BAB II TINJAUN PUSTAKA A. Konsep dasar kegawat daruratan pada KAD 1. Pengertian Diabetik ketoasidosis (DKA) adalah keadaan kegawatan atau akut dari diabetes tipe 1, disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi insulin.(Paula, dkk, 2009).
2. Etiologi Diabetik ketoasidosis (DKA) adalah keadaan kegawatan atau akut dari diabetes tipe 1, disebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi insulin.(Paula, dkk, 2009)
3. Patofisiologi Yang berperan utama dalam patofisiologi KAD adalah peranan insulin dan peranan hormon kontraregulasi a. Peranan insulin 1) Akibat kekurangan insulin terjadi hiperglikemia dan diuresis osmotik yang mengakibatkan dehidrasi dan gangguan elektrolit 2) Defisiensi insulin merangsang glikogenolisis (glikogen menjadi glukosa)
dan
glukoneogeneisis
(pemecahan
protein
untuk
menghasilkan asam amino sebagai prekrursor glukosa. Juga terjadi lipolisis yang menyebabkan peningkatan asam lemak bebas dan gliseror, untuk tujuan pembentukan glukosa baru 3) Hiperglikemia bertambah berat karena pemakaian glukosa berkurang (baik karena defisiensi maupun resistensi insulin)dan kehilangan cairan (akibat diuresis osmotik) yang menyebabkan penurunnya aliran darah ginjal dan karenanya sejumlah glukosa difiltrasi dan disekresi oleh ginjal 4) Asam lemak bebas (ALB) dimetabolisme dihati kemudian dibentuk benda keton (ketogenesis) sehingga terjadi ketonemia, selanjutnya ketonuria, disertai kehilangan elektrolit krena hilangnya kation
4
5) Asidosis terjadi karena kekurangan basal tubuh dalam proses pembuferan benda keton yang terbentuk tidak terkontrol b. Peranan homon kontraregulasi Hipersekresi epinefrin, glukagon, kortisol dan hormon pertumbuhan berperan dalam KAD melalui peristiwa sebagai berikut: 1) Penghambatan ambilan glukosa diperantarai insulin oleh otot, misalnya pemakaian perifer (epinefrin, kortisol, hormon pertumbuhan) 2) Merangsang glikogenolisis dan glukoneogenesis (epineprin, glukagon, kortisol) 3) Merangsang lipolisis (epineprin, hormon pertumbuhan) 4) Penghambatan
sekresi
insulin
residual
(epineprin,
hormon
pertumbuhan)
4. Manifestasi Klinis Respons neurologis dapat berkisar dari sadar sampai koma. Frekuensi pernapasan mungkin cepat, atau pernapasan mungkin dalam dan cepat (kussmaul) dengan disertai napas aseton berbau buah. Pasien akan mengalami dehidrasi dan dapat mengeluh sangat haus, poliuria, dan kelemahan. Mual, muntah, nyeri hebat pada abdomen, dan kembung sering kali terjadi dan dapat keliru dengan gambaran kondisi akut abdomen. Sakit kepala, kedutan otot, atau tremor dapat juga terjadi. (Greenberg, Michael I, 2009) Adapun manifestasi klinis dari KAD adalah : a.
Hiperglikemi Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan; 1) Poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus) 2) Penglihatan yang kabur 3) Kelemahan 4) Sakit kepala 5) Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri). 6) Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan cepat.
7) Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. 8) Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton. 9) Mengantuk (letargi) atau koma. 10) Glukosuria berat. 11) Asidosis metabolik. 12) Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan elektrolit. 13) Hipotensi dan syok. 14) Koma atau penurunan kesadaran.
5. Komplikasi Komplikasi KAD meliputi, trombo embolisme, gastroparesis, rabdomealisis, kejang, koma, dan kematian. Komplikasi pengobatan dapat meliputi resusitasi berlebih (overresuscitatiom) cairan (edema serebri, edema paru, dan cedera paru akut), dan kelainan elektrolit (hipokalemia dan hipofosfatemia). (Greenberg, Michael I, 2005) a. Edema serebral Edema serebral simtomatik dan bahkan fatal pernah dilaporkan pada penderita anak-anak dengan KAD, terutama mereka dengan diabetes yang baru didiagnosis. Walaupun kelainan ini jarang ditemukan menimbulkan gejala pada orang dewasa, secara ekoensefalogram dan CT Scan serial menunjukkan adanya edema serebral subklinik selama 24 jam pertama pengobatan KAD. Banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya edema serebral. Diantaranya adalah perbaikan hiperglikemia yang terlalu cepat sehingga air kembali keruang intraseluler; pengobatan insulin juga memacu masuknya partikel aktif secara osmotik keruang intraseluler; penurunan osmolalitas plasma karena pengobatan pengganti cairan; dan perbaikan defisit natrium yang terlalu cepat. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya edema serebral adalah melakukan pengobatan defisit natrium dan air secara perlahan dan menghindari penurunan kadar glukosa darah yang terlalu cepat.
b. Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Edema paru kardiogenik (misalnya ARDS) merupakan komplikasi KAD yang jarang ditemukan komplikasi KAD yang jarang ditemukan namun potensial fatal. ARDS secara tipikal terjadi selama pengobatan KAD dengan pengganti cairan dan elektrolit dan pemberian insulin. Faktor utama terjadinya ARDS adalah infus kristaloid yang berlebihan. Untuk mengurangi terjadimya ARDS, pada penderita dengan hipotensi dapat ditambahkan cairan koloid, seperti albumin, bila belum berhasil dengan pemberian cairan kristaloid sedang. c. Asidosis Hiperkloremik Penderita sering yang sedang mengalami pervaikan dari KAD mengalami suatu asidosis metabolik hiperkloremik non-anion-gap. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh: (1) sejumlah besar ketoanion dieksresi melalui urin selama terjadinya KAD, ada insufisiensi kuantitas ketoanion yang tersedia untuk mengoreksi asidosis secara penuh selama metabolisme ketoanion diperantarai insulin (2) infus intravena cairan yang mengandung klorid yang melebihi kadar klorid plasma (3) efek ekspansi volume dengan cairan bebas bikarbonat (4) perpindahan NaHCO, intraseluler selama koreksi KAD.
6. Penatalaksanaan Pengetahuan yang memadai dan perawatan yang baik dari dokter dan para medis merupakan aspek terpenting dari keberhasilan pengelolaan darah penderita dengan KAD. Sasaran pengobatan KAD adalah: (1) memperbaiki volume sirkulasi dan perfusi jaringan; (2) menurunkan kadar glukosa darah; (3) memperbaiki asam keto di serum dan urine ke keadaan normal; ddan (4) mengoreksi gangguan elektrolit. Untuk mencapai sasaran di atas; hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan penderita KAD adalah: perawatan umum; pengobatan cairan dan elektrolit, dan pemberian insulin. a. Umum 1) Penderita dirawat di ruang darurat. Catat data-data tentang kadar glukosa darah, keton serum, elektrolit, BUN, kreatin dan masuk dicatat
dengan cermat, juga mengenai jenis cairan yang diberikan dan cara, waktu, dan jumlah insulin yang diberikan. a) Jika penderita dalam keadaan syok, stupor atau koma, pasang slang nasogastrik terutama pada penderita muntah, dan pasang kateter urine b) Pemeriksaan kadar kalium serial adalah vital. Elektrokardiogram dapat
memberikan
penilaian
cepat
adanya
hiperkalemia
(gelombang U). Hiporeflleksia dan ileus juga merupakan tanda adanya hipokalemia c) Mengamati gejala neurologik sangat penting. Walaupun jarang terapi sangat berbahaya kemungkinana adanya edema otak d) Pemeriksa gula darah setiap 30-60 menit pada awal pengobatan untuk mengetahui turunnya glukosa darah dan untuk menentukan saat mulainnya ditambahkan cairan dektrosa lewat infus. b. Pengobatan cairan dan elektrolit 1) Cairan Hiperglikemia mengakibatkan cairan berpindah dari ruang intraseluler ke ekstraseluler; saat yang bersamaan cairan ekstraselular akan hilang karena terjadi diuresis osmotik. Elektrolit (seperti natrium, kalium, klorida, fosfat dan magnesium) juga ikut hilang. Kehilangan cairan akan bertambah dengan adanya kehilangan cairan karena penyebab lain seperti muntah. Tujuan pengobatan cairan adalah mengembalikan kehilangan cairan baik intraseluler maupun ekstraseluler Rehudrasi mempunyai 2 sasaran dan 2 fase. Sasaran pertama adalah memenuhi volume sirkulasi, dimana pada fase cepat ini diperlukan cairan isotonik. Umumnya digunakan cairan NaCl 0,9%, walaupun Ringer Laktat (RL) juga dapat dipakai. Satu liter harus diberikan dalam setengah sampai satu jam berikutnya. Untuk anak-anak, pada fase ini diberikan dalam setengah sampai satu jam pertama dan satu liter kedua diberikan dalam setengah sampai satu jam berikutnya. Untuk anakanak, pada fase ini diberikan cairan sebanyak 20 mper kilogram berat badan atau 500 ml per meter luas permukaan tubuh per jam. Kecepatan pemberian cairan dapat ditingkatkan bila ada hipotensi, dan bila
menetap dapat diberikan Nacl 0.9% liter yang ketiga atau keempat. Cairan koloid mungkin diperlukan bila penderita mengalami syok. Sasaran kedua adalah mengganti kehilangan cairan intraseluler dan cairan tubuh total. Pada fase ini cairan diberikan dengan cara lebih perlahan, umumnya berselang 8-12 jam. Oleh karena kehilangan air dan natrium rata-rata dalm setengah proporsi isotonik (10 ml per klogram dan 7mEq Na+ perkilogram), Nacl 0,45% sesuai untuk fase kedua ini. Pada orang dewasa, diperlukan 150-500 ml per jam, tergantung dari perkiraan awal derajaat dehidrasi, umur, dan keadaan jantung. Pemantauan keseimbangan cairan hendaknya mendapat perhatian yang cermat. Pada penderita dengan kelainan jantung atau ginjal, perlu dipasang kateter Swan-Ganz. Jika kadar glukosa darah sudah mencapai 250 mg/dl, cairang pemeliharaan harus mengandung glukkosa 5%. Ini diberrikan dalam NaCl 0,45%, NaCl 0,2%, atau air, tergantung seberapa banyak natrium telah dimasukkan pada fase cepat dan kadar natrium serum 2) Kalium Dalam terapi KAD, tidak ada elemen yang lebih penting dari penggantian kalium, mengingat. Kelalaian mengakibatkan kematian karena hipokalemia, atau yang lebih jarang hiperkalemia. Kaliium serum biasanya normal atau meningkat saat masuk rumah sakit. Tingginya kadar kalium berhubungan dengan kecepatan onset KAD, rendahnya ph, tingginya osmolaritas serum dan nitrogen urea serum (BUN). Defisit kalium rata-rata adalah 5 mEq/kg, tetapi mungkin lebih tinggi bila kalium serum saat masuk kurang dari 4.0 mEq/L atau jika penderita dalam keadaan KAD lebih dari 24 jam. Sasaran terapi kalium intravena bukan untuk penggatian kallium tubuh total, tetapi untuk mempertahankan kalium serum di atas 3.5 mEq/l, kadar dimana dapat mencegah henti napas. 3) Bikarbonat Dengan pemberian insulin saja secara perlahan dapat memperbaiki asidosisi metabolik karena lipolisis dan ketogenesis dapat dihambat. Ph darah diharapkan menjadi normal 12-24 jam. Lagi pula, pemberian
bikarbonat natrium tidak terbukti mempercepat penurunan kadar glukosa dan asam keto terinduksi insulin pada beberapa peneletian, bahkan pada ph sama dengan 6.9. oleh karena itu, bikarbonat tidak diperlukan pada pengobatan baku hampir pada semua penderita KAD. 4) Fosfat dan magnesium Perkiraan kasar kehilangan fosfat pada KAD adalah sekitar 1.0 mmol/kg. Pemberian fosfat segera tidak diperlukan, dan umumnya tidak memberikan efek menguntungkan diberikan secara rutin ditinjau dari perbaikan KAD. Hipofosfatemia biasanya secara klinik tidak tampak, dan dapat diperbaiki dengan pemberian fosfat peroral, jadi tidak diperlukan fosfat intravena. 5) Insulin Sampai saat ini masih ada kontroveri cara pemberian insulin pada penderita KAD. Menurut hemat penulis, yang manapun dipilih hendaknya dengan pertimbangan yang matang, sesuai dengan situasi dan kondisi dimana kita bekerja, untuk mendapatkan hasil pengobatan yang optimal. Seperti diketahui, insulin hanya merupakan salah satu aspek dari pengobatan KAD. Pemantauan terus menerus hasil laboratorium dan keadaan klinik penderita merupakan aspek yang sangat penting.
B. Triase Gawat Darurat 1. Airway : kepatenan jalan napas klien, ada tidaknya sputum atau benda asing yang menghalangi jalan napas 2. Breathing : kaji frekuensi napas, bunyi napas, ada tidaknya penggunaan otot bantu napas 3. Circulation : kaji nadi, capillary refil 4. Disability : kaji tingkat kesadaran 5. Exposure : pemeriksaan hade to toe, kaji adanya jejas 6. Folley cateter : kaji kateterisasi 7. Gastric tube : kaji NGT
C. Asuhan Keperawatan pasien KAD 1. Pengkajian Keperawatan Pengkajian adalah langka awal dan paling mendasar dalam proses keperawatan secara keseluruhan. Tujuan dari pengkajian adalah mengumpulkan data dasar tentang respon pasien terhadap kesehtaan atau penyakitnya. Penyakit yang baik dan benar memberikan peluang bagi perawat untuk menerapkan pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan observasi dan pemeriksaan untuk mengumpulkan data tentang pasien (Maryam,2013). Adapun pengkajian khusus pada penderita KAD sebagai berikut : (Doeges, 2012) a. Aktivitas / Istirahat Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, Kram otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat/tidur. Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktifitas, Letargi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot b. Sirkulasi Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas, Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, Takikardia. Tanda :
Perubahan tekanan darah postural,
hipertensi, Nadi yang menurun/tidak ada, Disritmia, Krekels, Distensi vena jugularis, Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung c. Integritas/ Ego Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi. Tanda : Ansietas, peka rangsang d. Eliminasi Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISSK baru/berulang, Nyeri tekan abdomen, Diare. Tanda :Urine encer, pucat, kuning,
poliuri ( dapat berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), Urin berkabut, bau busuk (infeksi), Abdomen keras, adanya asites, Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare) e. Nutrisi/Cairan Gejala : Hilang nafsu makan, Mual/muntah, Tidak mematuhi diet, peningkattan masukan glukosa/karbohidrat, Penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, Haus, penggunaan diuretik (Thiazid).
Tanda:
Kekakuan/distensi
Kulit abdomen,
kering/bersisik, muntah,
turgor
jelek,
Pembesaran
tiroid
(peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton) f. Neurosensori Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia, Gangguan penglihatan. Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, Refleks tendon dalam menurun (koma), Aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA) g. Nyeri/kenyamanan Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat). Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati h. Pernapasan Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulen (tergantung
adanya infeksi/tidak. Tanda : Lapar udara,
batuk dengan/tanpa sputum purulen, Frekuensi pernapasan meningkat i. Keamanan Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Tanda : Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi/ulserasi, Menurunnya kekuatan umum/rentang erak, Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
j. Seksualitas Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita k. Penyuluhan/pembelajaran Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang, Lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan 2. Diagnosa Keperawatan Menurut Carpenito dan Moyet (2009) diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan klinik yang menjelaskan tentang respons individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan baik aktual atau potensial. Diagnosis keperawatan merupakan dasar pemilihan intervensi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perawat yang bertanggung jawab. Menurut Doeges (2012), perencanaan keperawatan pada pasien ketoasidosis diabetikum ialah : a. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual, kacau mental b.
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
c. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa, penurunan fungsi lekosit, perubahan pada sirkulasi d.
Resiko
tinggi
terhadap
perubahan
sensori-perseptual
berhubungan dengan ketidkseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
3. Perencanaan Keperawatan Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawata yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhi kebutuhan pasien (Maryam,2013). Menurut Doeges (2012), perencanaan keperawatan pada pasien ketoasidosis diabetikum ialah : a. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dihaparkan volume cairan adekuat Kriteria hasil Tanda tanda vital dalam batas normal (TD : 120/80 mmHg, N : 60-100
x/menit,
Rr
:
16-20
x/menit,
S
:
36,5-37,5)
mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan. Urin berwarna kuning muda - Na 135-145 mmol/L, Cl 95-105 mmol/L, K 3,5-5,0 mmol/L, HT 35- 47% Intervensi keperawatan 1. Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih berlebihan 2. Monitor vital sign dan perubahan tekanan darah orthostatic 3. Monitor perubahan respirasi : kusmaul, bau aceton 4. Observasi kualitas nafas, penggunaan otot asesori dan cyanosis 5. Observasi output dan kulaitas urin 6. Timbab BB/ hari 7. Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika diindikasikan 8. Catat hal yang dilaporkan seperi mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung
9. Kolaborasi dengan ahli medis dalam pemberian NS dengan atau tanpa dextrosa
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin,
penurunan
masukan
oral,
status
hipermetabolisme Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dihaparkan nutria kembali adekuat. Kriteria hasil: Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan, Tidak ada tanda tanda malnutrisi, menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan, konungtiva anemis, membrane mukosa lembab, BB pasien dalam batas normal, Hemoglobin 12-16 gr/dL, hematokrit 40-52%, ureum 20-40 mg/dL, kreatinin 0,8-1,5 mg/dL, GDS dalam batas normal (70-140 g/dl) Intervensi Keperawatan : 1. Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi 2. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum dicerna, pertahankan puasa sesuai indikasi 3. Observasi tanda hipoglikemia 4. Berikan makanan yang mengandung nutrien kemudian upayakan pemberian yang lebih padat yang dapat ditoleransi 5. Kolaborasi dengan ahli medis dalam pemeriksaan GDS, pantau pemeriksaan aseton, pH dan HCO3
c. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa, penurunan fungsi lekosit, perubahan pada sirkulasi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dihaparkan tidak terjadi resiko infeksi Kriteria hasil:
Tanda tanda vital dalam batas normal (TD : 120/80 mmHg, N : 60-100 x/menit, Rr : 16-20 x/menit, S : 36,5-37,5) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal, Menunjukkan perilaku hidup sehat Intervensi Keperawatan 1. Observasi tanda tanda infeksi 2. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan 3. Pertahankan Teknik aseptik pada prosedur invasif 4. Anjurkan untuk makan dan minum adekuat (pemasukan makanan dan cairan yang adekuat kira kira 3000 m/hari jika tidak ada kontraindikasi) 5. Kolaborasi dengan ahli medis dalam pemberian antibiotic yang sesuai 6. Kolaborasi dengan ahli medis dalam pemeriksaan kultur dan sesitivitas sesuai dengan instruksi
e. Resiko
tinggi
terhadap
perubahan
sensori-perseptual
berhubungan dengan ketidkseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dihaparkan tidak terjadi perubahan sensori Kriteria hasil: Tanda tanda vital dalam batas normal (TD : 120/80 mmHg, N : 60-100 x/menit, Rr : 16-20 x/menit, S : 36,5-37,5 klien tidak mengalami gangguan pengelihatan Intervensi keperawatan 1. Pantau tanda tanda vital klien setiap 4 jam 2. Orientasikan tempat dan nama klien 3. Evaluasi lapang pandang pengelihatan 4. Kaji keluhan parastesia, nyeri, atau kehilangan sensori pada paha/kaki 5. Bantu klien dalam ambulasi atau perubahan posisi
6. Kolaborasi dengan ahli medis dalam pemantauan nilai laboratorium, seperti glukosa darah, osmolaritas darah, hb/ht, ureum dan kreatinin