ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN STROKE DAN GANGGUAN DEPRESI PADA LANSIA
Disusun oleh : 1. Septyan Dwi Nugroho
P1337420616003
2. Wiji Rahayuningtyas
P1337420616012
3. Ari Firmanto
P1337420616020
4. Wahyu Widyastuti
P1337420616028
5. Feti Milllati Islami
P1337420616036
6. Rizka Puji Lestasi
P1337420616045
7. Aghustina Pigome
P1337420616052
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang asuhan keperawatan lansia dengan gangguan stroke dan gangguan depresi pada lansia ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Titin Suheri , selaku dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik Poltekkes Kemenkes Semarang yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Asuhan Keperawatan Lansia dengan Gangguan Stroke dan Depresi. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Semarang, Januari 2019
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Menurut perkiraan dari United States Bureau of Census 1993, populasi usia lanjut di Indonesia diproyeksikan pada tahun 1990 – 2023 akan naik 414 %, suatu angka tertinggi di seluruh dunia dan pada tahun 2020, Indonesia akan menempati urutan keempat jumlah usia lanjut paling banyak sesudah Cina, India, dan Amerika (Depkes RI, 2001). Fenomena ini akan berdampak pada semakin tingginya masalah yang akan dihadapi baik secara biologis, psikologis dan sosiokultural. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengidentifikasi lansia sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang kemunduran fisik dan mental. Dilihat dari perspektif keperawatan dikatakan ada empat besar penderitaan geriatrik yaitu immobilisasi, ketidakstabilan, inkontinensia, dan gangguan intelektual. Sifat umum dari empat besar tersebut adalah 1) mempunyai masalah yang kompleks, 2) tidak ada pengobatan yang sederhana, 3) hancurnya kemandirian, dan 4) membutuhkan bantuan orang lain yang berkaitan erat dengan keperawatan (Isaac, 1981). Pada lanjut usia (lansia) yang kurang mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian serta perubahan fisik, psikologis, dan sosial sebagai akibat masa tuanya, sangat mungkin timbul gangguan jiwa yaitu depresi. Hal ini bisa dikarenakan kurangnya pemahaman agama dalam kehidupan. Gangguan depresif merupakan suasana alam perasaan yang utama bagi orang usia lanjut dengan penyakit fisik kronik dan kerusakan fungsi kognitif yang disebabkan oleh adanya penderitaan, disabilitas, perhatian keluarga yang kurang serta bertambah buruknya penyakit fisik yang banyak dialaminya. Selain itu proses-proses sehubungan dengan ketuaan dan penyakit fisik yang dialaminya akan mempengaruhi jalur frontostriatal, amygdala serta hypocampus, dan meningkatkan kerentanan untuk terjadinya gangguan depresif.Begitu pula faktor herediter bisa juga berperan sebagian. Adanya musibah yang bersifat psikososial seperti kemiskinan, isolasi sosial, dan lainlain akan mengundang untuk suatu perubahan fisiologis yang selanjutnya akan meningkatkan kerentanan untuk mengalami depresi atau untuk mencetuskan kondisi depresi pada orang usia lanjut yang rentan akan hal tersebut.
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1
Apa pengertian dari gangguan stroke pada lansia?
1.2.2
Bagaimana epidemiologi stroke pada lansia?
1.2.3
Apa saja jenis-jenis stroke?
1.2.4
Bagaimana Etiologi stroke ?
1.2.5
Apa saja factor resiko terjadinya stroke?
1.2.6
Manifestasi klinis yang muncul akibat stroke?
1.2.7
Bagaimana patofisiologi terjadinya stroke?
1.2.8
Apa saja pemeriksaan penunjang stroke?
1.2.9
Komplikasi apa saja yang muncul akibat stroke?
1.2.10 Bagaimana penatalaksanaan stroke? 1.2.11 Apa definisi gangguan depresi pada lansia? 1.2.12 Bagaimana etiologi munculnya depresi pada lansia? 1.2.13 Apa saja klasifikasi depresi pada lansia? 1.2.14 Bagaimana tanda gejala depresi pada lansia? 1.2.15 Apa penyebab depresi pada lansia? 1.2.16 Dampak apa saja yang muncul akibat depresi pada lansia? 1.2.17 Bagaimana penatalaksanaan depresi pada lansia?
1.3 Tujuan Tulisan 1.3.1
Memahai pengertian gangguan stroke dan depresi pada lansia
1.3.2
Memahai epidemoiologi gangguan stroke dan depresi pada lansia
1.3.3
Memahai jenis-jenis stroke dan depresi pada lansia
1.3.4
Memahami klasifikasi depresi pada lansia?
1.3.5
Memahami etiologi, factor resiko,manifestasi klinis dari gangguan stroke dan depresi pada lansia
1.3.6
Memahami patofisiologi gangguan stroke pada lansia
1.3.7
Memahami pemeriksaan penunjang gangguan stroke dan depresi pada lansia
1.3.8
Memahami komplikasi yang muncul pada gangguan stroke dan depresi pada lansia
1.3.9
Memahami penatalaksanaan stroke dan depresi pada lansia
1.4 Manfaat Tulisan 1.4.1 Manfaat Teoretis Penulisan makalah ini dapat menambah kajian pustaka mengenai asuahan keperawatan lansia dengan gangguan stroke dan depresi pada lansia. 1.4.2 Manfaat Praktis Makalah ini dapat dijadikan sebagai pedoman awal bagi mahasiswa keperawatan atau tenaga kesehatan (perawat) yang nantinya dapat dipraktikan di lingkungan masyarakat
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Lansia dengan Gangguan Stroke 2.1.1 Definisi Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Brunner dan Suddarth, 2002). Stroke adalah sindrom yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa deficit neurologis fokal atau global yang langsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran otak non traumatic(Mansjoer, 2000) Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh darah serebral, misal: Trombosis, embolis, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar (Prince, 2002). Stroke adalah gangguan darah di pembuluh arteri yang menuju ke otak (Mardjono, 2000). Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat. Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler. Persoalan pokok pada stroke adalah gangguan peredaran darah pada daerah otak tertentu.
2.1.2
Epidemiologi Di seluruh bagian dunia, stroke merupakan penyakit yang terutama
mengenai populasi usia lanjut. Insidensi pada usia 75-84 tahun sekitar 10 kali dari populasi 55-64 tahun. Di Inggris stroke merupakan penyakit kedua setelah infark miokard akut(AMI) sebagai penyebab kematian utama usia lanjut, sedangkan di Amerika strokemasih
merupakan
penyebab
kematian
usia
lanjut
ketiga.
Dengan
makinmeningkatnya upaya pencegahan terhadap penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dangangguan lemak, insiden stroke di Negara-negara maju makin menurun.
2.1.3
Jenis stroke Menurut Lumbantobing (2002) kelainan yang terjadi akibat gangguan
peredaran darah stroke dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: a.
Infark Ischemik (Stroke non Hemoragik). Hal ini terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah otak. Infark iskemic terbagi menjadi dua yaitu : stroke trombotik, yang disebabkan oleh thrombus dan stroke embolik, yang disebabkan oleh embolus. Harsono (2002 : 30) membagi stroke non haemoragi berdasarkan bentuk klinisnya antara lain : 1) Serangan Iskemia Sepintas atau Transient Ischemic Attack (TIA). Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam. 2) Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurologik Defisit(RIND). Gejala neurologik timbul ± 24 jam, tidak lebih dari seminggu. 3) Stroke Progresif (Progresive Stroke/ Stroke in evolution). Gejala makin berkembang ke otak lebih berat. 4) Completed Stroke Kelainan saraf yang sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.
b.
Perdarahan (Stroke Hemoragik). Stroke hemoragik disebabkan oleh
pembuluh darah yang bocor atau pecah di dalam atau di sekitar otak sehingga menghentikan suplai darah ke jaringan otak yang dituju. Selain itu, darah membanjiri dan memampatkan jaringan otak sekitarnya sehingga mengganggu atau mematikan fungsinya. Dua jenis stroke hemoragik:
Perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral adalah perdarahan di dalam otak yang disebabkan oleh trauma (cedera otak) atau kelainan pembuluh darah (aneurisma atau angioma). Jika tidak disebabkan oleh salah satu kondisi tersebut, paling
sering
disebabkan
oleh
tekanan
darah
tinggi
kronis.
Perdarahan intraserebral menyumbang sekitar 10% dari semua stroke, tetapi memiliki persentase tertinggi penyebab kematian akibat stroke.
Perdarahan subarachnoid. Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan dalam ruang subarachnoid, ruang di antara lapisan dalam (Pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) dari jaringan selaput otak (meninges). Penyebab paling umum adalah pecahnya tonjolan (aneurisma) dalam arteri. Perdarahan subarachnoid adalah kedaruratan medis serius yang dapat menyebabkan cacat permanen atau kematian. Stroke ini juga satu-satunya jenis stroke yang lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
Perbedaan pembuluh darah normal dan pembuluh darah stroke.
Bagian dan fungsi otak
2.1.4 Etiologi 1.
Thrombosis. Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama thrombosis serebral dan merupakan penyebab yang paling umum terjadi.Tanda-tanda thrombosis serebral ini bervariasi. Sakit kepala merupakan awitanyang umum terjadi. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif,atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan darihemoragi intraserebral atau embolisme serebral. Secara umum thrombosis serebraltidak terjadi secara tiba-tiba. Kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parastesia pada setengah tubuh dapat menjadi awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.Thrombosis ini tidak hanya terjadi pada pembuluh darah otak tetapi dapat jugaterjadi di pembuluh darah leher.
2.
Embolisme serebral Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, sepertiendocarditis infektif, penyakit jantung reumatik, dan infark miokard, serta infeksi pulmonal, adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya
menyumbat arteriserebral tengah, atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral. 3.
Iskemia serebral Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksiatheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4.
Hemoragi serebral Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (ekstradural atau epidural), dibawahdurameter (subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarakhnoid), atau dalamsubstansia otak (hemoragi intraserebral). Hemoragi intraserebral merupakan yang paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral.
2.1.5
Faktor resiko - Faktor risiko utama
Hipertensi Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian.
Diabetes Mellitus Diabetes mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak sampai
berukuran
besar.
Menebalnya
pembuluh
darah
otak
akan
menyempitkan diameter pembuluh darah yang akan menggangu kelancaran aliran darah ke otak, pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel- sel otak.
Penyakit Jantung Beberapa Penyakit Jantung berpotensi menimbulkan stroke. Dikemudian hari seperti penyakit jantung reumatik, penyakit jantung koroner dengan infark obat jantung dan gangguan irana denyut jantung. Factor resiko ini pada umumnya akan menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepaskan sel- sel / jaringan- jaringan yang telah mati ke aliran darah.
- Faktor resiko tambahan 1)
Kadar lemak darah yang tinggi termasuk Kolesterol dan Trigliserida.
Meningginya
kadar
kolesterol
merupakan
factor
penting
untuk
terjadinya
asterosklerosis atau menebalnya dinding pembuluh darah yang diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah. 2)
Kegemukan atau obesitas
3)
Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen yang akan mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan kekentalan darah. 4)
Riwayat keluarga dengan stroke
5)
Lanjut usia
2.1.6 Manefestasi klinis Stroke ini menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori) Kehilangan motorik : hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sesi otak yang berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh. Kehilangan komunikasi : disartria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya) Gangguan persepsi: disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visualspasial, kehilangan sensori Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis Disfungsi kandung kemih Gejala – gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu antara lain bersifat: Sementara Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient
ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap. Sementara,namun lebih dari 24 jam Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND). Gejala makin lama makin berat (progresif) Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution 2.1.7 Patofisiologi a. Stroke Hemoragic Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan serebral dapat terjadi di luar duramater (hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah duramater, (hemoragi subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di dalam substansi otak (hemoragi intraserebral). 1. Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri dengan arteri meningea lain. 2. Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya, periode pembentukan hematoma lebih lama ( intervensi jelas lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala. 3. Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma pada area sirkulus wilisi dan malformasi arteri-vena kongenital pada otak. Arteri di dalam otak dapat menjadi tempat aneurisma. 4. Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. Pada orang yang lebih muda dari 40 tahun, hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi arteri-vena, hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan oleh tipe patologi arteri tertentu, adanya tumor otak dan penggunaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan berbagai obat aditif).
Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia. Biasanya awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital. Pasien dengan perdarahan luas dan hemoragi mengalami penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital. b. Stroke Non Hemoragic Terbagi atas 2 yaitu : 1. Pada stroke trombotik, oklusi disebabkan karena adanya penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena thrombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran arah ini menyebabakan iskemi yang akan berlanjut menjadi infark. Dalam waktu 72 jam daerah tersebut akan mengalami edema dan lama kelamaan akan terjadi nekrosis. Lokasi yang tersering pada stroke trombosis adalah di percabangan arteri carotis besar dan arteri vertebra yang berhubungan dengan arteri basiler. Onset stroke trombotik biasanya berjalan lambat. 2. Sedangkan stroke emboli terjadi karena adanya emboli yang lepas dari bagian tubuh lain sampai ke arteri carotis, emboli tersebut terjebak di pembuluh darah otak yang lebih kecil dan biasanya pada daerah percabangan lumen yang menyempit, yaitu arteri carotis di bagian tengah atau Middle Carotid Artery ( MCA ). Dengan adanya sumbatan oleh emboli akan menyebabkan iskemi. 2.1.8 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke antara lain adalah: a. Angiografi Arteriografi dilakukan untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. Suatu kateter dimasukkan dengan tuntunan fluoroskopi dari arteria femoralis di daerah inguinal menuju arterialyang sesuai kemudian zat warna disuntikkan. b. CT-Scan CT-scan dapat menunjukkan adanya hematoma, infark dan perdarahan. c. EEG (Elektro Encephalogram) Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di daerah yang mengalami gangguan. d. Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan e. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik. f. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena. g. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal. (Doenges E, Marilynn, 2000 hal 292). 2.1.9 Komplikasi Komplikasi utama pada stroke menurut Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131 yaitu: a. Hipoksia Serebral b. Penurunan darah serebral c. Luasnya area cedera 2.1.10
Penatalaksanaan a. Perawatan umum stroke Mengenai penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia, mengemukakan hal-hal berikut:
Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu
berikan oksigen 0-2 L/menit sampai ada hasil gas darah.
Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermiten.
Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus.
Tekanan darah dapat berkurang bila penderita dipindahkan ke tempat yang tenang, kandung kemih dikosongkan, rasa nyeri dihilangkan, dan bila penderita dibiarkan beristirahat.
Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi.
Keadaan hiperglikemia dapat dijumpai pada fase akut stroke, disebabkan oleh stres dan peningkatan kadar katekholamin di dalam serum. Dari percobaan pada hewan dan pengalaman klinik diketahui bahwa kadar glukosa darah yang meningkat memperbesar ukuran infark. Oleh karena itu, kadar glukosa yang melebihi 200 mg/ dl harus diturunkan dengan pemberian suntikan subkutan insulin.
Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia mengemukakan bahwa hiperglikemia ( >250 mg% ) harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin intravena secara drips kontinyu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia harus diatasi segera dengan memberikan dekstrose 40% intravena sampai normal dan diobati penyebabnya.
Suhu tubuh harus dipertahankan normal.
Suhu yang meningkat harus dicegah, misalnya dengan obat antipiretik atau kompres. Pada penderita iskemik otak, penurunan suhu sedikit saja, misalnya 2-3 derajat celsius, sampai tingkat 33ºC atau 34 °C memberi perlindungan pada otak. Selain itu, pembentukan oxygen free radicals dapat meningkat pada keadaan hipertermia. Hipotermia ringan sampai sedang mempunyai efek baik, selama kurun waktu 2-3 jam sejak stroke terjadi, dengan memperlebar jendela kesempatan untuk pemberian obat terapeutik.
Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan
baik, bila terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan. Pemberian cairan
intravena berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung glukosa murni atau hipotonik.
Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah
subkutan, bila tidak ada kontra indikasi. Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke : 1)
Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragic, diberikan
sdalam 24 jam sejak serangan gejala-gejala dan diberikan secara intravena. 2)
Obat antipletelet, obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat
ini kontraindikasi pada stroke haemorhagic. 3)
Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini
merilekskan otot polos pembuluh darah. 4)
Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler
mikrosirkulasi, sehingga meningkatkan perfusi dan oksigenasi ke jaringan otak yang mengalami iskemik. b. Perawatan pasca stroke
Sekali terkena serangan stroke tidak membuat pasien terbebas dari stroke. Selain menimbulkan kecacatan, masih ada kemungkinan dapat terserangkembali di kemudian hari. Pasca stroke biasanya penderita memerlukan rehabilitasi serta terapi psikis seperti terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, dan penyediaan alat bantu di unit orthotik prostetik. Juga penanganan psikologis pasien, seperti berbagi rasa, terapi wisata, dan sebagainya. Selain itu, juga dilakukan community based rehabilitation(rehabilitasi
bersumberdaya
masyarakat)
dengan
melakukan
penyuluhan dan pelatihan masyarakat di lingkungan pasien agar mampu menolong, setidaknya bersikap tepat terhadap penderita. Hal ini akan meningkatkan pemulihan dan integrasi dengan masyarakat. Bahaya yang menghantui penderita stroke adalah serangan stroke berulang yang dapat fatal atau kualitas hidup yang lebih burukdari serangan pertama. Bahkan ada pasien yang mengalami serangan stroke sebanyak 6-7 kali. Hal ini disebabkan pasien tersebut tidak mengendalikan faktor risiko stroke. Bagi mereka yang sudah pernah terkena serangan stroke, Gaya hidup sehat haruslah menjadi pilihan agar tidak kembali diserang stroke, seperti: berhentimerokok,
diet
rendah
lemak
atau
kolesterol
dan
tinggi
serat,
berolahragateratur 3 X seminggu (30-45 menit), makan secukupnya, dengan memenuhi kebutuhangizi seimbang, menjaga berat badan jangan sampai kelebihan berat badan,berhenti minum alkohol dan atasi stres. 1) Rehabilitasi Stroke Rehabilitasi stroke termasuk seluruh tujuan dari rehabilitasi lansia. Pencegahan komplikasi dan keterbatasan sekunder adalah hasil utama yang diharapkan. Peningkatan kualitas dan arti dalam hidup dengan keterbatasan dan deficit klien lansia juga merupakan hal yang penting bagi keberhasilan program rehabilitasi stroke. Aktivitas kehidupan sehari-hari Selain memposisikan klien dan latihan rentang gerak , suatu program rehabilitasi stroke memfokuskan pada AKS. Aktivitas kehidupan seharihari termasuk makan, berdandan, hygiene, mandi, dan yang sejenisnya. Dengan melibatkan ahli terapi fisik dan okupasi dapat meningkatkan kemampuan perawat untuk merencanakan perawatan. Evaluasi tingkat sensorik motorik , pengukuran rentang gerak sendi , dan kekuatan otot adalah tujuan spesifik bagi ahli terapi dan perawat.
Pemeriksaan genggaman , kekuatan trisep, dan keseimbangan memberikan data yang berharga untuk perencanaan strategi kompensasi untuk menyelesaikan tugas tugas perawatan diri. Propriosepsi, sensasi,dan tonus otot dievaluasi. Suatu pengkajian yang seksama juga termasuk tingkat deficit neurologis yang mungkin telah di alami oleh klien akibat stroke. Data tersebut termasuk kemampuan klien untuk mandi, berpakaian, makan, ke toilet, dan berpindah. Selain itu, status fungsi usus dan kandung kemih klien adalah informasi yang sangat penting untuk perencanaan perawatan. Fungsi penglihatan dan pendengaran dikaji dan setiap penyimpangan dimasukkan dalam pendekatan tim. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kemandirian klien dengan terus memberikan peluang untuk melakukan tugas yang mampu ia lakukan. Perawat adalah kunci pemberi perawatan dalam proses rehabilitasi, mengkoordinasikan asuhan perawatan dan terapi rehabilitative. Dengan memperhatikan tujuan ini, perawat dapat memaksimalkan potensi klien tersebut. 2)
Kognisi dan komunikasi Konfusi, disorientasi, dan maslah komunikasi adalah akibat yang sering dari stroke. Maslah komunikasi dapat diakibatkan oleh afasia dan disartria, perawat perlu menyertakan teknik komunikasi yang memfasilitasi kemampuan klien untuk memahami kata-kata. Teknik komunikasi tersebut meliputi berbicara secara perlan-lahan, memberikan petunjuk sederhana(satu pada satu waktu), membatasi distraksi, dan mendengar secara aktif.Selain itu, menghubungkan kata-kata dengan objek,menggunakan pengulangan dan katakata yang banyak, dan mendorong keluarga untuk membawa objek kecil yang dikenal oleh klien dan untuk menyebutkan nama objek-objek tersebut dapat meningkatkan pola komunikasi.Dapat juga digunakan papan abjad,mesin tik,dan program computer untuk membantu pemahaman klien tentang lingkungannya. Mengevaluasi penglihatan dan pendengaran dapat juga membantu mengatasi masalah yang,sekali dapat diperbaiki, secara drastic akan meningkatkan komunikasi.
3)
Dukungan psikologis Klien lanjut usia mengalami berbagai kehilangan berdasar dengan terjadinya stroke, mencakup perubahan citra tubuh, fungsi tubuh, dan
perubahan peran. Dukungan psikologis diarahkan agar dalam menghadapi kehilangan ini dapat mendorong keberhasilan adaptasi dan penyesuaian. Tujuan yang realistis dapat ditetapkan hanya setelah perawat mengkaji gaya hidup klien sebelumnya, tipe kepribadian, perilaku koping, dan aktivitas pekerjaan. Dengan menyediakan situasi untuk penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, perawat member klien suatu kesempatan untuk memperoleh kendali atas lingkungannya. Keadaan seperti itu dapat sederhana seperti membiarkan klien untuk memilih di antara dua aktivitas, untuk memutuskan waktu terapi, untuk memilih pakaian, dan untuk membuat pilihan makanan. Memfokuskan pada kekuatan dan kemampuan klien daripada terhadap deficit dapat mendorong harapan klien tersebut. Depresi sering terjadi dengan terjadinya kehilangan fungsi tubuh dan perubahan peran dan citra tubuh. Konsultasikan kepada seorang perawat kesehatan mental untuk membantu mengatasi masalah ini. Klienn lansia mungkin mengalami suatu perasaan isolasi dan pengasingan. Keluarga mungkin memerlukan dukungan emosional dan psikologis ketika berusaha untuk memahami apa arti kehilangan bagi klien. Jika kebutuhan untuk mendapatkan dukungan keluarga ini tidak diperhatikan, klien mungkin mempertimbangkan untuk bunuh diri.Ajarkan anggota keluarga tentang depresi dan peringatkan mereka terhadap tanda dan gejala yang penting dalam memberikan dukungan psikososial. Kelabilan emosional dan ledakan-ledakan mungkin terjadi setelah stroke. anggota keluarga yang telah diajarkan tentang strategi komunikasi dan bagaimana cara bermain peran dalam situasi yang potensial akan menjadi lebih percaya diri.dalam merawat klien. merujuk keluarga dan klien pada pelayanan pendukung seperti pelayanan kesehatan di rumah, Kelompok pendukung, dan respite care dapat mengurangi beban ketergantungan yang mungkin mengikuti stroke melibatkan manajemen factor-faktor yang pada akhirnya dapat membuat perbedaan dalam memelihara kemandirian maksimum dan menurunkan komplikasi sekunder yang dapat berkembang dari penyakit kronis yang melumpuhkan. (Mickey Stanley, Buku Ajar Keperawatan gerontik edisi 2. 2006) Gangguan emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi merupakan masalah umum yang dijumpai pada penderita pasca stroke. Korban
stroke dapat memperlihatkan masalah-masalah emosional dan perilakunya mungkin berbeda dari keadaan sebelum mengalami stroke. Emosinya dapat labil, misalnya pasien mungkin akan menangis namun pada saat berikutnya tertawa, tanpa sebab yang jelas. Untuk itu, peran perawat adalah untuk memberikan pemahaman kepada keluarga tentang perubahan tersebut. Hal-hal yang bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi perilaku pasien seperti seperti mengendalikan simulasi di lingkungan, memberikan waktu istirahat sepanjang siang hari untuk mencegah pasien dari kelelahan yang berlebihan, memberikan umpan balik positif untuk perilaku yang dapat diterima atau perilaku yang positif, serta memberikan pengulangan ketika pasien sedang berusaha untuk belajar kembali satu ketrampilan. 4)
Mengembalikan fungsi akibat stroke. Pada lansia yang mengalami stroke, biasanya akan mengalami kontraktur otot dan sendi. Kontraktur adalah kelainan atau “pemendekan permanen” dari otot atau sendi yang terjadi saat jaringan lunak di bawah kulit berkurang kelenturannya dan tidak dapat meregang. Kondisi ini juga dapat mengenai tendon dan ligamen, dan dapat terjadi di seluruh bagian tubuh. Pemicu yang paling umum adalah ketika otot terasa kaku secara berkepanjangan di bagian tubuh tersebut, biasanya karena penyakit lain seperti lumpuh otak. Kontraktur seringkali menyebabkan nyeri dan terbatasnya pergerakan bagian tubuh tersebut, sehingga pasien akan mencari pengobatan yang berupa terapi fisik. Pengobatan untuk kontraktur biasanya menggunakan gabungan dari:
Obat-obatan – Saat kontraktur otot menyebabkan nyeri dan peradangan, obat-obatan dapat digunakan untuk menyembuhkan gejala ini.
Terapi fisik – Sesi terapi fisik sangatlah penting untuk mengobati kelainan pada otot atau sendi. Tujuan dari terapi fisik adalah untuk memperkuat otot, mencegah memburuknya kontraktur, dan berusaha untuk memperluas jangkauan gerak pasien. Namun, terapi fisik akan lebih efektif apabila dilakukan terus menerus, dan dilengkapi dengan latihan yang dilakukan oleh pasien di rumah. Terapi fisik juga dapat
berfungsi sebagai langkah pencegahan bagi individu yang berisiko tinggi mengalami kontraktur, misalnya pasien yang mengalami lumpuh otak atau pasien yang menginap di rumah sakit untuk waktu yang lama.
Alat bantu – Penggunaan alat bantu ortopedi, belat, atau kursi roda dapat sangat membantu pasien yang menderita kontraktur.
Rangsangan listrik atau terapi panas – Cara ini merupakan teknik non-tradisional yang lebih baru dan juga dapat digunakan untuk menunda atau menghindari operasi.
Operasi – Namun, semua pengobatan yang disebutkan di atas bukanlah solusi untuk jangka panjang dan hanya dapat menghilangkan gejala. Kontraktur hanya bisa dihilangkan atau disembuhkan sepenuhnya dengan operasi tulang, di mana otot yang tegang akan diregangkan. Apabila pengobatan dimulai dari tahap dini, kemungkinan besar pasien akan bisa kembali menggerakkan bagian tubuh mereka dengan normal. Namun, semakin lama kontraktur tidak diobati, maka pasien juga akan semakin sulit bergerak secara normal. Kontraktur juga lebih mudah dicegah daripada diobati. Olahraga secara
teratur dapat mencegah agar otot dan sendi tidak menjadi kaku. Berikut adalah gerakan-gerakan latihan yang dapat mengembalikan fungsi otot dan sendi.
2.2 Lansia dengan Gangguan Depresi 2.2.1 Definisi Depresi adalah suatu bentuk gangguan suasana hati yang mempengaruhi kepribadian seseorang.Depresi juga merupakan persamaan dari perasaan sedih, murung, kesal, tidak bahagia dan menderita.Individu umumnya menggunakan istilah depresi untuk merujuk pada keadaan atau suasana yang melibatkan kesedihan,rasa kesal, tidak mempunyai harga diri, dan tidak bertenaga. Pada ummnya depresi pada lansia dianggap sebagai pairment fungsi psikososial, sering kali tidak terdeteksi dan tidak diobati. Istilah depresi begitu sulit untuk diartikan, karena dianggap sebai keluhan suasana hati. Istilah depresi biasa digambarkan sebagai gejala yang menggambarkan konstelasi yang sangat mempengaruhi kualitas hidup dari sejumlah besar lansia. Depresi yang merupakan masalah mental paling banyak ditemui pada lansia membutuhkan penatalaksanaan holistik dan seimbang pada aspek fisik, mental dan sosial. Di samping itu, depresi pada lansia harus diwaspadai dan dideteksi sedini mungkin karena dapat mempengaruhi perjalanan penyakit fisik dan kualitas hidup pasien. Gerontologis telah mengembangkan teori untuk menjelaskan depresi pada lansia, yang sering disebut depresi menua. Perawat memiliki peran penting dalam mengatasi depresi karena ada berbagai intervensi keperawatan yang dapat memiliki dampak positif yang signifikan pada kualitas hidup lansia. 2.2.2 Etiologi Etiologi diajukan para ahli mengenai depresi pada usia lanjut menurut Damping (2003) adalah: 1. Polifarmasi Terdapat beberapa golongan obat yang dapat menimbulkan depresi, antara lain: analgetika, obat antiinflamasi nonsteroid, antihipertensi, antipsikotik, antikanker, ansiolitika, dan lain-lain. 2. Kondisi medis umum Beberapa kondisi medis yang berhubungan dengan depresi adalah gangguan endokrin, neoplasma, gangguan neurologis, dll. 3. Teori neurobiologi Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan pada depresi lansia. Pada beberapa penelitian juga ditemukan adanya perubahan neurotransmiter pada
depresi lansia, seperti menurunnya konsentrasi serotonin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, serta meningkatnya konsentrasi monoamin oksidase otak akibat proses penuaan. Atrofi otak juga diperkirakan berperan pada depresi lansia. 4. Teori psikodinamik Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang proses berkabung menghasilkan pendapat bahwa hilangnya objek cinta diintrojeksikan ke dalam individu tersebut sehingga menyatu atau merupakan bagian dari individu itu. Kemarahan terhadap objek yang hilang tersebut ditujukan kepada diri sendiri. Akibatnya terjadi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri, merasa diri tidak berguna, dan sebagainya. 5. Teori kognitif dan perilaku Konsep Seligman tentang learned helplessness menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kehilangan yang tidak dapat dihindari akibat proses penuaan seperti keadaan tubuh, fungsi seksual, dan sebagainya dengan sensasi passive helplessness pada pasien usia lanjut. 6. Teori psikoedukatif Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu pada orang tua usia lanjut misalnya ketidakberdayaan mereka, pengisolasian oleh keluarga, tiadanya sanak saudara ataupun perubahan-perubahan fisik yang diakibatkan oleh proses penuaan dapat memicu terjadinya depresi pada usia lanjut. 7. Teori psikososial Teori ini berfokus pada dampak dari hilangnya jaringan akibat efek buffering dukungan social dan psikososial dalam melindungi terhadap depresi.Faktor-faktor yang berpotensi terjadinya depresi berdasarkan teori psikososial adalah : a. Ageism, hilangnya peran social, dan rendahnya status social ekonomi b. Pengalaman dan trauma pada masa anak-anak. c. Peningkatan stressor stress dalam kehidupan sehari-hari d. Jaringan social yang memadai, misalnya tidak ada pasangan/ partner, beberapa teman affe, jaringan keluarga kecil. e. Interaksi social berkurang f. Integritas social yang buruk (misalnya lingkungan yang tidak stabil, kurang kuatnya afilasi agama).
2.2.3 Klasifikasi Depresi 1. Depresi Ringan Suasana perasaan yang depresifKehilangan minat kesenangan dan mudahlelah konsentrasi dan perhatian kurang harga diri dan kepercayaan diri kurang perasaan salah dan tidak berguna pandangan masa depan yang suram gagasan dan perbuatan yang membahayakan diri tidak terganggu dan nafsu makan kurang. 2. Depresi Sedang Kegiatan nyata mengikuti kegiatan social, pekerjaan dan urusan rumah tangga. 3. Berat Biasanya gelisah, kehilangan harga diri dan perasaan tidak berguna, keinginan bunuh diri. Berdasarkan klasifikasinya depresi dibedakan menjadi 3 yaitu : Ringan Mental
- Ragu-ragu - Kemurkaan - Kasihan diri sendiri
Sedang
Berat
- Kritik diri - Penolakan sendiri sendiri - Kemarahan - Kepahitan - Kasihan diri - Kasihan sendiri sendiri
diri
diri
Fisik
- Kehilangan - Kelesuan nafsu makan - Kecemasan - Tidak dapat - Menangis tidur - Penampilan yang tidak teratur
- Pengungsian diri - Kepasifan
Emosional
- Ketidakpatuhan - Kesedihan - Mudah tersinggung - Ragu-ragu akan tuhan
Keadaan yang sulit Penderita kesepian
Tiada harapan Skizophegenia Keadaan tertinggal
Spiritual
- Ragu-ragu akan tuhan - Tidak senang akan tuhan - Tidak berterima
Menolak akan tuhan Mengeluh terhadap tuhan -
Acuh tak acuh akan nasehat Tidak percaya terhadap tuhan Kemarahan
kasih dan tidak percaya
akan sabdasabda tuhan.
2.2.4 Gejala Depresi 1. Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak rnemberikan kesenangan. 2. Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti: a. Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika. kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah makan. b. Nyeri (nyeri otot dan nyeri kepala) c. Merasa putus asa dan tidak berarti. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, "saya menyia-nyiakan hidup saya" atau “saya tidak bisa rncncapai banyak kemajuan", seringkali terjadi. d. Berat badan berubah drastis e. Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur. f. Sulit berkonsentrasi. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan untuk mernecahkan masalah secara efektif. Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan untuk memfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah untuk jangka waktu tertentu. Keluhan umum yang sering terjadi adalah, "saya tidak bisa berkonsentrasi". g. Keluarnya keringat yang berlebihan h. Sesak napas i. Kejang usus atau kolik j. Muntah k. Diare l. Berdebar-debar
m. Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya. Dilain pihak, seseorang lainnya yang mengalami depresi mungkin akan gampang letih dan lemah. n. Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa, "saya selalu merasah lelah" atau "saya capai". 3. Secara biologik dipacu dengan perubahan neurotransmitter, penyakit sistemik dan penyakit degeneratif. 4. Secara psikologik geplanya: a. Kehilangan harga diri/ martabat b. Kehilangan secara fisik prang dan benda yang disayangi c. Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan alkohol/ narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya, makan berlebihan, terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung. d. Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri 5. Gejala social ditandai oleh kesulitan ekonomi seperti tak punya tempat tinggal. 2.2.5 Penyebab depresi pada lansia: 1. Penyakit fisik 2. Penuaan 3. Kurangnya perhatian dari pihak keluarga 4. Gangguan pada otak (penyakit cerebrovaskular) 5. Faktor psikologis, berupa penyimpangan perilaku oleh karena cukup banyak lansia yang mengalami peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau cukup berat. 6. Serotonin dan norepinephrine 7. Zat-zat
kimia
didalam
otak
(neurotransmitter)
tidak
seimbang.
Neurotransmitter sendiri adalah zat kimia yang membantu komunikasi antar sel-sel otak. 8. Faktor biologis, misalnya faktor genetik, perubahan struktural otak, faktor risiko vaskular, kelemahan fisik.
2.2.6 Dampak Depresi Pada Lansia Pada usia lanjut depresi yang berdiri sendiri maupun yang bersamaan dengan penyakit lain hendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karena bila tidak diobati dapat memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk prognosis. Depresi dapat dijumpai hal-hal seperti di bawah ini: 1.
Depresi dapat meningkatkan angka kematian pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler
2.
Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal yang dapat memperburuk penyakit kardiovaskular (Misal: peningkatan hormon adrenokortikotropin akan meningkatkan kadar kortisol).
3.
Metabolisme serotonin yang terganggu pada depresi akan menimbulkan efek trombogenesis.
4.
Perubahan suasana hati (mood) berhubungan dengan gangguan respons imunitas termasuk perubahan fungsi limfosit dan penurunan jumlah limfosit.
5.
Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas sel natural killer.
6.
Pasien depresi menunjukkan kepatuhan yang buruk pada program pengobatan maupun rehabilitasi. Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapat berlangsung bertahun-tahun dan dihubungkan dengan kualitas hidup yang jelek, kesulitan dalam fungsi sosial dan fisik, kepatuhan yang jelek terhadap terapi, dan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat bunuh diri dan penyebab lainnya.
2.2.7 Penatalaksanaan depresi pada lansia: a.
Terapi biologik: 1) Pemberian obat antidepresan Terdapat beberapa pilihan obat anti depresi yaitu jenis Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs): Prozac (fluoxetine); Zoloft (setraine), Cipram (citalopram) dan Paxil (paroxetine). Jenis NASSA: Remeron (mirtazapine). Jenis Tricylic antidepresan: Tofranil (imipramine) dan Norpramin (desipramine). Reversible Inhibitor Mono Amine Oxidase (RIMA) Inhibitors: Aurorix. Stablon. (Tianeptine). 2) Terapi kejang listrik (ECT), shock theraphy Penggunaan Electroconvulsive Therapy (ECT) dengan cara shock therapy untuk pasien yang tidak memberi respon positif terhadap, obat antidepresan dan psikoterapi. ECT bekerja untuk menyeimbangkan
unsur kimia pada otak, dirasa. cukup aman dan efektif serta dapat diulang 3 kali seminggu sampai pasien menunjukan perbaikan. Efek samping ECT adalah kehilangan kesadaran sementara.pada pasien namun cukup efektif untuk mengurangi resiko bunuh diri pada pasien tertentu. 3) Terapi sulih hormon 4) Transcranial Magnetic Stimulation (TMS) b.
Terapi psikososial (psikoterapi) Bertujuan
mengatasi
masalah
psikoedukatif,
yaitu
mengatasi
kepribadian maladaptif, distorsi pola berpikir, mekanisme koping yang tidak efektif, hambatan relasi interpersonal. Terapi ini juga dilakukan untuk mengatasi masalah sosiokultural, seperti keterbatasan dukungan dari keluarga, kendala terkait faktor kultural, perubahan peran sosial. Psikoterapi yang dapat ditempuh dengan sesi pembicaraan dengan psikiater dan psikolog dapat membantu pasien melihat bahwa perasaan yang dialaminya juga dapat terjadi pada orang lain namun karena menderita depresi ia mengalami kondisi yang berlebihan atas perasaannya sendiri. c.
Perubahan gaya hidup Aktivitas fisik terutama olah-raga. Pasien dibiasakan berjalan kaki setup pagi atau sore sehingga energi dapat ditingkatkan serta mengurangi stress karena kadar norepinefrin meningkat. Selain itu, pasien juga dapat diperkenalkan pada kebiasaan meditasi serta yoga untuk menenangkan pikirannya: Setidaknya ada dua alasan penting mengapa olah raga perlu untuk penderita depresi. 1) Olah raga meningkatkan kesadaran sistem syaraf sentral. Denyut nadi meningkat dan membangkitkan semua sistem. Hal ini berlawanan dengan penurunan kesadaran syaraf sentral akibat adanya depresi. 2) Olah raga bisa memacu sistem syaraf sentral. Endorphin adalah molekul organik yang seperti halnya norepinephrine dan serotonin, berfungsi sebagai kurir kimiawi. Kadang endorphin dianggap, sebagai candu (opium) alami yang berfungsi untuk meningkatkan proses biologic untuk mengatasi depresi. Karenanya perawat diharapkan bisa mengidentifikasi olah-raga yang disenangi oleh klien yang terindikasi depresi dan mendesainnya menjadi sebuah program yang kontinyu dan rutin. Perawat dapat bekerjasama dan berkonsultasi dengan tenaga
medis mengenai berbagai bentuk gerak yang efektif yang bisa menstimulus detak jantung. d.
Diet sehat Untuk mengurangi asupan gizi yang menambah kadar stress juga perlu dilakukan. Memperhatikan jenis makanan yang akan disajikan kepada lanjut usia yang mengalami depresi. Depresi berhubungan dengan tingkat kesadaran yang rendah. Kesadaran mengacu pada proses psikologis yang meliputi hal-hal seperti misalnya kemampuan untuk memusatkan perhatian seseorang dan kemampuan untuk bekerja secara efektif. Makanan berat secara otomatis akan memicu tindakan bagian syaraf parasimpatik yakni cabang dari sistem syaraf otonom yang menurunkan kesadaran. Darah dialirkan ke proses pencernaan untuk membantu seseorang mencerna makanan yang dimakan. Sewaktu darah meninggalkan otak dan tangan serta kaki, tubuh akan merasa lemas dan mengantuk, karena itu makanan berat cenderung memicu depresi. Karena itu dianjurkan untuk makan makanan ringan, ketika lapar diantara jam-jam makan, akan tetapi sebaiknya menghindari makanan yang mengandung kadar gala yang tinggi. Sementara kudapan yang rendah kalori dan berprotein tinggi akan membuat seseorang tetap segar, memuaskan rasa lapar, dan tidak mengganggu kesadaran optimal seseorang.
2.2.8 Fokus Pengkajian 1. Pengkajian Pada dasarnya pengkajian keperawatan pada lansia dengan depresi yaitu pada aspek psikososial. Namun pada bagian ini lebih terfokus pada aspek depresi lansia yang secara spesifik meliputi : a. Identifikasi kusus tanda dan gejala depresi pada lansia. b. Gunakan skrining tools untuk mengidentifikasi depresi pada lansia Geriatric Depression Scale-Short Form (GDS-SF) or GDS 15 adalah pertanyaan alat pendeteksi yang digunakan secara umum untuk mengetahui pengaturan kesehatan pada lansia dan bisa dikelola dalam waktu 5-7 menit. Adapun pertanyaannya sebagai berikut :
No
Pertanyaan
Jawaban Ya
1
Apakah pada dasarnya anda puas dengan hidup anda ?
2
Sudahkah anda menunda banyak aktivitas dan minat
3
anda?
4
Apakah kamu berfikir bahwa kehidupanmu kosong ?
5
Apakah kamu sering bosan ? Apakah kamu memiliki semangat yang lebih pada suatu
6
waktu ? Apakah kamu takut sesuatu yang buruk akan terjadi
7
padamu ? Apakah kamu merasa bahagiah yang berlebihan sewaktu-
8
waktu ?
9
Apakah kamu sering merasa kehilangan harapan ? Apakah kamu mempersiapkan lebih banyak berdiam dirumah dari pada pergi keluar dan melakukan hal-hal
10
yang baru ? Apakah kamu merasa memiliki masalah yang lebih
11
dengan ingatan ? Apakah kamu berfikir sesuatu yang hebat di kehidupanmu
12
sekarang ? Apakah kamu merasa tidak beharga dengan caramu
13
sekarang ?
14
Apakah kamu merasa energy yang penuh ?
15
Apakah kamu merasa kehilangan harapan tentang situasi ? Apakah kamu berfikir orang-orang memiliki kelebihan dari pada kamu ? Keterangan: Normal depresi : 2-3 Middle depresi : 3-7 Very depresi : 7-12
Tidak
2. Riwayat a. Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis. b. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti geriatric depresion scale c. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan d. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga. Lakukan observasi langsung terhadap: 1. Perilaku. Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas hidup sehari-hari? Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial? Apakah klien sering mengluyur dan mondar-mandir? Apakah ia menunjukkan sundown sindrom atau perseveration phenomena? 2. Afek. Apakah kilen menunjukkan ansietas? Labilitas emosi? Depresi atau apatis? lritabilitas? Curiga? Tidak berdaya? Frustasi? 3. Respon kognitif. Bagaimana tingakat orientasi klien? Apakah klien mengalami kehilangan ingatan tentang hal¬hal yang baru saja atau yang sudah lama terjadi? Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau mengabstrakan?
Kurang
mampu
membuat
penilaian?
Terbukti
mengalami afasia, agnosia, atau, apraksia? 4. Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga. 5. Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut. 6. ldentifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota keluarga yang lain. 7. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan). 8. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga. 9. Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberi asuhan tentang dirinya sendiri. 3. Diagnosa Keperawatan a. Mobilitas fisik, hambatan b.d gangguan konsep diri, depresi, ansietas berat. b. Gangguan pola tidur b.d ansietas
c. Membahayakan diri, resiko b.d perasaan tidak berharga dan putus asa. 4. Intervensi Keperawatan a.
Mobilitas fisik, hambatan b.d gangguan konsep diri, depresi, ansietas berat. Intervensi 1) Bicara secara langsung dengan klien; hargai individu dan ruang pribadinya jika tepat 2) Beri kesempatan terstruktur bagi klien untuk membuat pilihan perawatan 3) Susun sasaran aktivitas progresif dengan klien 4) Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat ini
b.
Gangguan pola tidur b.d ansietas Intervensi 1) Identifikasi gangguan dan variasi tidur yang dialami dari pola yang biasanya 2) Anjurkan latihan relaksasi, seperti musik lembut sebelum tidur 3) Kurangi asupan kafein pada sore dan malam hari 4) Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk memfasilitasi agar pasien dapat tidur.
c.
Membahayakan diri, resiko b.d perasaan tidak berharga dan putus asa. Intervensi 1) Identifikasi derajat resiko / potensi untuk bunuh diri 2) Lakukan tindakan pencegahan bunuh diri 3) Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam menyelesaikan masalah
5. Evaluasi a. Berpartisipasi dalam menentukan perawatan diri b. Melakukan kegiatan positif dalam menyelesaikan masalah c. Klien mampu mengungkapkan penyebab gangguan tidur d. Klien mampu menetapkan cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tidur e. Mengenali cara - cara untuk mencegah bunuh diri f. Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang konstruktif
BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat. Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler. Persoalan pokok pada stroke adalah gangguan peredaran darah pada daerah otak tertentu. Gangguan depresif merupakan suasana alam perasaan yang utama bagi orang usia lanjut dengan penyakit fisik kronik dan kerusakan fungsi kognitif yang disebabkan oleh adanya penderitaan, disabilitas, perhatian keluarga yang kurang serta bertambah buruknya penyakit fisik yang banyak dialaminya. Gangguan stroke dan depresi merupakan gangguan yang sering terjadi pada lansia dan harus mendapatkan penanganan yang sesuai dengan kondisi lansia dengan baik. 3.2 Saran Diharapkan mahasiswa agar dapat meningkatkan pemahamannya terhadap materi mengenai asuhan keperawatan lansia dengan gangguan strokr dan deperesi . Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya dan menambah pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Ancowitz, A. 1993. The Stroke Book. New York : William Morrow and Company, inc. Damping, C.E., 2003. Depresi pada Geriatri: Apa Kekhususannya. Dalam: Supartondo, Setiati, S., dan Soejono, C.H., (eds). 2003. Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2003 “Penatalaksanaan Pasien Geriatri dengan Pendekatan Interdisiplin”. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 107-112 Hudak Gallo. 2002. Keperawatan Kritis. Edisi VI Volume II. Jakarta : EGC. Lumbantobing. 2001. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Marilynn E, Doengoes, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC. Maryam, et al. (2011). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika Pahria, Tuti, dkk. 2002. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : EGC. https://www.pdfcoke.com/document/40447044/Asuhan-Keperawatan-Lansia-Dengan-Depresi http://www.academia.edu/14546510/ASUHAN_KEPERAWATAN_LANSIA_DENGAN_D EPRESIhttp://www.suyotohospital.com/index.php?option=com_content&view=article&id=8 0:rehabilitasi-pasca-stroke-memberi-kualitas-hidup-lebih-baik&catid=3:artikel&Itemid=2