Aspirin Ref.docx

  • Uploaded by: Anonymous XuRLhZ9PM0
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Aspirin Ref.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,374
  • Pages: 21
BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Aspirin atau asam asetil salisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang sering

digunakan

sebagai

senyawa analgesik (penahan

rasa

sakit atau

nyeri

minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki efek anti koagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918 ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia (Schror K. 2009). Cara kerja aspirin dalam bentuk tablet mengandung asam asetil salisilat 0,5 g. Dimaksudkan untuk mengatasi segala rasa sakit terutama sakit kepala/ pusing, sakit gigi, pegal linu dan nyeri otot, pilek, influenza dan demam. Efek terapeutik aspirin, menghambat pengaruh dan biosintesa dari zat-zat yang menimbulkan rasa nyeri, demam dan peradangan (prostaglandin, kinin), daya kerja antipiretik dan analgetik pada aspirin berpengaruh langsung susunan saraf pusat. Beberapa penelitian menyebutkan aspirin dapat digunakan untuk pencegahan kanker usus besar (kolorektal), kanker payudara, kanker prostat, kanker paru, alzheimer dan penyakit lainnya (Dirjen POM, 1995). Selain mempunyai banyak manfaat, penggunaan aspirin juga dapat menimbulkan bahaya. Penggunaan berulang dapat menyebabkan pendarahan gastrointestinal, indikasi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang – kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna dan jika dikonsumsi dalam dosis tinggi (10 sampai 20 g) dapat mengakibatkan kematian (Mutschler, 1999). 1.2 a.

Tujuan Percobaan

Membuat aspirin dalam skala labor.

b. Mengamati dan mempelajari proses reaksi yang terjadi. c.

Menghitung persentase aspirin yang dihasilkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Reaksi Asetilasi

Reaksi asetilasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus acetyl atau -C-OO (dimana R = alkil atau aril) kedalam suatu substrat yang sesuai. Aspirin disebut juga asam asetil salisilat atau acetyl salicylic acid, dapat dibuat dengan cara asetilasi senyawa fenol (dalam bentuk asam salisilat) menggunakan acetat anhidrat dengan bantuan sedikit katalis asam sulfat (Fessenden, 1991). 2.2

Pengertian Aspirin Aspirin juga disebut asam asetil salisilat atau Acetyl salicyl acid yang merupakan kristal

jarum berwarna bening yang dapat diperoleh dengan cara asetilasi senyawa phenol (dalam bentuk asam salisilat) menggunakan acetate anhidrat dengan bantuan sedikit katalis asam sulfat pekat. Pada pembuatan aspirin, asam salisilat berfungsi sebagai alkohol dan reaksinya berlangsung pada gugus hidroksi. Gugus hidroksi dari asam salisilat akan bereaksi dengan asetil dari asetat anhidrat. Reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi (Fessenden,1991). 2.2.1

Sifat Fisika dan Kimia Aspirin Titik leleh aspirin diatas 70oC. Aspirin tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan karena

asam salisilat sebagai bahan baku aspirin merupakan senyawa turunan asam benzoat yang merupakan asam lemah yang memiliki sifat sukar larut dalam air. Oleh karena itu, dalam pembuatan aspirin dilakukan penambahan air. Hal ini bertujuan agar terjadi endapan aspirin. Reaksi ini juga di lakukan pada air yang dipanaskan agar mempercepat tercapainya energi aktivasi. Selain pemanasan juga dilakukan pendinginan yang dimaksudkan untuk membentuk kristal, karena ketika suhu dingin molekul-molekul aspirin dalam larutan akan bergerak melambat dan pada akhirnya terkumpul membentuk endapan melalui proses nukleasi (induced nucleation) (Ganiswara, 1995). Tabel 2.1 Sifat Fisika Aspirin No.

Identitas

Sifat Fisika

1.

Nama IUPAC

2-acetil benzoate

2.

Nama Trivial

Aspirin

3.

Rumus Molekul

C9H8O4

4.

Berat Molekul

180,2 g/mol

5.

Titik Didih

140oC

6.

Titik Nyala

76oC

7.

Titik Lebur

138-140oC

(Sumber: Austin, 1984) Sifat-sifat kimia aspirin yaitu sebagai berikut (Austin, 1984) : 1.

Larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam kloroform, dan dalam eter agak sukar larut dalam eter mutlak.

2.

Aspirin tidak larut dalam air. Aspirin merupakan senyawa turunan Asam Benzoat yang merupakan asam lemah yang memiliki sifat sukar larut dalam air.

Gambar 2.1 Struktur Kimia Aspirin (Hendriayana,2003) 2.3

Bahan Baku Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan aspirin memiliki sifat-sifat tertentu,

berikut ini nama dan sifat dari bahan-bahan tersebut : 2.3.1

Asam Salisilat (C7H6O3) Bahan baku utama dalam pembuatan asam salisilat adalah phenol, NaOH, karbon dioksida

dan asam sulfat. Asam salisilat kebanyakan digunakan sebagai obat-obatan dan sebagai bahan intermediet pada pabrik obat dan pabrik farmasi seperti aspirin dan beberapa turunannya. Selain digunakan sebagai bahan utama pembuatan aspirin, asam salisilat juga dapat digunakan sebagai bahan baku obat yang menjadi turunan asam salisilat. Misalnya sodium salisilat yang dapat digunakan sebagai analgesik dan antipyretic serta untuk terapi bagi penderita rematik akut. Alumunium salisilat yang berupa bubuk sehalus debu digunakan untuk mengatasi efek catarrhal pada hidung dan tekak. Ammonium salisilat digunakan sebagai obat penghilang kuman penyakit dan bakteri. Kalsium salisilat dapat digunakan untuk mengatasi diare (Cahyono, 1991). Asam salisilat merupakan turunan dari senyawa aldehid. Senyawa ini juga biasa disebut ohidroksibensaldehid, o-formilfenol atau 2-formilfenol. Senyawa ini stabil, mudah terbakar dan tidak cocok dengan basa kuat, pereduksi kuat, asam kuat, dan pengoksidasi kuat. Turunan yang terpenting dari asam salisilat ini adalah asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Berbeda dengan asam salisilat, asam asetil salisilat memiliki efek analgesik antipiretik dan anti inflamasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan asam salisilat. Penggunaan obat ini sangat luas di masyarakat dan digolongkan ke dalam obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini juga digunakan sebagai standar dalam menilai efek obat sejenis. Salisilat termasuk dalam golongan obat anti inflamasi nonsteroid (AINS). Salisilat digunakan sebagai analgetik, antipiretik, anti inflamasi, antifungi (Schror, 2009). 2.3.1.1 Sifat Fisika Asam Salisilat Tabel 2.2 Sifat-Sifat Fisika Asam Salisilat No. 1.

Identitas Nama IUPAC

Sifat Fisika Asam 2-hidroksibenzoat

2.

Nama Trivial

Asam Salisilat

3.

Rumus Molekul

C7H6O3

4.

Berat Molekul

138,121 g/mol

5.

Titik Didih

211oC

6.

Titik Nyala

500oC

7.

Titik Lebur

157-159oC

8.

Tekanan uap

27 hPa(211ᴼC)

(Sumber: Cahyono, 1991) 2.3.1.2 Sifat Kimia Asam Salisilat Sifat kimia asam salisilat yaitu sebagai berikut (Austin, 1984):

3.

1.

Asam salisilat memiliki sifat tidak cepat menguap.

2.

Tidak mudah terbakar.

Asam salisilat berbentuk kristal berwarna merah muda terang hingga kecokelatan. 4.

5.

Mudah larut dalam air dingin tetapi dapat melarutkan dalam keadaan panas.

Asam salisat dapat menyublim tetapi dapat terdekomposisi dengan mudah menjadi karbon dioksida dan phenol bila dipanaskan secara cepat pada suhu sekitar 200oC. Gambar 2.2 Struktur Asam Salisilat (Schror, 2009). 2.3.2

Asetat anhidrat Asetat anhidrat merupakan anhidrat dari asam asetat yang struktur antar molekulnya

simetris. Asetat anhidrat memiliki berbagai macam kegunaan antara lain sebagai fungisida dan bakterisida, pelarut senyawa organik, berperan dalam proses asetilasi, pembuatan aspirin, dan dapat digunakan untuk membuat acetylmorphine. Asam asetat anhidrat paling banyak digunakan dalam industri selulosa asetat untuk menghasilkan serat asetat, plastik serat kain, dan lapisan (Celanase, 2010). 2.3.2.1 Sifat Fisika Asetat Anhidrat Tabel 2.3 Sifat-Sifat Fisika Asetat Anhidrat No.

Identitas

Sifat Fisika

1.

Nama IUPAC

Etanoil Etanoat

2.

Nama Trivial

Asam Asetat Anhidrat

3.

Rumus Molekul

(CH3CO)2O

4.

Berat Molekul

138,121 g/mol

5.

Titik Didih

139oC

6.

Titik Lebur

-73,1oC

(Sumber: Celanase, 2010)

2.3.2.2 Sifat Kimia Asam Asetat Anhidrat Sifat-sifat kimia asam asetat anhidrat yaitu sebagai berikut (Kurniawan, 2004): 1. Asam asetat anhidrat mudah menguap. 2. Mudah terbakar, disimpan di lemari asam. 3.

Asetat anhidrat merupakan suatu senyawa yang memiliki kegunaan yang sangat bervariasi.

4.

Asetat anhidrat digunakan dalam pembuatan cellulose asetate, serat asetat, obat-obatan, aspirin, dan berperan sebagai pelarut dalam penyiapan senyawa organik.

Gambar 2.3 Struktur Asetat Anhidrat (Celanase, 2010) Beberapa reaksi yang dapat terjadi pada asetat anhidrat adalah (Celanase, 2010): 1. Asetilasi C6H4CH3NH2 + (CH3CO)2O

C6H4CH3NHCOCH3 + CH3COOH .... (1)

2. Hidrolisis menjadi asam asetat (CH3CO)2O + H2O

2CH3COOH ....................................................... (2)

3. Amonolisis manjadi acetamida (CH3CO)2O + 2NH3

CH3CONH2 + CH3COONH4 ............................ (3)

4. Alkoholisis menjadi ester (CH3CO)2O + CH3OH

CH3COOCH3 + CH3COOH ......................... (4)

5. Pembentukan ketone melalui Friedel-Crafts acylation (CH3CO)2O + ArH

CH2COAr + CH3COOH ................................... (5)

6. Reaksi kondensasi (Perkin)

C6H5CHO + (CH3CO)2O 2.3.3

C6H5CH=CHCOOCH3 + CH3COOH ....... (6)

Asam Sulfat (H2SO4) Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam

air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia. Walaupun asam sulfat yang mendekati 100% dapat dibuat, ia akan melepaskan SO3 pada titik didihnya dan menghasilkan asam 98,3%. Asam sulfat 98% lebih stabil untuk disimpan dan merupakan bentuk asam sulfat yang paling umum. Asam sulfat 98% pada umumnya disebut sebagai asam sulfat pekat (Etna, 2010).

2.3.3.1 Sifat Fisika Asam Sulfat Tabel 2.4 Sifat-Sifat Fisika Asam Sulfat

No.

Identitas

Sifat Fisika

1.

Nama IUPAC

Sulfuric Acid

2.

Nama Trivial

Asam Sulfat

3.

Rumus Molekul

H2SO4

4.

Berat Molekul

98,07 g/mol

5.

Titik Didih

340oC

6.

Titik Nyala

-

7.

Titik Lebur

10,49oC

(Sumber: Etna, 2010) 2.3.3.2 Sifat Kimia Asam Sulfat Sifat-sifat kimia pada asam sulfat yaitu sebagai berikut (Etna, 2010) : 1. Mudah menguap dan mudah terbakar. Oleh karena itu asam sulfat disimpan pada lemari asam. 2.

Asam sulfat sangat korosif dan reaksi hidrasi dengan air sangat eksotermis. Selalu tambahkan

asam ini ke air untuk mengencerkannya, jangan sekali-kali menuang air ke dalam asam sulfat. 3.

Asam sulfat juga sangat kuat sebagai dehidrator dan harus dilakukan dengan sangat hati-hati.

4.

Sifat korosif asam sulfat dapat merusak benda-benda dari logam, karena logam akan

teroksidasi baik dengan asam sulfat encer maupun pekat. 5.

Cairan jenuh seperti minyak, tak berwarna, bau sangat tajam dan korosif, bercampur dengan

air dan etanol dengan menimbulkan panas. 6. Asam sulfat (H2SO4), merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. 7. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. 8.

Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri

kimia. 2.3.4

Etanol Etanol adalah alkohol 2-karbon dengan rumus molekul CH3CH2OH. Rumus molekul dari

etanol itu sendiri adalah CH3CH2OH dengan rumus empirisnya C2H6O. Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Ada 2 jenis etanol, etanol sintetik sering disebut metanol atau metil alkohol atau alkohol kayu, terbuat dari etilen, salah satu derivat minyak bumi atau batu bara. Bahan ini diperoleh dari sintesis kimia yang disebut hidrasi, sedangkan bioetanol direkayasa dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (enzimatik dan fermentasi) (Cahyono, 1991).

2.3.4.1 Sifat Fisika Etanol Tabel 2.5 Sifat-Sifat Fisika Etanol No.

Identitas

Sifat Fisika

1.

Nama IUPAC

Etil Alkohol

2.

Nama Trivial

Etanol

3.

Rumus Molekul

C2H5OH

4.

Berat Molekul

46,06844 g/mol

5.

Titik Didih

78,32oC

6.

Titik Nyala

13oC

7.

Titik Lebur

-83,6oC

(Sumber: Cahyono, 1991) 2.3.4.2 Sifat Kimia Etanol Sifat-sifat kimia etanol yaitu sebagai berikut (Cahyono,1991) : 1.

Etanol memiliki sifat tidak berwarna,

2.

Memiliki sifat volatil (mudah menguap)

3.

Alkohol dapat bercampur dengan air

2.3.5

Ferri klorida Besi (III) klorida, biasa disebut ferri klorida, merupakan senyawa kimia dengan skala

industri, dengan rumus FeCl3. Warna besi (III) klorida kristal tergantung pada sudut pandang, jika terkena refleksi cahaya, kristal berwarna hijau gelap, tapi dengan transimsi kristal berwarna ungumerah. Besi (III) klorida anhidrat adalah asam lewis yang cukup kuat, dan digunakan sebagai katalis dalam sintesis senyawa organik. Struktur Besi (III) klorida seperti struktur BiI3, yaitu octahedral dengan pusat Fe (III) interkoneksi oleh dua koordinat ligan klorida.Besi (III) klorida memiliki titik lebur yang relatif rendah dan mendidih pada sekitar 315 °C. Pada suhu yang lebih tinggi uap terdiri dari Fe2Cl6 yang semakin berdisosiasi menjadi monomer FeCl3 (D3h Poin group simetri molekul), berkompetisi dengan dekomposisi reversibel untuk membentuk Besi (III) klorida dan gas klor (Schror, 2009). 2.3.5.1 Sifat Fisika Ferri Klorida Tabel 2.6 Sifat-Sifat Fisika Ferri Klorida No.

Identitas

Sifat Fisika

1.

Nama IUPAC

Besi (III) klorida

2.

Nama Trivial

Ferri Klorida

3.

Rumus Molekul

FeCl3.6H2O

4.

Berat Molekul

62,22 gr/mol

5.

Titik Didih

315oC

6.

Titik Nyala

-

7.

Titik Lebur

282oC

(Sumber: Austin, 1984) 2.3.5.2 Sifat Kimia Ferri Klorida Sifat kimia ferri klorida yaitu sebagai berikut ( Austin, 1984) : 1.

Mudah menguap jika dibuka lama-lama.

2. Asam lewis yang relatif kuat, dan bereaksi membentuk adduct dengan basa-basa lewis. 3. 4.

Bereaksi dengan cepat terhadap oksalat membentuk kompleks.

Besi (III) klorida anhidrat bersifat higroskopis, membentuk hidrogen klorida terhidrasi di udara lembab. 5.

Senyawa ini jarang ditemui dalam bentuk alami.

6.

Ketika dilarutkan dalam air, besi (III) klorida mengalami hidrolisis.

7.

Melepaskan panas dengan reaksi eksotermik.

2.4

Tahapan Pembuatan Aspirin

2.4.1

Proses Terbentuknya Aspirin Sintesis aspirin merupakan suatu proses dari esterifikasi. Esterifikasi merupakan reaksi

antara asam karboksilat dengan suatu alkohol membentuk suatu ester. Aspirin merupakan salisilat ester yang dapat disintesis dengan menggunakan asam asetat (memiliki gugus COOH) dan asam salisilat (memiliki gugus OH). Asam salisilat dicampur dengan anhidrin asetat, menyebabkan reaksi kimia yang mengubah grup alkanol asam salisilat menjadi grup asetil. Proses ini menghasilkan aspirin dan asam asetat, yang merupakan produk sampingan. Sejumlah kecil asam sulfat umumnya digunakan sebagai katalis (Schror, 2009).

Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Pembuatan Aspirin Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat menggunakan katalis H2SO4 sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat adalah asam bifungsional yang mengandung dua gugus –OH dan –COOH. Karenanya asam salisilat ini dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda yaitu reaksi asam dan basa. Reaksi dengan anhidrida asam asetat akan menghasilkan aspirin. Sedangkan reaksi dengan methanol akan menghasilkan metil salisilat. Reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi. Titik leleh aspirin di atas 70 oC (Fessenden, 1991).

Aspirin tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan karena asam salisilat sebagai bahan baku aspirin, yang merupakan senyawa turunan Asam Benzoat yang merupakan asam lemah yang memiliki sifat sukar larut dalam air. Oleh karena itu, dalam pembuatan Aspirin dilakukan penambahan air. Hal ini bertujuan agar terjadi endapan Aspirin (Schror, 2009). 2.4.2

Rekristalisasi Untuk mendapatkan aspirin yang murni, maka harus dilakukan rekristalisasi. Dimana,

rekristalisasi merupakan cara yang paling efektif untuk memurnikan zat-zat organik dalam bentuk padat. Oleh karena itu, teknik ini sering digunakan untuk pemurnian senyawa hasil sintesis atau hasil isolasi dari bahan alami, sebelum dianalisis lebih lanjut. Sebagai metoda pemurnian padatan, rekristalisasi adalah metoda yang paling penting untuk pemurnian sebab kemudahannya dan karena keefektifannya (Fessenden, 1991). Metode ini sederhana, material padatan ini terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan jumlah larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas perlahan didinginkan, Kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan pengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh (Fessenden, 1991). Walaupun rekristalisasi adalah metoda yang sangat sederhana, dalam prakteknya bukan berarti mudah dilakukan. Adapun saran – saran yang dibutuhkan untuk melakukan metoda kristalisasi adalah sebagai berikut : 1. Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang besar pada suhu. Misalnya, ketergantungan pada suhu NaCl hampir dapat diabaikan. Jadi pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan. Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan Kristal bibit, mungkin akan efektif (George, 1997). 2. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa polar (George, 1997). 3. Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan. Namun sekali lagi pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut biasanya bukan masalah sederhana (George, 1997). Adapun tahap – tahap yang dilakukan pada proses rekristalisasi pada umumnya, yaitu : 1. Memilih pelarut yang cocok Pelarut yang umum digunakan jika dirutkan sesuai dengan kenaikan kepolarannya adalah petroleum eter (n-heksana), toluena, kloroform, aseton, etil asetat, etanol, metanol, dan air.

Pelarut yang cocok untuk merekristalisasi suatu sampel zat tertentu adalah pelarut yang dapat melarutkan secara baik zat tersebut dalam keadaan panas, tetapi sedikit melarutkan dalam keadaan dingin (George, 1997). 2. Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin Zat yang akan dilarutkan hendaknya dilarutkan dalam pelarut panas dengan volum sedikit mungkin, sehingga diperkirakan tepat sekitar titik jenuhnya. Jika terlalu encer, uapkan pelarutnya sehingga tepat jenuh. Apabila digunakan kombinasi dua pelarut, mula – mula zat itu dilarutkan dalam pelarut yang baik dalam keadaan panas sampai larut, kemudian ditambahkan pelarut yang kurang baik tetes demi tetes sampai timbul kekeruhan. Tambahkan beberapa tetes pelarut yang baik agar kekeruhannya hilang kemudian disaring (George, 1997). 3. Penyaringan Larutan disaring dalam keadaan panas untuk menghilangkan pengotor yang tidak larut. Penyaringan larutan dalam keadaan panas dimaksudkan untuk memisahkan zat – zat pengotor yang tidak larut atau tersuspensi dalam larutan, seperti debu, pasir, dan lainnya. Agar penyaringan berjalan cepat biasanya digunakan corong Buchner. Jika larutannya mengandung zat warna pengotor, maka sebelum disaring ditambahkan sedikit ( ± 2 % berat ) arang aktif untuk mengadsorbsi zat warna tersebut. Penambahan arang aktif tidak boleh terlalu banyak karena dapat mengadsorbsi senyawa yang dimurnikan (George, 1997). 4. Pendinginan filtrat Filtrat didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk kristal. Sering pendinginan ini dilakukan dalam air es. Penambahan umpan (feed) yang berupa Kristal murni ke dalam larutan atau penggoresan dinding wadah dengan batang pengaduk dapat mempercepat rekristalisasi (George, 1997). 5.

Penyaringan dan pendinginan kristal Apabila proses kristalisasi telah berlangsung sempurna, Kristal yang diperoleh perlu disaring dengan cepat menggunakan corong Buchner. Kemudian Kristal yang diperoleh dikeringkan dalam eksikator. Aspirin (asetosal) adalah suatu ester dari asam asetat dengan asam salisilat. Oleh karena itu senyawa ini dapat dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat menggunakan asam sulfat pekat sebagai katalisator (George, 1997).

2.5

Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi yaitu:

a. Suhu

Kecepatan reaksi secara kuat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Pada umumnya reaksi ini dapat dijalankan pada suhu optimum (50-60°C) pada tekanan atmosfer. Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu. Semakin tinggi suhu, berarti semakin banyak energi yang dapat digunakan oleh reaktan untuk mencapai energi aktivasi. Ini akan menyebabkan tumbukan terjadi lebih sering diantara molekul-molekul reaktan untuk kemudian melakukan reaksi (Kirk& Othmer, 1967). b. Waktu reaksi Semakin lama waktu reaksi, maka semakin banyak produk yang dihasilkan, karena ini akan memberikan kesempatan reaktan untuk bertumbukan satu sama lain. Namun jika kesetimbangan telah tercapai, tambahan waktu reaksi tidak akan mempengaruhi reaksi (Kirk & Othmer, 1967). c.

Katalis Katalis berfungsi untuk mempercepat laju reaksi dengan menurunkan energi aktivasi reaksi namun tidak menggeser letak kesetimbangan. Penambahan katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi.Katalis yang dapat digunakan adalah katalis asam, basa, ataupun penukar ion. Adanya katalis basa reaksi dapat berjalan pada suhu kamar, sedangkan katalis asam pada umumnya memerlukan suhu reaksi diatas 100ºC. Katalis yang digunakan dapat berupa katalis homogen maupun heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang mempunyai fase yang sama dengan reaktan dan produk, sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan reaktan dan produk. Katalis homogen yang banyak digunakan adalah alkoksida logam seperti KOH dan NaOH dalam alkohol. Selain itu, dapat pula digunakan katalis asam cair, misalnya asam sulfat, asam klorida, dan asam sulfonat (Kirk & Othmer, 1967). Penggunaan katalis homogen mempunyai kelemahan, yaitu: bersifat korosif, sulit dipisahkan dari produk, dan katalis tidak dapat digunakan kembali. Saat ini banyak industri menggunakan katalis heterogen yang mempunyai banyak keuntungan dan sifatnya yang ramah lingkungan, yaitu tidak bersifat korosif, mudah dipisahkan dari produk dengan cara filtrasi, serta dapat digunakan berulangkali dalam jangka waktu yang lama. Selain itu katalis heterogen meningkatkan kemurnian hasil karena reaksi samping dapat dieliminasi. Contoh-contoh dari katalis heterogen adalah zeolit, oksida logam, dan resin ion exchange. Katalis basa seperti KOH dan NaOH lebih efisien dibanding dengan katalis asam pada reaksi transesterifikasi. Transmetilasi terjadi kira-kira 4000 kali lebih cepat dengan adanya katalis basa dibanding katalis asam dengan jumlah yang sama. Untuk alasan ini dan dikarenakan katalis basa kurang korosif terhadap peralatan industri dibanding katalis asam, maka sebagian besar transesterifikasi untuk tujuan komersial dijalankan dengan katalis basa. Konsentrasi katalis basa divariasikan antara 0,5-1% dari massa minyak untuk menghasilkan 9499% konversi minyak nabati menjadi ester. Lebih lanjut, peningkatan konsentrasi katalis tidak

meningkatkan konversi dan sebaliknya menambah biaya karena perlunya pemisahan katalis dari produk menggunakan katalis KOH 1% dari massa minyak (Kirk & Othmer, 1967). d. Pengadukan Pada reaksi, reaktan-reaktan awalnya membentuk sistem cairan dua fasa. Reaksi dikendalikan oleh difusi diantara fase-fase yang berlangsung lambat. Seiring dengan terbentuknya produk, ia bertindak sebagai pelarut tunggal yang dipakai bersama oleh reaktan-reaktan dan sistem dengan fase tunggal pun terbentuk. Dampak pengadukan ini sangat signifikan selama reaksi sebagaimana sistem tunggal terbentuk, maka pengadukan menjadi tidak lagi mempunyai pengaruh yang signifikan. Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan campuran reaksi yang bagus. Pengadukan yang tepat akan mengurangi hambatan antar massa. Untuk reaksi heterogen, ini akan menyebabkan lebih banyak reaktan mencapai tahap reaksi (Kirk & Othmer, 1967). e.

Perbandingan Reaktan Variabel penting lain yang mempengaruhi hasil reaksi adalah rasio molar antara reaktan. Untuk mendorong reaksi ke arah kanan, perlu untuk menggunakan reaktan berlebihan atau dengan memindahkan salah satu produk dari campuran reaksi. Lebih banyak reaktan yang digunakan, maka semakin memungkinkan reaktan untuk bereaksi lebih cepat (Kirk& Othmer, 1978). 2.6

Kerja aspirin Bahan aktif dalam aspirin, asam salisilat asetil, merupakan turunan sintetis dari

senyawa, salisin, yang terjadi secara alami pada tanaman, terutama pohon willow. Menurut kajian John Vane, aspirin menghambat pembentukan hormon dalam tubuh yang dikenal sebagai prostaglandins. Siklooksigenase, sejenis enzim yang terlibat dalam pembentukan prostaglandins dan tromboksan, terhenti tak berbalik apabila aspirin mengasetil enzim tersebut (Ganiswara, 1995) Prostaglandins ialah hormon yang dihasilkan di dalam tubuh dan mempunyai efek di dalam tubuh termasuk proses penghantaran rangsangan sakit ke otak dan pemodulatan termostat hipotalamus. Tromboksan pula bertanggung jawab dalam pengagregatan platlet. Serangan jantung disebabkan oleh penggumpalan darah dan rangsangan sakit menuju ke otak. Oleh karena itu, pengurangan gumpalan darah dan rangsangan sakit ini disebabkan konsumsi aspirin pada kadar yang sedikit dianggap baik dari segi pengobatan (Ganiswara, 1995) Namun, efeknya darah lambat membeku menyebabkan pendarahan berlebihan bisa terjadi. Oleh karena itu, mereka yang akan menjalani pembedahan atau mempunyai masalah pendarahan tidak diperbolahkan mengonsumsi aspirin (Ganiswara, 1995)

Gambar 2.5 Cara kerja Aspirin (Etna, 2010)

Dosis harian kecil aspirin dapat membantu mencegah penyakit seperti serangan jantung, stroke dan kerusakan kebutaan dan ginjal yang diderita oleh banyak pasien dengan diabetes. Berikut kerusakan yang disebabkan oleh gumpalan yang menghambat pembuluh darah utama. Ada banyak cobaan untuk menguji manfaat jangka panjang dari penggunaan aspirin sebagai obat pencegahan. Dr Colin Baigent, salah satu dokter yang terlibat, telah mengklaim bahwa penggunaan yang lebih luas aspirin pada dosis rendah dapat menyimpan hingga 100.000 jiwa per tahun di seluruh dunia (Mutschler, 1999). 2.7

Manfaat Aspirin Gambar 2.6 Aspirin ( Dirjen POM, 1995) Aspirin bersifat analgesik yang efektif sebagai penghilang rasa sakit. Selain itu, aspirin juga

merupakan zat anti-inflammatory, untuk mengurangi sakit pada cedera ringan seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat antipiretik yang berfungsi untuk mengurangi demam. Tiap tahunnya, lebih dari 40 juta pound aspirin diproduksi di Amerika Serikat, sehingga rata-rata penggunaan aspirin mencapai 300 tablet untuk setiap pria, wanita serta anak-anak setiap tahunnya. Penggunaan aspirin secara berulang-ulang dapat mengakibatkan pendarahan pada lambung dan pada dosis yang cukup besar dapat mengakibatkan reaksi seperti mual atau kembung, diare, pusing dan bahkan berhalusinasi. Meskipun cara kerja yang tepat dari asam salisilat tidak diketahui dengan baik, efek-efek berguna dari ester-ester dari asam ini telah diketahui sejak dahulu kala, daun-daun yang mengandung jumlah yang cukup dari senyawa-senyawa penawar rasa sakit dan demam ini telah dikelola oleh dokter dokter zaman dahulu kala. Selain itu aspirin juga digunakan untuk masker wajah anti penuaan dini, arena aspirin mengandung alat eksfuliator, pengelupasan kulit (Mutschler, 1999).

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1

Alat – Alat yang Digunakan

1.

Penangas air

2.

Labu didih dasar bulat

3.

Pompa vakum

4.

Corong buchner

5.

Erlemenyer

6.

Kertas saring

7.

Timbangan Analitik

8.

Gelas ukur

9.

Pipet tetes

10.

Corong

11.

Termometer

12.

Statip dan klem

13.

Lemari asam

14.

Batang pengaduk

Bahan – Bahan yang digunakan

3.2 1.

Akuades

2.

Asam salisilat

3.

Asetat anhidrat

4.

Asam sulfat 30%

5.

Alkohol

6.

Ferri Klorida

7.

Vaseline

3.3

Prosedur Praktikum

3.3.1 Pembuatan Aspirin 1.

Kedalam labu didih dasar bulat, dimasukkan asam salsilat 2,5 gr, asam asetat anhidrat 7 ml, dan 4 tetes asam sulfat pekat.

2. 3.

Dipanaskan diatas penangas air pada suhu 50oC-70oC sambil diaduk selama 15 menit 4.

5.

Labu kemudian digoyang-goyangkan agar zat tercampur baik dilemari asam.

Campuran dibiarkan dingin pada suhu kamar sambil digoyang.

40 ml akuades ditambahkan dan diaduk dengan rata. Dinginkan selama 90 menit menggunakan es batu. 6.

Endapan disaring dengan menggunakan pompa vakum.

7.

Kristal yang didapat dipanaskan dengan menggunakan oven kemudian ditimbang.

3.3.2 Rekristalisasi Aspirin 1. 2.

Aspirin dilarutkan dalam 40 ml alkohol hangat. 40 ml akuades hangat dilarutkan kedalam larutan aspirin + alkohol.

3.

Larutan dipanaskan sampai larut dan apabila ada endapan disaring dalam keadaan hangat.

4.

Larutan didinginkan menggunakan es batu selama 90 menit. Amati larutan tersebut sampai kristal yang terbentuk sempurna dan cukup banyak

5.

Larutan dan endapan disaring menggunakan kertas saring dan corong buchner.

6.

Aspirin dikeringkan dengan menggunakan oven.

7.

Aspirin ditimbang dan rendemen dihitung.

3.3.3 Uji Kemurnian Aspirin

4.

1.

Aspirin diambil sedikit dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

2.

Asam salsilat diambil sedikit dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

3.

Aspirin dan asam salsilat dilarutkan menggunakan alkohol 1ml.

Setiap tabung reaksi ditambahkan 3 tetes larutan ferri klorida dan larutan diamati dan dibandingkan. Apabila larutan aspirin berubah menjadi ungu, berarti larutan belum murni. Jika larutan aspirin tetap bening berarti aspirin yang terbentuk telah murni.

5.

3.4

Jika larutan belum murni, rekristalisasi diulangi

Rangkaian Alat

Gambar 3.1 Pompa Vakuum Keterangan : 1.

Selang

2.

Pompa vakuum

3.

Erlenmeyer vakuum

4.

Tempat colokan

5.

Corong buchner

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 a.

Data Pengamatan Pembuatan aspirin Tabel 4.1 Data Pengamatan Praktikum No 1 2

3 4 5 6

Perlakuan 2,5 gram asam salsilat + 7 mL asam asetat anhidrat 2,5 gram Asam salsilat + 7 mL asam asetat anhidrat + 4 tetes H2SO4 pekat Di panaskan pada suhu 50-70oC 15 menit Larutan didinginkan 1,5 jam

Pengamatan Larutan tidak berwarna (bening) Larutan tidak berwarna (bening)

Larutan berubah warna agak kekuningan Terbentuk endapan berwarna putih Saring dengan pompa vakum Terdapat kristal-kristal berwarna putih Menimbang aspirin setelah di Aspirin yang terbentuk sebanyak oven selama 5 menit 3,35 gram berbentuk kristal berwarna putih

b. Rekristalisasi aspirin Tabel 4.2 Data Pengamatan Praktikum No 1 2 3 4 5

Perlakuan Aspirin + 8 mL alcohol hangat + 40 mL aquades Larutan dipanaskan selama 2 menit Larutan didinginkan dengan batu es selama 3 jam Aspirin ditimbang

Pengamatan Larutan tidak berwarna (bening) Larutan tidak berwarna (bening) dan ada endapan putih Terdapat Kristal berwarna putih

Terdapat kristal putih dengan erat 9,11 gram Aspirin setelah dioven selama 5 Berat aspirin 1,176 gram menit dan 8 kali, lalu ditimbang

c. Uji kemurnian aspirin Tabel 4.3 Data Pengamatan Praktikum No 1

Perlakuan Sedikit kristal aspirin + alkohol

Pengamatan Larutan berwarna kuning

+ beberapa tetes FeCl3 2

Sedikit kristal asam salisilat +

Larutan berwarna ungu

alkohol + beberapa tetes FeCl3

4.2

Reaksi yang terjadi 1. Reaksi Esterifikasi (Reaksi antara Asam Salisilat dan Asam Asetat Anhidridrat)

Asam Salisilat Anhidrida Asetat

Aspirin

AsamAsetat

Gambar 4.1 Reaksi Esterifikasi.

2. Reaksi Asam Salisilat dengan FeCl3 Gambar 4.2 Reaksi Asam Salisilat dengan FeCl3

4.3

Pembahasan Ester dapat terbentuk salah satunya dengan cara mereaksikan alkohol dengan anhidrida asam. Dalam hal ini asam salisilat berperan sebagai alkohol karena mempunyai gugus –OH, sedangkan anhidrida asam asetat tentu saja sebagai anhidrida asam. Ester yang terbentuk adalah asam asetil salisilat (aspirin). Gugus asetil (CH3CO-) berasal dari anhidrida asam asetat, sedangkan gugus R-nya berasal dari asam salisilat (pada gambar di atas gugus R ada di dalam kotak). Hasil samping reaksi ini adalah asam asetat. Langkah selanjutnya adalah penambahan asam sulfat pekat yang berfungsi sebagai zat penghidrasi. Telah disebutkan di atas bahwa hasil samping dari reaksi asam salisilat dan anhidrida asam asetat adalah asam asetat. Hasil samping ini akan terhidrasi membentuk anhidrida asam asetat. Anhidrida asam asetat akan kembali bereaksi dengan asam salisilat membentuk aspirin dan tentu saja dengan hasil samping berupa asam asetat. Jadi, dapat dikatakan reaksi akan berhenti setelah asam salisilat habis karena adanya asam sulfat pekat ini. Tetapi harus diperhatikan bahwa sebelum dipanaskan, reaksi tidak benar-benar terjadi. Reaksi baru akan berlangsung dengan baik pada suhu 50-70°C. Pada suhu tersebut reaksi akan berlangsung baik, sehingga larutan tercampur sempurna. Juga pada percobaan ini baru terbentuk endapan putih (aspirin) setelah dipanaskan. Kemudian endapan tersebut dilarutkan dalam air dan disaring untuk memisahkan aspirin dari pengotornya dengan menggunakan

pompa vakum. Tetapi tentu saja dengan penyaringan ini aspirin yang dihasilkan belum benarbenar murni. Pada pembuatan aspirin hal pertama yang dilakukan adalah menimbang asam salisilat sebanyak 2,5 gram, dimasukkan ke dalam labu didih dasar bulat, ditambahkan dengan 7 ml asam asetat anhidrat. Kemudian ditambah 4 tetes H2SO4 pekat, larutan bening. Dalam proses pembuatan aspirin, pencampuran seluruh zat dilakukan di dalam lemari asam karena reaksi bersifat eksoterm. Penambahan asam sulfat pekat berfungsi sebagai katalis dan zat penghidrasi. Hasil samping dari reaksi antara asam salisilat dengan anhidrida asam asetat adalah asam asetat. Hasil samping ini akan terhidrasi dan membentuk asam asetatanhidrida. Lalu, asam asetat anhidrida akan kembali bereaksi dengan asam salisilat membentuk aspirin dan tentu saja dengan hasil samping berupa asam asetat. Jadi, dapat dikatakan bahwa reaksi akan berhenti setelah asam salisilat habis karena adanya asam sulfat pekat ini. Warna dari campuran tidak berubah, tetap bening. Selanjutnya campuran larutan dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit pada suhu 50-70oC di mana pada saat ini reaksi asetilasi berlangsung. Suhu dijaga pada 50-70oC karena apabila suhu di bawah 50oC maka reaksi pembentukan aspirin lambat, sedangkan jika di atas 70oC maka aspirin akan terurai dan aspirin tidak akan terbentuk. Setelah didinginkan, ditambahkan aquadest sebanyak 40 ml sambil diaduk dan didinginkan dengan es batu selama 1,5 jam. Pada saat proses pendinginan ini, kristal aspirin terbentuk. Larutan yang diperoleh tetap bening, serta terdapat endapan aspirin yang berwarna putih. Endapan disaring dengan menggunakan pompa vakum untuk memisahkan aspirin dari pengotornya. Penyaringan aspirin ini dilakukan karena aspirin yang dihasilkan belum benarbenar murni.

Kemudian masuk kedalam tahap rekistralisasi yang bertujuan untuk menghasilkan kristal aspirin yang lebih murni. Kristal yang terbentuk dilarutkan dalam 8 ml alkohol hangat lalu ditambahkan 40 ml air hangat. Alkohol disini berfungsi sebagai pelarut dan air sebagai pembentuk kristalnya. Kemudian larutan dipanaskan di dalam penangas air, dan larutan jernih yang didinginkan pada temperatur kamar membentuk kristal. Kristal disaring dengan corong Buchner yang kertas saringnya ditimbang terlebih dahulu, sehingga didapatkan pisahan antara kristal asam asetil salisilat dengan filtratnya. Endapan tersebut disaring dalam keadaan panas, ini bertujuan untuk memisahkan zat–zat pengotor yang tidak larut dalam larutan. Jika tidak disaring dengan cepat maka akan semakin banyak lagi asam salisilat yang mengendap sehingga aspirin yang terbentuk akan sedikit. Setelah kering ditimbang berat aspirin yang terbentuk, dan berat aspirin yang terbentuk adalah 1,176 gram. Lalu aspirin yang telah didapat tadi diambil sedikit untuk diuji dengan penambahan etanol dan beberapa tetes FeCl3. Hasil yang diperoleh dari pengujian tersebut adalah larutan menjadi kuning, ini berarti aspirin yang didapat telah murni karena larutan tidak berubah menjadi warna

ungu. Apabila larutan berubah menjadi ungu berarti aspirin yang diperoleh belum murni, karena warna ungu pada larutan disebabkan oleh FeCl3 yang bereaksi dengan asam salisilat. Asam salisilat memiliki 2 gugus fungsi, yaitu alhokol dan asam karboksilat. FeCl3 ini nantinya akan bereaksi dan berikatan dengan gugus fungsi alkohol pada asam salisilat, hal inilah yang menyebabkan warna ungu pada larutan aspirin (FeCl3 berikatan dengan gugus fungsi alkohol pada asam salisilat). Jika aspirin yang didapat murni maka didalam produk tidak ada asam salisilatnya dan sebaliknya jika aspirin yang didapat tidak murni, diduga masih mengandung asam salisilat.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 1.

Kesimpulan

Aspirin dalam skala labor dapat dibuat dengan mencampurkan asam salisilat, asam asetat glasial dan asam sulfat.

2.

Aspirin dapat dibuat dengan cara asetilasi senyawa phenol (dalam bentuk asam salisilat) menggunakan asam asetat glasial dengan bantuan sedikit asam sulfat dan hasil samping berupa air. Reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi karena gugus hidroksi dari asam salisilat akan bereaksi dengan asetil dari asam asetat glasial.

3.

Aspirin secara percobaan didapat sebanyak 1,176 gram sedangkan secara stoikiometri 2,835 gram dan rendemen yang diperoleh yaitu 31,10 %.

5.2 1.

Saran Sebaiknya menggunakan asetat anhidrat agar hasil yang diperoleh murni.

2. 3.

Sebaiknya berhati-hati ketika mencampurkan zat-zat di dalam lemari asam.

Perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil, agar didapatkan hasil yang sempurna, misalnya : kebersihan alat-alat praktikum, penimbangan bahan-bahan, ketepatan suhu, ketepatan jumlah pelarut rekristalisasi dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA Austin, GT. 1984. Shreve’s Chemical Process Industries, 5th ed. McGraw- Hill Book Co: Singapura. Cahyono, B. 1991. Segi Praktis dan Metode Pemisahan Senyawa Organik. Semarang: Kimia UNDIP. Celanase, 2010. Production description acetic anhydride. http://www.celanase.com. Diakses 11 Mei 2016. Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI: Jakarta Etna, N. 2010. Sifat Asam Sulfat. http://etnarufiati.guru-indonesia.net/artikel_detail-12252.html. Diakses 11 mei 2016.

Fessenden, Ralph J. dan Fessenden, Joan S. 1991. “Kimia Organik”, Erlangga, Jakarta. Ganiswara. 1995. Farmaklogi dan Terapi edisi ke IV. Ui press : Jakarta George, Hammond, 1997, “Kimia Organik”, ITB, Bandung Hendriayana, Ari. 2003. Pembuatan Aspirin. http://Hendrianaari /2003/05/pembuatan-aspirin. Diakses 11 mei 2016. Kirk, RE, dan Othmer, DF. 1967. Encyclopedia of Chemical Engineering Technology. Tjay New York : John Wiley and Sons Inc. Kurniawan. 2004. Perancangan awal pabrik acetic anhydride. http://www.undip.co.id. Diakses 11 mei 2016. Schror K. 2009. Acetylsalicylic Acid. Darmstadt, Wiley-Blackwell, ISBN 978-3-527-32109-4. Mutschler, Ernst. 1999. Dinamika Obat. ITB : Bandung

Related Documents

Aspirin
November 2019 16
Drug Aspirin
May 2020 9
9. Aspirin
May 2020 11
Aspirin Ref.docx
December 2019 18
Drug Aspirin
May 2020 12
Aspirin Trivia
December 2019 18

More Documents from "Daniel Abshear"

Tugas 3.docx
June 2020 9
Kel 2.docx
December 2019 20
Aspirin Ref.docx
December 2019 18
Tugas 3.en.id.docx
June 2020 8