askep pada klien dengan kehilangan BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan
dalam
memberikan
asuhan
keperawatan
yang
komprehensif.
Kurang
memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004). Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika
hubungan
klien-kelurga-perawat
berakhir
karena
perpindahan,
pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
B.RUMUSAN MASALAH
Bagaimana konsep hehilangan pada keperawatan?
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kehiilangan?
C.TUJUAN
Agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana konsep kehilangan pada keperawatan. 1
Agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan.
BAB II PEMBAHASAN I. KONSEP DASAR MATERI A.Pengertian Kehilangan Kehilangan adalah penarikan sesuatu dan atau seseorang stau situasi yang berharga / bernilai , baik sebagai pemisahan yang nyata maupun yang diantisipasi. Kehilangan
terjadi
apabila
sesuatu
atau
seseorang
tidak
dapat
lagi
di
temui,diraba,didengan,diketahui,atau dialami. Tipe dari kehilangan mempengaruhi tingkat distress. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan distress yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita. Namun demikian setiap individu berespon terhadap kehilangan secara berbeda. Kematian seorang anggota keluarga mungkin
2
menyebabkan distress lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi seseorang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebabkan distres emosional yang lebih besar dibanding dengan sodaranya yang sudah tidak pernah ketemu selama bertahun-tahun. Tipe kehilangan penting artinya untuk proses berduka : Namun perawat harus mengenali bahwa setiap interpretasi seseorang tentang kehilangan sangat bersifat individualistis. Kehilangan dapat bersifat actual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat actual dapat dengan mudah di identifikasikan, misalnya seorang anak yang teman sepermainnya pindah rumah atau seorang dewasa yang kehilangan pasangan akibat bercerai. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan daapat di salah artikan, seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise. Makin dalam makna kata yang hilang, maka makin besar rasa kehilangan tersebut. Klien mungkin mengalami kehilangan maturasional ( Kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya ), Kehilangan situasional ( Kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal, spresifik, seperti kematian mendadak orang yang dicintai ), atau keduanya. Anak yang mulai belajar berjalan kehilangan citra tubuh semasa bayinya, wanita yang menopause kehilangan kemampuan untuk mengandung, dan seorang pria yang tidak bekerja mungkin kehilangan harga dirinya. Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, Kehilangan adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak ada) Kehilangan dan kematian adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat universal dan unik secara individu. • Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar, diketahui, atau dialami. • Kehilangan maturasional adalah kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya.
3
• Kehilangan situasional adalah kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak orang yang dicintai atau keduanya.Anak yang mulai belajar berjalan kehilanga citra tubuh semasa bayinya,wanita yang mengalami menopause kehilangan kemampuan untuk mengandung, dan seorang pria yang tidak bekerja mungkin akan kehilangan harga dirinya. • Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan aktivitas yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan berkabung. Dukacita adalah proses
mengalami
psikologis,
social
dan
fisik
terhadap
kehilangan
yang
dipersepsikan(Rando, 1991). Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati dukacita.
B. Sifat Kehilangan 1. Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan) Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima. 2. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan) Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando:1984). Penelitian menunjukan bahwa yang ditinggalkan oleh klien yang mengalami sakit selama 6 bulan atau kurang mempunyai kebutuhan yang lebih besar terhadap ketergantungan pada orang lain, mengisolasi diri mereka lebih
banyak,
dan
mempunyai
peningkatan
perasaan
marah
dan
bermusuhan.
Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada makna kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan menerima bantuan mempengaruh apakah yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan mempengaruh dukungan yang diterima. Durasi peubahan (mis. Apakah hal tersebut bersifat sementara atau permanen) mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik, pshikologis, dan social. C. Jenis – Jenis Kehilangan
Terdapat 5 kategori kehilangan, yaitu: a.
Kehilangan Objek Eksternal 4
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi using, berpindah tempat, di curi,atau rusak karena bencana alam. Bagi seorang anak benda tersebut mungkin berupa boneka atau selimut, begi seorang dewasa mungkin berupa perhiasan atau aksesori pakaian. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orang tersebut terhadap benda yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut. b.
Kehilangan Lingkungan Yang Telah Dikenal Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mancakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya termasuk ke kota baru, atau perawatan di rumah sakit. Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui situasi maturasional, misalnya ketika seorang lansia pindah keruang perawatan, atau situasi situasional, contohnya kehilangan rumah akibat bencana alam atau mengalami cedera atau penyakit.
c.
Kehilangan Orang Terdekat Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung guru,pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja,. Artis atau atlet yang terkenal mungkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset telah menunjukan bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan , pindah, melarikan diri, promosi di tempat kerja, dan kematian.
d.
Kehilangan Aspek Diri Kehilangan aspek diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologi, atau psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat mencakup anggota gerak, mata, rambut, gigi, payudara. Kehilangan fungsi fisiologis mencakup kehilangan control kandung kemih atau usus, mobilitas, kekuatan , atau fungsi sensoris. Kehilangan Fungsi psikologis termasuk kehilangan ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri, kekuatan, respek, atau cinta. perkembangan, atau situasi. Kehilangan seperti ini dapat menurunkuan kesejahteraan individu,. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan,akibat kehilangan, tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
e.
Kehilangan Hidup Doka ( 1993 ) menggambarkan respons terhadap penyakit yang mengancam hidupke dalam 4 fase. Fase prediagnostik terjadi ketika di ketahui ada gejala klien atau factor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisisdiagnosis. Klien dihadapkan pada serangkaian keputusan, 5
termasuk medis interpersonal, psikologis seperti halnya cara menghadapi awal krisis penyakit. Dalam fase kronis klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya, yang sering melibatkan serangkaian krisis yang di akibatkannnya. Akhirnya terjadi pemulihan atau fase terminal. Kadang dalam fase akut atau kronis seseorang dapat mengalami pemulihan. Klien yang mengalami fase terminal ketika kematian bukan lagi halnya kemungkinan,tetapi itu sudah pasti terjadi. Pada setiap hal dari penyakit ini klien dan keluarga dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus berubah.
D.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Reaksi Kehilangan a. Perkembangan . - Anak- anak.
Belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa merasakan.
Belum menghambat perkembangan.
Bisa mengalami regresi - Orang Dewasa Kehilangan membuat orang menjadi mengenang tentang hidup, tujuan hidup, menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari. b. Keluarga. Keluarga mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya menunjukan sikap kuat, tidak menunjukan sikap sedih secara terbuka.
c. Faktor Sosial Ekonomi.
Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga, beraati kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi.Dan hal ini bisa mengganggu kelangsungan hidup.
d. Pengaruh Kultural. Kultur mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur ‘barat’ menganggap kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak ditunjukan pada orang lain. Kultur lain menggagap bahwa mengekspresikan kesedihan harus dengan berteriak dan menangis keras-keras.
6
e. Agama. Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa kematian sudah ada dikonsep dasar agama. Tetapi ada juga yang menyalahkan Tuhan akan kematian.
f. Penyebab Kematian Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan shock dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan.
E. Tipe Kehilangan Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: 1. Aktual atau nyata Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai. 2. Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
F. Tahapan Proses Kehilangan 1. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir positif – kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan – perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa nyaman. 2. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir negatif – tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke dalam diri ( tidak diungkapkan)– muncul gejala sakit fisik. 7
3. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif– tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu –berperilaku konstruktif – perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa kenyamanan. 4. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif–tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu – berperilaku destruktif – perasaan bersalah – ketidakberdayaan. Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktif).
G.Prespektif Agama Terhadap Kehilangan Dalam prespektif agama saat meghadapi kehilangan manusia diharuskan untuk sabar, berserah diri, menerima dan mengembalikannya kepada Allah karena hanya Dia pemilik mutlak segala yang kita cintai dan manusia bukanlah pemilik apa-apa yang diakuinya. Sebagai firman Allah: “Dan sungguh kami akan memberikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang sabar, yaitu ketika mereka ditimpa musibah mereka mengucapkan kami adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah, mereka akan mendapat berkah dan rahmat dari Tuhan mereka”.
H. Rentang Respon Kehilangan Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance
a.
Menurut Kubler Ross ( 1969 ) terdapat 5 tahapan proses kehilangan:
1)
Denial ( Mengingkari )
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”itu tidak mungkin”.
Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat apa.
2)
Anger ( Marah ) 8
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan.
Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri.
Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus.
Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3)
Bergaining ( Tawar Menawar )
Fase ini merupakan fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”.
Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak saya”.
Cenderung menyelesaikan urusan yang bersifat pribadi, membuat surat warisan, mengunjungi keluarga dsb.
4)
Depression ( Bersedih yang mendalam)
Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak bias di tolak.
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga.
Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5)
Acceptance (menerima)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
Menerima kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien merasa damai dan tenang, serta menyiapkan dirinya menerima kematian.
Klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus pandang, kadang klien ingin ditemani keluarga / perawat.
Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga”, atau “Sekarang saya telah siap untuk pergi dengan tenang setelah saya tahu semuanya baik”.
b.
Menurut Lambert ( 1985 ) 3 fase : 9
1)
Repudiation ( Penolakan )
2)
Recognition ( Pengenalan )
3)
Reconciliation (Pemulihan /reorganisasi )
c.
Menurut Stuart and Sunden ( 1991 ) 3 fase :
1. Closed Awareness Klien dan keluarga tidak menyadari akan kemunkinan dan tidak mengerti mengapa klien sakit dan mereka merasa seolah-olah klien bias sembuh. 2. Mutual Pretence Klien dan keluarga mengetahui bahwa prognosa penyakit klien adalah penyakit terminal, namun berupaya untuk tidak menyinggung atau membicarakan hal tersebut secara terbuka. 3. Open Awarenes Klien dan keluarga menyadari dan mengetahui akan adanya kematian dan merasa perlu untuk mendiskusikannya I.Dampak Kehilangan Kehilangan bisa mengakibatkan dampak dalam hidup seseorang seperti berikut ini. 1. Pada masa anak-anak Kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang, kadang akan timbul regresi serta rasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian. 2. Pada masa remaja atau dewasa muda Kehilangan dapat menyebabkan disintegrasi dalam keluarga atau suatu kehancuran keharmonisan keluarga.
3. Pada masa dewasa tua Kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan. J. Dukacita, Berkabung, Dan Kehilangan Karena Kematian
10
Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan aktivitas yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan berkabung. Dukacita adalah proses mengalami psikologis, social dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan(Rando, 1991). Dukacita merupakan respon individu atau reaksi emosi dari kehilangan dan terjadi karena kehilangan seperti : kehilangan hak, kehilangan hak hidup, menuju kematian. Berkabung adalah keadaan berduka yang ditunjukkan selama individu melewati reaksi berduka, seperti mengabaikan keadaan kesehatan secara ekstrim. Berkabung merupakan proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati dukacita. Proses dukacita dan berkabung bersifat mendalam, internal, menyedihkan dan berkepanjangan.Tujuan duka cita adalah untuk mencapai fungsi yang lebih efektif dengan mengintekgrasikan kehilangan kedalam pengalaman hidup klien. Worden (1982), empat tugas dukacita yang memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan , dan Harper (1987) merancang tugas dalam akronim”TEAR”. 1. T: Untuk menerima realitas dari kehilangan 2. E; Mengalmi kepedihan akibat kehilangan 3. A: Menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda atau aspek diri yang hilang 4. R: Memberdayakan kembali energy emosional kedalam hubungan yang baru. Tugas ini tidak terjadi pada urutan yang khusus. Pada kenyataanya orang yang berduka mungkin melewati keempat tugas tersebut secara bersamaan atau hanya satu atau dua yang menjadi preoritas. Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan, dan pengenalan psikososial. Hal ini dimulai dalam merespons terhadap kesadaran tentang suatu ancaman kehilangan dan pengenalan tentang kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat ini, dan masa dating. Dukacita adaptif terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang mempunyai efek jangka panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus eritomatosus sistemik. Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang tidak dapat dikenali, rasa berkabung yang luas, atau didukung secara social. Dukacita mungkin terselubung dalam situasi dimana hubungan antara berduka dan meninggalkan tidak didasarkan pada ikatan keluarga yang dikenal.
11
Seseorang dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan dorongan yang adekuat. Dalam kasus lain kehilangan itu sendiri tidak didefinisikan secara secara social sebagai sesuatu yang signifikan, seperti halnya kematian perinatal, aborsi, atau adopsi.Kehilangan hewan peliharaan mungkin dipandang sebagai sesuatu yang signifikan.
II. KONSEP MATERI ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEHILANGAN Pengkajian Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien: apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku. Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa yang mereka pikir dan rasakan adalah :
Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
Perilaku koping yang adekuat selama proses
a.
Faktor predisposisi Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:
1)
Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
2)
Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
3)
Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
4)
Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
5)
Struktur Kepribadian 12
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
b.
Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi; Kehilangan kesehatan Kehilangan fungsi seksualitas Kehilangan peran dalam keluarga Kehilangan posisi di masyarakat Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai Kehilangan kewarganegaraan
c.
Mekanisme koping Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial,
Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat. d.
Respon Spiritual
Kecewa dan marah terhadap Tuhan Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan Tidak memilki harapan; kehilangan makna e.
Respon Fisiologis
Sakit kepala, insomnia Gangguan nafsu makan Berat badan turun Tidak bertenaga Palpitasi, gangguan pencernaan Perubahan sistem imune dan endokrin f.
Respon Emosional
Merasa sedih, cemas Kebencian 13
Merasa bersalah Perasaan mati rasa Emosi yang berubah-ubah Penderitaan dan kesepian yang berat Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda yang hilang Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
g.
Respon Kognitif
Gangguan asumsi dan keyakinan Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah pembimbing. h.
Perilaku Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
Menangis tidak terkontrol Sangat gelisah; perilaku mencari Iritabilitas dan sikap bermusuhan Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang yang telah meninggal. Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin membuangnya Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
Analisa data a. data subjektif Merasa putus asa dan kesepian Kesulitan mengekspresikan perasaan Konsentrasi menurun b.
Data objektif:
Menangis Mengingkari kehilangan Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain 14
Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
Diagnosa keperawatan Lynda Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnostic Application to Clinicsl Pratice, menjelaskan tiga diagnosis keperawatan untuk proses berduka yang berdasarkan pada pada tipe kehilangan. NANDA 2011 diagnosa keperawatan yang berhibungan dengan asuhan keperawatan kehilangan dan berduka adalah : a) Duka cita b) Duka cita terganggu c) Risiko duka cita terganggu
Intervensi Intervensi untuk klien yang berduka : a) Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan penyangkalan yang adaptif. b) Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima dukungan. c) Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa lalu saat ini. d) Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal. e) Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri. f)
Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan.
g) Gunakan komunikasi yang efektif.
Tawarkan kehadiran dan berikan pertanyaan terbuka
Dorong penjelasan
Ungkapkan hasil observasi
Gunakan refleksi
Cari validasi persepsi
Berikan informasi
Nyatakan keraguan
Gunakan teknik menfokuskan
Berupaya menerjemahkan dalam bentuk perasaan atau menyatakan hal yang tersirat h.
Bina hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal seperti :
1)
Kehadiran yang penuh perhatian
2)
Menghormati proses berduka klien yang unik 15
3)
Menghormati keyakinan personal klien
4)
Menunjukan sikap dapat dipercaya, jujur, dapat diandalkan, konsisten
5)
Inventori diri secara periodik akan sikap dan masalah yang berhubungan dengan kehilangan i. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Pasien dengan Respon Kehilangan
Bina dan jalin hubungan saling percaya Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka Beri dukungan terhadap repon kehilangan pasien Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut : a) Fase Pengingkaran Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya. Dorong pasien untuk berbagi rasa, menunjukkan sikap menerima, ikhlas dan memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian. b) Fase marah Beri dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan. c) Fase tawar menawar Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya. d) Fase depresi Identifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien. Bantu pasien mengurangi rasa bersalah. e) Fase penerimaan Bantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dihindari. j.
Prinsip Intervensi Keperawatan pada Anak dengan Respon Kehilangan
1) Beri dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga anak selama masa berduka. 2) Gali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang salah. 3)
Bantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku yang diperhatikan oleh orang lain.
4) Ikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka. 16
k.
Prinsip Intervensi Keperawatan pada Orangtua dengan Respon Kehilangan (Kematian Anak)
1)
Bantu untuk diakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.
2)
Menganjurkan pasien untuk memegang/ melihat jenasah anaknya.
3)
Menyiapkan perangkat kenangan.
4)
Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.
5)
Menjelaskan kepada pasien/ keluarga ciri-ciri respon yang patologissertatempatmerekamintabantuanbiladiperlukan.
Evaluasi a) Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan b) Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan c) Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain d) Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat kehilangan e) Klien mampu minum obat dengan cara yang benar Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang a.
Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap.
b.
Pasien
mampu
mengidentifikasi
posisinya
sendiri
dalam
proses
berduka
dan
mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep kehilangan secara jujur. c.
Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-perilaku yang berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan mampu melaksanakan aktifitasaktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.
BAB III PENUTUP 17
A.KESIMPULAN Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati. Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
B. SARAN perawat harus bisa menyelami lebih dalam perasaan pasiennya guna mendapatkan data-data yang valid nantinya, karena didalam mencari data pasien dibutuhkan kejelian dan ketepatan oleh karena itu perawat harus benar-benar memahami konsep kehilangan dan duka cita.
DAFTAR PUSTAKA
18