Askep Kista Ovari

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Kista Ovari as PDF for free.

More details

  • Words: 4,635
  • Pages: 29
Askep Kista Ovarii BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ovarium merupakan tempat yang umum bagi kista, yang dapat merupakan pembesaran sederhana konstituen ovarium normal, folikel graft, atau korpus luteum, atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan abdomen dari epithelium ovarium. Pasien dapat melaporkan atau tidak melaporkan nyeri abdomen akut atau kronik. Gejal-gejala tentang rupture kista menstimulasi berbagai kedaruratan abdomen akut, seperti apendisitis, atau kehamilan ektopik. Kista yang lebih besar dapat menyebabkan pembengkakan abdomen dan penekanan pada organ-organ abdomen yang berdekatan. Pengobatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah. Jika ukuran lebar kista kurang dari 5 cm, dan tampak terisi oleh cairan atau fisilogis pada pasien muda yang sehat, kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista. Sekitar 98 % lesi yang terjadi pada wanita yang berumur 29 tahun dan yang lebih muda adalah jinak. Setelah usia 50 tahun, hanya 50 % yang jinak. Perawatan pascaoperatif setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen, dengan satu pengecualian. Penurunan tekanan intraabdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Komplikasi ini dapat dicegah sampai suatu tingkat dengan memberikan gurita abdomen yang ketat. Dari uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui lebih banyak bagaimana asuhan keperawatan yang diberikam pada penderita kistoma ovari. 2. Tujuan Umum Diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovari 3. Tujuan Khusus a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan kista ovari b. Mampu menemukan masalah keperawatan pada klien dengan kista ovari c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan kista ovari

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan kista ovari e. Mampu mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan pada klien dengan kista ovari f. Mampu mengidentifikasi factor-faktor pendukung, penghambat serta dapat mencari solusinya. g. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I.

DEFINISI • • • •

II.

Kista adalah suatu jenis tumor, emyebab pastinya sendiri belum diketahui, diduga seringnya memakai kesuburan. (Soemadi, 2006) Kista adalah suatu jenis tumor berupa kantong abnormal yang berisi cairan atau benda seperti bubur (Dewa, 2000) Kista adalah suatu bentukan yang kurang lebih bulat dengan dinding tipis, berisi cairan atau bahan setengah cair (Sjamsuhidajat, 1998). Kista adalah pembesaran suatu organ yang di dalam berisi cairan seperti balon yang berisi air. Pada wanita organ yang paling sering terjadi Kista adalah indung telur. Tidak ada keterkaitan apakah indung telur kiri atau kanan. Pada kebanyakan kasus justru tak memerlukan operasi. (http:// suara merdeka.com) SIFAT KISTA 1. Kista Fisiologis Kista yang bersifat fisiologis lazim terjadi dan itu normal normal saja. Sasuai suklus menstruasi, di ovarium timbul folikel dan folikelnya berkembang, dan gambaranya seperti kista. Biasanya kista tersebut berukuran dibawah 5 cm, dapat dideteksi dengan menggunakan pemeriksaan USG, dan dalam 3 bulan akan hilang. Jadi ,kista yang bersifat fisiologis tidak perlu operasi, karena tidak berbahaya dan tidak menyebabkan keganasan, tetapi perlu diamati apakah kista tersebut mengalami pembesaran atau tidak. Kista yang bersifat fisiologis ini dialami oleh orang di usia reproduksi karena dia masih mengalami menstruasi. Bila seseorang diperiksa ada kista, jangan takut dulu, karena mungkin kstanya bersifat fisiologis. Biasanya kista fisiologis tidak menimbuklkan nyeri pada saat haid. 2.

Kista Patologis (Kanker Ovarium) Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium. Kanker ovarium merupakan penyebab kematian terbanyak dari semua kanker ginekologi. Angka kematian yang tinggi karena penyakit ini pada awalnya bersifat tanpa gejala dan tanpa menimbulkan keluhan apabila sudah terjadi metastasis, sehingga 60-70% pasien dating pada stadium lanjut, penyakit ini disebut juga sebagai silent killer. Angka kematian penyakit ini di Indonesia belum diketahui dengan pasti.

Pada yang patologis, pembesaran bisa terjadi relative cepat, yang kadang tidak disadari si penderita. Karena, kista tersebut sering muncul tanpa gejala seperti penyakit umumnya. Itu sebabnya diagnosa aalnya agak sulit dilakukan. Gejala gejala seperti perut yang agak membuncit serta bagian bawah perut yang terasa tidak enak biasanya baru dirasakan saat ukuranya sudah cukup besar. Jika sudah demikian biasanya perlu dilakukan tindakan pengangkatan melalui proses laparoskopi, sehingga tidak perlu dilakukan pengirisan di bagian perut penderita. Setelah di angkat pemeriksaan rutin tetap perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kista itu akan muncul kembali atau tidak. Ada lagi jenis kista abnormal pada ovarium. Jenis ini ada yang bersifat jinak dan ganas. Bersifat jinak jika bisa berupa spot dan benjolan yang tidak menyebar. Meski jinak kista ini dapat berubah menjadi ganas. Sayangnya sampai saat ini, belum diketahui dengan pasti penyebab perubahan sifat tersebut. Kista ganas yang mengarah ke kanker biasanya bersekat sekat dan dinding sel tebal dan tidak teratur. Tidak seperti kista fisiologis yang hanya berisi cairan, kista abnormal memperlihatkan campuran cairan dan jaringan solid dan dapat bersifat ganas. III.

JENIS KISTA Jenis kista indung telur meliputi:

1. Kista Fungsional. Sering tanpa gejala, timbul gejala rasa sakit bila disertai komplikasi seprti terpuntir/ pecah, tetapi komplikasi ini sangat jarang. Dan sangat jarang pada kedua indung telur. Kista bisa mengecil dalam waktu 1-3 bilan. 2. Kista Dermoid. Terjadi karena jaringan dalam telur yang tidak dibuahi kemudian tumbuh menjadi beberapa jaringan seperti rambut, tulang, lemak. Kista dapat terjadi pada kedua indung telur dan biasanya tanpa gejala. Timbul gejala rasa sakit bila kista terpuntir/ pecah. 3. Kista Cokelat. (Edometrioma) Terjadi karena lapisan didalam rahim (yang biasanya terlepas sewaktu haid dan terlihat keluar dari kemaluan seperti darah); tidak terletak dalam ragim tetapi melekat pada dinding luar indung telur. Akibat peristiwa ini setiap kali haid, lapisan tersebut menghasilakan darah haid yang akan terus menerus tertimbun dan

menjadi kista. Kista ini bisa 1 pada dua indung telur. Timbul gejala utama yaitu rasa sakit terutama sewaktu haid/ sexsuale intercourse. 4. Kistadenoma. Berasal dari pembungkus indung telur yang tumbuh menjadi kista. Kista jenis ini juga dapat menyerang indung telur kanan dan kiri. Gejala yang timbul biasanya akibat penekanan pada bagian tubuh sekitar seperti VU sehingga dapat menyebabkan inkontinensia. Jarang terjadi tetapi mudah menjadi ganas terutama pada usia diatas 45 tahun atau kurang dari 20 tahun. Contoh Kistadenoma; Kistadenoma ovarii serosum. Berasal dari epitel germinativum. Bentuk umunya unilokuler, bila multilokuler perlu dicurigai adanya keganasan. Kista ini dapat membesar, tetapi tidak sebesar kista musinosum. Gambaran klinis pada kasus ini tidak klasik. Selain teraba massa intraabdominal, dapat timbul asites. Penatalaksanaan umumnya sama seperti Kistadenoma ovarii musinosum. Kistadenoma ovarii musinosum. Asal kista belum pasti. Menurut Meyer, kista ini berasal dari teratoma, pendapat lain mengemukakan kista ini berasal dari epitel germinatifum atau mempunyai asal yang sama dengan tumor Brener. Bentuk kista multilobuler, biasanya unilatelar dapat tumbuh menjadi sangat bersar. Gambaran klinis terdapat perdarahan dalam kista dan perubahan degeneratif sehingga timbul pelekatan kista dengan omentum, usus dan peritoneum parietal. Selain itu, bisa terjadi ileus karena perlekatan dan produksi musin yang terus bertambah akibat pseudomiksoma peritonei. Penatalaksanaan dengan pengangkatan kista tanpa pungsi terlebih dahulu dengan atau tanpa salpingo ooforektomi tergantung besarnya kista. IV.

ETIOLOGI Factor yang menyebabkan gajala kista meliputi; 1.

Gaya hidup tidak sehat. Diantaranya;

2.

1. Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat 2. Zat tambahan pada makanan 3. Kurang olah raga 4. Merokok dan konsumsi alcohol 5. Terpapar denga polusi dan agen infeksius 6. Sering stress Faktor genetic. Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu yang disebut protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan yang bersifat karsinogen , polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker.

V.

TANDA DAN GEJALA Kebanyakan wanita dengan kanker ovarium tidak menimbulakan gejala dalam waktu yang lama. Gejala umumnya sangat berfariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal gejalanya dapat berupa;    

Gangguan haid Jika sudah menekan rectum atau VU mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih. Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri spontan dan sakit diperut. Nyeri saat bersenggama.

Pada stadium lanjut; • • • • •

VI.

Asites Penyebaran ke omentum (lemak perut) serta oran organ di dalam rongga perut (usus dan hati) Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan, Gangguan buang air besar dan kecil. Sesak nafas akibat penumpukan cairan di rongga dada. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Deteksi dini Keterlambatan mendiagnosis kanker ovarium sering terjadi karena letak ovarium berada didalam rongga panggul sehingga tidak terlihat dari luar. Biasanya kanker ovarium ini di deteksi lewat pemeriksaan dalam. Bila kistanya sudah membesar maka akan terabab ada benjolan. Jika dokter menemukan kista, maka selanjutanya akan dilakukan USG untuk memastikan apakah ada tanda tanda kanker atau tidak.

Kemudian dibutuhkan pemeriksaan lanjutan dengan mengambil jaringan (biopsy) untuk memastikan kista tersebut jinak atau ganas. Ini bisa dilakukan dengan laparskopi, melalui lubang kecil di perut. Pemeriksaan lainnya dengan CT Scan dan tumor marker dengan pemeriksaan darah. VII.

PENATALAKSANAAN Penderita kanker ovarium stadium dini dapat ditangani dengan operasi yang kemudian dilanjutkan dengan terapi. Bila kanker ovarium telah memasuki stadium lanjut baru di lakukan kemoterapi atau radiasi. 1.

Pengkajian.

Pengkajian umum kista:       

Ada tidaknya keluhan nyeri diperut bagian bawah? Ada tidaknya gangguan BAB dan BA? Ada tidaknya asites? Ada tidaknya perut membuncit? Ada tidaknya gangguan nafsu makan? Ada tidaknya kembung? Ada tidaknya sesak nafas?

Pengkajian diagnostic kista: • •

USG : Ada tidaknya benjolan berdiameter > 5 cm CT Scan: Ada tidaknya benjolan dan ukuran benjolan. 2.

Nursing Care Plan

Diagnosa yang muncul 1. Gangguan harga diri berhubungan dengan masalah tentang ketidaknyamanan mempunyai anak, perubahan feminimitas dan efek hubungan seksual. 2. Disfungsi seksual, resiko tinggi terhadap kemungkinan pola respon seksual, contoh ketidaknyamanan / nyeri vagina. 3. Eliminasi urinarius, perubahan / retensi berhubungan dengan adanya edema pada jaringan local. 4. Nyeri berhubungan dengan prases penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ ruang abdomen Jika diagnosa yang diambil adalah nyeri berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ ruang abdomen maka : Tujuan.

Klien dapat mengontrol nyeri yang dirasakan/nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan. Kriteria hasil : • • • • •

Klien mengatakan nyeri hilang/berkurang . Ekspresi wajah rileks Klien dapat menggambarkan keadaan nyeri minimal atau tidak ada. Klien mampu melakukan teknik relaksasi dan distraksi saat nyeri timbul. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi:

1. Identifikasi karakteristik nyeri dan tindakan penghilang nyeri R : informasi memberikan data dasar untuk evaluasi kebutuhan /keefektifan intervensi. 2. Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung), hiburan dan lingkungan. R : meningkatkan relaksasi dan membentu pasien focus kembali ke perhatian 3. Ajarkan teknik relaksasi R : partisipasi pasien secara aktifdan meningkatkan rasa kontrol 4. Kembangkan rencana manajemen nyeri antara pasien dan dokter R : mengembangkan kesempatan control nyeri 5. Berikan analgesic sesuai resep. R : mengurangi nyeri

Daftar Pustaka o

Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC. 2000.

o

Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000.

o o o o

http://www.ibuhamil.com http://www.republika.co.id. http://www.suaramerdeka.com http://www.pdpersi.co.iD

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM RISIKO TINGGI A. DEFINISI Post partum risiko: • Perdarahan post partum • Infeksi post partum • Tromboembolok • Masalah psikologis post partum Perdarahan post partum/post partum hemorrhage (HPP) adalah kehilangan 500 ml darah pada persalinan normal (per vaginam) atau 1000 ml lebih pada persalinan SC penyebab kematian pada ibu. Perdarahan post partum dibedakan menjadi dua: - HPP dini/primer/awal: terjadi dalam batas waktu 24 jam. - HPP lanjut/sekunder: terjadi lebih dari 24 jam tetapi kurang dari 6 minggu. B. ETIOLOGI HPP primer: Atonia uteri (1 dari 20 persalinan), tersering Retensi plasenta Laserasi jalan lahir Ruptur uteri Gangguan pembekuan darah HPP sekunder: Retensi sisa plasenta Sub involusi Endometritis

C. FAKTOR RISIKO Kelahiran SC Bayi besar Persalinan dengan tindakan forsep/VE Riwayat HPP Multiparitas Manipulasi intrauterin/manual plasenta Penggunaan MgSO4 atau oksitosin dalam persalinan D. MANIFESTASI KLINIS HPP Primer Perubahan hemodinamik: hipotensi, takikardi Oligouria (urin < 300 cc/ 24 jam) Perdarahan > 500 cc/24 jam Distensi kandung kemih HPP Sekunder Perdarahan kadang banyak kadang sedikit Perdarahan dengan bekuan sisa plasenta Terdapat tanda subinvolusi Lochea merah tua dan berbau jika terdapat infeksi Kenaikan suhu badan E. KOMPLIKASI - Syok - Syok dapat diatasi  anemia dan infeksi - Sepsis - Kegagalan fungsi ginjal F. ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN 1. Pengkajian HPP Primer - Kaji tanda-tanda perdarahan dan syok hipovolemi: TD, nadi, suara nafas, suara jantung (murmur), warna kulit, tingkat kesadaran, kapiler refill, urin output, vena leher, membran mukosa, kecemasan disorientasi, kelelahan. - Faktor risiko dan predisposisi - Pengkajian fundus: kontraksi lemah, TFU - Kaji perdarahan (warna dan jumlah) - Kaji adanya laserasi atau hematom yang mungkin menjadi sumber perdarahan. - Vital sign (takikardi, takipneu, hipotensi) - Distensi blader 2. Pengkajian HPP Sekunder HPP sekunder sering terjadi ketika klien sudah pulang, oleh karena itu, discharge planning diperlukan sebelum klien pulang. DIAGNOSA KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PRE dan POST OP SECSIO CESAREA A. PENGERTIAN Operasi Caesar atau sering disebut dengan seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui sayatan dinding perut (abdomen) dan dinding rahim (uterus). Seksio sesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta bera janin diatas 500gram. ( Wiknjosastro,2005). Seksio sesaria adalah suatu tidakan untuk melahirkan bayi dengan berat badan diatas 500gram , melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. (siaksoft.net). Jenis–jenis seksio sesare : 1. Seksio sesarea klasik (korporal) Dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira – kira sepanjang 10 cm. 2. Seksio sesarea ismika (profunda) Dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.

B. ETIOLOGI 1. Indikasi yang berasal dari ibu ( etiologi ) Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul) ada, sejarah kehamilan dan

persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsiaeklampsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM ), gangguan perjalanan persalinan ( kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya ). 2. Indikasi yang berasal dari janin Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forseps ekstraksi.

C. PATOFISIOLOGI terjadi Kelainan Pada Ibu dan Kelainan Pada Janin menyebabkan Persalinan Normal Tidak Memungkunkan akhirnya harus dilakukan SC D. KOMPLIKASI 1.

Infeksipuerperal Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dsb.

2.

Perdarahan Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.

3. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi. 4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.

E. PENATALAKSANAAN

1. Perawatan Pre Operasi Seksio Sesarea a. Persiapan Kamar Operasi • Kamar operasi telah dibersihkan dan siap untuk dipakai • Peralatan dan obat-obatan telah siap semua termasuk kain operasi b. Persiapan Pasien • Pasien telah dijelaskan tentang prosedur operasi. • Informed consent telah ditanda tangani oleh pihak keluarga pasien • Perawat member support kepada pasien. • Daerah yang akan di insisi telah dibersihkan (rambut pubis di cukur dan sekitar abdomen telah dibersihkan dengan antiseptic). • Pemeriksaan tanda-tanda vital dan pengkajian untuk mengetahui penyakit yang pernah di derita oleh pasien. • Pemeriksaan laboratorium (darah, urine). • Pemeriksaan USG. • Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi. 2. Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea. a. Analgesia Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg Meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin.

- Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan adalah 50 mg. - Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg Meperidin. - Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik. b. Tanda-tanda Vital Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa. c. Terapi cairan dan Diet Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian, jika output urine jauh di bawah 30 ml / jam, pasien harus segera di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua. d. Vesika Urinarius dan Usus Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga. e. Ambulasi Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.

f. Perawatan Luka Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi. g. Laboratorium Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia. h. Perawatan Payudara Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri. i. Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan ke lima post operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang lain.

F. ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Identitas Pasien

Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital. b. Data Riwayat Kesehatan - Riwayat kesehatan sekarang. Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi. - Riwayat Kesehatan Dahulu Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang, Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta previa). - Riwayat Kesehatan Keluarga Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa. c. Data Sosial Ekonomi Penyakit ini dapat terjadi pada siapa saja, akan tetapi kemungkinan dapat lebih sering terjadi pada penderita malnutrisi dengan sosial ekonomi rendah. d. Data Psikologis - Pasien biasanya dalam keadaan labil. - Pasien biasanya cemas akan keadaan seksualitasnya.

- Harga diri pasien terganggu e. Pemeriksaan Penunjang - USG, untuk menetukan letak impiantasi plasenta. - Pemeriksaan hemoglobin - Pemeriksaan Hema tokrit . 2. DIAGNOSA a. Transisi Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan atau adanya peningkatan anggota keluarga (Doengoes,2001). b. Gangguan nyaman : nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan (Doengoes,2001). c. Ansietas berhubungan dengan situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi / kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi (Doengoes,2001). d. Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan (Doengoes,2001). e. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi biokimia atau regulasi (Doengoes,2001) f. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / kulit rusak (Doengoes,2001) g. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (Doengoes,2001).

h. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan stsu mengingati kesalahan interpretasi , tidak mengenal sumber-sumber (Doengoes,2001) i. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma atau diversi mekanisme efek-efek hormonal/anastesi (Doengoes,2001) j. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesi, penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidatnyamana fisik (Doengoes,2001) 3. INTERVENSI a. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan transisi / peningkatan anggota keluarga. - Tujuan : dapat menerima perubahan dalam keluarga dengan anggotanya baru. - Kriteria hasil : a) Menggendong bayi, bila kondisi memungkinkan b) Mendemontrasikan prilaku kedekatan dan ikatan yang tepat c) Mulai secara aktif mengikuti perawatan bayi baru lahir dengan cepat. - Intervensi : a) Anjurkan pasien untuk menggendong, menyetuh dan memeriksa bayi, tergantung pada kondisi pasien dan bayi, bantu sesuai kebutuhan. Rasional : Jam pertama setelah kelahiran memberikan kesempatan unik untuk ikatan keluarga terjadi karena ibu dan bayi secara

emosional dan menerima isyarat satu sama lain, yang memulai kedekatan dan proses pengenalan. b) Berikan kesempatan untuk ayah / pasangan untuk menyentuh dan menggendong bayi dan Bantu dalam perawatan bayi sesuai kemungkinan situasi. Rasional : membantu memudahkan ikatan / kedekatan diantara ayah dan bayi. Memberikan kesempatan untuk ibu memvalidasi realitas situasi dan bayi baru lahir. c) Observasi dan catat interaksi keluarga bayi, perhatikan perilaku yang dianggap menggandakan dan kedekatan dalam budaya tertentu. Rasional : pada kontak pertama dengan bayi, ibu menunjukkan pola progresif dari perilaku dengan cara menggunakan ujung jari. d) Diskusikan kebutuhan kemajuan dan sifat interaksi yang lazim dari ikatan. Perhatikan kenormalan dari variasi respon dari satu waktu ke waktu. Rasional : membantu pasien dan pasangan memahami makna pentingnya proses dan memberikan keyakinan bahwa perbedaan diperkirakan. e) Sambut keluarga dan sibling untuk kunjungan sifat segera bila kondisi ibu atau bayi memungkinkan. Rasional : meningkatkan kesatuan keluarga dan membantu sibling memulai proses adaptasi positif terhadap peran baru dan memasukkan anggota baru kedalam struktur keluarga.

f) Berikan informasi, sesuai kebutuhan, keamanan dan kondisi bayi. Dukungan pasangan sesuai kebutuhan. Rasional

:

membantu

pasangan

untuk

memproses

dan

mengevaluasi informasi yang diperlukan, khususnya bila periode pengenalan awal telah terlambat. g) Jawab pertanyaan pasien mengenai protokol, perawatan selama periode pasca kelahiran. Rasional : informasi menghilangkan ansietas yang dapat menggangu ikatan atau mengakibatkan absorpsi dari pada perhatian terhadap bayi baru lahir. b. Ketidaknyamanan : nyeri, akut berhubungan dengan trauma pembedahan. - Tujuan : ketidaknyamanan ; nyeri berkurang atau hilang. - Kriteria hasil : a) Mengungkapkan kekurangan rasa nyeri. b) Tampak rileks mampu tidur. - Intervensi : a) Tentukan lokasi dan karakteristik ketidaknyamanan perhatikan isyarat verbal dan non verbal seperti meringis. Rasional : pasien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan ketidaknyamanan secara langsung. Membedakan karakteristik khusus dari nyeri membantu membedakan nyeri paska operasi dari terjadinya komplikasi.

b) Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat. Rasional

:

meningkatkan

pemecahan

masalah,

membantu

mengurangi nyeri berkenaan dengan ansietas. c) Evaluasi tekanan darah dan nadi ; perhatikan perubahan prilaku. Rasional : pada banyak pasien, nyeri dapat menyebabkan gelisah, serta tekanan darah dan nadi meningkat. Analgesia dapat menurunkan tekanan darah. d) Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya atau karakteristik nyeri. Rasional : selama 12 jam pertama paska partum, kontraksi uterus kuat dan teratur dan ini berlanjut 2 – 3 hari berikutnya, meskipun frekuensi

dan

intensitasnya

dikurangi

faktor-faktor

yang

memperberat nyeri penyerta meliputi multipara, overdistersi uterus. e) Ubah posisi pasien, kurangi rangsangan berbahaya dan berikan gosokan punggung dan gunakan teknik pernafasan dan relaksasi dan distraksi. Rasional : merilekskan otot dan mengalihkan perhatian dari sensasi nyeri. Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan distraksi tidak menyenangkan, meningkatkan rasa sejahtera. f) Lakukan nafas dalam dengan menggunakan prosedur- prosedur pembebasan dengan tepat 30 menit setelah pemberian analgesik. Rasional : nafas dalam meningkatkan upaya pernapasan. Pembebasan menurunkan regangan dan tegangan area insisi dan

mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan berkenaan dengan gerakan otot abdomen. g) Anjurkan ambulasi dini. Anjurkan menghindari makanan atau cairan berbentuk gas; misal : kacang-kacangan, kol, minuman karbonat. Rasional : menurunkan pembentukan gas dan meningkatkan peristaltik

untuk

menghilangkan

ketidaknyamanan

karena

akumulasi gas. h) Anjurkan penggunaan posisi rekumben lateral kiri Rasional : memungkinkan gas meningkatkan dari kolon desenden ke sigmoid, memudahkan pengeluaran. i) Infeksi hemoroid pada perineum. Anjurkan penggunaan es secara 20 menit setiap 24 jam, penggunaan bantal untuk peninggian pelvis sesuai kebutuhan. Rasional : membantu regresi hemoroid dan varises vulva dengan meningkatkan vasokontriksi, menurunkan ketidak nyamanan dan gatal, dan meningkatkan fungsi usus normal. j) Palpasi kandung kemih, perhatikan adanya rasa penuh. Memudahkan berkemih periodik setelah pengangkatan kateter indwelling. Rasional : kembali fungsi kandung kemih normal memerlukan 4-7 hari dan overdistensi kandung kemih menciptakan perasaan dan ketidaknyamanan. c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi / kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi. - Tujuan : ansietas dapat berkurang atau hilang.

- Kriteria hasil : a) Mengungkapkan perasaan ansietas b) Melaporkan bahwa ansietas sudah menurun c) Kelihatan rileks, dapat tidur / istirahat dengan benar. - Intervensi : a) Dorong keberadaan atau partisipasi pasangan Rasional : memberikan dukungan emosional; dapat mendorong mengungkapkan masalah. b) Tentukan tingkat ansietas pasien dan sumber dari masalah. Mendorong pasien atau pasangan untuk mengungkapkan keluhan atau harapan yang tidak terpenuhi dalam proses ikatan/menjadi orangtua. c) Bantu pasien atau pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme koping baru yang lazim dan perkembangan strategi koping baru jika dibutuhkan. Rasional : membantu memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap peran baru, mengurangi perasaan ansietas. d) Memberikan informasi yang akurat tentang keadaan pasien dan bayi. Rasional

:

khayalan

yang

disebabkan

informasi

atau

kesalahpahaman dapat meningkatkan tingkat ansietas. e) Mulai kontak antara pasien/pasangan dengan baik sesegera mungkin.

Rasional : mengurangi ansietas yang mungkin berhubungan dengan penanganan bayi, takut terhadap sesuatu yang tidak diketahui, atau menganggap hal yang buruk berkenaan dengan keadaan bayi. d. Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan. - Tujuan : tidak lagi mengungkapkan perasaan negatif diri dan situasi - Kriteria hasil : a) Mengungkapkan pemahaman mengenai faktor individu yang mencetuskan situasi saat ini. b) Mengekspresikan diri yang positif. - Intervensi : a) Tentukan respon emosional pasien / pasangan terhadap kelahiran sesarea. Rasional : kedua anggota pasangan mungkin mengalami reaksi emosi negatif terhadap kelahiran sesarea meskipun bayi sehat, orangtua sering berduka dan merasa kehilangan karena tidak mengalami kelahiran pervagina sesuai yang diperkirakan. b) Tinjau ulang partisipasi pasien/pasangan dan peran dalam pengalaman kelahiran. Identifikasi perilaku positif selama proses prenatal dan antepartal. Rasional : respon berduka dapat berkurang bila ibu dan ayah mampu saling membagi akan pengalaman kelahiran, sebagai dapat membantu menghindari rasa bersalah.

c) Tekankan kemiripan antara kelahiran sesarea dan vagina. Sampaikan sifat positif terhadap kelahiran sesarea. Dan atur perawatan pasca patum sedekat mungkin pada perawatan yang diberikan pada pasien setelah kelahiran vagina. Rasional: pasien dapat merubah persepsinya tentang pengalaman kelahiran sesarea sebagaiman persepsinya tentang kesehatannya / penyakitnya berdasarkan pada sikap professional. e. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / kulit rusak. - Tujuan : infeksi tidak terjadi - Kriteria hasil : a) Luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal penyembuhan. b) Bebas dari infeksi, tidak demam, urin jernih kuning pucat. - Intervensi : a) Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat dan pembuangan pengalas kotoran, pembalut perineal dan linen terkontaminasi dengan tepat. Rasional : membantu mencegah atau membatasi penyebaran infeksi. b) Tinjau ulang hemogolobin / hematokrit pranantal ; perhatikan adanya kondisi yang mempredisposisikan pasien pada infeksi pasca operasi.

Rasional : anemia, diabetes dan persalinan yang lama sebelum kelahiran sesarea meningkatkan resiko infeksi dan memperlambat penyembahan. c) Kaji status nutrisi pasien. Perhatikan penampilan rambut, kuku jari, kulit dan sebagainya Perhatikan berat badan sebelum hamil dan penambahan berat badan prenatal. Rasional : pasien yang berat badan 20% dibawah berat badan normal atau yang anemia atau yang malnutrisi, lebih rentan terhadap infeksi pascapartum dan dapat memerlukan diet khusus. d) Dorong masukkan cairan oral dan diet tinggi protein, vitamin C dan besi. Rasional : mencegah dehidrasi ; memaksimalkan volume, sirkulasi dan aliran urin, protein dan vitamin C diperlukan untuk pembentukan kolagen, besi diperlukan untuk sintesi hemoglobin. e) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat atau rembesan. Lepasnya balutan sesuai indikasi. Rasional : balutan steril menutupi luka pada 24 jam pertama kelahiran sesarea membantu melindungi luka dari cedera atau kontaminasi. Rembesan dapat menandakan hematoma. f) Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan, perhatikan kemerahan udem, nyeri, eksudat atau gangguan penyatuan. Rasional : tanda-tanda ini menandakan infeksi luka biasanya disebabkan oleh steptococus. g) Bantu sesuai kebutuhan pada pengangkatan jahitan kulit, atau klips.

Rasional : insisi biasanya sudah cukup membaik untuk dilakukan pengangkatan jahitan pada hari ke 4 / 5. h) Dorong pasien untuk mandi shower dengan menggunakan air hangat setiap hari. Rasional :Mandi shower biasanya diizinkan setelah hari kedua setelah kelahiran sesarea, meningkatkan hiegenis dan dapat merangsang sirkulasi atau penyembuhan luka. i) Kaji suhu, nadi dan jumlah sel darah putih. Rasional : Demam paska operasi hari ketiga, leucositosis dan tachicardia menunjukkan infeksi. Peningkatan suhu sampai 38,3 C dalam 24 jam pertama sangat mengindentifikasikan infeksi. j) Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus ; perhatikan perubahan involusi atau adanya nyeri tekan uterus yang ekstrem. Rasional : Setelah kelahiran sesarea fundus tetap pada ketinggian umbilikus selama sampai 5 hari, bila involusi mulai disertai dengan peningkatan aliran lokhea, perlambatan involusi meningkatkan resiko

endometritis.

Perkembangan

nyeri

tekan

ekstrem

menandakan kemungkinan jaringan plasenta tertahan atau infeksi.

Related Documents