Bab 2 Cnp.docx

  • Uploaded by: Anonymous 54WFIUSS9
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 2 Cnp.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,895
  • Pages: 24
TINJAUAN TEORI A. KONSEP KESEHATAN 1. Konsep sehat – sakit Sehat merupakan konsep inti dalam masyarakat. Berdasarkan UU No. 23/1992 tentang kesehatan sehat / kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani) dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sakit adalah sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga seseorang menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari baik itu dalam aktivitas jasmani, rohani dan sosial. (Perkins) 2. Model Kesehatan Smith (1983) menggambarkan empat model kesehatan : a. Model Klinis Pada model ini, tidak adanya gejala dan symptoms mengindikasikan keadaan sehat. Model ini digunakan untuk memandu seseorang untuk menggunakan fasilitas kesehatan atau akan menunggu sampai menjadi dalam keadaan sangat sakit untuk mencari perawatan. Jadi model kesehatan ini bukan untuk mencari perawatan kesehatan sebagai suatu pencegahan. b. Model Peran Kinerja Model ini mengindikasikan sehat dengan kemampuan melaksanakan peran sosial. Peran sosial meliputi pekerjaan, keluarga, dan peran sosial dengan kinerja berdasarkan harapan sosial. Sakit adalah kegagalan untuk melaksanakan peran di masyarakat. Peransakit yang dapat digunakan sebagai alasan untuk tidak melakukan peransosialnya ketika sedang sakit, merupakan komponen vital dalam model peran kinerja. c. Model adaptasi Kemampuan untuk beradaptasi secara positif dari perubahan social, mental, dan fisiologis adalah indikasi sehat. Sakit terjadi karena seseorang gagal beradaptasi terhadap perubahan-perubahan ini. d. Model eudaimonistic Model ini mengindikasikan kesehatan yang dihasilkan dari interaksi dan hubungan antara aspek fisik, social, psikologikal dan lingkungan. Sakit ini direfleksikan oleh denervasi atau lesu atau melelahkan atau kurang terlibat dalam kehidupan.

3. Determinant of Health a. Menurut (Bloom,1978) Determinan kesehatan meliputi: 1) Genetik 2) Lingkungan: keterpaparan individu dari hal yang menyebabkan penyakit, misalnya terpapar radiasi dll 3) Pelayanan Kesehatan: kemampuan dan ketersediaan institusi pelayanan kesehatan dalam menangani penyakit 4) Perilaku Individu : gaya hidup individu yang menyebabkan munculnya penyakit, misalnya gemar mengkonsumsi diet yang tinggi kolesterol, MSG, dll b. Menurut Simon-Morton,dan Green1995 Determinan kesehatan meliputi Genetik, Lingkungan fisik, Lingkungan Sosial, Pelayanan kesehatan, dan Perilaku. Perbedaaan dengan teori Blum adalah untuk determinan lingkungan lebih dispesifikan menjadi lingkungan fisik dan lingkungan social. c. Determinan Sosial menurut Simon-Morton Determinan ini meliputi ekonomi, agama, gender, budaya, demografi, populasi penduduk. Status ekonomi seringkali mempengaruhi status kesehatan individu. Akses terhadap pelayanan kesehatan yang terhambat akibat kemiskinan menjadi factor yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Agama menjadi determinan social karena agama merupakan panutan bagaimana seseorang individu berperilaku baik sebagai social maupun sebagai individu itu sendiri. Gender menjadi determinan social karena di beberapa Negara, termasuk Indonesia, isu gender masih sangat kental. Kaum laki-laki lebih dominan dari pada perempuan, termasuk dalam hal kesehatan. Budaya patriaka lmerupakan salah satu contoh determinan social dalam hal budaya. Menempatkan laki-laki (suami) sebagai pelindung, dan pengambil keputusan untuk semuanya kadang kala sangat menentukan terhadap status kesehatan masing- masing individu.

B. KONSEP PERILAKU DAN PERILAKU KESEHATAN Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku dapat ditafsirkan sebagai kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Manusia sebagai salah satu

makhluk

hidup

mempunyai

aktivitas

yang

dapat

dibagikan

menjadi

dua

kelompok yaitu aktivitas yang dapat dilihat oleh orang lain dan aktivitas yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Menurut seorang ahli psikologi.

Perilaku manusia berdasarkan teori “S-O-R” tersebut dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Perilaku tertutup (Covert behavior) = Perilaku ini adalah respons yang

masih

belum dapat dilihat oleh orang lain. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan,

dan

sikap

terhadap

stimulus

yang

bersangkutan. Bentuk "unobservable behavior"atau "covert behavior" yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. b. Perilaku terbuka (Overt behavior) = Perilaku terbuka

ni terjadi bila respons

terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau "observable behavior" Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Abraham Horold Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu : a. Kebutuhan fisiologis atau biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama yaitu O2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan seks. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis. Misalnya, kekurangan O2 yang menimbulkan sesak napas dan kekurangan H2O dan elektrolit yang menyebabkan dehidrasi. b. Kebutuhan rasa aman. Misalnya rasa aman terhindar dari pencurian, kejahatan, konflik, peperangan, sakit dan penyakit, serta rasa aman memperoleh perlindungan hukum c. Kebutuhan mencintai dan dicintai. Misalnya mendambakan kasih sayang, ingin dicintai dan mencintai, ingin diterima oleh kelompok tempat seseorang berada. d. Kebutuhan harga diri. Misalnya, ingin dihargai dan menghargai orang lain, toleransi dan saling menghargai dalam hidup berdampingan. e. Kebutuhan aktualisasi diri. Misalnya, ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain, ingin sukses dan berhasil, atau ingin menonjol dan lebih dari orang lain. Faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah : a. Faktor genetik atau faktor endogen 1. Jenis ras. Setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda satu dengan lainnya. 2. Jenis kelamin. Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari.pria berprilaku atas dasar pertimbangan rasional atau akal, sedangkan wanita atas dasar pertimbangan emosional atau perasaan. Perilaku pada pria disebut maskulin, sedangkan pada wanita disebut feminim. 3. Sifat fisik. Kalau diamati, perilaku individu akan berbeda-beda karena sifat fisiknya, misalkan perilaku individu yang pendek dan gemuk berbeda dengan individu yang memiliki fisik tinggi kurus.

4. Sifat kepribadian. Perilaku individu tidak ada yang sama karena adanya perbedaan kepribadian yang dimilii individu, yang dipengaruhi oleh aspek kehidupan, seperti pengalaman, usia, watak, tabiat, sistem norma, nilai dan kepercayaan yang dianutnya. 5. Bakat pembawaan. Contohnya, individu yang berbakat seni lukis, perilaku seni lukisnya akan cepat menonjol apabila mendapat latihan dan kesempatan dibandingkan individu lain yang tidak berbakat. 6. Inteligensi. Inteligensi adalah kemampuan untuk berpikir abstral ( Sukardi, 1997).inteligensi sangat berpengaruh terhadap perilaku individu. Misalnya, individu yang inteligen dalam mengambil keputusan dapat bertindak tepat, cepat dan mudah. b. Faktor eksogen atau faktor dari luar individu 1. Faktor lingkungan. Lingkungan menyangkut segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik fisik, biologis maupun sosial. 2. Pendidikan. Kegiatan pendidikan formal maupun informal berfokus pada proses belajar mengajar, dengan tujuan agar terjadi perubahan perilaku, yaitu dari tiak tahu menjadi tahu. 3. Agama. Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk ke dalam konstruksi kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam cara berpikir, bersikap, bereaksi, dan berperilaku individu 4. Sosial ekonomi. Contohnya keluarga yang status ekonominya bercukupan, akan mampu menyediakan segala fasilitas yang diperlukan, hal ini berpengaruh terhadap perilaku individu yang ada di dalam keluarga tersebut. 5. Kebudayaan. Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat-istiadat atau peradaban manusia. Hasil kebudayaan manusia akan memengaruhi perilaku manusia itu sendiri. 6. Faktor-faktor lain, yaitu susunan saraf pusat, persepsi dan emosi.

a. Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan (health behavior) dapat diartikan sebagai respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Skiner, 1938). Perilaku kesehatan pada garis besarnya dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Perilaku orang sehat agar tetap sehat dan meningkat (Healthy behavior). Perilaku ini mencakup perilaku-perilaku (Terbuka atau tertutup) dalam mencegah atau menghindari diri dari penyakit dan penyebab penyakit. Contohnya seperti : makan

dengan gizi seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, mencuci tangan menggunakan sabun, dan sebagainya. 2. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan,untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya (Health seeking behavior). Perilaku ini sering disebut juga dengan perilaku pencarian pelayanan kesehatan, dimana perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang atau anaknya bila sakit atau terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan atau terlepasnya dari masalah kesehatan tersebut. Biasanya individu akan mencari tempat penyembuhan atau fasilitas pelayanan kesehatan. Baik fasilitas atau layanan kesehatan tradisional (duku, sinshe, atau paranormal). Maupun modern atau profesional (Rumah sakit, puskesmas, poliklinik). Menurut Becker (1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan, dan membedakan menjadi 3, yaitu : a. Perilaku Sehat (healthy behavior). Yaitu perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatnnya. b. Perilaku Sakit (illness behavior). Merupakan perilaku yang berkaitan dengan kegiatan seseorang yang sakit dan atau terkena masalah kesehatan atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau teratasi masalah kesehatn yang lain. c. Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior). Orang sakit mempunyai peran (roles) dalam segi sosiologi, yang mencakup hak-haknya dan kewajibannya sebagai orang sakit. Menurut Becker perilaku peran orang sakit antara lain : 1. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan. 2. Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk memperoleh kesembuhan. 3. Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi nasihat-nasihat dokter atau perawat untuk mempercepat kesembuhannya. 4. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya, dan sebagainya. b. Teori Perilaku Kesehatan 1. Model Personal Perilaku a. Health Belife Model (HBM) Teori ini berkaitan dengan kepercayaan dalam hal kesehatan. Model ini dirancang untuk mendorong masyarakat melakukan tindakan ke arah kesehatan yang positif. Health Belief Model sebagai suatu pendekatan pendidikan yang didasarkan pada keperacayaan atau

persepsi yang dimiliki seseorang dengan kerentanannya terhadap penyakit. Kekuranggan atau kelemahan pada teori ini HBM lebih didasarkan pada penelitian terapan dibandingkan dengan pnelitian akademis. Kedua teori ini lebih didasarkan pada beberapa asumsi yang dapat diragukan seperti pemikiran bahwa setiap pilihan yang diambil berdasarkan perimbangan rasional. Ketiga HMB hanya memperhatikan keyakinan kesehatan. Keempat berkaitan dengan ukuran dari komponen – komponen HBM. Banyak studi menggunakan kosep operasional dan pengenalan yag berbeda

sehingga sulit dibandingan. Hal ini

menunjukkan hasil yang tercampur dan prediksi yang tidak konsisten. b. Teory of Planned Behavior (Teori Perilaku Berencana) Teori ini didasarkan pada perilaku akan berubah bergantung pada niat, ditentukan juga oleh sikap seseorang terhadap perilaku, norma sjektif dan anggapan kendali perilaku. Dengan kata lain jika seseorang beraggapan bahwa perialku yang akan dilakukan merupakan tingkah laku yang positif maka tingkah laku tersebut akan positif dipandang oleh orang lain. Niat kita untuk melakukan perilaku yang dipengaruhi oleh norma – norma sosial, seperti persepsi terhadap apa yang akan panutan lakukan atau apa yang diharapkan akan kita lakukan dalam situasi yang sama. Teori ini mengidentifikasikan maksud seseorang dalam menjalankan perilaku yang ditentukan.Hal ini dapat dilakuakn dengan mengidentifikasikan sikap terhadap perilaku tersebut yaitu alasan melakukan perilaku tersebut dan apa harapannya baik positif maupun negatif berkaitan dengan perilaku tersebut. Norma – norma subjektif seperti apa yang orang lain pikirkan berkaitan dengan prilaku tersebut.Control prilaku seberapa berat perilaku tersebut dirasakan dan dipertahankan

c. Tansteritical Stages of change Model Teori didasarkan pada asumsi bahwa perubahan perilaku merupakan suatu proses dan setiap orang berada dalam tingkatan yang berbeda yang berkaitan dengan motivasi dan kesiapan untuk berubah. Model ini jugs berpendapat bahwa manusia dapat berubah pada tahapan sebelumnya. Model ini mengidentifikasikan 6 tahapan atau tingkatan antra lain : 1. Prekontemplasi : Individu tidak berniat untuk mengubah perilaku. Bisa karena ketidaktahuan akan masalah yang timbul terkait dengan perbuatannya atau belum ada dorongan untuk berubah. 2. Kontemplasi : Individu telah menyadari apa masalah yang dialaminya dan sudah mulai memikirkan untuk melakukan perubahan perilaku, namun individu masih belum siap secara komitmen. Individu masih menimbang untung-rugi jika

melakukan perubahan. Proses ini bisa terjadi lama dan proses inilah yang mempengaruhi individu untuk terus bergerak ke arah perubahan atau berhenti untuk berubah. 3. Persiapan : Individu sudah benar-benar siap melakukan perubahan. Bila ada program-program seperti program untuk menurunkan berat badan, maka individu memiliki kebebasan untuk memilih. 4. Tindakan : Individu sudah melakukan perilaku perubahan, contohnya adalah mengurangi faktor resiko. 5. Pemeliharaan : Sudah terjadi perubahan yang bermakna dari perilaku individu dan sekarang diarahkan untuk mempertahankan perilaku perubahan tersebut. 6. Terminasi: Individu sudah dianggap berhasil melakukan perubahan dan perilaku baru telah diadopsi atau menjadi gaya hidup baru dari individu. Contoh sudah dapat mengatasi godaan atau menahan diri untuk tidak melakukan perilaku lama. 2. Model Interpersonal Perilaku Kesehatan a. Teori kognitif Sosial Glanz dan Rimer mengatakan bahwa dalam teori pembelajaran sosial perilaku manusia dijelaskan dalam tiga cara yang dinamis dan timbal balik dengan faktor – faktor personal, lingkungan dan perilaku yang terus menerus berinterakasi. Teori ini mengatakan bahwa seseorang tidak saja belajar dari suatu pengalaman mereka sendiri tetapi juga mengamati tindakan orang lain dan hasil dari suatu tindakan tersebut. Teori kognitif sosial memiliki 6 konsep yang sangat penting antara lain: b. Reciprocal Determinan( determina timbal balik ) : bahwa perubahan perilaku di tentukan oleh interaksi seseorang dengan lingkungan c. Behavioral Capability ( kapabilitas prilaku) : kemampuan seseorang untuk mengubah suatu perilaku melalui pengetahuan dan keterlampilan yang diperlukan untuk melakukan suatu perilaku yang diinginkan. d. Epectation (harapan) : sesuatu yang diharapkan seseorang sebagai hasil dari perubahanperilaku. e. Reinforcment ( dorongan) : tanggapan dari suatu perilaku seseorang yang dapat meningkatkan kesinambungan perilaku. Dorongan positif akan dialami bagaimana perasaaan seseorang terhadap cara mereka melihat dan merasakan. f. Self –efficacy (Keefektifan diri) : seseorang memiliki kemampuan untuk bertindak dan bertahan dengan usaha kita.

g. Observation Learning (pembelajaran observasi) : kemampuan belajar dalam mengamati orang lain. seseorang dapat melihat keberhasilan sekaligus kegagalan dan dampak positif serta negatif dari hasi pengamatan. Stress and Coping Suatu cara yang dilakukan untuk merubah lingkungan, situasi, atau masalah yang sedang dihadapi oleh suatu individu. Intinya adalah bagaimana suatu individu dapat menyikapi rangsangan atau stimulus yang dialaminya. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh seberapa besar tingkat stress yang dihadapi dan seberapa baik koping individu yang dia miliki. C. KONSEP PENDIDIKAN KESEHATAN DAN PROMOSI KESEHATAN 1. Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia yang meliputi komponen pengetahuan, sikap ataupun praktik yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat baik secara individu, kelompok maupun masyarakat, serta pendidikan kesehatan ini merupakan komponen dari program kesehatan (Suliha dalam Rizqiani, 2016) Tujuan pendidikan kesehatan Menurut WHO dalam Maulana (2009) tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku individu/kelompok di bidang masyarakat. Rumusan tujuan pendidikan kesehatan dapat berupa: 1) Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik kesehatan bertanggung jawab mengarahkan cara-cara hidup sehat menjadi kebiasaan hidup masyarakat sehari-hari. 2) Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat 3) Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada, tidak berlebihan dan tidak pula memanfatkan sarana pelayanan kesehatan a. Sasaran Berdasarkan pada program pembangunan indonesia, sasaran pendidikan kesehatan di Indonesia menurut Maulana (2009) sebagai berikut: 1) Masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat pedesaan. 2) Masyarakat dalam kelompok tertentu (wanita, pemuda, remaja. termasuk dalam kelompok khusus ini adalah kelompok lembaga pendidikan mulai dari TK sampai perguruan tinggi, sekolah agama swasta maupun negeri) 3) Sasaran individu dengan teknik pendidikan kesehatan

b. Ruang lingkup Ruang lingkup pendidikan kesehatan didasarkan pada aspek kesehatann, tatanan atau tempat pelakasanaan, dan tingkat pelayanan (Notoadmodjo dalam Maulana, 2009) 1) Aspek kesehatan Berdasarkan aspek kesehatan terdiri dari aspek promotif dan aspek pencegahan dan penyembuhan. Aspek promotif dimana derajat kesehatan individu atau kelompok yang sehat hanya perlu ditingkatkan dan dibina kesehatannya. Aspek pencegahan dan penyembuhan mencakup pencegahan tingkat pertama (primer) yaitu sasarannya kelompok resiko tinggi dan bertujuan menghindari mereka tidak jatuh sakit, pencegahan tingkat kedua (sekunder) yaitu sasarannya penderita penyakit kronis dan bertujuan untuk memberi penderita kemampuan mencegah penyakitnya bertambah parah, dan yang terakhir adalah pencegahan tingkat ketiga (tersier), dimana sasarannya berupa kelompok pasien yang baru sembuh dan bertujuan memungkinkan penderita segara pulih kembali dan mengurangi kecacatan seminimal mungkin. 2) Tatanan atau tempat pelakasanaan  Tatanan keluarga (orang tua)  Tatanan sekolah (guru)  Tatanan tempat kerja (pemilik, pemimpin atau manajer)  Tatanan tempat umum (para pengelola TTU)  Fasilitas pelayanan kesehatan (pimpinan fasilitas kesehatan) 3) Tingkat pelayanan c. Metode pendidikan kesehatan Metode pendidikan kesehatan adalah suatu cara dan alat-alat atau media yang dipakai pada setiap pelaksanaan promosi kesehatan (Notoadmodjo dalam Rizqiani, 2016). Metode ini dibagi menjadi 3 antara lain: 1) Individual Metode ini digunakan disaat klien dan peromoter berkomunikasi secara langsung. 2) Kelompok Metode ini digunakan pada kelompok kecil, kelompok besar dan massa. Kelompok kecil terdiri dari 6-15 orang dengan metode diskusi, roll play, simulasi yang biasanya untuk mengefektifkan metode ini perlu dibantu dengan alat bantu berupa media flip chart atau alat peraga yang lain sesuai kebutuhan. Kelompok besar terdiri dari 15-50 orang dengan metode ceramah dengan atau tanpa tanya

jawab, seminar, loka karya, dan menggunakan alat bantu yaitu overhead projector, slide projector, film, sound system, dan lain-lain. 3) Massa Metode ini biasanya dengan ceramah umum, misalnya di lapangan terbuka dan tempat-tempat umum. Penggunaan media massa elekteronik, misalnya radio dan televisi. Penggunaan media cetak dan media luar ruangan (spanduk, umbul-umbul, dan lain-lain). 2. Promosi Kesehatan Promosi kesehatan adalah proses advokasi kesehatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan baik di tingkat personal, swasta, maupun pemerintah. Selain itu, didefinisikan juga sebagai proses untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam meningkatkan

dan

mengendalikan

kesehatan,

maka

seseorang/kelompok

harus

mengidentifikasi dan menyadari aspirasi, mampu memenuhi kebutuhan dan mengubah lingkungannya (Ottawa Charter, 1986). Terdapat beberapa aspek penting dalam promosi kesehatan, di antaranya: 1.

Pemberdayaan (Empowerment)

2.

Perubahan gaya hidup (Life-style change)

3.

Peningkatan kesehatan (Health enhancement)

4.

Sehat (Well-being)

Dasar promosi kesehatan berasal dari domain yang merupakan area penting yang memengaruhi kesehatan. Adapun domain promosi kesehatan, yaitu: 1. Domain

biologis:

kerentanan

penyakit,

kebiasaan

kesehatan,

penggunaan

alkohol/obat-obatan, penuaan, genetik, etnis. 2. Domain psikologis: kesehatan mental, stres/krisis, sikap, pengetahuan diri, kesehatan keluarga. 3. Domain seksual: identitas gender, hubungan, nilai, konsep diri, kesehatan seksual. 4. Domain intelektual: pendidikan, kemampuan, vokasi, motivasi, genetik. 5. Domain spiritual: kesadaran diri, nilai personal, keyakinan, sistem keyakinan, holistik. 6. Domain politis: legislasi pensiun, sistem perawatan kesehatan, anggaran perawatan kesehatan. 7. Domain lingkungan: toksin, kecelakaan kerja, komunitas, penganiayaan, teroris. 8. Hubungan sosiologis: hubungan keluarga, pengaruh sosial, budaya, faktor ekonomi, kemampuan komunikasi.

9. Domain

teknologi:

inovasi

medis,

transplantasi,

peralatan

yang

dapat

mempertahankan kehidupan, alat penelitian, sistem polisi global, alat pengkajian, teknologi digital. Pengembangan suatu rancangan promosi kesehatan memerlukan metode dan teknik, yakni cara yang digunakan dalam setiap pelaksanaan promosi kesehatan. Berdasarkan sasarannya metode dan teknik promosi kesehatan dibagi menjadi 3 yaitu: a) Metode Promosi Kesehatan Individual Metode ini digunakan apabila seseorang yang mempromosikan kesehatan dapat berkomunikasi secara langsung dengan klien, baik bertatap muka maupun melalui sarana komunikasi lainnya.

b) Metode Promosi Kesehatan Kelompok Sasaran kelompok dibedakan menjadi 2 yaitu: 1. Metode promosi kesehatan untuk kelompok kecil, misalnya: dengan melakukan diskusi kelompok, saling mencurahkan pendapat. 2. Metode promosi kesehatan untuk kelompok besar, misalnya: metode ceramah yang diikuti dengan tanya jawab, seminar.

Promosi kesehatan keluarga juga termasuk ke dalam metode ini. Pender berpendapat bahwa keluarga ialah unit logis untuk pengkajian dan intervensi promosi kesehatan karena keluarga memiliki tanggung jawab (1) mengembangkan self-care dan dependent-care dalam keluarga, (2) memperkuat resilence antaranggota keluarga, (3) menyediakan sumber-sumber, dan (4) mempromosikan kesehatan individu ketika memelihara kebersamaan dalam keluarga (Pender, 2001). Peran perawat dalam pengkajian promosi kesehatan keluarga adalah untuk: 

Menyadari sikap dan perilaku keluarga terhadap promosi kesehatan dan pencegahan penyakit



Menyediakan role model bagi keluarga



Berkolaborasi dengan keluarga dalam pengkajian, peningkatan, dan evaluasi praktik kesehatan terkini



Memfasilitasi keluarga untuk pertumbuhan dan pengembangan perilaku



Membantu keluarga untuk mengidentifikasi perilaku berisiko



Membantu keluarga dalam pemecahan masalah serta pengambilan keputusan tentang pilihan gaya hidup dan promosi kesehatan



Memberikan penguatan untuk praktik perilaku kesehatan yang positif



Membantu keluarga mempelajari perilaku sebagai promosi kesehatan dan pencegahan penyakit



Menyediakan sarana komunikasi sebagai rujukan dan kolaborasi antara sumber komunitas dan keluarga



Menyediakan informasi kesehatan bagi keluarga.

c) Metode Promosi Kesehatan Komunitas (Masal) Sasaran promosi kesehatan komunitas dapat dilihat dari kelompok umur, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, sosial budaya, dsb. Sebelum melakukan promosi kesehatan, promotor kesehatan harus merancang pesan kesehatan yang akan disampaikan. Promosi kesehatan komunitas meliputi: 1.

Partisipasi komunitas;

2.

Pengkajian berdasarkan panduan pengkajian komunitas dan model perencanaan untuk menentukan masalah, sumber, persepsi, serta tindakan prioritas;

3.

Tujuan yang akan dicapai terukur (measurable) untuk faktor risiko, hasil kesehatan, kesadaran masyarakat, pelayanan dan proteksi;

4.

Intervensi yang komprehensif dan sesuai dengan budaya setempat;

5.

Monitoring dan evaluasi untuk menilai capaian tujuan.

Sedangkan metode yang dapat digunakan dalam promosi kesehatan komunitas di antaranya: 1. Ceramah umum, biasa dilakukan di lapangan terbuka dan tempat-tempat umum. 2. Penyampaian pesan melalui alat elektronik seperti radio dan televisi. 3. Penggunaan media cetak seperti koran, majalah, buku, selebaran, poster, dsb.

PEMBAHASAN KASUS Masalah kesehatan merupakan hal penting yang perlu diperhatikan bagi setiap individu, komunitas, atau masyarakat. Salah satu upaya dalam menjaga kesehatan adalah upaya promotive (promosi) dan preventive (pencegahan). Terkadang tidak semua orang mengetahui terkait tanda dan gejala timbulnya suatu penyakit. Oleh karena itu, menjadi penting pembentukan sebuah tim untuk mempromosikan atau memperkenalkan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan kepada individu, komunitas, atau masyarakat. Seperti yang terjadi dalam kasus diatas, yakni tenaga kesehatan seperti perawat Z yang bergabung membentuk sebuah tim dengan dinas kesehatan provinsi untuk melakukan program promosi kesehatan. Promosi kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Kemenkes, 2011). Namun, terdapat beberapa hal yang perlu direncanakan sebelum melakukan program promosi kesehatan. Diantaranya, langkah-langkah sebelum dapat melakukan kegiatan promosi kesehatan, model dan strategi promosi kesehatan yang akan digunakan, serta hal-hal yang penting untuk dievaluasi setelah kegiatan promosi kesehatan dilakukan.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan oleh tim promosi kesehatan, diantaranya : 1. Sasaran (Primer, sekunder, atau tersier) Sasaran primer yaitu pasien, individu sehat, dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat. Dalam kasus disebutkan bahwa daerah yang akan dijadikan sasaran promkes adalah daerah yang masih memiliki insidensi penyakit infeksi dan penyakit kronis yang cukup tinggi. Oleh karena itu, diperlukan promkes kepada setiap individu di daerah tersebut, baik individu yang sehat (preventif), yang sudah terkena penyakit (mencegah komplikasi), yang beresiko terkena, maupun keluarga dari tiap individu tersebut. Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa. Sedangkan sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Sasaran

sekunder dan tersier diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga).

2. Pengenalan kondisi wilayah Pengenalan kondisi wilayah dilakukan oleh fasilitator dan petugas Puskesmas dengan mengkaji data Profil Desa atau Profil Kelurahan dan hasil analisis situasi perkembangan desa/kelurahan. Data dasar yang perlu dikaji berkaitan dengan pengenalan kondisi wilayah, sebagai berikut: a. Data geografi dan demografi : Peta wilayah dan batas-batas wilayah, jumlah desa/kelurahan, jumlah RW, jumlah RT, jumlah penduduk, jumlah rumah tangga, tingkat pendidikan, mata pencaharian/jenis pekerjaan. b. Data kesehatan : -

Jumlah kejadian sakit akibat berbagai penyakit (Penyakit infeksi : ISPA, TBC, HIV/ AIDS, dan diare; Penyakit kronis : hipertensi, DM, jantung, dan rheumatic yang sering dijumpai di daerah tersebut).

-

Cakupan upaya kesehatan, seperti sarana air bersih dan jamban.

-

Jumlah dan jenis fasilitas kesehatan yang tersedia (Poskesdes, Puskesmas Pembantu, klinik).

-

Jumlah dan jenis Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang ada seperti Posyandu, kelompok pemakai air, kelompok arisan jamban, tabulin, dasolin.

-

Jumlah kader kesehatan/kader PKK, ormas/LSM yang ada.

3. Survei mawas diri Survei mawas diri adalah sebuah survei sederhana oleh para pemuka masyarakat dan perangkat desa/kelurahan, yang dibimbing oleh fasilitator dan petugas Puskesmas. Survei ini dilakukan dalam upaya membina peran serta masyarakat. Hal-hal yang diidentifikasi dalam survei ini adalah masalah-masalah kesehatan yang dihadapi atau mungkin (potensial) dihadapi masyarakat dan hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalahmasalah kesehatan tersebut, baik dari sisi kesehatan maupun dari sisi perilaku masyarakatnya.

4. Musyawarah desa/kelurahan Musyawarah desa/kelurahan bertujuan untuk :

-

Menyosialisasikan

tentang

adanya

masalah-masalah

kesehatan

yang

masih

diderita/dihadapi masyarakat. -

Mencapai kesepakatan tentang urutan prioritas masalah-masalah kesehatan yang hendak ditangani.

-

Mencapai kesepakatan tentang UKBM-UKBM yang hendak dibentuk baru atau diaktifkan kembali.

-

Memantapkan

data/informasi

potensi

desa

atau

potensi

kelurahan

serta

bantuan/dukungan yang diperlukan dan alternatif sumber bantuan/dukungan tersebut. -

Menggalang semangat dan partisipasi warga desa atau kelurahan untuk mendukung pengembangan kesehatan masyarakat desa/kelurahan.

-

Musyawarah Desa/Kelurahan diakhiri dengan dibentuknya Forum Desa, yaitu sebuah lembaga kemasyarakatan di mana para pemuka masyarakat desa/kelurahan berkumpul secara rutin untuk membahas perkembangan dan pengembangan kesehatan masyarakat desa/kelurahan.

-

Dari segi PHBS, Musyawarah Desa/Kelurahan bertujuan untuk menjadikan masyarakat desa/kelurahan menyadari adanya sejumlah perilaku yang menyebabkan terjadinya berbagai masalah kesehatan yang saat ini dan yang mungkin (potensial) mereka hadapi.

5. Perencanaan partisipatif Setelah diperolehnya kesepakatan dari warga desa atau kelurahan, Forum Desa mengadakan

pertemuan-pertemuan

secara

intensif

guna

menyusun

rencana

pengembangan kesehatan masyarakat desa/kelurahan untuk dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Desa/Kelurahan. Rencana Pembangunan Desa/Kelurahan mencakup sarana-sarana yang perlu diadakan atau direhabilitasi untuk mendukung terwujudnya PHBS di Rumah Tangga, berikut biaya yang dibutuhkan dan jadwal pengadaan/rehabilitasinya. Hal ini terkait dengan penyebaran infeksi di daerah tersebut yaitu ISPA, TBC, HIV/ AIDS, dan diare.

6. Pelaksanaan kegiatan Sebagai langkah pertama dalam pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan, petugas Puskesmas dan fasilitator mengajak Forum Desa merekrut atau memanggil kembali kader-kader kesehatan yang ada. Selain itu, juga mengupayakan sedikit dana (dana desa/kelurahan atau swadaya masyarakat) guna keperluan pelatihan kader kesehatan.

Selanjutnya, pelatihan kader kesehatan oleh fasilitator dan petugas Puskesmas dapat dilaksanakan. Segera setelah itu, kegiatan-kegiatan yang tidak memerlukan biaya operasional seperti penyuluhan dan advokasi dapat dilaksanakan. Sedangkan kegiatan-kegiatan lain yang memerlukan dana dilakukan jika sudah tersedia dana, apakah itu dana dari swadaya masyarakat, dari donatur (misalnya pengusaha), atau dari pemerintah, termasuk dari desa/kelurahan. Promosi kesehatan dilaksanakan dengan pemberdayaan keluarga yang didukung oleh bina suasana dan advokasi.

Model yang dapat digunakan oleh perawat Z dan tim promosi kesehatan, diantaranya: 1. Model Kesehatan Sosial dengan karakteristik: 

Membahas faktor-faktor penentu yang lebih luas dari kesehatan



Melibatkan kolaborasi antar-sektoral



Bertindak untuk mengurangi ketidakadiln sosial



Memberdayakan individu dan masyarakat



Bertindak untuk memungkinkan akses ke perawatan kesehatan.

2. Model Ekologi Kesehatan, dengan karakteristik: 

Mengakui adanya hubungan timbal balik antara perilaku kesehatan dan lingkungan dimana orang hidup, bekertja dan beraktivitas.



Menganggap lingkungan terdiri dari berbagai subsistem yaitu, mikro,meso, exo dan makro



Menekankan hubungan dan ketergantungan antar subsistem tersebut



Bersifat komprehensif, menggunakan kerangka kerja bersama untuk perubahan ditingkat individu dan lingkungan.

3. Pander’s Health Promotion Model Dalam kenyataannya persepsi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi motivasi mereka untuk memulai perilaku promosi kesehatan, oleh karena itu dalam model ini persepsi akan dirubah untuk mengontrol terhadap kesehatan, manfaat perilaku promosi kesehatan dan hambatan dalam melakukan perilaku kesehatan. Faktor yang mempengaruhi persepsi: a. Demografi: umur, ras dll. b. Karakter biologi: Tinggi badan, berat badan

c. Pengaruh interpersonal: harapan terhadap orang lain d. Situasional: makanan sehat e. Perilaku.

Strategi promosi kesehatan yang dapat digunakan oleh perawat Z dan tim promosi kesehatan, diantaranya: Menurut WHO (World Health Organization) : 

Advokasi. pendekatan terencana yang ditujukan kepada para penentu kebijakan dalam rangka mendukung suatu isu kebijakan yang spesifik. Advokasi yang berhasil akan menentukan keberhasilan kegiatan promosi kesehatan pada langkah selanjutnya sehingga keberlangsungan program dapat lebih tejamin.



Mediasi. kegiatan promosi kesehatan tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi harus melibatkan lintas sector dan lintas program. Mediasi berarti menjembatani “pertemuan” diantara beberapa sector yang terkait . Karenanya masalah kesehatan tidak hanya dapat diatasi oleh sektor kesehatan sendiri, melainkan semua pihak juga perlu peduli terhadap masalah kesehatan tersebut. Sebagai contoh, kegiatan promosi kesehatan terkait kebersihan lingkungan harus melibatkan unsure kimpraswil dan pihak lain yang terkait sampah.



Memampukan

masyarakat

(enable).

Kegiatan

pemberian

pengetahuan

dan

keterampilan kepada masyarakat agar mereka mampu menjaga dan memelihara serta meningkatkan kesehatannya secara mandiri. Kemandirian masyarakat dalam menjaga dan meningkatkan kesehatanya merupakan tujuan dari kegiatan promosi kesehatan.

Menurut Departemen Kesehatan RI adalah : a. Pemberdayaan Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu, keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau dan mampu mempraktikkan PHBS. Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat merupakan bagian yang sangat penting dan bahkan dapat dikatakan sebagai ujung tombak. Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek

attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Oleh sebab itu, sesuai dengan sasarannya dapat dibedakan menjadi pemberdayaan

individu,

pemberdayaan

keluarga

dan

pemberdayaan

kelompok/masyarakat. b. Bina Suasana Bina Suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, organisasi siswa/mahasiswa, serikat pekerja/karyawan, orang-orang yang menjadi panutan/idola, kelompok arisan, majelis agama dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku tersebut. Oleh karena itu, untuk memperkuat proses pemberdayaan, khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina suasana. Terdapat tiga kategori proses bina suasana, yaitu bina suasana individu, bina suasana kelompok dan bina suasana publik. Bina suasana individu dilakukan oleh individu-individu tokoh masyarakat. Dalam kategori ini tokoh-tokoh masyarakat menjadi individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan. Yaitu dengan mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut (misalnya seorang kepala sekolah atau pemuka agama yang tidak merokok). Lebih lanjut bahkan mereka juga bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu. Bina suasana kelompok dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga (RW), majelis pengajian, perkumpulan seni, organisasi Profesi, organisasi Wanita, organisasi Siswa/mahasiswa, organisasi pemuda, serikat pekerja dan lain-lain. Bina suasana ini dapat dilakukan bersama pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli. Dalam kategori ini kelompok-kelompok tersebut menjadi kelompok yang peduli terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau mendukungnya. Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut lalu bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan, mengadvokasi pihak-pihak yang terkait dan atau melakukan kontrol sosial terhadap individu-individu anggotanya. Bina suasana publik dilakukan oleh masyarakat umum melalui pengembangan kemitraan dan pemanfaatan media-media komunikasi, seperti radio, televisi, koran,

majalah, situs internet dan lain-lain, sehingga dapat tercipta pendapat umum. Dalam kategori ini media-media massa tersebut peduli dan mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan. Dengan demikian, maka media-media massa tersebut lalu menjadi mitra dalam rangka menyebarluaskan informasi tentang perilaku yang sedang diperkenalkan dan menciptakan pendapat umum atau opini publik yang positif tentang perilaku tersebut. Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai pendukung atau “penekan” (social pressure) oleh individu-individu anggota masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang sedang diperkenalkan. c. Advokasi Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini berupa tokoh-tokoh masyarakat (formal dan informal) yang umumnya berperan sebagai narasumber (opinion leader), atau penentu kebijakan (norma) atau penyandang dana. Juga berupa kelompok-kelompok dalam masyarakat dan media massa yang dapat berperan dalam menciptakan suasana kondusif, opini publik dan dorongan (pressure) bagi terciptanya PHBS masyarakat. Advokasi merupakan upaya untuk menyukseskan bina suasana dan pemberdayaan atau proses pembinaan PHBS secara umum. Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu (1) mengetahui atau menyadari adanya masalah, (2) tertarik untuk ikut mengatasi masalah, (3) peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah, (4) sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif pemecahan masalah dan (5) memutuskan tindak lanjut kesepakatan. Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencana, cermat dan tepat. d. Kemitraan Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun bina suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu digalang antar individu, keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh masyarakat, media massa dan lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar, yaitu (a) kesetaraan, (b) keterbukaan dan (c) saling menguntungkan.

Kesetaraan berarti tidak diciptakan hubungan yang bersifat hirarkhis. Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa masing-masing berada dalam kedudukan yang sama (berdiri sama tinggi, duduk sama rendah). Keadaan ini dapat dicapai apabila semua pihak bersedia mengembangkan hubungan kekeluargaan. Yaitu hubungan yang dilandasi kebersamaan atau kepentingan bersama. Bila kemudian dibentuk struktur hirarkhis (misalnya sebuah tim), adalah karena kesepakatan.

Pentingnya evaluasi setelah dilakukan kegiatan promosi kesehatan Evaluasi terkait dengan pengumpulan informasi dapat membantu penilaian tentang program, pelayanan, kebijakan atau kerjasama tim (Stufflebeam, 2001). Dalam konteks keperawatan, tujuan dari evaluasi promosi kesehatan dibagi dua, yaitu: a. Tujuan umum 1. Menjamin asuhan keperawatan secara optimal; 2. Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. b. Tujuan khusus 1. Mengakhiri rencana tindakan program promosi kesehatan; 2. Menyatakan tentang ketercapaian tujuan program promosi kesehatan; 3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan terkait program promosi 4. Memodifikasi rencana tindakan promosi; 5. Menentukan penyebab apabila tujuan promosi kesehatan belum tercapai.

Evaluasi promosi kesehatan meliputi: 

Empowering (pemberdayaan)



Participatory (partisipasi)



Holistic (holistik)



Intersectoral (intersektoral)



Equitable (adil)



Sustainable (berkelanjutan)



Multistrategy (multistrategi)

Jenis-jenis evaluasi promosi kesehatan: 

Evaluasi input, mencakup evaluasi terhadap segala input untuk mendukung terlaksananya kegiatan promosi kesehatan (jumlah ketersediaan pelaksana kegiatan promosi kesehatan/SDM, waktu persiapan, materi/pendanaan kegiatan).



Proses evaluasi, meliputi pencapaian, implementasi, dan kualitas kepuasan.



Evaluasi hasil, berfokus pada pengamatan objek kegiatan yang menimbulkan dampak jangka panjang dan efek awal dari hasil kesehatan, guna mengetahui seberapa berhasilkah promosi kesehatan terhadap perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku klien dalam menjalankan pola hidup sehat.



Evaluasi dampak, meliputi pengkajian terhadap tingkat keberhasilan penyelenggara promosi kesehatan dalam memengaruhi sasaran atau seberapa besar dampak yang ditimbulkan bagi masyarakat. Objek pengkajian mencakup dampak awal dari program promosi kesehatan.

Selain itu tindakan evaluasi dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu: 1. Evaluasi formatif Hasil observasi dan analisa promotor terhadap respon segera pada saat/setelah dilakukan tindakan keperawatan atau promosi kesehatan. Evaluasi ditulis pada catatan perawatan. 2. Evaluasi sumatif Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Evaluasi ditulis pada catatan perkembangan.

Penilaian evaluasi promosi kesehatan meliputi: 

Effectiveness: sejauh mana tujuan dan objektif telah tercapai.



Ketepatan: relevansi intervensi terhadap kebutuhan.



Penerimaan: menilai sensitivitas program yang dilakukan.



Efisiensi: terkait waktu, uang, dan sumber yang dikeluarkan dengan baik dan memberi manfaat.



Keadilan: ketentuan yang sama untuk kebutuhan yang adil.

Berikut ini tahapan dari evaluasi promosi kesehatan: 

Penggambaran program, kebijakan atau inisiatif yang diajukan

Identifikasi perencanaan program, tujuan program, target populasi, tujuan, intervensi, proses, dan indikator perubahan. 

Pengidentifikasian isu dan pertanyaan yang menjadi perhatian (gambaran evaluasi) Melibatkan stakeholders, mengklarifikasi tujuan evaluasi, mengidentifikasi pertanyaan kunci, mengidentifikasi sumber evaluasi.



Mendapatkan informasi yang dibutuhkan sebagai fokus rancangan evaluasi, metode pengumpulan data, dan mengembangkan instrumen pengumpulan data.



Pengumpulan data



Analisa dan evaluasi data



Pembuatan rekomendasi



Penyebaran hasil



Melakukan tindakan.

Dalam melakukan evaluasi promosi kesehatan, terdapat tantangan dan hambatan yang mungkin saja terjadi. Tantangan dalam evaluasi, di antaranya: 1. Kurang keahlian 2. Keterbatasan waktu dan sumber dalam tim atau individu 3. Keyakinan bahwa program akan sukses namun tanpa bukti 4. Tidak mengenal manfaat evaluasi 5. Takut akan hasil yang jelek tidak mendukung kelanjutan program 6. Evaluasi politik – seperti siapa yang menginginkan untuk mengetahui bagaimana program telah diimplementasikan dengan baik 7. Tidak ada klarifikasi tentang tujuan evaluasi terkait jenis evaluasi program yang dipilih tidak tepat 8. Biaya evaluator eksternal dan persepsi bahwa evaluasi ialah tipe penelitian yang hanya dilakukan di bawah ahli.

Sedangkan hambatan dalam evaluasi promosi kesehatan menurut South and Tilford (2000) terdiri atas: 1. Kontroversi tentang fakta alami dalam promosi kesehatan 2. Kesulitan membuktikan efektifitas 3. Kebutuhan penerimaan yang lebih besar dari pada teknik alternatif untuk bukti evaluasi 4. Tekanan pekerjaan dalam model kesehatan medis.

SUMBER : Bensley,Robert.2003.Metode Pendidikan Kesehatan Masyarakat.Jakarta: EGC. Dewi, Lia. 2010.Promosi Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Efendi, F., & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Fishbein M, Ajzen I. 1975. Belief, Attitude Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research.. New York: Addison-Wesley. Kementrian Kesehatan RI Pusat Promosi Kesehatan, 2011, Promosi Kesehatan Di Daerah Bermasalah Kesehatan Panduan Bagi Petugas Kesehatan Di Puskesmas, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Pdf. Maulana, Heri D.J., 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC Notoatmodjo.2005.Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi. Cet pertama, September, Jakarta :Penerbit Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan – Cet. Ke-2.Jakarta : Ranieka Cipta Novita, Nesi. 2011.Promosi Kesehatan dalam pelayanan kebidanan.Jakarta: Salemba Medika. Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC Depkes RI. 2006. Pedoman Promkes Bagi Perawat Kesmas. Jakarta : Depkes RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2006.Pedoman Bagi PerawatKesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes RI.

Promosi

Kesehatan

Efendi, F. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Heri, D. J. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.

Related Documents

Bab 2
June 2020 19
Bab 2
May 2020 26
Bab 2
May 2020 40
Bab 2
June 2020 23
Bab 2
April 2020 32
Bab 2
April 2020 37

More Documents from ""

Contoh Laporan Magang 2.docx
December 2019 20
Kasus 1 Repro 2.docx
April 2020 20
Cover.docx
May 2020 10
Bab 2 Cnp.docx
April 2020 13