Bab 2_09-151.docx

  • Uploaded by: Juniel Zahra
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 2_09-151.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,481
  • Pages: 29
      

BAB 2  

Landasan Teori        

2.1 Jasa  

2.1.1 Pengertian Jasa  

Ada beberapa definisi jasa yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Diantaranya ialah  

menurut Philip Kotler seperti yang dikutip J. Supranto (2001, p227) yang mendefinisikan jasa  

sebagai berikut:   

“Jasa ialah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak  

lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.  

Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik”.   

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan suatu kegiatan yang tidak  

berwujud dan cepat hilang serta tidak dapat dimiliki.   

Secara umum jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh  

suatu pihak kepada pihak lain dimana produk yang ditawarkan bisa berupa produk fisik maupun  

tidak dimana jika produk itu berupa produk fisik yang didalam tahapannya akan melalui  

beberapa perubahan sehingga nantinya akan memuaskan keinginan konsumen/ pelanggan  

tersebut.     

2.1.2

Karakteristik Jasa.  

Menurut Kotler dan Amstrong (2001, p376-377), perusahaan harus mempertimbangkan  

empat karakteristik jasa tertentu ketika merancang program pemasaran antara lain:    

5

  

6 

1. Tidak berwujud jasa (Intangibility)  



Jasa tidak bisa dilihat, dicicipi, dirasakan, didengar atau dibaui sebelum dibeli. Untuk  

mengurangi ketidakpastian, pembeli mencari “tanda” dari kualitas jasa pelayanan.  

Mereka mengambil kesimpulan

mengenai kualitas dari tempat, orang, harga,  

peralatan, dan konsumsi yang dapat mereka lihat. Oleh karena itu, tugas penyedia jasa  

adalah membuat jasa dapat berwujud dalam satu atau beberapa cara  

2. Ketidakterpisahan jasa (Inseparability)  

Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedianya, apakah penyedia tadi adalah orang atau  

mesin. Bila karyawan jasa menyediakan jasa, maka karyawan itu merupakan bagian  

dari jasa. Karena pelanggan turut hadir saat jasa itu diproduksi sebagai Co-producer,  

interaksi penyedia jasa maupun pelanggan akan mempengaruhi hasil jasa.  

3. Keragaman Jasa ( Service Variability)  

Kualitas jasa bergantung pada siapa yang menyediakan jasa, waktu, tempat, dan  

bagaimana cara mereka disediakan. Menurut Bovee, Housten, dan Thill (Tjiptono,  

1997, p17), ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa, yaitu  

kerjasama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, moral atau motivasi  

karyawan dalam melayani pelanggan, dan beban kerja perusahaan.  

4. Tidak Tahan Lamanya Jasa ( Perishability)  

Jasa tidak dapat disimpan untuk penjualan atau pemakaian yang akan datang. Tidak  

tahan lamanya jasa bukanlah masalah apabila permintaan selalu ada. Tapi ketika  

permintaan berfluktuasi, perusahaan jasa sering kali mengalami masalah sulit. Oleh  

karena itu perusahaan jasa sering kali merancang strategi agar lebih baik lagi  

menyesuaikan permintaan dengan penawaran.

  

7 









Gambar 2.1 

                 



Empat Karakteristik Jasa 

2.1.3

Jenis-jenis Jasa 

   



Suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan terhadap orang lain dikategorikan sebagai  

jasa akan tetapi jasa dibagi menjadi beberapa jenis jasa, yaitu :  

Menurut Lovelock Jasa pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 3 macam sebagaimana  

dikemukakan (dalam Sudarminto, 2002, p25-26) yang membedakannya adalah sebagai berikut:  

1.                

2. 

Rented Goods Service  

Dalam jenis ini, konsumen menyewa dan menggunakan suatu produk berdasarkan  

tariff yang telah ditetapkan selama jangka waktu tertentu.konsumen hanya dapat  

menggunakan produk tersebut,sedangkan kepemilikannya tetap berada pada pihak  

perusahaan atau perorangan yang menyewakannya.contoh: perusahaan penyeaan  

mobil, penyewaan hotel, computer, apartemen dan sebagainya.  

Owned Goods Service  

Dalam jenis ini, produk-produk yang dimiliki konsumen dikembangkan atau  

dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa ini juga mencakup perubahan bentuk

  

8  

produk (barang) yang dimiliki konsumen. Contoh: jasa perbaikan mobil, AC,  

salon kecantikan dan sebagainya.  

Non Goods Service 

3.



Dalam jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berbentuk produk  

fisik) ditawarkan pada para pelanggan. Contoh: jasa bank, jasa asuransi, jasa  

pendidikan, jasa ekspedisi dsb.  

Simpulan yang didapat yaitu jasa dapat dirasakan, dikembangkan berdasarkan tarif yang  

telah ditetapkan selama jangka waktu tertentu baik berwujud fisik maupun tidak.      

2.1.4 Kualitas Jasa (Service Quality)  

Beberapa peneliti dibidang jasa telah mengembangkan beberapa model kualitas jas dan  

berdasarkan urutan atau kronologis dari penemunya ( Jasfar, Farida dalam Jurnal ilmiah  

“Manajemen dan Pemasaran Jasa” Fakultas Ekonomi Trisakti Jakarta 2005, p5). Model tersebut  

dapat dijelaskan sebagai berikut :  

1.

The disconfirmation of expectation model  

Dikembangkan oleh oliver ( 1997 ,1980,1981 ). Model ini merupakan model  

dasar dari semua model kualitas jasa yang ada saat ini. Model ini menerangkan  

bahwa kualitas jasa ditentukan oleh seberapa besar ketidaksesuaian (  

Disconfirmation ) harapan dalam mempengaruhi presepsi konsumen terhadap  

produk atau jasa. Menurut model ini ada tiga elemen yang menyebabkan  

kepuasan ( ketidakpuasan ) seseorang, yaitu : harapan, diskonfirmasi dan presepsi.  

Apabila harapannya lebih tinggi dari presepsinya maka akan terjadi diskonfirmasi  

negatif, dan akibatnya ia tidak puas. Apabila presepsinyanya yang lebih tinggi

  

9  

dari harapannya, maka akan terjadi diskonfirmasi yang positif, dan outcomenya  

adalah ia merasa sangat puas.  2.                              

3. 



Nordic Model  

Dikembangkan oleh Gronroos ( 1984 ) merupakan model kualitas jasa yang  

pertama kali mengadopsi model disconfirmation. Model ini menyatakan bahwa  

pengalaman terhadap penggunaan jasa tertentu didasarkan pada kualitas  

fungsional ( functional element ) dan kualitas teknik ( Technical Element ). Yang  

dimaksud dengan elemen fungsional adalah : the way the service is deliverd as  

reflected through the customer’s preception of interactions that occur during the  

service encounter. Technical quality refers to what the consumer receives from  

the service, or the outcome of the service process. Model kualitas jasa dari  

Gronroos ini merefleksikan model efek diskonfirmasi harapan ( model pertama )  

dalam mengembangkan model kualitas jasa.  

The Servqual / Gaps  

Model dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml kesenjangan yang dapat  

menyebabkan kegagalan jasa yang diterima pelanggan. Model kualitas jasa ini  

merupakan suatu konsep yang sangat bermanfaat bagi manager untuk memahami  

mengapa sampai terjadi kegagalan dalam kualitas pelayanan dengan  

menggunakan pendekatan perbandingan ( Comparative Approach ) dalam  

mengidentifikasikan dan mengukur dimensi- dimensi kunci dari konsep kualitas  

jasa. Selanjutnya dalam model ini juga dijelaskan bahwa manager agar berhasil  

memuaskan pelanggannya harus mengusahakan agar menghilangkan atau  

mengurangi adanya gap atau kesenjangan pada setiap level.

  

10   

Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan  

adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Salah  

satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak digunakan ialah model SERVQUAL  

(Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam  

serangkaian penelitian mereka terhadap enam sektor jasa: reparasi, peralatan rumah  

tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon jarak jauh, perbankan, dan pialang  

sekuritas.   

SERVQUAL menghasilkan suatu metode pengukuran kualitas jasa berdasarkan  

perbandingan antara persepsi pelanggan atas layanan yang mereka terima (Perceived  

Service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan (Expected service).   

Jadi jika layanan yang diterima konsumen lebih dari yang diharapkan, maka  

layanan dapat dikatakan bermutu. Jika layanan yang diterima konsumen kurang dari yang  

diharapkan, maka layanan dikatakan tidak bermutu. Tetapi apabila layanan sama dengan  

harapan, maka layanan disebut memuaskan.   

Dengan demikian, service quality menurut Parasuraman seperti yang dikutip  

Rambat Lupiyoadi (2001, p148) adalah seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan  

harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima atau peroleh.   

Menurut Kotler dalam Lupiyoadi, Rambat (2001, p148-149), terdapat lima dimensi  

kualitas jasa (SERVQUAL) yaitu:

  

11  

1.              

2.                 

3.                   

4. 

Kehandalan (reliability) 





Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang  

dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan  

pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua  

pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.   

Jaminan (assurance)  

Yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan  

untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari  

beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas  

(credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun  

(courtesy).   

Bukti langsung (tangible)  

Yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada  

pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik  

perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan  

yang diberikan oleh pemberi jasa, yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang,  

dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi),  

serta penampilan pegawainya.   

Empati (empathy)  

Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang  

diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan  

konsumen. Di mana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan

  

12   

pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik,  

serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.   

5.

Daya tanggap (responsiveness)  

Yaitu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat  

kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan  

konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi  

yang negative dalam kualitas pelayanan.   

Dalam buku kepuasan pelanggan (Aritonang, p30) empati memiliki 2 dimensi yaitu :   

a.         

b. 

Accessibility   

Hal ini mencakup kemudahaan untuk mendekati dan menghubungi untuk  

mendekati dan menghubungi.   

Understanding the customer   

Hal ini mencakup perlunya usaha untuk mengetahui pelanggan dan kebutuhan  

khusunya.       

2.2 Definisi Kepuasan  

Dari keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan, pada akhirnya akan  

bermuara pada nilai yang diberikan oleh pelanggan mengenai kepuasan yang dirasakan.  

Beberapa ahli ekonomi mendefinisikan arti kepuasan pelanggan,antara lain :   

Menurut Supranto, dalam pengukuran tingkat kepuasan pelanggan untuk menaikan pangsa pasar  

(2001, p233 ) .

  

13   

“ Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja ( hasil ) yang  

dirasakan dengan harapannya.”   

Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan  

dengan harapan apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja  

sesuai dengan harapan maka pelanggan akan puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan,  

maka pelanggan akan sangat puas. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa  

lalu, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan saingannya. Pelangan yang  

puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik  

tentang perusahaan.   

Sedangkan menurut Oliver melalui buku P. Kotler manajemen pemasaran, analisis  

perencanaan , implementasi dan kontrol berpendapat :   

“ Kepuasan digambarkan sebagai suatu evaluasi terhadap surprise yang melekat pada suatu  

pengakusisian produk dan atau pengalaman mengkonsumsi. “   

Menurut Kotler (2000, p42) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang  

muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu  

produk dan harapan-harapannya.   

Dari definisi di atas, kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atau kesan atas kinerja dan  

harapan. Jika kinerja di bawah harapan maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja sesuai dengan  

harapan, pelanggan akan puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat  

puas. Kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan atas produk akan berpengaruh pada pola perilaku  

selanjutnya. Apabila pelanggan merasa puas, maka ia akan setia atau dengan kata lain ia akan  

membeli produk yang sama. Pelanggan yang puas juga cenderung akan memberikan referensi

  

14   

yang baik terhadap produk kepada orang lain. Tidak demikian dengan seorang konsumen yang  

tidak puas (dissatisfied). Konsumen yang tidak puas tidak akan kembali membeli produk yang  

sama dan akan cenderung akan memberikan referensi yang buruk terhadap produk kepada orang  

lain.      

2.3 Pengertian Pelanggan   

Menurut Bowles dan Hammod dalam buku P. Kottler, Manajemen Pemasaran, Analisis  

Perencanaan, Implementasi dan kontrol (2002,p54), Berpendapat :   

” Pelanggan adalah orang yang paling dalam perusahaan, pelanggan tidak tergantung kepada  

perusahaan tetapi perusahaan tergantung kepada pelanggan. Pelanggan bukan menerima  

pekerjaan tetapi pelanggan yang memberikan pekerjaan. Pelanggan bukan seseorang untuk  

menilai atau menghitung tetapi pelanggan adalah seseorang yang mengungkapkan apa yang  

diinginkan perusahaan adalah untuk memberikan kepuasan untuk pelanggan dan untuk  

perusahaan sendiri.   

Dan menurut Nasution ( Tjiptono, 2001, p124 ) pelanggan adalah semua orang yang  

menuntut kita atau perusahaan untuk memenuhi suatu standar kualitas tertentu, dan karena itu  

akan memberikan pengaruh pada performa kita atau perusahaan.   

2.3.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan   

Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih  

sekurang- kurangnya memberikan hasil yang sama atau melampui harapan pelanggan. Jadi  

sebenarnya ada 2 faktor yang sangat menentukan kepuasan yaitu harapan pelanggan dan kinerja  

atau hasil yang mereka rasakan ( Tjiptono, 2001, p126 ).

  

15   

Kepuasan pelanggan menurut Kotler (2002, p42) juga sangat berperan penting dalam  

usaha menciptakan kesetiaan pelanggan yang potensial. Pelanggan yang puas dan senang akan  

berprilaku positif, mereka akan membeli banyak dari perusahaan dan akan kembali untuk  

kesekian kalinya untuk membeli produk perusahaan. Kepuasan pelanggan akan sangat  

tergantung dengan pelayanan.  

Menurut Sitompul (2004) pelanggan yang puas akan menyampaikan produk dan layanan  

anda kepada temannya yang lain. Pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan ketidakpuasan  

terhadap produk dan layanan anda kepada semua orang. Ini mungkin akan sering terjadi dalam  

kegiatan penjualan. Menyampaikan informasi secara berantai dari mulut ke mulut akan sering  

terjadi. Informasi kepuasan yang disampaikan pelanggan kepada orang lain mengenai produk  

dan layanan yang telah anda berikan, akan dapat mennyangkut image anda.  

Seorang pelanggan yang puas adalah pelanggan yang merasa mendapatkan nilai dari  

pemasok, produsen, atau penyedia jasa. Nilai dapat berasal dari produk, pelayanan, sistem atau  

sesuatu yang bersifat emosi. Jika pelanggan mendapatkan produk yang berkualitas kalau nilai  

tersebut bagi konsumen adalah kenyamanan, maka kepuasan akan datang apabila pelayanan yang  

diperoleh benar – benar nyaman. Kalau nilai dari pelanggan adalah harga yang murah, maka  

pelanggan akan puas kepada produsen yang memberikan harga yang kompetitif.  

Ada beberapa karakteristik perusahaan yang berfokus pada kepuasan pelanggan (  

Tjiptono , 2001, p11) meliputi:   

1. Adanya visi, komitmen dan suasana yang mendukung untuk memenuhi  

kebutuhan pelanggan.   

2. Menempatkan diri sejajar dengan pelanggan.   

3. Memiliki kemauan untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah pelanggan.

  

16   

4. Selalu berusahan mengumpulkan dan memanfaatkan informasi dari pelanggan.   

5. Dekat dengan pelanggan.   

6. Memperlakukan karyawan sebagai orang yang memiliki kompetensi dan  

kapabilitas serta memberdayakan mereka untuk mengambil keputusan dalam  

rangka memuaskan pelanggan.   

7. Melakukan aktifitas penyempurnaan produk atau jasa dan proses secara  

berkesinambungan.   

Menurut Juran (1993) dikutip dari www.digilib.ti.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbti-gdl-s2-  

2000-shantikira-1003, kepuasan pelanggan akan tercapai jika produk dan pelayanan telah sesuai  

dengan kebutuhan atau harapan konsumen, dengan kata lain, bebas dari kekurangan.  

Simpulan yang diambil dari banyak pengertian diatas adalah kepuasan pelanggan akan  

tercapai jika produk dan pelayanan telah sesuai dengan kebutuhan atau harapan konsumen.  

Kepuasan pelanggan adalah konsumen yang puas setelah merasakan jasa atau menggunakan  

suatu produk dengan hasil yang diperoleh maupun dirasakan dari segi pelayanan.  

Jadi kepuasan pelanggan dapat tercipta apabila terjadi loyalitas terhadap suatu produk atau jasa.   

Adapun beberapa tingkat kepuasan yang umum yaitu :   

1. Kalau kinerja di bawah harapan maka pelanggan akan kecewa.   

2. Kalau kinerja sesuai dengan harapan maka pelanggan akan puas.   

3. kalau kinerja melebihi harapan maka pelanggan sangat puas dan gembira.

  

17  

2.3.2 Faktor – faktor pendorong kepuasan pelanggan  



Menurut Irawan (2002,p37-40), faktor – faktor pendorong kepuasan pelanggan terbagi  

atas lima bagian, yaitu :  

1. Kualitas produk  

Pelanggan merasa puas kalau setelah membeli dan menggunakan produk  

ternyata kualitas produk tersebut baik sebagai contoh, pelanggan akan merasa  

puas terhadap televisi yang dibeli apabila menghasilkan gambar dan suara  

yang baik, awet atau tidak cepat rusak, memiliki banyak fasilitas, tidak ada  

gangguan, dan disain yang menarik.  

2. Harga  

Untuk pelanggan yang sensitif, biasanya harga yang murah adalah sumber  

kepuasan yang penting karena mereka akan mendapatkan nilai uang yang  

tinggi, komponen harga ini relatif tidak penting bagi mereka yang tidak  

sensitif terhadap harga.  

Bagi mereka yang tidak peduli dengan harga, mereka lebih menyukai harga  

yang sedikit mahal namun kualitasnya baik daripada harga yang murah tetapi  

kualitasnya tidak sesuai dengan keingginannya.  

Jadi persaingan dalam harga akan mendapatkan perhatian pelanggan  

sepanjang kualitas barang adalah sama. Kualitas produk dan harga seringkali  

tidak mampu menciptakan keunggulan bersaing dalam hal kepuasan  

konsumen.  

Ketika aspek ini relatif mudah ditiru dengan teknologi yang hampir standar,  

setiap perusahaan biasanya mempunyai kemampuan untuk menciptakan

  

18   

kualitas produk yang hampir sama dengan para pesaing. Oleh karena itu  

banyak perusahaan yang lebih mengandalkan aspek yang ketiga yaitu service  

quality.  

3. Service quality  

Untuk memuaskan pelanggan, suatu perusahaan hendaknya terlebih dahulu  

harus dapat memuaskan karyawan agar produk yang dihasilkan tidak rusak  

kualitasnya dan pelayanan kepada pelanggan dapat diberikan lebih baik lagi,  

jika karyawanya merasa puas akan lebih mudah bagi mereka untuk  

menerapkan kepada pelanggan bagaimana rasa puas itu.  

4. Emotional factor  

Faktor ini relatif penting karena kepuasan pelanggan timbul pada saat ia  

menggunakan produk tertentu, hal ini disebabkan karena merek produk  

tersebut sudah tercipta dengan baik dari segi kualitasnya, harga yang tidak  

murah karena harga yang mahal identik dengan kualitas produk yang tinggi  

dan sebaliknya, serta pelayanan yang diberikan.  

5. Kemudahan  

pelanggan akan semakin puas apabila tempat mudah dicapai dan juga nyaman.  

Dengan mengetahui kelima faktor ini, tentulah tidak cukup bagi perusahaan  

untuk merancang strategi dan program peningkatan kepuasan pelanggan.  

Kontribusi faktor ini juga dapat berubah dari waktu ke waktu untuk suatu  

industri. Besarnya bobot relatif mudah diketahui dengan melakukan survei.  

Dalam survei, konsumen dapat ditanyakan secara langsung mengenai  

kepuasan mereka dan tingkat kepentingan dari masing – masing faktor

  

19   

tersebut dalam mempengaruhi kepuasan mereka setelah menggunakan produk  

atau jasa.   

2.3.3 Tingkat Kepentingan Pelanggan  

Tingkat kepentingan pelanggan didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan – sebelum  

mencoba atau membeli produk jasa – yang akan dijadikannya standar acuan dalam menilai  

kinerja produk jasa tersebut.   

Valarie A Zeithaml, A Pasuraman dan Leonard l. Berry, membuat satu model konseptual  

mengenai tingkat kepentingan pelanggan, seperti tampak pada diagram di bawah ini:                              

 



 

 

 



 







Gambar 2.2  

Diagram Model Konseptual dari Tingkat Kepentingan Pelanggan

  

20  

2.3.4 Membangun Kepercayaan Pelanggan 





( Jasfar, Farida dalam Jurnal ilmiah “Manajemen dan Pemasaran Jasa” Fakultas Ekonomi  

Trisakti Jakarta 2005, p7).  

Kepercayaan timbul dari suatu proses pembinaan yang cukup lama sampai kedua belah  

pihak saling mempercayai. Apabila kepercayaan sudah terjalin di antara pelanggan dan  

perusahaan, maka usaha untuk mempertahankannya tidaklah terlalu sulit. Seperti yang pernah  

disampaikan oleh Peter Drucker, bahwa mencari pelanggan baru jauh lebih mahal ( Cost  

maupun efforts ) dibandingkan dengan mempertahankan pelanggan yang ada. Dalam proses  

terbentuknya kepercayaan, Donney dan Connon ( 1997 ,p38 ) menjelaskan secara rinci faktor-  

faktor yang berpengaruh seperi : reputasi perusahaan, besar/ kecilnya perusahaan, saling  

menyenangi, baik antara pelanggan dengan perusahaan maupun antara pelanggan dengan  

pegawai perusahaan, termasuk kualitas jasa.  

Morgan dan Hunt ( 1994 ,p22 ) menjelaskan ” confidence ” dalam pengertian  

kepercayaan ini timbul karena adanya suatu kepercayaan bahwa pihak yang mendapat  

kepercayaan memang mempunyai sesuatu kualitas yang dapat mengikat dirinya, seperti  

tindakannya yang konsisten, kompeten, jujur, adil, bertanggung jawab, suka membantu dan  

rendah hati ( benevolent ).  

Anderson dan Narus ( 1990 ,p45 ) menekankan pada ” perceived outcome ” sebagai hasil  

yang diharapkan dari suatu hubungan yang disebut confidence. Ia mengartikan perceived  

outcome as the firm belief that another person / company will perform action that nice result in  

positive outcome form a partner on whose intergrity one can rely confidently.  

Menurut Garbarino dan Jhonson ( 1995 ), membangun atau membina kepercayaan  

sebaiknya lebih ditekankan pada kepercayaan individual dengan mengacu kepada keyakinan

  

21   

konsumen atas kualitas dan keterandalan jasa yang diberikan. Untuk definisi operasional  

kepercayaan mereka berdua mengacu kepada pendapat Gwinner, Gremier, dan Bitner ( 1998 )  

yang mengemukakan bahwa dalam industri jasa, manfaat psikologis atas kepercayaan adalah  

lebih penting daripada perlakuan istimewa terhadap pelanggan atau yang disebut sebagai  

manfaat sosial dalam membina hubungan pelanggan.     

2.4

Konsep GAP (Kesenjangan) kepuasan konsumen  

Menurut Rangkuti (2003 : p40) Kepuasan pelanggan terhadap suatu jasa ditentukan oleh  

tingkat kepentingan pelanggan sebelum menggunakan jasa dibandingkan dengan hasil persepsi  

pelanggan terhadap jasa tersebut setelah pelanggan merasakan kinerja jasa tersebut.  

Menurut Handi Irawan (2004, p131) Untuk melihat hasil secara menyeluruh, dilakukan  

penjumlahan rata-rata dari GAP (selisih kenyataan dan harapan) yang dikalikan bobot dimensi  

yang ada. Hasil >-1 misalnya -0,40 berarti baik dan < -1 misalnya -1.20 berarti kurang baik.  

Dengan demikian, semakin besar nilainay maka tingkat kepuasan semakin baik. Namun Hsil ini  

tidah pernah 1 (+) atau lebih. Apabila GAP positif, hal ini menggambrakan bahwa  

masyarakat/pelanggan dianggap sangat puas, namun kemungkinan terjadinya gap positif sangat  

kecil. Hal ini karena secara keseluruhan apa yang dialami (persepsi) jarang lebih baik dari apa  

yang diharapkan.

  

22  













 







Gambar 2.3 Diagram Proses Kepuasan Pelanggan 

                      



Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah kualitas pelayanan yang  

terdiri dari 5 dimensi pelayanan. Kesenjangan merupakan ketidaksesuaian antara pelayanan yang  

dipersepsikan (perceived service) dan pelayanan yang diharapkan (expected service).                          

 









Gambar 2.4 Diagram Kesenjangan yang Dirasakan oleh pelanggan

  

23   

Kesenjangan terjadi apabila pelanggan mempersiapkan pelayanan yang diterimanya lenih  

tinggi daripada desired service atau lebih rendah daripada adequate service kepentingan  

pelanggan tersebut. Dengan demikian, pelanggan dapat merasakan sangat puas atau, sebaliknya,  

sangat kecewa.  

Secara umum, kesenjangan pelayanan dapat dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu :  

1. Kesenjangan yang mucul dari dalam perusahaan (company gaps)  

Kesenjangan ini dapat menghambat kemampuan perusahaan untuk memberikan  

pelayanan berkualitas. Kesenjangan yang muncul dari dalam perusahaan dapat  

dibedakan ke dalam empat jenis kesenjngan, yaitu :  

a. Kesenjangan 1 : Tidak mengetahui harapan konsumen akan pelayanan  

b. Kesenjangan 2 : Tidak memiliki desain dan standar pelayanan yang tepat  

c. Kesenjangan 3 : Tidak memberikan pelayanan berdasar standar pelayanan  

d. Kesenjangan 4 : Tidak memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan  

2. Kesenjangan yang muncul dari luar perusahaan  

Kesenjangan yang muncul dari luar perusahaan yang disebut kesenjangan 5 terjadi  

karena ada perbedaan persepsi pelanggan dengan harapan pelanggan terhadap  

pelayanan.  

Adapun model gap sebagai berikut :

  

24   



 



  

 

  

Gambar 2.5 Model GAP kualitas konsumen 

                                   

   

Keterangan gambar  

Kesenjangan 1 : Tidak mengetahui yang diharapkan konsumen  

Tidak mengetahui apa yang diharapkan konsumen merupakan salah satu akar kegagalan  

perusahaan dalam memenuhi harapan konsumen. Kesenjangan 1 merupakan perbedaan  

antara harapan konsumen dengan persepsi perusahaan terhadap harapan konsumen. Pihak  

yang terlibat di dalam perusahaan adalah setiap orang atau pihak yang memiliki tanggung  

jawab dan otoritas untuk membuat atau mengubah kebijakan, prosedur, dan standar  

pelayanan. Pihak tersebut termasuk eksekutif puncak, manajer menengah, dan supervisor.

  

25  

Sebab munculnya kesenjangan 1 : 





Ada beberapa hal yang menjadi penyebab munculnya kesenjangan 1 tersebut, yaitu :  

a. Tidak ada interaksi langsung dengan konsumen  

b. Tidak ada atau kurang upaya untuk menanyakan harapan konsumen  

c. Kurang siap memberi perhatian kepada konsumen.  

Ketika pihak yang memiliki tanggung jawab dan otoritas untuk menentukan prioritas,  

tidak dengan sungguh-sungguh memahami harapan pelayanan konsumen, ia akan memicu  

timbulnya serangkaian keputusan yang salah atau buruk dan alokasi sumber-sumber secara  

tidak optimal yang menimbulkan persepsi kualitas pelayanan yang rendah.  

Tindakan yang perlu dilakukan  

Langkah pertama dan mendasar yang perlu dilakukan oleh pihak perusahaan adalah  

memperoleh informasi yang akurat mengenai harapan konsumen. Metode formal dan  

informal untuk mendapatkan informasi mengenai harapan konsumen dapat dikembangkan  

melalui riset pasar. Beberapa metode tredisional dapat digunakan, seperti : menemui  

konsumen, survey, sistem inovatif, seperti : QFD (Quality Function Deployment), Structured  

brainstroming, analisis kesenjangan kualitas pelayanan.  

Kesenjangan 2 : Tidak memiliki desain dan standar pelayanan yang tepat  

Persepsi yang akurat mengenai harapan konsumen merupakan hal yang perlu, namun  

tidak cukup untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Perusahaan harus mewujudkan  

persepsi yang akurat mengenai harapan konsumen ke dalam desain dan standar kinerja  

pelayanan. Desain dan standar pelayanan dikembangkan atas dasar persyaratan konsumen  

dan prioritasnya. Sebab munculnya kesenjangan kedua ini dapat dikatakan bahwa persepsi  

harapan konsumen yang tidak di identifikasi secara akurat.

  

26  

Tindakan yang perlu dilakukan  



Upaya atau tidakan yang harus dilakukan untuk mewujudkan persepsi yang akurat  

terhadap harapan konsumen ke dalam desain dan standar pelayanan, akan efektif hanya bila  

pihak manajemen memiliki filosofi menajemen, yaitu komitmen dan ketulusan kehendak  

untuk memberikan layanan yang berkualitas.  

Filosofi manajemen tersebut merupakan kekuatan dasar untuk mewujudkan desain dan  

standar pelayanan yang berkualitas. Filosofi manajemen tersebut mencakup hal-hal sebagai  

berikut :  

a. Menyadari bahwa pelayanan konsumen merupakan kunci sukses  

b. Menciptakan desain layanan untuk memberikan kenyamanan dan kemudahan  

c. Menyediakan ”one-stop-shopping”  

d. Customize  

e. “Membalik” struktur organisasi sehingga konsumen berada di atas dan pihak menejemen  

berada di bawah  

f. Memberdayakan staf  

g. Pemimpin bertindak sebagi pelayan  

h. Menyadari bahwa konsumen selalu benar.  

Kepuasan konsumen menjadi fokus strategi, sehingga perusahaan harus memiliki  

sistem pengukuran strategik. Sistem pengukuran tersebut harus diintegrasikan dengan  

barometer kepuasan dan persepsi kualitas pelayanan konsumen.

  

27  

Kesenjangan 3 : Tidak memberikan pelayanan sesuai standar pelayanan  



Kesenjangan ketiga merupakan perbedaan antara standar yang diciptakan berdasar  

kebutuhan konsumen dengan tindakan nyata perusahaan dalam memberikan pelayanan  

kepada konsumen.  

Meskipun perusahaan memiliki standar pelayanan (pedoman dan prosedur) yang baik,  

pelayanan yang berkualitas tidak selalu bisa diwujudkan. Standar yang baik harus dilengkapi  

dengan sumberdaya yang mencukupi (orang, sistem, dan teknologi) dan harus didukung agar  

menjadi efektif, yaitu : kinerja karyawan harus diukur dan karyawan diberi kompensasi  

berdasar standar tersebut.  

Sebab munculnya kesenjangan 3  

Penyebab timbulnya kesenjangan ketiga atau hambatan yang mungkin timbul untuk  

mengurangi kesenjangan ketiga tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut  

a. Karyawan tidak memahami peran yang harus mereka jalani dalam perusahaan  

b. Karyawan merasa berada dalam konflik antara konsumen dan pihak manajemen  

c. Salah memilih karyawan  

d. Teknologi yang tidak memadai  

e. Kompensasi dan pengakuan yang kurang baik  

f. Kurangnya pemberdayaan serta team work.  

Tindakan yang perlu dilakukan  

Berdasarkan penyebab timbulnya kesenjangan ketiga, tindakan yang perlu dilakukan  

oleh pihak manajemen selain memberikan perhatian pada konsumen eksternal, harus pula  

memberikan perhatian pada konsumen internalnya (karyawan) melalui kegiatan internal  

marketing dan menciptakan system yang didukung oleh teknologi yang memadai.

  

28  

Kesenjangan 4 : Tidak memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan  



Kesenjangan keempat merupakan perbedaan antara pelayanan yang diberikan dan  

komunikasi perusahaan dengan pihak eksternal. Janji yang di buat oleh pemberi  

pelayanan/perusahaan melalui iklan dan kegiatan komunikasi lainnya akan menciptakan  

harapan konsumen yang akan dijadikan standar bagi penilaian konsumen terhadap kualitas  

pelayanan yang diberikan oleh perusahaan.  

Sebab munculnya kesenjangan 4  

Kesenjangan antara janji dengan kenyataan dapat muncul karena beberapa hal, yaitu :  

a. Janji yang terlalu tinggi  

b. Kurangnya koordinasi antara bagian operasi dengan bagian pemasaran  

c. Perbedaan (tidak konsistensi) kebijakan dan prosedur di antara service outlets  

Karena pada dasarnya pelayanan (service) merupakan hal yang intangibe, konsumen  

akan cenderung melihat aspek fisik dan harga untuk memperoleh informasi mengenai  

kualitas pelayanan yang akan mereka terima dari perusahaan. Aspek fisik (bangunan, kantor,  

penampilan karyawan, penataan fasilitas fisik) dan harga mengandung janji dari pihak  

perusahaan pada konsumennya. Harga yang terlalu tinggi akan menimbulkan harapan yang  

tinggi, sehingga jika pihak perusahaan tidak mampu memenuhinya akan menimbulkan  

ketidakpastian yang tinggi pula.  

Tindakan yang perlu dilakukan  

Perusahaan perlu melancarkan arus komunikasi antar bagian dalam perusahaan,  

misalnya bagian iklan, bagian operasi, bagian penjualan, bagian personalia semua harus  

memiliki komunikasi sehingga pelayanan yang diberikan tetap konsisten sesuai dengan pesan

  

29   

dan janji yang disampaikan kepada pihak eksternal. Pesan dan janji yang diberikan tidak  

membentuk harapan pelanggan yang melebihi kemampuan perusahaan untuk memenuhinya.  

Kesenjangan 5 : Perbedaan persepsi konsumen dengan harapan konsumen terhadap  

pelayanan.  

Seperti dikatakan bahwa kesenjangan kelima berada diluar perusahaan, yang terjadi  

karena konsumen memiliki persepsi yang berbeda dengan harapannya. Kesenjangan kelima  

ini tidak mudah untuk dihilangkan, karena perusahaan harus menghilangkan kesenjangan  

kesatu hingga kesenjangan keempat, agar kesenjangan kelima dapat dihilangkan.  

Model lain yang dapat digunakan untuk menghilangkan kesenjangan satu hingga  

kesenjangan empat adalah suatu model yang terdiri dari empat langkah. Langkah-langkah  

tersebut dianggap lebih komprehensif dalam menghilangkan kesenjangan,  

yaitu :  

Langkah 1 : Menumbuhkan kepemimpinan yang efektif  

Langkah 2 : Mambangun sistem informasi pelayanan  

Langkah 3 : Merumuskan strategi pelayanan  

Langkah 4 : Menerapkan strategi pelayanan  

Kepemimpinan yang efektif perlu diikuti oleh semua sistem informasi pelayanan yang  

menyediakan segala macam data dan informasi pelayanan yang baik saja belumlah cukup,  

perusahaan perlu merumuskan strategi pelayanan yang menjadikan semua orang yang terlibat  

denga pelayanan baik langsung maupun tidak langsung mengarah pada tujuan yang sama,  

yaitu memberikan pelayanan dengan kualitas prima kepada pelanggan.

  

30   

Rumuskan strategi pelayanan yang baik belum menjadi jaminan untuk memberikan  

pelayanan berkualitas. Strategi pelayanan tersebut perlu diimplementasikan secara efektif,  

sehingga tidak menjadi selogan belaka.   

2.5 Metode Analisis Porter                                     











Gambar 2.6  

Analisis 5 Kekuatan Porter     

 Menurut Porter ( 2002, P60 ) Salah seorang ilmuwan ekonomi, mengungkapkan bahwa  

perlunya memperhatikan 5 kekuatan persaingan untuk mengetahui jelas posisi kekuatan  

perusahaan. Hal tersebut berguna terutama untuk kepentingan jangka panjang dari

  

31   

perusahaan. Semakin kuat forces ( kekuatan ) dari kelima Kekuatan yang dikatakan  

Forces, maka perusahaan akan semakin terbatas dalam kemampuannya memperoleh  

profit lebih. Masing-masing dari kelima kekuatan tersebut yang berupa Potential entrants  

( Pemasuk Potensial ), Suppliers ( Pemasok ), Substitute ( Barang Pengganti / substitusi ),  

Buyers ( Pembeli ), Industry Competitors ( Pesaing Industri ) memiliki kekuatan yang  

kita sebut Threat ( Ancaman ) maupun Bargaining Power ( Daya tawar ) serta persaingan  

antar perusahaan dalam satu industri yang telah exist.  

 Berdasarkan pendapat Porter ( 2002, P61 ) beberapa persyaratan masuk yang dapat pula                       



menjadi halangan masuknya pendatang baru adalah sebagai berikut :  

Economics Of Scale  

Product Differentiation  

Capital Requirements  

Switching Cost  

Access to Distribution Channel  

Cost Disadvantages Independent of Size  

Government Policy  



 Porter ( 2002, P62 ) menuliskan tentang faktor- faktor yang memepengaruhi intensitas  

persaingan:  

Number of Competitor  

Rate of Industry Growth  

Product or Service Characteristics  

Amount of Fixed cost  

Capacity

  

32  

Height of Exit Barriers 





Diversity of Rivals  

 Porter ( 2002, P63 ) Pembeli sebenarnya mempengaruhi pula Industri melalui banyak hal,                                  



yang bisa membuat perusahaan menentukan kebijakan harga yang lebih murah dengan  

kualitas yang lebih baik. Pembeli atau kelompok dari pembeli akan menjadi kuat dalam  

Bargaining Power ( Daya tawar ) bila:  

Pembeli membeli proporsi besar dari produk atau jasa penjual  

Pembeli punya potensial untuk memproduksi produk yang ditawarkan  

Pembeli memiliki alternatif penjual lainnya karena produk yang ditawarkan  

adalah produk yang standar ( tidak terdifferensiasi )  

Biaya mengganti Penjual sangatlah kecil atau mungkin tidak ada  

Pembeli merasakan keuntungan yang sangat sedikit dan sangat sensitif terhadap  

biaya yang dikeluarkan.  

Pembelian akan produk tidak penting pengaruhnya terhadap kualitas akhir atau  

harga dari produk bisa dengan mudah tersubstitusi.  



 Porter ( 2002, P64 ) Pemasok bisa mempengaruhi sebuah industri melalui kemampuan  

mereka untuk menaikkan harga atau mengurangi kualitas dari barang dan jasa yang  

dibeli. Pemasok atau kelompok pemasok akan kuat apabila terdapat beberapa faktor  

berikut :  

Industri pemasok didominasi beberapa perusahaan, tetapi penjualannya terhadap  

banyak pembeli  

Barang atau jasa yang ditawarkan sifatnya unik dan telah menimbulkan switcing  

cost

  

33  

Substitusi belum mungkin untuk terjadi 





Pemasok memiliki kemampuan untuk berintegrasi masuk dan berkompetisi  

langsung merebut pangsa pasar konsumen akhir  

Pembelian terhadap Pemasok hanya sebagian kecil sehingga tampak tidak penting  

bagi pemasok  

 Mengutip pendapat Porter ( 2002, P65 ) Secara umum, ancaman produk pengganti adalah  

besar apabila sejumlah pelanggan menghadapi sedikit, bila ada, biaya peralihan dan  

apabila harga produk pengganti tersebut lebih rendah dan atau mutu dan kemampuan  

kinerjanya sama atau lebih besar daripada produk yang ada. 

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"