Kista Ovari Tutorial Ginekologi Rsb.docx

  • Uploaded by: Satrianty Totting
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kista Ovari Tutorial Ginekologi Rsb.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,845
  • Pages: 23
TUTORIAL KLINIK GINEKOLOGI KISTA ENDOMETRIOSIS

Disusun oleh: Patricia Dissy Andrea 42170159

Dosen Pembimbing Klinik: dr. Theresia Avilla Ririel K., Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RS BETHESDA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA 2018

BAB I PENDAHULUAN

Endometriosis ialah terdapatnya jaringan endometrium berupa kelenjar dan stroma di tempat lain selain mukosa uterus. Penyakit ini bergantung pada kadar estrogen dalam tubuh. Kadar estrogen menurun sekitar umur 50 tahun, hal ini menyebabkan endometriosis lebih banyak ditemukan sebelum menopause. Endometriosis diderita oleh 10-15% wanita pada usia reproduktif. Kista coklat atau kista endometrium merupakan subtipe dari endometriosis eksterna yang biasanya ditemukan pada ovarium. Kista tersebut berisi jaringan kelenjar dan stroma endometrium. Kista ini sering juga disebut ovarian endometrioma. Ciri khas kista coklat ialah warnanya yang coklat dengan konsistensi kental. Kista coklat menyerang 17-44% wanita dengan endometriosis. Sebagian besar wanita dengan endometriosis dapat bersifat asimptomatik. Gejala yang paling sering ditemukan pada wanita dengan kista coklat ialah dismenorrhea (70%), menoraghia (20%), infertilitas (40-60%), dan nyeri panggul kronik. Penegakkan diagnosis kista coklat terkadang sulit terutama pada stage awal penyakit. Laparatomi merupakan gold standard dari diagnosis kista coklat. MRI hanya bisa digunakan jika diameter lesi > 1 cm. Pada wanita umur 18-45 tahun, banyak diantara mereka yang mengalami delay diagnosis dengan rata-rata waktu 6,7 tahun. Endometriosis membawa pengaruh besar bagi aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup wanita. Diperlukan alat diagnosis non-invasif untuk mendiagnosis lebih awal supaya kualitas hidup dapat ditingkatkan dan menjaga fertilitas wanita. Berdasarkan keadaan di atas, penulis ingin membahas mengenai kista coklat sehingga diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Faktor predisposisi kista coklat dapat dipahami lebih lanjut untuk mengetahui edukasi yang tepat bagi wanita reproduktif.

2

BAB II STATUS PASIEN

I.

IDENTITAS Nama No. RM Tanggal lahir Usia Jenis kelamin Alamat Pekerjaan Status Perkawinan Masuk RS

: Ny. HN : 00-54-xx-xx : 21 November 1979 : 38 tahun : Perempuan : Magelang : Wiraswasta : Menikah : 9 Agustus 2018 (Ruang G2 Obsgyn)

II. ANAMNESIS a. Keluhan Utama Nyeri pada perut bagian bawah. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien P0A0 mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah sejak 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri bersifat panas dan menjalar sampai pinggang kanan. Nyeri hilang timbul. Tidak ada hal yang membuat nyeri semakin memburuk maupun membaik. Pasien belum mengkonsumsi obat apapun untuk mengatasi kondisinya. Pasien mengatakan bahwa selangkangan kanan juga sempat nyeri dan teraba pembesaran kelenjar getah bening. Pasien merasa mual dan perut begah. BAK sering hingga 10x/hari, BAB lancar tidak ada keluhan. Pasien tidak mengeluhkan adanya demam, flek, maupun keputihan. Pasien belum pernah hamil sebelumnya dan tidak pernah KB. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan. c. Riwayat Penyakit Dahulu  Kista ovarium kanan Tahun 2006 Pasien mengalami keluhan serupa pada tahun 2006 dan telah dilakukan kistektomi. Akan tetapi pasien tidak mengingat maupun membawa data mengenai jenis kista yang sebelumnya. Pasien sempat mengeluhkan menstruasi yang tidak berhenti selama 3 bulan disertai nyeri. Pasien mengalami penurunan berat badan dari 60 kg menjadi 48 kg.  Appendicitis Tahun 1997 Telah dilakukan appendictomy.  Maag (+)  Pasien menyangkal adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, kanker, mioma, alergi, asma, ISK 3



Pasien pernah menerima vaksin Toxo karena pasien sempat memiliki banyak kucing.

d. Riwayat Penyakit Keluarga Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit serupa, hipertensi, diabetes, alergi, asma maupun tumor pada keluarganya. e. Riwayat Menstruasi • Usia menarche : 15 Tahun • Siklus : 30 hari • Durasi : 7 hari • Dismenorrhea : (+) nyeri dari awal hingga akhir menstruasi • Fluor Albus : (-) • HPHT : 15 Juli 2018 f. Riwayat Perkawinan • Status • Pernikahan pertama • Lama menikah • Usia menikah

: Menikah 1 kali : 2015 : 3 Tahun : 35 Tahun

g. Riwayat Kehamilan P0A0. Pasien belum pernah memiliki riwayat kehamilan sebelumnya. h. Riwayat Kontrasepsi Pasien mengatakan tidak pernah menggunakan kontrasepsi. i. Riwayat Pengobatan Pasien belum mendapatkan pengobatan apapun untuk kondisinya. Pasien tidak mengkonsumsi obat rutin. j. Gaya Hidup Merokok

: Pasien sempat merokok.

Konsumsi alkohol Obat Aktivitas

: Pasien sempat mengonsumsi alkohol. : Pasien tidak mengonsumsi obat rutin. : Pasien merupakan seorang wirausaha. Pasien memiliki salon dan sehari-hari pasien mengurus salonnya. : Pasien sangat jarang berolahraga. : Pasien mengatakan makan teratur 3 kali sehari dengan menu nasi, lauk dan sayur. Pasien tidak membatasi untuk memakan apapun termasuk jajanan jalanan.

Olahraga Pola makan

4

III.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

: Sedang

Kesadaran

: Compos Mentis; GCS: E4 V5 M6

BB : 65 kg

TB : 155 cm

Vital Sign Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Nafas

: 20 x/menit

Nadi

: 84 x/menit

Status Generalis Kepala: CA (-), SI (-), mata cekung (-), pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+), Leher: Pembengkakan limfonodi (-) Thorax: Simetris, retraksi dinding dada (-), perkusi sonor, vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-) S1/S2 jantung dbn, bising jantung (-) Abdomen: Inspeksi

→ tanda peradangan (-), bekas operasi (-).

Auskultasi

→ bising usus (+)

Perkusi

→ timpani

Palpasi → Nyeri tekan suprapubik (+), teraba massa pada right iliac (inguinal) region dengan konsistensi lunak, batas tegas, ukuran kurang lebih 3x4cm, nyeri tekan Ekstremitas: Akral hangat, Capillary Refill < 2 detik, nadi kuat, edema (-) Status Pemeriksaan Ginekologi Tidak dilakukan

5

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG USG Abdomen

Uterus dalam batas normal, ukuran 4,3 x 3,9 cm. EL: 7,6 mm Didapatkan massa kompleks adnexa dextra berukuran 3,5 x 2,9 cm Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap Hasil Hemoglobin 12,4 Leukosit H 12,09 Eosinofil 2,2 Basofil 0,3 Segmen Neutrofil H 70,4 Limfosit 21,4 Monosit 5,7 Hematokrit 38,1 Eritrosit 4,54 Trombosit 386 Golongan Darah O Hemostasis Waktu Perdarahan 2,3 Waktu Pembekuan 9 Kimia Darah

Satuan g/dl Ribu/mmk % % % % % % Juta/mmk Ribu/mmk

Nilai Rujukan 11,7 0 15,5 4,5 – 11,5 2–4 0–1 50 – 70 18 – 42 2–8 35 – 49 4,2 – 5,4 150 – 450

Menit.detik Menit.detik

1–6 5 – 12

SGPT

8,1

u/l

0 – 55

SGOT GDS Ureum Kreatinin Elektrolit

12,1 116,9 15,4 0,69

u/l Mg/dl Mg/dl Mg/dl

5 – 34 70 – 140 14 – 40 0,55 – 1,02

6

Natrium Kalium Klorida Kalsium

136,4 3,88 100,7 9

Mmol/L Mmol/L Mmol/L Mg/dl

136 – 146 3,5 – 5,1 98 – 107 8,4 – 10,2

Pemeriksaan Patologi Anatomi (13 Agustus 2018) Makroskopis: Kista ovarium dextra: Dua jaringan diameter maksimal 3 cm, merupakan lembaran tebal dinding 0,1 cm. Mikroskopis: Sediaan menunjukkan jaringan ovarium dengan korpus albikans dan beberapa ruangan yang dibatasi jaringan granulasi dan sebagian epitel acini endometrium. Tak didapat tanda ganas. Kesimpulan: Ovarium kanan: Kista Endometriosis Eksterna.

V.

VI.

DIAGNOSIS Diagnosis Utama

: Kista Ovari Dextra

Diagnosis tambahan

: Gastritis

PLANNING Farmakoterapi  Analgetik  Antibiotik  H2 blocker  Antiemetik

: Asam mefenamat 3 x 500 mg : Ceftriaxone 2 x 1 gram : Ranitidine 2 x 150 mg : Ondansetron 3 x 4 mg

Bedah:  VII.

Kistektomi

LAPORAN OPERASI Diagnosis Pre Operasi : Kista ovarium kanan Diagnosis Post Operasi : Kista ovarium kanan dan adhesi antara omentum dengan peritoneum Operasi Dimulai Operasi Selesai Lama operasi Penyulit

: 10/08/2018 Pukul 14.00 WIB : 10/08/2018 Pukul 16.00 WIB : 2 jam : Perlengketan hebat omentum-peritoneum 7

Posisi pasien Supine Desinfeksi dan drapping, Desinfeksi: Alkohol 70%, kemudian sign in Povidone iodine Drapping: pemakaian duk steril konvensional Sign in + Insisi kulit/pembukaan Insisi pfannenstiel 16 cm, buka peritoneum, lapangan operasi dan uraian tampak omentum memenuhi seluruh operasi permukaan abdomen, perlengketan hebat antara omentum dengan peritoneum. Adhesiolisis omentum dengan peritoneum. Eksplorasi uterus dan kedua adnexa: uterus ukuran normal, tampak kista ovarium kanan ukuran 4x3x3 cm. Tuba falopii kanan kesan normal. Lakukan kistektomi kanan. Ovarium dan tuba kiri kesan normal, terdapat sedikit perlengketan antara tuba falopi kiri dengan omentum kemudian dilakukan adhesiolosis. Cuci cavum abdomen dengan NaCl 0,9% dan larutan dextran. Aplikasikan guardix pada cavum abdomen. Sign out, penutupan luka Sign out + operasi Jahit peritoneum-otot jelujur dengan plain catgut no. 0. Jahit fascia-fat jelujur dengan Tvio no. 2/0. Kulit jahit subcuticuler dengan Tvio no. 2/0. Tutup luka dengan kassa steril diplester hypafix. Produk operasi Material (jaringan yang dieksisi): Kista Ovarium Kanan. Dikirim untuk pemeriksaan. VIII. FOLLOW UP Tanggal 11/08/18

SOAP

S : Nyeri bekas luka operasi, mual (+), muntah (-), sudah bisa kentut, masih bedrest O : KU : sedang, CM TD : 120/80

RR : 20x/min

HR : 80x/min

Suhu : 37oC

Kepala : konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-)

8

Thorax : suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-). Suara jantung S1/S2 reguler. Abdomen : Peristaltik 10x /menit. Nyeri tekan (+) Ekstremitas : Nadi kuat, akral hangat, edema tungkai (-), CRT < 2 detik A : Post-Kistektomi Hari-1, Gastritis P: Infus RL 20 tpm Ranitidine IV 3x1 ampul Ondancetron IV 2x1 ampul Ketorolac IV 3x1 ampul 12/08/18

S : Nyeri bekas luka operasi, mual (+), muntah (-), belajar berjalan masih nyeri. O : KU : sedang, CM TD : 110/80

RR : 20x/min

HR : 84x/min

Suhu : 37oC

Kepala : konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-) Thorax : suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-). Suara jantung S1/S2 reguler. Abdomen : Peristaltik 12x /menit. Nyeri tekan (+) Ekstremitas : Nadi kuat, akral hangat, edema tungkai (-), CRT < 2 detik A : Post-Kistektomi Hari-2, Gastritis P : BLPL Infus RL 20 tpm Ranitidine IV. 3x1 ampul Ondancetron IV 2x1 ampul Ketorolac IV 3x1 ampul Obat pulang : Ranitidine tab 150mg 3x1 Ondancetron tab 4mg 2x1 Ketorolac tab 10 mg 3x1

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I.

DEFINISI Endometriosis uteri adalah terdapatnya jaringan endometrium yang masih berfungsi di tempat lain selain mukosa uterus. Jaringan ini terdiri atas kelenjarkelenjar dan stroma. Endometriosis bukan merupakan neoplasma walaupun dapat bertransformasi menjadi malignansi. Jika jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium, maka keadaan ini dinamakan endometriosis interna atau adenomiosis. Endometriosis eksterna adalah suatu kelainan di mana dijumpai adanya kelenjar dan stroma endometrium di luar rongga uterus seperti di rongga pelvik, ovarium, kavum Douglas, ureter tetapi jarang pada vesika urinaria, perikardium dan pleura. Endometriosis eksterna paling sering terjadi di ovarium. Ovarian endometrioma atau kista coklat (kista endometrium) adalah subtipe dari endometriosis eksterna yang menyerang 17-44% wanita dengan endometriosis. Kista ini berisi cairan berwarna coklat dengan konsistensi kental.

II.

FAKTOR RISIKO Berikut ialah faktor risiko terjadinya endometriosis: 

Wanita usia reproduktif (15-44 tahun)



Wanita dengan haid banyak dan lama (>7 hari)



Menarche usia dini



Wanita dengan kelainan saluran Mulleri



Sering ditemukan pada ras Asia daripada Kaukasia



Peningkatan jumlah estrogen dalam darah dan terpapar toksin dari lingkungan

III.

PATOFISIOLOGI Pertumbuhan endometrium menembus membrana basalis, yang kemungkinan disebabkan adanya erupsi dari membrana basalis dan disebabkan oleh trauma berulang, persalinan berulang, operasi Caesar ataupun kuretase. Teori tentang terjadinya endometriosis adalah sebagai berikut: 1) Teori retrograde menstruasi/refluks haid 10

Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori implantasi jaringan endometrium yang viable (hidup) dari John Sampson (1921). Teori ini dibuktikan dengan adanya: a. Darah haid dalam rongga peritoneum pada waktu haid dengan laparoskopi. b. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut dapat dikultur dan dapat hidup menempel pada sel peritoneum dengan melakukan invasi, implantasi dan proliferasi. 2) Teori metaplasia koelomik Teori ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-20 oleh Meyer. Teori ini menyatakan bahwa endometriosis berasal dari perubahan metaplasia spontan dalam sel-sel mesotelial yang berasal dari epitel soelom (terletak dalam peritoneum dan pleura). Perubahan metaplasia ini dirangsang sebelumnya oleh beberapa faktor seperti infeksi, hormonal dan rangsangan induksi lainnya. Teori ini dapat menerangkan endometriosis yang ditemukan pada wanita sebelum pubertas dan gadis remaja, pada wanita yang tidak pernah menstruasi, serta yang terdapat ditempat yang tidak biasanya seperti di pelvik, rongga toraks, saluran kencing dan saluran pencernaan, kanalis inguinalis, umbilikus, dimana faktor lain juga berperan seperti transpor vaskular dan limfatik dari sel endometrium. 3) Teori transplantasi langsung Transplantasi langsung jaringan endometrium pada saat tindakan yang kurang hati-hati seperti saat seksio sesaria, operasi bedah lain, atau perbaikan episiotomi, dapat mengakibatkan timbulnya jaringan endometriosis pada bekas parut operasi dan pada perineum bekas perbaikan episiotomi tersebut. 4) Teori genetik Semua teori diatas tidak dapat menjawab mengapa tidak semua wanita yang mengalami haid menderita endometriosis, kenapa pada wanita tertentu penyakitnya berat, wanita lain tidak dan juga tidak dapat menerangkan beberapa tampilan dari lesi. Penelitian tentang genetik dan fungsi imun wanita dengan endometriosis dan lingkungannya dapat menjawab pertanyaan diatas. Endometriosis 6-7 kali lebih sering ditemukan pada hubungan keluarga ibu dan anak dibandingkan populasi umum, karena endometriosis mempunyai suatu dasar genetik. 5) Teori imun

11

Reaksi abnormal imunologi yang tidak berusaha membersihkan refluks haid dalam peritoneum, tetapi memfasilitasi terjadinya endrometiosis. Apoptosis sel endometrium ektopik menurun. Pada endometriosis didapatkan peningkatan makrofag dan monosit di dalam cairan peritoneum yang teraktivasi menghasilkan growth factor dan sitokin yang merangsang endometrium ektopik. Dijumpai adanya aktivitas aromatase intrinsic pada sel endometrium ektopik yang menghasilkan esterogen lokal berlebihan sedangkan respon terhadap progesterone menurun. 6) Faktor endokrin Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada estrogen (estrogen-dependent disorder). Penyimpangan sintesa dan metabolisme estrogen telah diimplikasikan dalam patogenesa endometriosis. Aromatase merupakan suatu enzim yang merubah androgen, androstenedion dan testosteron menjadi estron dan estradiol. Aromatase ini ditemukan dalam banyak sel manusia seperti sel granulosa ovarium, sinsisiotrofoblas di plasenta, sel lemak dan fibroblas kulit. Kista endometriosis dan susukan endometriosis diluar ovarium menampilkan kadar aromatase yang tinggi sehingga dihasilkan estrogen yang tinggi pula. Dengan kata lain, wanita dengan endometriosis mempunyai kelainan genetik dan membantu perkembangan produksi estrogen endometrium lokal. Disamping itu, estrogen juga dapat merangsang aktifitas siklooksigenase tipe-2 lokal (COX2) yang membuat prostaglandin E suatu perangsang poten terhadap aromatase dalam sel stroma yang berasal dari endometriosis, sehingga produksi estrogen berlangsung terus secara lokal. IV.

KLASIFIKASI Staging endometriosis dilakukan berdasarkan hasil temuan laparaskopi atau laparotomi. Keuntungan staging ialah untuk memprediksi prognosis, memilih terapi, dan evaluasi pengobatan. Staging dilakukan berdasarkan American Fertility Society Scoring System of Endometriosis (Revised).

12

V.

GEJALA KLINIS Sekitar 25% pasien dengan endometriosis tidak mengeluhkan gejala apapun dan terdiagnosis ketika dilakukan laparoscopy atau laparotomi. Kedalaman penetrasi lebih berkaitan dengan adanya gejala daripada luas penyebaran endometriosis. Lesi dengan penetrasi >5 mm bertanggung jawab atas adanya nyeri, dismenorhea, dan dispareunia. Nyeri dirasakan terutama di bagian rektum 

Dismenorrhea (70%) Dismenorrhea terjadi sejak beberapa hari sebelum menstruasi, memburuk saat menstruasi dimulai hingga selesainya. Nyeri dirasakan di bagian bawah atau rektum. Terdapat peningkatan sekresi PGF 2 dan thromboxane  pada jaringan endometriotik sehingga dapat menyebabkan nyeri.



Abnormal menstruation (20%) Menorrhagia sering terjadi pada endometriosis. Ketika melibatkan ovarium, maka pasien dapat polymenorrhea atau epimenorrhea.



Infertility (40-60%)

13



Dispareunia (20-40%) Kemungkinan terjadi akibat peregangan kavum Douglas atau nyeri saat kontak langsung. Biasanya ditemukan pada endometriosis di septum rektovaginal atau kavum douglas



Chronic pelvic pain Dapat disebabkan oleh adanya reaksi inflamasi yang mengeluarkan PGF serta sitokin lainnya, adanya adhesi dan kista ovarium.



Abdominal pain



Other symptoms: Urinary (frekuensi, disuria, back pain, bahkan hematuria), Sigmoid colon dan rektum (dyschezia, diare, konstipasi, perdarahan rektal bahkan melena), fatigue kronik (gejala perimenstrual), hemoptisis (jarang), surgical scars (cyclical pain dan perdarahan).

VI.

DIAGNOSIS Gold standard diagnosis dari ovarian endometrioma ialah laparoskopi. Akan tetapi, transvaginal ultrasound dapat membantu diagnosis awal dalam membedakan endometrioma dari berbagai tumor jinak ovarium lainnya dengan tampakan homogenous low-level internal echoes dan dinding tebal. a. ANAMNESIS Diagnosis klinis endometriosis dapat ditegakkan dengan ditemukannya gejala klasik yaitu dismenorrhea yang meningkat secara progresif, dispareunia dan infertilitas. Gejala endometriosis berhubungan dengan lokasi lesinya. Tempat endometriosis Traktus reproduksi

Gejala Dismenorrhea Nyeri perut

14

Dyspareunia Nyeri pinggang infertilitas Traktus urinalis

Disuria Obstruksi ureter Dischezia

Traktus gastrointestinal

Perdarahan rectum obstruksi

Paru

Haemoptisis haemopneumothorax

Endometriosis ekstrapelvik Endometriosis ekstrapelvis ditandai oleh adanya gejala nyeri atau teraba massa di luar panggul dalam pola yang siklik. Pada gastrointestinal dapat menyebabkan nyeri perut dan punggung, distensi abdomen, perdarahan rektum, konstipasi dan obstruksi. Keterlibatan uretra dapat menyebabkan obstruksi dan menghasilkan nyeri, disuria, dan hematuria. Endometriosis pulmonal dapat bermanifestasi sebagai pneumotoraks, hemotoraks, atau hemoptisis selama menstruasi. Endometriosis umbilikus harus dicurigai ketika pasien memiliki massa yang teraba dan nyeri di umbilikus. b. Pemeriksaan Fisik 

Pemeriksaan fisik abdomen Pada palpasi abdomen bagian bawah, dapat ditemukan adanya massa yang membesar dari pelvis seperti kista coklat atau massa tubo-ovarian akibat adhesi endometriotik. Massa berkonsistensi lunak dengan terfiksasi.



Inspeksi vagina



Inspekulo



Pemeriksaan bimanual Temuan positif yang mungkin ditemukan ialah tenderness, nodul pada kavum Douglas, fixed uterus retroversi, teraba nodul pada ligamen uterosakral dan adanya massa adneksa unilateral atau bilateral.

c. Pemeriksaan Penunjang  Ultrasonografi (USG) 15

USG hanya dapat digunakan untuk mendiagnosis endometriosis (kista endometriosis) dengan ukuean > 1 cm. Bintik-bintik endometriosis ataupun adhesi susah dilihat menggunakan USG. USG transvaginal dapat memberikan gambaran karakteristik kista endometriosis dengan bentuk kistik dan adanya interval eko di dalam kista.  CT scan dan MRI panggul adalah alat diagnostik non-bedah yang digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan dan lesi infiltasi dalam. MRI dapat digunakan untuk melihat kista, massa ekstraperitoneal, adanya invasi ke usus dan septum rektovagina. Dibandingkan dengan laparoskopi, MRI memiliki keterbatasan sebagai alat diagnosis untuk endometriosis. MRI mempunyai sensitifitas 69% dan spesifisitas 75% untuk mendiagnosis endometriosis peritoneum.  Serum CA 125 mungkin meningkat pada endometriosis. Pemeriksaan ini tidak spesifik untuk endometriosis karena peningkatannya juga berkaitan dengan epithelial ovarian carcinoma. Kadar CA 125 juga meningkat pada keadaan infeksi radang panggul, mioma dan trimester awal kehamilan. Pasien pascaoperatif endometriosis dapat dikaji kadar CA 125 untuk melihat respon terapi. Bila Ca 125 >65 mIU/ml pra operasi, maka menunjukkan derajat beratnya endometriosis.  Gold standard untuk diagnosis tetap visualisasi langsung lesi endometrium menggunakan laparoskopi atau laparotomi. Lesi dapat terkonfirmasi berdasarkan letak, ukuran dan penyebaran. Keuntungan laparatomi ialah biopsi dapat sekaligus dilakukan, staging dapat ditentukan serta dapat mengetahui apabila ada adhesi. Penampakan lesi dengan laparoskopi adalah warna bervariasi dan dapat merah (red, merah-merah muda), putih (putih atau kuning-coklat), dan hitam (hitam atau hitam-biru). Lesi klasik pelvic endometriosis dideskripsikan sebagai “powder burns” atau “match stick” spot pada kavum Douglas.  Pemeriksaan Patologi Anatomi (PA) yang positif mengkonfirmasi diagnosis, tetapi pemeriksaan PA negatif tidak menyingkirkan endometriosis. Pada kasus endometrioma ovarium (diameter > 3 cm) dan endometriosis yang menginfiltrasi dalam, pemeriksaan histologi sebaiknya dilakukan untuk

16

mengidentifikasi endometriosis dan menyingkirkan keganasan. Pemeriksaan pasti dari lesi endometriosis ialah adanya kelenjar dan stroma endometrium.

VII.

TATALAKSANA Endometriosis merupakan penyakit progresif yang perlu diterapi. Tujuan terapi endometriosis ialah preventif dan kuratif. 

Preventif. Tujuan terapi preventif ialah untuk mencegah atau meminimalisasi endometriosis dengan menghindari tubal patency test segera setelah kuretase atau saat menstruasi, pemeriksaan bimanual sebaiknya tidak dilakukan saat menstruasi, dan wanita dengan riwayat endometriosis disarankan untuk tidak menunda memiliki anak.



Kuratif. Tujuan terapi kuratif ialah untuk menghilangkan gejala-gejala, memperbaiki fertilitas, dan mencegah rekurensi.

Terdapat beberapa pilihan terapi untuk endometriosis antara lain: a.

Expectant Management (observasi) Wanita yang belum terlalu membutuhkan terapi ialah wanita dengan endometriosis minimal, belum menikah, dan wanita yang mendekati menopause. NSAID dapat diberikan untuk mengurangi nyeri.

b.

Medical Therapy: Terapi hormon dan obat-obat lainnya. Tujuan terapi hormon ialah untuk menginduksikan atrofi endometriotic implants. Mekanisme terjadinya endometrial atrofi ialah membuat amenorrhea dengan cara ‘pseudopregnancy’ (pil KB kombinasi) atau ‘pseudomenopause’ (Danazol), atau dengan ‘medical oophorectomy’ (GnRH agonists). 

Pil Kontrasepsi Kombinasi Pil kontrasepsi dosis rendah dapat diberikan pada endometriosis. Kombinasi monofasik (sekali sehari selama 6-12 bulan) merupakan pilihan pertama yang sering dilakukan untuk menimbulkan pseudopregnancy dengan menekan LH dan FSH sehingga mencegah terjadinya ovulasi dan timbul amenorea dan desidualisasi jaringan endometrium. Kombinasi pil kontrasepsi dosis rendah mengandung 30-35g etinilestradiol yang digunakan secara terus-menerus bisa menjadi efektif terhadap penanganan endometriosis. 17



Progestin Progestin memungkinkan efek antiendometriosis dengan menyebabkan desidualisasi awal pada jaringan endometrium kemudian diikuti dengan atrofi. Progestin turunan 19-nortestosteron seperti dienogest memiliki kemampuan untuk menghambat enzim aromatase dan ekspresi COX-2 dan produksi PGE2 pada kultur sel endometriosis. Hasil dari pengobatan telah dievaluasi pada 3-6 bulan setelah terapi. Medroxyprogesterone Acetate (MPA) sangat efektif dalam meringankan nyeri pada endometriosis dimulai dengan dosis 30 mg per hari kemudian ditingkatkan sesuai respon klinis dan pola perdarahan. Suntikan progesteron juga dapat diberikan. Efek samping progestin ialah peningkatan berat badan, perdarahan lecut dan nausea. Penggunaan AKDR yang mengandung progesteron dan levonorgestrel dapat pula digunakan. Strategi pengobatan lain ialah didrogestron 20-30 mg dan lynestrenol 10 mg.



Danazol Danazol adalah androgen sintetik dan merupakan derivate 17α-ethynyl testosterone yang menyebabkan level androgen dalam jumlah tinggi dan estrogen dalam jumlah rendah sehingga menekan perkembangan endometriosis dan menimbulkan amenorhea. Regimen ini mensupresi aksis Hipotalamus-Pituitari Ovarium (HPO), inhibisi steroidogenesis ovarium dan mencegah proliferasi endometrium dengan mengikat reseptor androgen dan progesteron pada endometrium dan implan endometriosis. Dosis danazol ialah 400-800 mg (hari ke-5 menstruasi) dan dapat ditingkatkan hingga mencapai amenorrhea dan menghilangkan gejala. Efek samping yang paling umum ialah peningkatan berat badan, akne, hirsutisme, vaginitas atrofik, kelelahan, pengecilan payudara, gangguan emosi, peningkatan kadar LDL dan kolesterol total.



Gestrinon Gestrinon ialah 19 nortesteron termasuk androgenik, antiprogestagenik, dan antigonadotropik. Obat ini bekerja sentral dan perifer dengan meningkatkan kadar testosterone dan mengurangi kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG), menurunkan nilai serum estradiol ke tingkat folikular awal, mengurangi LH dan menghalangi LH surge.

18



Agonis GnRH Agonis GnRH dapat menyebabkan sekresi FSH-LH terus menerus sehingga hipofisis mengalami desensitisasi dengan menurunnya sekresi FSH dan LH hingga mencapai keadaan hipogonadotropik hipogonadisme. Pada keadaan ini, ovarium tidak aktif sehingga menimbulkan amenorrhea. Amenorrhea yang timbul akibat kondisi tersebut akan mencegah pembentukan lesi baru.

GnRH juga akan meningkatkan apoptosis

endometriosis. Agonis GnRH dapat diberikan secara IM, SC, maupun intranasal. Efek sampingnya ialah rasa semburan panas, vagina kering, kelelahan, sakit kepala, pengurangan libido, depresi, penurunan densitas tulang. Obat ini diberikan selama 6-12 bulan. c.

Operatif: Konservatif dan Definitif Indikasi penanganan operatif pada endometriosis ialah endometriosis dengan gejala berat yang tidak merespon dengan terapi hormon, endometriosis dengan infiltrasi dalam, dan endometrioma dengan ukuran > 1 cm. 

Operasi konservatif ditujukan untuk mengangkat lesi endometriosis, melepaskan adhesi,

dan memperbaiki

struktur anatomi

supaya

meringankan gejala yang ada (nyeri, subfertilitas) dan mengembalikan fungsi reproduktif. Penanganan ini dapat dilakukan dengan laparoskopi maupun laparotomi. Penanganan ini menjadi pilihan pada perempuan yang masih muda, mengiginkan keturunan dan memerlukan hormon reproduksi. Endometrioma kecil (<3 cm) biasanya diaspirasi melalui laparoskopi. Kavitas kista kemudian diirigasi menggunakan normal saline, kemudian dinding epitel kista dihancurkan dengan laser vaporization. Sedangkan endometrioma besar (3 cm) dilakukan kistektomi dan adhesiolisis. 

Operasi definitif diindikasikan untuk wanita dengan stage endometriosis lanjut di mana tidak ada harapan prospek kesuburan, gagal pengobatan, dan wanita yang telah memiliki anak cukup. Terapi ini meliputi tindakan histerektomi dengan bilateral savlpingo-oophorectomy seiring dengan reseksi jaringan endometrial.

d. Combined Therapy: Medical and Surgical

19

Pertimbangan pemilihan jenis terapi berdasarkan umur pasien, ukuran dan penyebaran lesi, tingkat keparahan gejala, lokasi endometriosis, fertilitas dan hasil dari terapi sebelumnya.

20

21

VIII.

KOMPLIKASI a. Endocrinopathy yang dapat menyebabkan infertilitas seperti corpus luteum insufficiency, luteolisis akibat peningkatan PGF2, luteinized unruptured follicle, anovulasi, peningkatan kadar prolaktin dan double LH peak. b. Ruptur kista coklat c. Infeksi kista coklat d. Gejala obstruksi tergantung tempat predileksi, seperti obstruksi intestinal, obstruksi ureter (hidroureter, hidronefrosis, infeksi renal) e. Malignancy

22

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Mochammad dkk. (2011). Ilmu Kandungan Edisi ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono prawirohardjo. Carnahan, M., Fedor, J., Agarwal, A., Gupta, S. (2013) Ovarian Endometrioma. Expert Rev of Obstet Gynecol. 8(1):29-55). Available from: https://www.medscape.com/viewarticle/777490_1 Dutta DC, Konar H. (2013) Textbook of Gynecology. India: Jaypee Brothers Medical Publishers HIFERI-POGI. (2013). Konsensus Tatalaksana Nyeri Haid pada Endometriosis. Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia. Levy, B.S., Barbieri, R.L. (2017) Endometriosis: Management of ovarian endometriomas. Uptodate. Available from: https://www.uptodate.com/contents/endometriosis-management-ofovarianendometriomas?search=chocolate%20cyst&source=search_result&selecte dTitle=1~33&usage_type=default&display_rank=1#H15 Luthan, D., Adenin, I., Halim, B. (2014). Ilmu Kandungan: Endometriosis. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Schenken, R. S. (2018) Endometriosis: Pathogenesis, clinical features, and diagnosis. Uptodate. Available from: https://www.uptodate.com/contents/endometriosis-pathogenesis-clinicalfeatures-anddiagnosis?search=chocolate%20cyst&source=search_result&selectedTitle =2~33&usage_type=default&display_rank=2#H2622939357

23

Related Documents


More Documents from "Sri Linda"