Bab 1 Sd 3 Akbi

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1 Sd 3 Akbi as PDF for free.

More details

  • Words: 12,411
  • Pages: 36
1.

KONSEP DASAR AKUNTANSI BIAYA

Akuntansi Biaya merupakan salah satu pengkhususan dalam akuntansi, sama halnya dengan akuntansi keuangan, akuntansi pemerintahan, akuntansi pajak, akuntansi perbankan, dan sebagainya. Ciri utama yang membedakan akuntansi biaya dengan akuntansi yang lain adalah kajian datanya. Akuntansi biaya mengkaji data-data biaya untuk digolongkan, dicatat, dianalisis dan dilaporkan dalam laporan informasi akuntansi. Akuntansi secara garis besar dibagi menjadi 2 tipe, yaitu Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen. Akuntansi biaya bukan merupakan tipe akuntansi tersendiri yang terpisah dari dua tipe akuntansi tersebut, namun merupakan bagian dari keduanya. PENGERTIAN AKUNTANSI BIAYA Ditinjau dari aktivitasnya, akuntansi biaya dapat didefinisikan sebagai proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya-biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa dengan cara-cara tertentu, serta penafsiran terhadapnya. Apabila dilihat dari fungsinya akuntansi biaya dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang menghasilkan informasi biaya yang dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan manajemen HUBUNGAN AKUNTANSI BIAYA DENGAN AKUNTANSI KEUANGAN DAN AKUNTANSI MANAJEMEN Akuntansi secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua tipe, yaitu Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen. Akuntansi biaya merupakan bagian tak terpisahkan dari kedua tipe akuntansi tersebut. 1. Hubungan antara Akuntansi Biaya dengan Akuntansi Keuangan Akuntansi keuangan mempunyai tujuan utama untuk menyediakan informasi keuangan berupa laporan keuangan bagi pihak-pihak di luar perusahaan, seperti pemegang saham, pemerintah, kreditor, investor dan masyarakat umum, laporan keuangan tersebut berupa laporan rugi-laba, neraca dan laporan arus kas. Untuk menyusun laporan rugi-laba dan neraca pada perusahaan manufaktur, diperlukan informasi harga pokok barang jadi dan harga pokok barang dalam proses pada akhir periode. Harga pokok barang jadi secara formal dihitung dan disajikan dalam Laporan Harga Pokok Produksi yang merupakan lampiran dari laporan rugi-laba. Dengan demikian akuntansi biaya merupakan bagian integral dengan akuntansi keuangan, karena akuntansi biaya menghasilkan informasi biaya yang diperlukan untuk penyusunan laporan keuangan. 2. Hubungan antara Akuntansi Biaya dengan Akuntansi Manajemen Akuntansi manajemen mempunyai tujuan utama menyediakan informasi keuangan bagi manajemen yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan, sebagai contoh seorang manajer akan memutuskan apakah perusahaan menerima atau menolak pesanan khusus (special order), menghentikan atau melanjutkan suatu produk yang mengalami kerugian. Untuk mengambil keputusan tersebut, manajer memerlukan informasi yang relevan dengan keputusan yang diambil, yaitu informasi biaya produksi. Informasi tersebut dihasilkan oleh bagian akuntansi biaya. KESAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN AKUNTANSI MANAJEMEN Akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen memiliki dua kesamaan. 1. Kedua tipe akuntansi tersebut merupakan sistem pengolah informasi yang menghasilkan informasi keuangan. Meskipun informasi non keuangan merupakan informasi penting yang digunakan oleh manajemen dalam pengelolaan perusahaan, namun hampir seluruh informasi non

2.

keuangan tersebut berada di luar lingkup akuntansi. Kedua informasi tersebut berfungsi sebagai penyedia informasi keuangan yang bermanfaat bagi seseorang dalam pengambilan keputusan.

Perbedaan pokok antara akuntansi keuangan dengan akuntansi manajemen terletak pada :

1. Pemakai Utama 2. Lingkup Informasi

Akuntansi Keuangan Para manajer puncak dan pihak luar perusahaan Perusahaan secara keseluruhan

Akuntansi Manajemen Para manajer dari berbagai jenjang organisasi Bagian dari perusahaan

3. Fokus Informasi

Berorientasi pada masa lalu

Berorientasi pada masa yang akan datang

4. Rentang Waktu

Kurang fleksibel, biasanya mencakup jangka waktu kuartalan, tengah tahun dan tahunan

Fleksibel, bervariasi dari mingguan dan bulanan

5. Kriteria bagi Dibatasi informasi akuntansi Akuntansi 6. Disiplin sumber 7. Isi laporan 8. Sifat informasi

oleh

Standar

Ilmu ekonomi Laporan berupa ringkasan perusahaan secara keseluruhan Ketepatan informasi merupakan hal yang penting

harian,

Tidak ada batasan, kecuali manfaat yang diperoleh oleh manajemen dari informasi dibandingkan dengan pengorbanan untuk memperoleh informasi tersebut Ilmu ekonomi dan psikologi sosial Laporan bersifat rinci mengenai bagian dari perusahaan Unsur taksiran sangat besar

dalam

informasi

TUJUAN AKUNTANSI BIAYA Akuntansi Biaya mempunyai tiga tujuan pokok, yaitu : 1. Penentuan Harga Pokok Produk (product costing) Untuk memenuhi tujuan penentuan harga pokok produk, akuntansi biaya mencatat, menggolongkan dan meringkas biaya-biaya pembuatan produk atau penyerahan jasa dengan cara-cara tertentu. Umumnya akuntansi biaya untuk penentuan harga pokok produk ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pihak luar perusahaan. 2. Pengendalian Biaya (cost control) Pengendalian biaya harus didahului dengan penentuan biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk memproduksi satu satuan produk. Jika biaya yang seharusnya ini telah ditetapkan, akuntansi biaya bertugas untuk memantau apakah pengeluaran biaya yang sesungguhnya sesuai dengan biaya yang seharusnya tersebut. Akuntansi biaya kemudian melakukan analisis terhadap penyimpangan biaya sesungguhnya dengan biaya yang seharusnya dan menyajikan informasi mengenai penyebab terjadinya selisih atau penyimpangan tersebut. Dari analisis penyimpangan dan penyebabnya tersebut manajemen dapat mempertimbangkan tindakan koreksi juga dapat melakukan penilaian prestasi para manajer di bawahnya. Akuntansi biaya untuk tujuan pengendalian biaya ini lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pihak intern perusahaan. 3. Pengambilan Keputusan Khusus (special decision making) Untuk pengambilan keputusan khusus, akuntansi biaya menyediakan informasi biaya masa yang akan datang (future cost), karena pengambilan keputusan berhubungan dengan masa yang akan datang. Informasi biaya masa yang akan datang tersebut jelas tidak dapat diperoleh dari catatan karena memang tidak dicatat, melainkan diperoleh dari hasil

peramalan. Proses pengambilan keputusan khusus ini, sebagian besar merupakan tugas manajemen perusahaan dengan memanfaatkan informasi biaya tersebut. KONSEP HARGA POKOK, BIAYA, RUGI DAN PENGELUARAN Sebelum mempelajari akuntansi biaya secara luas, sebelumnya perlu dipahami terlebih dahulu istilah-istilah harga pokok, biaya, rugi dan pengeluaran HARGA POKOK Secara umum harga pokok (cost) didefinisikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva. Istilah harga pokok juga dapat digunakan untuk menunjukkan pengorbanan sumber ekonomi berupa bahan baku yang dibeli dan dipakai dalam proses produksi. Misalnya pengeluaran uang tunai untuk membayar pembelian mesin sebesar Rp. 50.000.000 pengorbanan uang sebesar Rp. 50.000.000 tersebut merupakan harga pokok mesin dan disajikan di neraca sebagai aktiva. Begitu juga misalnya apabila sebuah perusahaan mebel membeli bahan baku kayu untuk kebutuhan produksinya sebesar Rp. 10.000.000. Harga pembelian tersebut merupakan harga pokok bahan baku yang dibeli dan membentuk harga pokok persediaan bahan baku. Apabila pada bulan tersebut misalnya persediaan bahan baku terpakai sebesar Rp. 6.000.000, ini berarti terjadi pengorbanan sumber ekonomi berupa bahan baku untuk menghasilkan barang jadi. Pengorbanan sumber ekonomi tersebut disebut harga pokok bahan baku yang dipakai. harga pokok ini biasanya disebut biaya bahan baku yang membentuk harga pokok produksi. Harga pokok produksi kemudian dipertemukan dengan hasil penjualan dari produk tersebut untuk menghitung laba (rugi) kotor. BIAYA Dalam arti sempit biaya (expense) didefinisikan sebagai bagian dari harga pokok yang dikorbankan didalam usaha untuk memperoleh penghasilan Sedangkan dalam arti luas biaya didefinisikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan mata uang yang telah terjadi dan mungkin terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. RUGI Rugi (loss) didefinisikan sebagai berkurangnya kekayaan perusahaan yang bukan terjadi karena pengambilan modal oleh pemiliknya dan tidak ada kompensasi yang dapat diterima. Misalnya, pengorbanan sumber ekonomi untuk menghasilkan barang jadi yang tidak dapat di tutup dari hasil penjualan barang tersebut maka terjadi kerugian. Pemborosan pemakaian bahan baku juga merupakan kerugian. Secara umum dapat dikatakan kerugian terjadi apabila biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada pendapatan yang diterima. PENGELUARAN Konsep pengeluaran (expenditure) berbeda dengan biaya, harga pokok maupun rugi, meskipun sama-sama merupakan pengeluaran. Pengeluaran tidak selalu merupakan biaya, harga pokok, maupun rugi. Pembayaran kewajiban atau utang adalah contoh pengeluaran dan merupakan biaya harga pokok maupun rugi. Biaya tidak selalu merupakan pengeluaran, misalnya pembebanan biaya penyusutan. PENGGOLONGAN BIAYA Informasi biaya yang lengkap dibutuhkan oleh manajemen untuk tujuan-tujuan tertentu antara lain: perencanaan, pengukuran, pengendalian dan penilaian terhadap operasi perusahaan. Oleh karena itu, biaya yang banyak ragamnya perlu diadakan penggolongan sesuai dengan kebutuhan manajemen. Ada beberapa cara penggolongan biaya dimana masing-masing cara penggolongan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda (different cost for different purpose)

Beberapa penggolongan biaya tersebut antara lain, berdasarkan : 1. Objek pengeluaran 2. Fungsi pokok dalam perusahaan 3. Hubungan biaya dengan produk yang dibiayai 4. Perilaku biaya dalam hubungannya dengan volume kegiatan 5. Hubungannya dengan pusat biaya 6. Periode pembukuan Penggolongan-penggolongan biaya tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Penggolongan biaya atas dasar objek pengeluaran Berdasarkan cara ini, biaya digolongkan berdasarkan untuk apa suatu biaya itu dikeluarkan atau berdasarkan objek yang dibiayai. Misalnya penggolongan biaya berdasarkan objek pengeluaran pada perusahaan transportasi antara lain, Biaya bahan bakar, biaya perbaikan, biaya pemeliharaan, biaya asuransi, biaya makan, dsb. Penggolongan biaya atas dasar Fungsi pokok dalam perusahaan Penggolongan biaya ini dihubungkan dengan fungsi-fungsi yang ada dalam perusahaan. Dalam perusahaan manufaktur terdapat tiga fungsi pokok, yaitu fungsi produksi, fungsi administrasi umum dan fungsi pemasaran. Oleh karena itu, apabila didasarkan atas fungsi-fungsi pokok di dalam perusahaan manufaktur biaya dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu : 1. 2.

3.

Biaya Produksi Biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Biaya Pemasaran Biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk, contoh, biaya promosi, biaya iklan, gaji karyawan bagian yang melaksanakan kegiatan pemasaran, dan sebagainya. Biaya Administrasi dan Umum Biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dan pemasaran produk.

Penggolongan biaya atas hubungan biaya dengan objek yang dibiayai Dalam hubungannya dengan produk yang dibiayai, biaya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : 1. Biaya produksi langsung Biaya yang sejak terjadinya sudah mempunyai hubungan kausal (sebab akibat) dengan kesatuan produk yang dibiayai. Apabila biaya produksi langsung tidak terjadi maka tidak akan ada produk yang dihasilkan. 2. Biaya produksi tidak langsung Biaya produksi yang tidak mempunyai hubungan kausal dengan kesatuan produk yang dibiayai. Biaya produksi tidak langsung pasti terjadi meskipun pada suatu saat tidak ada produk yang dihasilkan. Yang termasuk biaya produksi langsung adalah : Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya produksi tidak langsung disebut juga Biaya Overhead Pabrik (BOP), contohnya adalah biaya bahan penolong, upah tidak langsung, gaji pengawas pabrik, biaya penyusutan gedung pabrik, penyusutan mesin dan biaya pemeliharaan mesin. Dalam perusahaan manufaktur, biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung disebut Biaya Utama (prime cost), sedangkan biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead Pabrik (BOP) secara bersama-sama disebut Biaya Konversi (conversion cost), Biaya pemasaran dan biaya administrasi umum merupakan Biaya Komersial (commercial expense) Hubungan antara kedua penggolongan biaya yang terakhir diatas dapat digambarkan pada gambar 1.1 dibawah ini.

Biaya Produksi Langsung Biaya Produksi

Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Produksi Tidak Langsung

Biaya Utama

Biaya Konversi

Biaya Overhead Pabrik Biaya

Biaya Pemasaran Biaya Administrasi dan Umum

Biaya Komersial

Penggolongan biaya atas dasar perilaku biaya dalam hubungannya dengan volume kegiatan Dalam hubungannya dengan volume kegiatan, biaya dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu : 1. Biaya Tetap Biaya yang jumlah totalnya tidak berubah atau tetap dalam kisaran volume kegiatan tertentu. Contoh biaya tetap antara lain biaya penyusutan, biaya gaji mandor, biaya asuransi, dsb. 2. Biaya Variabel Biaya yang jumlah totalnya berubah secara proporsional dengan perubahan volume kegiatan. Contoh biaya variabel antara lain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung 3. Biaya Semi Variabel Biaya yang jumlah totalnya berubah tidak proporsional dengan volume kegiatan. Contoh biaya semi variabel antara lain biaya lembur karyawan, biaya rekening listrik, Biaya rekening telepon, dsb. Penggolongan biaya atas dasar hubungannya dengan pusat biaya Pusat biaya (expense center) adalah pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya diukur berdasarkan masukannya. Contoh pusat biaya dalam perusahaan tekstil adalah departemen pintal, departemen tenun dan departemen bengkel. Dalam hubungannya dengan pusat biaya, maka biaya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : Biaya langsung departemen dan Biaya tidak langsung departemen. 1.

2.

Biaya langsung departemen Biaya yang secara langsung dapat dibebankan kepada departemen tertentu. Misalnya gaji pegawai di departemen pintal, biaya penyusutan mesin pintal adalah biaya langsung departemen pintal. Sedangkan biaya penyusutan mesin tenun dan gaji pegawai departemen tenun adalah biaya langsung departemen tenun. Biaya tidak langsung departemen Biaya yang manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu departemen. Misalnya departemen pintal dan departemen tenun berada dibawah satu atap gedung pabrik, maka biaya penyusutan gedung pabrik dan biaya pemeliharaan gedung pabrik tersebut digolongkan sebagai biaya tidak langsung departemen pintal maupun departemen tenun.

Penggolongan biaya atas dasar hubungannya dengan periode pembukuan Dalam hubungannya dengan periode pembukuan, biaya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : 1. Pengeluaran Modal (capital expenditure) Pengeluaran biaya yang manfaatnya dapat dinikmati untuk lebih dari satu periode akuntansi, misalnya biaya perbaikan gedung sebesar Rp. 10.000.000. apabila biaya perbaikan tersebut jumlahnya dipandang relatif besar dan dapat menambah manfaat gedung tersebut, maka biaya ini harus dianggap sebagai tambahan nilai investasi. Pengeluaran tersebut di kapitalisasi dan disusut untuk beberapa periode. 2. Pengeluaran Penghasilan (revenue expenditure) Pengeluaran biaya yang manfaatnya hanya dinikmati pada periode yang bersangkutan, yaitu periode terjadinya biaya tersebut. Contoh pengeluaran jenis ini adalah biaya pemeliharaan bangunan, biaya pemeliharaan mesin dan servis kendaraan. Suatu pengeluaran biaya digolongkan sebagai pengeluaran modal ataukah sebagai pengeluaran penghasilan ditentukan manajer berdasarkan kriteria sebagai berikut : 1. Besarnya jumlah pengeluaran 2. Manfaat pengeluaran tersebut untuk masa yang akan datang 3. Kebijakan manajemen METODE PENGUMPULAN HARGA POKOK PRODUKSI Pengumpulan harga pokok produksi sangat ditentukan oleh cara produksi. Secara garis besar, cara memproduksi produk dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu : Produksi atas dasar pesanan dan produksi massa. 1.

Produksi atas dasar pesanan Perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan melakukan pengolahan produknya atas dasar pesanan yang diterima dari pemesan, contoh perusahaan semacam ini antara lain adalah perusahaan percetakan, perusahaan mebel, perusahaan dok kapal. Perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan, mengumpulkan harga pokok produksinya dengan menggunakan Metode Harga Pokok Pesanan (job order cost methods), dimana dalam metode ini biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu dan harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan untuk memenuhi pesanan tersebut dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk tersebut dengan jumlah satuan produk dari pesanan yang bersangkutan.

2.

Produksi massa Perusahaan yang berproduksi berdasarkan produksi massa melakukan pengolahan produksinya untuk memenuhi persediaan di gudang. Umumnya produknya berupa produk standar. Contoh perusahaan yang berproduksi massa antara lain adalah perusahaan semen, pupuk, tekstil, farmasi dan sebagainya. Perusahaan yang berproduksi massa, mengumpulkan harga pokok produksinya dengan menggunakan Metode Harga Pokok Proses (process cost methods}, dimana dalam metode ini biaya-biaya produksi dikumpulkan dalam satu periode tertentu dan harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan dalam periode tersebut dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk periode tersebut dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam periode yang bersangkutan.

METODE PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi, terdapat dua pendekatan, yaitu Full Costing dan Variable Costing

1.

Full Costing Merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik, baik berperilaku tetap maupun variabel. Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur biaya produksi berikut ini : Biaya bahan baku xxxxx Biaya tenaga kerja langsung xxxxx Biava overhead pabrik variabel xxxxx Biaya overhead pabrik tetap xxxxx Harga pokok produksi xxxxx Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri dari unsur harga pokok produksi ditambah dengan biaya non produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum)

2.

Variable Costing Merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel. Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode ini terdiri dari unsur biaya produksi berikut ini : Biaya bahan baku xxxxx Biaya tenaga kerja langsung xxxxx Biaya overhead pabrik variabel xxxxx Harga pokok produksi xxxxx Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan variable costing terdiri dari unsur harga pokok produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel) ditambah dengan biaya nonproduksi variabel (biaya pemasaran variabel, biaya administrasi dan umum variabel) dan biaya tetap (biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran tetap, biaya administrasi dan umum tetap)

SISTEM HARGA POKOK Secara garis besar sistem harga pokok dapat dibagi menjadi dua; yaitu sistem harga pokok historis dan sistem harga pokok yang ditentukan di muka. 1.

2.

Sistem harga pokok historis (historical cost system) Sistem harga pokok historis adalah sistem perhitungan harga pokok berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi. dalam sistem ini harga pokok produk dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh biaya produksi yang terjadi selama periode tertentu setelah proses produksi selesai. Harga produk per satuan dihitung dengan membagi jumlah biaya produksi dengan jumlah produk yang dihasilkan pada periode yang bersangkutan. Misalnya, pada tahun 2001 perusahaan memproduksi semacam barang sebanyak 100.000 unit. Untuk menghasilkan barang tersebut telah dikeluarkan biaya produksi sebagai berikut : Biaya bahan baku Rp. 150.000.000 Biaya tenaga kerja langsung Rp. 200.000.000 Biaya overhead pabrik Rp. 100.000.000 Harga pokok produksi Rp. 450.000.000 Berdasarkan contoh tersebut harga pokok per satuannya adalah : Rp . 450.000.00 0 = Rp. 4.500 100 .000 Sistem harga pokok yang ditentukan di muka (pre determined cost system) Sistem harga pokok yang ditentukan di muka adalah sistem perhitungan harga pokok berdasarkan biaya yang ditentukan terlebih dahulu sebelum proses produksi atau

penyerahan jasa dilakukan, misalnya sistem harga pokok standar (standard cost system). Dalam sistem harga pokok standar, harga pokok barang per satuan ditetapkan berdasarkan standar biaya yang seharusnya terjadi. Misalnya sebelum proses produksi selesai, perusahaan menetapkan harga pokok kemeja per satuan berdasarkan standar sebagai berikut: Biaya bahan baku 1,5 meter @ Rp. 9.000 per meter Biaya tenaga kerja langsung 3 jam @ Rp. 1.500 per jam Biaya overhead pabrik 3 jam @ Rp. 1.000 per jam Harga pokok standar per unit Sistem harga pokok ini dapat diterapkan pada metode harga pokok pesanan maupun metode harga pokok proses pada perusahaan yang sudah mapan (established) dan menggunakan teknologi maju. PERBEDAAN ANTARA AKUNTANSI PERUSAHAAN MANUFAKTUR DAN AKUNTANSI PERUSAHAAN DAGANG Akuntansi perusahaan manufaktur dan akuntansi perusahaan dagang berbeda dalam hal rekening-rekening yang disajikan dalam laporan keuangan, yaitu neraca dan laporan laba-rugi. Disamping itu dalam perusahaan manufaktur harus membuat laporan biaya produksi. Perbedaan keduanya diuraikan sebagai berikut: Perbedaan dalam neraca Di dalam neraca perusahaan dagang, hanya terdapat satu rekening persediaan barang, yaitu Persediaan barang dagangan, sedangkan rekening persediaan dalam neraca perusahaan manufaktur meliputi persediaan bahan baku, persediaan bahan penolong, persediaan barang dalam proses, persediaan barang jadi dan persediaan suplai perlengkapan pabrik. Perbedaan dalam laporan laba rugi Perbedaan dalam laporan laba-rugi antara perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur terletak pada perhitungan harga pokok penjualan. Pada perusahaan dagang barang tersedia untuk dijual diperoleh dengan menjumlahkan persediaan awal dan pembelian bersih, sedangkan pada perusahaan manufaktur diperoleh dengan menjumlahkan persediaan awal barang jadi dan harga pokok produksi. Untuk lebih jelasnya, diilustrasikan pada gambar 2.1 dibawah ini Perusahaan Dagang Harga Pokok Penjualan Persediaan awal barang dagang Pembelian bersih Barang tersedia untuk dijual Persediaan akhir barang dagang Harga Pokok Penjualan

Rp. Rp.

Rp. Rp.

Rp.

Perusahaan Manufaktur

10.000

125.0 00 135.000

15.00 0 120.000

Harga Pokok Penjualan Persediaan awal barang jadi Harga Pokok Produksi Barang tersedia untuk dijual Persediaan akhir barang jadi Harga Pokok Penjualan

Rp. Rp.

20.000

215 .00 0 Rp. 235.000 Rp. 25. 000 Rp. 210.000

Perusahaan Manufaktur Laporan Harga Pokok Produksi Persediaan awal barang dalam proses Biaya produksi : Biaya bahan baku Biaya tenaga kerja langsung Biaya overhead pabrik

Persediaan awal barang dalam proses Harga pokok produksi

Rp. Rp. Rp. Rp.

12.000

65.000 73.000

80.0 00

Rp. 218.000 Rp.

Rp. Rp.

23 0.0 00 15.000

21 5.0 00 Gambar 2.1. Perbedaan antara perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur dalam perhitungan harga pokok produksi

HARGA POKOK PRODUKSI Harga pokok produksi adalah biaya yang terjadi dalam rangka untuk menghasilkan barang atau produk jadi yang siap untuk dijual. Biaya produksi dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. 1.

Biaya Bahan Baku Biaya bahan baku adalah Bahan yang digunakan untuk menghasilkan barang jadi dan secara fisik menjadi bagian dari produk tersebut. Misalnya, pemakaian bahan berupa kulit, benang, paku, lem dan cat pada perusahaan sepatu.

2.

Biaya Tenaga Kerja Langsung Merupakan biaya yang dibayarkan kepada tenaga langsung Istilah tenaga kerja langsung digunakan untuk menunjuk tenaga kerja (karyawan) yang terlibat langsung dalam pengolahan bahan langsung atau bahan baku menjadi barang jadi. Misalnya upah yang dibayarkan kepada karyawan bagian pemotongan atau bagian perakitan atau bagian pengecatan pada perusahaan mebel.

3.

Biaya Overhead Pabrik Biaya overhead pabrik (biaya produksi tidak langsung) adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung. Misalnya biaya tenaga kerja tidak langsung, bahan pembantu atau penolong, reparasi dan pemeliharaan mesin, pemeliharaan gedung pabrik, biaya listrik pabrik, biaya penyusutan mesin dan lain-lain.

LAPORAN LABA-RUGI DAN LAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI Untuk menyusun laporan laba rugi, perusahaan manufaktur memerlukan informasi

mengenai harga pokok produksi dalam periode yang bersangkutan. Informasi tersebut diperoleh dari perhitungan harga pokok produksi yang secara formal merupakan laporan harga pokok produksi dan menjadi lampiran dari laporan laba-rugi.

SOAL LATIHAN 1. 2. 3. 4. 5.

Jelaskan persamaan dan perbedaan antara tipe akuntansi keuangan dan tipe akuntansi manajemen Jelaskan bahwa akuntansi biaya merupakan bagian tak terpisahkan dengan akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Sebutkan tiga tujuan pokok akuntansi biaya dan Jelaskan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Apakah betul bahwa penerapan akuntansi biaya terbatas pada perusahaan manufaktur ? Jelaskan Klasifikasikan dengan memberikan tanda “√” pada kolom yang tersedia, apakah pos-pos berikut merupakan biaya, harga pokok ataukah pengeluaran Keterangan

Harga Pokok

Biaya

Rugi

Pengeluaran

Pembelian bahan baku Pembayaran gaji dan upah Persekot sewa gudang Pembayaran utang dagang Pembayaran premi asuransi Pembelian peralatan kantor Penyusutan gedung Pemakaian bahan baku Pengambilan uang tunai untuk prive Bahan baku rusak tidak normal Bahan baku rusak normal 6.

Klasifikasikan dengan memberikan tanda “√” pada kolom yang tersedia, apakah biaya-biaya berikut merupakan biaya tetap, biaya variabel atau biaya semi variabel. Keterangan Biaya tetap Biaya Variabel Biaya semi variabel

Biaya bahan baku Biaya asuransi Biaya listrik Penyusutan metode garis lurus Biaya tenaga kerja langsung Biaya sewa Reparasi dan pemeliharaan Gaji mandor Bahan penolong 7.

Klasifikasikan dengan memberikan tanda “√” pada kolom yang tersedia, apakah pos-pos berikut merupakan biaya utama, biaya konversi ataukah biaya komersial

Keterangan

Biaya umum

Biaya Variabel

Biaya bahan baku

Biaya semi variabel

Penyusutan kendaraan bagian penjualan Penyusutan kendaraan bagian produksi Penyusutan kendaraan direktur Gaji pimpinan perusahaan

8.

Klasifikasikan dengan memberikan tanda “√” pada kolom yang tersedia, apakah pos-pos berikut merupakan biaya langsung ataukah biaya tidak langsung departemen Keterangan

Biaya Langsung Departemen

Biaya Tidak Langsung Departemen

Penyusutan mesin departemen A Penyusutan mesin departemen B Penyusutan gedung pabrik Gaji pengawas pabrik Gaji mandor departemen A Gaji mandor departemen B Biaya asuransi pabrik Pajak bumi dan bangunan Reparasi mesin departemen A 9.

Jelaskan perbedaan antara metode harga pokok pesanan dan metode harga pokok proses 10. Jelaskan tipe produksi yang pengumpulan harga pokoknya menggunakan metode harga pokok pesanan dan berikan contohnya. 11. Jelaskan ripe produksi yang pengumpulan harga pokoknya menggunakan metode harga pokok proses dan berikan contohnya.

2. METODE HARGA POKOK PESANAN Metode harga pokok pesanan adalah suatu metode pengumpulan biaya produksi untuk menentukan harga pokok produk pada perusahaan yang menghasilkan produk atas dasar pesanan. Tujuan dari penggunaan metode harga pokok pesanan adalah untuk menentukan harga pokok produk dari setiap pesanan baik harga pokok secara keseluruhan dari tiap-tiap pesanan maupun untuk per satuan. SIKLUS AKUNTANSI BIAYA DALAM PERUSAHAAN MANUFAKTUR Siklus akuntansi biaya dari suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh siklus kegiatan usaha perusahaan tersebut. Siklus kegiatan perusahaan dagang dimulai dengan pembelian barang dagangan tanpa melalui pengolahan lebih lanjut yang diakhiri dengan penjualan kembali barang dagangan tersebut. Dalam perusahaan dagang, siklus akuntansi biaya dimulai dengan pencatatan harga pokok barang dagangan yang dibeli dan berakhir dengan penyajian harga pokok barang dagangan yang dijual. Tujuan akuntansi biaya dalam perusahaan dagang adalah untuk menyajikan informasi harga pokok barang dagangan yang dijual, biaya administrasi dan umum serta biaya pemasaran. Siklus kegiatan usaha perusahaan jasa dimulai dengan persiapan penyerahan jasa dan berakhir dengan penyerahan jasa kepada penggunannya. Dalam perusahaan jasa, siklus akuntansi dimulai dengan pencatatan biaya persiapan penyerahan jasa dan berakhir dengan disajikannya harga pokok jasa yang diserahkan. Akuntansi biaya dalam perusahaan jasa bertujuan untuk menyajikan informasi harga pokok per satuan jasa yang diserahkan kepada pemakai jasa. Siklus kegiatan usaha perusahaan manufaktur dimulai dari pengolahan bahan baku pada bagian produksi dan berakhir dengan penyerahan produk jadi ke bagian gudang. Dalam perusahaan manufaktur, siklus akuntansi biaya dimulai dengan pencatatan harga pokok bahan baku yang dimasukkan dalam proses produksi dan berakhir dengan disajikannya harga pokok barang jadi yang diserahkan oleh bagian produksi ke bagian gudang. Akuntansi biaya dalam perusahaan manufaktur bertujuan untuk menyajikan informasi harga pokok produksi per satuan produk jadi yang diserahkan ke bagian gudang. Siklus akuntansi biaya dalam perusahaan manufaktur digunakan digunakan untuk mengikuti proses pengolahan produk, sejak dari dimasukkannya bahan baku ke dalam proses produksi sampai dengan selesai atau dihasilkannya produk jadi dari proses produksi tersebut. Hubungan antara siklus pembuatan produk dan siklus akuntansi biaya dapat dilihat pada gambar 2.1.

SIKLUS AKUNTANSI BIAYA

SIKLUS PEMBUATAN PRODUK Pembelian dan penyimpanan bahan baku

Pengolahan bhn baku menjadi barang jadi

Penentuan Harga Pokok bahan baku yang dibeli

Biaya Tenaga Kerja Langsung

Penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai

Biaya Overhead Pabrik

Pengumpulan biaya produksi Penyimpanan Barang Jadi dalam Gudang

Penentuan harga pokok barang jadi

Gambar 2.1 Siklus Pembuatan Produk dan Siklus Akuntansi Biaya

Siklus akuntansi biaya dapat juga digambarkan melalui hubungan rekening-rekening dalam buku besar. Untuk menampung biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk atau barang jadi, di dalam buku besar dibentuk rekening-rekening berikut: Barang Dalam Proses (Work In Process) Persediaan Bahan Baku Gaji dan Upah Biaya Overhead Pabrik (BOP) Persediaan Barang Jadi

Digunakan untuk mencatat pemakaian biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik (debet) dan harga pokok barang jadi yang di transfer ke gudang (kredit) Digunakan untuk mencatat harga pokok bahan baku yang dibeli (debet) dan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi (kredit) Rekening ini merupakan rekening antara (clearing account) yang digunakan untuk mencatat Digunakan untuk mencatat biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi (debet) dan yang dibebankan kepada produk berdasarkan tarif (kredit) Digunakan untuk mencatat harga pokok barang jadi yang di transfer dari bagian produksi ke bagian gudang (debet) dan harga pokok produk yang dijual (kredit)

Sedangkan siklus akuntansi biaya yang digambarkan melalui hubungan rekening-rekening dalam buku besar dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini.

Gambar 2.2 Aliran Biaya Produksi dalam Rekening Buku Besar KARAKTERISTIK METODE HARGA POKOK PESANAN Pengumpulan biaya produksi dalam suatu perusahaan dipengaruhi oleh karakteristik kegiatan produksi perusahaan tersebut. Untuk itu sebelum membahas metode harga pokok pesanan, terlebih dahulu diuraikan beberapa karakteristik kegiatan usaha perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan yang berpengaruh terhadap metode pengumpulan biaya produksi. Karakteristik Kegiatan Usaha Perusahaan yang Produksinya Berdasarkan Pesanan Perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan mengolah bahan baku menjadi barang jadi berdasarkan pesanan dari luar atau dari dalam perusahaan. Karakteristik kegiatan usaha perusahaan tersebut antara lain : 1. Proses pengolahan produk terjadi secara terputus-putus (intermitteri).]ika pesanan tertentu selesai dikerjakan, proses produksi dihentikan dan
3. 4. 5. 6.

dua kelompok, yaitu : Biaya Produksi Langsung dan Biaya Produksi Tidak Langsung Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, sedangkan biaya produksi tidak langsung disebut dengan istilah Biaya Overhead Pabrik (BOP). Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok produksi pesanan tertentu biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan biaya overhead pabrik diperhitungkan harga pokok pesanan berdasarkan tarif yang ditentukan di muka. Untuk mengumpulkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan BOP pada setiap pesanan digunakan Kartu Harga Pokok Pesanan (Job Order Cost Sheet) Harga pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan tertentu dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan.

MANFAAT INFORMASI HARGA POKOK PRODUKSI PER PESANAN Dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan, informasi harga pokok produksi per pesanan bermanfaat bagi manajemen dalam : 1. Menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan 2. Mempertimbangkan penerimaan atau penolakan terhadap pesanan tertentu. 3. Memantau realisasi biaya produksi 4. Menghitung laba atau rugi tiap pesanan 5. Menentukan harga pokok persediaan barang jadi dan barang dalam proses yang disajikan dalam neraca. Menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan Perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan memproses produknya berdasarkan spesifikasi yang ditentukan oleh pemesan. Dengan demikian biaya produksi pesanan yang satu akan berbeda dengan biaya produksi pesanan yang lain, tergantung pada spesifikasi yang dikehendaki oleh pemesan. Oleh karena itu harga jual yang dibebankan kepada pemesan sangat ditentukan oleh besarnya produksi yang akan dikeluarkan untuk memproduksi pesanan tertentu. Mempertimbangkan penerimaan atau penolakan pesanan Ada kalanya harga jual produk yang dipesan oleh pemesan telah terbentuk di pasar, sehingga keputusan yang perlu dilakukan oleh manajemen adalah menerima atau menolak pesanan. Untuk memungkinkan pengambilan keputusan tersebut, manajemen memerlukan informasi total harga pokok pesanan yang akan diterima tersebut. Informasi total harga pokok pesanan memberikan perlindungan bagi manajemen agar dalam menerima pesanan perusahaan tidak mengalami kerugian. Memantau realisasi biaya produksi Jika suatu pesanan telah diputuskan untuk diterima, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan di dalam memenuhi pesanan tertentu. Oleh karena itu, akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya produksi tiap pesanan yang diterima untuk memantau apakah proses produksi untuk memenuhi tertentu menghasilkan total biaya produksi pesanan sesuai dengan yang diperhitungkan sebelumnya. Menghitung laba atau rugi dap pesanan Untuk mengetahui apakah suatu pesanan menghasilkan laba atau tidak, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi pesanan tertentu. Informasi laba atau rugi tiap pesanan diperlukan untuk mengetahui kontribusi tiap pesanan dalam menutup biaya non produksi dan menghasilkan laba atau rugi. Oleh karena itu, metode harga pokok pesanan oleh manajemen untuk mengumpulkan informasi biaya produksi sesungguhnya keluarkan untuk tiap pesanan guna menghasilkan informasi laba atau rugi tiap pesanan. Menentukan harga pokok persediaan barang jadi dan batang dalam proses yang disajikan

neraca Pada saat perusahaan dituntut untuk membuat pertanggungjawaban keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi. Di dalam neraca manajemen harus menyajikan harga pokok persediaan barang jadi dan harga pokok yang sampai dengan tanggal neraca masih dalam proses. Untuk tujuan tersebut, manajemen perlu menyelenggarakan pencatatan biaya produksi untuk setiap pesanan. Berdasarkan catatan biaya produksi tiap pesanan tersebut manajemen dapat menentukan biaya produksi yang melekat pada pesanan yang telah selesai diproduksi, namun pada tanggal neraca belum diserahkan kepada pemesan. Di samping itu, berdasarkan catatan itu pula manajemen dapat menentukan harga pokok dari produk yang sampai dengan tanggal penyajian neraca masih dalam proses pengerjaan. REKENING KONTROL DAN REKENING PEMBANTU Untuk mengumpulkan biaya produksi dari setiap pesanan dipergunakan sebuah Kartu Harga Pokok (Job cost sheet). Jumlah kartu harga pokok yang harus dibuat disesuaikan dengan banyaknya jumlah pesanan yang dikerjakan. Kartu harga pokok dibuat bernomor urut. Kartu harga pokok disamping dipergunakan untuk menghitung harga pokok untuk setiap pesanan juga berfungsi sebagai rekening pembantu (subsidiary account) dari rekening barang dalam proses dalam buku besar (rekening kontrol) yang berfungsi untuk mencatat biaya produksi secara keseluruhan. Akuntansi biaya menggunakan banyak rekening pembantu untuk merinci biaya-biaya produksi. Rekening-rekening pembantu ini dikontrol ketelitiannya dengan menggunakan rekening kontrol (controlling account) di dalam buku besar. Rekening kontrol menampung data yang bersumber dari jurnal, sedangkan rekening pembantu digunakan untuk menampung data yang bersumber dari dokumen sumber. Jadi Hubungan antara rekening kontrol dengan rekening pembantu, yaitu bahwa rekening pembantu merupakan perincian daripada rekening kontrol. Hubungan antara rekening kontrol dengan rekening pembantu dapat digambarkan pada gambar 2.3. Untuk mencatat biaya, di dalam akuntansi biaya digunakan rekening kontrol dan rekening pembantu berikut ini: Rekening Kontrol Persediaan Bahan Baku Persediaan Bahan Penolong Barang Dalam Proses Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Biaya Administrasi dan Umum Biaya Pemasaran Persediaan Barang Jadi

Rekening Pembantu Kartu Persediaan Kartu Persediaan Kartu Harga Pokok (Job cost sheet) Kartu Biaya Kartu Biaya Kartu Biaya Kartu Persediaan

Neraca

Buku Besar Dokumen Sumber

Jurnal

Rekening kontrol Barang Dlm Proses

Neraca Lajur Laporan Laba Rugi

Buku Besar Pembantu Laporan Biaya Kartu Harga Pokok Produksi Gambar 2.3 Hubungan antara Rekening Kontrol dan Rekening Pembantu

Karena transaksi terjadinya biaya yang dicatat dalam buku besar berasal dari jurnal, maka melaksanakan identifikasi transaksi yang terjadi, harus disebutkan nama rekening yang harus debet atau di kredit dalam buku besar. Oleh karena itu penggolongan transaksi pada waktu membuat jurnal selalu menyebut nama rekening yang bersangkutan dalam buku besar. Untuk mencatat biaya produksi, di dalam buku besar dibentuk rekening kontrol Barang Proses. Rekening ini dipecah lagi menjadi unsur biaya produksi, sehingga ada tiga macam rekening Barang Dalam Proses berikut ini : Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Langsung Barang Dalam Proses - Biaya Overhead Pabrik Jika produk diolah melalui beberapa departemen produksi, rekening Barang Dalam Proses dapat dirinci lebih lanjut menurut departemen dan unsur biaya produksi seperti contoh berikut ini : Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Departemen A Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Langsung Departemen A Barang Dalam Proses - Biaya Overhead Pabrik Departemen A Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Departemen B Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Langsung Departemen B Barang Dalam Proses - Biaya Overhead Pabrik Departemen B Untuk mencatat biaya non produksi, dalam buku besar dibentuk rekening kontrol sesuai dengan kelompok pengeluaran dari biaya itu sendiri, yaitu Biaya Administrasi dan Umum dan Biaya pemasaran. Biaya administrasi dan umum digunakan untuk menampung biaya-biaya yang terjadi ada fungsi administrasi dan umum, misalnya biaya yang terjadi di bagian akuntansi, bagian personalia, bagian hubungan masyarakat, sekretariat dan bagian pemeriksa intern. Sedangkan biaya pemasaran digunakan untuk menampung biaya-biaya yang terjadi pada fungsi pemasaran. KARTU HARGA POKOK (JOB ORDER COST SHEET) Kartu harga pokok merupakan catatan penting dalam metode harga pokok pesanan, kartu harga pokok ini berfungsi sebagai rekening pembantu yang digunakan untuk mengumpulkan biaya produksi tiap pesanan produk. Biaya produksi untuk pengerjaan suatu pesanan dicatat secara rinci di dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan. Biaya produksi dipisahkan menjadi biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung dalam hubungannya dengan pesanan tersebut. Biaya produksi langsung dicatat dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan secara langsung, sedangkan biaya produksi tidak langsung dicatat dalam kartu harga pokok berdasarkan suatu tarif tertentu. Contoh kartu harga pokok dapat dilihat pada gambar 2.4 PT. RIFANI BOGOR

KARTU HARGA POKOK PESANAN No. Pesanan Jenis Produk Tgl. Pesan Tgl. Selesai

: : : :

101 Undangan 9 September 2000 23 September 2000

Biaya Bahan Baku Tgl

No. BPBG

Keteranga n

Pemesan Sifat Pesanan Jumlah Harga Jual Biaya Tenaga Kerja Langsung

Jumlah

Tgl

No. KJK

Jumlah

: : : :

PT. Rizki Segera 2.000 eksemplar Rp. 1.500

Biaya Overhead Pabrik Tgl

Dasar Pembebana n

Tarif

Jumlah

Gambar 2.4 Kartu Harga Pokok (Job Cost Sheet) METODE HARGA POKOK PESANAN Setelah diuraikan karakteristik metode harga pesanan, berikut mi diuraikan proses pengumpulan tiap unsur biaya produksi dengan menggunakan metode harga pokok pesanan. Pembahasan metode harga pokok produksi diawali dengan uraian prosedur pencatatan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik dan pencatatan harga pokok barang jadi yang di transfer dari bagian produksi ke bagian gudang. Untuk menggambarkan penggunaan metode harga pokok pesanan, berikut ini disajikan contoh pengumpulan biaya produksi dengan metode harga pokok pesanan dan pendekatan full costing dalam penentuan harga pokok produksi. Contoh: PT. Rifani berusaha dalam bidang percetakan. Semua pesanan diproduksi berdasarkan spesifikasi dari pemesan dan biaya produksi dikumpulkan menurut pesanan yang diterima. Pendekatan yang digunakan perusahaan dalam penentuan harga pokok produksi adalah full costing. Untuk dapat mencatat biaya produksi, tiap pesanan diberi nomor dan setiap dokumen sumber dan dokumen pendukung diberi identitas nomor pesanan yang bersangkutan. Pada Bulan September 2000, PT. Rifani menerima pesanan dari PT. Rizki untuk mencetak undangan sebanyak 2000 eksemplar lengan harga Rp 1.500 per lembar. Selain itu pada bulan itu juga PT. Rifani menerima pesanan untuk mencetak pamflet iklan sebanyak 10.000 per lembar dari PT. Amelia, dengan harga yang disepakati sebesar Rp. 1.000 per lembar . Amelia diberi nomor 102. Berikut ini adalah kegiatan produksi dan kegiatan lain untuk memenuhi pesanan tersebut. Pembelian Bahan Baku dan Bahan Penolong Pada tanggal 3 September perusahaan membeli bahan baku dan bahan penolong sebagai berikut: Bahan Baku : Kertas X .250 lembar @ Rp 2.000 Rp 500.000 Kertas Y 25 rim @ Rp 25.000 625.000 Jumlah bahan baku yang dibeli Rp 1.125.000 Bahan Penolong: Macam-macam bahan penolong Rp 175.000 Jumlah total Rp 1.300.000 Bahan baku dan bahan penolong tersebut dibeli oleh Bagian Pembelian. Bahan tersebut kemudian disimpan dalam gudang menunggu sampai saatnya dipakai dalam proses produksi untuk memenuhi pesanan tersebut JURNAL #1 Ada dua metode yang dapat digunakan dalam pencatatan ini, yaitu Metode Perpetual dan Metode Phisik. − Metode perpetual (perpetual inventory methods) Persediaan Bahan Baku Rp 1.125.000 Persediaan Bahan Penolong 175.000 Utang Dagang Rp 1.300.000 −

Metode Phisik (Physical inventory methods) Pembelian Rp 1.300.000

Utang dagang 2.

Rp 1.300.000

Pemakaian Bahan Baku dan Bahan Penolong dalam Produksi Untuk mencatat pemakaian bahan baku dan bahan penolong untuk setiap pesanan, perusahaan M enggunakan dokumen Bukti Permintaan dan Pengeluaran Barang Gudang. Dokumen ini diisi oleh bagian Produksi dan diserahkan ke Bagian Gudang untuk meminta bahan yang diperlukan oleh bagian produksi. Untuk memproses pesanan # 101 dan 102, bahan baku dan penolong yang digunakan adalah sebagai berikut: Untuk pesanan 101 : Kertas X 215 lembar @ Rp. 2000 Rp 430.000 Untuk pesanan 102 : Kertas Y 21 rim @ Rp 25.000 Rp 525.000 Jumlah bahan baku yang dipakai Rp 955.000 Pada saat memproses dua pesanan tersebut, perusahaan menggunakan bahan penolong sebesar Rp 200.000 Pencatatan pemakaian bahan baku dalam metode harga pokok pesanan dilakukan dengan mendebet rekening Barang Dalam Proses dan mengkredit rekening Persediaan Bahan Baku. Pendebetan rekening Barang Dalam Proses ini diikuti dengan pencatatan rincian bahan baku yang dipakai dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan (lihat garnbar 2.5 dan 2.6) Karena dalam metode harga pokok pesanan harus dipisahkan antara biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung, maka bahan penolong yang merupakan unsur biaya produksi tidak langsung dicatat pemakaiannya dengan mendebet rekening kontrol BOP sesungguhnya. JURNAL # 2

Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku BOP Sesungguhnya Persediaan Bahan Baku Persediaan Bahan Penolong 3.

Rp 955.000 200.000 Rp 955.000 200.000

Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Dalam metode harga pokok pesanan harus dipisahkan antara upah tenaga kerja langsung dengan upah tenaga kerja tidak langsung. Upah tenaga kerja langsung dicatat dengan mendebet rekening Barang Dalam Proses dan dicatat juga dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan. Upah tenaga kerja tidak langsung dicatat dengan mendebet rekening BOP sesungguhnya. Dari contoh diatas, misalnya biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh departemen produksi adalah sebagai berikut: Upah langsung untuk pesanan #101, 250 jam @ 2.000 Rp 500.000 Upah langsung untuk pesanan # 102, 800 jam @ 2.500 2.000.000 Upah tidak langsung 800.000 Jumlah upah Rp. 3.300.000 Gaji karyawan administrasi dan umum 1.200.000 Gaji karyawan bagian pemasaran 1.500.000 Jumlah biaya tenaga kerja Rp 3.300.000 Pencatatan biaya tenaga kerja dilakukan melalui 3 tahap berikut ini: a. Pencatatan biaya tenaga kerja yang terutang oleh perusahaan b. Pencatatan distribusi biaya tenaga kerja. c. Pencatatan pembayaran gaji dan upah Dari data diatas jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja adalah sebagai berikut: a. Pencatatan biaya tenaga kerja yang terutang oleh perusahaan Atas dasar daftar gaji dan upah yang dibuat, jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja

yang terutang oleh perusahaan adalah sebagai berikut: JURNAL # 3 Gaji dan Upah Rp 3.300.000 Utang Gaji dan Upah

Rp 3.300.000

b. Pencatatan distribusi biaya tenaga kerja Karena biaya tenaga kerja tersebut terdiri dari berbagai unsur biaya, maka perlu diadakan distribusi biaya tenaga kerja sebagai berikut: Biaya Tenaga Kerja Langsung : Dibebankan kepada pesanan yang bersangkutan dengan mendebet rekening Barang Dalam Proses dan juga sekaligus dicatat dalam Kartu Harga Pokok Pesanan yang bersangkutan Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung : Merupakan unsur biaya produksi tidak langsung dan dicatat sebagai unsur BOP serta didebetkan dalam rekening BOP sesungguhnya Biaya Tenaga Kerja Non produksi : Merupakan unsur biaya non produksi dan dibebankan ke dalam rekening kontrol Biaya Administrasi dan Umum atau Biaya Pemasaran Jurnal distribusi biaya tenaga kerja dari contoh diatas adalah sebagai berikut: JURNAL #4 Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga, Kerja Langsung Rp 2.500.000 BOP Sesungguhnya 800.000 Biaya Administrasi dan Umum 1.200.000 Biaya Pemasaran 1.500.000 Gaji dan Upah Rp 3.300.000 c. Pencatatan pembayaran gaji dan upah Pencatatan pembayaran gaji dan upah yang terutang dicatat dengan jurnal berikut ini : JURNAL #5 Utang Gaji dan Upah Rp 3.300.000 Kas Rp 5.300.000 4.

Pencatatan Biaya Overhead Pabrik (BOP) Pencatatan BOP dibagi menjadi dua, yaitu Pencatatan BOP yang dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan dimuka dan Pencatatan BOP yang sesungguhnya terjadi. Di dalam metode harga pokok pesanan, produk dibebani BOP dengan menggunakan tarif yang telah ditentukan di muka. Tarif BOP ini dihitung pada awal tahun anggaran, berdasarkan anggaran BOP. Pembebanan BOP atas dasar tarif ini dicatat dengan mendebet rekening Barang Dalam Proses dan mengkredit rekening BOP rang dibebankan (BOP Applied). BOP yang sesungguhnya terjadi dicatat dengan mendebet rekening kontrol BOP sesungguhnya dan mengkredit berbagai macam rekening dari perincian BOP yang sesungguhnya terjadi tersebut. Selanjutnya secara periodik (misalnya setiap akhir bulan), BOP yang dibebankan berdasarkan tarif tersebut dibandingkan dengan BOP yang sesungguhnya terjadi dan dihitung selisihnya. Perbandingan ini dilakukan dengan menutup rekening BOP yang dibebankan ke dalam rekening BOP sesungguhnya. Dari contoh diatas, misalnya BOP yang dibebankan kepada produk atas dasar tarif sebesar 150 % dari biaya tenaga kerja langsung. Dengan demikian BOP yang dibebankan kepada tiap pesanan adalah sebagai berikut: Pesanan # 101 : 150 % x Rp 500.000 Rp. 750.000

Pesanan # 101 : 150 % x Rp 2.000.000 Jumlah BOP yang dibebankan

3.000.000 Rp 3.750.000

Jurnal untuk mencatat pembebanan BOP kepada pesanan tersebut adalah sebagai berikut: JU R N A L # 6 Barang Dalam Proses - BOP Rp 3.750.000 BOP yang dibebankan Rp 3.750.000 Misalnya BOP yang sesungguhnya terjadi (selain biaya bahan penolong Rp 200.000 dan biaya tenaga kerja tidak langsung Rp 800.000, seperti tercatat pada jurnal # 2 dan jurnal # 4) adalah sebesar Rp 2.700.000. dengan perincian sebagai berikut: Biaya penyusutan mesin Rp 800.000 Biaya penyusutan gedung pabrik 1.000.000 Biaya asuransi gedung dan mesin 300.000 Biaya pemeliharaan gedung dan mesin 600.000 Jumlah Rp 2.700.000 Jurnal untuk mencatat BOP yang sesungguhnya terjadi tersebut di atas adalah sebagai berikut: JURNAL #7 BOP sesungguhnya Rp 2.700.000 Akumulasi penyusutan mesin Rp 800.000 Akumulasi penyusutan gedung 1.000.000 Persekot asuransi 300.000 Persediaan bahan bangunan dan suku cadang 600.000 Untuk mengetahui apakah BOP yang dibebankan berdasarkan tarif tidak menyimpang dan BOP yang sesungguhnya terjadi, saldo rekening BOP yang dibebankan ditutup ke rekening BOP sesungguhnya. Jurnal penutup tersebut adalah sebagai berikut : JURNAL #8 BOP yang dibebankan Rp 3.730.000 BOP sesungguhnya Rp 3.750.000 Selisih BOP yang dibebankan kepada produk dengan BOP yang sesungguhnya terjadi dalam suatu periode akuntansi ditentukan dengan menghitung saldo rekening BOP sesungguhnya. Setelah Jurnal # 8 dibukukan, saldo rekening BOP sesungguhnya menjadi sebagai berikut: Debet: jurnal #2 Rp 200.000 jurnal # 4 800.000 jurnal # 7 2..700.000 Jumlah Debet Rp 3.700.000 Kredit: jurnal #8 Rp 3.750.000 BOP dibebankan lebih (over applied) Rp 50.000 Selisih BOP pada akhirnya dipindahkan ke rekening Selisih BOP. Jika terjadi selisih pembebanan lebih (over applied), maka jurnal yang dibuat adalah : BOP sesungguhnya Rp 50.000 Selisih BOP Rp 50.000

5.

Bila kondisi sebaliknya terjadi atau terjadi selisih BOP dibebankan kurang (under applied) jurnal yang harus dibuat adalah Selisih BOP xxxxx BOP sesungguhnya xxxxx Pencatatan Harga Pokok Barang Jadi

Pesanan yang telah selesai di produksi di transfer ke Bagian Gudang oleh Bagian Produksi. Harga pokok pesanan yang telah selesai diproduksi ini dihitung dari informasi biaya yang dikumpulkan dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan. (lihat gambar 2.5) Misalnya dari contoh diatas pesanan # 101 telah selesai di produksi, maka dari kartu harga pokoknya (lihat gambar 2.5) akan dapat dihitung biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk pesanan yang bersangkutan. Harga pokok pesanan #101 dihitung sebagai berikut: Biaya bahan baku Biaya tenaga kerja langsung Biaya bahan baku Jumlah harga pokok pesanan #101

Rp

430.000 500.000 750.000 Rp 1.680.000

Jurnal untuk mencatat harga pokok barang jadi (pesanan # 101) adalah sebagai berikut: JURNAL # 10 Persediaan Barang Jadi Rp 1.680.000 Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Rp. 430.000 Barang Dalam Proses - Biaya TK Langsung 500.000 Barang Dalam Proses – BOP 750.000

Gambar 2.5 Hubungan Rekening Kontrol BDP dan Kartu Harga Pokok 6. Pencatatan Harga Pokok Barang Dalam Proses Pada akhir periode kemungkinan terdapat pesanan yang belum selesai diproduksi. Biaya yang telah dikeluarkan untuk pesanan tersebut dapat dilihat dalam kartu harga pokok (gambar 2.5) yang bersangkutan. Kemudian dibuat jurnal untuk mencatat persediaan barang dalam proses dengan mendebet rekening Persediaan Barang Dalam Proses dan mengkredit rekening Barang Dalam Proses. Misalnya dari contoh diatas, pesanan # 1 0 2 pada akhir periode akuntansi belum selesai dikerjakan. Harga pokok pesanan #102 dihitung dengan menjumlahkan biaya-biaya produksi yang telah dikeluarkan sampai dengan akhir bulan September 2000 yang telah dicatat dalam kartu harga pokok pesanan (lihat gambar 2.5). Jurnal untuk mencatat harga pokok pesanan yang belum selesai adalah sebagai berikut: JURNAL # 11

Persediaan Barang Dalam Proses Rp Barang Dalam Proses - Bkya Bahan Baku

5.525.000 Rp.

525.000

Barang Dalam Proses - Biaya TK Langsung Barang Dalam Proses - BOP 7.

Rp. 2.000.000 Rp. 3.000.000

Pencatatan Harga Pokok Barang yang Dijual (HPP) Harga pokok produk yang diserahkan kepada pemesan dicatat dalam rekening Harga Pokok Penjualan dan rekening Persediaan Barang Jadi. Dari contoh diatas, jurnal untuk mencatat harga pokok pesanan # 101 yang diserahkan kepada pemesan adalah sebagai berikut: JURNAL # 12

Harga Pokok Penjualan Persediaan Barang Jadi 8.

Rp

1.680.000 Rp. 1.680.000

Pencatatan Pendapatan Penjualan Produk Pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk kepada pemesan dicatat dengan mendebet rekening Piutang dagang dan mengkredit rekening Hasil Penjualan. Dari soal diatas disebutkan bahwa pesanan 101 berupa surat undangan yang dipesan oleh PT. Rizki sebanyak 2000 lembar dengan harga jual Rp 1.500 per lembar atau harga total Rp 3.000.000. Sehingga jurnal yang harus dibuat adalah sebagai berikut: JURNAL#13 Piutang Dagang Rp 3.000.000 Hasil Penjualan Rp 3.000.000

SOAL LATIHAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Jelaskan siklus kegiatan usaha perusahaan dagang dan jelaskan siklus kegiatan akuntansi I: biayanya Jelaskan siklus kegiatan usaha perusahaan manufaktur dan jelaskan siklus kegiatan akuntansi biayanya Gambarkan hubungan antara siklus siklus kegiatan perusahaan manufaktur dengan siklus akuntansi biayanya. Gambarkan siklus akuntansi biaya dengan menggunakan hubungan rekening-rekening buku besar Sebutkan karakteristik usaha perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan 5. Sebutkan karakteristik metode harga pokok pesanan Gambarkan hubungan antara rekening kontrol dengan rekening pembantu Berikut adalah data dan informasi dari PT. Rifani yang menerapkan Job Order Costing A. Persediaan 1 Januari 2001 Bahan Baku

Bahan Baku X Y Total

Unit 2.000 5.000 7.000

Harga Per unit 200 100 -

Total Rp. 400.000 500.000 Rp. 900.000

Bahan Penolong Rp 125.000 Barang jadi: (kode ; # 301857) : 80 unit @ Rp 1.250 = Rp 100.000

Barang Dalam Proses : Rp 3.900.000, terdiri dari: Bahan Baku Upah Langsung Job #401.858 Rp. 1.000.000 Rp. 200.000 Job #402.859 1.400.000 400.000 Total BDP Rp. 2.400.000 Rp. 600.000

Rp. Rp.

BOP 300.000 600.000 900.000

Total Rp. 1.500.000 2.400.000 Rp. 3.900.000

B. Ikhtisar transaksi yang berhubungan dengan produksi selama bulan Januari 2001 adalah sebagai berikut: 1. Bahan Baku

a.

Pembelian (2/10,n/30) Bahan baku X 25.000 unit @ Rp 210 Rp. 5.250.000 Bahan baku Y 40.000 unit @ Rp 105 Rp. 4.200.000 Pembelian Bahan Penolong Rp. 250.000 b. Pemakaian bahan baku dan bahan penolong (metode FIFO) : Bahan baku Unit Pesanan Bahan Baku X Bahan Baku Y Job #401.858 3.000 5.000 Job #402.859 2.500 4.000 Job #301.860 12.500 17.500 Job #410.861 7.000 15.000 Total 25.000 41.500 Pemakaian Bahan Penolong Rp 200.000 2. Total Gaji dan upah yang berhubungan dengan kegiatan produksi selama bulan Januari 2001 a. Total gaji dan upah Rp 6.000.000 : dari jumlah ini dipotong untuk disetorkan pada hal-hal berikut : Pajak Penghasilan 5 %, Iuran premi Jamsostek 2 % dan Iuran dana pension 10 % b. Distribusi gaji dan upah, sebagai berikut : Gaji tenaga kerja tidak langsung 35 % dari total gaji dan upah, sedangkan upah tenaga kerja langsung 65 % yang didistribusikan ke Job # 401.858 : 2P %,Job # 402.859 : 15 %,Job # 301.860 : 30 % , dan Job # 410.861 sebesar 35 °/T c. Atas gaji dan upah tersebut, maka perusahaan juga harus menanggung iuran Jamsostek dan dana pensiun, masing-masing sebesar 5 % untuk premi Jamsostek dan 15 % dari total gaji dan upah untuk iuran dana pensiun 3. BOP sesungguhnya yang terjadi selain daripada biaya pemakaian bahan penolong dan yang berhubungan dengan gaji dan upah, untuk periode Januar1 2001 Rp 3.225.000 4. BOP dibebankan dengan tarif 150 % dari Upah Langsung 5. Job nomor 858,859 dan 860 telah selesai, karen? ini diselesaikan kartu harga pokoknya 6. Barang jadi hasil job # 858 dan # 859 karena merupakan pesanan, telah dikirim kepada pemesannya. Harga jual yang disepakati adalah 160 % dari Harga Pokoknya. 7. Job # 860 membuat 100 unit barang jadi kode 301.860 ; harga jual ditetapkan dengan memperhitungkan laba kotor sebesar 40 % dari harga jualnya (dibulatkan keatas dalam rupiah penuh) ; dalam bulan januari telah terjual sejumlah 76 unit 8. Persediaan awal barang jadi telah terjual semuanya. Harga jualnya ditetapkan dengan memperhitungkan laba kotor sebesar 50 % dari harga pokoknya. 9. BOP sesungguhnya dibandingkan dengan BOP yang dibebankan untuk menghitung under/over applied (dibebankan kurang/lebih) untuk bulan Januari 2001 Instruksi : a) Siapkan Kartu Harga Pokok (job cost sheet) yang diperlukan b) Catat transaksi yang terjadi ke jurnal, termasuk perhitungan harga pokok barang jadi, yang terjual dan harga jual c) Bukukan ke akun masing-masing d) Hitung under/over applied factory overhead bulan Januari 2001 e) Hitung laba kotor yang diperoleh perusahaan untuk bulan Januari 2001

3. Biaya Bahan Baku Menurut standar akuntansi yang diterima umum, semua biaya yang terjadi untuk memperoleh bahan baku dan untuk menempatkannya dalam keadaan siap untuk diolah, merupakan unsur harga pokok bahan baku yang dibeli. Harga pokok bahan baku terdiri dari harga beli yang tercanturn dalam faktur penjual ditambah biaya angkutan, biaya pembelian lain serta biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan bahan baku tersebut dalam keadaan siap untuk diolah. Pencatatan biaya bahan baku dapat dilakukan dengan metode mutasi persediaan atau metode persediaan fisik. Dalam proses produksi tidak semua produk akan menghasilkan produk seperti yang telah ditentukan, ada kalanya proses produksi menghasilkan sisa bahan maupun produk yang rusak yang memerlukan pengelolaan dan pencatatan yang sesuai. PEN GERTIAN BIA YA B AH AN BAKU Dalam perusahaan manufaktur, bahan dibedakan menjadi bahan baku dan bahan penolong. Bahan baku (direct materials) merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh dari produk jadi. Bahan baku ini dapat diidentifikasi dengan produk atau pesanan tertentu dan nilainya relatif besar . Bahan penolong (indirect materials) merupakan bahan yang dipakai dalam proses produksi yang sulit diidentifikasikan dengan produk jadi dan nilainya relatif kecil. Biaya yang timbul karena pemakaian bahan penolong disebut biaya bahan penolong. Biaya bahan penolong dipertimbangkan sebagai biaya overhead pabrik. AKUNTANSI BIAYA BAHAN BAKU Dalam perusahaan manufaktur, akuntansi bahan baku terdiri dari dua aktivitas, yaitu aktivitas pembelian dan aktivitas pemakaian bahan baku. PEMBELIAN BAHAN BAKU Biasanya perusahaan manufaktur memiliki departemen pembelian yang berfungsi melakukan pembelian bahan baku yang diperlukan untuk produksi. Manajemen bagian pembelian tanggungjawab atas kualitas bahan baku yang dibeli yaitu yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan dengan harga yang menguntungkan dan diterima tepat pada waktunya. ada tiga formulir yang digunakan dalam pembelian bahan baku, yaitu Surat Permintaan Pembelian purchase requisition), Surat Order pembelian (purchase order) dan Laporan Penerimaan Barang :receiving report). Surat permintaan pembelian dibuat oleh bagian gudang kepada bagian pembelian apabila persediaan bahan baku yang ada di gudang sudah mencapai tingkat minimum pemesanan kembali (reorder point). Dokumen ini dibuat oleh bagian pembelian sebanyak dua rangkap, lembar pertama :diserahkan ke bagian gudang dan lembar kedua arsip bagian gudang. Bagian pembelian selanjutnya berdasarkan Surat Permintaan Pembelian melakukan pembelian dengan menerbitkan Surat Order Pembelian atas dasar kebutuhan bahan baku yang diminta bagian gudang. Beberapa rangkap yang harus dibuat nantinya akan didistribusikan kepada bagian-bagian antara lain, pemasok, bagian akuntansi, bagian utang, bagian penerimaan barang dan arsip untuk bagian pembelian. Bagian penerimaan barang akan membuat Laporan Penerimaan Barang apabila barang yang dipesan [ah datang. Bagian ini kemudian melakukan pencocokkan antara barang yang diterima dengan barang yang dipesan, baik dari jumlahnya maupun kualitasnya. 1.

HARGA POKOK BAHAN YANG DIBELI Menurut standar akuntansi yang diterima umum, semua biaya yang terjadi untuk memperoleh bahan baku dan untuk menempatkannya dalam keadaan siap untuk diolah, merupakan unsur harga pokok bahan baku yang dibeli. Oleh karena itu, harga pokok bahan baku tidak hanya berupa harga yang tercantum dalam faktur pembelian saja. Harga pokok bahan baku terdiri dari harga beli ditambah dengan biaya-biaya pembelian dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan bahan baku tersebut dalam keadaan siap untuk diolah.

Harga beli dan biaya angkutan merupakan unsur yang mudah diperhitungkan sebagai harga pokok bahan baku, sedangkan biaya pemesanan (order costs), biaya penerimaan, pembongkaran, pemeriksaan, asuransi, pergudangan dan biaya akuntansi bahan baku, merupakan unsur-unsur yang sulit diperhitungkan kepada harga pokok bahan baku yang dibeli. Di dalam praktek, umumnya harga pokok bahan baku hanya dicatat sebesar harga beli menurut faktur pembelian. Hal ini dilakukan karena pembagian biaya pembelian kepada masing-masing jenis bahan baku dalam faktur seringkali memerlukan biaya akuntansi yang mungkin lebih besar dibandingkan dengan manfaat ketelitian perhitungan harga pokok yang diperoleh. Sehingga, biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh bahan baku dan untuk menjadikan bahan baku dalam keadaan siap untuk diolah, pada umumnya diperhitungkan sebagai unsur biaya overhead pabrik (BOP). Apabila di dalam pembelian bahan baku, pemasok memberikan potongan tunai (cash discount), maka potongan tunai ini diperlakukan sebagai pengurang terhadap harga pokok bahan baku yang dibeli. Apabila dalam pembelian bahan baku, perusahaan membayar biaya angkutan untuk berbagai macam bahan baku yang dibeli. Perlakuan terhadap biaya angkutan ini dapat dibedakan sebagai berikut: 1). Biaya angkutan diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli. 2). Biaya angkutan tidak diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli, namun diperlakukan sebagai unsur BOP Biaya angkutan diperlakukan sebagai tambahan Harga Pokok Bahan Baku yang Dibeli Berdasarkan cara ini alokasi biaya angkutan kepada masing-masing jenis bahan baku yang dibeli dapat didasarkan pada : a. Perbandingan kuantitas tiap jenis bahan baku yang dibeli Pembagian ini hanya dapat dilakukan jika bahan baku tersebut memiliki satuan ukuran yang sama atau satuan ukurannya dapat disamakan. Contoh 1. Sebuah perusahaan membeli 3 jenis bahan baku senilai Rp 6.000.000. Biaya angkutan yang dibayar untuk ketiga jenis bahan baku tersebut sebesar Rp 300.000. Misalnya kuantitas masing-masing bahan tersebut, bahan A 400 Kg, bahan B 250 Kg dan bahan C 350 Kg. Pembagian biaya angkutan kepada tiap jenis bahan adalah sebagai berikut: Berat Alokasi biaya angkutan % Jenis Bahan Baku Kg (1) : 1.00 (2) x Rp. 300.000 (1) (2) (3) A 400 40 Rp 120.000 B 250 25 75.000 C 350 35 105.000 1.000 100 Rp 300.000 b.

Perbandingan harga faktur tiap jenis bahan baku yang dibeli Contoh 2. Dengan menggunakan contoh 1 diatas pembelian bahan baku senilai Rp 6.000.000 tersebut terdiri dan Bahan A Rp 2.500.000/Bahan B Rp 3.000.000 dan Bahan C Rp 500.000, Biaya angkutan untuk ketiga jenis bahan tersebut Rp 300.000. Jika biaya angkutan tersebut dibagikan atas dasar perbandingan harga faktur tiap jenis bahan baku, harga pokok tiap jenis bahan baku akan dibebani dengan tambahan biaya angkutan sebesar Rp 0,05 (yaitu Rp 300.000 dibagi Rp 6.000.000) Jenis Bahan Baku Harga Faktur Pembagian Harga Pokok Biaya Angkutan Bahan Baku

A B C c.

(1) Rp 2.500.000 Rp 3.000.000 Rp 500.000 Rp 6.000.000

(1) x 0,05 (2) Rp 125.000 Rp 150.000 Rp 25.000 Rp 300.000

Rp Rp Rp Rp

(1) + (2) (3) 2.625.000 3.150.000 525.000 6.300.000

Biaya angkutan diperhitungkan dalam Harga Pokok Bahan Baku yang dibeli berdasarkan tarif yang ditentukan di muka Untuk menyederhanakan perhitungan harga pokok bahan baku, biaya angkutan dibebankan kepada bahan baku yang dibeli atas dasar tarif yang ditentukan di muka (predetermined rate). Perhitungan tarif dilakukan dengan menaksir biaya angkutan yang akan dikeluarkan dalam tahun anggaran tertentu. Taksiran biaya angkutan ini kemudian dibagi dengan dasar yang akan digunakan untuk mengalokasikan biaya angkutan tersebut. Pada saat terjadi pembelian bahan baku. Harga bahan baku harus ditambah dengan biaya angkutan sebesar tarif yang telah ditentukan. Biaya angkutan yang sesungguhnya dikeluarkan dicatat dalam rekening biaya angkutan. Jurnal untuk mencatat pembebanan biaya angkutan atas dasar tarif dan biaya angkutan yang sesungguhnya terjadi adalah sebagai berikut: a) Pembebanan biaya angkutan kepada bahan baku yang dibeli. b) Pencatatan biaya angkutan yang sesungguhnya c) Pencatatan selisih biaya angkutan yang dibebankan dengan biaya angkutan yang sesungguhnya. Contoh 3. Biaya angkutan yang diperkirakan akan dikeluarkan pada tahun 2001 adalah sebesar Rp 1.500.000 dan jumlah bahan baku yang diangkut diperkirakan sebanyak 50. 000 Kg. Jadi tarif biaya angkutan untuk tahun 2001 adalah sebesar Rp.30 per Kg bahan baku yang diangkut. Perhitungan dan jumlah bahan baku yang dibeli serta alokasi biaya angkutan atas dasar tarif tersebut disajikan dibawah ini Pembagian Harga Pokok Biaya Angkutan Bahan Baku Kg Harga Faktur Jenis Bahan Baku (1) x Rp. 30 (2) + (3) (1) (2) (3) (4) A 25.000 Rp 7.500.000 Rp 750.000 Rp 8.250.000 B 15.000 Rp 6.000.000 Rp 450.000 Rp 6.450.000 C 10.000 Rp 4.000.000 Rp 300.000 Rp 4.300.000 Rp 17.500.000 Rp 1.500.000 Rp 19.000.000 Jika misalnya biaya angkutan yang sesungguhnya dibayar dalam tahun 2001 adalah sebesar Rp 1. 425.000, maka jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut: a) Jurnal pembelian bahan baku Persediaan bahan baku Rp 17.500.000 Utang dagang Rp 17.500.000 b) Jurnal pembebanan biaya angkutan atas dasar tarif Persediaan bahan baku Rp 1.500.000 Biaya angkutan Rp 1.500.000 c) Jurnal pencatatan biaya angkutan yang sesungguhnya terjadi Biaya angkutan Rp 1.425.000 Kas Rp 1.425.000 d) Jurnal penutupan saldo rekening biaya angkutan ke rekening harga pokok penjualan Biaya angkutan Rp. 75.000 Harga pokok penjualan Rp 75.000

Apabila saldo rekening biaya angkutan tidak material, selisih tersebut ditutup langsung ke rekening harga Pokok Penjualan Biaya angkutan tidak diperhitungkan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli, tetapi diperlakukan sebagai unsur BOP Dengan cara ini, biaya angkutan tidak diperhitungkan sebagai tambahan harga pokok bahan yang dibeli, namun diperlakukan sebagai unsur BOP. Pada awal tahun anggaran, jumlah biaya angkutan yang akan datang ditaksir. Jumlah taksiran biaya angkutan ini diperhitungkan sebagai unsur BOP dalam penentuan tarif BOP. Biaya angkutan yang sesungguhnya kemudian dicatat dalam sebelah debet rekening BOP sesungguhnya. 2.

PENCATATAN HARGA POKOK BAHAN BAKU YANG DIBELI Dalam akuntansi ada dua metode yang dapat digunakan dalam mencatat pembelian bahan baku, yaitu : Metode Pencatatan Fisik (physical methods) dan Metode Pencatatan Perpetual (perpetual methods). Bagi perusahaan yang relatif kecil masih dapat menggunakan metode pencatatan fisik, karena jumlah barang relatif tidak banyak dan mutasi persediaan juga tidak tinggi sehingga pimpinan perusahaan masih mampu melakukan pengendalian persediaan. Sebaliknya bagi perusahaan yang relatif lebih besar lebih banyak menggunakan metode perpetual dengan tujuan untuk mempermudah pengendalian persediaan. PEMAKAIAN BAHAN BAKU Pemakaian bahan baku dalam perusahaan manufaktur melibatkan bagian produksi, bagian gudang dan bagian akuntansi. dalam rangka melakukan pengendalian bahan baku perusahaan menetapkan prosedur permintaan dan pengeluaran bahan baku. 1. Prosedur Permintaan dan Pengeluaran Bahan Baku Bagian produksi mengisi bukti permintaan barang (materials recquisition form) yang selanjutnya diserahkan ke bagian gudang. Bukti permintaan barang ini akan digunakan sebagai dokumen pembukuan atas transaksi pemakaian bahan. Bukti permintaan barang tersebut dibuat tiga rangkap. Lembar pertama diserahkan ke bagian akuntansi, lembar kedua diarsipkan oleh bagian gudang dan lembar ketiga diserahkan ke bagian produksi bersamaan dengan penyerahan bahan baku. 2. Pencatatan Pemakaian Bahan Baku Bagian akuntansi melakukan pembukuan berdasarkan Bukti Permintaan Bahan ke dalam kartu persediaan dan ke dalam Buku jurnal. Misalnya dari contoh 1 diatas bahan baku yang dibeli senilai Rp. 6.000.000 dipakai senilai Rp 5.600.000 dan bahan penolong yang dipakai sebesar Rp 150.000. Atas dasar pemakaian bahan baku dan bahan penolong tersebut, bagian akuntansi membuat jurnal sebagai berikut: a) Jurnal pemakaian bahan baku Barang Dalam Proses - Bahan Baku Rp 5.600.000 Persediaan Bahan Baku Rp 5.600.000 b) Jurnal pemakaian bahan penolong Biaya Overhead Pabrik Rp 150.000 Persediaan Bahan Penolong Rp 150.000 Bahan penolong ini bukan bahan baku utama, namun keberadaannya diperlukan dalam proses produksi. Biasanya bahan penolong ini tidak dapat diikuti jejak biayanya ke dalam masing-masing produksi. Oleh karena itu, pemakaian bahan penolong ini dimasukkan ke dalam biaya overhead pabrik. 3. Perhitungan Pemakaian Bahan Baku

Dalam perhitungan pemakaian bahan baku, ada berbagai metode penentuan harga pokok bahan yang dipakai. Metode tersebut antara lain : Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (First In First Out/FIFO), Metode Terakhir Masuk Keluar Pertama (Last In First Out/LIFO) dan Metode Rata-rata (average) a) Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (first in first out/FIFO) Metode ini beranggapan bahwa bahan yang dibeli (masuk) lebih awal dipakai (keluar) lebih awal pula. Metode ini lebih menekankan pada arus kas biayanya dan bukan pada arus bahan secara fisik. Penekanan ini berarti bahwa secara fisik dapat terjadi bahan yang dibeli lebih awal tidak dipakai lebih awal, tetapi dalam penentuan harga pokok bahan yang dipakai berpedoman pada bahan yang masuk pertama keluar pertama. b) Metode Terakhir Masuk Keluar Pertama (last in first out/LIFO Metode ini beranggapan bahwa bahan yang dibeli (masuk) terakhir dipakai (keluar) lebih awal pula. Metode ini lebih menekankan pada arus biayanya dan bukan pada arus bahan secara fisik. Penekanan ini berarti bahwa secara fisik dapat terjadi bahan yang dibeli lebih awal dipakai lebih awal, tetapi dalam penentuan harga pokok bahan yang dipakai tetap berpedoman pada bahan yang terakhir masuk yang keluar pertama. c) Metode rata-rata (average) Dalam sistem pencatatan perpetual, metode rata-rata yang digunakan adalah metode rata-rata bergerak (moving average). Dalam metode ini harga pokok per unit bahan yang ada dalam persediaan di gudang ditentukan dengan membagi jumlah harga pokok semua bahan yang dibeli dengan jumlah kuantitasnya. Harga pokok persediaan bahan yang ada di gudang hanya ada satu harga pokok, yang dapat berubah setiap ada pembelian dengan harga dibawah atau diatas harga ratarata yang telah ditentukan atau apabila ada retur pembelian. MASALAH- MASALAH KHUSUS YANG BERHUBUNGAN DENGAN BAHAN BAKU

Dalam proses produksi tidak selalu bahan baku yang dimasukkan dalam proses produksi akan menghasilkan produk jadi yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Adakalanya dalam proses produksi menghasilkan sisa bahan (scrap materials}, produk rusak (spoiled goods} dan produk cacat (deffective goods) SISA BAHAN (SCRAP MATERIALS)

Dalam proses produksi, tidak semua bahan dapat menjadi bagian produk jadi. Bahan yang mengalami kerusakan didalam proses pengerjaannya disebut sisa bahan. Perlakuan terhadap sisa bahan tergantung dari harga jual sisa bahan itu sendiri. Jika harga jual sisa bahan rendah, biasanya tidak dilakukan pencatatan jumlah dan harganya sampai saat penjualannya. Tetapi jika harga jual sisa bahan tinggi, perlu dicatat jumlah dan harga jual sisa bahan tersebut dalam kartu persediaan pada saat sisa bahan diserahkan oleh bagian produksi ke bagian gudang. Jika dalam proses produksi terdapat sisa bahan, masalah yang timbul adalah bagaimana memperlakukan hasil penjualan sisa bahan tersebut. Hasil penjualan sisa bahan dapat diperlakukan sebagai berikut: 1. Pengurang biaya bahan baku yang dipakai dalam pesanan yang menghasilkan sisa bahan tersebut. 2. Pengurang terhadap biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi 3. Penghasilan di luar usaha (other income) Sisa bahan diperlakukan sebagai pengurang biaya bahan baku dari pesanan tertentu Jika sisa bahan terjadi karena karakteristik proses pengolahan pesanan tertentu, maka hasil penjualan sisa bahan dapat diidentifikasikan dengan pesanan tersebut. Jurnal yang dibuat pada saat penjualan sisa bahan adalah : Kas/Piutang Dagang xxxxx

Barang dalam Proses - Biaya Bahan Baku

xxxxx

Sisa Bahan diperlakukan sebagai pengurang BOP sesungguhnya Jika sisa bahan tidak dapat diidentifikasikan dengan pesanan tertentu dan sisa bahan merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses pengerjaan suatu produk, maka hasil penjualannya dapat diperlakukan sebagai pengurang BOP yang sesungguhnya terjadi. Jurnal yang dibuat pada saat penjualan sisa bahan adalah sebagai berikut: Kas/Piutang Dagang xxxxx BOP sesungguhnya xxxxx Hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai other income Hasil penjualan sisa bahan dapat juga diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha dan tidak sebagai pengurang biaya produksi. Jurnal yang dibuat pada saat penjualan sisa bahan adalah sebagai berikut :: Kas/Piutang Dagang xxxxx Penjualan sisa bahan xxxxx Pencatatan Sisa Bahan Jika jumlah dan nilai sisa bahan relatif tinggi, maka diperlukan pengawasan terhadap persediaan sisa Bahan. Untuk menggambarkan pencatatan sisa bahan dijelaskan pada contoh dibawah ini. Contoh 4 Bagian produksi menyerahkan 2.000 Kg sisa bahan ke bagian gudang. Sisa bahan tersebut ditaksir dap at laku dijual Rp 7.500 per kg. Sampai akhir periode akuntansi, sisa bahan tersebut laku dijual seb anyak 1.500 Kg dengan harga jual Rp 9.000 per Kg. Jika hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai penghasilan diluar usaha, jurnal yang diper lukan adalah sebagai berikut : Persediaan Sisa Bahan (2.000 Kg x Rp 7.500) Penghasilan yang belum terealisasi Jurnal penjualan sisa bahan : Kas/Piutang Dagang (1.500 Kg x Rp 9.000) Penjualan Sisa Bah an Penghasilan belum terealisasi Persediaan Sisa Bahan

Rp 15.000.000 Rp 15.000.000 Rp 13.500.000 Rp 13.500.000 Rp 11.250.000 Rp 11.250.000

PRODUK RUSAK (SPOILED GOODS) Produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan, yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang baik. Produk rusak berbeda dengan sisa bahan , karena sisa merupakan bahan yang mengalami kerusakan dalam proses produksi, sehingga belum sempat menjadi produk, sedangkan produk rusak merupakan produk yang telah meny erap biaya bahan, biaya tenaga kerja dan BOP. Perlakuan terhadap produk rusak adalah tergantung dari sifat dan sebab terjadinya. 1. Jika produk rusak terjadi karena sulitnya pengerjaan pesanan tertentu atau faktor luar biasa lainnya, maka harga pokok produk rusak dibebankan sebagai tambahan harga pokok produk yang baik dalam pesanan yang bersangkutan. Jika produk rusak tersebut masih laku dijual, maka hasil penjualannya diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi pesanan yang menghasilkan produk rusak tersebut. 2. Jika produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses pengolahan produk, maka kerugian yang terjadi dibebankan kepada produksi secara keseluruhan, dengan cara memperhitungkan kerugian tersebut dalam tarif BOP. Oleh karena itu anggaran BOP yang

akan digunakan untuk menentukan BOP harus diperhitungkan juga faktor produk rusak ini. Sehingga apabila terjadi produk rusak, maka kerugian yang sesungguhnya terjadi dilakukan dengan mendebet rekening BOP sesungguhnya. Pencatatan Produk Rusak 1. Produk rusak dibebankan kepada pesanan tertentu Contoh 5 PT. Amelia berproduksi atas dasar pesanan. Dalam Bulan Juni 2002 perusahaan menerima pesanan pembuatan 1.000 unit produk A. karena pesanan ini pesanan yang membutuhkan ketepatan spesifikasi yang ditentukan pemesan, maka produk rusak yang terjadi dibebankan kepada pesanan ini. Untuk memenuhi pesanan tersebut perusahaan memproduksi 1.050 satuan produk A dengan biaya produksi sebagai berikut : biaya bahan baku Rp. 675.000, biaya tenaga kerja langsung Rp 1.200.000 dan BOP dibebankan atas dasar tarif 150 % biaya tenaga kerja langsung. Pada saat pesanan tersebut selesai dikerjakan ternyata terdapat 50 unit produk yang rusak, yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki. Produk rusak tersebut diperkirakan laku dijual Rp 2.100 per unit. Jurnal untuk mencatat biaya produksi untuk mengolah 1.050 unit produk adalah sebagai berikut: Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Rp 675.000 Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Langsung 1.200.000 Barang Dalam Proses - BOP 1 .800.000 Persediaan Bahan Baku Rp 675.000 Gaji dan Upah 1.200.000 BOP dibebankan 1.800.000 Seandainya 50 unit produk yang rusak tersebut tidak rusak, maka harga pokok produk A adalah Rp 3.500 (3.675.000 : 1050). Harga pokok produk rusak dibebankan kepada produk yang baik, sehingga harga pokok produk yang baik adalah Rp 3.675 per unit ( 3.675.000 : 1000) Jika produk rusak tersebut laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak dikurangkan dari biaya produksi yang seluruhnya telah dibebankan kepada produk yang baik. Jurnal untuk mencatat nilai jual produk rusak dan pengurangan biaya produksi pesanan yang bersangkutan adalah sebagai berikut : Biaya Persatuan Total Biaya Harga Pokok Produksi Produk Rusak Elemen Harga Pokok Produk (1) : 1.050 (1) (2) (3) = (2) x 50 Biaya Bahan Baku Rp 675.000 Rp 643 Rp 32.150 Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 1.200.000 Rp 1.143 Rp 57.150 BOP Rp 1.800.000 Rp 1.714 Rp 85.700 Rp 3.675.000 Rp 3.500 Rp 175.000 Persediaan Produk Rusak (50 unit x Rp 2.100) Rp 105.000 Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Rp 19.290 Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Langsung 34.290 Barang Dalam Pr oses – BOP 51 .420 Pembagian nilai jual produk rusak sebagai pengurang terhadap tiap-tiap rekening Barang Dalam Proses diatas disajikan pada perhitungan dibawah ini. Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku 60%xRp 32.150 = Rp. 19.290 Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Langsung 60 % x Rp 57.150 = Rp. 34.290 Barang Dalam Proses - Biaya Overhead Pabrik 60 % x Rp 85.700 = Rp. 51.420 Jumlah = Rp. 105.000

Jurnal pencatatan harga pokok produk jadi adalah sebagai berikut: Persediaan Produk Jadi Rp. 3.570.000 Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Langsung Barang Dalam Proses – BOP

Rp. 655.710 1.165.710 1.748.580

2. Kerugian produk rusak dibebankan kepada seluruh produk Contoh 6 PT. Rizki berproduksi atas dasar pesanan. Karena produk rusak merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses pengolahan produk, maka kerugian karena adanya produk rusak sudah diperhitungkan dalam penentuan tarif BOP pada awal tahun. Tarif BOP adalah sebesar 160 % dari biaya tenaga kerja langsung. Pada Bulan Juni 2002, perusahaan menerima pesanan produk B sebanyak 2.000 unit. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk mengerjakan pesanan tersebut adalah : biaya bahan baku Rp 748.000, biaya tenaga kerja langsung Rp 495.000 dan BOP Rp 792.000. Setelah pesanan ini selesai diproduksi ternyata dari 2.200 unit produk selesai yang dihasilkan terdapat 200 unit produk yang rusak, yang diperkirakan masih laku dijual Rp 500 per unit. Jurnal untuk mencatat biaya produksi untuk mengolah pesanan produk B tersebut adalah : Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Rp 748.000 Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Langsung 495.000 Barang Dalam Proses - BOP 792.000 Persediaan Bahan Baku Rp 748.000 Gaji dan Upah 495.000 BOP dibebankan 792.000 Karena dalam tarif BOP telah diperhitungkan kerugian produk rusak, maka seluruh produk yang diproduksi akan dibebani dengan kerugian karena adanya produk rusak tersebut. Oleh karena itu, kerugian sesungguhnya yang timbul dari produk rusak di debet dalam rekening BOP sesungguhnya. Dalam contoh ini kerugian karena adanya produk rusak dihitung sebagai berikut: Nilai jual produk rusak 200 unit x Rp 500 = Rp 100.000 Harga pokok produk rusak 200 unit x Rp 925 * = 185.000 Kerugian Produk Rusak Rp 85.000 * Perhitungan harga pokok per unit: Elemen Harga Pokok Biaya bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Overhead Pabrik

Biaya Total (1) Rp 748.000 495.000 792.000 Rp 2.035.000

Biaya Perunit (2) = (1) : 2.200 unit Rp 340 225 360 Rp 925

Jurnal pencatatan produk rusak dan kerugiannya adalah sebagai berikut: Persediaan Produk rusak Rp 100.000 BOP sesungguhnya 85.000 Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Langsung Barang Dalam Proses – BOP

Rp. 68.000 45.000 72.000

Jurnal pencatatan produk jadi yang baik adalah sebagai berikut: Persediaan Produk Jadi Rp 1.850.000 Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku

Rp. 680.000

Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Langsung Barang Dalam Proses – BOP

450.000 720.000

PRODUK CACAT (DEFECTIVE GOODS) Produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditentukan, tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali untuk memperbaikinya, produk tersebut secara ekonomis dapat disempurnakan lagi menjadi produk jadi yang baik. Masalah yang timbul dalam produk cacat adalah bagaimana memperlakukan biaya tambahan untuk pengerjaan kembali (rework cost) produk cacat tersebut. Perlakuan terhadap biaya pengerjaan kembali produk cacat adalah serupa dengan yang telah dibicarakan pada produk rusak (spoiled goods). Pencatatan Produk cacat Jika produk cacat bukan merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses produksi, tetapi karena karakteristik pengerjaan pesanan tertentu, maka biaya pengerjaan kembali produk cacat dapat bersangkutan. Jika produk cacat merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses pengerjaan produk, maka biaya pengerjaan kembali dapat dibebankan kepada seluruh produksi dengan cara memperhitungkan biaya pengerjaan kembali tersebut kedalam tarif .BOP. Biaya pengerjaan kembali produk cacat yang sesungguhnya terjadi di debet dalam rekening BOP sesungguhnya. Biaya pengerjaan kembali dibebankan kepada pesanan tertentu Contoh 7

PT. Amelia menerima pesanan 1.000 satuan produk X. biaya produksi yang dikeluarkan untuk mengolah produk tersebut adalah : biaya bahan baku Rp 400.000, biaya tenaga kerja langsung Rp 300.000 dan BOP dibebankan atas dasar tarif 150 % biaya tenaga kerja langsung. Setelah pengolahan 1.000 unit produk X itu selesai, ternyata terdapat 50 unit produk cacat yang secara ekonomis masih dapat diperbaiki lagi. Biaya-biaya pengerjaan kembali 50 satuan produk cacat tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja langsung Rp 50.000 dan BOP pada tarif yang biasa digunakan. Jurnal pencatatan produksi pesanan tersebut dan biaya pengerjaan kembali produk cacat tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pencatatan biaya produksi Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Rp 400.000 Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Langsung 300.000 Barang Dalam Proses - BOP 450.000 Persediaan Bahan Baku Rp 400.000 Gaji dan Upah 300.000 BOP dibebankan 450.000 2. Pengerjaan kembali produk cacat Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Langsung Barang Dalam Proses - BOP Gaji dan Upah BOP dibebankan 3. Pencatatan harga pokok ptoduk selesai Persediaan Produk Jadi Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Langsung Barang Dalam Proses - BOP

Rp 50.000 75.000 Rp 50.000 75.000 Rp 1.275.000 Rp 400.000 350.000 525.000

Biaya pengerjaan kembali dibebankan kepada produksi secara keseluruhan C ontoh 8

Dalam proses produksi PT. Mentari selalu terjadi produk cacat, oleh karena itu pada waktu menentukan tarif BOP dalam anggaran BOP telah diperhitungkan taksiran biaya pengerjaan kembali produk cacat yang akan dikeluarkan selama periode anggaran. Tarif BOP ditentukan sebesar 150 % dari biaya tenaga kerja langsung. Pada periode tersebut perusahaan menerima pesanan pembuatan 2.000 unit produk Y, biaya produksi yang dikeluarkan untuk mengolah produk tersebut adalah : biaya bahan baku Rp 1.250.000, biaya tenaga kerja langsung Rp 1.500.000. Setelah pengolahan 2.000 unit produk Y selesai, ternyata terdapat 100 unit produk cacat. Biaya pengerjaan ;kembali 50 satuan produk cacat tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja langsung Rp 100.000 dan 5OP pada tarif yang biasa dipakai. Jurnal pencatatan biaya produksi pesanan tersebut dan biaya pengerjaan kembali produk cacat adalah sebagai berikut: 1. Pencatatan biaya produksi Barang Dalam Proses - Biaya Bahan Baku Rp 1.250.000 Barang Dalam Proses - Biaya Tenaga Kerja Langsung 1.500.000 Barang Dalam Proses - BOP 2.250.000 Persediaan Bahan Baku Rp 1.250.000 Gaji dan Upah 1.500.000 BOP dibebankan 2.250.000 2. Pengerjaan kembali produk cacat BOP sesungguhnya Gaji dan Upah BOP dibebankan 3. Pencatatan harga pokok produk selesai Persediaan Produk Jadi Persediaan Bahan Baku Gaji dan Upah BOP dibebankan

Rp

250.000 Rp

100.000 150.000

Rp 5.000.000 Rp 1.250.000 1.500.000 2.250.000

SOAL LATIHAN

1. Sebutkan pengertian dari biaya bahan baku dan berikan contohnya 2. Yang membentuk harga pokok bahan baku yang dibeli tidak hanya dari harga pembelian bahan yang tercantum dalam faktur saja. Sebutkan biaya-biaya lain yang juga diperhitungkan dalam harga pokok bahan baku yang dibeli 3. Ada dua perlakuan terhadap biaya angkutan yang dikeluarkan dalam pembelian bahan baku. Sebutkan dan jelaskan kedua macam perlakuan terhadap biaya angkutan tersebut. 4. Sebutkan dan jelaskan dua metode pencatatan biaya bahan baku yang dipakai dalam produksi. 5. Jelaskan pengertian dari scrap material dan perlakuan akuntansinya 6. Jelaskan pengertian dari defective goods dan perlakuan akuntansinya 7. PT. Amelia menerima pesanan 5.000 satuan produk X. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk mengolah produk tersebut adalah :'biaya bahan baku Rp 2.500.000, biaya tenaga kerja langsung Rp 3.000.000 dan BOP dibebankan atas dasar tarif 150 % biaya tenaga kerja langsung. Setelah pengolahan 5.000 unit produk X itu selesai, ternyata terdapat 400 unit produk cacat yang secara ekonomis masih dapat diperbaiki lagi. Biaya-biaya pengerjaan kembali 400 satuan produk cacat tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja langsung Rp 600.000 dan BOP pada tarif yang biasa digunakan. Berdasarkan data diatas, Buatlah jurnal yang diperlukan, apabila produk cacat tersebut merupakan: a) Merupakan hal yang tidak biasa terjadi (tidak normal) b) Merupakan hal yang sering terjadi (normal)

Related Documents

Bab 1 Sd 3 Akbi
June 2020 1
Bab 4 Akbi
June 2020 2
Bab 6-8 Akbi
June 2020 3
Pr Akbi Bab 10.docx
April 2020 3
Sd 3
November 2019 2
Bab 1-bab 3 Diubah.docx
December 2019 39