Bab-2-pola-makan-dm.docx

  • Uploaded by: Kusuma Arya
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab-2-pola-makan-dm.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,510
  • Pages: 28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia 1. Pengertian Lansia Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009). Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia) dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak memiliki kenyataan

penuaan

lansia.

Setiap

banyak

keterkaitan

dengan

orang menua dengan cara yang

berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya (Potter & Perry, 2009). 2. Batasan Umur Lanjut Usia Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasanbatasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut: a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”. b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun. c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia. d.

Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (7075 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).

3. Klasifikasi Lansia Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan Depkes RI (2003) dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari : pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, resiko

lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia tinggi

lebih/seseorang

ialah

seseorang

yang

berusia

70

tahun

atau

yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah

kesehatan, lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa, lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. 4. Karakteristik Lansia Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam dkk, 2008). 5. Tipe Lansia Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut.

a. Tipe

arif

menyesuaikan

bijaksana. diri

Kaya

dengan

kesibukan, bersikap ramah,

dengan perubahan

hikmah, zaman,

pengalaman, mempunyai

rendah hati, sederhana, dermawan,

memenuhi undangan, dan menjadi panutan. b. Tipe mandiri. Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan. c. Tipe tidak puas. Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut d. Tipe pasrah. Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja. e. Tipe bingung. Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen (ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri). 6. Proses Penuaan Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks multidimensional yang dapat diobservasi

di dalam satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem. (Stanley, 2006). Tahap

dewasa

merupakan

tahap

tubuh

mencapai

titik

perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan (Maryam dkk, 2008). Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses

menghilangnya

secara

perlahan-lahan

(gradual) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan struktur dan fungsi secara

normal, ketahanan

terhadap cedera, termasuk adanya infeksi. Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh ‘mati’ sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan seseorang mulai menurun. Setiap orang memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada

dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia (Mubarak, 2009). Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah, baik secara biologis, mental, maupun ekonomi. Semakin lanjut usia seseorang, maka kemampuan fisiknya akan semakin menurun, sehingga dapat mengakibatkan kemunduran pada peran-peran sosialnya (Tamher, 2009). Oleh karena itu, perlu perlu membantu individu lansia untuk menjaga harkat dan otonomi maksimal meskipun dalam keadaan kehilangan fisik, sosial dan psikologis (Smeltzer, 2001). 7. Teori-Teori Proses Penuaan Menurut Maryam, dkk (2008) ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu : teori biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori spiritual. a. Teori biologis Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow theory, teori stres, teori radikal bebas, dan teori rantai silang. 1) Teori genetik dan mutasi. Menurut teori genetik dan mutasi, semua terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. 2) Immunology slow theory menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya

virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh. 3) Teori stres. Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai 4) Teori radikal bebas. Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan- bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi. 5) Teori rantai silang. Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas kekacauan, dan hilangnya fungsi sel. b. Teori psikologi Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Adanya penurunan dan intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada menyebabkan

mereka

sulit

untuk

dipahami dan

usia

lanjut

berinteraksi.

Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan. Dengan

adanya penurunan fungsi sistem sensorik, maka akan terjadi pula penurunan kemampuan untuk menerima, memproses, dan merespons stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada. c. Teori social Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan diri (disengagement theory), teori aktivitas (activity theory), teori

kesinambungan

(continuity

theory),

teori

perkembangan

(development theory), dan teori stratifikasi usia (age stratification theory). 1) Teori

interaksi

sosial.

Teori

ini

mencoba

menjelaskan

mengapa lansia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Pada lansia, kekuasaan dan prestasinya berkurang sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah. 2) Teori penarikan diri. Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang

diderita

lansia

dan

menurunnya

derajat

kesehatan

mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya. 3) Teori aktivitas. Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung bagaimana

seorang

lansia

merasakan

kepuasan

dalam

melakukan

aktivitas serta mempertahankan aktivitas

tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan. 4) Teori

kesinambungan.

Teori

kesinambungan dalam siklus hidup

seseorang

pada

ini

mengemukakan

kehidupan

suatu

lansia.

adanya

Pengalaman

saat merupakan gambarannya

kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah meskipun ia telah menjadi lansia. 5) Teori perkembangan. Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupun negatif. Akan tetapi, teori ini tidak menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau yang seharusnya diterapkan oleh lansia tersebut. 6) Teori

stratifikasi

usia.

Keunggulan

teori

stratifikasi

usia

adalah bahwa pendekatan yang dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat lansia secara kelompok dan bersifat makro. Setiap kelompok dapat ditinjau dari sudut pandang demografi dan keterkaitannya dengan kelompok usia lainnya. Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat dipergunakan untuk menilai lansia secara perorangan, mengingat

bahwa stratifikasi sangat kompleks dan dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas dan kelompok etnik. d. Teori spiritual Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan. 8. Tugas Perkembangan Lansia Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap individu, namun penampilan

dan

seiring

fungsi

penuaan

sistem

tubuh,

perubahan

tubuh akan terjadi. Perubahan ini tidak

dihubungkan dengan penyakit dan merupakan perubahan normal. Adanya penyakit

terkadang

mengubah

waktu

timbulnya perubahan

atau

dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. Adapun tugas perkembangan pada lansia dalam

adalah :

beradaptasi terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik, beradaptasi terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan, beradaptasi terhadap kematian pasangan, menerima diri sebagai individu yang menua, mempertahankan kehidupan yang memuaskan, menetapkan kembali hubungan

dengan

anak

yang

telah

dewasa,

mempertahankan kualitas hidup (Potter & Perry, 2009).

menemukan

cara

B. Diabetes Melitus 1. Pengertian Diabetes timbul

melitus

(DM)

kumpulan

gejala

yang

pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula darah

(glukosa) darah akibat kekurangan atau

adalah

relatif.

Pelaksanaan

hormon

insulin

secara

absolut

diet hendaknya disertai dengan latihan

jasmani dan perubahan perilaku tentang makanan (Instalasi gizi perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia ). Diabetes melitus merupakan suatu gangguan kronis yang di tandai dengan metabolisme karbohidrat dan lemak yang relatif kekurangan insulin. Diabetes melitus yang utama di klasifikasikan menjadi diabetes melitus tipe I Insulin Dependen Diabetes melitus (IDDM) dan tipe II Non Insulin Dependent Diabetes melitus (NIDDM). Diabetes melitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut (Hidayah 2010 dalam Hasdianah, 2012). 2. Etiologi Umumnya diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian besar dari sel-sel betha dari pulau-pulau langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin. Disamping itu diabetes melitus juga dapat terjadi karena

gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukkan glukosa

kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain yang belum diketahui (Hasdianah, 2012). Menurut Hasdianah (2012) diabetes melitus atau lebih dikenal dengan istilah penyakit kencing manis mempunyai beberapa faktor pemicu penyakit tersebut, antara lain : a. Pola makan Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh

dapat

memacu

timbulnya

diabetes

melitus. Konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan

sekresi

insulin

dalam

jumlah

yang memadai dapat

menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes melitus. b. Obesitas (kegemukan) Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes melitus. Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang diabetes melitus. c. Faktor genetis Diabetes melitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab diabetes melitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes melitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil. d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Bahan-bahan menyebabkan

radang

kimia

dapat

pankreas,

mengiritasi radang

pada

pankreas

yang

pankreas

akan

mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas. e. Penyakit dan infeksi pada pancreas Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolism tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi dan dislipedemia dapat meningkatkan resiko terkena diabetes melitus. f. Pola hidup Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes melitus. Jika orang mals berolahraga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes melitus karena olahraga berfungsi untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes melitus selain disfungsi pankreas. \ g. Kadar kortikosteroid yang tinggi h. Kehamilan diabetes gestasional, kan hilang setelah melahirkan. i. Obat-obatan yang dapat merusak pancreas

j. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin. 3. Patofisiologi Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usu. Di dalam saluran pencernaan itu makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan di edarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang akan dikeluarkan oleh sel beta di pankreas (FKUI, 2007). 4. Klasifikasi Menurut Susilo & Wulandari (2011) terdapat 3 tipe diabetes melitus yaitu sebagai berikut : a. Diabetes melitus tipe 1 DM tipe 1, diabetes anak-anak (childhood-onset diabetes, junvenile diabetes, insulin-dependent diabetes melitus, IDDM), adalah

diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak – anak maupun orang dewasa. b. Diabetes melitus tipe 2 DM tipe 2 ini (adult- onset diabetes , obesity – related diabetes, non – insulin – dependent diabetes melitus, NIDDM) merupakan tipe DM yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan

oleh

mutasi

pada

banyak

gen,

termasuk

yang

menyebabkan disfungsi sel Beta, gangguan pengeluaran hormon insulin, resistensi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi sel jaringan, utamanya pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin, serta penekanan pada penyerapan glukosa pada otot lurik, yang meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. c. Diabetes melitus tipe 3 DM tipe 3 ini disebut juga DM gestasional (gestational diabetes, insulin- resisten type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1,5 diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau DM yang terjadi pada kehamilan, melibatkan kombinasi dari kemampuan reaksi dan penegeluaran hormon insulin yang tidak

cukup, mengikuti ciri-ciri DM tipe 2 di beberapa kasus. DM tipe 3 terjadi selama kehamilan dan dapat sembuh setelah melahirkan. 5. Manifestasi Klinik Kekurangan insulin dan memiliki kadar gula darah yang tinggi dalam darah adalah beberapa gejala yang umum bagi penderita diabetes. Apabila orang mengalami beberapa gejala tersebut, ada baiknya melakukan pengecekan untuk mengetahui kadar gula darah. Secara umum, beberapa gejala yang terjadi yaitu sering buang air kecil, sering merasa sangat haus, sering lapar, sering kesemutan pada kaki dan tangan, mengalami masalah pada kulit seperti gatal atau borok, jika mengalami luka butuh waktu lama untuk sembuh dan mudah merasa lelah (Fauzi, 2014). 6. Komplikasi a. Komplikasi Akut Diabetes mellitus Komplikasi

akut

yaitu

hipoglikemia

dan

ketoasidosis

merupakan keadaan gawat darurat yang dapat terjadi pada penyandang DM dalam perjalanan penyakitnya. Komplikasi akut ini masih sering dijumpai mengingat kualitas pelayanan kesehatan yang belum baik. Ketoasidosis Diabetek (KAD) menempati peringkat pertama komplikasi akut diikuti oleh hipoglikemia. b. Komplikasi Kronis Diabetes mellitus Komplikasi DM akan terjadi jika kadar gula darah tetap tinggi dalam jangka waktu tertentu. Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi diseluruh tubuh/sistemis (angiopati diabetik). Untuk memudahkan,

angiopati diabetic dibagi 2 yaitu makroangiopati (makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler), walaupun tidak berarti satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus (FKUI, 2007). 7. Pengobatan Telah diketahui bahwa diabetes melitus merupakan penyakit degeneratif. Dengan demikian, tidak ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit diabetes. Oleh karena itu, tujuan umum pengobatan pada diabetes melitus adalah mengendalikan kadar gula darah dan meningkatkan kualitas hidup penderita. Salah satu caranya dengana pengaturan diet (Krisnatuti, Yenrina & Rasjmida, 2014 ).

C. Pola Makan Penderita DM 1. Pengertian pola makan Pola makan adalah pola makan yang seimbang antara zat gizi karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Makanan yang seimbang adalah makanan yang tidak mementingkan salah satu zat gizi tertentu dan dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan (Ramadhan, 2008). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pola diartikan sebagai suatu sistem, cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian pola makan dapat diartikan sebagai suatu cara untuk melakukan kegiatan makan secara sehat. Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan sehari-hari merupakan pola

makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya (Depdiknas, 2010). Pengaturan pengelolaan

makan

merupakan

pilar

utama

dalam

Diabetes Mellitus, namun penderita Diabetes Mellitus

sering memperoleh sumber informasi yang kurang tepat yang dapat merugikan penderita tersebut seperti penderita tidak lagi menikmati makanan kesukaan mereka, sebenarnya anjuran makan pada penderita Diabetes Mellitus sama dengan anjuran makan sehat umumnya yaitu makan menu seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori masingmasing penderita Diabetes Mellitus (Badawi, 2009). Pengaturan diet pada penderita Diabetes Melitus merupakan pengobatan yang utama pada penatalaksanaan Diabetes Mellitus yaitu mencakup pengaturan dalam : 2. Jumlah Makanan Syarat kebutuhan kalori untuk penderita Diabetes Mellitus harus sesuai untuk mencapai kadar glukosa normal dan mempertahankan berat badan normal. Komposisi energy adalah 60-70 % dari karbohidrat, 10-15 % dari protein, 20-25 % dari lemak. Makanlah aneka ragam makanan yang mengandung sumber zat tenaga, sumber zat pembangun serta zat pengatur. a. Makanan sumber zat tenaga mengandung zat gizi karbohidrat, lemak dan protein yang bersumber dari nasi serta penggantinya seperti : roti, mie, kentang, dan lain- lain.

b. Makanan sumber zat pembangun mengandung zat gizi protein dan mineral. c. Makanan sumber zat pembangun seperti kacang-kacangan, tempe, tahu, telur, ikan, ayam, daging, susu, keju, dan lain-lain. d. Makanan sumber zat pengatur mengandung vitamin dan mineral. Makanan sumber zat pengatur antara lain : sayuran dan buah-buahan. 3. Jenis Bahan Makanan Banyak yang beranggapan bahwa penderita Diabetes Mellitus harus makan makanan khusus, anggapan tersebut tidak selalu benar karena tujuan utamanya adalah menjaga kadar glukosa darah pada batas normal. Untuk itu sangat penting bagi kita terutama penderita Diabetes Mellitus untuk mengetahui efek dari makanan pada glukosa darah. Jenis makanan yang dianjurkan untuk penderita Diabetes Mellitus adalah makanan yang kaya serat seperti sayur-mayur dan buah-buahan segar. Yang terpenting adalah jangan terlalu mengurangi jumlah makanan karena akan mengakibatkan kadar gula darah yang sangat rendah (hypoglikemia) dan juga jangan terlalu banyak makan makanan yang memperparah penyakit Diabetes Mellitus. Ada beberapa jenis makanan yang dianjurkan dan jenis makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi bagi penderita Diabetes Mellitus yaitu: a. Jenis bahan makanan yang dianjurkan untuk penderita Diabetes Mellitus adalah

1) Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, mie, kentang, singkong, ubi dan sagu 2) Sumber protein rendah lemak seperti ikan, ayam tampa kulitnya, susu skim, tempe, tehu dan kacang-kacangan. 3) Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicerna. Makanan terutama mudah diolah dengan cara dipanggang, dikukus, disetup, dierbus dan dibakar. b. Jenis

bahan

makanan

yang

tidak

dianjurkan

atau

dibatasi

untuk penderita Diabetes Mellitus adalah : 1) Mengandung banyak gula sederhana, seperti gula pasir, gula jawa, sirup, jelly, buah-buahan yang diawetkan, susu kental manis, minuman botol ringan, es krim, kue-kue manis, dodol, cake dan tarcis. 2) Mengandung banyak lemak seperti cake, makanan siap saji (fast-food), goreng-gorengan. 3) Mengandung banyak natrium seperti ikan asin, telur asin, dan makanan yang diawetkan (Almatsier, 2007). 4. Interval Makan Penderita Diabetes Mellitus Makanan porsi kecil dalam waktu tertentu akan membantu mengontrol kadar gula darah. Makanan porsi besar menyebabkan peningkatan gula darah mendadak dan bila jangka

panjang,

keadaan

ini

dapat

berulang-ulang

dalam

menimbulkan komplikasi

Diabetes Mellitus. Oleh karena itu makanlah sebelum lapar karena makan

disaat lapar sering tidak terkendali dan berlebihan. Agar kadar gula darah lebih stabil, perlu pengaturan jadwal makan yang teratur yaitu makan pagi, makan siang, makan malam dan snack diantara makan besar dan dilaksanakan dengan interval 3 jam (Waspadji, 2002). Tabel 2.2. Jadwal Makan Penderita Diabetes Mellitus Waktu Pukul 07.00 Pukul 10.00 Pukul 13.00 Pukul 16.00 Pukul 19.00 Pukul 21.00

Jadwal Makan Pagi Selingan Makan Siang Selingan Makan Malam Selingan

Total Kalori 20% 10% 30% 10% 20% 10%

Tabel 2.3. Contoh Menu Sehari dengan Jenis Diet DM 1900 Kal Waktu

Bahan Makanan Nasi Pagi (07.00) telur ayam tempe sayuran A Buah Pukul 10.00 minyak Nasi Siang (13.00) ikan tempe sayuran B buah minyak Pukul 16.00 Buah Malam (19.00) Nasi ayam tanpa kulit tahu sayuran B buah minyak Sumber : Almatsier, 2007

Urt

Menu

1 gls 1 btr 2 ptg sdg

Nasi telur dadar oseng-oseng tempe sop oyong + tomat Papaya Nasi pepes ikan tempe goreng lalapan kc.panjang+ kol nenas Pisang Nasi ayam bakar bb kecap tahu bacem stup buncis + wortel pepaya

1 sdm 1 ptg sdg 1 ½ gls 1 ptg sdg 2 ptg sdg 1 gls ¼ bh sdg 1 sdm 1 bh 1 ½ gls 1 ptg sdg 1 bh bs 1 gls 1 pt sdgs 1 sdm

5. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Kalor

Menurut Hasdianah (2012) Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan kalori pada penderita diabetes melitus antara lain: a. Jenis Kelamin Kebutuhan kalori pria sebesar 30 kal/kg BB dan wanita sebesar 25 kal/kg/BB. b. Umur Diabetesi di atas 40 tahun kebutuhan kalori dikurangi yaitu usia 40-59 tahun dikurangi 5%, usia 60-69 tahun dikurangi 10%, dan lebih 70 tahun dikurangi 20%. c. Aktivitas Fisik Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intenssitas aktivitas fisik. Aktivitas ringan ditambahkan 20%, aktivitas sedang ditambahkan 30%, dan aktivitas berat dapat ditambahkan 50%. d. Berat Badan Bila kegemukan dikurangi 20-30% tergantung tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. e. Kondisi Khusus Penderita kondisi khusus, misal dengan ulkus diabetika atau infeksi, dapat ditambahkan 10-20%. 6. Pemenuhan Pola Makan 3J Menurut Fauzi (2014) bagi penderita diabetes, kecenderungan perubahan kadar gula darah yang drastis akan terjadi pada saat

sehabis makan. Sehabis makan maka kadar gula akan tinggi. Namun beberapa lama tidak mendapat asupan makanan maka kadar gula darah akan rendah sekali. Harus dilakukan penjadwalan makan dengan teratur untuk mencegah terlalu besarnya rentangan kadar gula darah. Pola 3J harus diingat bagi penderita diabetes dalam mengatur pola makan seharihari. a. Jadwal Pengaturan jadwal bagi penderita diabetes biasanya adalah 6 kali makan. 3 kali makan besar dan 3 kali makan selingan. Adapun jadwal waktunya adalah sebagai berikut : 1) Makan pagi atau sarapan dilakukan pada pukul 07.00 2) Snack pertama dikonsumsi pada pukul 10.00 3) Makan siang dilakukan pada pukul 13.00 4) Snack kedua dikonsumsi pada pukul 16.00 5) Makan malam dilakukan pada pukul 19.00 6) Snack ketiga dikonsumsi pada pukul 21.00 Usahakan makan tepat pada waktu. Apabila terlambat makan maka akan bisa terjadi hipoglikemia atau rendahnya kadar gula darah. Hipoglikemia meliputi gejala seperti pusing, mual, dan pingsan. Apabila hal ini terjadi segera minum air gula. b. Jumlah Jumlah atau porsi makan yang dikonsumsi harus diperhatikan. Jumlah makanan yang dianjurkan untuk penderita diabetes adalah

porsi kecil tapi sering. Penderita harus makan dalam jumlah sedikit tapi sering. Adapun pembagian kalori untuk setiap kali makan dengan pola menu 6 kali makan adalah sebagai berikut : 1) Makan pagi atau sarapan jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 20% dari total kebutuhan kalori sehari. 2) Snack

pertama

jumlah

kalori

yang

dibutuhkan

adalah

10%dari total kebutuhan kalori sehari. 3) Makan siang jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 25% dari total kebutuhan kalori sehari. 4) Snack kedua jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 10% dari total kebutuhan kalori sehari. 5) Makan malam jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 25% dari total kebutuhan kalori sehari. 6) Snack ketiga jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 10% dari total ebutuhan kalori sehari.

c. Jenis Jenis makanan menentukan kecepatan naik atau turunnya kadar gula darah. Kecepatan suatu makanan dalam menaikkan kadar gula darah disebut indeks glikemik. Semakin cepat menaikkan kadar gula darah sehabis makan tersebut dikonsumsi, maka semakin tinggi indeks glikemik makanan tersebut. Hindari makanan yang berindeks glikemik tinggi, seperti sumber karbohidrat sederhana, gula, madu, sirup, roti,

mie dan lain-lain. Makanan yang berindeks glikemik lebih rendah adalah makanan yang kaya dengan serat, contohnya sayuran dan buahbuahan. Pemenuhan pola makan dengan 3J menjamin penderita diabetes untuk tetap bias aktif dalam kehidupan sehari-hari. Jadwal yang tetap memungkinkan kebutuhan tubuh akan insulin dapat terpenuhi. Sementara itu, jumlah dan jenis makanan akan melengkapi kebutuhan gula darah yang seimbang. 7. Bahan Makanan Yang Dianjurkan Menurut Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia (2015) bahan makanan yang dianjurkan untuk diet diabetes melitus adalah sebagai berikut : a. Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, roti, mi, kentang, singkong, ubi, dan sagu. b. umber protein rendah lemak seperti ikan, ayam tanpa kulit, tempe, tahu dan kacang-kacangan. c. Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara dipanggang, dikukus, direbus dan dibakar. 8. Bahan Makanan Yang Tidak Dianjurkan (Dibatasi/Dihindari) Menurut Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia (2015) bahan makanan yang tidak dianjurkan, dibatasi, atau dihindari untuk diet diabetes melitus adalah sebagai berikut

a. Mengandung banyak gula sederhana seperti: gula pasir, gula jawa. b. Sirop, jeli, buah-buahan yang diawetkan dengan gula, susu kental manis, minuman botol ringan, dan es krim. c. Kue-kue manis, dodol dan cake. d. Makanan mengandung banyak lemak seperti : cake, makan siap saji (fast food), goreng- gorengan. e. Mengandung banyak natrium, seperti : ikan asin, telur asin, makanan yang diawetkan.

D. Kerangka Teori Faktor penyebab DM : a. Pola makan b. Obesitas (kegemukan) c. Faktor genetis d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan e. Penyakit dan infeksi pada pancreas f. Pola hidup g. Kadar kortikosteroid yang tinggi h. Kehamilan diabetes gestasional, kan hilang setelah melahirkan. i. Obat-obatan yang dapat merusak pancreas

Faktor yang kebutuhan kalori : a. Jenis Kelamin b. Umur c. Aktivitas Fisik d. Berat Badan e. Kondisi Khusus

mempengaruhi

Gambar 2.1. Kerangka Teori (Menurut Hasdianah, 2012)

Kejadian DM pada lansia

E. Kerangka Konsep

Pola makan

Kejadian DM pada lansia

Gambar 2.1. Kerangka Konsep F. Hipotesis Ha : ada hubungan pola makan dengan kejadian DM pada lansia di Puskesmas Kedungmundu Semarang

More Documents from "Kusuma Arya"

Bab Iii.docx
December 2019 14
Jurnal Desminore.docx
December 2019 15
Bab-2-pola-makan-dm.docx
April 2020 17
Bab_ii_madu_jadi.doc
December 2019 8