Abortus.docx

  • Uploaded by: Dia Attack Attack
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Abortus.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,024
  • Pages: 14
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Di Indonesia, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. Angka yang tidak sedikit mengingat besarnya tingkat kehamilan di Indonesia. Ada yang mengkategorikan aborsi itu pembunuhan. Namun ada juga yang melarang atas nama agama. Selain itu ada yang menyatakan bahwa bayi juga punya hak hidup sehingga harus dipertahankan, dan lain-lain. Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia.Namun sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi aborsi sering tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak aborsi dianggap ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan kejadian aborsi, di lain pihak aborsi terjadi di masyarakat. Ini terbukti dari berita yang ditulis di surat kabar tentang terjadinya aborsi di masyarakat, selain dengan mudahnya didapatkan jamu dan obat-obatan peluntur serta dukun pijat untuk mereka yang terlambat datang bulan.

B. Rumusan Masalah 1. Sebutkan pengertian abortus ? 2. Apa yang menyebabkan abortus ? 3. Bagaimana tanda dan gejala dari abortus ? 4. Sebutkan patofisiologi abortus ? 5. Apa saja komplikasi akibat abortus ? 6. Bagaimana penanganan abortus ? 7. Bagaimana sanksi hukum terhadap tindakan aborsi berdasarkan hukum positif di Indonesia ?

1

C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian abortus sendiri 2. Untuk mengetahui penyebab abortus 3. Untuk mengetahui tanda dan gejala 4.

Untuk mengetahui patofisiologi

5. Untuk mengetahui komplikasi akibat abortus 6. Untuk mengetahui penanganan 7. Untuk mengetahui sanksi abortus

2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Abortus Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, (prawirohardjo, 2009). Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, (Mansjoer,dkk, 2000). Abortus adalah terminasi kehamilan yang tidak diinginkan melalui metode obat-obatan atau bedah, (Morgan, 2009). Berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar disebut abortus.Anak baru mungkin hidup di dunia luar kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu.Ada juga yang mengambil sebagai batas untuk abortus berat anak yang kurang dari 500 gram. Jika anak yang lahir beratnya antara 500 – 999 gram disebut juga dengan immature. Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau belum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diuar kandungan, (prawirohardjo, 2010). Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin lebih dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. (Prawiroharjo, S, 2009 ). Bentuk abortus dibagi menurut terjadinya abortus spontan ( abortus provokatus, kriminalis, medisinalis) dan menurut bentuk klinis (abortus iminens, abortus

insipiens,

abortus

inkompkletus,

abortus

habitualis,

abortus

yang

tertahan(missed abortion),abortus infeksiosus.( Manuaba, I, 2008). 1. Abortus provokatus (indoset abortion) adalah aborsi yang disengaja baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat, ini terbagi menjadi dua: a. Abortus provocatus medicinalis adalah aborsi yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis, yaitu apabila tindakan aborsi tidak diambil akan membahayakan jiwa ibu.

3

b. Abortus provocatus criminalis adalah aborsi yang terjadi oleh karena tindakantindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis, sebagai contoh aborsi yang dilakukan dalam rangka melenyapkan janin sebagai akibat hubungan seksual di luar perkawinan. 2. Abortus komplet. Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu. 3. Abortus Inkomplet Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang tertinggal 4. Abortus Insipiens Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim. 5. Abortus Iminens Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim 6. Missed Abortion Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan 7. Abortus Habitualis Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih. 8. Abortus Infeksiosus Abortus yang disertai infeksi genital.

B. Etiologi Penyebab abortus pada umumnya terbagi atas : 1. Penyebab dari segi Ibu a. Infeksi akut 1) virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis. 2) Infeksi bakteri, misalnya streptokokus. 3) Parasit, misalnya malaria.

4

b. Infeksi kronis 1) Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua. 2) Tuberkulosis paru aktif. 3) Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll. 4) Penyakit kronis, misalnya : - Hipertensi

- Nephritis

- Diabetes

- anemia berat

- penyakit jantung

- toxemia gravidarum

5) Gangguan fisiologis, misalnya Syok, ketakutan, dll. 6) Trauma fisik. c. Penyebab yang bersifat lokal: 1) Fibroid, inkompetensia serviks. 2) Radang pelvis kronis, endometrtis. 3) Retroversi kronis. 4) Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hiperemia dan abortus. 2. Penyebab dari segi Janin a. Kematian janin akibat kelainan bawaan. b. Mola hidatidosa. c. Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan degenerasi.

C. Tanda dan Gejala T

Abortus

1. Perdarahan pervaginam

A

Imminens

2. Mulas sedikit atau tidak ada keluhan

N

3. Ostium uteri masih tertutup

D

4. Besar uterus sesuai umur kehamilan

A

5. Tes urin masih positif

5

D

Abortus

A

Insipiens

1. Perdarahan pervaginam dan semakin bertambah sesuai dengan pembukaan serviks 2. Serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, tetapi

N

hasil konsepsi masih dalam kavum ueri G

3. Mulas karena kontraksi yang sering dan kuat

E

4. Besar uterus sesuai dengan umur kehamilan

J

5. Tes urin masih positif

A

Abortus

L

Inkompletus

A

1. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlah nyapun bisa banyak atau sedikit tergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian plasental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus 2. Kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uerti atau menonjol pada ostium uteri eksternum. 3. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum ueri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan

Abortus

1. Biasa tidak ada keluhan .

kompletus

2. Biasa diawali dngan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tapi pertumbuhan terhenti. 3. Pada pemeriksaan USG akan didapatka uterus yang mengecil , kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. 4. Pemeriksaan tes urine biasa hasil negatif setelah satu minggu dari terhentinya kehamilan.

Missed

1. Perdarahan sedikit

Abortion

2. Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri, ostium uteri telah menutup 3. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan 4. Pemeriksaan tes urine biasanya masih positif 7 – 10 hari setelah abortus

Abortus

1. Ostium serviks akan mebuka ( inkompeten )

Habitualis

2. Tanpa rasa mules / kontraksi rahim pengeluaran janin 6

dan akhirnya terjadi

Abortus Infeksiosus

/

sepsis

1.

Panas tinggi

2.

Tampak sakit dan lelah.

3.

Takikardi

4.

Perdarahan pervaginam yang berbau

5.

Uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan.

6.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan tanda infeksi dan leukositosis

D. Patofisiologi Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.

E. Komplikasi Akibat Abortus Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok. 1. Perdarahan Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu diberikan transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya. 2. Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. 7

3. Infeksi Sejumlah penyakit kronik diperkirakan dapat menyebabkan abortus. Brucella abortus dan Campylobacter fetus merupakan kausa abortus pada sapi yang telah lama dikenal,tetapi keduanya bukan kausa signifikan pada manusia. Bukti bahwa

toxoplasma

gondii

menyebabkan

abortus

pada

manusia

kurang

meyakinkan.tidak terdapat bukti bahwa Listeria monocytogenes atau Chlamydia trachomatis menyebabkan abortus pada manusia. Herpes simpleks dilaporkan berkaitan dengan peningkatan insidensi abortus setelah terjadi infeksi genital pada awal kehamilan. Abortus spontan secara independen berkaitan dengan antibodi virus imunodefisiensi manusia (HIV-1) dalam darah ibu, seroreaktivitas sifilis pada ibu, dan kolonisasi vagina pada ibu oleh streptokokus grup B. 4. Syok Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dank karena infeksi berat (syok endoseptik).

F. Penanganan 1. Abortus Imminens a. Berikan informent consent. Bila ibu masih menghendaki kehamilan tersebut, maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. b. Tes urine c. Pemeriksaan USG d. Penderita melakukan tirah baring sampai perdarahan terhenti. e. Bisa diberikan spasmolitik agar uterus tidak berkontrkasi atau diberikan tambahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. f. Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual sampai lebih kurang 2 minggu. 2. Abortus Insipiens a. Berikan Informent consent b. Tes urine c. Pemeriksaan USG d. Perhatikan keadaan umum pasien dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan lakukan segera tindakan evakuasi / pengeluaran hasil konsepsi disusul kuretase jika perdarahan banyak. 8

e. Berikan uterotonika. f. Pasca tindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uterotonika dan antibiotik profilaksis. 3. Abortus Inkomplet a. Berikan informen consent. b. Tes urine c. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan pemeriksaan secara klinis. d. Bila terjadi perdarahan yang hebat segera melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa terhenti. e. Selanjutnya lakukan tindakan kuretase. f. Pasca tindakan diberikan uterotonika parenteral atau per oral dan antibiotika. 4. Abortus Komplet a. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis telah memadai. b. Pemeriksaan urine biasanya masih positif sampai 7 - 10 hari setelah abortus. c. Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi robonsia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. d. Uterotonika tidak perlu diberikan. 5. Missed Abortion a. Informent consent b. Pemeriksaan urine c. Pemeriksaan USG d. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan. e. Bila umur kehamilan diatas 12 minggu tau kuang dari 20 minggu dengan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu

untuk

mengeluarkan

janin

atau

meamtangkan

kanalis

serviks.bBeberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infus intravena cairan oksitosin dimulai daari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 9

5% tetesan, 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh f. Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali g. Setelah janin atau jarigan hasil konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilajutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin. h. Pada dekade ini banyak tulisan yang telah menggunakan prostaglandin atau sintetisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah dengan cara poemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulangi dua kali dengan jarak 6 jam. i. Apabila terjadi hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah atau fibrinogen. j. Pasca tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan oksitosin dan pemberian antibiotika. 6.

Abortus Habitualis Jika ibu belum hamil lagi, hendaknya waktu itu digunakan untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan yang mungkin menyebabkan abortus habitualis itu. Disamping pemeriksaan umum dengan memperhatikan gizi dan bentuk badan penderita, dilakukan pula pemeriksaan suami – istri, antara lain pemeriksaan darah dan urin rutin, pemeriksaan golongan darah , faktor Rh, dan tes terhadap sifilis; selanjutnya pada isteri dibuatkan kurve harian glukose darah dan diperiksa fungsi tiroid, dan pada suami diperiksa sperma. Perlu diselidiki pula, apakah ada kelainan anatomik, baik kelainan bawaan atau kelainan yang terjadi setelah melahirkan. Laserasi pada serviks uteri dan adanya mioma uteri dapat ditemukan pada pemeriksaan ginekologik, sedang mioma uteri submukosum, uterus septus dan serviks uteri inkompeten dapat diketahui dengan melakukan histerogafi. Kadang-kadang perlu dilakukan laparoskopi untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang kelainan anatomik pada uterus. Selain terapi yang bersifat kausal, mak penderita dengan abortus habitualis, jika ia hamil, perlu mendapat perhatian yang khusus. Ia harus banyak istirahat, hal ini tidak berart i bahwa ia harus tinggal terus ditempat tidur, akan tetapi perlu dicegah usaha – usaha yang melelahkan. 10

Pada hamil muda sebaiknya jangan bersenggama. Makanannya harus adekuat mengenai protein, hidrat arang, mineral dan vitamin. Khususnya dalam masa organogenesis pemeberian obat – obatan harus dibatasi dan obat – obat yang diketahui dapat mempunyai pengaruh jelekterhadap janin, dilarang. Dimana khususnya dimana faktor emosional memegang peranan penting, pengaruh dokter sangat besar utntuk mengatasi ketakutan dan kecemasan. Terapi hormonal umumnya tidak perlu, kecuali jika ada gangguan fungsi tiroid, atau gangguan fase luteal. ( ilmu kandungan, prawirohardjo. S,Hal 249 ) 7. Abortus Infeksiosus a. Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuatb sesuai dengan kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus / flour yang keluar pervaginam. b. Untuk tahap pertama dapat diberikan penisilin 4 x 1,2 juta unit atau ampisilin 4 x 1 gram ditambah gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol 2x 1 gram. Selanjutnya antibiotik sesuai dengan kultur. c. Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat diberikan. Jangan lupa pada saat tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika. d. Antibiotik dilanutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respon harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai. e. Apabila ditkutkan terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis vagina / uterus dengan larutan peroksida ( H₂O₂ ) atau kalau perlu histerektomi total secepatnya. 8. Abortus Provokatus Ditinjau dari segi usia kehamilan, abortus provokatus medicinalis dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu: a. Aborsi pada triwulan pertama sampai dengan 12 minggu. Pada kehamilan sampai batas 7 minggu pengeluaran isi rahim dilakukan dengan kuret tajam, agar ovum kecil tidak tertinggal, maka ovum uteri dikerok seluruhnya. Apabila kehamilan melebihi 6 sampai 7 minggu digunakan kuret tumpul sebesar yang dapat dimasukkan. Setelah hasil konsepsi sebagian besar lepas dari dinding uterus maka hasil tersebut dapat dikeluarkan dengan cunam abortuis dan 11

kemudian dilakukan kerokan hati-hati dengan kuret tajam yang cukup besar, apabila diperlukan dimasukkan tampon kedalam uteri dan vagina yang akan dikeluarkan esok harinya. b. Abortus pada kehamilan 12 sampai 16 minggu. Aborsi dilakukan dengan menggunakan perpaduan antara dilatasi, kuret dan pengisapan. Bahaya dari cara ini adalah terbentuknya luka-luka yang menimbulkan pendarahan. c. Abortus pada triwulan kedua (Kehamilan sampai 16 minggu), dilakukan dengan menimbulkan kontraksi-kontraksi uterus supaya janin dan plasenta dapat dilahirkan secara spontan. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan esantasi (pembiusan lokal).

G. Sanksi Hukum Terhadap Tindakan Aborsi Berdasarkan Hukum Positif di Indonesia. KUHP BAB XIV tentang kejahatan kesusilaan : 1. Pasal 299 ayat 1 : aborsi disengaja atas perbuatan diri sendiri atau atas bantuan orang lain. Sangsinya 4 tahun penjra dan denda 3000,2. Pasal 299 ayat 2 : aborsi dilakukan oleh pihak luar ( bukan ibu) dengan tujuan ekonomi maka sanksi ditambah 1/3 hukuman dari ayat 1 3. Pasal 346 : ibu yang sengaja menggugurkan ataun orang lain yang menggugurkan sanksi nya 4 tahun penjara. 4. Pasal 347 ayat 1 : orang yang menggugurkan tanpa persetujuan wanita yang hamil , maka sanksi yang diberikan 12 tahun penjara. 5. Pasal 347 ayat 2 : ibu meninggal, sanksinya 15 tahun penjara. 6. Pasal 348 ayat 1: orang yang menggugurkan dengan sengaja atas persetujuan wanita, maka sanksi yang diberikan yaitu 15 tahun penjara. 7. Pasal 348 ayat 2 : ibu meninggal sanksi 17 tahun penjara.

12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Adapun berbagai macam penenyebab abortus yaitu, kelainan hasil konsepsi, kelainan plasenta, faktor maternal, kelainan traktus genitalia, trauma, faktor-faktor hormonal, sebab-sebab psikosomatik, sebab dari janin, dan lain-lain Aborsi secara umum dibagi atas aborsi spontan & aborsi provokatus (buatan). Aborsi provokatus (buatan) secara aspek hukum dapat golongkan menjadi dua, yaitu aborsi provokatus terapetikus (buatan legal) & aborsi provokatus kriminalis (buatan ilegal). Dalam perundang-undangan Indonesia, pengaturan tentang aborsi terdapat dalam dua undang-undang yaitu KUHP & UU Kesehatan. Dalam KUHP & UU Kesehatan diatur ancaman hukuman melakukan aborsi (pengguguran kandungan, tidak disebutkan soal jenis aborsinya), sedangkan aborsi buatan legal (terapetikus atau medisinalis), diatur dalam UU Kesehatan. Jika seorang wanita yang tengah mengandung mengalami kesulitan saat melahirkan, ketika janinnya telah berusia enam bulan lebih, lalu wanita tersebut melakukan operasi sesar. Penghentian kehamilan seperti ini hukumnya boleh, karena operasi tersebut merupakan proses kelahiran secara tidak alami. Tujuannya untuk menyelamatkan nyawa ibu dan janinnya sekaligus. Hanya saja, minimal usia kandungannya enam bulan. Aktivitas medis seperti ini tidak masuk dalam kategori aborsi; lebih tepat disebut proses pengeluaran janin (melahirkan) yang tidak alami.

B. Saran 1. Berhati-hatilah dalam menjaga kandungan dan harus waspada terhadap setiap komplikasi yang terjadi. 2. Mudah-mudahan dengan makalah ini kita dapat lebih memahami dan mengetahui tentang aborsi. Sehingga kita tidak sampai melakukan tindakan aborsi karena tindakan tersebut selain malanggar hukum, baik hukum agama maupun hukum perdata, juga mempunyai banyak resiko atau akibat dari perbuatan aborsi.

13

DAFTAR PUSTAKA

Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Edisi 29. Jakarta : EGC. Fauzi, Ahmad. Lucianawaty, Mercy. Hanifah, Laily. Bernadette, Nur. 2002. Aborsi di Indonesia. Manuaba. 2008. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta: EGC. Mansjoer,Arif,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga, jilid I, FKUI. Jakarta: Media Aesculapius. Morgan, geri & Carole hamilton. 2009. Obstetri & Ginekologi. Jakarta : EGC. Prawirohardjo, sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka. Prawirohardjo, sarwono. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT. Bina Pustaka.

14

More Documents from "Dia Attack Attack"