BAB I PENDAHULUAN
Fraktur berarti deformasi atau diskontinuitas dari tulang oleh tenaga yang melebihi kekuatan tulang. Fraktur dapat diklasifikasikan menurut garis fraktur (transversal, spiral, oblik, segmental, komunitif), lokasi (diafise, metafise, epifise) dan integritas dari kulit serta jaringan lunak yang mengelilingi (terbuka atau compound dan tertutup). Fraktur humerus distal meliputi daerah metafisis humerus. Fraktur dapat dengan atau tanpa melibatkan permukaan intraartikular. Fraktur intraartikular meliputi fraktur condylus medialis, dan lateralis (satu collum) serta fraktur intercondylaris T dan Y (dua collum). Masing-masing permukaan sendi saling terpisah, kecuali pada fraktur unicondylus, salah satu fragmen masih berhubungan dengan corpus. Pada fraktur bicondylus, kedua collum mengalami fraktur dan terpisah dari corpus humeri (shaft humeri). Fraktur humerus distal intraartikular merupakan tantangan besar bagi dokter yang menanganinya. Fraktur ekstraartikular meliputi fraktur supracondylaris (ekstrakapsular), transcondylaris
(intrakapsular),
dan
epicondylus
medialis
dan
lateralis
(ekstrakapsular). Fraktur supracondylaris dan transcondylaris dibagi lebih lanjut menjadi tipe ekstensi dan fleksi bergantung pada mekanisme cedera dan lokasi fragmen distal. Komplikasi yang paling sering pada fraktur sekitar siku adalah hilangnya fungsi gerak. Hal ini dapat terjadi akibat penanganan fraktur yang buruk, pembentukan jaringan parut setelah penanganan bedah, malunion berkembangnya miositis ossifikans, atau terbentuknya kalus yang berlebihan.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi a. Stiffness Elbow Joint Stiffness joint atau kekakuan sendi adalah akibat dari oedem dan fibrasi pada kapsul ligament dan otot sekitar sendi atau perlengketan dari jaringan lunak satu sama lain. Keadaan ini bertambah parah jika immobilisasi berlangsung lama dan sendi di pertahankan dalam posisi ligament terpendek (Brader H, 2006). Elbow adalah persendian antara tulang radius, ulna dan humerus. b. Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi atas : 1. Fraktur Collum Humerus 2. Fraktur Batang Humerus 3. FrakturSuprakondiler Humeru 4. Fraktur Interkondiler Humerus 2.2 Etiologi Faktor utama penyebab dari keterbatasan gerak dari sendi siku ini karena kesalahan atau tidak sempurnanya dalam proses reposisi dan immobilisasi, kurangnya aktifitas pada sendi siku yang disebabkan karena nyeri, sendi siku yang immobile akan menyebabkan statis pada vena dan spasme sehingga menyebabkan kekurangan oksigen yang dapat menimbulkan reaksi timbulya oedema, eksudasi, dan akhirnya menyebabkan kekakuan sendi sehingga menyebabkan keterbatasan gerak. Kekakuan sendi biasanya terjadi setelah fraktur. Kekakuan sendi ini timbul karena terdapat oedema dan fibrosis pada kapsul, ligamen dan otot disekitar sendi perlengketan dari jaringan lunak satu sama lain atau ke tulang yang mendasari
2
(Thomas, 2011). Umumnya fraktur yang terjadi, dapat disebabkan beberapa keadaan berikut: 1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim. 2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan
kaki terlalu jauh. 3.
Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
2.3 Patofisiologi Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. Penumpukan cairan dari intravaskuler ke dalam jaringan interstitial, yang salah satu penyebabnya adalah karena reaksi inflamasi (radang) akibat cidera jaringan. Vasokonstriksi sementara pada arteriole dilanjutkan dengan vasodilatasi arteriole dan venule serta membukanya pembuluh darah kapiler dan menyebabkan hyperemia. Adanya vasodilatasi mengakibatkan pembuluh darah kapiler menjadi lebih permeable terhadap cairan dan molekul yang besar, sehingga menyebabkan terjadinya cairan produksi exudat yang berlebihan. Pada saat yang bersamaan,
3
muncul leukosit di sepanjang pinggiran lumen, kemudian menyebar melalui dinding pembuluh darah ke jaringan, di bawah stimulus zat kimia yang keluar dari jarinagn yang rusak, yang pada akhirnya akan menimbulkan pembengkakan (Kisner, 2007). Berdasarkan arah pergeserannya, fraktur humerus dibagi menjadi : 1. Fraktur sepertiga proksimal humerus Fraktur yang mengenai proksimal metafisis sampai insersi m. pectoralis mayor diklasifikasikan sebagai fraktur leher humerus. Fraktur di atas insersi pectoralis mayor menyebabkan fragmen proksimal abduksi dan eksorotasi rotator cuff serta distal fragmen bergeser ke arah medial. Fraktur antara insersi m. pectoralis mayor dan deltoid umumnya terlihat adduksi pada akhir distal dari proksimal fragmen dengan pergeseran lateral dan proksimal dari distal fragmen. 2. Fraktur sepertiga tengah dan distal humerus Jika fraktur terjadi di distal dari insersi deltoid pada sepertiga tengah korpus humerus, pergeseran ke medial dari fragmen distal dan abduksi dari fragmen proksimal akan terjadi.
2.4 Tanda dan Gejala klinis a. Nyeri Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau berpotensi merusak jaringan. Secara biologis tanda nyeri menunjukan adanya kerusakan jaringan yang secara potensial berbahaya (Thomas, 2011). b. Kaku sendi Penyebab utama masalah yang menimbulkan sendi siku kaku adalah oleh cedera atau penyakit. Ini karena siku terdiri dari 3 sendi berbeda yang tersambung dengan sangat baik, dan berdekatan serta mengandung struktur jaringan lunak.
4
5/26/2018
laporan kasus fraktur humerus - slidepdf.com
c. Keterbatasan luas gerak sendi Penyebab utama dari keterbatasan gerak adalah adanya nyeri. Pada saat sendi digerakan secara pasif pasien akan merasakan nyeri yang sangat hebat, sehingga pasien cenderung untuk tidak bergerak, maka otot-otot penggerak sendi akan memendek sehingga potensial terjadi spasme karena mempertahankan posisi dalam waktu yang lama, dapat pula mengalami perlengketan sendi maka akan mengalami keterbatasan gerak pada sendi (Brader. H, 2006). d. Penurunan kekuatan otot Dengan adanya immobilisasi yang terlalu lama maka kontraksi otot akan sangat minimal hal ini akan menurunkan jumlah suplai darah ke sel, jaringan otot pada sekitar siku. Sehingga nutrisi dan oksigen yang disalurkan tidak memadahi untuk proses kontraksi otot dan volume otot menjadi menurun. Terapi latihan berupa statik kontraksi sangat bagus untuk menurunkan kelemahan otot ini. 2.5 Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah. b. Radiologi Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis fraktur (transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat terbaca jelas). Radiografi humerus AP dan lateral harus dilakukan. 2.6 Penatalaksanaan 1. Orthopedi : Sasaran penaganan : kesegarisan dan stabilitas Metode penanganan : gips atau bidai posterior, pin perkutaneus dengan gips atau bidai, reduksi terbuka danfiksasi interna
5
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-fraktur-humerus
2. Rehabilitasi : Sasaran penaganan : mengembalikan dan mempertahankan luas gerak sendi, melindungi sudut angkat siku yang normal, dan mengembalikan kisaran gerak penuh sendi bahu, memperbaiki kekuatan otot, dan mengembalikan aktivitas yang diperlukan untuk fleksi, ekstensi, dan supinasi/pronasi seperti makan, higiene pribadi, berpakaian dan merias diri. Metode : Fisioterapi 2.7 Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kekakuan sendi siku akibat dislokasi nerve injury yaitu kelumpuhan saraf radialis (drop hand) karena saraf terluka akibat terulur berlebihan. Serta kemungkinan munculnya kontraktur dan turunya volume otot (atrofi) akibat kurangnya aktifitas latihan (Brader H, 2006).
2.8 Prognosis Pada kasus kekakuan sendi siku mempunyai prognosis gerak dan fungsi yang baik jika pasien secepat mungkin dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan yang tepat oleh tim medis dan penanganan oleh fisioterapi untuk mendapatkan terapi latihan sehingga oedema, nyeri, penurunan LGS dan penurunan kekuatan otot yang biasanya muncul dalam kasus ini segera dapat diatasi serta kontraktur dan kekakuan sendi dapat dicegah. Prognosis gerak dan fungsi akan buruk apabila disertai komplikasi atau faktor penyulit dan tidak mendapatkan fisioterapi.
6
BAB III LAPORAN KASUS
Identitas pasien Nama
: Nn. A
Umur
: 23 thn
Alamat
: Jl. Kemangi gang syukur sungai kunjang
Perkerjaan
: Kasir di pusat perbelanjaan
Pendidikan
: SMK
Agama
: Islam
Tanggal Pemeriksaan : 26 November 2018 Anamnesis Keluhan Utama Kaku pada siku kiri Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli rehabilitasi medik dengan keluhan kaku pada siku kiri. Keluhan ini telah dirasakan sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Kaku pada siku kiri dirasakan pasien setelah mengalami jatuh dari motor akibat tergelincir batu di depan teras rumah pasien. Posisi jatuh ke arah kiri dengan tangan saat jatuh adalah menekuk sebagai tumpuan. Saat itu pasien tidak menggunakan helm.Setelah jatuh pasien langsung dipijat ke tukang pijat. Dua hari setelah kejadian pasien mengeluhkan siku kiri bertambah bengkak,nyeri dan sulit digerakan menekuk dan meluruskan namun tidak membatasi pasien dalam aktivitas dan bekerja. Keluhan lain pasien merasakan nyeri yang hilang timbul pada siku kirinya tapi tidak mengganggu aktivitas pasien. Selain itu pasien juga mengeluhkan kesemutan pada jari kelingking tangan kiri pasien. Pada tanggal 14 November 2018 pasien
7
memeriksakan diri ke rumah sakit karena keluhan yang semakin memberat dan telah dilakukan operasi pada siku kirinya tanggal 16 November 2018. Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada Pemeriksaan fisik Status Generalis Tanggal Pemeriksaan 26 November 2018 Keadaan umum
: Tampak sakit ringan
Kesedaran
: Kompos Mentis
GCS
: E4M6V5 = 15
Tanda Vital
: Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 83 x/menit, reguler, isicukup
Respirasi
: 18 x/menit
Suhu
: 36,0°C
BB
: 48 kg
TB
: 152 cm
BMI
: 20,8 kg/m2
Kepala
: Konjungtiva anemis ( - ), sklera ikterik ( - ), pupil bulat isokor diameter 3mm kiri = 3mm kanan, reflex cahaya ( +/+)
Leher
: Trakea letak ditengah, pembesaran KGB ( - )
Thorax
:
8
Inspeksi
: Bentuk dan besar dada normal, tampak simetris, pergerakan simetris, retraksi supra sternum (-), retraksi supraclavicula (-), retraksi infraclavicula (-), retraksi intercosta (-)
Jantung:
Palpasi
: Gerakan napas simetris D=S
Perkusi
: Pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi
: vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Inspeksi
: Pemeriksaan tidak dilakukan
Palpasi
: Pemeriksaan tidak dilakukan
Perkusi
: Pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi
: S1 S2 Tunggal, Reguler. Mur-mur (-), Gallop (-), Suara tambahan (-)
Abdomen Inspeksi
: Penonjolan organ (-), bekas operasi (-), pelebaran vena (-)
Palpasi
: Soefl, nyeri tekan epigastrium (-), organomegali (-), asites (-)
Perkusi
: Timpani dikeempat kuadran, acites (-)
Auskultasi : Bising usus (+), metalik sound (-)
Ekstremitas Ekstremitas superior
: Akral hangat, pucat (-/-),tremor (-/-) CRT < 2 detik,
Ekstremitas inferior
: Akralhangat, pucat (-/-), edema (-/-), CRT < 2 detik,deformitas (-/-), tremor (-/-)
9
Pemeriksaan Fisiatrik Range of Motion Ekstremitas superior: Regio Shoulder : Range of Motion : Sinistra (derajat)
Dextra (derajat)
Abduksi
180
180
Adduksi
45
45
Fleksi
160
180
Extensi
40
50
Rotasi Internal
90
90
Rotasi Eksternal
90
90
Sinistra (derajat)
Dextra (derajat)
Fleksi
80
140
Extensi
35
0
Pronasi
50
80
Supinasi
50
80
Sinistra (derajat)
Dextra (derajat)
Deviasi Radial
20
20
Deviasi Ulnar
30
30
Pronasi
50
80
Supinasi
50
80
Fleksi
60
60
Ekstensi
60
60
Regio Elbow : Range of Motion :
Regio Wrist dan Hand Range of Motion :
10
Fleksi ibu jari
45
45
Ekstensi ibu jari
15
15
Abduksi ibu jari
80
80
Adduksi ibu jari
0
0
Oposisi ibu jari
Tepat
Tepat
Sinistra (derajat)
Dextra (derajat)
Abduksi
40
40
Adduksi
20
20
Fleksi
100
100
Extensi
30
30
Rotasi Internal
40
40
Rotasi Eksternal
50
50
Sinistra (derajat)
Dextra (derajat)
Fleksi
150
150
Extensi
0
0
Sinistra (derajat)
Dextra (derajat)
Dorsofleksi
20
20
Plantarfleksi
40
40
Eversi
20
20
Inversi
30
30
joint 20
20
Ekstremitas inferior: Regio Hip Range of Motion :
Regio Knee Range of Motion :
Regio Ankle dan Foot
Metatarsophalangeal
11
Fleksi Metatarsophalangeal
joint 40
40
Ekstensi Interphalangeal joint Fleksi
15
15
Interphalangeal joint Ekstensi
0
0
MMT (Manual Muscle Test ) Ekstremitas Superior 5/3(minimal) Ekstremitas Inferior 5/5 Pemeriksaan neurologis Nervus Kranialis N. I
: Tidak diperiksa
N. II
: visus 6/6, lapang pandang normal
N. III
: refleks cahaya (+/+), bentuk pupil dan besar pupil normal, isokor (3mm/3mm)
N. IV
: pergerakan bola mata ke medial normal
N. V
: mengunyah, membuka mulut normal
N. VI
: pergerakan bola mata ke lateral normal
N. VII
: senyum melihatkan gigi (+) menutup mata, mengerutkan dahi
normal N. VIII
: pendengaran dan keseimbangan normal
N. IX
: tidak dievaluasi
N. X
: menelan (+)
N. XI
: memalingkan wajah (+)
N. XII
: deviasi lidah (-)
Pemeriksaan Refleks Fisiologis a. Refleks Bisep : normal b. Refleks Trisep : normal c. Refleks Brachioradialis : normal
12
d. Refleks Patella : normal e. Refleks Achilles : normal Pemeriksaan Refleks Patologis a. Refleks Tromner : negatif b. Refleks Hoffman : negatif c. Refleks Gordon : negatif d. Refleks Gonda : negatif e. Refleks Oppenheim : negatif f. Refleks Babinski : negatif g. Refleks Chaddock : negatif h. Refleks Schaeffer : negatif i. Refleks Rosolimo : negatif Pemeriksaan Rangsangan Meningeal a. Kaku kuduk : Pemeriksaan tidak dilakukan b. Kernig sign : Pemeriksaan tidak dilakukan c. Lasegue sign : Pemeriksaan tidak dilakukan d. Brudzinski 1 : Pemeriksaan tidak dilakukan
Pemeriksaan Sensoris Eksteroseptif : a. Light touch : normal b. Superficial Pain : normal c. Temperatur : pemeriksaan tidak dilakukan
Prorioseptif : Pemeriksaan tidak dilakukan a. Position sense b. Vibration
Status Lokalis Elbow Sinistra Look Deformitas (+) angulasi, kemerahan kulit (-), dressing (+) edema (+ )
13
Feel Teraba hangat (+ ), Krepitasi ( - ), nyeri tekan (-), akral hangat, oedem (+) Movement Gerak pasif dan aktif terbatas karena nyeri, krepitasi (-) Visual Analogue Scale (VAS) : 3
Activity Daily Living Barthel Index of Activities of daily Living
Bowels 0 = incontinent (or needs to be given enemata) 1 = occasional accident (once/week)
2
2 = continent Bladder
2
0 = incontinent, or catheterized and unable to manage 1 = occasional accident (max. once per 24 hours) 2 = continent (for over 7 days) Grooming
1
0 = needs help with personal care 1 = independent face/hair/teeth/shaving (implements provided) Toileting
2
0 = dependent 1 = needs some help, but can do something alone 2 = independent (on and off, dressing, wiping) Feeding
2
0 = unable 1 = needs help cutting, spreading butter, etc.
14
2 = independent (food provided within reach) Transfer
3
0 = unable – no sitting balance 1 = major help (one or two people, physical), can sit 2 = minor help (verbal or physical) 3 = independent Mobility
3
0 = immobile 1 = wheelchair independent, including corners, etc. 2 = walks with help of one person (verbal or physical) 3 = independent (but may use any aid, e.g., stick) Dressing
2
0 = dependent 1 = needs help, but can do about half unaided 2 = independent (including buttons, zips, laces, etc.)
Stairs
2
0 = unable 1 = needs help (verbal, physical, carrying aid) 2 = independent up and down Bathing
1
0 = dependent 1 = independent (or in shower) Scoring 20
15
Pemeriksaan Penunjang X-Ray Elbow Sinistra AP dan Lateral
Post ORIF
Diagnosis Stiffness Elbow sinistra ec Fraktur kondilus medial humerus Diagnosis Fungsional Impairment
16
1. Deformitas dan oedem pada sendi elbow 2. Keterbatasan pada ruang gerak sendi (ekstensi, fleksi, supinasi dan pronasi) 3. Nyeri pada gerakan fleksi dan ekstensi elbow sinistra Disability 1. Nyeri saat mengangkat beban 2. Tidak bisa menyisir rambut dengan tangan kiri 3. Tidak bisa menarik resleting baju belakang dengan tangan kiri Handicap ( tidak ada ) Goals 1. Mengurangi dan menghilangkan nyeri 2. Mengembalikan dan mempertahankan luas gerak sendi pada elbow sinistra dan 3. Meningkatkan kekuatan otot siku 4. Mengembalikan fungsi normal aktivitas yang diperlukan untuk fleksi, ekstensi, supinasi, pronasi seperti higiene pribadi, berpakaian, dan merias diri Planning Terapi : Fisioterapi Program : a. Latihan luas gerak sendi aktif secara perlahan pada seluruh ekstremitas termasuk siku, jari-jari, pergelangan tangan dan bahu b. Latihan penguatan genggaman dengan bola atau tanah liat c. Hindari latihan luas gerak sendi pasif pada siku untuk mengurangi resiko miositis ossifikans Monitoring a. Nyeri berkurang atau menghilang b.
Luas gerak sendi seluruh ekstremitas termasuk siku, jari-jari, pergelangan tangan dan bahu
17
c. Meningkatnya kekuatan otot Edukasi a. Latihan setiap hari luas gerak sendi aktif, penguatan genggaman tangan dengan petunjuk latihan yang dapat dikerjakan oleh pasien sendiri di rumah b. Ekstremitas yang sakit tidak diperbolehkan menanggung beban
18
19
DAFTAR PUSTAKA
Pearce, C, Evelyn, 2009. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis, Jakarta : Gramedia. Hudaya, Prasetya. 2002 ; Rematologi ; Politeknik Kesehatan Surakarta Dorland, 2002; Kamus Kedokteran Dorland; Edisi 29, Buku Kedokteran EGC, hal. 111, 701, 772, 1622, 2067. Brader H. Konin JG. Wiksten DL. Isear Jr JA. 2006. Special Tests For Orthopedic Examination: 3nd ed. America: Slack Incorporated. Kisner, K dan Colby, LA. 2007. Therapautic Exercise Foundations and Techniques. 5nd ed. Philadelphia: F.A. Davis Company. Faiz, Omar. 2004. At a Glance Anatomy; Erlangga, Jakarta. Thomas, A, Mark, et al.,2011. Terapi & Rehabilitasi Fraktur. Jakarta : EGC. . Overdoff, David, 2002. Kapita Selekta Kedokteran Edisi I, Binapura Aksara, Jakarta Rasjad.
Chairuddin. 2007.Pengantar Ilmu PT.Watapone(Anggota IKAPI).
Bedah
Orthopedi.
Jakarta;
Hastono. 2007. Analisis Data Kesehatan. FKM UI. Jakarta. Sobbota. 2010. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 21. EEG Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. Sudaryanto, Ansar. 2000.Biomekanik. Makasar ;Akademi Fisioterapi Makasar.
20