BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kualitas manusia berkaitan dengan banyak faktor, dan faktor gizi mempunyai peranan yang sangat strategis. Gizi yang baik merupakan hasil dari konsumsi makanan dengan kecukupan yang dianjurkan dan keseimbangan antar zat-zat gizi tersebut. Jika keseimbangan ini tidak tercapai maka akan timbul berbagai jenis kelainan gizi. Kelainan gizi dihasilkan dari ketidakseimbangan antara kebutuhan tubuh untuk sumber zat gizi dan energi dengan penyediaan sunstrat matabolisme. Ketidakseimbangan mungkin terjadi karena kekurangan atau kelebihan yang ditandai dengan intik yang tidak sesuai atau penggunaan yang kurang baik, atau kadang-kadang karena kombinasi keduanya. Terlepas dari kebutuhan manusia untuk mempertahan kesehatan, malnutrisi selanjutnya akan menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian di negara-negara berkembang, khususnya bagi anak-anak. Pada masyarakat yang teknologinya sudah maju, gizi kurang sehubungan dengan keterbatasan tidak lagi merupakan bahaya utama bagi kesehatan, tapi tetap terjadi pada pasien di rumah sakit dan khususnya pada kelompok yang rentan. Keadaan kekurangan tetap terjadi dan meningkat pada pasien dengan masalah alkohol dan penyiksaan jangka panjang dan dalam perilaku konsumsi pangan. Gizi kurang skunder yang dihasilkan dari kesalahan absorpsi, kegagalan transportasi, penyimpanan atau penggunaan seluler, atau kehilangan akibat praktek pengobatan. Penggunaan yang kurang tepat dari suplemen zat gizi menunjukkan berbagai contoh toksisitas vitamin dan mineral, yang sering disebabkan oleh kelalaian pengguna atau kekurangan informasi. Vitamin A merupakan salah satu zat gizi yang mempunyai beragam resiko baik karena defisiensi maupun kelebihan intik.
1
Anak-anak yang mengalami kurang gizi berat berada pada resiko yang tinggi dari perkembangan kebutaan sehubungan dengan defisiensi vitamin A. Selain anak-anak, kelompok yang juga rentan terhadap defisiensi gizi adalah wanita hamil yang selanjutnya akan membahayakan janin yang dikandungnya. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena generasi-generasi baru yang akan lahir sangat ditentukan sejak dalam kandungan. 1.2. Tujuan 1.2.1. Tujuan Umum Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa medis Keratomelasia. 1.2.2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mengetahui pengkajian pada pasien Keratomelasia. b. Mahasiswa
mengetahui
diagnosa
yang
muncul
pada
pasien
Keratomelasia. c. Mahasiswa mengetahui intervensi yang dapat diberikan pada pasien Keratomelasia. d. Mahasiswa dapat melakukan implementasi sesuai intervensi yang telah dibuat pada pasien Keratomelasia. e. Mahasiswa dapat mengevaluasi pasien Keratomelasia. 1.2.3. Manfaat a. Mahasiswa dapat memahami konsep dasar Keratomelasia. b. Mahasiswa dapat mengetahui cara memberikan askep pada pasien Keratomelasia.
2
BAB II KONSEP DASAR TEORI KERATOMELASIA. 2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata dibagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda Mata mempunyai reseptor khusus untuk mengenali perubahan sinar dan warna. Secara keseluruhan struktur mata terdiri dari bola mata, termasuk otot-otot penggerak bola mata, rongga tempat mata berada, kelopak, dan bulu mata. Bola mata di bungkus oleh tiga lapis jaringan, yaitu (Vaughan, 2000):
Sklera merupakan jaringan ikat kenyal memberikan bentuk pada mata,dan bagian luar yang melindungi bola mata. Bagian depan disebut kornea yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
aringan uvea merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa di sebut juga perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan sillier dan koroid.
Lapis ketiga bola mata adalah retina yang mempunyai susunan 10 lapis. Retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.
3
2.1.1. Kornea Kornea (latin cornum= seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan terdiri atas lapis (Vaughan, 2000); 1. Epitel a. Tebalnya 50µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, yaitu sel basal, sel poligonal, sel gepeng. b. Sel basal sering terlihat mitosis sel. c. Sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui dermosom dan makula okluden,
4
ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. d. Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. e. Epitel berasal dari ektoderm permukaan. 2. Membran Bowman a) Terletak dibawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. b) Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi 3. Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen. Pada permukaan terlihat seperti anyaman yang teratur. Keratosit merupakan sel stroma kornae yang merupakan fibroblast. 4. Membrane Descemet a. Merupakan membrane aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yang dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya. b. Bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup. 5. Endotel Berasal dari mesotelium, melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden. Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquaeus dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus).
5
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnyayang seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya. 2.1.2. Uvea Uvea terdiri dari iris, korpus silier dan khoroid. Bagian ini adalah lapisan vascular . tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sclera (Vaughan, 2000); 1. Iris Merupakan lanjutan dari badan siliar kedepan dan merupakan diafagma yang membagi bola mata menjadi dua segmen anterior dan segmen posterior. Berbentuk sirkular yang ditengah- tengahnya berlubang yang disebut pupil. Secara histologi iris terdiri dari stroma yang jarang dan diantaranya terdapat lekukan-lekukan yang berjalan radier yang disebut kripta. Di dalam stroma terdapat sel pigmen yang bercabang, banyak pembulluh darah dan serat saraf . dipermukaan anterior ditutup oleh endotel terkecuali kripta, dimana pembuluh darah dalam stroma dapat berhubungan langsung dengan cairan coa,yang memungkinkan cepatnya terjadi pengaliran makanan kecoa dan sebaliknya. Di bagian posterior dilapisi oleh dua epitel yang mrupakan lanjutan dari epitel pigmen retina. Permukaan depan iris warnanya sangat bervariasi tergantung pada sel pigmen yang bercabang yang terdapat didalam stroma.Jaringan otot iris tersusun longgar dengan otot polos yang melingkar pupil (m. Sfingter pupil) terletak di dalam stroma dekat pupil dan di atur oleh saraf parasimpatis (N. III) dan yang berjalan radial dari akar iris ke pupil (m. dilatator pupillae) terletak di bagian posterior stroma dan diatur oleh saraf simpatis (Vaughan, 2000). menipis didekat perlekatannya di badan siliar dan menebal didekat pupil. Pembuluh darah disekitar pupil disebut sirkulus minor dan yang berada dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus nasosiliar cabang dari saraf cranial III yang bersifat simpatis untuk midriasis dan parasimpatis untuk miosis. 6
Pupil bekerja sebagai apertura di dalam kamera. Dalam keadaan radang, didapatkan iris menebal dan pupil mengecil. Dalam keadaan normal pupil sentral bulat, isokor (sama kanan dan kiri), reaksi cahaya langsung dan tidak langsung positif. Reaksi pupil ada tiga, yaitu reaksi cahaya langsung dan tidak langsung, reaksi terhadap titik dekat, dan terhadap obat-obatan. 2. Badan Siliar Berbentuk segitiga terdiri dari dua bagian, yaitu (Vaughan, 2000): a) Pars korona, pada bagian anterior bergerigi panjangnya kira-kira 2mm b) Pars plana, yang posterior tidak bergerigi, panjangnya 4mm Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke belakang sampai koroid terdiri atas otot siliar dan prosesus siliar. Otot siliar berfungsi untuk akomodasi. Jika otot ini berkontraksi ai menarik prosesus siliar dan koroid kedapan dan ke dalam, mengendorkan zonula zinni sehingga lensa menjadi lebih cembung. Radang pada badan siliar akan mengakibatkan melebarnya pembuluh darah di daerah limbus yang akan mengakibatkan mata merah yang merupakan gambaran khas peradangan intraokular. Prosesus siliar menghasilkan cairan mata yaitu, akueous humour yang mengisi bilik mata depan. Yang berfungsi memberi makanan untuk kornea dan lensa. Pada peradangan akibat hiperemi yang aktif, maka pembentukan cairan mata bertambah sehingga dapat menyebabkan tekanan intraokuler meninggi dan timbullah glukoma sekunder. Bila peradangan hebat dan merusak sebagian badan siliar maka produksi akueous humour berkurang, tekanan berkurang dan berakhir sebagai atrofi bulbi okuli (Sidarta dan Ilyas, 2005). c) Koroid Koroid merupakan suatu membran yang berwarna cokelat tua, yang terletak diantara sklera dengan retina terbentang dari ora 7
serata sampai ke papil saraf optik. Koroid terdri dari beberapa lapisan, yaitu; i. Lapisan epitel pigmen ii. Membran Bruch (lamina vitrea) iii. Koriokapiler iv. Pembuluh darah sedang dan pembuluh darah besar v. Suprakoroid Lapisan suprakoroid terdiri dari lapisan protropoblas yang mengandung nukleus. Membran bruch merupakan membran yang tidak berstruktur. Pembuluh darah besar kebanyakan terdiri dari pembuluh balik yhang kemudian bergabung menjadi empat vena vortikosa,yang keluar dari tiap kuadran posterior bola mata yang menembus sclera (Sidarta dan Ilyas, 2005). Pembuluh darah arteri berasal dari arteri siliais brevis yang mengandung serat elastis dan khromatofor. Koroid melekat erat pada pinggir N.II dan berakhir di oraserata. 2.1.3. Lensa Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya kira-kira 4mm dan diameternya
9mm.
Lensa
digantung
oleh
zonula,
yang
menghubungkannya dengan korpus silier. Di bagian anterior lensa terdapat humor aquaeus, disebelah posteriornya vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membranyang semi permiabel (sedikit lebih permeabel dari pada dinding kapiler) yang akan memperoleh air dan elektrolit masuk (Sidarta dan Ilyas, 2005). Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal sebagai zonula (zonula zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa.Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu (Sidarta dan Ilyas, 2005); a. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung. 8
b. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan c. Terletak ditempatnya. Keadaan patologik lensa ini dapat berupa : a. Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopi. b. Keruh atau apa yang disebut katarak c. Tidak berada ditempat atau subluksasi dan dislokasi. 2.1.4. Retina Retina adalah selapis lembar tipis jaringan saraf yang semi transparan. Retina merupakan reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan (Sidarta dan Ilyas, 2005); a. Membrana limitans interna b. Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju kenervus optikus. c. Lapisan sel ganglion d. Lapisan
pleksiformis
dalam,
yang mengandung sambungan-
sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar e. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal f. Lapisan pleskiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor g. Lapisan inti luar sel fotoreseptor h. Membran limitans eksterna i. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut j. Epitelium pigmen retina Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan iskemia dan merah pada hiperemia. Pembuluh darah di dalam retina merupakan percabangan arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.
9
2.2. Definisi
Keratomalasia merupakan suatu kondisi dimana korneamengering dan keruh karena kekurangan vitamin A, kalori, dan protein. Biasanya keratomalasia menyerang kedua mata. 2.3. Etiologi Keratomalasia disebabkan oleh kekurangan vitamin A yang dipicu oleh kondisi gizi kurang atau buruk. Kerap terjadi pada bayi lahir berat badan rendah, gangguan akibat kurang yodium (GAKY) serta anemia gizi ibu hamil. Kelompok rentan Keratomalasia adalah anak dari keluarga miskin, anak di pengungsian, anak di daerah yang pangan sumber vitamin A kurang, anak kurang gizi atau lahir dengan berat badan rendah, anak yang sering menderita penyakit infeksi (campak, diare, tuberkulosis, pneumonia) serta cacingan serta anak yang tidak mendapat imunisasi serta kapsul vitamin A dosis tinggi.Defisiensi vitamin A awalnya merupakan ancaman yang tidak kelihatan, yang apabila tidak ditangani dapat menyebabkan hilangnya penglihatan seseorang terutama pada anak-anak. Dampak selanjutnya adalah ketika mereka tidak lagi bisa melihat pada cahaya yang suram dan akan menderita penyakit yang disebut night blindness (buta senja) atau xerophthalmia.Apabila penderitaan terus berlanjut konjangtiva dan cornea mata menjadi kuning) kemudian muncul bercorak pada kornea dan selanjutnya berakibat pada kebutaan yang permanen. Penyebab utama kekurangan vitamin A adalah asupan zat gizi vitamin A (preformed retinol) atau prekursor vitamin A yang tidak mencakupi peningkatan kebutuhan vitamin A pada kondisi fisiologis dan patologis tertentu, penyerapan yang kurang kehilangan karena diare sering merupakan penyebab kekurangan vitamin A. Faktor yang menjadi penyebab tingginya kasus Keratomalasia di Indonesia adalah:
10
a. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau provitamin A untuk jangka waktu yang lama. b. Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif c. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A dalam tubuh
d. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakitpenyakit antara lain penyakit pancreas, diare kronik, KEP dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat.
e. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik, menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan prealbumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.
f. Tingginya angka infeksi pada anak (gastroenteritis/diare) 2.4. Patofisiologi Terjadinya defisiensi vitamin A berkaitan dengan berbagai faktor dalam hubungan yang komplek seperti halnya dengan masalah KKP. Makanan yang rendah dalam vitamin A biasanya juga rendah dalam protein, lemak dan hubungannya antar hal-hal ini merupakan faktor penting dalam terjadinya defisiensi vitamin A. Vitamin A merupakan “body regulators” dan berhubungan erat dengan proses-proses metabolisme. Secara umum fungsi tersebut dapat dibagi dua (i) Yang berhubungan dengan penglihatan dan (ii) Yang tidak berhubungan dengan penglihatan.Fungsi yang berhubungan dengan penglihatan dijelaskan melalui mekanisme Rods yang ada di retina yang sensitif terhadap cahaya dengan intensitas yang rendah, sedang Cones untuk cahaya dengan intensitas yang tinggi dan untuk menangkap cahaya berwarna. Pigment yang sensitif terhadap cahaya dari Rods disebut sebagai Rhodopsin, yang merupakan kombinasi dari Retinal dan protein opsin. Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen 11
pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja. Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari, maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat. Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna. Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna. Perubahan dari rhodopsin ke retinene terjadi pada proses penglihatan: Disini mungkin rhodopsin hanya salah satu dari struktur protein yang akan menjadi stabil setelah dikombinasi dengan vitamin A. Efek lain dari vitamin A pada penglihatan yang berpengaruh secara tidak langsung ialah pada epitel kornea dan konjungtiva. Pada keadaan defisiensi, epitel menjadi kering dan terjadi keratinisasi seperti tampak pada gambaran Keratomalasia. Keratomalasia merupakan mata kering yang terjadi pada selaput lendir (konjungtiva) dan kornea (selaput bening) mata. Keratomalasia yang tidak segera diobati dapat menyebabkan kebutaan. Keratomalasia terjadi akibat kurangnya konsumsi vitamin A pada bayi, anak-anak, ibu hamil, dan menyusui. Patogenesis Keratomalasia terjadi secara bertahap; 1. Buta senja (XN)
12
Disebut juga rabun senja. Fungsi fotoreseptor menurun. Tidak terjadi kelainan pada mata (mata terlihat normal), namun penglihatan menjadi menurun saat senja tiba, atau tidak dapat melihat di dalam lingkungan yang kurang cahaya. Untuk mengetahui keadaan ini, penderita sering membentur atau menabrak benda yang berada di depannya. Jika penderita adalah anak yang belum dapat berjalan, agak susah mendeteksinya. Biasanya anak akan diam memojok dan tidak melihat benda di depannya. Dengan pemberian kapsul vitamin A maka pengelihatan akan dapat membaik selama 2 hingga 4 hari. Namun jika dibiarkan, maka akan berkembang ke tahap selanjutnya. 2. Xerosis konjungtiva (X1A) Selaput lendir atau bagian putih bola mata tampak kering, keriput, dan berpigmentasi pada permukaan sehingga terlihat kasar dan kusam. Mata akan tampak kering atau berubah menjadi kecoklatan. 3. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot (X1B) X1B merupakan tanda-tanda X1A ditambah dengan bercak seperti busa sabun atau keju, terutama di daerah celah mata sisi luar. Mata penderita umumnya tampak bersisik atau timbul busa. Dalam keadaan berat, tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva (bagian putih mata), konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat, dan berkerut. Dengan pemberian vitamin A yang baik dan pengobatan yang benar, bercak akan membaik selama 2 hingga 3 hari, dan kelainan mata akan menghilang dalam waktu 2 minggu. 4. Xerosis kornea (X2) Kekeringan pada konjungtiva berlanjut hingga kornea (bagian hitam mata) sehingga tampak kering dan suram, serta permukaan kornea tampak kasar. Umumnya terjadi pada anak yang bergizi buruk, menderita penyakit campak, ISPA, diare, dan sebagainya. Pemberian vitamin A yang benar akan membuat kornea membaik setelah 2 hingga 5 hari, dan kelainan mata akan sembuh selama 2 hingga 3 minggu. 5. Keratomalasia dan ulserasi kornea (X3A/ X3B) Kornea melunak seperti bubur dan terjadi ulkus kornea atau perlukaan. Tahap X3A bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan 13
kornea. Tahap X3B bila kelainan mengenai sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea. Keadaan umum penderita sangatlah buruk. Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (pecahnya kornea). Bila penderita telah ditemukan pada tahap ini maka akan terjadi kebutaan yang tidak dapat disembuhkan. 6. Xeroftalmia Scars (XS) Disebut juga jaringan kornea. Kornea mata tampak memutih atau bola mata tampak mengempis. Jika penderita ditemukan pada tahap ini, maka kebutaan tidak dapat disembuhkan. Pemenuhan
kebutuhan
vitamin
A
sangat
penting
untuk
pemeliharaan keberlangsungan hidup secara normal. Kebutuhan tubuh akan vitamin A untuk orang indonesia telah dibahas dan ditetapkan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998) dengan mempertimbangkan faktor-faktor khas dari keadaan tubuh orang Indonesia Diagnosis penderita Keratomalasia dapat diperoleh dengan memakai cara diagnostik, seperti(Wjitcher and Tears, 1995): 1. Tes Schirmer Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata dan memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whartman No. 41) ke dalam cul de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur lima menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm
tanpa
anestesi
dianggap
abnormal
(produksi
air
mata
sedikit/berkurang). 2. Tes Break-up Time Tes ini berguna untuk menilai stabilitas air mata dan komponen lipid dalam cairan air mata; diukur dengan meletakkan secarik kertas berfluorescein di konjungtiva bulbi dan meminta penderita untuk berkedip. Lapisan air mata kemudian diperiksa dengan bantuan filter cobalt pada slitlamp, sementara penderita diminta tidak berkedip. Selang waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam lapis fluorescein kornea adalah break-up time. Biasanya lebih dari 15 14
detik. Selang waktu akan memendek pada mata dengan defisiensi lipid pada air mata. 3. Tes Ferning Mata Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti komponen musin air mata ; dilakukan dengan mengeringkan kerokan lapisan air mata di atas kaca obyek bersih. 4. Sitologi Impresi Adalah cara menghitung densitas sel Goblet pada permukaan konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel Goblet paling tinggi di kuadran infra nasal. 5. Pemulasan Fluorescein Dilakukan dengan secarik kertas kering fluorescein untuk melihat derajat basahnya air mata dan melihat meniskus air mata. Fluorescein akan memulas daerah yang tidak tertutup oleh epitel selain defek mikroskopik pada epitel kornea. 6. Pemulasan Rose Bengal Rose Bengal lebih sensitif daripada fluorescein. Pewarna ini akan memulas semua sel epitel yang tidak tertutup oleh lapisan musin yang mengering dari kornea dan konjungtiva. 7. Pengujian kadar lisozim air mata Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya dengan cara spektrofotometri. 8. Osmolalitas air mata Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sicca dan pemakai lensa kontak; diduga sebagai akibat berkurangnya sensitifitas kornea. Laporan-laporan penelitian menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes yang paling spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca, karena dapat ditemukan pada pasien dengan tes Schirmer normal dan pemulasan Rose Bengal normal. 9. Laktoferin Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi kelenjar lakrimal.
15
2.5. Pathway Devisit Devisitvitamin vitaminAA Kekeringan Kekeringanpada padaretina retina
Resiko tinggi terhadap cedera
Perubahan penglihatan pada senja hari
Implus yang masuk tidak Impuls yang tidak dapat dapat ditangkap dengan baik oleh retina dan diteruskan kesaraf optik
Ancaman kehidupan
Gangguan adaptasi gelap
ansietas
Gangguan sensoripersepsi penglihatan
2.6. Tanda-tanda dan Gejala Klinis Kurang vitamin A (KVA) adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain, akan tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada mata. Kelainan kulit pada umumnya tampak pada tungkai bawah bagian depan dan lengan atas bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik ikan. Kelainan ini selain disebabkan karena KVA dapat juga disebabkan karena kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau Kurang Energi Protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk. Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya. Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO/USAID UNICEF/HKI/ IVACG, 1996 sebagai berikut : XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia) XIA : xerosis konjungtiva 16
XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot X2 : xerosis kornea X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea. X3B : keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea XS : jaringan parut kornea (sikatriks/scar) XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti ÒcendolÓ. XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati karena dalam beberapa hari bias berubah menjadi X3. X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea). 1. Buta senja = Rabun Senja = Rabun Ayam= XN (Istilah lokal dapat dilihat di lampiran 8) Tanda-tanda :
Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.
Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-remang setelah lama berada di cahaya terang
Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.
Untuk mendeteksi apakah anak menderita buta senja dengan cara : a) Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/ menabrak benda didepannya, karena tidak dapat melihat. b) Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak tersebut buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila di dudukkan ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan didepannya. 2. Xerosis konjungtiva = XIA Tanda-tanda :
Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.
17
Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna kecoklatan.
3. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot = X1B. Tanda-tanda :
Tanda-tanda xerosis kojungtiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi luar.
Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai kriteria penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam masyarakat. Dalam keadaan berat :
Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva.
Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.
Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik
4. Xerosis kornea = X2 Tanda-tanda :
Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea.
Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit infeksi dan sistemik lain)
5. Keratomalasia dan ulcus kornea = X3A, X3B Tanda-tanda :
Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.
Tahap X3A : bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea.
Tahap X3B : Bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3 permukaan kornea.
Keadaan umum penderita sangat buruk.
Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah) Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan perforasi dan prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat
18
mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahap-tahap awal xeroftalmia. 6. Xeroftalmia scar (XS) = sikatriks (jaringan parut) kornea Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea. 7. Xeroftalmia Fundus (XF) Dengan opthalmoscope pada fundus tampak gambar seperti cendol 2.7. Factor yang Mempengaruhi Terjadinya Xeroftalmia 2.7.1. Faktor Sosial budaya dan lingkungan dan pelayanan kesehatan a. Ketersediaan pangan sumber vitamin A b. Pola makan dan cara makan c. Adanya paceklik atau rawan pangan d. Adanya tabu atau pantangan terhadap makanan tertentu terutama yang merupakan sumber Vit A. e. Cakupan imunisasi, angka kesakitan dan angka kematian karena penyakit campak dan diare f. Sarana pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau g. Kurang tersedianya air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang sehat h. Keadaan darurat antara lain bencana alam, perang dan kerusuhan 2.7.2. Faktor Keluarga a. Pendidikan : Pendidikan orang tua yang rendah akan berisiko lebih tinggi kemungkinan anaknya menderita KVA karena pendidikan yang rendah biasanya disertai dengan keadaan sosial ekonomi dan pengetahuan gizi yang kurang. b. Penghasilan : Penghasilan keluarga yang rendah akan lebih berisiko mengalami KVA Walaupun demikian besarnya penghasilan keluarga tidak menjamin anaknya tidak mengalami KVA, karena harus diimbangi
19
dengan pengetahuan gizi yang cukup sehingga dapat memberikan makanan kaya vitamin A. c. Jumlah anak dalam keluarga Semakin banyak anak semakin kurang perhatian orang tua dalam mengasuh anaknya. d. Pola asuh anak. Kurangnya
perhatian
keluarga
terhadap
pertumbuhan
dan
perkembangan anak seperti pasangan suami istri (pasutri) yang bekerja dan perceraian. 2.7.3. Faktor individu a. Anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BB < 2,5 kg). b. Anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun. c. Anak yang tidak mendapat MP-ASI yang cukup baik kualitas maupun kuantitas d. Anak kurang gizi atau dibawah garis merah (BGM) dalam KMS. e. Anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, Tuberkulosis (TBC), Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia dan kecacingan. f. Frekuensi kunjungan ke posyandu, puskesmas/pelayanan kesehatan (untuk mendapatkan kapsul vitamin A dan imunisasi). 2.8. Penatalaksaan 2.8.1. Pencegahan Keratomelasia Prinsip dasar untuk mencegah keratomelasia adalah memenuhi kebutuhan vitamin A yang cukup untuk tubuh serta mencegah penyakit infeksi terutama diare dan campak. Selain itu perlu memperhatikan kesehatan secara umum. Berikut beberapa langkah untuk mencegah keratomelasia: 1. Mengenal tanda-tanda kelainan secara dini 2. Bagi yang memiliki bayi dan anak disarankan untuk mengkonsumsi vitamin A dosis tinggi secara periodik, yang didapatkan umumnya pada Posyandu terdekat. 20
3. Segera mengobati penyakit penyebab atau penyerta 4. Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk 5. Memberikan ASI Eksklusif 6. Ibu nifas mengkonsumsi vitamin A (<30 hari) 200.000 SI 7. Melakukan Imunisasi dasar pada setiap bayi 2.8.2. Pengobatan Pengobatan xeroftalmia adalah sebagai berikut; a. Berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral atau 100.000 IU Vitamin A injeksi. b. Hari berikutnya, berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral c. 1 – 2 minggu berikutnya, berikan 200.000 IU Vitamin A secara oral d. Obati penyakit infeksi yang menyertai e. Obati kelainan mata, bila terjadi f. Perbaiki status gizi 2.9. Pemeriksaan fisik Dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda atau gejala klinis dan menentukan diagnosis serta pengobatannya, terdiri dari : a. Pemeriksaan umum dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan timbulnya keratomelasia seperti gizi buruk, penyakit infeksi, dan kelainan fungsi hati. Yang terdiri dari : Antropometri Pengukuran berat badan dan tinggi badan
Penilaian Status gizi Apakah anak menderita gizi kurang atau gizi buruk Bila BB/TB : > -3 SD - < -2 SD, anak menderita gizi kurang atau kurus Bila BB/TB : £ 3, anak menderita gizi buruk atau sangat kurus.
Periksa matanya apakah ada tanda-tanda xeroftalmia.
Kelainan pada kulit : kering, bersisik.
b. Pemeriksaan Khusus 21
Pemeriksaan mata untuk melihat tanda Keratomelasia dengan menggunakan senter yang terang. (Bila ada, menggunakan loop.)
Apakah ada tanda kekeringan pada konjungtiva (X1A)
Apakah ada bercak bitot (X1B)
Apakah ada tanda-tanda xerosis kornea (X2)
Apakah ada tanda-tanda ulkus kornea dan keratomalasia (X3A/X3B)
Apakah ada tanda-tanda sikatriks akibat xeroftalmia (XS)
Apakah ada gambaran seperti cendol pada fundus oculi dengan opthalmoscope (XF).
2.10. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan
laboratorium
dilakukan
untuk
mendukung
diagnose
kekurangan vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA, namun hasil pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut risiko tinggi untuk menderita KVA. Peneriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA sub klinis. Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan untuk mengetahui penyakit lain yang dapat memperparah seperti pada :
pemeriksaan darah malaria
pemeriksaan darah lengkap
pemeriksaan fungsi hati
pemeriksaan radiologi untuk mengetahui apakah ada pneumonia atau TBC
pemeriksaan tinja untuk mengetahui apakah ada infeksi cacing serta
pemeriksaan darah yang diperlukan untuk diagnosa penyakit penyerta.
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan di Puskesmas, Rumah Sakit/Labkesda
atau
BKMM,
sesuai
dengan
ketersediaan
sarana
laboratorium.
22
23
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIAGNOSA MEDIS KERATOMALASIA 3.1. Pengkajian Keperawatan Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang : 3.1.1. Biodata pasien a. Identitas Pasien Nama anak
: An. Y
Umur anak
: 11 Tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Jumlah anak dalam keluarga
:3
Jumlah anak balita dalam keluarga : 1 Anak ke berapa
:2
b. Identitas Penanggung Jawab Nama ayah/ibu
: Tn. F
Alamat/tempat tinggal
: Btn Kendari Indah Blok D 20
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Wiraswasta
Status Perkawinan
: Kawin
3.1.2. Keluhan Penderita a. Keluhan Utama Ibu klien mengeluh anaknya tidak bisa melihat pada sore hari (buta senja) atau ada kelainan pada matanya. b. Keluhan Tambahan
sejak umur 8 tahun anak sudah mulai merasa penglihatan rabun
upaya yang di lakukan dengan menggunakan kacamata
3.1.3. Riwayat nutrisi
24
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan berat badan ideal menggunakan rumus 8 + 2n. Status Gizi Klasifikasinya sebagai berikut : Gizi buruk kurang dari 60% Gizi kurang 60 % - <80 % Gizi baik 80 % - 110 % Obesitas lebih dari 120 % 3.1.9. Riwayat pola makan anak
Anak mendapatkan ASI ekslusif
Tidak mendapatkan MP_ASI
3.1.10. Aktivitas/istirahat Gejala: pada sore hari terjadi gangguan penglihatan 3.1.11. Neurosensori Gejala: gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas) khuisusnya pada sore hari, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat, perubahan respons biasanya terhadap rangsangan. Tanda: kekeringan pada konjungtiva bulbi Bagian mata putih timbul bercak seperti buih sabun, kering, kusam, tegang dan keriput. Bagian mata hitam menjadi kering, kusam, keruh, keriput, dan timbul bercak yang mengganggu penglihatan. 3.1.12. Nyeri/kenyamanan Gejala: ketidaknyamanan ringan/mata kering, sakit kepala 3.1.13. Integritas Ego Gejala: peningkatan kepekatan atau kegelisahan Tanda: cemas, marah, depresi Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dalam membuat keputusan, ketakuta dan ragu-ragu. 25
3.1.14. Interaksi sosial Gejala: perasaan isolasi/penolakan Perasaan kesepian Ketidakamanan dalam situasi sosial Menggambarkan kurang hubungan yang berarti Tanda: Keinginan terhadap kontak lebih banyak dengan orang lain Kontak mata buruk 3.1.15. Pemeriksaan diagnostic a. Tes adaptasi gelap b. Kadar vitamin A darah (kadar <200 mg/200 ml menunjukkan kurang intake. 3.2. Pengelompokan Data A. Data Objektif
Kekeringan pada konjungtiva bulbi
Bagian mata putih timbul bercak seperti buih sabun, kering, kusam, tegang dan keriput
Bagian mata hitam menjadi kering, kusam, keruh, keriput dan timbul bercak yang mrngganggu pengelihatan
Peningkatan kepekatan atau kegelisahan
Adanya kekeruhan dan pelunakan kornea
Isolasi dan penolakan
Ketidakinginan terhadap kontak lebih banyak dengan orang lain
Kontak mata buruk
B. Data subjektif
Keluhan perubahan pengelihatan pada senja hari
Perubahan respon terhadap rangsangan
Tidak bisa memfokuskan kerja dengan dekat
Ridal suka mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah
Ketidaknyamanan ringan/mata kering 26
Cemas,marah, defresi, ketakutan dan ragu-ragu
Perasaan kesepian
Ketidak amanan dal;am situasi social
3.3. Analisa Data Data
DS: -perubahan
Penyebab
Masalah
Defisiensi vit.A
Ganggguan
respon
biasanya
terhadap
sensori-
persepsi penglihatan Kekeringan pada retina
rangsang DS:
Influs yang masuk tidak
-menurunnya
dapat ditangkap dengazn
ketajaman/gangguan
baik oleh retina dan di
pengelihatan
teruskan ke saraf optic
Gangguan
adaptasi
gelap DS: -mata
hitam
menjadi Devisit vit.A
Resiko tinggi terhadap
kering, kusam, keriput dan timbul
brcak
cedera
yang Perubahan
mengganggu penglihatan
penglihatan
pada senja hari
DO: -keluhan perubahan penglihatan
pada
senja
hari DS: -ketakutan Devisit vit.A Ansietas -ragi-ragu DO: -menyatakan masalah Imflus yang masuk tidak tentang perubahan hidup dapat di tangkap dengan baik oleh retina dan diteruskan ke saraf optic 27
Perubahan
penglihatan
pada senja hari
Ancaman kehidupan
3.4. Diagnosa dan Intervensi 1. Gangguan sensori-persepsi penglihatan Berhubungan dengan: - gangguan penerimaan sensori/status organ indra - lingkungan secara terapeutik dibatasi Ditandai dengan: - menurunnya ketajaman,gangguan penglihatan - perubahan respons biasanya terhadap rangsang Plaining tujuan:sensori-perseptual:penglihatan tidak mengalami perubahan dengan criteria: - meningkatnya ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu - mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan - mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalm linkungan. Intervefensi atau tindakan 1. Kaji ketajaman penglihatan Rasional: untuk mengetahui ketajaman penglihatan klien dan member penglihatan menurut ukuran yang baku. 2. Dorong
menegkspresikan
perasaan
tentang
kehilangan
atau
kemungkinan kehilangan penglihatan. Rasional : sementara intervensi dini mencegah kebutaan, psien menghadapi kemungkinan kehilangan penglihatan sebagian atau total.meskipun kehilangan penglihatan telah terjadi tidak dapat diperbaiki meskipun dengan pengobatan kehilangan lanjut dapt dicegah. 3. Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani keterbatasan penglihatan.
28
Contoh: kurangikekacauan, atur perabot,perbaiki sinar yang suram dan masalah penglihatan malam. Rasional: menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan lapang pandang atau kehilangan penglihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan. 4. Kolaborasi a. Test adaptasi gelap Rasional : untuik mengetahui adanya kelainan atau abnormalitas dari ffungsi penglihatan klien. b. Pemeriksaan kadar vitamin A dalam darah. Rasional: untuk mengetahui keadaan defisiensi keadaan vitamin A dalama darah sebagai pemicu terjadinya penyakit xeroftalmia. c. Pemberian obat sesuai indikasi :
Pemberian vitamin A dalam dosis terapeutik yaitu vitamin A oral 50.000 – 75.000 IU/kg BB tidak lebih dari 400.000 -500.000 IU. Rasional : pemberian vitamin A dosis terapeutok dapat mengatasi gangguan penglihatan tahap dini. Dengan memlberikan dosis vitamin
secara
teratur
dapat
mengembalikan
perubahan
penglihatan pada mata.
Pengobatan kelaina pada mata o stadium I : tanpa pengobatan o stadium II : berikan AB o stadium III : berikan sulfa atropine 0,5% ,tetes mata pada anak atau SA 4% pada orang dewasa. Rasional: mengembalikan ke fungsi penglihatan yang baik dan mencegah terjadinyakomplikasi lebih lanjut.
2. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan ditandai dengan: - mata hitam menjadi kering,kusam, keruh, keriput, dan timbul bercak yang mengganggu penglihatan. - keluhan PA penglihatan pada senja hari
29
Planning Tujuan: cedera tidak terjadi Dengan criteria:
-klien
dapat
mengidentifikasi
potensial
bahaya
dalam
lingkungan. Intervensi/tindakan 1. Orientasi klien dengan lingkungan sekitarnya Rasional: meningkatkan pengenalan terhadap lingkungannya. 2. Anjurkan keluarga untuk tidak memberikan mainan kepada klien yang yang mudah pecah seperti kaca dan benda-benda tajam. Rasional: menghindari pecahnya alat mainan yang dapat mencedera klien atas benda tajam yang dapat melukai klien. 3. Arahkan semua alat mainan yang dibutuhkan klien pada tempat yang sentral dari pandangan klien. Rational: memfakuskan lapang pandang dan menghindari cedera. 3. Ansietas berhubungan dengan: -
Factor fisiologis
-
Perubahan status kesehatan: kemungkinan/kenyataan
-
Kehilangan penglihatan
Planning Tujuan:
klien
akan
mengungkapkan
bahwa
kecemasan
sudah
berkurang/hilang Dengan criteria: -
Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi
-
Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah
-
Menggunakan sumber secara efektif
Intervensi/Tindakan 1. Kaji tingkat ansietas, timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
30
Rasional: factor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri, potensial siklus ansietas dan dapat mempengaruhi upaya medic untuk mengontrol terapi yang diberikan. 2. Berikan informaasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan Rasional:
menurunkan
ansietas
sehubungan
dengan
ketidaktahuan/harapan yang akan dating dan berikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan. 3. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan. Rasional: memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata, mengkelarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah. 4. Identifikasi sumber/orang yang menolong. Rasional: meberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi maslah. 3.5. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi. 3.6. Evaluasi Keperawatan a. Ketajaman penglihatan klien dalam batas normal. b. Klien dapat mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan. c. Klien dapat memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan. d. Klien dapat menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam kemungkinan cedera. e. Klien dapat Menyatakan pemahaman kondisi atau proses penyakit dan pengobatan.
31
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan Keratomalasia Gangguan kekurangan vitamin A pada mata yang mengakibatkan kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi retina yang berakibat kebutaan. Vitamin sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan hidup, tidak hanya pada fungsi penglihatan tetapi juga pada proses perkembangan yang dimulai sejak pembentukan embrio. Vitamin A terus diperlukan untuk mempertahankan diferensiasi sel secara nornal sepanjang hidup. Dapat dipahami pentingnya jika vitamin A digunakan sepanjang waktu untuk pencegahan dan kontrol penyakit kanker. 4.2. Saran Untuk menjaga kesehatan dan keseimbangan metabolisme dalam tubuh seseorang sebaiknya mengkonsumsi zat-zat gizi sesuai dengan kecukupannya. Karena vitamin A mempunyai efek yang kurang baik bagi keseimbangan di dalam tubuh, baik jika dikonsumsi dalam jumlah yang kurang maupun berlebihan maka sangat penting untuk dipertimbangkan kembali untuk mengkonsumsinya dalam jumlah yang berlebih (misalnya dengan suplemen).
32
DAFTAR PUSTAKA
Hasan,R.2005. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Universitas Indonesia. Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika. Ranuh, I.G.N,Dkk. 2001. Buku Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC. Staf pengajar ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran UI. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika http://duta4diagnosa.blogspot.com/2010/06/asuhan-keperawatan-xeropthalmia.html http://Blog pada WordPress.com/2010/xeroftalmia.html http://www.healthnewflash.com/2009/05/xeroftalmia. http://www.eyemdlink.com/. http://www.eyescenters.com/.
33