KAJIAN DAN PEMETAAN EKOREGION KOTA PALU
1.1.
LATAR BELAKANG Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumberdaya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia serta keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia
dan
perilakunya,
yang
mempengaruhi
kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (UUPPLH Nomor 32 tahun 2009). Ruang lingkup secara keseluruhan dapat simpulkan bahwa lingkungan hidup tersusun atas 3 (tiga) komponen utama, yaitu: komponen abiotik (lingkungan fisik), komponen biotik (lingkungan hayati atau flora-fauna) dan komponen kultural (lingkungan manusia dan perilakunya, meliputi aspek sosial, ekonomi, dan budaya) dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Hubungan Keterkaitan Lingkungan A-B-C DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA PALU
11
KAJIAN DAN PEMETAAN EKOREGION KOTA PALU
Pada tataran pencapaian pembangunan saat ini masih berorientasi dengan pertumbuhan ekonoimi dan capaian kesejahteraan yang tinggi, dan belum memperhatikan lingkungan. Keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan yang tidak seimbang akan berdampak buruk pada lingkungan dan masalah lingkungan akan terus bertumpuk. Oleh karena itu, maka sebagai upaya mewujudkan pengendalian pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA), pengendalian kerusakan dan pencemaran serta pelestarian fungsi lingkungan hidup, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memandatkan perlu diperkuatnya Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). RPPLH terdiri dari empat muatan, yaitu: (1) pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam; (2) pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup; (3) pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam; dan (4) adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Upaya memperkuat RPPLH tersebut, maka Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 memandatkan untuk menyusun RPPLH harus berbasis ekoregion yang mempertimbangkan karakteristik wilayah. Maka, pada tahun 2018 Pemerintah Kota Palu melalui Dinas Lingkungan Hidup Kota Palu menyelenggarakan penyusunan Dokumen Kajian dan Pemetaan Ekoregion Kota Palu Tahun 2018. Ekoregion adalah geografis ekosistem, artinya pola susunan berbagai ekosistem dan proses di antara ekosistem tersebut yang terikat dalam suatu satuan geografis. Penetapan ekoregion menghasilkan batas (boundary) sebagai satuan unit analisis dengan mempertimbangkan ekosistem pada sistem yang lebih besar. Penetapan ekoregion tersebut menjadi dasar dan memiliki peran yang sangat penting dalam melihat
DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA PALU
12
KAJIAN DAN PEMETAAN EKOREGION KOTA PALU
keterkaitan, interaksi, interdependensi dan dinamika pemanfaatan berbagai sumberdaya alam antar ekosistem di wilayah ekoregion. Penyusunan Ekoregion perlu memperhatikan keragaman dan karakteristik fungsi ekologis, kepadatan penduduk, sebaran potensi SDA, kearifan lokal dan aspirasi masyarakat serta perubahan iklim. Analisis berbasis ekoregion yang mempunyai karakteristik tertentu, akan memperkuat dalam mewujudkan pula arah penekanan perbedaan RPPLH pada pulau-pulau besar maupun kepulauan yang mempertimbangkan aspek darat dan laut. Secara prinsip, pendekatan ekoregion juga bertujuan untuk memperkuat dan memastikan terjadinya koordinasi horisontal antar wilayah administrasi yang saling bergantung (hulu-hilir) dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang mengandung persoalan pemanfaatan, pencadangan sumber daya alam maupun permasalahan lingkungan hidup. Selain itu, pendekatan ekoregion mempunyai tujuan agar secara fungsional dapat menghasilkan RPPLH, pemantauan dan evaluasinya secara bersama antar sektor dan antar daerah yang saling bergantung, meskipun secara kegiatan operasional pembangunan tetap dijalankan sendiri-sendiri oleh sektor/dinas dan wilayah administrasi sesuai kewenangannya masing-masing. Dasar pendekatan ini juga akan mewujudkan penguatan kapasitas dan kapabilitas lembaga (sektor/dinas) yang disesuaikan dengan karakteristik dan daya dukung sumber daya alam yang sedang dan akan dimanfaatkan. Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan bahwa terdapat 8 (delapan) pertimbangan untuk penetapan ekoregion, yaitu (a) karakteristik bentang alam; (b) daerah aliran sungai; (c) iklim; (d) flora dan fauna; (e) ekonomi, (f) kelembagaan masyarakat; (g) sosial budaya, dan (h) hasil inventarisasi lingkungan hidup.
DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA PALU
13
KAJIAN DAN PEMETAAN EKOREGION KOTA PALU
1.2.
RUMUSAH PERMASALAHAN Palu adalah Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah. Kota Palu merupakan kota lima dimensi yang terdiri atas lembah, lautan, sungai, pegunungan dan teluk. Koordinatnya adalah 0,35–1,20 LU dan 120–122 BT. Kota Palu dilewati garis khatulistiwa. Bentangalam Kota Palu membentang memanjang dari Timur
ke
Barat
dengan
luas
wilayah
395,06
km²,
(https://id.mwikipedia.org/wiki/Kota_Palu, di unduh 13 september 2018). Secara geologis, orientasi fisiografi Kota Palu berhubungan dengan proses struktur yang terjadi serta jenis batuan yang menyusun Kota Palu, di mana sisi kiri dan kanan Kota Palu merupakan jalur patahan utama, yaitu patahan Palu-Koro serta wilayahnya di susun oleh batuan yang lebih keras dibanding material penyusun bagian lembah. Berdasarkan hubungan geologi tersebut, geomorfologi Kota Palu dapat dibagi kedalam tiga satuan geomorfologi, yaitu : 1. Satuan Geomorfologi Dataran, dengan kenampakan morfologi berupa topografi tidak teratur, lemah, merupakan wilayah dengan banjir musiman, dasar sungai umumnya meninggi akibat sedimentasi fluvial. Morfologi ini disusun oleh material utama berupa aluvial sungai dan pantai. Wilayah tengah Kota Palu didominasi oleh satuan geomorfologi ini. 2. Satuan Geomorfologi Denudasi dan Perbukitan, dengan kenampakan berupa morfologi bergelombang lemah sampai bergelombang kuat. Wilayah kipas aluvial (aluvial fan) termasuk dalam satuan morfologi ini. Di wilayah Palu morfologi ini meluas di wilayah Palu Timur, Palu Utara, membatasi antara wilayah morfologi dataran dengan morfologi pegunungan. 3. Satuan Geomorfologi Pegunungan Tebing Patahan, merupakan wilayah dengan elevasi yang lebih tinggi. Kenampakan umum berupa tebingDINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA PALU
14
KAJIAN DAN PEMETAAN EKOREGION KOTA PALU
tebing terjal dan pelurusan morfologi akibat proses patahan. Arah pegunungan ini hampir utara-selatan, baik di timur maupun di barat dan menunjukkan
pengaruh
struktur/tektonik
terhadap
bentuk
kini
morfologi Kota berupa lembah. Umumnya wilayah ini bukan merupakan wilayah hunian. Berdasarkan Peta Geologi Tinjau (Dit. Geologi Bandung, 1998), Kota Palu dibentuk dari formasi dasar, yaitu: tanah Alluvium dan endapan pasir yang memanjang di sepanjang pantai sebelah utara kota dicirikan oleh banyaknya material pasir untuk bahan bangunan. Molasa Celebes dan Sarasin berupa konglomerat, batu pasir, batu lumpur, batu gamping, koral, dan napal yang tersebar dari arah utara sampai selatan Kota Palu. Stratografi dan litologi yang menyusun wilayah Kota Palu terdiri dari Kompleks Batuan Metamorf, Batuan Molase, Granit dan Granodiorit, Endapan Sungai dan pantai. Tektogenesis dan kondisi geomorfologi tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap kondisi ekoregion, karakteristik dan potensi sumberdaya alam (baik hayati maupun non hayati), pola adaptasi dan perilaku manusia dalam memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada, serta berbagai permasalahan lingkungan yang dapat terjadi. Permasalahan lingkungan akan timbul dan terjadi setiap saat yang diakibatkan oleh manusia yang tidak mengenal secara baik karakteristik lingkungan di sekitarnya, sehingga manusia cenderung memanfaatkan sumberdaya alam menurut takaran atau kemauannya sendiri-sendiri. Kondisi ini menujuk ke arah pemenuhan kebutuhan ekonomi, tanpa lebih jauh mempertimbangkan kelestarian fungsinya sebagai suatu ekosistem. Ekosistem merupakan rumah tangga makhluk hidup, yang di dalamnya terjadi saling terkait dan bergantung antar komponen penyusunnya, sehingga apabila salah satu komponen atau variabel dalam lingkungan DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA PALU
15
KAJIAN DAN PEMETAAN EKOREGION KOTA PALU
terganggu, maka komponen yang lain juga akan terganggu. Terganggunya komponen lingkungan tersebut akan menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem. Hal ini jelas akan mempengaruhi keberlangsungan ekosistem itu secara lestari. Akibatnya muncul gejala-gejala atau fenomena alam yang bersifat negatif, yang dikatakan sebagai masalah lingkungan. Munculnya permasalahan lingkungan yang bersifat negatif atau merugikan tersebut
disebabkan
karena
ketidakfahaman
manusia
terhadap
karakteristik lingkungan di sekitarnya. Berbagai permasalahan lingkungan ini akan menjadi akut atau berulang kejadian setiap tahun, apabila tidak segera dicari solusi yang lebih arif terhadap lingkungan tersebut. Hal ini jelas akan menganggu gerak laju pembangunan wilayah pada masamasa yang akan datang. Merumuskan solusi pemecahan masalahan lingkungan yang lebih arif, harus dikenali lebih jauh karakteristik dan permasalahan lingkungan yang ada di sekitar kita selama ini, yang dapat diwujudkan dalam bentuk “Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”. Sejalan dengan hal tersebut diperlukan adanya informasi secara terus menerus dan lengkap mengenai potensi, lokasi, sebaran, waktu, dan pendayagunaan sumberdaya alam, sumberdaya buatan, maupun aspekaspek
sosial budaya masyarakat secara optimal. Informasi tersebut
menggambarkan potensi dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara menyeluruh. Salah satu kegiatan yang terkait dengan Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup, peningkatan akses informasi sumberdaya alam dan lingkungan kepada masyarakat atau stakeholders lainnya. Berdasarkan konsep dasar dan pemikiran tersebut, maka diperlukan upaya sejak dini yang memprakarsai untuk menyusun wilayah ekoregion dan inventarisasi lingkungan hidup berbasis Sistem Informasi Geografis. DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA PALU
16
KAJIAN DAN PEMETAAN EKOREGION KOTA PALU
Oleh karena itu, untuk menindaklanjuti dan merealisasikan misi pembangunan tersebut, sudah semestinya diawali dengan ”Kajian dan Pemetaan Ekoregion Kota Palu” sebagai data dan informasi dasar bagi perencanaan pembangunan, yang disajikan secara spasial dalam bentuk sistem informasi geografis. 1.3.
MAKSUD DAN TUJUAN Maksud adan tujuan dari Kegiatan Pekerjaan Jasa Konsultasi Kajian dan Pemetaan Ekoregion Kota Palu adalah menyediakan data dan informasi lingkungan hidup yang digunakan sebagai kerangka dasar bagi Pemerintah Kota Palu dalam rangka penyusunan Rencana Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan sebagaimana amanah Pasal 5 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
yang
menyatakan
bahwa
perencanaan
perlindungan
dan
pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan salah satunya melalui tahapan penetapan ekoregion. 1.4.
TARGET / SASARAN Target ataupun sasaran dari kegiatan ini adalah Terlaksananya kajian dan pemetaan ekoregion Kota Palu untuk menjamin ketersediaan data yang dipergunakan sebagai dasar perencanaan pembangunan berkelanjutan di Kota Palu.
1.5.
HASIL YANG INGIN DICAPAI 1. Tersusunnya Dokumen Kajian dan Pemetaan Ekoregion Kota Palu yang terdiri atas 3 (tiga) laporan utama, yaitu: Laporan Pendahuluan, Laporan Kemajuan, dan Laporan Akhir, serta Album Peta.
DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA PALU
17
KAJIAN DAN PEMETAAN EKOREGION KOTA PALU
a. Laporan Pendahuluan Laporan ini merupakan penjabaran atau penafsiran lebih lanjut dari Kerangka Acuan Kerja (KAK), yang berisi: latar belakang, permasalahan, maksud dan tujuan, manfaat, metode dan pendekatan penelitian, gambaran umum wilayah kajian, organisasi pelaksana dan rancangan kerja. Laporan Pendahuluan diketik spasi 1,5 dalam format kwarto, dicetak dan dijilid sebanyak 3 (tiga) eksemplar; b. Laporan Kemajuan Laporan ini berisi data dan dokumentasi hasil survei lapangan dan instansional secara lengkap dan terperinci. Laporan Kemajuan diketik spasi 1,5 dalam format kwarto, dicetak dan dijilid sebanyak 3 (tiga) eksemplar; c. Laporan Akhir Laporan Akhir merupakan laporan lengkap sebagai hasil akhir dari seluruh rangkaian kegiatan, yang berisi: data hasil survei lapangan dan instansional, interpretasi dan analisis data, penyusunan laporan dan pemetaan. Laporan Akhir diketik spasi 1,5 dalam format kwarto, dicetak dan dijilid sebanyak 4 (empat) eksemplar, yang sebelumnya dilakukan pembahasan Draf Laporan Akhir oleh Tim Evaluasi. Laporan Akhir ini dilengkapi dengan peta-peta berwarna format A3; d. Album Peta Album Peta merupakan buku yang berisi tentang ringkasan hasil kajian secara padat dan sistematis, yang dilengkapi dengan peta-peta berwarna skala dasar 1 : 50.000 format A1. Album peta dicetak dan dijilid sebanyak 4 (empat) eksemplar. 2. Terlaksananya presentasi hasil Kajian dan Pemetaan Ekoregion Kota Palu.
DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA PALU
18
KAJIAN DAN PEMETAAN EKOREGION KOTA PALU
1.6.
LANDASAN HUKUM Berbagai peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar hukum formal untuk mendukung program kegiatan ini, meliputi: a. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan b. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; c. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; d. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; e. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Kebencanaan; f. Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; g. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; h. Undang-Undang RI Nomor 52 Tahun 2009 tentang Kependudukan; i. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut; j. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara; k. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; l. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; m. Keputusan Menteri
Lingkungan
Hidup
Nomor 45/MENLH/11/1996
tentang Program Pantai Bersih; dan n. Berbagai Peraturan Daerah Kota Palu yang mengatur segala sesuatu terkait dengan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA PALU
19