Bab 2

  • Uploaded by: Jian Rosalina
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 2 as PDF for free.

More details

  • Words: 5,021
  • Pages: 26
11

BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1

Manajemen Keuangan

2.1.1

Pengertian Manajemen Keuangan Didalam manajemen keuangan, membahas mengenai pengelolaan

keuangan. Manajemen keuangan berhubungan dengan upaya yang dilakukan perusahaan dalam mengelola keungan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Sudana (2011:1) definisi dari manajemen keuangan adalah: “Satu bidang manajemen fungsional perusahaan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan investasi jangka panjang, keputusan pendanaan jangka panjang, pengelolaan modal kerja perusahaan yang meliputi investasi dan pendanaan jangka pendek” Definisi yang diungkapkan oleh Sutrisno (2012:3) mengenai manajemen keuangan yaitu: “Manajemen keuangan sebagai segala aktivitas perusahaan yang bersangktuan dengan usaha – usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dana dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien.” Berdasarkan kedua definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen keuangan merupakan aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan investasi, keputusan pendanaan, usaha – usaha untuk menggunakan dana serta mengalokasikan dana secara efisen, dan dana usaha – usaha untuk menjalankan perusahaan untuk memaksimalkan nilai pada perusahaan.

12

2.1.2 Tujuan Manajemen Keuangan Dalam menjalankan kegiatannya, tentunya manajemen keuangan memiliki tujuan tertentu. Manajemen keuangan digunakan untuk mengambil keputusan yang benar dalam mencapai tujuan perusahaan. Efesiensi keputusan keuangan dapat tercapai dengan memaksimalkan nilai perusahaan. Karena dapat meningkatkan kemakmuran para pemilik perusahaan atau para investor. Menurut Fahmi (2013:4) tujuan dari manajemen keuangan yaitu: 1. Memaksimumkan nilai perusahaan 2. Menjaga stabilitas finansial dalam keadaan yang selalu terkendali 3. Memperkecil risiko perusahaan di masa sekarang dan yang akan datang Tujuan manajemen keuangan lain diungkapkan oleh Martono dan Agus Harjito (2011:13) adalah: “Tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan (memaksimumkan kemakmuran pemegang saham) yang diukur dari harga saham perusahaan.” Berdasarkan kutipan diatas menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen keuangan menyediakan informasi mengenai finansial, kinerja serta perubahaan posisi keuangan suatu perusahaan dengan tujuan akhir dapat memaksimumkan nilai perusahaan dan memperkecil resiko dengan kata lain untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham yang diukur dari harga saham perusahaan. 2.1.3 Fungsi Manajemen Keuangan Manajemen keuangan memiliki fungsi dan peranan penting. Fungsi manajemen keuangan merupakan keputusan utama yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan. Menurut Sutrisno (2012:5) terdapat tiga fungsi utama dalam manajemen keuangan. Ketiga keputusan diimplementasikan dalam kegiatan

13

sehari-hari untuk mendapatkan laba. Laba yang diperoleh diharapkan mampu meningkatkan nilai perusahaan. Ketiga fungsi manajemen menurut Sutrisno (2012:5) yakni: 1. Keputusan Investasi Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana ke dalam bentuk – bentuk investasi yang akan dapat mendatangkan keuntungan dimasa yang akan dating. Bentuk, macam, dan komposisi dari investasi tersebut akan mempengaruhi dan menunjang tingkat keuntungan dimasa depan. Keuntungan dimasa depan yang diharapkan dari investasi tersebut tidak dapat diperkirakan secara pasti. Oleh karena itu, investasi akan mengandung resiko atau ketidakpastian. Resiko dan hasil yang diharapkan dari investasi itu akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan, kebijakan, maupun nilai perusahaan. 2. Keputusan Pendanaan Keputusan pendanaan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur modal. Pada keputusan ini manajer keungan dituntut untuk mempertimbangkan dan manganalisis kombinasi dari sumber – sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan – kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya. 3. Kebijakan Dividen Dividen merupakan bagian dari keuntungan yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Oleh karena itu, dividen ini merupakan bagian dari penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham. Keputusan dividen merupakan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan: a. Besarnya presentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham b. Stabilitas dividen yang dibagikan c. Dividen saham (stock dividend)

14

d. Pemecahan saham (stock split) e. Penarikan kembali saham yang beredar, yang semuanya ditunjukan untuk meningkatkan kemakmuran para pemegang saham. 2.2

Laporan Keuangan

2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan Dalam laporan keuangan, terdapat data – data sebagai informasi dan bermanfaat untuk membantu dalam mengambil keputusan. Menurut Kasmir (2011:7) pengertian laporan keuangan adalah “Laporan yang menunjukan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu. Kondisi keuangan perusahaan pada saat ini adalah keadaan keuangan pada tanggal tertentu (untuk neraca) dan periode tertentu (untuk laporan laba rugi).” Pengertian lain mengenai laporan keuangan yang dikemukakan oleh Harahap (2011:105) adalah: “Laporan yang menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu.” Dengan kata lain, kesimpulan dari kedua pengertian diatas mengenai laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat ini (neraca) dan periode (laba rugi). 2.2.2

Tujuan Laporan Keuangan Laporan keuangan digunakan sebagai dasar untuk menentukan atau

menilai posisi keuangan perusahaan tersebut dalam mengambil suatu keputusan. Tujuan pembuatan dan penyusunan laporan keuangan tersebut menurut Kasmir (2011:10) adalah sebagai berikut: 1. Untuk memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang dimiliki perusahaan pada saat ini.

15

2. Untuk memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang dimiliki perusahaan pada saat ini. 3. Untuk memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang diperoleh pada suatu periode tertentu. 4. Untuk memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu. 5. Untuk memberikan informasi tentang perubahan – perubahan yang terjadi terhadap aktiva, pasiva, dan modal perusahaan. 6. Untuk memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu periode tertentu. 7. Untuk memberikan informasi tentang catatan – catatan atas laporan keuangan. 8. Informasi keuangan lainnya.

2.2.3

Manfaat Laporan Keuangan Informasi yang terdapat pada laporan keuangan tentunya memiliki manfaat

tertentu. Menurut Martono dan Agus (2010:52) mengemukakan beberapa manfaat dari laporan keuangan yakni: 1. Pengambilan keputusan investasi 2. Keputusan pemberian kredit 3. Penilaian aliran kas 4. Melakukan klaim terhadap sumber dana 5. Menganalisis perubahan yang terjadi terhadap sumber dana 6. Menganalisis penggunaan data

2.3 2.3.1

Good Corporate Governance Pengertian Good Corporate Governance Good corporate governance dilakukan untuk mewujudkan keberhasilan

usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham

16

dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya berlandaskan peraturan perundang – undangan dan nilai – nilai etika. Menurut Sutedi (2011:2) Good Corporate Governance merupakan: “Sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder” Namun menurut Effendi (2009:1) mendefinisikan Corporate Governance yaitu: “Corporate Governance sebagai suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memilki tujuan utama mengelola resiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang.” Adapun pengertian Good Corporate Governance dikutip dari website resmi Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (www.bpkp.go.id) yaitu: “Istilah Good Corporate Governance adalah sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari nilai – nilai yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition). Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Good Coroporate Governance merupakan suatu sistem yang dilakukan untuk mengatur dan mengendalikan perusahaan dari mekanisme hubungan antara pihak eksternal perusahaan dan internal perusahaan yang bertujuan untuk mengelola resiko perusahaan melalui pengamanan aset perusahaan untuk nilai investasi pemegang saham.

17

2.3.2 Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance Ada lima prinsip dari Good Corporate Governance menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (www.knkg-indonesia.com) yaitu sebagai berikut: 1. Transparency Transparansi yaitu mengelola perusahaan secara transparan dengan semua stakeholder (orang – orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan aktivitas perusahaan). Disini para pengelola perusahaan harus berbuat secara transparan kepada penanam saham, jujur apa adanya dalam membuat laporan usaha, tidak manipulatif. 2. Accountability Yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban dalam perusahaan, sehingga pengelolaan perushaan dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Manajemen harus membuat job description yang jelas kepada semua karyawan dan menegaskan fungsi – fungsi dasar setiap bagian. Dari sini perusahaan akan menjadi jelas hak dan kewajibannya, fungsi dan tanggungjawabnya serta kewenangannya dalam setiap kebijakan perusahaan. 3. Responsibility Yaitu menyadari bahwa ada bagian – bagian perusahaan yang membawa dampak pada lingkungan dan masyarakat pada umumnya. Di sini perusahan harus memperhatikan andal, keamanan lingkungan, dan kesesuaian diri dengan norma – norma yang berlaku di masyarakat setempat. Perusahaan harus apresiatif dan proaktif terhadap setiap gejolak sosial masyarakat dan setiap yang berkembang di masyarakat. 4. Independency Yaitu berjalan tegak dengan bergandengan bersama masyarakat. Perusahaan

harus

memiliki

otonominya

secara

penuh

sehingga

pengambilan – pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan otoritas yang ada secara penuh. Perusahaan harus berjalan dengan

18

menguntungkan supaya bisa memelihara keberlangsungan bisnisnya, namun demikian bukan keuntungan yang tanpa melihat orang lain yang juga harus untung. Semuanya harus untung dan tidak ada satupun yang dirugikan. 5. Fairness Yaitu semacam keseteraan atau perlakuan yang adil didalam memenuhi hak dan kewajibannya terhadap stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Perusahaan harus membuat sistem yang solid untuk membuat pekerjaan semuanya seperti yang diharapkan. Dengan pekerjaan yang fair tersebut diharapkan semua peraturan yang ada ditaati guna melindungi semua orang yang punya kepentingan terhadap keberlangsungan bisnis kita.

2.3.3 Mekanisme Good Corporate Governance Mekanisme corporate governance terdiri dari mekanisme pemantauan kepemilikan meliputi kepemilikan institusional dan mekanisme pemantauan pengendalian internal salah satunya meliputi komisaris independen. (Purno, 2013). Berikut adalah pengertian mekanisme corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini 1. Kepemilikan Institusional Definisi mengenai kepemilikan institusional menurut Nabela (2012:2) kepemilikan institusional merupakan proporsi saham yang dimiliki institusi pada akhir tahun yang diukur dengan presentase. Proporsi saham yang dimiliki oleh pihak institusi seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh pihak institusi. Dengan adanya kepemilikan saham institusi, mendorong pengawasan yang lebih efektif atas aktivitas yang terjadi

19

didalam perusahaan. Pengawasan tersebut akan menjamin peningkatan kemakmuran pemegang saham. 2. Komisaris Independen Komisaris independen merupakan pembentukan yang didasarkan oleh keinginan untuk memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas. Anggota dari komisaris independen tidak berasal dari dewan komisaris, dewan direksi maupun dari pemegang saham yang kuat, karena komisaris independen berfungsi sebagai pemisah kepentingan antara pemegang saham dengan manajemen (Emirzon, 2016). Menurut Peraturan Bank Indonesia tentang perubahan atas peraturan Bank Indonesia

nomor

11/3/PBI/2009

mengenai

Good

Coroporate

Governance menyatakan bahwa komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham, dan/atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi, dan/atau PSP atau Hubungan dengan Bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen.

2.4

Teori Keagenan (Agency Theory)

2.4.1

Pengertian Teori Keagenan Teori keagenan menjelaskan mengenai hubungan antara pihak pengelola

perusahaan yakni manajer dengan pihak pemegang saham yakni prinsipal yang keduanya terdapat ikatan kontrak. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah kontrak diman antara pemegang saham (principal) mempercayakan manajer (agent) untuk melakukan suatu jasa atas nama pemegang saham serta memberi wewenang kepada agen untuk pengembalian keputusan yang terbaik bagi pemegang saham. Sedangkan definisi teori keagenan menurut Scott (2003:305) adalah: “Teori keagenan adalah suatu pengembangan dari suatu teori yang memperlajari gambaran mengenai kontrak untuk memotivasi

20

manajer yang bertugas atas pemegang saham ketika kepentingan manajer akan bertentangan dengan kepentingan pemegang saham.” Adapun pengertian teori keagenan menurut Anthony dan Govindarajan (2005) adalah: “Teori keagenan adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Teori keagenan memiliki asumsi bahwa tiap – tiap individu semata – mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent adalah orang yang dibayar oleh pemilik untuk menjalankan sebuah perusahaan.” Dari ketiga definisi mengenai teori keagenan diatas, dapat disimpulkan bahwa teori keagenan merupakan suatu hubungan atau kontrak diantara pemegang saham daengan manajer, dimana pemegang saham mempercayai manajer yang bertanggungjawab untuk mengelola perusahaannya. Hubungan keagenan tersebut terkadang menimbulkan masalah antara manajer dan pemegang saham. Pemegang saham menginginkan pengembalian saham yang lebih besar dan secepat – cepatnya atas investasi yang mereka tanamkan sedangkan manajer menginginkan kepentingannya diakomodasi dengan pemberian kompensasi atau insentif yang sebesar – sebesarnya atas kinerjanya dalam menjalankan suatu perusahaan. Hal ini memicu perusahaan untuk mengeluarkan biaya keagenan (agency cost). 2.4.2 Jenis – Jenis Teori Keagenan Menurut

Jensen

dan

Meckling

(1976),

teori

keagenan

dalam

perkembangannya terbagi menjadi dua jenis yaitu: 1. Positive Theory of Agency Teori ini memfokuskan pada identifikasi situasi ketika pemegang saham dan manajer sebagai agen memiliki konflik dan mekanisme pemerindah dan membatasi self saving dalam diri agen.

21

2. Principal Agent Literature Memfokuskan pada kontrak optimal antara perilaku dan hasilnya yang secara garis besar penekanannya pada hubungan pemegang saham dan agen. 2.4.3

Masalah – Masalah Keagenan Hubungan keagenan diantara pemegang saham dan manajer merupakan

suatu kontrak. Manajer diberi tanggungjawab dalam pengambilan keputusan terkait dengan operasional perusahaan dengan tujuan memaksimumkan nilai perusahaan. Masalah keagenan mengakibatkan tujuan perusahaan tidak tercapai. Menurut Khomsiyah (2010:57) teori keagenan digunakan untuk mengatasi dua masalah yakni: 1. Masalah keagenan yang timbul pada saat keinginan – keinginan yang pemegang saham dan manajer saling berlawanan dan merupakan hal yang sulit bagi pemegang saham untuk melakukan verifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat. 2. Masalah pembagian dalam menanggung resiko yang timbul dimana pemegang saham dan manajer memiliki sikap yang berbeda terhadap resiko. Dalam hubungan keagenan tersebut terdapat adanya pemisahan antara kepemilikan pemegang saham dengan pengendalian manajer. Dimana perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan kepemilikan akan mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan manajer dengan pemegang saham. Hal ini dapat terjadi karena para manajer tidak ikut serta menanggung resiko sebagai akibat dari pengambilan keputusan yang salah serta tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan.

22

2.5

Biaya Keagenan (Agency Cost)

2.5.1

Pengertian Biaya Keagenan (Agency Cost) Konflik keagenan terjadi akibat mementingkan kepentingan masing –

masing ini antara pemegang saham dengan manajer merupakan suatu masalah. Masalah keagenan ini menimbulkan suatu cost, yaitu meliputi biaya pengawasan (monitoring), biaya ikatan (bonding), biaya sisa (residual loss). Definisi biaya keagenan menurut Sartono (2010:12) adalah: “Biaya keagenan adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan guna memperkecil konflik keagenan” Ujiyantho dan Pramuka (2012:11) juga mengemukakan definisi biaya keagenan (agency cost) yaitu: “Biaya yang dikeluarkan oleh pemegang saham (principal) untuk biaya pengawasan terhadap manajer (agent), pengeluaran yang mengikat oleh manajer (agent), dan adanya residual lost.” Kesimpulan dari definisi diatas adalah biaya keagenan (agency cost) dikeluarkan oleh perusahaan yang digunakan untuk memperkecil konflik keagenan dengan pengawasan terhadap manajer untuk mencapai tujuan perusahaan. 2.5.2 Jenis – Jenis Biaya Keagenan (Agency Cost) Biaya keagenan (agency cost) dikeluarkan untuk meminimalisir konflik keagenan.

Jensen

dan

Meckling

(1976)

dalam

Sudana

(2011:33)

mengemukakan bahwa ada tiga macam jenis agency cost yaitu: 1. The Monitoring Expenditure by the Principal Biaya yang harus dikeluarkan dan ditanggung oleh pemegang saham (principal) untuk memonitoring perilaku manajer (agent).

23

2. The Bonding Cost Biaya yang harus ditanggung oleh manajer untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa manajer akan bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. 3. The Residual Cost Pengorbanan sebagai akibat berkurangnya kemakmuran pemegang saham dari perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan manajer. 2.5.3

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Biaya Keagenan Ada beberapa faktor yang mempengaruhi biaya keagenan (agency cost)

yang dikemukakan oleh Hadianto (2011) yakni: 1. Kebijakan Hutang Penggunaan hutang yang tinggi meningkatkan resiko kebangkrutan, sehingga manajer mengurangi proporsi kepemilikan saham. Pada kondisi ini,

diperlukan

pembatasan

terhadap

penggunaan

hutang

untuk

mengurangi masalah keagenan antara stockholder dan bondholder. Pengurangan free cash flow melalui peningkatan hutang dapat mengurangi masalah keagenan antara pemegang saham dengan manajemen. Hal itu terjadi karena jumlah dana yang menggaur semakin kecil yang akan mengurangi pengawasan terhadap dana tersebut. 2. Kebijakan Dividen Keputusan pembagian dividen ditentukan oleh pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memberikan konsekuensi bahwa besar kecilnya dividen dapat dijadikan alat bagi pemegang saham untuk mengendalikan manajemen. Pembayaran dividen menyebabkan jumlah dana yang dikelola oleh perusahaan menjadi semakin kecil, demikian juga dengan memberikan kepemilikan saham menyebabkan manajemen mungkin tidak akan melakukan manipulasi karena disamping sebagai manajemen, manajemen juga berposisi sebagai pemiliki perusahaan.

24

3. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan diindikasikan dapat mempengaruhi biaya keagenan (agency cost) suatu perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan, maka kemungkinan terjadinya economies of scale akan semakin besar, sehingga nilai SGA expense to sales ratio semakin kecil. 4. Ukuran Dewan Peran dewan dalam suatu perusahaan lebih ditekankan pada fungsi monitoring dari implementasi kebijakan direksi. Semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan biaya keagenan dewan akan lebih mudah mengawasi jalannya operasional perusahaan serta memastikan bahwa manajer benar – benar melakukan hal yang sesuai dengan keinginan pemegang saham. 5. Kepemilikan Manajerial Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan adanya kesamaan (congruence) kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. Perusahaan dengan jumlah kepemilikan saham manajerial yang besar seharusnya mempuyai konflik keagenan yang rendah dan biaya keagenan yang rendah pula. Konflik keagenan yang rendah dapat direfleksikan dari tingginya tingkat perputaran aktiva perusahaan. 6. Kepemilikan Institusional Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen karena semakin besar kepemilikan institusional, maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan manajemen. 2.5.4

Cara untuk Mengurangi Biaya Keagenan (Agency Cost) Permasalah keagenan antara pemegang saham (principal) dan manajer

(agent) dari suatu perusahaan harus diatasi. Agency cost merupakan biaya yang

25

dikeluarkan perusahaan untuk mengurangi masalah keagenan. Agency cost ini meliputi biaya untuk monitoring, bonding, dan residual loss. Jensen dan Meckling (1976) dalam Handoko (2014) mengatakan bahwa: 1. Biaya monitoring by the principle dikeluarkan untuk mengawasi perilaku manajer (agent) termasuk usaha untuk membatasi anggaran dan kebijakan kompensasi. 2. Biaya bonding by the agent dikeluarkan oleh manajer (agent) untuk menjamin dirinya tidak akan melakukan tindakan tertentu yang merugikan pemegang saham (principal) atau untuk menjamin bahwa pemegang saham (principal) akan diberi kompensasi jika ia tidak mengamnil banyak tindakan. 3. The residual loss merupakan penurunan tingkat kesejahteraan pemegang saham (principal) maupun manajer (agent) setelah adanya hubungan keagenan. Besarnya agency cost atau biaya pengawasan yang dikeluarkan tercermin dari pemanfaatan aset perusahaan maupun melalui administrative expense rate (Zheng 2013). Tingkat agency cost dapat direfleksikan dari tingginya tingkat perputaran aset. Semakin efisien penggunaan aset perusahaan maka biaya pengawasan yang dikeluarkan akan semakin kecil, sehingga tingkat kepercayaan pemegang saham terhadap manajer akan semakin besar. Semakin tinggi perputaran aset (asset turnover) menunjukan semakin efektif perusahaan dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan penjualan. Semakin tinggi perputaran aset juga menunjukkan bahwa manajemen tidak melakukan pemborosan dalam penggunaan asetnya. 2.5.5

Pengukuran Biaya Keagenan (Agency Cost) Biaya keagenan merupakan biaya yang ditanggung pemegang saham

untuk mendorong manajer agar memaksimumkan harga saham jangka panjang daripada bertindak sesuai kepentingan sendiri (Riantani dan Faizal, 2012). Biaya keagenan diukur melalui rasio discretionary expense terhadap penjualan bersih (Riantani dkk, 2015), dengan rumus:

26

Dimana : Discretionary expense yaitu beban yang dikeluarkan berdasarkan kebijaksanaan manajer; beban bunga, beban operasional, non operasional, gaji, upah. 2.6

Nilai Perusahaan

2.6.1

Pengertian Nilai Perusahaan Menurut Sujoko dan Soebiantoro dalam Mardasari (2014) menyatakan

bahwa nilai perusahaan adalah persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, menurut Fakhruddin dan Hadianto dalam Martatilova (2012), nilai perusahaan didefinisikan sebagai persepsi investor yang sering dikaitkan dengan harga saham, harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Berdasarkan kedua definisi diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham dan terkait dengan keberhasilan perusahaan mengelola perusahaan. 2.6.2

Pengukuran Nilai Perusahaan Nilai perusahaan menggambarkan seberapa baik atau buruknya kekayaan

perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat dari kinerja keuangan yang didapat. Suatu perusahaan

akan

berusaha

untuk

memaksimalkan

nilai

perusahaannya.

Peningkatan nilai perusahaan ditandai dengan harga saham yang ikut meningkat juga di pasar. Menurut Brigham dan Houston (2010:105) menyatakan bahwa:

27

“Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting bagi suatu perusahaan karena dengan memksimalkan nilai perusahaan berarti juga

memaksimalkan

kemakmuran

pemegang

saham

yang

menerapkan tujuan utama perusahaan.” Sedangkan menurut Hanaswari dalam Amalia (2016) menyatakan bahwa: “Secara harfiah nilai perusahaan itu sendiri diamati melalui kemakmuran pemegang saham yang dapat diukur melalui harga saham perusahaan di pasar modal.” Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan dapat diukur dengan harga saham. Harga saham di pasar terbentuk berdasarkan kesepakatan antara permintaan dan penawaran investor, sehingga harga saham merupakan fair price yang dapat dijadikan proksi nilai perusahaan. Dengan harga saham yang tinggi, maka nilai perusahaan pun akan tinggi, yang berarti kemakmuran pemegang saham juga akan semakin meningkat. Dalam penelitian ini, nilai perusahaan diukur dengan price book value (PBV). Syamsuddin (2007:75), menjelaskan bahwa price book value merupakan rasio yang menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Rasio ini untuk mengetahui seberapa besar harga saham yang ada di pasar dibandingkan dengan nilai buku sahamnya. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan perusahaan semakin dipercaya, artinya nilai perusahaan menjadi lebih tinggi Sutrisno (2012:224). Secara matematis PBV dapa dirumuskan sebagai berikut :

Untuk menentukan posisi saham menggunakan metode price book value tidak mencari nilai instrinsik dari saham yang diteliti, melainkan menghitung nilai PBV kemudian mengukur harga saham mahal atau murah dengan cut off 1 yang

28

berarti jika nilai PBV diatas 1 menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya (overload), sebaliknya jika nilai PBV dibawah 1 berarti nilai pasar saham lebih kecil dari nilai bukunya (undervalued) Permata dkk (2013:4). 2.7

Kajian Penelitian Sebelumnya Berikut ini adalah hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan

pengaruh mekanisme good corporate governance dan agency cost terhadap nilai perusahaan. Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

No.

Nama Peneliti

Judul Penelitian

Hasil Penelitian

Persamaan

Perbedaan

1.

Suskim Riantani, Anisa Kurnia Rahmawati, dan Gugun Sodik (2015)

Analisis Kepemilikan Saham dan Biaya Kagenan Terhadap Nilai Perusahaan

Kepemilikan Saham secara signifikan berpengaruh terhadap nilai perusahaan, sedangkan agency cost tidak berpengaruh

Variabel, kepemilikan institusional, agency cost, dan nilai perusahaaan

Variabel, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan publik, objek penelitian, periode penelitian

2.

Titah Kinanti Kusumaningtyas (2015)

Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan yang Terdaftar Pada Indeks Sri-Kehati

Good Corporate Governance yang berupa kepemilikan manajerial, komisaris independen, dan komite audit tidak berperngaruh signifikan, sedangkan kepemilikan institusional berpengaruh.

Variabel, nilai perusahaan, kepemilikan institusional, dan komisaris independen

Variabel, kepemilikan manajerial, objek penelitian, periode penelitian

3.

N. P. Yani Wulandari dan I Ketut Budhiarta (2014)

Pengaruh Struktur Kepemilikan, Komite Audit, Komisaris Independen, dan Dewan Direksi Terhadap Integrasi Laporan Keuangan

Struktur kepemilikan yang berupa kepemilikan manajerial dan komite audit tidak berpengaruh terhadap integrasi laporan keuangan , sedangkan kepemilikan institusional dan dewan direksi memiliki perngaruh

Variabel, kepemilikan institusional, komisaris independen,

Variabel, integritas laporan keuangan, kepemilikan manajerial, dewan direksi, dan komite audit, objek penelitian, periode penelitian

29

4,

Agung Santoso Putra dan Nila Firdausi Nuzula (2017)

Pengaruh Corporate Governance Terhadap Profitabilitas (Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013 – 2015)

Corporate Governanve yang berupa komisaris independen, komite audit, dan kepemilikan manajerial, tidak berpengaruh terhadap profitabilitas, sedangkan kepemilikan institusional berpengaruh

Variabel, komisaris independen, dan kepemilikan institusional

Variabel, komite audit, kepemilikan manajerial, ROA, dan ROE, objek penelitian, periode penelitian

5.

Qaiser Rafique Yasser, Harry Entebang, dan Shazali Abu Mansor (2011)

Coporate Governance and Firm Performance in Pakistan: The Case Of Karachi Stock Exchange

Ukuran dewan berpengaruh signifikan terhadap ROE, komposisi dewan dan komite audit berpengaruh terhadap ROE

Variabel, ukuran dewan dan komposisi dewan

Variabel, ROE dan komite audit, objek penelitian, periode penelitian

6.

Haryanti (2012)

Pengaruh Agency Cost Terhadap Nilai Perusahaan dengan Kebijakan Dividend an Struktur Modal sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada Perusahaan Industri Jasa Keuangan dan Perbankan yang Terdaftar di BEI periode 2015-2010)

Agency cost berpengaruh negative tidak signifikan terhadap nilai perusahaan

Variabel agency cost, dan nilai perusahaan

Variabel kebijakan deviden, objek penelitian, periode penelitian

7.

Dara Faiga Rahim Somantri, Sri Fadilah, dan Edi Sukarmanto (2015)

Pengaruh Agency Cost dan Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan (Studi pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI Tahun 2011 – 2014)

Agency Cost berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan

Variabel agency cost, dan nilai perusahaan

Variabel struktur modal, objek penelitian, periode penelitian

8.

Ni Nyoman Tri Sariri Muryati dan I Made Sadha Suardikha (2014)

Pengaruh Corporate Governance Pada Nilai Perusahaan

Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen, dewan direksi, dan komite audit berpengaruh signifikan

Variabel komisaris independen, kepemilikan institusional, dan nilai perusahaan

Variabel komite audit, kepemilikan manajerial, dewan direksi, dan periode

30

terhadap nilai perusahaan

penelitian

9.

Azhara Muhibbai dan Hasan Basri (2017)

Pengaruh Pengungkapan Identitas Etis Islam, Agency Cost, dan Modal Intelektual Terhadap Kinerja Keuangan (Studi Pada Bank Umum Syariah periode 2010 – 2014)

Agency cost dan modal intelektual berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan

Variabel agency cost

Variabel modal intelektual dan kinerja keuangan, objek penelitian, periode penelitian

10.

Abdu Rasyid (2015)

Effect of Ownership Structure, Capital Structure, Profitability, and Company’s Growth Towards Firm Value

Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, kepemilikan institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan, rasio hutang terhadap ekuitas tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan

Variabel kepemilikan institusional, dan nilai perusahaan

Variabel kepemilikan manajerial, dan struktur modal, objek penelitian, periode penelitian

11.

Sajid Gul, Muhammad Sajid, Nasir Razzaq, dan Farman Afzal (2012)

Agency Cost, Corporate Governance and Ownership Structure (The Case of Pakistan)

Kepemilikan institusional berpengaruh negative terhadapi agency cost

Variabel kepemilikan institusional, dan agency cost

Objek penelitian, periode penelitian

2.8

Kerangka Pemikiran Indeks LQ 45 merupakan nilai kapitalisasi pasar dari 45 saham yang

paling likuid dan memiliki nilai kapitalisasi yang besar, hal itu ialah indikator likuidasi. Perusahaan – perusahaan yang termasuk dalam indeks LQ 45 adalah perusahaan yang digemari oleh para investor untuk menanamkan modalnya, karena menurut pandangan investor indeks LQ 45 memiliki jaminan yang tinggi terhadap pengembaliannya. Indeks LQ 45 menggunakan 45 saham yang terpilih berdasarkan likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan Febuari dan Agustus). Dengan demikian perusahaan – perusahaan bersaing untuk masuk maupun bertahan dalam indeks LQ 45 tersebut

31

agar banyak para investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya. Perusahaan selalu mengharapkan bisnis yang dijalankan dapat menghasilkan keuntungan serta dapat mempertahankan dan meningkatkan nilai, karena tujuan utama suatu perusahaan adalah memaksimalkan nilai perusahaan yang berarti memaksimalkan juga kemakmuran pemegang saham. Dalam kegiatan perusahaan meningkatkan nilai perusahaannya, pemegang saham menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada para profesional (manajer). Namun, dengan adanya pemisahaan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan, maka kedua belah pihak tersebut memiliki kepentingan yang tidak sama. Agency theory memiliki asumsi bahwa setiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara pemegang saham dengan manajer yang sering disebut dengan agency problem. Sering kali pihak manajemen yaitu manajer perusahaan mempuyai tujuan dan kepentingan lain yang bertentangan dengan tujuan utama perusahaan dan sering juga mengabaikan kepentingan pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya konflik yang disebut dengan agency conflict. Di dunia investasi, salah satu yang membuat investor menaruh kepercayaan dan memiliki keyakinan terhadap suatu perusahaan adalah dengan diterapkannya mekanisme good corporate governance pada perusahaan tersebut. Menurut Berle dan Means dalam Amalia (2016) isu corporate governance dilatar belakangi adanya teori agensi yang menyatakan bahwa permasalahan agensi (agency problem) muncul ketika pengurusan suatu perusahaan terpisah dari pemiliknya. Dewan komisaris yang berperan sebagai agent dalam suatu perusahaan diberi wewenang untuk mengurus jalannya suatu perusahaan dan mengambil keputusan atas nama pemilik, tetapi agent tersebut mempunyai kepentingan yang berbeda dengan pemegang saham. Sedangkan menurut Tjager et al dalam Amalia (2016), agency problem yang muncul sebagai akibat adanya hubungan antara agent dengan pemilik timbul ketika konflik antara harapan dan tujuan pemilik atau pemegang saham dan para direksi. Konflik tersebut dapat

32

diminimalisir dengan suatu mekanisme yang mampu mensejajarkan kepentingan pemegang saham selaku pemilik dengan kepentingan manajemen. Mekanisme tersebut dikenal dengan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) yaitu mekanisme untuk mengendalikan, mengatur, dan mengelola bisnis untuk meningkatkan kemakmuran dan akuntabilitas perusahaan yang pada akhirnya mewujudkan shareholder value. Dalam penelitian ini indikator mekanisme good corporate governance yang digunakan adalah kepemilikan institusional, dan komisaris independen. Kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang dimiliki institusi atau lembaga. Investor institusional diyakini mampu memonitor tindakan manajer yang lebih baik. Komisaris independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi. Aktivitas monitoring oleh pihak independen sangat diperlukan. Jensen dan Meckling dalam Amalia (2016) mengungkapkan bahwa semakin banyak jumlah pemonitor maka kemungkinan terjadi konflik semakin rendah dan akhirnya akan menurunkan agency cost. Hal ini dapat menumbuhkan tingkat kepercayaan investor, pihak ketiga dalam perusahaan. Komisaris independen diharapkan mampu meningkatkan pengawasan jalan kegiatan usaha dari praktik – praktik kecurangan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan. Adanya pemisahan antara pemilik perusahaan (principal) dan manajer (agent) cenderung menimbulkan agency conflict. Menurut Jensen dalam Kusdarini (2016) masalah agensi timbul karena orang cenderung untuk mementingkan dirinya sendiri dan konflik akan timbul ketika beberapa kepentingan yang berbeda bertemu dalam aktivitas bersama. Konflik tersebut menimbulkan biaya agen (agency cost) sehingga masing – masing pihak akan berusaha untuk mengurangi besarnya agency cost. Biaya keagenan merupakan ongkos atau resiko yang terjadi ketika pemegang saham membayar manajer untuk menjalankan sebuah tugas dimana kepentingan manajer bertentangan atau tidak selaras dengan kepentingan pemegang saham. Pengaruh konflik antara pemegang saham dengan manajer akan menurunkan nilai perusahaan, kerugian inilah yang

33

merupakan agency cost bagi perusahaan, dimana agency cost merupakan penjumlahan dari biaya monitoring, bonding expenditure, dan residual loss (Jensen dan Meckling dalam Riantani dkk, 2015). Menurut Fadah dalam Riantani (2015) bahwa agency cost berperngaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Nilai perusahaan adalah persepsi atau penilaian investor terhadap suatu perusahaan, dimana sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi akan membuat nilai perusahaan tersebut meningkat. Meningkatnya nilai perusahaan biasanya ditandai dengan kenaikan harga saham. Nilai perusahaan yang tinggi akan meningkatkan keinginan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Hal ini dikarenakan tingginya nilai perusahaan merupakan indikator kemakmuran pemegang saham. Dalam penelitian ini untuk mengukur nilai perusahaan menggunakan price book value (PBV). Price book value menunjukkan seberapa besar suatu perusahaan mampu menciptakan nilai yang relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. PBV merupakan rasio untuk mengetahui seberapa besar saham yang ada di pasar dibandingkan dengan nilai buku sahamnya. Semakin tinggi rasio PBV menunjukkan perusahaan semakin dipercaya, artinya nilai perusahaan menjadi lebih tinggi (Sutrisno, 2012:224). Oleh karena itu, jika nilai PBV diatas 1 menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya (overvalued), sebaliknya jika nilai PBV dibawah 1 berarti nilai pasar saham lebih kecil dari nilai bukunya (undervalued) (Permata dkk, 2013:4). Nilai perusahaan mampu meningkat dengan adanya mekanisme good corporate governance, sehingga mampu menciptakan keuntungan bagi para pemilik perusahaan atau pemegang saham (Amanti dalam Prastuti dan Budiasih 2015). Menurut penelitian Yuniar (2016) mengatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Mengenai komisaris independen Widyati (2013) mengatakan bahwa komisaris independen berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Selain itu juga agency cost dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan cara memonitoring secara baik agency cost tersebut. Menurut penelitian Somantri, Fadilah, dan

34

Sukarmanto (2015) mengatakan bahwa agency cost berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

LQ 45

Perusahaan

35

Investor

Manajer

Agency Theory

Agency Cost

Good Corporate Governance

Kepemilikan Institusional

Komisaris Independen

Nilai Perusahaan

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.9

Hipotesis Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai suatu hal yang dibuat

untuk menjelaskan suatu hubungan. Dalam penelitian ini, hipotesis yang akan

36

diuji adalah ada atau tidaknya pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y) baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini adalah: H1 : Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan H2 : Komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan H3 : Agency cost berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan H4 : Kepemilikan Instisusional, Komisaris Independen dan Agency Cost berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan

Related Documents

Bab 2
June 2020 19
Bab 2
May 2020 26
Bab 2
May 2020 40
Bab 2
June 2020 23
Bab 2
April 2020 32
Bab 2
April 2020 37

More Documents from ""