirimkan kuesioner survey secara langsung maupun tidak langsung kepada responden. Jumlah kuesioner yang peneliti edarkan kepada responden adalah 150 eksemplar. Masing – masing kelompok sampel terdiri dari 50 kuesioner yang peneliti distribusikan pada responden. Dari 150 kuesioner yang dikirimkan menghasilkan tingkat pengembalian kuesioner sebanyak 135 eksemplar (90%). Berarti ada 15 eksemplar (10%) dari jumlah kuesioner yang dikirim tidak kembali.
Perhitungan tingkat pengembalian kuesioner ini dapat dilihat dari tabel berikut 4.1.1 berikut ini : Tabel 4.1.1 Sampel dan Tingkat Pengembalian Kuesioner Keterangan
Jumlah
Persentase (%)
Total kuesioner yang dikirim
150
100
Total kuesioner yang tidak direspon
15
10
Total kuesioner yang dikembalikan responden
135
90
14
15,5
121
74,5
Total kuesioner yang tidak lengkap pengisiannya Total kuesioner yang dapat dipergunakan Sumber: Hasil Tabulasi Data Survey
Berdasarkan tabel 4.1.1 diatas dijelaskan bahwa peneliti mengirimkan 150 kuesioner, 135 kuesioner yang dikembalikan (90%)
dan 15 kuesioner yang tidak
mendapat respon responden (10%). Kuesioner yang diterima kembali, kemudian
35
dilakukan periksa ulang ternyata dari 135 kuesioner yang dikembalikan 14 diantaranya tidak dapat diolah karena ketidaklengkapan pengisian kuesioner. Selanjutnya terdapat 121 kuesioner yang diolah dengan hasil data demografi responden sebagai berikut:
Tabel 4.1.2 Data Demografi Responden Gambaran Data Responden Penelitian Keterangan
akuntan
kary.bag akuntansi
mahasiswa akuntansi
total
persentase (%)
18 12
23 20
22 26
63 58
52 48
30
43
48
121
100
15
21
36
49
12
12
24
33
3 30
4 6 43
4 9 73
6 12 100
7 13
7 13
15 27
12 16 48
12 16 48
25 33 100
A. Jenis Kelamin 1. laki-laki 2. perempuan Total B. Pengalaman Kerja - yunior : 1. 1 - 5 tahun - senior : 2. 6 -10 tahun 3.11-15 tahun 4.15 tahun keatas Total C. Semester - yunior : 1. semester 2 2. semester 4 - senior : 3. semester 6 4. semester 8 Total
36
D. Laporan Keuangan 1. sudah diaudit 2. belum diaudit
36 7
36 7
72 28
Sumber: Hasil Tabulasi Data Survey
Dilihat dari tabel 4.1.2 di atas menunjukkan bahwa demografi responden pada penelitian ini responden pria sebanyak 63 orang dan responden wanita sebanyak 58 orang. Dilihat dari pengalaman kerja dimana 36 orang telah bekerja selama 1 sampai 5 tahun (junior), sedangkan untuk senior 24 orang telah berpengalaman antara 6 sampai 10 tahun, 4 orang yang telah berpengalaman antara 11 sampai 15 tahun dan 9 orang yang berpengalaman lebih dari 15 tahun. Pada responden mahasiswa dapat dilihat mahasiswa junior pada semester 2 hanya 7 orang, sedang mahasiswa junior yang kuliah pada semester 4 sebanyak 13 orang, untuk mahasiswa senior 12 orang masih kuliah pada semester 6 dan 16 orang yang sedang kuliah pada semester 8. Dilihat dari laporan keuangan perusahaan dimana 36 perusahaan laporan keuangannya telah diaudit dan 7 perusahaan yang laporan keuangannya belum diaudit.
4.2 Deskriptif Statistik Deskriptif stasistik bertujuan untuk melihat gambaran umum dari data yang digunakan dalam penelitian ini. Dimana deskriptif statistik dapat dilihat berapa rata-rata, standar deviasi, kisaran aktual dan kisaran teoritis yang digunakan dalam penelitian. Hasil deskriptif statistik dapat dilihat dalam tabel 4.3.1 dibawah ini: Tabel 4.2.1 Deskriptif Statistik Varibel
Kisaran Aktual
Kisaran Teoritis
Mean
Standar Deviasi 37
Etika Bisnis Akuntan Etika Profesi Akuntan Etika Bisnis Karyawan Etika Profesi Karyawan Etika Bisnis Mahasiswa Etika Profesi Mahasiswa
33 – 91 66 – 95 25 – 71 66 – 95 30 – 79 66 – 95
25 – 125 19 – 95 25 – 125 19 – 95 25 – 125 19 – 95
53,80 77,60 46,86 80,00 49,73 76,08
10,736 8,625 9,760 8,555 10,065 7,613
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Dari tabel 4.3.1 di atas terlihat bahwa variabel etika bisnis untuk akuntan memiliki cut off sebesar 53,80 dengan standar deviasi sebesar 10,736. Variabel ini memiliki nilai kisaran aktual antara 33 sampai 91 dengan kisaran teoritis antara 25 sampai 125. Hal ini menunjukkan bahwa jawaban responden akuntan untuk etika bisnis cukup rendah, karena cenderung menjawab tidak setuju dan sebagian lagi jawabannya netral yang ditunjukkan oleh skala linkert dua (2) dan tiga (3). Variabel etika profesi memiliki cut off sebesar 77,60 dengan standar deviasi sebesar 8,625, variabel ini memiliki nilai kisaran aktual antara 66 sampai 95 dengan kisaran teoritis antara 19 sampai 95. Hal ini menunjukkan bahwa jawaban responden akuntan untuk etika profesi sangat tinggi, karena cenderung menjawab sangat setuju dan setuju yang ditunjukkan oleh skala linkert lima (5) dan empat (4). Sedangkan variabel etika bisnis pada karyawan bagian akuntansi memiliki cut off sebesar 46,86 dengan standar deviasi sebesar 9,760. Variabel ini memiliki nilai kisaran aktual antara 25 sampai 71 dengan kisaran teoritis antara 25 sampai 125. Hal ini menunjukkan bahwa jawaban responden karyawan bagian akuntansi untuk etika bisnis sangat rendah, karena responden umumnya menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju yang ditunjukkan oleh skala linkert satu (1) dan dua (2). Pada variabel etika profesi karyawan bagian akuntansi memiliki cut off sebesar 80,00 dengan standar deviasi sebesar 8,555. Variabel ini memiliki nilai kisaran aktual 38
antara 66 sampai 95 dengan kisaran teoritis antara 19 sampai 95. Hal ini menunjukkan bahwa jawaban responden karyawan bagian akuntansi untuk etika profesi sangat tinggi, karena cenderung menjawab sangat setuju dan setuju yang ditunjukkan oleh skala linkert lima (5) dan empat (4).
Variabel etika bisnis pada mahasiswa akuntansi memiliki cut off sebesar 49,73 dengan standar deviasi sebesar 10,065. Variabel ini memiliki nilai kisaran aktual antara 30 sampai 79 dengan kisaran teoritis antara 25 sampai 125. Hal ini menunjukkan bahwa jawaban responden mahasiswa akuntansi untuk etika bisnis sangat rendah, karena responden umumnya menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju yang ditunjukkan oleh skala linkert satu (1) dan dua (2). Untuk variabel etika profesi pada mahasiswa akuntansi memiliki cut off sebesar 76,08 dengan standar deviasi sebesar 7,613. Variabel ini memiliki nilai kisaran aktual antara 66 sampai 95 dengan kisaran teoritis antara 18 sampai 90. Hal ini menunjukkan bahwa jawaban responden mahasiswa akuntansi untuk etika profesi sangat tinggi, karena cenderung menjawab sangat setuju dan setuju yang ditunjukkan oleh skala linkert lima (5) dan empat (4).
4.3 Pengujian Instrumen Pada pengujian instrumen dilakukan dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas dimaksudkan untuk melihat sejauh mana instrumen yang digunakan benar-benar dapat mengukur variabel yang akan diteliti. Untuk uji validitas dalam penelitian ini digunakan analisis faktor yaitu analisis struktur hubungan (korelasi)
39
diantaranya sejumlah variabel yang menentukan suatu set dimensi yang disebut faktor. Menurut Chia (1995) item-item yang terdapat dalam analisis faktor dengan factor loading lebih dari 0,4 menunjukkan bahwa item pertanyaan tersebut valid dan sebaliknya jika faktor loading kurang dari 0,4 berarti item tersebut tidak valid. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk instrumen yang digunakan benar-benar bebas dari kesalahan, sehingga diharapkan dapat menghasilkan hasil yang konsisten. Instrumen yang reliabel (handal) akan dapat dipakai dengan aman karena akan akurat, dapat bekerja dengan baik pada waktu yang berbeda pula. Dalam penelitian ini uji reliabilitas dengan menggunakan Cronbach’s Alpha, instrumen dianggap reliabel apabila Cronbach’s Alpha di atas 0,5 (Nunally, 1978). Hasil pengujian validitas dan reliabilitas untuk variabel etika bisnis dan etika profesi pada akuntan, karyawan bagian akuntansi dan mahasiswa akuntansi dapat dilihat dalam tabel 4.2.1 berikut ini : Tabel 4.3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Variabel Etika Bisnis Akuntan Etika Profesi Akuntan Etika Bisnis Karyawan Etika Profesi Karyawan Etika Bisnis Mahasiswa Etika Profesi Mahasiswa
Cronbach’ s Alpha 0,924 0,890 0,908 0,913 0,938 0,884
KMOMSA
Factor Loading
Keterangan
0,635 0,623 0,741 0,535 0,809 0,769
0,437 – 0,873 0,464 – 0,861 0,475 – 0,762 0,481 – 0,877 0,526 – 0,849 0,475 – 0,799
Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel Valid dan Reliabel
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Dari tabel 4.2.1 diatas terlihat bahwa hasil pengujian data menunjukkan bahwa koefisien Cronbach’s Alpha dari etika bisnis dan etika profesi pada akuntan, karyawan bagian akuntan serta mahasiswa akuntansi adalah sebesar 0,924, 0,890, 0,908, 0,913,
40
0,938 dan 0,844. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen untuk kedua variabel tersebut cukup handal (reliabel) karena memiliki nilai Cronbach’s Alpha diatas 0,5 (>0,5). Selanjutnya jika dilihat nilai Kaiser Meyer Olkin – Measure of Sampling Adequency (KMO – MSA) dari variabel etika bisnis dan etika profesi yang ada pada akuntan, karyawan bagian akuntan serta mahasiswa akuntansi yang berada diatas 0,5 yaitu secara berturut-turut adalah sebesar 0,635, 0,623, 0,741, 0,535, 0,809 dan 0,769. Hal ini memberikan arti bahwa item-item dari variabel tersebut valid untuk diuji. Hasil dari factor loading untuk variabel etika bisnis untuk akuntan yang diukur dengan 25 item pertanyaan menunjukan bahwa 19 item yang valid dengan factor loading berkisar antara 0,437 – 0,873. Sembilan belas (19) item untuk mengukur etika profesi untuk akuntan dan yang valid hanya 15 item pertanyaan dengan factor loading berkisar antara 0,464 – 0,861, variabel etika bisnis untuk karyawan bagian akuntansi diukur dengan 25 item pertanyaan ternyata 18 item yang valid dengan factor loading berkisar antara 0,475 – 0,762, untuk variabel etika profesi karyawan bagian akuntansi yang diukur dengan 19 item pertanyaan yang dinyatakan valid hanya 17 item dengan factor loading berkisar antara 0,484 – 0,877, untuk variabel etika bisnis mahasiswa akuntansi diukur dengan 25 item pertanyaan dan yang dinyatakan valid hanya 17 dengan factor loading berkisar antara 0,526 – 0,849 dan untuk variabel etika profesi mahasiswa akuntansi diukur dengan 19 item pertanyaan dan yang dinyatakan valid hanya 16 item dengan factor loading 0,475 – 0,799.
4.4 Pengujian Asumsi Klasik 4.4.1 Uji Normalitas
41
Menurut Central Limit Theorem, asumsi normalitas dapat terpenuhi apabila jumlah sampel yang digunakan lebih dari atau sama dengan 25 Mendenhall dan Beaver (1992). Uji normalitas juga dapat dilakukan dengan melakukan analisis Kolmogorov – Smirnov, dimana pengambilan kesimpulan berdasarkan pada nilai asym.sig (2-tailed). Jika nilai asym.sig (2-tailed) ≥ 0,05, maka dikatakan distribusi data mengikuti distribusi normal. Hasil pengujian dapat dilihat dari tabel dalam tabel 4.4.1.1 di bawah ini :
Tabel 4.4.1.1 Hasil Uji Normalitas dengan Kolmogorov – Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters a,b
Mean
Etika Bisnis Akuntan 30
Etika Profesi Akuntan 30
Etika Bisnis Karyawan Akuntansi 43
Etika Profesi Karyawan Akuntansi 43
Etika Bisnis Mahasiswa Akuntansi 48
Etika Profesi Mahasiswa Akuntansi 48
53.8000
77.6000
46.8605
80.0000
49.7292
76.0833
10.73634
8.62474
9.76042
8.55514
10.06519
7.61251
Absolute
.148
.211
.117
.151
.091
.204
Positive
.148
.211
.117
.151
.091
.204
Negative
-.140
-.089
-.089
-.109
-.068
-.096
Kolmogorov-Smirnov Z
.810
1.157
.764
.988
.633
1.414
Asymp. Sig. (2-tailed)
.528
.137
.604
.283
.818
.077
Std. Deviation Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Hasil pengujian tersebut memperlihatkan bahwa untuk variabel etika bisnis dan etika profesi pada akuntan, karyawan bagian akuntansi dan mahasiswa memiliki nilai Asymp.Sig (2-tailed) lebih besar dari alpha yaitu 0,528, 0,137, 0,604, 0,283, 0,818 dan 0,077. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa data berdistribusi mengikuti distribusi normal, artinya uji asumsi klasik untuk regresi sederhana terpenuhi.
4.5 Pengujian Hipotesis
42
Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis yang dikemukakan dalam bab sebelumnya, untuk menganalisa data dipergunakan Uji Paired Sample t-Test, perhitungan dengan menggunakan komputer progran SPSS versi 14,0 diperoleh hasil sebagai berikut :
4.5.1 Hasil Uji Hipotesis 1 Tabel 4.5.1 Hasil Uji Beda Etika Bisnis Paire d Sample s Te st Paired Differences
Std. Deviation
Std. Error Mean
2.133
14.267
3.684
-5.768
10.034
.579
14
.572
3.524
14.851
3.241
-3.236
10.284
1.087
20
.290
4.850
14.651
3.276
-2.007
11.707
1.480
19
.155
Mean Pair 1 Pair 2
Pair 3
Etika Bisnis Akuntan Senior - Etika Bisnis Akuntan Junior Etika Bisnis Karyawan Akuntansi Senior - Etika Bisnis Karyawan Akuntansi Junior Etika Bisnis Mahasiswa Akuntansi Senior - Etika Bisnis Mahasiswa Akuntansi Junior
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Berdasarkan hasil pengujian yang terdapat pada tabel 4.5.1 diatas, diperoleh untuk etika bisnis akuntan senior dengan akuntan junior nilai signifikan 0,572, dimana lebih besar dari alpha (0,572 > 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi etika bisnis yang signifikan antara senior dengan junior pada akuntan. Pada etika bisnis karyawan bagian akuntansi senior dengan karyawan bagian akuntansi junior nilai signifikan 0,290, dimana lebih besar dari alpha (0,290 > 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi etika bisnis yang signifikan antara senior dengan junior pada karyawan bagian akuntansi.
43
Pada etika bisnis mahasiswa akuntansi senior dengan mahasiswa akuntansi junior nilai signifikan 0,155, dimana lebih besar dari alpha (0,155 > 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi etika bisnis yang signifikan antara senior dengan junior pada mahasiswa akuntansi. Sehingga pada penelitian ini hipotesa pertama (H1) yang diajukan dapat ditolak, berarti tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara senior dengan junior pada akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika bisnis. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Ludigdo (1999) yang mengadakan penelitian tentang pengaruh gender terhadap etika bisnis antara akuntan dan mahasiswa akuntansi. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan baik dari akuntan maupun mahasiswa akuntansi. Hasil penelitiannya diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Murtanto dan Marini (2003) menguji perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa dan gender terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan, Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika bisnis.
4.5.2 Hasil Uji Hipotesis 2 Tabel 4.5.2 Hasil Uji Beda Etika Profesi
44
Paire d Sample s Te st Paired Differences
Std. Deviation
Std. Error Mean
-6.267
13.123
3.388
-13.534
1.001
-1.849
14
.086
-3.095
14.053
3.067
-9.492
3.302
-1.009
20
.325
.400
9.299
2.079
-3.952
4.752
.192
19
.849
Mean Pair 1 Pair 2
Pair 3
Etika Profesi Akuntan Senior - Etika Profesi Akuntan Junior Etika Profesi Karyawan Akuntansi Senior - Etika Profesi Karyawan Akuntansi Junior Etika Profesi Mahasiswa Akuntansi Senior - Etika Profesi Mahasiswa Akuntansi Junior
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Berdasarkan hasil pengujian yang terdapat pada tabel 4.5.2 di atas, diperoleh untuk etika profesi akuntan senior dengan akuntan junior nilai signifikan 0,086, dimana lebih besar dari alpha (0,086 > 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi etika profesi yang signifikan antara senior dengan junior pada akuntan. Pada etika profesi karyawan bagian akuntansi senior dengan karyawan bagian akuntansi junior nilai signifikan 0,325, dimana lebih besar dari alpha (0,325 > 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi etika profesi yang signifikan antara senior dengan junior pada karyawan bagian akuntansi. Pada etika profesi mahasiswa akuntansi senior dengan mahasiswa akuntansi junior nilai signifikan 0,849, dimana lebih besar dari alpha (0,849 > 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi etika profesi yang signifikan antara senior dengan junior pada mahasiswa akuntansi. Sehingga pada penelitian ini hipotesa kedua (H2) yang diajukan dapat ditolak, berarti tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara senior dengan junior pada akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika profesi.
45
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Murtanto dan Marini (2003) menguji perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa dan gender terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan, Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan pria dan akuntan wanita terhadap etika profesi akuntan. Demikian juga untuk mahasiswa dan mahasiswi tidak ada perbedaan yang signifikan untuk etika profesi akuntan. Hasil temuannya diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh sri suranta (2006) yang menguji perbedaan persepsi antara akuntan, mahasiswa dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi gender terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan. Hasil penelitian sri sunrata ini yaitu tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dengan akuntan wanita, mahasiswi akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika bisnis dan tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria dan mahasiswa akuntansi dengan akuntan wanita dan mahasiswi akuntansi terhadap etika profesi, namun pada karyawan bagian akuntansi hasil penelitian ini berbeda dengan sri suranta (2006) yaitu terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara karyawan bagian akuntansi pria dengan karyawan bagian akuntansi wanita terhadap etika profesi. Sedangkan pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara karyawan bagian akuntansi senior dengan karyawan bagian akuntansi yunior terhadap etika profesi.
46
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
Kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan dan saran dari penelitian ini peneliti sajikan dalam bab berikut guna untuk bahan acuan dan pertimbangan bagi penelitian yang akan datang.
5.1. Kesimpulan Penelitian ini dilakukan untuk melihat persepsi akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dipandang dari segi level hierarkis terhadap etika bisnis dan etika profesi. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah semua akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi yang ada di daerah Sumatera Barat tepatnya di wilayah Padang. Dimana dalam penelitian ini digunakan uji validitas dan reabilitas untuk pengujian instrumen, untuk pengujian data digunakan uji normalitas serta untuk pengujian hipotesis digunakan uji beda. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan alat analisis paired sample test yang di uji menggunakan program SPSS versi 14,0 dapat disimpulkan bahwa : 47
1. Pada hipotesis satu (H1) yaitu terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara senior dengan yunior pada akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika bisnis. Setelah dilakukan analisa, ternyata tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara senior dengan yunior pada akuntan, mahasiswa akuntansi dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika bisnis. Berarti hipotesis pertama (H1) ditolak, ini terbukti dari signifikannya besar dari alpha yaitu (0,572, 0,290 dan 0,155) 2. Pada hipotesis dua (H2) yaitu terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara senior dengan yunior pada akuntan, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi
terhadap etika profesi. Setelah dilakukan analisa, ternyata tidak
terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara senior dengan yunior pada akuntan, mahasiswa akuntansi dan karyawan bagian akuntansi terhadap etika profesi. Berarti hipotesis kedua (H2) juga ditolak, ini terbukti dari signifikannya besar dari alpha yaitu (0,086, 0,325 dan 0,849)
5.2 Keterbatasan Penelitian
ini
mempunyai
beberapa
kelemahan
yang
membatasi
kesempurnaannya. Berikut ini keterbatasan yang dimungkinkan dapat mempengaruhi hasil penelitian ini antara lain : 1. Penelitian ini tidak membedakan persepsi kelompok responden akuntan pendidik, dan akuntan publik. 2. Penelitian ini hanya dilakukan di wilayah Padang saja sehingga tidak dapat digeneralisasikan.
48
5.3 Saran Saran yang peneliti berikan untuk kesempurnaan penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut : 1. Agar dapat menggunakan sampel yang lebih banyak atau yang lebih luas cangkupannya seperti memperluas area survei atau mencoba di luar wilayah Padang. 2.
Sebaiknya membedakan kelompok responden akuntan atau bahkan menambah kelompok akuntan yang dijadikan sampel (akuntan manajemen, akuntan pemerintah).
3. Menambah variabel lain dalam melihat perbedaan persepsi terhadap etika bisnis dan etika profesi misalnya faktor jenis industri.
49