Bab 6-8 Akbi

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 6-8 Akbi as PDF for free.

More details

  • Words: 12,251
  • Pages: 36
6. DEPARTEMENTALISASI BIAYA OVERHEAD PABRIK Pada umumnya produk diolah melalui lebih dari satu departemen produksi, maka perlu dihitung tarif BOP untuk tiap departemen produksi yang dilalui oleh proses pengolahan produk tersebut. Departementalisasi BOP adalah pembagian pabrik ke dalam bagian-bagian yang disebut departemen atau pusat biaya yang dibebani dengan BOP. Dalam departementalisasi BOP, tarif BOP dihitung untuk setiap departemen produksi dengan dasar pembebanan yang mungkin berbeda diantara departemen-departemen produksi yang ada. Oleh karena itu departementalisasi BOP memerlukan pembagian perusahaan kedalam departemendepartemen untuk memudahkan pengumpulan BOP yang terjadi. PENGERTIAN Departementalisasi BOP adalah membagi pabrik ke dalam departemen-departemen atau pusat biaya (cost center) untuk pembebanan BOP. Departementalisasi BOP bermanfaat bagi perusahaan dalam : 1. Penentuan harga pokok produk lebih teliti Dapat menentukan harga pokok lebih teliti karena penentuan tarif pembebanan BOP pada masing-masing departemen didasarkan pada dasar pembebanan yang relevan dengan departemen yang bersangkutan. 2. Pengendalian BOP dapat dipertanggungjawabkan Pengendalian BOP dapat dipertanggungjawabkan, karena dengan departementalisasi maka biaya-biaya suatu departemen secara langsung dan lengkap dapat diidenrifikasikan dengan mandor atau pengawas yang harus bertanggung jawab di departemen yang bersangkutan. DEPARTEMEN PRODUKSI DAN DEPARTEMEN PEMBANTU Pada umumnya perusahaan manufaktur memiliki dua jenis departemen, yaitu departemen produksi (production department) dan departemen pembantu (service department). Departemen produksi adalah suatu departemen yang mengolah suatu produk dengan mengubah bentuk atau sifat suatu bahan atau merakit suku cadang menjadi produk selesai. Sedangkan departemen pembantu adalah suatu departemen yang menghasilkan jasa di mana jasa tersebut diperlukan oleh departemen produksi untuk memperlancar proses produksi. Dalam departementalisasi BOP umumnya tarif BOP diterapkan untuk semua departemen produksi, sehingga tarif yang BOP yang dibebankan kepada tiap departemen produksi dapat berbeda untuk setiap departemen (multi tarif) BIAYA OVERHEAD PABRIK PER DEPARTEMEN Dalam hubungannya dengan departemen atau pusat biaya, BOP dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : BOP langsung departemen dan BOP tidak langsung departemen 1. BOP langsung departemen BOP langsung departemen adalah BOP yang dapat diidentifikasikan secara langsung sebagai BOP departemen tertentu. Contoh BOP langsung departemen ini adalah biaya bahan penolong, gaji mandor, lembur karyawan dan biaya penyusutan suatu departemen. 2. BOP tidak langsung departemen BOP tidak langsung departemen adalah BOP yang_ dinikmati secara bersama-sama oleh dua departemen atau lebih. Contoh BOP tidak langsung departemen antara lain gaji pengawas departemen, biaya penyusutan gedung pabrik, biaya perbaikan dan pemeliharaan gedung.

PENENTUAN TARIF BIAYA OVERHEAD PABRIK PER DEPARTEMEN Pada dasarnya penentuan tarif BOP per departemen adalah sama dengan penentuan tarif BOP yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, tetapi masalah yang timbul dalam tiap langkah adalah berbeda. Tarif BOP tiap departemen dapat ditentukan dengan mengikuti langkahlangkah sebagai berikut : 1. Menyusun anggaran BOP langsung dan BOP tidak langsung departemen untuk tiap-tiap departemen pada tingkat volume kegiatan yang ditentukan. 2. Melakukan survei untuk menentukan dasar distribusi BOP tidak langsung kepada departemen-departemen yang menikmatinya dan untuk menentukan dasar alokasi BOP departemen pembantu ke departemen produksi. 3. Mendistribusikan BOP tidak langsung departemen ke departemen-departemen yang menikmatinya. 4. Mengalokasikan BOP departemen pembantu ke departemen-departemen produksi. 5. Menghitung tarif BOP tiap departemen PENYUSUNAN ANGGARAN BOP PER DEPARTEMEN Untuk keperluan penentuan tarif BOP tiap departemen perlu disusun anggaran BOP untuk tiap departemen, baik departemen produksi maupun departemen pembantu. Oleh karena itu, dalam penyusunan anggaran BOP perlu diperhatikan sifat biaya dalam hubungannya dengan pusat biaya atau departemen (BOP langsung dan tidak langsung departemen). BOP tidak langsung departemen didistribusikan ke departemen-departemen yang menikmatinya dengan menggunakan dasar Pembebanan yang relevan. Disamping perlu diperhatikan sifat biaya dalam hubungannya dengan pusat biaya juga perlu diperhatikan sifat biaya dalam hubungannya dengan volume kegiatan (biaya tetap dan biaya variabel. Penggolongan biaya tetap dan biaya variabel diperlukan dalam rangka memecah tarif BOP ke dalam tarif BOP tetap dan tarif BOP variabel. Pemecahan ini dilakukan untuk kepentingan analisis penyebab terjadinya selisih antara BOP yang dibebankan dengan BOP yang sesungguhnya. Pada langkah pertama penyusunan anggaran BOP tiap departemen ini ada beberapa langkah yang perlu diperlakukan, yaitu : 1. Penaksiran BOP langsung departemen atas dasar kapasitas yang direncanakan untuk tahun anggaran 2. Penaksiran BOP tidak langsung departemen 3. Distribusi BOP tidak langsung departemen ke departemen-departemen yang menikmati manfaatnya. 4. Penjumlahan BOP per departemen (baik BOP langsung maupun tidak langsung departemen) untuk mendapatkan anggaran BOP per departemen (baik departemen produksi maupun departemen pembantu) Penaksiran BOP Langsung Departemen atas Das at Kapasitas yang Ditencanakan Dalam menyusun anggaran, BOP dibagi menjadi dua jenis, yaitu Biaya langsung departemen (direct departemental expense?) dan biaya tidak langsung departemen (indirect departemental expenses). Dalam perhitungan tarif BOP per departemen produksi, BOP tidak langsung departemen ini harus didistribusikan terlebih dahulu kepada departemen-departemen yang menikmati manfaatnya. Penaksiran BOP Tidak Langsung Departemen Setelah BOP langsung ditaksir untuk setiap departemen, langkah berikutnya adalah menaksir BOP tak langsung departemen yang akan dikeluarkan dalam tahun anggaran. Biaya tak langsung departemen ini kemudian didistribusikan kepada departemen-departemen yang menikmati manfaatnya atas dasar distribusi tertentu berikut ini:

Biaya Tak Langsung Departemen

Dasar Distribusi

Biaya depresiasi gedung Biaya reparasi dan pemeliharaan gedung Gaji pengawas departemen Biaya angkut bahan baku Pajak bumi dan bangunan

Meter persegi luas lantai Meter persegi luas lantai Jumlah karyawan Biaya bahan baku Perbandingan harga pokok aktiva tetap dalam tiap departemen atau perbandingan meter persegi luas lantai

Distribusi BOP tak langsung departemen ke departemen-departemen yang menikmatinya Untuk penentuan tarif, BOP tak langsung departemen harus didisjribusikan kepada departemen-departemen yang menikmati manfaat berdasarkan salah satu dasar distribusi diatas. Penjumlahan BOP per departemen Setelah BOP tak langsung departemen didistribusikan kepada departemen-departemen yang menikmati manfaat jasa departemen pembantu, langkah berikutnya adalah menjumlahkan taksiran BOP langsung dan tidak langsung departemen dalam tiap-tiap departemen. BOP per departemen ini kemudian dipisahkan menurut perlakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan kedalam BOP tetap dan BOP variabel. ALOKASI BOP DEPARTEMEN PEMBANTU KE DEPARTEMEN PRODUKSI Setelah anggaran BOP per departemen disusun langkah berikutnya adalah mengalokasikan BOP departemen pembantu ke departemen produksi yang menikmati manfaat jasa departemen pembantu. Alokasi BOP departemen pembantu ke departemen produksi dapat dilakukan dengan salah satu dari dua cara berikut yaitu Metode Alokasi Langsung (direct allocation methods) dan Metode Alokasi Bertahap (step methods), 1.

Metode Alokasi Langsung {direct allocation methods) Dalam metode ini, BOP departemen pembantu dialokasikan ke tiap departemen produksi yang menikmatinya. Metode alokasi langsung digunakan apabila jasa yang dihasilkan oleh departemen pembantu hanya dinikmati oleh departemen produksi saja. Dalam metode ini tidak ada departemen pembantu yang memanfaatkan jasa departemen pembantu kin.

2.

Metode Alokasi Bertahap (step allocation methods) Metode bertahap ini digunakan apabila jasa yang dihasilkan departemen pembantu tidak hanya produksi saja, tetapi juga dapat dimanfaatkan atau departemen pembantu yang lain. Misalnya departemen pembangkit listrik yang memasok listrik yang tidak~ hanya untuk departemen produksi saja, tetapi juga untuk departemen pembantu lain. Begitu juga sebaliknya departemen listrik menerima jasa perbaikan dan perawatan dari departemen bengkel. Oleh karena itu pada metode ini, sebelum BOP di dua departemen pembantu tersebut dialokasikan ke departemen produksi, perlu diadakan alokasi BOP antar departemen pembantu yang saling menikmati jasa tersebut. Sehingga alokasi BOP dari departemen pembantu ke departemen produksi dilakukan secara bertahap, dengan terlebih dahulu mengalokasikan BOP antar departemen pembantu yang baru kemudian dilanjutkan dengan mengalokasikan BOP departemen pembantu ke departemen produksi. Metode alokasi bertahap dapat dibagi menjadi dua metode : a. Metode alokasi bertahap yang mempertimbangkan transfer jasa timbal balik antar departemen pembantu.

Dalam metode yang memperhitungkan transfer jasa timbal balik ini terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu: Metode Alokasi Kontinyu (continous allocation methods) dan Metode Aljabar (algebraic methods) b. Metode alokasi bertahap yang tidak mempertimbangkan transfer jasa timbal balik antar departemen pembantu. Dalam metode yang tidak memperhitungkan transfer jasa timbal balik ini, metode alokasi yang digunakan adalah Metode Urutan Alokasi yang Diatur (specified order of closing) METODE ALOKASI BERTAHAP YANG MEMPERHITUNGKAN JASA TIMBAL BALIK ANTAR DEPARTEMEN PEMBANTU Berbeda dengan metode alokasi langsung, dimana BOP departemen pembantu dialokasikan ke departemen produksi secara langsung, tanpa memperhitungkan jasa yang dinikmati oleh antar departemen pembantu sendiri Metode alokasi bertahap ini digunakan apabila antar departemen pembantu terdapat transfer jasa secara timbal balik dan di dalam pembuatan tarif BOP transfer jasa timbal balik ini akan diperhitungkan, maka perlu dilakukan alokasi BOP antar departemen pembantu, sebelum BOP departemen pembantu dialokasikan seluruhnya ke departemen produksi. Untuk mengikuti uraian dalam pembahasan ini dengan baik, dalam pembahasan ini perlu diadakan pembedaan istilah yang akan dipakai. Istilah yang menggambarkan pembagian BOP tak langsung departemen kepada departemen-departemen yang menikmati manfaatnya, baik departemen produksi maupun departemen pembantu adalah distribusi BOP. Setelah biaya langsung dan tidak langsung departemen dikelompokkan dalam masingmasing departemen, langkah selanjutnya adalah membagikan BOP departemen-departemen pembantu ke departemen-departemen produksi (metode langsung) atau kepada departemen pembantu lain dan departemen produksi (metode bertahap). Istilah yang digunakan untuk menggambarkan pembagian BOP departemen pembantu ke departemen produksi atau dari departemen pembantu ke departemen pembantu kin dan departemen produksi adalah Alokasi BOP. Untuk keperluan penentuan tarif BOP, jumlah BOP departemen produksi setelah alokasi BOP dari departemen pembantu kemudian dibagi dengan dasar pembebanan yang dipakai pada masing-masing departemen produksi. Atas dasar tarif ini BOP dibagikan kepada produk di departemen produksi. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan pembagian BOP di departemen produksi kepada produk adalah Pembebanan BOP. Untuk menggambarkan perbedaan istilah distribusi, alokasi dan pembebanan BOP digambarkan pada gambar 6.1.

Distribusi

BOP tidak langsung departemen

Departemen Pembantu

Departemen Produksi

Dept X

Dept A

Dept Y

Produk Dept B

Dept Z Alokasi

Pembebanan

Metode alokasi Kontinyu (continuous allocation methods) Dalam metode ini, BOP departemen-departemen pembantu yang saling memberikan jasa dialokasikan secara terus menerus, sehingga jumlah BOP yang belum dialokasikan menjadi habis atau sampai jumlah yang tak berarti. Metode Aljabar (algebraic methods) Dalam meted ini, jumlah biaya tiap departemen pembantu dinyatakan dalam persamaan aljabar METODE ALOKASI BERTAHAP YANG TIDAK MEMPERHITUNGKAN JASA TIMBAL BALIK ANTAR DEPARTEMEN PEMBANTU Dalam praktek, metode alokasi kontinyu dan metode aljabar sering menimbulkan kesulitan dalam perhitungan apabila perusahaan memiliki banyak departemen pembantu. Oleh karena itu dua metode alokasi bertahap sebelumnya tidak banyak digunakan dan lebih banyak menggunakan metode urutan alokasi yang diatur (specified order of closing). Karakteristik metode ini adalah : 1. BOP departemen pembantu dialokasikan secara bertahap 2. Alokasi BOP pembantu diatur urutannya sedemikian rupa sehingga arus alokasi biaya menuju ke satu arah. 3. Pedoman umum dalam mengatur urutan alokasi BOP departemen pembantu adalah sebagai berikut: a. BOP departemen pembantu yang jasanya paling banyak dipakai oleh departemen-departemen lain, dialokasikan pada urutan yang pertama. b. Urutan alokasi biaya dapat juga didasarkan pada urutan besarnya BOP dalam masing-masing departemen pembantu. c. Departemen pembantu yang paling banyak menerima jasa dari departemen pembantu lain diletakkan paling akhir dalam proses alokasi BOP.

4.

Selama melakukan alokasi BOP hams diperhatikan pedoman berikut ini : a. Tidak ada alokasi BOP ke dalam departemen yang BOPnya telah habis dialokasikan ke departemen lain. b. Departemen-departemen pembantu yang saling memberikan jasa, bila jumlahnya tidak material dan saling mengkompensasi, tidak diadakan alokasi BOP kedalamnya.

Contoh 1 PT. Rifani memiliki 3 Departemen Produksi, yaitu departemen A, departemen B dan departemen C serta 2 departemen pembantu, yaitu departemen X dan Departemen Y. Taksiran BOP dan taksiran kapasitas dari tiap departemen adalah sebagai berikut : Departemen Fixed Variabel Total A Rp 2.500.000 Rp 4.398.000 Rp 6.898.000 B 2.000.000 4.672.000 6.672.000 C 3.000.000 3.738.000 6.738.000 X 3.046.000 Y 5.000.000 Taksiran Kapasitas

Dept A : 100.000 JKL Dept B : 25.000 JM Dept C : Rp 36.000.000 Perbandingan Service atau jasa yang diberikan oleh departemen pembantu X dan Y kepada departemen produksi adalah sebagai berikut: Dept. A B C X Y X

40

20

25

-

15

Y

30

20

40

10

-

Dari soal diatas hitunglah tarif BOP untuk tiap departemen produksi (A, B, C) dengan menggunakan metode : a. Metode alokasi langsung b. Metode alokasi yang diatur c. Metode alokasi kontinyu d. Metode aljabar a. Metode Langsung Dept A BOP Tetap BOP Variabel Total Alokasi BOP Dept Y A= 30/90 x 5.000.000 B= 20/90 x 5.000.000 C= 40/90 x 5.000.000 Alokasi BOP Dept X A= 40/85 x 3.046.000 B= 20/85 x 3.046.000 C= 25/85 x 3.046.000 Alokasi Dept X dan Y Setelah alokasi X dan Y (a)

Dept B

Dept C

2.500.000 4.398.000 6.898.000

2.000.000 4.672.000 6.672.000

3.000.000 3.738.000 6.738.000

1.666.667 -

1.111.111 -

2.222.222

1.433.412 /' 3.100.079 9.998.079

716.706 1.827.817 8.499.817

895.882 3.118.104 9.856.104

Dept X

Dept Y

3.046.000

5.000.000 (5.000.000

(3.045.000)

0

0

Kapasitas (b) Tarif BOP (a : b) Tarif BOP Tetap Tarif BOP Variabel

100.000 JKL Rp 99,98/JKL Rp 25/JKL Rp 74,98/JKL

25.000 JM Rp 399,99/JM Rp 80/JM. Rp 319,99/JM

36.000.000 UBL 27,38 % 8,33 % . 19,05 %

Dept B

Dept C

b. Metode Alokasi yang Diatur Dept A BOP Tetap BOP Variabel Total

2.500.000 4.398.000 6.898.000

Alokasi BOP Dept Y

1.500.000

1.000.000

2.000.000

1.433.412

716.706 1.716.706 8.388.706 25.000 JM Rp 335,55/JM Rp 80/JM. Rp 255,55/JM

895.882 2.895.882 9.633.882 36.000.000 UBL 26,76 % 8,33 % 18,43 %

Alokasi BOP Dept X A= 40/85 x 3.046.000 B= 20/85 x 3.046.000 C= 25/85 x 3.046.000 Alokasi Dept X dan Y Setelah alokasi X dan Y (a) Kapasitas (b) Tarif BOP (a : b) Tarif BOP Tetap Tarif BOP Variabel

2.000.000 4.672.000 6.672.000

3.000.000 3.738.000 6.738.000

Dept X

Dept Y

3.046.000

5.000.000

500.000

(5.000.000

(3.045.000) 2.933.412 9.831.412 100.000 JKL Rp 98,31/JKL Rp 25/JKL Rp 73,31/JKL

0

0

c. Metode Alokasi Kontinyu

Dept A BOP Tetap BOP Variabel

Dept B

Dept C

Dept X

Dept Y

2.500.000 4.39,8.000

2.000.000 4.672.000

3.000.000 3.738.000

Alokasi BOP Dept Y

6.898.000 1.500.000

6.672.000 1.000.000

6.738.000 2.000.000

BOP setelah alk Dept Y Alokasi BOP Dept X BOP setelah alk Dept X Alokasi BOP Dept Y

8.398.000 1.418.400 9.816.400 159.570

7.672.000 709.200 8.381.200 106.380

8.738.000 3.546.000 0 531.900 886.500 (3.546.000) 9.624.500 0 53.190 531.900 212.760 (531.900)

BOP setelah alk Dept Y Alokasi BOP Dept X BOP setelah alk Dept X Alokasi BOP Dept Y BOP setelah alk Dept Y Alokasi BOP Dept X BOP setelah alk Dept X Alokasi BOP Dept Y

9.975.970 21.276 9.997.246 2.393 9.999.639 32

Setelah alokasi X dan Y (a) Kapasitas (b) Tarif BOP (a:b) Tarif BOP Tetap

Total

8.487.580 9.837.260 10.638 13.298 8.498.218 9.850.558 3.191 1.596 8.499.814 16 9.853.749 20

-

-

3.046.000 5.000.000 500.000 (5.000.000

53.190 (53.190) 0 80

0 7.978

80 (80)

7.978 (7.978) 0 12

9.853.769 3

01

12 (12)

9.999.676 8.499.833 9.853.772 100.000 JKL 25.000 JM 36.000.000 UBL Rp 99,9/JKL Rp 339,99/JM 27,37 % 8,33 % Rp 25/JKL Rp 80/JM

0

0

9.999.671 5

8.499.830 3

Tarif BOP Variabel

Rp 74,99/JKL Rp 259,99/JM

19,04 %

d. Metode Aljabar Persamaan : X = Rp 3.046.000 + 10 % Y Y = Rp 5.000.000 + 15 % X X

= Rp 3.046.000 + 10 % (5.000.000 + 15 % X) = Rp 3.046.000 + 500.000 + 0,015 X = Rp 3.546.000 + 0,015 X X - 0,015 X = Rp 3.546.000 0.985 X = Rp 3.546.000 X = Rp 3.600.000 Y = Rp 5.000.000 + 15 % (3.600.000) = Rp 5.000.000 + 540.000 Y = Rp 5.540.000 Dept A

Dept B 2.000.000 4.672.000 6.672.000

3.000.000 3.738.000 6.738.000

Alokasi BOP Dept X

2.500.000 4.398.000 6.898.000 ' 1662.000 8.560.000 1.440.000

1.108.000 7.780.000 720.CCn

2.216.000 554.000 (5.540.000) 8.954.000 3.600.000 (540.000) 900.000 (3.600.000) 540.000

Setelah alokasi X(a)

10.000.000

8.500.000

9.854.000

BOP Tetap BOP Variabel dan Y Total Alokasi BOP Dept Y

Dept C

Kapasitas (b)

100.000 JKL

Tarif BOP (a : b) Tarif BOP Tetap

Rp 100 /JKL Rp Rp 25/JKt Rp

340/JM 80/JM

27,37 % 8,33 %

Tarif BOP Variabel

Rp

260/JM

19,04 %

Dept X

Dept Y

3.046.000

5.000.000

0

25.000 JM 36.000.000 UBL

75/JKL Rp

SOAL LATIHAN 1. Jelaskan maksud dan manfaat dari departementalisasi BOP 2. Sebutkan dan jelaskan empat tahap utama penyusunan anggaran BOP per departemen 3. Jelaskan dua metode alokasi BOP departemen pembantu ke departemen produksi 4. Sebutkan dan jelaskan dua kelompok metode yang termasuk dalam metode alokasi bertahap 5. Jelaskan perbedaan antara metode alokasi langsung dengan metode alokasi bertahap 6. PT. Surya mempunyai 3 departemen produksi (A, B, C) dan 2 departemen pembantu (X,Y), taksiran BOP dan kapasitas tiap departemen adalah sebagai berikut: Departemen Fixed Variabel Total A Rp 3.640.000 Rp 7.837.500 Rp 11.477.500 B 2.750.000 4.725.000 7.475.000 C 4.500.000 8.475.000 12.975.000

0

X Y

-

-

3.712.500 7.200.000

Taksiran Kapasitas

Dept A : 80.000 JKL Dept B : 25.000 JM Dept C : Rp 30.000.000 UBL Perbandingan Service atau jasa yang diberikan oleh departemen pembantu X dan Y kepada departemen produksi adalah sebagai berikut: Dari soal diatas? hitunglah tarif BOP untuk tiap departemen produksi (A,B,C) dengan menggunakan metode : a. Metode alokasi langsung b. Metode alokasi yang diatur c. Metode alokasi kontinyu d. Metode aljabar

7 METODE HARGA POKOK PROSES Metode harga pokok proses diterapkan untuk mengolah informasi biaya produksi dalam perusahaan yang produksinya dilaksanakan secara massa. Metode harga pokok proses berbeda dengan metode harga pokok pesanan dalam hal pengumpulan biaya produksi, perhitungan harga pokok per satuan, klasifikasi biaya produksi dan pengelompokkan biaya yang dimasukkan dalam unsur BOP. Masalah pokok yang terdapat dalam metode harga pokok proses adalah bagaimana menentukan harga pokok produk selesai yang ditransfer ke departemen produksi berikutnya atau ke gudang dan bagaimana menentukan harga pokok produk yang pada akhir periode masih dalam proses produksi. Untuk menentukan harga pokok produk yang masih dalam proses tersebut, diperlukan perhitungan biaya produksi per satuan produk yang dihasilkan oleh suatu departemen . Untuk menghitung biaya per satuan produk yang dihasilkan oleh suatu departemen, perlu ditentukan ekuivalen unit. Ekuivalen unit ini ditentukan oleh jumlah produk selesai yang ditransfer ke departemen selanjutnya atau ke gudang, tingkat penyelesaian persediaan produk atau barang dalam proses pada akhir periode dan ada tidaknya produk yang hilang dalam proses, baik di awal maupun diakhir proses. PENGERTIAN Metode harga pokok proses merupakan metode pengumpulan harga pokok produk yang diterapkan pada perusahaan manufaktur yang berproduksi secara massa. Perusahaan manufaktur yang berproduksi secara massa memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Sifat produksinya terus menerus 2. Tujuan produksi untuk mengisi persediaan di gudang' 3. Produk yang dihasilkan merupakan produk standar 4. Produk yang dihasilkan dari waktu ke waktu adalah sama Sebagai contoh perusahaan yang berproduksi massa adalah perusahaan semen, perusahaan pupuk dan perusahaan tekstil. PERBEDAAN METODE HARGA POKOK PROSES DENGAN METODE HARGA POKOK PESANAN Untuk memahami karakteristik metode harga pokok proses, berikut ini disajikan perbedaan metode harga pokok proses dengan metode harga pokok pesanan. Perbedaan diantara dua metode pengumpulan biaya produksi ini terletak pada : 1. Pengumpulan biaya produksi 2. Perhitungan harga pokok produksi per satuan 3. Penggolongan biaya produksi 4. Unsur biaya yang dikelompokkan dalam BOP Pengumpulan Biaya Produksi Metode harga pokok pesanan mengumpulkan biaya produksi berdasarkan pesanan, sedangkan ' metode harga pokok proses mengumpulkan biaya produksi per departemen dan per periode akuntansi. Perhitungan Harga Pokok Produksi Per Satuan Metode harga pokok pesanan menghitung harga pokok per satuan dengan cara membagi total biaya yang dikeluarkan untuk pesanan tertentu dengan jumlah satuan pesanan yang bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan setelah proses produksi dari pesanan tersebut selesai diproduksi. Metode harga pokok proses menghitung harga pokok produksi per satuan dengan cara membagi total biaya produksi yang dikeluarkan untuk suatu periode dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan selama periode yang bersangkutan dan perhitungannya

dilakukan setiap akhir periode akuntansi. Penggolongan Biaya Produksi Dalam metode harga pokok pesanan, biaya produksi harus dibedakan menjadi biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. Biaya produksi langsung dibebankan kepada produk berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan biaya produksi tidak langsung dibebankan kepada produk berdasarkan tarif yang ditentukan di muka. Dalam metode harga pokok proses pembedaan biaya produksi menjadi yang langsung dan tidak langsung tidak diperlukan, terutama pada perusahaan yang hanya menghasilkan satu jenis produk. Karena harga pokok per satuan dihitung setiap akhir periode, maka umumnya BOP dibebankan kepada produk atas dasar biaya yang sesungguhnya terjadi. Unsur Biaya Yang Dikelompokkan Dalam BOP Pada metode harga pokok pesanan, BOP terdiri dari bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung dan biaya produksi lain selain bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Dalam metode ini BOP dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan dimuka. Sedangkan dalam metode harga pokok proses, BOP terdiri dari biaya produksi selain bahan baku dan bahan penolong dan biaya tenaga kerja (baik langsung maupun tidak langsung). Dalam metode ini BOP dibebankan kepada produk sebesar biaya yang sesungguhnya terjadi selama periode tertentu.

MANFAAT INFORMASI HARGA POKOK PRODUKSI Dalam perusahaan yang berproduksi massa, informasi harga pokok produksi yang dihitung secara periodik bermanfaat bagi manajemen dalam hal: 1. Menentukan harga jual produk 2. Memantau realisasi biaya produksi 3. Menghitung laba atau rugi periodik 4. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang akan disajikan dalam neraca Menentukan Harga Jual Produk Perusahaan yang berproduksi massa memproses produknya untuk memenuhi persediaan. Dengan demikian biaya produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu untuk menghasilkan informasi biaya produksi per satuan produk. Memantau realisasi biaya produksi Jika rencana produksi untuk periode tertentu telah ditetapkan, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan di dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut. Oleh karena itu akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu untuk memantau apakah proses produksi yang dikeluarkan telah sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya. Menghitung laba atau rugi periodik Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan pada periode tertentu mampu menghasilkan laba atau rugi, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk pada periode tertentu. Oleh karena itu, metode harga pokok proses digunakan perusahaan untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang sesungguhnya terjadi untuk periode tertentu untuk menghasilkan informasi laba atau rugi tiap periode. Menentukan Harga Pokok Persediaan Produk Jadi Dan Produk Dalam Proses Yang Akan

Disajikan Dalam Neraca Ketika manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi. Dalam neraca, manajemen harus menyajikan harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk dalam proses. Untuk tujuan itu, manajemen memerlukan catatan biaya produksi dap periode. Berdasarkan catatan biaya produksi periodik tersebut manajemen dapat menentukan biaya produksi yang melekat pada produk jadi yang belum terjual dan dapat menentukan harga pokok yang melekat pada produk dalam proses. Biaya produksi yang melekat pada produk jadi yang belum laku dijual dilaporkan dalam neraca sebagai harga pokok persediaan produk jadi, sedangkan biaya produksi yang melekat pada produk yang pada tanggal masih dalam pengerjaan disajikan dalam neraca sebagai harga pokok persediaan produk dalam proses. Untuk selanjutnya untuk menggambarkan penggunaan metode harga pokok proses dalam pengumpulan biaya produksi pembahasannya akan dibagi menjadi: a. Metode harga pokok proses yang diterapkan pada perusahaan yang produknya diolah hanya melalui satu departemen produksi. b. Metode harga pokok proses yang diterapkan pada perusahaan yang produknya diolah oleh lebih dari satu departemen produksi. c. Bagaimana pengaruh apabila dalam proses produksi terdapat produk yang hilang terhadap perhitungan harga pokok produksi per satuan. Produk yang hilang dalam proses produksi dapat terjadi pada awal proses dan akhir proses d. Penggunaan metode harga pokok proses yang memperhitungkan dampak persediaan produk dalam proses awal.

METODE HARGA POKOK PROSES - PRODUK DIOLAH MELALUI SATU DEPARTEMEN PRODUKSI Untuk memahami perhitungan harga pokok produk dalam metode harga pokok proses, berikut diuraikan contoh metode harga pokok proses yang diterapkan dalam perusahaan yang mengolah produknya melalui satu departemen produksi tanpa memperhitungkan adanya persediaan produk dalam proses awal periode. Contoh 1 PT. Rifani mengolah produknya secara massa melalui \ Departemen Produksi, jumlah biaya yang dikeluarkan selama bulan September 2002, adalah sebagai berikut: Biaya Bahan Baku Rp. 25.000.000 Biaya Tenaga Kerja 18.000.000 Biaya Overhead Pabrik (BOP) 36.000.000 Total biaya produksi Rp. 79.000.000 Produk yang diolah pada bulan September 2002 sebanyak 10.000 unit, yang selesai 8.000 unit dan sisanya masih dalam proses akhir bulan dengan tingkat penyelesaian, Bahan Baku = 100 %, Tenaga Kerja 80 % dan BOP = 50 %. Buat Laporan Harga Pokok Produksi (Cost Production Report), berikut catatan akuntansinya. Berdasarkan contoh diatas, penyelesaian berikut langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: Laporan Harga Pokok Produksi Laporan biaya produksi memuat tiga bagian pokok, yaitu : 1. Data Produksi Pada bagian ini dilaporkan mengenai perincian jumlah produk yang dimasukkan dalam proses, jumlah produk selesai dan jumlah produk dalam proses awal dan akhir dari suatu

periode Biaya yang dibebankan Bagian ini melaporkan perincian biaya per satuan yang dibebankan, meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan BOP 3. Perhitungan harga pokok atau pertanggungjawaban biaya Pada bagian ini dilaporkan mengenai perincian harga pokok produk selesai yang di transfer ke gudang atau departemen berikutnya dan harga pokok produk masih dalam proses pada akhir periode. Yang menjadi masalah di sini adalah bagaimana menghitung harga pokok barang jadi yang ditransfer ke gudang dan harga pokok persediaan produk dalam proses yang pada akhir periode belum selesai diproduksi. Untuk tujuan tersebut perlu dilakukan perhitungan biaya produksi per satuan yang dikeluarkan pada periode tersebut. Hasil perhitungan itu kemudian dikalikan dengan kuantitas produk jadi yang akan menghasilkan informasi harga pokok barang jadi yang ditransfer ke gudang. Untuk menghitung harga pokok persediaan produk dalam proses, biaya produksi per satuan tersebut dikalikan dengan kuantitas persediaan produk dalam proses, dengan memperhitungkan tingkat penyelesaian persediaan produk dalam proses. Untuk menghitung biaya per satuan yang dikeluarkan oleh perusahaan, perlu dihitung Ekuivalen unit Bulan September 2002, dengan cara sebagai berikut: 1. Biaya bahan baku yang dibebankan pada bulan September 2002 menghasilkan 8.000 unit produk selesai dan 2.000 unit masih dalam proses dengan tingkat penyelesaian bahan baku 100 %. Hal ini berarti biaya bahan baku sebesar Rp 25.000.000 tersebut telah digunakan untuk menyelesaikan barang jadi sebanyak 8.000 unit dan 2.000 unit barang dalam proses (100% x 2.000 unit). Dengan demikian ekuivalen unit biaya bahan baku adalah 10.000 unit dengan perhitungan : 8.000 + (100 % x 2.000) = 10.000 unit 2. Biaya tenaga kerja yang dibebankan sebesar Rp 18.000.000 tersebut dapat menghasilkan 8.000 barang jadi dan 2.000 unit barang dalam proses dengan tingkat penyelesaian biaya tenaga kerja sebesar 80 %. Hal ini berarti biaya tenaga kerja sebesar Rp 18.000.000 tersebut telah digunakan untuk menyelesaikan barang jadi sebanyak 8.000 unit dan 1.600 unit barang dalam proses (80% x 2.000 unit). Dengan demikian ekuivalen unit biaya tenaga kerja adalah 9.600 unit dengan perhitungan : 8.000 + (80 % x 2.000) = 9.600 unit 3. BOP yang dibebankan sebesar Rp 37.000.000 tersebut dapat menghasilkan 8.000 barang jadi dan 2.000 unit barang dalam proses dengan tingkat penyelesaian BOP sebesar 50 %. Hal ini berarti BOP sebesar Rp 36.000.000 tersebut telah digunakan untuk menyelesaikan barang jadi sebanyak 8.000 unit dan 1.000 unit barang dalam proses (50% x 2.000 unit). Dengan demikian ekuivalen unit BOP adalah 9.000 unit dengan perhitungan : 8.000 + (50 % x 2.000) = 9.000 unit Perhitungan harga pokok produksi per satuan produk yang diproduksi dalam bulan September 2002 dilakukan dengan cara membagi tiap unsur biaya produksi dengan ekuivalen unitnya. Setelah harga pokok produksi per satuan dihitung, harga pokok barang jadi yang ditransfer ke gudang dan harga pokok barang dalam prose dapat dihitung. Perhitungan harga pokok produksi per satuan dan harga pokok barang jadi maupun barang dalam proses disajikan pada tabel dibawah ini: Harga pokok per Biaya Produksi Total Biaya Ekuivalen Unit satuan (1) (2) (3) (4) = (2) : (3) Bahan baku Rp. 25.000.000 10.000 Rp. 2.500 Tenaga kerja 18.000.000 9.600 1.875 BOP 36.000.000 9.000 4.000 Harga pokok barang jadi : 8.000 x Rp 8.375 Rp. 67.000.000 Total Rp. 79.000.000 Rp. 8.375 Harga pokok barang dalam proses : Biaya bahan baku (100 % x 2.000 x Rp 2.500) Rp. 5.000.00 Biaya tenaga kerja ( 80 % x 2.000 x Rp 1.875) 3.000.00 Biaya overhead pabrik ( 50 % x 2.000 x Rp 4.000) 4.000.00 Rp. 12.000.000 Jumlah biaya produksi bulan September 2002 Rp. 79.000.000 2.

Dari tabel perhitungan di atas kemudian disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi (cost production report} seperti yang disajikan pada gambar 7.1. JURNAL PENCATATAN BIAYA PRODUKSI Berdasarkan informasi yang disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi, biaya produksi yang terjadi pada bulan September 2002, dibuat jurnal sebagai berikut: PT. RIFANI LAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI Bulan September 2002

Data Produksi (unit) Dimasukkan dalam proses Selesai dan ditransfer ke gudang Masih dalam proses akhir bulan

10.000 8.000 2.000 10.000

Biaya yang dibebankan pada bulan ini Biaya bahan baku Biaya tenaga kerja Biaya overhead pabrik (BOP) Jumlah

Total Rp 25.000.000 18.000.000 36.000.000 Rp79.000.000

Per unit Rp 2.500 1.875 4.000 Rp 8.375

Perhitungan Biaya Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke gudang 8.000 unit @ Rp 8.375 Rp 67.000.000 Harga pokok persediaan barang dalam proses akhir bulan : Biaya bahan baku (100 % x 2.000 x Rp 2.500) Rp 5.000.000 Biaya tenaga kerja ( 80 % x 2.000 x Rp 1.875) 3.000.000 Biaya overhead pabrik ( 50 % x 2.000 x Rp 4.000) 4.000.000 Rp 12.000.000 Jumlah biaya produksi bulan Oktober 2002 Rp 79.000.000

1. 2.

Gambar 7.1 Laporan Harga Pokok Produksi Jurnal Pencatatan Biaya Bahan Baku Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Rp 25.000.000 Persediaan Bahan Baku Jurnal Pencatatan Biaya tenaga Kerja

Rp 25.000.000

Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Gaji dan Upah 3.

4.

5.

Jurnal Pencatatan BOP Barang Dalam Proses - BOP BOP Dibebankan

Rp 18.000.000 Rp 18.000.000 Rp 36.000.000 Rp 36.000.000

Jurnal Pencatatan Harga Pokok Barang Jadi yang di Transfer ke Gudang Persediaan Barang Jadi Rp 67.000.000 Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Rp 20.000.000 Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja 15.000.000 Barang Dalam Proses - BOP 32.000.000 Jurnal Pencatatan harga Pokok Persediaan Barang Dalam Proses Persediaan Barang Dalam Proses Rp 12.000.000 Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Rp 5.000.000 Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja 3.000.000 Barang Dalam Proses - BOP 4.000.000

METODE HARGA POKOK PROSES - PRODUK DIOLAH MELALUI LEBIH DARI SATU DEPARTEMEN PRODUKSI Jika suatu produk diolah melalui lebih dari satu departemen produksi, perhitungan harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan oleh departemen produksi pertama sama dengan yang telah dibahas pada contoh 1 sebelumnya. Perhitungan harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan oleh departemen setelah departemen pertama merupakan {perhitungan yang bersifat kumulatif, karena produk yang dihasilkan oleh departemen setelah departemen pertama merupakan barang jadi dari departemen sebelumnya yang membawa harga pokok produksi dari departemen sebelumnya tersebut, maka harga pokok produk yang dihasilkan setelah departemen pertama terdiri dari: 1. Biaya produksi yang terbawa dari departemen sebelumnya 2. Biaya produksi yang ditambahkan dalam departemen setelah departemen pertama Contoh 2. PT. Rizki memiliki 2 departemen produksi (dept A dan B) untuk menghasilkan produknya. Data produksi dan biaya kedua departemen tersebut dalam bulan Oktober 2002, adalah sebagai berikut: Dept A Dept B Dimasukkan dalam proses produksi 50.000 unit Selesai dan di transfer ke Departemen B 45.000 unit Selesai dan di transfer ke Gudang 42.500 unit Produk dalam proses akhir bulan (BDP ) 5.000 unit 2.500 unit Biaya/ cost yang dibebankan : Biaya Bahan Baku Rp. 8.000.000 Rp. 0 Biaya Tenaga Kerja Rp. 11.400.000 Rp. 12.237.500 Biaya Overhead Pabrik Rp. 23.750.000 Rp. 23.362.500 Tingkat Penyelesaian BDP Biaya Bahan Baku 100 % Biaya Konversi (TKL dan BOP) 50 % 80 % Buat Laporan Harga Pokok Produksi (Cost Production Report), berikut catatan akuntansinya.

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DI DEPARTEMEN A Untuk menghitung harga pokok produksi per satuan yang dikeluarkan pada departemen A perlu dihitung ekuivalen unit tiap unsur biaya produksi departemen A dalam bulan Oktober 2002, dengan cara sebagai berikut: 1. Biaya bahan baku yang dikeluarkan oleh departemen A dalam bulan Oktober 2002 tersebut dapat menghasilkan 45.000 satuan produk selesai dan 5.000 satuan produk yang masih dalam proses, dengan tingkat penyelesaian biaya bahan baku 100 %. Hal ini berarti bahwa biaya bahan baku sebesar Rp 8.000.000 tersebut telah digunakan sepenuhnya untuk menyelesaikan barang jadi sebanyak 45.000 satuan dan 5.000 satuan (100% x 5.000) persediaan barang dalam proses. Dengan demikian ekuivalen unit biaya bahan baku adalah 50.000 satuan, dengan perhitungan : 45.000 + (100% x 5.000) = 50.000 satuan. 2. Biaya konversi, vang terdiri dari biaya tenaga kerja dan BOP yang dikeluarkan oleh departemen A pada bukn Oktober 2002 sebesar Rp 35.150.000 tersebut dapat menghasilkan 45.000 satuan produk selesai dan 5.000 satuan produk yang masih dalam proses, dengan tingkat penyelesaian biaya konversi 50 %. Hal ini berarti bahwa biaya konversi telah digunakan sepenuhnya untuk menyelesaikan barang jadi sebanyak 45.000 satuan dan 2.500 satuan (50% x 5.000) persediaan barang dalam proses. Dengan demikian ekuivalen unit biaya konversi adalah 47.500 satuan, dengan perhitungan : 45.000 + (50% x 5.000) = 47.500 satuan. Perhitungan harga pokok produksi per satuan dan harga pokok barang jadi maupun barang dalam proses di departemen A disajikan pada tabel dibawah ini : Biaya Produksi (1) Bahan Baku Tenaga Kerja BOP Total

Total Biaya

Ekuivalen unit

(2) 8.000.000 11.400.000 23.750.000 Rp 43.150.000 Rp

(3) 50.000 47.500 47.500

Harga Pokok Persatuan (4) = (2) : (3) Rp 160 240 500 Rp 900

Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke Dept B : 45.000 x Rp 900 Rp.

40.500.000

Harga pokok barang dalam proses : Biaya bahan baku

(100 % x 5.000 x Rp 160)

Biaya teaaga kerja

(50 % x 5.000 x Rp 240)

600.00

Biaya overhead pabrik (50 % x 5.000 x Rp 500)

1.250.00

Jumlah biaya produksi bulan Oktober 2002

Rp

800.00

Rp.

2.650.000

Rp.

43.150.000

Dari tabel perhitungan di atas kemudian disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi (cost

production report) seperti yang disajikan pada gambar 7.2. JURNAL PENCATATAN BIAYA PRODUKSI DEPARTEMEN A Berdasarkan informasi yang disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi, biaya produksi yang terjadi pada bulan Oktober 2002, dicatat dengan jurnal berikut: PT. RIZKI DEPARTEMEN A LAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI Bulan Oktober 2002 Data Produksi (unit) Dimasukkan dalam proses 50.000 Selesai dan ditransfer ke gudang 45.000 Masih dalam proses akhir bulan 5.000 50.000 Biaya yang dibebankan pada bulan ini Total Per unit Biaya bahan baku Rp 8.000.000 Rp 160 Biaya tenaga kerja 11.400.000 240 Biaya overhead pabrik (BOP) 23.750.000 500 Jumlah Rp 43.150.000 Rp 900 Perhitungan Biaya Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke Dept B 45.000 unit @ Rp 900 Rp 40.500.000 Harga pokok persediaan barang dalam proses akhir bulan: Biaya bahan baku (1 00 % x 5.000 x Rp 1 60) Rp 800.000 ' Biaya tenaga kerja ( 50 % x 5.000 x Rp 240) 600.000 Biaya overhead pabrik ( 50 % x 5.000 x Rp 500) 1.250.000 Rp 2.650.000 Jumlah biaya produksi bulan Oktober 2002 Rp 43.150.000 Gambar 7.2 Laporan Harga Pokok Produksi Departemen A 1.

Jurnal Pencatatan Biaya Bahan Baku Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Departemen A Rp S.000.000 Persediaan Bahan Baku Rp 8.000.000

2. Jurnal Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Departemen A Rp 11.400.000 Gaji dan Upah Rp 11.400.000 3. Jurnal Pencatatan BOP Barang Dalam Proses - BOP Departemen A Rp 23.750.000 Berbagai rekening yang di kredit Rp 23.750.000 4. Jurnal Pencatatan Harga Pokok Barang Jadi yang di Transfer ke Departemen B Persediaan Barang Jadi Rp 40.500.000 Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Departemen A Rp 7.200.000

Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Departemen A Barang Dalam Proses - BOP Departemen A

10.800.000 22.500.000

5. Jurnal Pencatatan Harga Pokok Persediaan Barang Dalam Proses Persediaan Barang Dalam Proses - Departemen A Rp 2.650.000 Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Departemen A Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Departemen A Barang Dalam Proses - BOP Departemen A

Rp.

800.000 600.000 1.250.000

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DI DEPARTEMEN B Untuk mengolah produk selesai yang diterima dari departemen A tersebut, departemen B mengeluarkan biaya tenaga kerja dan BOP dalam bulan Oktober 2002 berturut-turut sebesar Rp 12.237.500 dan Rp 23.362.500. Dari 45.000 satuan produk yang diolah departemen B tersebut dihasilkan barang jadi yang di transfer ke gudang sebanyak 42.500 satuan dan persediaan barang dalam proses sebanyak 2.500 satuan dengan tingkat penyelesaian 80 % biaya konversi. Untuk menghitung harga pokok produksi per satuan yang ditambahkan oleh departemen B, perlu dihitung ekuivalen unit tiap unsur harga pokok yang ditambahkan oleh departemen B dalam bulan Oktober 2002, dengan cara berikut : Biaya konversi, yang terdiri dari biaya tenaga kerja dan BOP yang ditambahkan oleh departemen B untuk memproses 45.000 satuan produk yang diterima dari departemen A sebesar Rp 32.000.000 tersebut dapat menghasilkan 42.500 satuan produk selesai dan 2000 satuan produk yang masih dalam proses, dengan tingkat penyelesaian biaya konversi 80 %. Hal ini berarti bahwa biaya konversi telah digunakan sepenuhnya untuk menyelesaikan barang jadi sebanyak 42.500 satuan dan 2.000 satuan (80% x 2.500) persediaan barang dalam proses. Dengan demikian ekuivalen unit biaya konversi adalah 44.500 satuan, dengan perhitungan : 42.500 + (80% x 2.500) = 44.500 satuan. Perhitungan harga pokok produksi per satuan dan harga pokok barang jadi maupun barang dalam proses di departemen B disajikan pada tabel di bawah ini: Biaya Produksi (1) Tenaga Kerja BOP Total

Total Biaya (2) Rp 12.237.500 23.750.000 Rp 35.362.500

Ekuivalen unit (3) 44.500 44.500

Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke gudang Harga pokok dari departemen A 42.500 x Rp 900 Rp Biaya yang ditambahkan oleh Dept B 42.500 x Rp 800 Total harga pokok barang jadi yang di transfer ke gudang Harga pokok barang dalam proses : Harga pokok dari departemen A 2.500 x Rp 900 Rp Biaya yang ditambahkan oleh Departemen B Biaya tenaga kerja ( 80 % x 2.500 x Rp 275) Rp Biaya overhead pabrik ( 80 % x 2.500 x Rp 525) Jumlah biaya produksi bulan Oktober 2002

Harga Pokok Persatuan (4) = (2) : (3) 275 525 Rp 800

38.250.00 34.000.00 Rp.

72.250.000

Rp. Rp.

3.850.000 76.100.000

2.250.00 550.00 1.050.00

Dari tabel perhitungan di atas kemudian disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi (cost production report) seperti yang disajikan pada gambar 7.3. PT. RIZKI DEPARTEMEN B LAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI Bulan Oktober 2002 Data Produksi (unit) Diterima dari Departemen A Selesai dan ditransfer ke gudang Masih dalam proses akhir bulan

45.000 42.500 2.500 45.000

Biaya yang dibebankan pada bulan ini : Total Harga Pokok dari departemen A

Per Unit Rp. 40.500.000

Rp.

Biaya yang dibebankan departemen B Biaya tenaga kerja Biaya Overhead Pabrik (BOP) Jumlah biaya yang ditambahkan departemen B Jumlah

11.237.500 23.362.500 Rp. 35.600.000 Rp. 76.100.000

275 525 Rp. 800 Rp. 1.700

Perhitungan Biaya Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke gudang 42.500 unit @ Rp 1.700 Rp Harga pokok persediaan barang dalam proses akhir bulan : Harga pokok departemen A (2.500 x Rp 900) Rp 2.250.000 Biaya tenaga kerja ( 80 % x 2.500 x Rp 275) 550.000 Biaya overhead pabrik ( 80 % x 2.500 x ftp 525) 1.050.000 Rp Jumlah biaya produksi bulan Oktober 2002 Rp.

900

72.250.000

3.850.000 76.100.000

Gambar 7.3 Laporan Harga Pokok Produksi Departemen B JURNAL PENCATATAN BIAYA PRODUKSI DEPARTEMEN B Berdasarkan informasi yang disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi, biaya produksi yang terjadi pada bulan Oktober 2002, dicatat dengan jurnal sebagai berikut: 1. Jurnal Pencatatan Penerimaan Produk dari Departemen A

Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Departemen B Rp. 40.500.000 Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Departemen A Rp. 7.200.000 Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Departemen A 10.800.000 Barang Dalam Proses - BOP Departemen A 22.500.000 2.

Jurnal Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Departemen BRp 11.237.500 Gaji dan Upah Rp 11.237.500

3.

Jurnal Pencatatan BOP Barang Dalam Proses - BOP Departemen B Berbagai rekening yang di kredit

4.

5.

Rp 23.362.500 Rp 23.362.500

Jurnal Pencatatan Harga Pokok Barang Jadi yang di Transfer ke Gudang Persediaan Barang Jadi Rp 72.250.000 Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Departemen B Rp 38.250.000 Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Departemen B 11.687.500 Barang Dalam Proses - BOP Departemen B 22.312.500 Jurnal Pencatatan Harga Pokok Persediaan Barang Dalam Proses Persediaan Barang Dalam Proses - Departemen B Rp 3.850.000 Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Departemen B Rp 2.250.000 Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Departemen B 550.000 Barang Dalam Proses - BOP Departemen B 1.050.000

PENGARUH ADANYA PRODUK YANG HILANG DALAM PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUK PER SATUAN

PROSES

TERHADAP

Dalam proses produksi, tidak semua produk yang diolah akan menghasilkan produk yang baik yang memenuhi standar mutu yang ditentukan. Jika bahan baku yang diolah selama periode tertentu 100 liter, yang banyaknya dinyatakan dalam ekuivalen unit sebanyak 50 satuan produk jadi, belum tentu hasil produksi pada periode tersebut akan menghasilkan 50 satuan produk tersebut. Dilihat dari saat terjadinya, produk dapat hilang pada awal proses, sepanjang proses atau pada akhir proses. Untuk kepentingan penyederhanaan perhitungan harga pokok produksi per satuan, produk yang hilang sepanjang proses dapat diperlakukan sebagai produk yang hilang awal atau akhir proses. PENGARUH TERJADINYA PRODUK YANG HILANG PADA AWAL PROSES DAN AKHIR PROSES TERHADAP PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUK PER SATUAN Produk yang hilang pada awal proses dianggap belum ikut menyerap biaya produksi yang dikeluarkan dalam departemen yang bersangkutan, sehingga tidak diikutsertakan dalam perhitungan-perhitungan ekuivalen unit produk yang dihasilkan dalam departemen tersebut. Dalam departemen pertama, produk yang hilang awal proses mengakibatkan adanya kenaikan harga pokok pada harga pokok produksi per satuan. Dalam departemen berikutnya, produk yang hilang awal proses mempunyai dua akibat yaitu : 1. Menaikkan harga pokok produksi per satuan produk yang diterima dari departemen sebelumnya 2. Menaikkan harga pokok produksi per satuan yang ditambahkan pada departemen produksi setelah departemen produksi yang pertama tersebut.

Sedangkan produk yang hilang akhir proses, karena telah ikut menyerap biaya produksi yang dikeluarkan dalam departemen yang bersangkutan, sehingga harus diperhitungkan dalam penentuan ekuivalen unit produk yang dihasilkan oleh departemen tersebut kepada masingmasing unsur harga pokok sejumlah unit yang hilang pada akhir proses. Baik pada departemen pertama maupun pada departemen-departemen berikutnya, harga pokok produk yang hilang akhir proses harus diperhitungkan dan harga pokok ini diperlakukan sebagai tambahan harga pokok produk selesai yang di transfer ke departemen produksi berikutnya atau ke gudang. Hal ini akan mengakibatkan harga pokok per satuan produk selesai yang di transfer ke departemen berikutnya atau ke gudang menjadi lebih tinggi. Untuk menggambarkan pengaruh terjadinya produk yang hikng awal atau akhir proses terhadap perhitungan harga pokok per satuan, dapat digambarkan pada contoh berikut ini. Contoh 3 PT. Amelia memiliki 2 departemen produksi (dept A dan B) untuk menghasilkan produknya. Data produksi dan biaya kedua departemen tersebut dalam bukn Nopember 2002, adalah sebagai berikut: Dept. A Dimasukkan dalam proses produksi Selesai dan di transfer ke Departemen B Selesai dan di transfer ke Gudang Produk dalam proses akhir bulan (BDP) Hilang awal proses Hilang akhir proses Biaya/cost yang dibebankan: Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead Pabrik Tingkat Penyelesaian BDP Biaya Bahan Baku Biaya Konversi (TKL dan BOP)

Dept. B

200.000 unit 180.000 unit 15.000 unit 2.000 unit 3.000 unit

172.500 unit 5.000 unit

Rp. 39.600.000 62.400.000 81.600.000

Rp. 79.875.000 Rp. 106.500.000 50 %

100 % 60 %

2.500 unit

Buat Laporan Harga Pokok Produksinya (Cost Production Report) PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DI DEPARTEMEN A Karena pada departemen A pada contoh soal 3 diatas terdapat produk yang hilang pada awal maupun akhir proses, maka perlu dibedakan antara produk yang hilang awal proses dengan akhir proses. Pada produk yang hilang awal proses, tidak diperhitungkan dalam perhitungan harga pokok produksi karena belum menyerap biaya produksi yang dikeluarkan oleh departemen A. Sebaliknya untuk produk yang hilang akhir proses perlu diperhitungkan harga pokok produksi per satuannya karena telah menyerap biaya produksi, akibatnya biaya produksi per satuan yang dihasilkan oleh departemen A menjadi lebih tinggi dibandingkan kalau ridak ada produk yang hilang pada awal maupun akhir proses. Untuk perhitungan ekuivalen unit yang lain sama halnya dengan pembahasan sebelumnya mengenai perhitungan harga pokok produksi untuk produk yang diolah oleh satu atau lebih departemen produksi. Untuk menghitung harga pokok produksi per satuan yang dikeluarkan pada departemen A perlu

dihitung ekuivalen unit tiap unsur biaya produksi departemen A dalam bulan Nopember 2002, dengan cara sebagai berikut: 1. Biaya bahan baku yang dikeluarkan oleh departemen A dalam bulan Nopember 2002 tersebut dapat menghasilkan 180.000 satuan produk selesai dan 15.000 satuan produk yang masih dalam proses, dengan tingkat penyelesaian biaya bahan baku 100 %. Hal ini berarti bahwa biaya bahan baku sebesar Rp 39.600.000 tersebut telah digunakan sepenuhnya untuk menyelesaikan barang jadi sebanyak 180.000 satuan dan 15.000 satuan (100% x 15.000) persediaan barang dalam proses. Karena dalam proses produksi pada departemen ini terdapat produk yang hilang awal proses dan akhir proses, maka harus diperhitungkan adanya produk yang hilang tersebut. Untuk produk yang hilang awal proses tidak diperhitungkan dalam ekuivalen unitnya, sebaliknya pada produk yang hilang akhir proses harus diperhitungkan ekuivalen unitnya, dimana pada departemen ini produk yang hilang akhir proses sebanyak 3000 unit. Dengan demikian ekuivalen unit biaya bahan baku adalah 198.000 satuan, dengan perhitungan : 180.000 + (100% x 15.000) + 3.000 = 198.000 satuan. 2. Biaya konversi, yang terdiri dari biaya tenaga kerja dan BOP yang dikeluarkan oleh departemen A pada bulan Nopember 2002 sebesar Rp 144.000.000 tersebut dapat menghasilkan 180.000 satuan produk selesai dan 15.000 satuan produk yang masih dalam proses, dengan tingkat penyelesaian biaya konversi 60 %. Hal ini berarti bahwa biaya konversi telah digunakan sepenuhnya untuk menyelesaikan barang jadi sebanyak 180.000 satuan dan 9.000 satuan (60% x 15.000) persediaan barang dalam proses juga atas produk yang hilang pada awal maupun akhir proses. Sama halnya dengan biaya bahan baku untuk biaya konversi ini juga perlu diperhitungkan ekuivalen unit untuk produk yang hikng akhir proses. Dengan demikian ekuivalen unit biaya konversi adalah 192.000 satuan, dengan perhitungan : 180.000 + 9.000 (60% x 15.000) + 3.000 = 192.000 satuan. Perhitungan harga pokok produksi per satuan dan harga pokok barang jadi maupun barang dalam proses di departemen A disajikan pada tabel dibawah ini: Biaya Produksi (1) Bahan Baku Tenaga Kerja BOP Total

Total Biaya (2) Rp 39.600.000 62.400.000 81.600.000 Rp 183.600.000

Ekuivalen Unit (3) 198.000 192.000 192.000

Harga Pokok Persatuan (4) = (2): (3) Rp 200 325 425 Rp 950

Harga pokok barang jadi yang di transfer ke Dept B : 180.000 x Rp 950 Rp. 171.000.000 Penyesuaian produk yang hilang akhir proses 3.000 x Rp 950 2.850.000 Harga pokok produk selesai yang di transfer ke dept B : 180.000 x Rp 965,83 Rp. 173.850.000 Harga pokok barang dalam proses : Biaya bahan baku (100 % x 15.000 x Rp 200) Rp 3.000.00 Biaya tenaga kerja ( 60 % x 15.000 x Rp 325) 2.925.00 Biaya overhead pabrik ( 60 % x 15.000 x Rp 425) 3.825.00 Rp. 9.750.000 Jumlah biaya produksi bulan Nopember 2002 Rp. 183.600.000 Dari tabel perhitungan di atas kemudian disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi (cost production report} seperti yang disajikan pada gambar 7.4.

PT. AMELIA DEPARTEMEN A LAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI Bulan November 2002 Data Produksi (unit) Dimasukkan dalam proses Selesai dan ditransfer ke Departemen B Masih dalam proses akhir bulan Hilang awal Proses Hilang akhir Proses

200.000 180.000 15.000 2.000 3.000 200.000

Biaya yang dibebankan pada bulan ini : Total Biaya Bahan Baku Biaya tenaga kerja Biaya Overhead Pabrik (BOP) Jumlah

Per Unit Rp. 39.600.000 62.400.000 81.600.000 Rp.183.600.000

Perhitungan Biaya Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke Dept. B : 180.000 x p. 950 Penyesuaian produk yang hilang akhir proses 3.000 x Rp 950 Harga pokok persediaan barang dalam proses akhir bulan : Biaya Bahan Baku ( 100% x 15.000 x Rp 200 ) Rp Biaya tenaga kerja ( 60 % x 15.000 x Rp 325 ) Biaya overhead pabrik ( 60 % x 15.000 x Rp. 425) Jumlah biaya produksi bulan November 2002

Rp. Rp.

200 325 425 950

Rp. 171.000.000 Rp 2.850.000 Rp. 173.850.000

3.000.00 2.925.00 3.825.00 Rp 9.750.000 Rp. 183.600.000

Gambar 7.4 Laporan Harga Pokok Produksi Departemen A. Adanya produk yang hilang awal dan akhir proses pada departemen pertama JURNAL PENCATATAN BIAYA PRODUKSI DEPARTEMEN A Berdasarkan informasi yang disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi, biaya produksi yang terjadi pada bulan Nopember 2002, dicatat dengan jurnal berikut: 1.

Jurnal Pencatatan Biaya Bahan Baku Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Departemen A Rp 39.600.000 Persediaan Bahan Baku Rp 39.600.000

2.

Jurnal Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Departemen A Rp 62.400.000 Gaji dan Upah Rp. 62.400.000

3. Jurnal Pencatatan BOP Barang Dalam Proses - BOP Departemen A Berbagai rekening yang di kredit

Rp 81.600.000 Rp 81.600.000

4.

Jurnal Pencatatan Harga Pokok Barang Jadi yang di Transfer ke Departemen Persediaan Barang Jadi Rp 173.850.000 Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Departemen A Rp. 36.600.000 Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Departemen A 59.475.000 Barang Dalam Proses - BOP Departemen A 77.775.000

5.

Jurnal Pencatatan Harga Pokok Persediaan Barang Dalam Proses Persediaan Barang Dalam Proses - Departemen A Rp 9.750.000 Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Departemen A Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Departemen A Barang Dalam Proses - BOP Departemen A

Rp.

3.000.000 2.925.000 3.825.000

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DI DEPARTEMEN B Untuk mengolah produk selesai yang diterima dari departemen A tersebut, departemen B mengeluarkan biaya tenaga kerja dan BOP dalam bulan Nopember 2002 berturut-turut sebesar Rp 79.875.000 dan Rp 106.500.000. Dari 180.000 satuan produk yang diolah departemen B tersebut dihasilkan barang jadi yang ditransfer ke gudang sebanyak 172.500 satuan dan persediaan barang dalam proses sebanyak 5.000 satuan dengan tingkat penyelesaian 50 % biaya konversi dan 2.500 unit produk yang hilang pada akhir proses. Untuk menghitung harga pokok produksi per satuan yang ditambahkan oleh departemen B, perlu dihitung ekuivalen unit tiap unsur harga pokok yang ditambahkan oleh departemen B dalam bulan Nopember 2002, dengan cara berikut: Biaya konversi, yang terdiri dari biaya tenaga kerja dan BOP yang ditambahkan oleh departemen B untuk memproses 180.000 satuan produk yang diterima dari departemen A sebesar Rp 173.850.000 tersebut dapat menghasilkan 172.500 satuan produk selesai, 5000 satuan produk yang masih dalam proses, dengan tingkat penyelesaian biaya konversi 50 % dan produk yang hilang akhir proses sebanyak 2.500 satuan. Hal ini berarti bahwa biaya konversi telah digunakan untuk menyelesaikan barang jadi sebanyak 172.500 satuan, 2.500 satuan (50% x 5.000) persediaan barang dalam proses dan 2.500 produk hilang akhir proses. Dengan demikian ekuivalen unit biaya konversi adalah 177.500 satuan, dengan perhitungan : 172.500 + 2.500 (50% x 5.000) + 2.500 = 177.500 satuan. Perhitungan harga pokok produksi per satuan dan harga pokok barang jadi maupun barang dalam proses di departemen B disajikan pada tabel dibawah ini: Biaya Produksi

Total Biaya

Ekuivalen Unit

Harga Pokok Persatuan

(1)

(2)

(3)

(4) = (2): (3)

Tenaga Kerja BOP Total

79.875.000 106.500.000 Rp 186.375.000

177.500 177.500

Rp.

450 600 Rp 1.050

Harga pokok barang jadi yang di transfer ke gudang Harga pokok dari departemen A (172.500 xRp 965,83) Rp 166.605.675 Biaya yang ditambahkan oleh Dept B (172.500 x Rp 1.050) 181.125.000 Produk yang hilang akhir proses 2500 (Rp 965,83 + Rp 1.050) 5.039.575 Total Harga pokok barang jadi yang di transfer ke gudang : Rp. 352.770.250 Harga pokok barang dalam proses (5000) : Harga pokok dari departemen A (5.000 x Rp 965,83) Rp 4.829.750 Biaya yang ditambahkan oleh Departemen B Biaya tenaga kerja ( 50 % x 5.000 x Rp 450) Rp. 1.125.000 Biaya overhead pabrik ( 50 % x 5.000 x Rp 600) 1.500.000 Rp. 7.454.750 Jumlah biaya produksi bulan Nopember 2002 Rp. 360.225.000

Dari tabel perhitungan di atas kemudian disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi (costproduction report) seperti yang disajikan pada gambar 7.5. JURNAL PENCATATAN BIAYA PRODUKSI DEPARTEMEN B Berdasarkan informasi yang disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi, biaya produksi yang terjadi pada bulan Nopember 2002, dicatat dengan jurnal sebagai berikut: 1.

Jurnal Pencatatan Penerimaan Produk dari Departemen A Barang Dalam Proses - Departemen B Rp 173.850.000 Barang Dalam Proses - Harga Pokok Departemen A Rp 36.600.000 Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Departemen A 59.475.000 Barang Dalam Proses - BOP Departemen A 77.775.000

2.

Jurnal Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Departemen B Rp 79.875.000 GajidanUpah Rp 79.875.000

3.

Jurnal Pencatatan 3CP Barang Dalam Proves - BOP Departemen B Berbagai rekening yang di kredit

Rp 106.500.000 Rp 106.500.000

4.

Jurnal Pencatatan Harga Pokok Barang Jadi yang di Transfer ke Gudang Persediaan Barang Jadi Rp 352.770.250 Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Departemen B Rp 169.020.250 Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Departemen B 78.750.000 Barang Dalam Proses - BOP Departemen B 105.000.000

5.

Jurnal Pencatatan Harga Pokok Persediaan Barang Dalam Proses Persediaan Barang Dalam Proses - Departemen B Rp 7.454.750 Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Departemen B Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Departemen B Barang Dalam Proses - BOP Departemen B

Rp

4.829.750 1.125.000 1.500.000

PT. AMELIA DEPARTEMEN B LAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI Bulan November 2002 Data Produksi (unit) Diterima dari Departemen A Selesai dan ditransfer ke gudang Masih dalam proses akhir bulan Hilang akhir proses

180.000 172.500 5.000 2.500 180.000

Biaya yang dibebankan pada bulan ini : Total Harga Pokok dari departemen A

Per Unit Rp.173.850.000

Rp.965,83

Biaya yang dibebankan departemen B Biaya tenaga kerja Biaya Overhead Pabrik (BOP) Jumlah biaya yang ditambahkan departemen B Jumlah

79.875.000 106.500.000 Rp. 35.600.000 Rp. 76.100.000

450 600 Rp 1050 Rp2015,83

Perhitungan Biaya Harga pokok barang jadi yang ditransfer ke gudang : Harga pokok dari departemen A (172.500 x Rp 965,83) Rp 166.605.675 Harga Pokok yang ditambahkan pada departemen B (172.500 x Rp1050) 181.125.000 Penyesuaian produk yang hilang akhir proses 2500 x (965,83 x Rp 965,83) 5.039.575 Rp 352.770.250 Harga pokok persediaan barang dalam proses akhir bulan : Harga pokok departemen A ( 100% x 5000 x Rp965,73 ) Rp 7.829.75 Biaya tenaga kerja ( 50 % x 5.000 x Rp 450 ) 1.125.00 Biaya overhead pabrik ( 50 % x 5.000 x Rp 600 ) 1.500.00 Rp 7.454.750 Jumlah biaya produksi bulan November 2002 Rp. 360.225.000 Gambar 7.5 Laporan Harga Pokok Produksi Departemen B. Adanya produk yang hilang akhir proses pada departemen terakhir

SOAL LATIHAN 1. Jelaskan beberapa karakteritik produksi dari petusahaan yang menggunakan metode harga pokok proses. 2. Jelaskan perbedaan antura metode harga pokok pesanan dan metode harga pokok proses dilihat dari segi pengumpulan biaya produksi, perhitungan harga pokok per satuan, klasifikasi biaya produksi dan unsur yang digolongkan dalam biaya overhead. 3. Sebutkan dan jekskan manfaat informasi harga pokok produksi dalam perusahaan yang berproduksi secara massa. 4. Jelaskan perlakuan akuntansi untuk produk yang hilang awal dan akhir proses pada perusahaan yang berproduksi secara massa. 5. Data produksi dan biaya dua departemen (X dan Y) dari PT. Rizki adalah sebagai berikut: Dept X Dept Y Dimasukkan dalam proses 150.000 unit Selesai dan ditransfer ke dept B 125.000 unit Selesai dan ditransfer ke gudang 120.000 unit Masih dalam proses akhir bulan (BDP akhir) 25.000 unit 5.000 unit Biaya/cost yang dikeluarkan : Bahan baku Rp 97.500.000 Tenaga kerja langsung 80.500.000 99.000.000 Biaya overhead pabrik 105.000.000 123.750.000 Tingkat penyelesaian BDP akhk : Bahan baku 100% Biaya konversi 60 % 75 % Dari soal diatas buatlah : a. b.

Laporan harga pokok produksi (costproduction report) pada dua departemen dari PT. Rizki Buatlah jurnal yang diperlukan

6. a. b. c.

Dari soal 5 diatas, hitunglah : Ekuivalen unit dari biaya konversi pada departemen X Berapa total harga pokok produk selesai yang ditransfer oleh dept X ke dept Y Berapa total harga pokok dari produk yang belum selesai (BDP akhir) pada dept Y

8 PRODUK BERSAMA DAN PRODUK SAMPINGAN Dalam proses produksi perusahaan tertentu, seringkali terdapat pengolahan satu atau beberapa macam bahan baku dalam satu proses produksi dapat menghasilkan dua jenis produk atau lebih. Perusahaan pengeboran minyak misalnya mengolah minyak mentah menjadi bensin, minyak tanah, oli dan produk dari minyak yang lain. Dalam perusahaan semacam ini, karena berbagai produk yang dihasilkan tersebut berasal dari proses pengolahan bahan baku yang sama, timbul masalah pengalokasian biaya bersama (joint cost) kepada berbagai produk yang dihasilkan tersebut. PRODUK BERSAMA DAN BIAYA BERSAMA Produk bersama (joint product) adalah dua macam produk atau lebih yang dihasilkan melalui proses yang sama secara serentak atau melalui proses yang berututan, dimana masing-masing produk memiliki nilai yang relatif berimbang. Produk bersama berasal dari bahan baku yang sama, apabila produk yang satu jumlah produksinya ditambah maka produk yang lain juga bertambah, walaupun jumlah kenaikannya tidak sama. Contoh produk bersama misalnya perusahaan pemotongan hewan yang dapat menghasilkan daging, kulit, dan jeroan. Contoh lain misalnya perusahaan minyak yang mengolah minyak mentah menjadi bensin, minyak tanah, oli dan produk dari minyak yang lain. Biaya yang terjadi untuk memproduksi produk bersama melipuri biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan BOP. Biaya yang dikeluarkan untuk mengolah produk bersama ini dikenal dengan biaya produk bersama (joint product cost), Biaya produk bersama (joint product cost) dapat diberikan pengertian sebagai biaya yang dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku diolah sampai dengan saat berbagai macam produk dapat dioisahkan idenritasnya. Saat suatu proses produksi dapat mengidentifikasikan produk-produk yang dihasilkan dikenal dengan istilah Titik Pisah atau Titik Pencar (split off point}. Pada titik pisah perusahaan sudah dapat mengidentifikasi atau menentukan suatu produknya apakah produk A, produk B atau produk C. Untuk menggambarkan hubungan biaya bersama dan titik pisah dapat dilihat pada gambar

Produk A Proses Produksi • • •

Biaya Bahan baku Biaya Tenaga Kerja Langsung BOP / FOH

Produk B Produk C

8.1 Gambar 8.1. Titik Pisah / Pencar (split off point) JOINT COST (BIAYA BERSAMA) Joint cost adalah Biaya - biaya yang timbul dari pemrosesan atau pengolahan produk yang diproduksi dari bahan mentah yang sama. Joint cost terjadi sebelum dua produk atau lebih yang diolah secara bersama-sama dan serentak dapat dipisahkan (split off point), Sedangkan biaya-biaya yang terjadi untuk

memproses lebih lanjut setelah split off point bukan lagi cost, tetapi Separable Cost atau Cost After Split off Point Biaya bersama tidak dapat diikuti jejaknya atau tidak mudah untuk diidentifikasikan kepada setiap jenis produk yang dihasilkan, sehingga joint product sampai pada titik pisah sulit untuk ditentukan harga pokoknya. Biaya bersama disebut juga sebagai biaya bergabung (common cost), yaitu biaya-biaya yang terjadi untuk memproduksi dua macam produk atau lebih dengan menggunakan fasilitas yang sama, tetapi waktu pengolahannya tidak bersamaan atau serentak, contoh perusahaan susu yang memproduksi susu coklat, susu bayi, dan jenis susu lainnya. Produk tersebut diokh secara bergantian dengan menggunakan fasilitas pabrik yang sama. Biaya bahan dan biaya tenaga kerja dalam pengolahan tersebut dapat diidentifikasi secara langsung pada setiap jenis produk, sedangkan BOP tidak dapat diidentifikasi pada setiap produk. Apabila dua macam produk atau lebih dikerjakan dalam waktu yang bersamaan, tetapi berasal dari bahan baku yang berbeda dan menggunakan fasilitas yang berbeda kecuali bangunan, maka produk itu disebut Produk Sekutu (co-product). Bahan baku, tenaga kerja dan fasilitas pabrik selain bangunan dapat diidentifikasikan pada tiap produk sekutu. Dengan demikian hanya biaya penyusutan bangunan, biaya pemeliharaan bangunan, biaya asuransi bangunan dan biaya kin yang berhubungan dengan bangunan merupakan biaya bersama. PRODUK SAMPINGAN (BYPRODUCT) Produk sampingan (by product) merupakan Hasil proses produksi yang tidak dapat dihindari, laku dijual dan biasanya bernilai rektif rendah dan bukan tujuan utama dari proses produksi. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa syarat dari produk sampingan, adalah : a. Tidak dapat dihindari b. Laku dijual (saleable) c. Harganya rektif rendah d. Bukan tujuan utama Contoh : Proses produksi tahu, akan menghasilkan ampas dan ampas ini merupakan hasil sampingan. Produk sampingan ini mempunyai nilai total rektif lebih kecil dibandingkan dengan produk utamanya. Produk yang mempunyai nilai total rektif lebih besar disebut sebagai Produk Utama (main product). By product dapat dibedakan menjadi 2, berdasarkan kyak tidaknya byproduct untuk dijual pada saat pemisahan dari produk utama (main product) : 1. By product yang tanpa diproses lebih lanjut sebelum dijual 2. By product yang harus diproses lebih lanjut sebelum dijual. PENENTUAN HARGA POKOK PRODUK BERSAMA (JOINT PRODUCT) Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa biaya produk bersama tidak dapat diidentifikasikan dengan mudah, sehingga harga pokok produk bersama ini sulit ditentukan. Meskipun demikian manajemen berkepentingan untuk menentukan harga pokok tiap-tiap jenis produk bersama, yaitu : 1. Untuk penilaian persediaan dalam neraca 2. Untuk penentuan pendapatan 3. Untuk mengetahui kontribusi masing-masing jenis produk terhadap laba perusahaan secara keseluruhan Untuk memenuhi tujuan diatas, manajemen berupaya untuk mengalokasikan biaya bersama kepada masing-masing jenis produk, sehingga harga pokok masing-masing produk bersama dapat ditentukan. Alokasi biaya bersama dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu metode berikut: 1. Metode biaya rata-rata per satuan (thi'average unit cost method?) 2. Metode rata-rata tertimbang (the weighted average methods)

3. 4.

Metode nilai pasar atau nilai jual (market or sales value methods} Metode satuan fisik (physical unit cost methods)

Metode biaya rata-rata per satuan (average unit cost methods) Metode ini hanya dapat dipakai bik produk bersama yang dihasilkan diukur dalam satuan yang sama. Umumnya metode ini digunakan oleh perusahaan yang menghasilkan beberapa macam produk yang sama dari satu proses bersama tetapi mutunya berlainan. Dalam metode ini harga pokok masing-masing produk dihitung sesuai dengan proporsi kuanritas yang diproduksi. Biaya rata-rata per satuan adalah jumlah biaya bersama dibagi jutnlah satuan seluruh produk bersama. Hal ini berarti biaya bersama dialokasikan kepada masing-masing jenis produk menurut perbandingan kuantitasnya. Yang mendasari metode ini adalah suatu pendapat bahwa semua jenis produk diolah melalui proses yang sama, sehingga tidak mungkin didalam proses yang sama memiliki biaya per satuan yang berbeda. Metode rata-rata tertimbang (weighted average methods) Jika dalam metode rata-rata per satuan dasar yang dipakai dalam mengalokasikan biaya bersama adalah kuantitas produksi, maka dalam metode ini kuantitas produksi ini dikalikan terlebih dahulu dengan angka penimbang dan hasil kalinya baru dipakai sebagai dasar alokasi. Penentuan angka penimbang untuk tiap-tiap produk dapat didasarkan pada jumlah bahan yang dipakai, sulitnya pembuatan produk, waktu yang dikonsumsi dan pembedaan jenis tenaga kerja yang dipakai untuk tiap jenis produk yang dihasilkan. Jika yang dipakai sebagai angka penimbang adalah harga jual produk maka metode alokasinya disebut metode nilai jual relatif Metode nilai jual relatif (sales value methods) Metode ini banyak digunakan untuk mengalokasikan biaya bersama kepada produk bersama. Dasar pemikiran metode ini adalah bahwa harga jual suatu produk merupakan perwujudan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam mengolah produk tersebut. Jika salah satu produk terjual lebih tinggi dari produk yang kin, hal ini karena biaya yang dikeluarkan untuk biaya tersebut lebih banyak bila dibandingkan dengan produk yang lain. Oleh karena itu menurut metode ini, cara yang logis untuk mengalokasikan biaya bersama adalah berdasarkan pada nilai jual rektif masing-masing produk bersama yang dihasilkan. Pemakaian metode nilai jual relatif dalam mengalokasikan biaya bersama ini akan menghasilkan persentase laba kotor dari hasil penjualan yang besarnya sama untuk setiap jenis produk bersama tersebut. Variasi penggunaan metode nilai jual relatif kita dapati bila satu atau beberapa produk bersama memerlukan biaya pengolahan lebih lanjut (separable cost) setelah titik pisah. Nilai jual produk bersama dapat diketahui setelah produk bersama tersebut mengalami pengolahan lebih lanjut. Dengan demikian pada saat terpisah produk bersama tersebut belum memiliki nilai jual. Untuk mengalokasikan biaya bersama perlu dihitung nilai jual hipotesis yang dihitung dengan cara mengurangi nilai jual produk bersama setelah diproses lebih lanjut dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengolahan sejak saat terpisah sampai dengan produk tersebut siap untuk dijual. Metode satuan fisik (physical unit cost methods) Metode ini mencoba menentukan harga pokok produk bersama sesuai dengan manfaat yang ditentukan oleh masing-masing produk akhir. Dalam metode ini biaya bersama dialokasikan kepada produk atas dasar koefisien fisik yaitu kuantitas bahan baku yang terdapat dalam masing-masing produk. Koefisien fisik ini dinyatakan dalam satuan berat, volume atau ukuran yang lain. Dengan demikian metode ini menghendaki bahwa produk bersama yang dihasilkan harus dapat diukur dengan satuan ukuran pokok yang sama. Jika produk bersama memiliki satuan ukuran yang berbeda, harus ditentukan koefisien ekuivalen yang digunakan untuk

mengubah berbagai satuan tersebut menjadi ukuran yang sama. Contoh 1 PT. Rifani memproduksi produk bersama A, B, C dan D dengan jumlah biaya bersama sebesar Rp 200.000.000. Kuantitas yang diproduksi : A 25.000 unit, B 40.000 unit, C 60.000 unit dan D 75.000 unit. Masing-masing produk (A,B,C dan D) dijual pada saat titik pisah dengan harga per unit masing-masing Rp 2.250, Rp 1.750, Rp 1.500 dan Rp 800. Informasi dan alokasi biaya bersama PT. Rifani digambarkan pada tabel dibawah ini Harga penjualan Joint Cost Product Unit Total harga jual perunit pada titik pisah A 25.000 Rp. 2.250 Rp. 56.250.000 B 40.000 1.750 70.000.000 200.000.000 C 60.000 1.500 90.000.000 D 75.000 800 60.000.000 Jumlah 200.000 Rp. 276.250.000 Metode biaya rata-rata pet satuan (average unit cost methods) 200.000.00 0 Alokasi Joint cost ke joint product = = Rp 1000 200.000 Alokasi : Ke produk A = 1000 x 25.000 = Rp 25.000.000 B = 1000 x 40.000 = 40.000.000 C = 1000 x 65.000 = 60.000.000 D = 1000 x 75.000 = 75.000.000 JumlahRp 200.000.000 Kesimpulan : Produk A = Laba 1.250 (2.250 - 1000) Produk B = Laba 750 (1.750 -1000) Produk C = Laba 500 (1.500 - 1000) Produk D = Rugi 200 ( 800-1000) Metode biaya rata-rata tertimbang (weighted average methods) Penimbang A = 10 Ke produk A = 10x25.000= Rp 250.000 B = #"7 C ____^ B =7.5x40.000= 300.000 C = 5 // ^ C = 5 x 25.000 = 300.000 D = 2 D = 2 x 75.000 = 150.000 Jumlah Rp 1.000.000 r • • u 200.000.000 _. -„„ Cost rata-rata per unit penimbang = — — = Rp 20U Alokasinya Ke produk A = 250.000 x Rp 200 = Rp 50.000.000 B = 32^000 x Rp 200 = 64.000.000 C = 300.000 x Rp 200 = 60.000.000 D = 150.000 x Rp 200 = 30.000.000 JumlahRp 200.000.000 Kesimpulan : Semua produk laba " tergantung pada penimbang" 1 Metode nilai jual relatif (sales value methods) Untuk setiap Rp. 1 peniuakn alokasi joint cost = 200.000.000 _ 72 398 0/0 v 276.250.000 Alc!:r.:inya Ke produk A = 72,398 % x 56.250.000 = Rp 40.723.875 B = 72,398 % x 70.000.000 = 50.678.600

C - 72,398 % x 90.000.000 = 65.158.725 D= 72,398 %x 60.000.000 = 43.4J8.800 JumlahRp 200.000.000 Kesimpulan : Tiap jenis produk memperoleh laba sebesar 27,602 % Bukti: Produk A = 2.250 - (72,398 % x 2.250) x 100% 2.250 = 27,602% Produk C = 1.500 - (72,398 %x 1.500) x 100% 1.500 = 27,602% Harga jual Hipotesis = A = 69,93 % x 62.500.000 = B = 69,93 % x 76.000.000 = C = 69,93 % x 95.000.000 = D = 69,93 % x 52.500.000 = Jumlah 56.206.250 69.147.000 91.433.500 ________ ________ 59.213.250 200.000.000 + 76.000.000 = 276.000.000 Cost per unit A = 56.206.250/25.000 = 2248,25 B = 69.147.000/40.000 = 1728,675 C = 91.433.500/ 60.000 = 1523,89 D = 59.213.250/ 75.000 = 789,51 Contoh 2. Metode satuan fisik (physical unit cost methods) Misalnya perusahaan penyulingan setiap mengolah minyak mentah sebanyak 25.500 barel menghasilkan beberapa macam produk. Untuk pengolahan minyak mentah tersebut dikeluarkan biaya bersama sebesar Rp 200.000.000, maka Perhitungan alokasi biaya bersama kepada masing-masing produk dilakukan berdasarkan persentase kuantitas masing-masing produk tersebut disajikan pada label berikut ini. PENENTUAN HARGA POKOK PRODUK SAMPINGAN (BYPRODUCT) Telah diuraikan sebelumnya bahwa produk sampingan bukan merupakan tujuan utama dati proses produksi, meskipun ikut menikmati biaya bersama. Nilai jual produk sampingan relatif rendah, sehingga mengalokasikan biaya bersama untuk untuk penentuan harga produk sampingan menjadi tidak signifikan. Metode akuntansi produk sampingan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Metode-metode yang tidak mencoba menghitung harga pokok produk sampingan atau persediaannya, tetapi memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan sebagai pendapatan atau pengurang biaya produksi. Metode ini biasa disebut Metode Tanpa Harga Pokok (non cost methods) 2. Metode-metode yang mencoba mengalokasikan sebagian biaya bersama kepada produk sampingan dan menentukan harga pokok persediaan produk atas dasar biaya yang dialokasikan tersebut. Metode ini dikenal dengan Metode Harga Pokok (cost methods) metode tanpa harga pokok (non cost method) Beberapa metode perlakuan terhadap pendapatan penjuakn produk sampingan yang dapat dipakai dalam metode ini antara lain : 1. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha (other income) 2. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai tambahan pendapatan penjualan produk utama 3. Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang harga pokok

penjualan Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang total harga pokok produksi Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha (other income) Dalam metode ini pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk sampingan dikurangi dengan penjualan returnya dicatat dalam rekening "Pendapatan Penjualan Produk Sampingan" dan pada akhir periode akuntansi di tutup ke rekening Rugi Laba. Rekening pendapatan penjualan produk sampingan dicantumkan dalam laporan laba rugi dalam kelompok penghasilan di luar usaha (other income]. Metode ini cocok digunakan dalam perusahaan yang : a. Nilai produk sampingannya tidak begitu penting atau tidak dapat ditentukan. b. Penggunaan metode yang lebih teliti memerlukan biaya yang yang tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh. c. Saat terpisahnya produk sampingan dengan produk utama tidak begitu jelas dan pembebanan harga pokok produk sampingan kepada produk utama tidak mengakibatkan perbedaan yang mencolok pada harga pokok produk utama. Sedangkan kelemahan metode ini adalah : a. Apabila pada akhir periode terdapat persediaan produk sampingan, maka timbul masalah penilaian persediaan untuk tujuan pembuatan neraca perusahaan. Bila metode ini digunakan maka nilai pasar persediaan produk sampingan tersebut harus dilaporkan dalam neraca sebagai catatan kaki. 4.

b. c.

Dapat mengakibatkan penandingan pendapatan dengan biaya tidak dalam periode vang tepat. Pada saat produk sampingan selesai diproduksi tidak dibuat jurnal pencatatan dan pencatatan baru dilakukan pada saat dijual. Tidak adanya pengawasan terhadap persediaan produk sampingan, sehingga hal ini membuka kesempatan untuk terjadinya penggelapan terhadap produk sampingan. d. Meskipun nilai jual produk sampingan relatif rendah, tetapi kalau pendapatan penjualannya dilaporkan sebagai penghasilan di luar usaha, hal ini akan mengaburkan gambaran menyeluruh tentang hasil usaha perusahaan.

Contoh perlakuan dari metode ini adalah : PT. OKB Income Statement BulanDesember 2002 Sales xxxxxxx Cost of Good Sales/HPP Gross Profit xxxxxxx Operating expense Marketing expense xxxxxxx General & Administration expense xxxxxxx Total operating expense xxxxxxx Net operating expense xxxxxxx Other income and other expense Other income Income from sales of by product xxxxxxx Other expense Interest expense ' xxxxxxx Other income (expense) xxxxxxx Income before extra ordinary xxxxxxx

xxxxxxx -

Extra ordinary gain (loss) xxxxxxx Net income before taxxxxxxxx Income tax (PPh) xxxxxxx Net income xxxxxxx Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai tambahan pendapatan penjualan produk utama Metode ini merupakan variasi metode pertama sebelumnya. Semua biaya produksi dikurangkan dari pendapatan penjualan semua produk (produk utama maupun produk sampingan) untuk menghitung laba kotor. Sales xxxxxxx Income from sales of by product xxxxxxx + Total Sales xxxxxxx Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang hatga pokok penjualan Dalam metode ini pendapatan penjualan produk sampingan dikurangkan dari harga pokok penjualan sehingga menghasilkan laba kotor. Sales xxxxxxx Cost of Good Sales/HPP xxxxxxx Income from sales of by product (xxxxxxx) xxxxxxx Gross Profit xxxxxxx Pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang total harga pokok produksi Bahan baku yang dipakai Rp. 1.000.000 Biaya Tenaga Kerja langsung 500.000 Biaya Overhead Pabrik 500.000 Total Biaya Produksi Rp. 2.000.000 Hasil penjualan by product 250.000 Total biaya produksi setelah dikurangi by product Rp. 1.750.000 Persediaan akhir barang jadi ___ 175.000 CGS/HPP Rp. 1.750.000 Metode Nilai Pasar (reversal cost methods) Metode perlakuan produk sampingan ini pada dascirnya sama dengan metode terakhir yang telah dibicarakan diatas. Terdapat sedikit perbedaan dengan metode ini, yaitu bila pada metode yang terakhir diatas yang dikurangkan dari total biaya produksi adalah pendapatan penjualan sesungguhnya produk sampingan, sedangkan pada metode nilai pasar ini yang diknrangkan adalah taksiran nilai pasar produk sampingan. Metode ini mencoba menaksir biaya produk sampingan dengan titik tolak dari nilai pasarnya. Contoh 3. Biaya bersama yang dikeluarkan untuk memproduksi 50.000 Kg produk utama dan 5.000 kg produk sampingan sejumlah Rp 32.000.000. Setelah terpisah dari produk sampingan, produk utama dapat laku dijual tanpa harus melalui pengolahan lebih lanjut. Nilai pasar produk sampingan Rp 200 per Kg. Biaya pemasaran produk sampingan ditaksir 5 % dari harga jual dan laba kotor ditaksir 20 % dari harga jualnya. Biaya-biaya pengolahan produk sampingan yang dikeluarkan setelah produk sampingan terpisah dari produk utama diperkirakan berjumlah Rp 500.000. Penghitungan harga pokok produk utama dan produk sampingan adalah sebagai berikut : metode harga pokok (costmethod^) Metode Biaya Pengganti (replacement cost methods) Metode ini biasanya digunakan dalam perusahaan yang produk sampingannya dipakai dalam pabrik sebagai bahan baku atau bahan penolong. Harga pokok yang diperhJtungkan dalam

produk sampingan adalah sebesar harga beli atau biaya pengganri (replacement cost) yang berlaku di pasar. Jurnlah ini kemudian dikreditkan pada rekening Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku , sehingga mengurangi biaya prcduksi utama. Pengurangan biaya produksi utama ini akan mengakibatkan harga pokok per satuan persediaan produk utama menjadi lebili rendah. Contoh 4 Misalkan diketahui data berikut ini : Jumlah biaya produksi untuk 27.000 kg produk utama Jumlah pendapatan penjualan produk utama : 25.000 x Rp 200 Biaya pengganti produk sampingan yang digunakan dalam pengolahan produk utama Biaya pemasaran dan administrasi umum Persediaan akhir produk utama Pendapatan penjualan mfcga {>okok penjualan : Biaya produksi : Dikutangi : biaya pengganti ptoduk satnpingan D&ut angL : Petsediaatv akkit 2.000 Laba kotorLaporan laba rugi dari data perusahaan diatas adalah sebagai berikut: Pendapatan penjualan produk utama Rp 5.000.000 Harga pokok penjualan: Biaya produksi: Rp 2.500.000 Dikurangi: biaya pengganti produk sampingan ____250.000 Rp 2.250.000 Dikurangi: Persediaan akhir 2.000 Kg x kp 90 * 180.000 Rp 2.070.000 Labakotor Rp 2.930.000 Biaya pemasaran dan administrasi umum ____180.000 Laba bersih sebelum pajak v Rp 2.750.000 * 2.250.000 : 25.000 = Rp 90 Jelaskan pengertian biaya bersama dan berikan contohnya 2. Jelaskan perbedaan antara produk bersama, produk sampingan dan produk sekutu Berikar d contoh untuk masing-masing jenis tersebut. 3. Sebutkan dan Jelaskan beberapa metode untuk alokasi biaya bersama 4. Jelaskan perkkuan terhadap produk sampingan dalam metode tanpa harga pokok (non cost methods) 5. Sebutkan dan Jelaskan berbagai perlakuan terhadap produk sampingan dalam metode harga pokok (cost methods) 6. PT. Rizki menghasilkan produk bersama A, B, C dan D dengan jumlah biaya bersama sebesar Rp 160.000.000. Kuantitas yang diproduksi: A 32.000 unit, B 28.000 unit, C 40.000 unit dan D 100.000 unit. Masing-masing produk (A,B,C dan D) dijual pada saat titik pisah dengan harga per unit masing-masing Rp 2.000, Rp t?500, Rp 1.250 dan Rp 800. Informasi dan alokasi biaya bersama PT.Rizki digambarkan pada label dibawah iniDari data soal diatas, alokasikan biaya bersama kepada produk bersama dengan menggunakan metode : a. Biaya rata-rata per satuan b. Biaya rata-rata tertimbang c. Harga jual relatif 7. PT. Amelia memproduksi produk X, Y dan Z dalam suatu proses bersama, informasi yang berkaitan dengan produk-produk tersebut disajikan pada tabel dibawah ini:Dari tabel diatas, hitunglah : a. Alokasi Biaya bersama untuk produk X dengan menggunakan metode nilai jual relatif b.

Alokasi Biaya bersama untuk produk Y dengan menggunakan metode unit fisik c. Nilai jual produk Y pada saat titik pisah (split off point) d. Biaya bersama yang dialokasikan kepada produk bersama atas dasar nilai jual hipotetis, biaya bersama yang dialokasikan kepada produk Z adalah sebesar : Mulyadi, Akuntansi Biaya, edisi 5, Cetakan Ketiga, Penerbit Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogjakarta, 1993 Akuntansi Manajemen, edisi 3, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2001 Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 1999 Halim, Abdul, Soal Jawab Akuntansi Biaya, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Penerbit BPFE Jogyakarta, Yogyakarta, 1988 Garrison, Ray., dan Eric Noreen, Akuntansi Manajerial, Buku 1, diterjemahkan oleh Totok Budisantoso, Penerbit Salaemba Empat, Jakarta , 2000 Horngren, Foster, dan Datar, Cost Accounting : A Managerial Emphasis, 9 ^ ed, Englewood Clift, New Jersey : Prentice Hall International, 1997

Related Documents

Bab 4 Akbi
June 2020 2
Bab 6-8 Akbi
June 2020 3
Bab 1 Sd 3 Akbi
June 2020 1
Pr Akbi Bab 10.docx
April 2020 3
Bab 4_09-68..pdf
May 2020 3
68
November 2019 53