Bab 1,2,3.docx

  • Uploaded by: Yayuk Canna
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1,2,3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,341
  • Pages: 14
BAB I PENDAHULUAN

1. Latar belakang Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang sangat besar baik dari segi kuantitas maupun keanekaragamannya. Sumberdaya tersebut paling tidak mencakub 37% dari spesies ikan didunia (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup,1994). Di wilayah perairan laut Indonesia terdapat beberapa jenis ikan bernilai ekonomis tinngi antara lain : Tuna, Cakalang, Udang, Tongkol, Tenggiri, Kakap, Cumi-cumi, Ikan-ikan karang (Kerapu, Baronang, Udang barong/Lobster), ikan hias dan kekerangan termasuk rumput laut (Barani,2004). Sektor perikanan tangkap mempunyai arti penting secara sosial dan ekonomi bagi rakyat Indonesia. Diperkirakan sebanyak 3.326.900 jiwa penduduk indonesia bekerja sebagai nelayan dengan rincian 2.573.300 jiwa sebagai nelayan dilaut dan 753.600 jiwa di perairan umum. (Data Statistik Perikanan Tangkap Indonesia, 2005). Potensi perikanan Simeulue yang menjanjikan tersebut juga telah menjadi salah satu komoditas utamam yang di eskpor keluar negeri. Dengan potensi yang dimiliki tersebut, maka secara langsung akan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Karena perikanan merupakan salah satu sumber pendapatan utama masyarakat di wilayah kepulauan tersebut. Potensi yang dimiliki tersebut juga akan berdampak langsung terhadap perekonomian di kabupaten Simeulue. Di mana pertumbuhan ekonomi di kabupaten tersebut

1

tumbuh fluktuatif. Kendati demikian, nilai PRDB Simeulue dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Kabupaten Simeulue adalah daerah kepulauan di Provinsi Aceh. Sebagai daerah kepulauan yang dikelilingi garis pantai yang panjang, Simeulue kaya akan potensi perikanan dan kelautan. Potensi perikanan di daerah tersebut terdiri dari ikan tangkapan laut dan budidaya. Di samping itu, juga terdapat potensi kelautan selain ikan, seperti pantai yang indah, terumbu karang, rumput laut, dan kandungan minyak dan gas bumi lepas pantai yang belum dieksplorasi. Banyak jenis ikan tangkapan laut dan budidaya yang terdapat di Simeulue, diantaranya Tuna/Cakalang, Tongkol, Kerapu, Tenggiri, Kembung, Kuwe, Kurisi, Selar, Lemuru, Ekor kuning, Alu-alu, Pari, Cumi- cumi, Gurita, Teri, Kepiting, Kakap, Lobster, Teripang, Hiu, dan ikan lainnya. (BPS Kabupaten Simeulu, 2016). Perikanan gurita di kecamatan Alafan Kabupaten Simeulue merupakan kategori perikanan yang memiliki nilai produksi yang tinggi. Berdasarkan data statistik dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Simeulue tahun 2017 hasil tangkapan gurita sebesar 306.96 ton/tahun. Jumlah produksi pada tahun 2017 baik itu ikan maupun gurita memiliki hasil perikanan yang cukub banyak, salah satunya yaitu gurita. Gurita di Simeulue sangat lah diminati oleh masyarakat karena daging gurita yang sangar gurih dan memiliki kandungan gizi rendah kalori dan lemak sehingga membuat harganya semakin tinggi maka dari itu masyarakat nelayan di simeulue memiliki ide untuk menciptakan alat untuk menangkap gurita sebagai alat bantu untuk mudah menangkap gurita.

2

1.1. Rumusan Masalah Penelitian 1. Bagaimana tingkat ekonomi potensi gurita ( Octopus sp ) di kecamatan Alafan? 2. Bagaimana pengaruh potensi ekonomi gurita ( Octopus sp ) di kecamtan Alafan.

1.2. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui nilai potensi ekonomi gurita ( Octopus sp) di kecamatan Alafan. 2. Untuk mengetahui masalah atau kendala nelayan gurita ( Octopus sp) di kecamatan Alafan.

1.3. Manfaat Penelitian 1.

Agar kita dapat mengetahui secara langsung bagaimana tingkat potensi ekonomi Gurita ( Octopus sp ) di kecamatan Alafan.

2.

Sebagai referensi bagi penulis lainnya yang akan melakukan penelitian selanjutnya berkenaan dengan tingkat potensi ekonomi gurita Gurita ( Octopus sp ) di kecamatan Alafan.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Potensi Ekonomi Perikanan 2.1.1. Sumberdaya Perikanan Potensi sumberdaya perikanan disuatu perairan selalu dikaitkan dengan produksi hasil tangkapan per unit usaha dalam kegiatan perikanan tangkap. Menurut Dirjen Perikanan Tangkap (2003) perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan hewan atau tanaman air yang hidup di laut atau perairan umum secara bebas. Pemanfaatan sumberdaya (produksi) ikan terkait dengan kelestarian sumberdaya perikanan, maka semua kebijakan yang diterapkan mempertimbangkan keberadaan sumberdaya dalam jangka waktu yang relatif lama. Ketentuan Umum Undang-Undang No. 9 Tahun 1985 tentang perikanan, bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan adalah semua upaya termasuk kebijakan dan non kebijakan yang bertujuan agar sumberdaya itu dapat dimanfaatkan secara optimal dan berlangsung secara terus-menerus.

2.1.2. Potensi Perikanan Sumberdaya gurita saat ini sudah mulai dikembangkan di Indonesia. Nilai produksi gurita Indonesia pada tahun 2010 sebesar 10860 ton, terbesar keempat di Asia (Jereb et al. 2016). Pada bulan Mei 2017, Indonesia melakukan ekspor perdana gurita sebanyak 30 ton ke Jepang (Kementerian Kelautan dan Perikanan

4

Republik Indonesia 2017). Potensi sumberdaya gurita Indonesia cukup tinggi dan dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai komoditas ekspor. Perikanan tangkap dan budidaya memiliki kontribusi dalam memperbaiki gizi, ketahanan pangan, dan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang (Allison,

Bush, Leschen, & Williams, 2016). Hal senada juga diungkapkan

(Teh&Sumaila, 2011), yang mengatakan bahwa perikanan laut berkontribusi terhadap ekonomi global, mulai dari penangkapan ikan hingga penyediaan layanan pendukung untuk industri perikanan. Oleh karena itu perdagangan global produk perikanan berperan penting dalam proses pengambilan dan penggunaan ikan yang akan menjadi bagian penting dari transisi menuju perikanan berkelanjutan (Bellmann, Tipping, & Sumaila, 2016)

2.1.3. Gurita Secara umum karakteristik gurita adalah sebagai berikut. Gurita memiliki delapan lengan yang menempel pada kepala, memiliki mulut berbentuk paruh, memiliki dua baris penghisap (suckers) di bawah tiap lengan, dan memiliki lengan hectocotylus pada jenis jantan (Thomas 2014). Gurita dapat ditemukan di perairan laut di seluruh dunia (Conners dan Jorgensen 2007 dalam Bagaskoro, 2018 ), dengan habitat di dasar perairan berkarang dan berpasir. Gurita memiliki penyebaran mulai dari perairan pantai hingga kedalaman 1000 m (landas kontinen) (Evayani 2004). Gurita (Genus Octopus) merupakan anggota famili Octopodidae. Nama genus ini berasal dari bahasa Yunani octo (delapan) dan podos (kaki). Menurut Bouchet dan Gofas (2015), jumlah spesies gurita pada genus Octopus mencapai

5

301 spesies.Terdapat dua spesies valid gurita anggota genus Octopus yang ditemukan di Indonesia, yaitu Octopus cyanea (Ghofar 1999) dan Octopus pyru (Norman et al. 1997).

2.1.4. Produk Perikanan Komuditi Ekspor Pada tahun 2015 nilai ekspor hasil perikanan ditargetkan sebesar USD 5,86 miliar. Secara kumulatif nilai ekspor hasil perikanan Indonesia periode Januari-Desember 2015 mencapai USD 3,95 Milyar (data sementara s/d Desember 2015), atau tercapai 67,41%. Komoditas utama ekspor hasil perikanan tahun 2015 adalah udang (41%), TTC (15%), kepiting/rajungan (8%), rumput laut (5%), dan cumi-cumi/gurita/sotong (5%). Pencapaian nilai ekspor hasil perikanan tahun 2015 menurun 14,87% apabila dibandingkan dengan nilai ekspor tahun 2014, yang mencapai USD 4,64 miliar. Namun demikian beberapa komoditas perikanan unggulan ke negara-negara tujuan utama, seperti komoditas Tuna, kinerja ekspornya menunjukan kinerja yang positif di negara tujuan Amerika Serikat. Membaiknya kinerja perdagangan komoditas tuna terlihat dari terus tumbuhnya kontribusi Indonesia dalam memasok kebutuhan komoditas Tuna USA. Pada periode Januari - September 2014-2015, pertumbuhan impor TTC di USA dari Indonesia mencapai 26,71% (dalam volume) dan 31,49% (dalam nilai). Dalam hal ini Thailand dan Filipina bahkan menunjukan pertumbuhan yang negatif (UN Comtrade 2015).

6

Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Per Jenis Komoditas Tahun 2015

1

Udang

Volume ( Ton ) 193,133

2

Tuna-Tongkol-Cakalang

173,140

587,699

3

Kepiting-Rajungan

23,926

314,180

4

Rumput Laut

216,356

210,790

5

Cumi-cumi-sotong-gurita

98,993

212,649

6

Tilapia

14,735

89,817

7

Lobster

2,578

30,873

8

Kerapu

7,035

33,396

9

Ikan hias

1,465

19,658

10

Mutiara

29

31,239

11

Kekerangan

20,759

12

Lainnya Jumlah

7,812 345,557 1,084,757

NO

Komoditas

Nilai ( USD 000 ) 1,627,052

778,280 3,956,392

Hewan bertulang belakang adalah makhluk di bumi yang mampu berlari paling cepat, berenang dengan baik dan terbang paling tinggi. Semua ini karena keberadaan kerangka yang terbuat dari bahan keras dalam tubuh mereka, misal berupa tulang-belulang yang kokoh. Tulang berfungsi sebagai penyangga kuat bagi otot-otot yang menegang dan mengendur, yang dapat melakukan gerakan terusmenerus melalui persendian yang dapat berputar. Hewan tak bertulang belakang bergerak dengan kecepatan lebih rendah dibanding hewan bertulang belakang. Ini dikarenakan struktur tubuh mereka yang tidak bertulang. Gurita bukanlah perenang sejati, gurita menghabiskan sebagian besar waktunya dengan berjalan melintasi bebatuan dan lembah curam di laut dalam. Kulit bagian dalam gurita tersusun atas banyak lapisan otot yang saling bertumpukan. Susunan otot

7

yang saling memperkuat dan saling menyeimbang ini memungkinkan gurita melakukan beragam gerakan. Kata invertebrata berarti binatang tanpa tulang belakang. Namun, tidak semua invertebrata sepenuhnya bertubuh lunak atau tak berpenyangga. Ada yang berkulit luar keras. Kulit ini bukan hanya berperan sebagai pelindung tetapi juga dapat membentuk semacam kerangka di luar tubuh, seperti siput dan remis besar. Sebagian besar binatang tanpa tulang belakang berukuran kecil. Banyak yang hidup di air, yang mendukung mereka. Pada lahan yang kering, binatang besar tak akan 6 dapat membawa cangkang beratnya yang diperlukan untuk perlindungan (Harun, et.al.2007: 150). Sumberdaya di wilayah pesisir terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih dan sumber daya alam yang tidak dapat pulih, sumber daya yang dapat pulih meliputi sumberdaya perikanan ( Plankton, benthos, ikan, moluska, krustasea, mamalia laut), rumput laut ( seaweed ), padang lamun ; hutan mangrove; dan terumbu karang. Sedangkan sumberdaya tak dapat pulih antara lain, mencakub minyak dan gas, bijih besi, pasir timah, bauksit, dan mineral serta bahan tambang lainnya ( Dahuri, 2004 ).

2.1.5. Kerangka Pemikiran Penelitian 2.1.5.1. Nilai Produksi Gurita ( Ekspor ) Gurita dan ikan teri merupakan salah satu makanan laut yang banyak digemari baik oleh konsumen lokal maupun konsumen internasional. Negara tujuan ekspor gurita dan ikan teri adalah Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan, Taiwan, dan Hong Kong. Indonesia saat ini berada di peringkat ke-11 sebagai

8

pengekspor gurita ke Jepang pada tahun 2012 (Vietnam Association of Seafood Exporters and Producers, 2012). Berdasarkan data statistik tahunan perikanan tangkap Sulawesi Tenggara (KKP, 2010), sejak tahun 2007 sampaidengan 2009, volume ekspor gurita mencapai 3.104 ton. Adapun pada tahun 2009, terjadi penurunan sebesar 32% dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 1.242 ton. Penurunan dalam jumlah ekspor gurita mayoritas

disebabkan turunnya hasil

tangkapan nelayan karena pengaruh cuaca yang kurang baik sehingga nelayan hanya melakukan penangkapan ikan di laut dangkal.

2.1.5.2. Alat tangkap Gurita Sesuai dengan namanya, jenis alat pancing ini ditujukan untuk menangkap gurita (octopus). Kita tahu, gurita merupakan salah satu komuditi mahal bagi restoran yang menyajikan “sea foods” maupun hidangan “sabu-sabu” yang harganya cukup “waaah”.pancing gurita ini sangat spesifik, karena pada badan alat pancingnya terdapat sekian banyak mata kail yang melengkung dan mencuat ke atas. Melalui tali pancing yang panjang, maka alat pancing yang bermata banyak tersebut diturunkan pada lokasi yang diduga banyak dihuni gurita, yang umumnya pada karang bergua-gua batu, sedikit disebelah atas mata pancing tersebut ditautkan beberapa ikan umpan pada tali pancing. Manakala gurita tengah sibuk memakan umpan-umpan tadi, melalui sentakan mendadak, akan memungkinkan gurita akan tersangkut pada mata pancing. 2.1.5.3. Manfaat Gurita Gurita memang sudah lama dikenal sebagai makanan dari laut, tetapi belum memasyarakat seperti hewan kerabatnya antara lain cumi-cumi dan sotong.

9

Beberapa penelitian ilmiah membuktikan bahwa Cephalopoda merupakan hewan laut yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang bergizi karena mengandung protein dengan kadar yang lebih tinggi, dibandingkan dengan zat-zat lain yang terdapat didalam hewan tersebut. Selain itu daging Cephalopoda juga mengandung lemak, kalsium, fosfor dan zat organik lain. Di beberapa negara seperti Jepang, Spanyol, Italia dan Filipina, gurita telah benar-benar dikenal sebagai makanan, walaupun belum dikenal secara luas. Penduduk Indonesia yang bermukim di sekitar pantai yang mayoritas nelayan telah memanfaatkan gurita sebagai bahan pangan. Penangkapan gurita dilakukan pada saat air laut surut rendah dengan cara mengais di rataan terumbu yang nyaris tanpa air. Selain dikonsumsi sendiri sebagian dari hasilnya dijual di pasar lokal dalam keadaan masih segar, dikeringkan ataupun telah diasap.

10

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini direncanakan pada bulan April 2019, di Kecamatan Alafan, Kecamatan Simeulue Barat dan Kecamtan Salang.

3.2. Alat Adapun alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah lembar kuisioner, buku tulis, pulpen dan kamera foto. tempat penelitian yaitu di Kecamatan Alafan.

3.3. Metode Penelitian Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data Primer. 1.

Data Primer adalah data yang di peroleh atau dikumpulkan langsung dari hasil survei, wawancara dan quesioner ( Nelayan/masyarakat pesisir ) di kecamatan Alafan.

2.

Data Skunder adalah Data yang diperoleh atau di kumpulkan oleh orang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini, biasanya diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan-laporan penelitian terdahulu. Data skunder juga disebut data tersediah.

11

3.4. Analisis Data Analisis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara dan dokumentasi dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarakan indikator –indikator yang ada. Data tersebut kemudian dianalisis dan disajikan ke dalam bentuk tabel. Data Primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung dilapangan. Contoh data primer adalah data yang diperoleh dari responden melaului obseravasi (Pengamatan), atau juga data hasil wawancara (interview) peneliti dengan nara sumber secara langsung (Uma Sekaran, 2006). Data Skunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Contoh data skunder misalnya cacatan atau dokumntasi perusahaan berupa gaji, laporan keuangan, laporan pemerintah, data yang diperoleh dari referensi, majalah, dan lain sebagainya (Ums Sekaran, 2006). Menurut Nawawi (2005: 63), Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan objek penelitian ( seseorang lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana. Sedangkan penelitian kuantitatif menurut suharsimi Arikunto (2010), merupakan metoda pengumpulan, menafsirkan dan menampilkan data. Menurut Sugiyono (2008), Penelitian desktiptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain.

12

3.5. Rancangan Pengolahan Data Tabel. Pengolahan Data Penelitian No

Tujuan

Variabel

Analisis

Responden

1.

Potensi Ekonomi

- Nilai Produksi

Deskriptif

- 30 orang

Gurita

- Harga Ekspor

Kuantitatif

- R1 = Nelayan 10 - R2 = Pedagang 5

2.

Masalah dan

- Alat Tangkap

Kendala

- Harga Ekspor

13

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2016). Kabupaten Simeulue Dalam Angka (Simeulue Regency In Figures) 2016. Simeulue: Badan Pusat Statistik. Bouchet P, Gofas S. 2015. Octopus Cuvier, 1798 [internet]. [diacu 2017 Juni 2]. Tersedia Bagaskoro B. 2018. Indentifikasi morfologi dan molekuler pada gurita ( Genus octopus cuvier, 1798 ) yang ditangkap di pelabuhan Ratu, suka bumi, jawa barat. Dahuri. 2004. Penegelolaan Sumber Daya wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta . Evayani J. 2004. Deskripsi perikanan gurita di perairan Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Jereb P, Roper CFE, Norman MD, Finn J. 2016. Cephalopods of the World - An Annotated and Illustrated Catalogue of Cephalopod Species Known to Date. Volume ke-3. Roma (IT): FAO. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004. Salas S, Sumaila UR, Pitcher T. (2004). Shortterm Decision of Small-scale Fishers Selecting Alternative Target Species: a Choice Model. Can .J. Fish. Aquat. Sci. 61: 374-383. Sugiyono. 2008. Metodologi penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R& D. Bandung: Alfabeta.

14

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Foto Kegiatan Praktikum.docx
December 2019 29
Bab 1,2,3.docx
December 2019 20
Makalah Ikan Bilihh.docx
December 2019 25
Zooplankton.pptx
December 2019 21