BAB 1 Pendahuluan A. Latar belakang WHO menyatakan bahwa inkontinensia urin merupakan salah satu topik kesehatan cukup besar dan diperkirakan lebih dari 200 juta orang diseluruh dunia mempunyai masalah dalam pengontrolan berkemih (Sinaga, 2011). Konferensi Konsensus Kesehatan Nasional Amerika (1998) dalam Sinaga (2011) menyatakan bahwa dua per tiga dari 10 juta orang dewasa yang mengalami inkontinensia adalah wanita. Masalah inkontinensia urin saat ini belum mendapatkan perhatian penuh di dunia, termasuk di Indonesia. Di Amerika Serikat jumlah penderita inkontinensia urin mencapai 13 juta dengan 85% diantaranya perempuan, sebenarnya jumlah ini masih sangat sedikit dikarenakan banyak kasus dengan inkontinensia urin yang belum dilaporkan (Syaifudin, 2001). Prevalensi inkontinensia urin bervariasi di setiap negara yang disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu perbedaan definisi, populasi, sampel penelitian, dan metodologi penelitian (Sinaga, 2011). Menurut Baduaji (2004) dalam Sinaga (2011) di Indonesia prevalensi angka kejadian inkontinensia urin belum dapat terdeteksi secara pasti dikarenakan banyak orang yang menganggap inkontinensia urin merupakan hal yang wajar setelah wanita melahirkan dan kebanyakan merasa malu untuk memeriksakannya ke tenaga kesehatan. Inkontinensia urin erat hubungannya dengan penurunan kualitas hidup pasien seperti isolasi sosial, kesendirian dan kesedihan, gangguan psikiatri seperti depresi; rasa malu yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari; stigmatisasi; gangguan pada hubungan seksual; dan gangguan tidur. Hal tersebut dikarenakan banyak orang yang mengidap inkontinensia urin namun mereka merasa enggan untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehatan agar bisa mencegah bahkan mengobati inkontinensia urin tersebut agar tidak menjadi semakin parah. Menurut
tendean dalam Sinaga
(2011) faktor-fakor risiko timbulnya inkontinensia urin adalah usia, kehamilan dan paritas dimana dampak jangka panjangnya masih dalam penelitian.
B. Rumusan Masalah Bagaimana Asuhan Keperawatan Pasien dengan inkontinensia Urine ?
C. Tujuan 1. Tujuan umum Menjelaskan Asuhan Keperawatan pasien dengan inkontnensia urin. 2. Tujuan khusus a. Untuk memahami pengertian dari inkontinesia urine. b. Untuk mengetahui etiologi inkontinensia urin. c. Untuk mengetahui patofisiologi inkontinensia urin. d. Untuk mengetahui maninfestasi klinis inkontinensia urin. e. Untuk mengetahui penatalaksanaan inkontinensia urin
D. Manfaat 1. Bagi Pembaca Agar pembaca dapat menambah pengetahuan tentang inkontinensia urin. 2. Bagi Penulis Mampu memahami tentang bagaimana asuhan keperawatan pada pasien inkontinensia urine
BAB 2 Tinjauan Pustaka A. Konsep Dasar Medik 1. Definisi Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan. Jika Inkontinensia urin terjadi akibat kelainan inflamasi ( sistitis ), mungkin sifatnya hanya sementara. Namun, jika kejadian ini timbul karena kelainan neurologi yang serius ( paraplegia ), kemungkinan besar sifatnya akan permanent (Brunner & Suddarth, 2002. hal: 1471). Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai
benar-benar
banyak,
bahkan
terkadang
juga
disertai
inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses). Inkontinensia urine lebih sering terjadi pada wanita yang sudah pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Hal ini terjadi karena adanya perubahan otot dan fasia di dasar panggul. Ada beberapa jenis inkontinensia urine, yaitu : a. Inkontinensia Urgensi Pelepasan urine yang tidak terkontrol sebentar setelah ada peringatan ingin melakukan urinasi. Disebabkan oleh aktivitas otot destrusor yang berlebihan atau kontraksi kandung kemih yang tidak terkontrol. b. Inkontinensia Tekanan Pelepasan urine yang tidak terkontrol selama aktivitas yang meningkatkan tekanan dalam lubang intra abdominal. Batuk, bersin, tertawa dan mengangkat beban berat adalah aktivitas yang dapat menyebabkan inkontinensia urine. c. Inkontinensia Aliran Yang Berlebihan ( Over Flow Inkontinensia ) Terjadi jika retensi menyebabkan kandung kemih terlalu penuh dan sebagian terlepas secara tidak terkontrol, hal ini pada umumnya
disebabkan oleh neurogenik bladder atau obstruksi bagian luar kandung kemih. (Charlene J.Reeves at all) 2. Anatomi Saluran Kemih a. Kandung Kemih Kandung kemih terdiri dari dua bagian yaitu fundus dan leher kandung kemih yang juga disebut uretra posterior. Mukosa kandung kemih dilapisi oleh epitel transisional yang mengandung ujung-ujung saraf sensoris. Di bawahnya terdapat lapisan submukosa yang sebagian besar tersusun dari jaringan ikat dan jaringan elastin. Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor, membentuk lapisan di luar submukosa terdiri dari tiga lapisan otot longitudinal di lapisan luar dan dalam serta otot sirkuler di bagian tengahnya. Otot detrusor meluas ke uretra membentuk dinding uretra. Pada lapisan ini ototnya banyak mengandung jaringan elastin (Junizaf (2002) dalam Sinaga (2011)).
b. Uretra Uretra merupakan tabung muskularis yang kompleks yang memanjang dari batas bawah dasar kandung kemih. Panjang uretra berkisar antara 3-4 cm dengan dinding yang terdiri dari beberapa lapisan. Pada lapisan paling luar adalah otot lurik spinkter urogenital yang juga dikenal dengan sebutan otot lurik sirkuler, spinkter lurik, atau rhabdosphincter. Otot lurik ini melingkari selapis tipis otot polos sirkuler yang juga melingkari otot-otot polos longitudinal. Diantara otot polos dan mukosa terdapat submukosa yang sangat kaya suplai vaskuler (Syukur (2010) dalam Sinaga (2011)). Kontraksi otot lurik spinkter urogenital akan menyebabkan konstriksi lumen uretra bagian atas. Otot ini mempunyai peranan penting ditunjukkan dengan peran sebagai back up mekanisme berkemih normal dimana pada 50% wanita dengan leher kandung kemih yang inkompeten masih berkemih secara normal fungsi otot ini juga terlihat ketika kandung kemih penuh dan terjadi peningkatan tekanan detrusor, seorang wanita harus mengkontraksikan dasar panggulnya sampai saat dia memiliki kesempatan untuk berkemih. Penyokong uretra terdiri dari
ligamentum puboservikalus, ligamentum pubouretralis, M. Levator ani (M. Illeokoksigeus, M. Pubokoksigeus), dinding anterior vagina. Otototot lurik periuretra (M. Levator ani) tersususun dari serabut kejut cepat (fast twitch) dan serabut kejut lambat (slow twitch) sehingga dasar panggul dapat menjaga tonus istirahat dalam waktu lama dan menghasilkan kontraksi cepat seketika (Syukur (2010) dalam Sinaga (2011)) .
c. Fisiologi Berkemih Saluran kemih bawah terdiri dari kandung kemih dan uretra yang merupakan satu kesatuan fungsional yaitu penyimpanan dan pengeluaran selama siklus berkemih. Pada fase penyimpanan, uretra bertindak sebagai penutup dan kandung kemih sebagai penampung, pada saat pengeluaran, uretra bertindak sebagai pipa dan kandung kemih sebagai pompa. Untuk menjaga kontinensia urin, tekanan penutupan uretra harus melebihi tekanan di dalam kandung kemih baik saat istirahat maupun kondisi stres. Faktor yang terpenting dalam mekanisme ini adalah kontrol detrusor, stuktur anatomi yang utuh, dan posisi bladder neck yang normal (Yuliana (2011) dalam Sinaga (2011)).
3. Etiologi Etiologi umum yang terjadi pada pasien incontinence adalah :
a. Gejala infeksi saluran kemih Serangan bakteri memicu infeksi lokal yang mengiritasi mukosa kandung kemih dan menyebabkan dorongan kuat untuk buang air kecil. Kemudian mendesak pengeluaran urin, yang mungkin satu-satunya tanda peringatan dari infeksi saluran kemih, juga dapat disertai dengan frekuensi kencing, disuria, dan urin berbau busuk
b. Atrofi vaginitis Atrofi atau peradangan pada vagina akibat penurunan yang signifikan dari kadar estrogen; kurangnya estrogen dapat menyebabkan penurunan kekuatan otototot dasar panggul. atrofi mukosa vagina juga menyebabkan ketidak nyamanan vagina, rasa terbakar, gatal, dan terkait dyspareunia
c. Efek samping obat Polifarmasi dan penggunaan α-adrenergik, neuroleptik,
benzodiazepines,
bethanechol,
cisapride,
diuretik,
antikolinergik,
agen
anti-Parkinsonian,
angiotensin-converting enzyme
βblocker,
disopyramides,
inhibitor, narcoleptics, atau
obat
psikotropika dapat memperburuk inkontinensia, efek sedatif dan benzodiazepin
dapat
mengganggu
kemampuan
pasien
untuk
mengendalikan fungsi kandung kemih, sehingga urge incontinence iatrogenik Diuretik dan meningkatkan Volume kemih konsumsi cairan cepat dan berpotensi memperburuk gejala inkontinensia urin.
d. Konsumsi kopi dan alkohol Kopi menyebabkan kedua efek diuretik dan efek iritasi independen, sehingga mengisi kandung kemih yang cepat dan keinginan yang mendesak dan tidak sukarela untuk buang air kecil. Alkohol, ketika dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar, juga dapat menumpulkan kemampuan kognitif pasien untuk mengenali dorongan untuk buang air kecil, sehingga inkontinensia.
e. Inkontinensia urin biasanya berhubungan dengan penyakit fisik yang mendasari, termasuk disfungsi kandung kemih, melemah dasar panggul atau otot kandung kemih, penyakit neurologis, operasi panggul sebelumnya, atau obstruksi saluran kemih.
f. Hypoestrogenic states, penuaan, dan kelainan jaringan ikat dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot-otot dasar panggul.
g. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan inkontinensia kronis meliputi: Gejala sisa kehamilan dan masa nifas.
Etiologi berdasar pada faktor tertentu diantaranya;
a. Penyebab inkontinensia stress Inkontinensia stres terjadi ketika tekanan di dalam kandung kemih terisi air kencing lebih bsar dari kekuatan uretra untuk tetap tertutup. Uretra anda mungkin tidak dapat tetap menutup jika:
1) Otot panggul anda lemah atau rusak 2) Sfingter uretra anda rusak setiap tekanan ekstra mendadak pada kandung kemi, seperti ertawa atau bersin, dapat menyebabkan urin yang keluar dari uretra. Hilangnya kekuatan dalam uretra disebabkan oleh:
a) Kerusakan saraf saat melahirkan b) Meningkatkan tekanan pada perut anda c) Kurangnya hormon estrogen pada wanita
d) Konsumsi obat tertentu 3) Penyebab urge incontinence Kebutuhan buang air kecil dapat disebabkan oleh masalah dengan otot detrusor pada dinding kandung kemih. Otot-otot detrusor rileks untuk memungkinkan kandung kemih untuk mengisi dengan air kencing, dan kontraksi ketika ingin pergi ke toilet untuk membiarkan urin keluar. Kadang-kadang kontraksi otot detrusor yang terlalu sering, menciptakan kebutuhan mendesak untuk pergi ke toilet. Hal Ini disebut detrusor overactivity. Alasan kontraksi otot detrusor terlalu sering mungkin tidak jelas, tetapi kemungkinan penyebabnya termasuk:
a) kondisi neurologis yang mempengaruhi otak dan sumsum tulang belakang, seperti penyakit Parkinson atau multiple sclerosis
b) kondisi yang mempengaruhi saluran kemih bawah (uretra dan kandung kemih), seperti infeksi saluran kemih (ISK) atau tumor di dalam kandung kemih
c) terlalu banyak minum alkohol atau kafein d) sembelit e) obat tertentu Beberapa kemungkinan penyebab akan menyebabkan inkontinensia urin jangka pendek, yang lain dapat menyebabkan masalah jangka panjang. Jika penyebabnya dapat diobati, hal ini dapat menyembuhkan inkontinensia.
4) Penyebab inkontinensia overflow Inkontinensia overflow, juga disebut retensi urin kronis, sering disebabkan oleh penyumbatan atau obstruksi kandung kemih. Kandung kemih mungkin mengisi seperti biasa, tapi karena terhalang atau tersumbat tidak akan dapat mengosongkan sepenuhnya, bahkan akan terasa nyeri jika dipaksakan. Pada saat yang sama, tekanan dari urin yang masih dalam kandung kemih membangun obstruksi yang baru,
sehingga
dinding
uretra
sisi
kebocoran.Obstruksi disebabkan oleh:
a) pembesaran kelenjar prostat pada pria b) batu kandung kemih
lain
akan
terjadi
c) sembelit Inkontinensia overflow juga bisa disebabkan oleh otot-otot detrusor tidak sepenuhnya berkontraksi, yang berarti bahwa kandung kemih Anda tidak benarbenar kosong ketika Anda pergi ke toilet. Akibatnya, kandung kemih menjadi melar. Otot detrusor Anda mungkin tidak sepenuhnya kontraksi jika:
a) ada kerusakan pada saraf Anda, misalnya sebagai akibat dari operasi untuk bagian dari usus atau cedera tulang belakang
b) Anda mengambil obat-obatan tertentu (lihat di etiologi umum di atas)
5) Penyebab inkontinensia Total Jumlah inkontinensia terjadi ketika kandung kemih tidak dapat menyimpan urin sama sekali. Hal ini dapat mengakibatkan intensitas aliran baik melewati jumlah besar urin terus-menerus, atau buang air kadang-kadang dengan sering bocor. Jumlah inkontinensia dapat disebabkan oleh:
a) masalah dengan kandung kemih sejak lahir b) cedera pada tulang belakang, yang dapat mengganggu sinyal saraf antara otak dan kandung kemih, fistula kandung kemih, yang merupakan lubang seperti terowongan kecil yang dapat terbentuk antara kandung kemih dan daerah terdekat, seperti vigina, dalam wanita
4. Patofisiologi Inkontinensia Urin Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma atau bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.
5. Manifestasi klinis a. Inkontinensia urgensi Ketidakmampuan menahan keluanya urin denagn gambaran seringnya terburu – buru untuk berkemih. Kontraksi otot detrusor yang tidak terkontrol menyebabkan kebocoran urine, kandungan kemih yang hiperaktif, atau ketidaksetabilan detrusor
1) Disfungsi neurologis 2) Sistisis 3) Obstruksi pintu keluar kandung kemih b. Inkontenesia stress Keluarnya urine selama batuk, mengedan, dan sebagainya. Urine keluar tanpa kontraksi detrusor
1) Tonus otot panggul yang buruk 2) Defisiensi sfreingter uretra, congenital atau didapat 3) Kelebihan berat badan c. Inkontenensia kombinasi Kombinasi poin a dan b diatas.
d. Inkontinensia overflow Urine menetes saat kandung kemih penuh
1) Disfungsi neutrologis 2) Penyakit endokrin 3) Penurunan kelenturan dinding kandung kemih 4) Obstruksi pintu keluar kandung kemih e. Enuresis noktural 10 % anak usia 5 tahun dan 5 % anak usia 10 tahun mengompol selama tidur. Mengompol pada anak yang tua merupakan sesuatu yang abnormal dan menunjukan adsanya kandung kemih yang tidak setabil.
f. Gejala infeksi urine (frekuensi, disuria, nukturia), obstruksi (pancaran lemah, menetes), trauma(termasuk pembedahan, misalnya reseksi abdominoperineal), fistula (menetes terus – menerus ), penyakit neurologis (disfungsi seksual atau usus besar) atau penyakit sistemik (miasalnya diabetes) dapat menunjukkan penyakit yang mendasari.
6. Komplikasi a. Ruam kulit atau iritasi Diantara komplikasi yang paling jelas dan manifestasi kita menemukan masalah dengan kulit, karena mereka yang menderita masalah
ini
terkait
kandung
kemih,
memiliki
kemungkinan
mengembangkan luka, ruam atau semacam infeksi kulit, karena fakta bahwa kulit mereka overexposed cairan dan dengan demikian selalu basah. Ruam kulit atau iritasi terjadi karena kulit yang terus-menerus berhubungan dengan urin akan iritasi, sakit dan dapat memecah.
b. Infeksi saluran kemih Inkontinensia meningkatkan risiko infeksi saluran kemih berulang.
c. Prolapse Prolaps merupakan komplikasi dari inkontinensia urin yang dapat terjadi pada wanita. Hal ini terjadi ketika bagian dari vagina, kandung kemih, dan dalam beberapa kasus uretra, drop-down ke pintu masuk vagina. Lemahnya otot dasar panggul sering menyebabkan masalah. Prolaps biasanya perlu diperbaiki dengan menggunakan operasi.
d. Perubahan dalam kegiatan sehari-hari Inkontinensia dapat membuat pasien tidak dapat berpartisipasi dalam aktivitas normal. Pasien dapat berhenti berolahraga, berhenti menghadiri pertemuan social. Salah satu jenis tersebut adalah inkontinensia stres. Hal ini terjadi ketika 15 otot-otot dasar panggul mengalami kelemahan dari beberapa macam, dan tidak lagi mampu menjaga uretra tertutup. Karena itu, membuat gerakan tiba-tiba seperti batuk atau tertawa dapat menyebabkan kebocoran urin. Penyebab melemahnya otot dasar panggul bisa berbeda dan disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya untuk kehamilan dan persalinan (strain dan otot terlalu melar), menopause (kurangnya estrogen melemahkan otot), penghapusan rahim (yang kadang-kadang dapat merusak otot), usia, obesitas.
e. Perubahan dalam kehidupan pribadi pasien Inkontinensia dapat memiliki dampak pada kehidupan pribadi pasien. Keluarga pasien mungkin tidak memahami perilaku pasien. Pasien dapat menghindari keintiman seksual karena malu yang disebabkan oleh kebocoran urin. Ini tidak jarang mengalami kecemasan dan depresi bersama dengan inkontinensia (Mayo,2012)
f. Komplikasi terapi bedah inkontinensia stres terutama terdiri dari pembentukan sisa urine segera dalam fase pascabedah. Biasanya masalah ini bersifat sementara dan dapat diatasi dengan kateterisasi intermiten, dengan karakter yang ditinggalkan atau lebih baik dengan drainase kandung kemih suprapubik. Hal ini memungkinkan pencarian pembentukan sisa urine tanpa kateterisasi. Komplikasi lain biasanya berasal dari indikasi yang salah. Perforasi kandung kemih dengan kebocoran urine, infeksi saluran kemih yang berkepanjangan dan osteitis pubis pada operasi MarshallMarchetti-Krantz
merupakan
terjadi.(Andrianto,1991)
komplikasi
yang
jarang
BAB 3 Asuhan Keperawatan B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian
Beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan pada pasien untuk memperoleh data subjektif meliputi: a. Berapa frekuensi inkontinensia urine? b. Apakah yang mencetuskan inkontinensia urine? (stres, batuk,
bersin, tertawa, gerak badan, dan lain-lain) c. Apakah inkontinensia urine disertai dengan nyeri atau pedih? d. Apakah ada perasaan ingin berkemih (urgensi) sebelum timbul
inkontinensia urine? Data objektif yang harus diperoleh mencakup volume haluaran urine, karakteristik urine, kemampuan pasien untuk mengikuti petunjuk, dan dasar fisiologis inkontinensia urune (misal; trauma pada medula spinalis)
a. Identitas
klien
Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya. b. Riwayat kesehatan 1) Riwayat
kesehatan
sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin
berkemih
sebelum
terjadi
inkontenin,
apakah
terjadi
ketidakmampuan. 2) Riwayat
kesehatan
klien
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah
pernah
terjadi
trauma/cedera
genitourinarius,
pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit. 3) Riwayat
kesehatan
keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan. c. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum: Klien tampak lemas dan tanda tanda vital
terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya inkontinensia 2) Pemeriksaan Sistem : a) B1
(breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi. b) B2
(blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah c) B3
(brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh d) B4 (bladder)
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya
bau
menyengat
karena
adanya
aktivitas
mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran
daerah
supra
pubik
lesi
pada
meatus
uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan
disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya. Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing. e) B5
(bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal. f)
B6
(bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian. Data Urinalisis:
penunjang Hematuria,
Poliuria,
Bakteriuria.
Pemeriksaan Radiografi a. IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjal
dan ureter. b. VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran,
bentuk, dan fungsi VU, melihat adanya obstruksi (terutama obstruksi prostat), mengkaji PVR (Post Voiding Residual). Kultur Urine: Steril, Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml)., Organisme. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul pada klien inkontinensia adalah sebagai berikut: a. Inkonteninsia stress berhubungan dengan kelemahan otot pelvis dan struktur dasar penyokongnya. b. Resiko infeksi b.d inkontinensia, imobilitas dalam waktu yang lama. c. Resiko Kerusakan Integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine
d. Resiko
Isolasi Sosial berhubungan dengan keadaan
yang
memalukan akibat mengompol di depan orang lain atau takut bau urine e. Resiko ketidakefektifan penatalaksaan program terapeutik yang berhubungan
dengan
ketidakcukupan
pengetahuan
tenttang
penyebab inkontinen, penatalaksaan, progam latihan pemulihan kandung kemih, tanda dan gejala komplikasi, serta sumber komonitas. f. Gangguan rasa aman nyaman berhubungan dengan distensi kandung kemih 3. INTERVENSI No
Diagnosa
1.
Inkonteninsia berhubungan
Intervensi stress a. Kaji dengan
kelemahan otot pelvis Tujuan :
Rasional kebiasaan
berkemih
dan
pola a. Untuk gunakan
catatan berkemih sehari,
adanya perubahan pola berkemih
b. Pertahankan catatan harian b. Identifikasi untuk mengkaji efektifitas
a. Klien akan bisa melaporkan suatu pengurangan
/
penghilangan inkonteninsia b. Klien
mengetahui
dapat
menjelaskan penyebab inkonteninsia dan rasional penatalaksanaan.
program
yang c. Mengetahui
direncanakan c. Pantau
keberhasilan program
keseimbangan cairan
masukan
dan d. Dapat membantu klien
pengeluaran,
dalam belajar kembali
d. Bantu klien mengontrol
mengenal
dan
perkemihan dan latihan
mengadakan
klien
yang sesuai terhadap
untuk
mengidentifikasi
otot
keinginan
dinding
dan
berkemih.
pelvis
kekuatannya
keberhasilan terapi
e. Kolaborasi dengan dokter
medikasi
untuk
dengan e. Identifikasi
latihan
dalam
respons
mengkaji dan
efek
tentukan
kemungkinan
perubahan
obat,
/
dosis
pemberian
jadwal
obat
menurunkan
untuk
frekuensi
inkonteninsia.
Resiko
infeksi
b.d
inkontinensia,
a. Berikan
perineal dengan air
imobilitas
dalam
sabun
waktu
lama.
Jika
yang
Tujuan
:
Berkemih urine
jernih
perawatan a. Untuk
dengan tanpa
ketidaknyamanan,
setiap
kontaminasi uretra.
shift. b. Kateter pasien
inkontinensia, daerah
mencegah
cuci perineal
sesegera mungkin.
memberikan
jalan pada bakteri untuk memasuki
kandung
kemih
naik
dan
ke
saluran perkemihan
b. Jika di pasang kateter c. Untuk
urinalisis dalam batas
indwelling,
normal, kultur urine
perawatan kateter 2x d. Untuk mencegah stasis
menunjukkan
sehari
adanya bakteri.
tidak
bagian
berikan
mencegah
(merupakan dari
waktu
mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah
buang
air
besar. c. Ikuti
kewaspadaan
umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
langsung,
pemakaian
sarung
tangan) d. .
Kecuali
dikontraindikasikan, ubah
posisi
pasien
kontaminasi silang.
urine.
setiap
2jam
anjurkan
dan
masukan
sekurang-kurangnya 2400 ml / hari. Bantu melakukan ambulasi sesuai
dengan
kebutuhan Resiko
Kerusakan
Integitas kulit berhubungan
yang dengan
a. Pantau kulit
penampilan a. Untuk periostomal
kemajuan
atau
irigasi konstan oleh
penyimpangan
dari
urine
hasil yang diharapkan
Tujuan :
setiap 8jam.
mengidentifikasi
b. Pertahankan
a. Jumlah bakteri <
kulit
bersih
kondisi dan
tetap utuh. c. Suhu 37° C.
dengan
periostomal,
memungkinkan
b. Kulit periostomal
d. Urine
berat
urine dapat merusak segel
kering
100.000 / ml.
b. Peningkatan
kebocoran
urine.
Pemajanan
menetap
pada kulit periostomal jernih
terhadap asam urine
sedimen
dapat
minimal.
menyebabkan
kerusakan kulit dan peningkatan
resiko
infeksi Resiko Isolasi Sosial a. Yakinkan berhubungan keadaan memalukan
apakah a. Memberikan
dengan
konseling dilakukan dan
informasi
yang
atau perlu diversi urinaria,
tingkat
diskusikan
pasien
akibat
mengompol di depan
pada
saat
pertama.
terdekat
tentang pengetahuan /
orang tentang
orang lain atau takut b. Dorong pasien / orang
situasi individu dan
bau
Pasien
urine
terdekat
untuk
mengatakan
perasaan.
Akui
kenormalan
perasaan marah, depresi, dan
kedudukan
kehilangan.
karena
menerimanya(contoh; inkontinensia
tak
sembuh, infeksi) b. Memberikan
Diskusikan
kesempatan menerima
dan
isu / salah konsep.
penurunan” tiap hari yang
Membantu pasien /
dapat
orang
“peningkatan
terjadi
setelah
pulang.
terdekat
menyadari
c. Perhatikan
bahwa
perilaku
perasaan yang dialami
menarik diri, peningkatan
tidak biasa dan bahwa
ketergantungan,
perasaan
manipulasi
atau
tidak
terlibat pada asuhan d. Berikan
pada
bersalah
mereka
tidak
perlu / membantu.
kesempatan c. Dugaan masalah pada
untuk
pasien
/
terdekat memandang menyentuh
orang
penyesuaian
untuk
memerlukan evaluasi
dan
lanjut dan terapi lebih
stoma,
gunakan
yang
efektif.
kesempatan d. Meskipun
integrasi
untuk memberikan tanda
stoma ke dalam citra
positif
tubuh
penyembuhan,
penampilan, normal
waktu berbulan-bulan
e. Berikan kesempatan pada klien
untuk
menerima
keadaannya partisipasi
/
tahunan,
melihat
stoma dan mendengar
melalui
komentar
dapat
dalam
membantu
pasien
perawatan diri. f. Pertahankan
memerlukan
dalam penerimaan. pendekatan e. Kemandirian
positif, selama aktivitas
perawatan
perawatan,
memperbaiki
menghindari
ekspresi menghina atau
diri.
dalam
harga
reaksi mendadak
f. Meningkatkan kontrol
rasa dan
memberikan
pesan
bahwa pasien dapat mengatasinya, meningkatkan
harga
diri Resiko
a. Berikan
kesempatan
a. Kemapuan
ketidakefektifan
kepada klien dan orang
pemecahan masalah
penatalaksaan
terdekat
pasien
program
mengekspresikan
yang
terapeutik berhubungan
untuk
bila
perasaan
dan
dengan
harapannya.
ketidakcukupan
konsep yang salah.
pengetahuan tenttang
b. Berikan
penyebab inkontinen,
tentang:
Perbaiki
informasi
kemih, gejala
kandung
tanda
dan
komplikasi,
serta
sumbe
komonitas Tujuan : a. Mengungkapkan pemahaman tentang
kondisi,
pemeriksaan diagnostik,
nyaman
dan
mendukung diberikan b. Pengetahuan
apa
membantu latihan
pemulihan
lingkungan
yang akan dirasakan
penatalaksaan, progam
ditingkatkan
dan
macam terapeutik.
1) Sifat penyakit. 2) Deskripsi
singkat
tentang tidur. 3) Pemeriksaan setelah perawatan
mengurangi ansietas, nyeri mempengaruhi prose belajar.
b. Keluhan berkurang tentang cemas atau gugup. c. Ekspresi
wajah
rileks.
Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih Tujuan : pasien idak merasa nyeri Kriteria Hasil : a.RR 12x/ menit b.Skala nyeri : 0 c.Klien nampak tenang d.Tidak ada distensi kandung kemih
a. Kaji tingkat nyeri b. Pertahankan
a. Memberikan informasi tirah
baring c. Kolaborasi medis
tentang
efektivitas
intervensi dengan b. Meningkatkan dalam
pemberian analgesik
pola
berkemih normal c. Analgesik memblokir jalan nyeri
3.1 Contoh kasus Klien atas nama Ny. Y umur 50 tahun datang ke Rumah Sakit Z mengatakan kencingnya lebih dari 10 kali dalam sehari. Klien juga mengatakan dia tidak bisa menahan kencingnya, karena dia tidak sempat lagi untuk sampai toilet. klien mengaku dia mengurangi minum agar tidak mengompol lagi. Klien mengatakan sering menahan haus. Klien mengatakan lecet-lecet pada kulit kemaluannya. Klien mengatakan malu apabila keluar rumah, karena mengompol dan bau air kencingnya yang menyengat. sehingga hanya diam dirumah. Klien sebelumnya pernah mengalami inkontinensia sekitar 6 bulan yang lalu dan sempat terpasang kateter. TD : 160/90 mmHg, ND : 90x/i, S : 370C, RR : 18x/menit. a. Pengkajian Identitas klien Nama
: Ny. Y
Umur
: 50 th
Jenis Kelamin
: perempuan
Agama
: islam
Status Perkawinan
: kawin
Suku Bangsa
: serawai
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: tidak bekerja
Tgl masuk RS
: 1 April 20114
No. Register
: 15665
2. Riwayat Kesehatan Alasan kunjungan/keluhan utama : Klien datang dengan keluarganya ke RS dengan keluhan ingin BAK terusmenerus dan tidak bisa ditahan sampai ke toilet. Riwayat kesehatan sekarang Klien mengatakan kencingnya lebih dari 10 kali dalam sehari. Klien juga mengatakan dia tidak bisa menahan kencingnya, karena dia tidak sempat lagi untuk sampai toilet. klien mengaku dia mengurangi minum agar tidak mengompol lagi. Klien mengatakan sering menahan haus. Klien mengatakan
lecet-lecet pada kulit kemaluannya. Klien mengatakan malu apabila keluar rumah, karena mengompol dan bau air kencingnya yang menyengat. sehingga hanya diam dirumah. Riwayat kesehatan dulu Klien mengatakan pernah dirawat di RS dan dipasang kateter. Riwayat penyakit keluarga Klien mengatakan keluarganya tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya, tapi bapak klien pernah mengalami BPH. 3. Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum : klien tampak lemas, dan gelisah b) pemeriksaan persistem B1 (breathing) RR: 18x/menit B2 (blood) Terjadi peningkatan tekanan darah, yakni TD : 160/90 mmHg, ND : 90x/i, S : 370C B3 (brain) Klien sadar penuh, GCS: 15 B4 (bladder) Poliuria, BAK .> 10 kali, tidak bisa mengontrol kencing. Nyeri saat mengeluarkan urine. B5(bowel) Bising usus (+), nyeri tekan perut bagian bawah B6 (bone) Klien mengalami kelemahan otot-otot ekstremitas. Turgor kulit klien kembali dalam waktu lebih dari 3 detik. Mukisa mulut klien kering. Kulit klien tampak kering. Analisa Data NO Data
Etiologi
1.
Sering
DS : -
Klien mengatakan ingin BAK urgensi
Masalah berkemih, Perubahan eliminansi
pola
terus menerus -
Klien mengatakan kencingnya lebih dari 10 kali dalam sehari.
-
Klien juga mengatakan dia tidak bisa menahan kencingnya DO:
2.
Klien sering mengompol DS :
-
Irigasi
konstan Kerusakan
Klien mengatakan nyeri pada oleh urine
integritas kulit
saat mengeluarkan urine Kklien mengatakan lecet pada kulit area kemaluannya DO: Kulit
area
genitalia
tampak
kemerahan
3.
DS : -
Klien
Intake dan output Kekurangan mengatakan
jarang yang tidak adekuat
volume cairan
minum agar tidak mengompol -
Klien
mengatakan
sering
menahan haus DO : -
klien tampak lemas dan letih.
-
kulit klien kering, turgor kulit kembali dalam waktu lebih dari 3 detik. Mukosa mulut klien keringa.
4
DS: Klien mengatakan malu keadaan yang Resiko apabila keluar rumah, karena sosial memalukan mengompol dan bau air akibat kencingnya yang menyengat. mengompol di sehingga hanya diam dirumah. DO: klien tampak gelisah dan
depan
orang
isolasi
cenderung menarik diri
lain atau takut bau urine.
3.3 Diagnosa Keperawatan 1) Kekurangan volum cairan berhubungan dengan intake dan output yang tidak adekuat 2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi konstan oleh urin 3) Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan sering berkemih, urgensi 4) Resiko Isolasi Sosial berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat mengompol di depan orang lain atau takut bau urine 3.4 Asuhan Keperawatan NO
Dx
Tujuan
Kriteria hasil
Setelah
TTV stabil
Intervensi
Rasional
keperawatan 1.
Kekurangan
volum cairan dilakukan berhubungan
memperoleh
orang terdekat
data
sehubungan
penyakit
dengan
pasien,
elastic
lamanya gejala
dapat
Klien
Intake dan output
seperti muntah
melakukan
menunjukkan
seimbang
dan
tindakan
pengeluaran
sesuai
adekuat/
urine
dibutuhkan
kekurangan
berlebihan
intervensi
yang adekuat
Turgor
tidak diharapkan
cairan diatasi
mukosa
bibir
2x24 lembab
output jam
hidrasi
Membrane
a. Untuk
riwayat pasien/
dengan intake selama dan
a. Dapatkan
yang
dapat
kulit
yang
b. Pantau catat
tentang
agar
yang
b. Indicator
TTV,
hidrasi/volum
adanya
sirkulasi dan
perubahan
TD
kebutuhan
warna kulit dan
intervensi.
kelembabannya c. Pantau masukan
c. Membandingk an
keluaran
actual
dan
dan pengeluaran
yang
urine
diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya/ derajat stasis/ kerusakan ginjal
d. Timbang
BB d. Peningkatan
secara berkala e. Pertahankan
BB
yang
cepat
untuk
mungkin
memberikan
berhubungan
cairan
paling
dengan
sedikit
2500
retensi
ml/hari dalam e. Memperbatas
yang
tahankan
dapat
keseimbanga
ditoleransi
n
jantung
memenuhi
f. Kolaborasi:
kebutuhan
Berikan cairan
terapi
cairan,
cairan tubuh
sesuai f. Mempertahan
indikasi
kan
volum
Berikan cairn IV
sirkulasi, meningkatka n
fungsi
ginjal
2.
Resiko
Setelah
Tidak mengalami a. Berikan
Kerusakan
dilakukan
kerusakan
kulit
perawatan
a. Menjaga kebersihan
Integitas kulit intervensi yang
selama
berhubungan
jam
yang lebih luas
3x24
perineal dengan
uretra
air sabun setiap b. Untuk shift.
Jika
mengidentifik
dengan irigasi diharapkan
pasien
asi kemajuan
konstan oleh kondisi
inkontinensia,
atau
kembali
cuci
penyimpanga
normal secara
perineal
n dari hasil
berangsur-
sesegera
yang
angsur
mungkin
diharapkan
urine
kulit
daerah
b. Pantau
c. Peningkatan
penampilan
berat
kulit
dapat
periostomal
merusak
setiap 8 jam.
segel
urine
c. Pertahankan
periostomal,
kondisi
kulit
memungkink
bersih
dan
an kebocoran
kering
urine. Pemajanan menetap pada kulit periostomal terhadap asam
urine
dapat menyebabkan kerusakan kulit
dan
peningkatan resiko infeksi
3.
Perubahan
Mengurangi
Individu akan
a. Tentukan pola a. Biasanya
pola eliminasi atau
Menjadi kontinen
berkemih
berhubungan
(terutama selama
normal
mengatasi
dengan sering pola eliminasi siang
hari,
dapat malam, 24 jam)
dan
frekuensi dan pasien
tentukan
meningkat
berkemih,
agar
urgensi
berkemih
dan
normal
mengidentifikasi
mningkatkan
pertemuan
penyebab
pemasukan
uretrovesikal
mampu
inkontinens rasional pengobatan
dan untuk
variasi
urgensi
bila kalkulus
b. Dorong
mendekati
cairan c. kaji
b. Peningkatan keluhan
hidrasi
kandung kemih
membilas
penuh, palpasi
bakteri,
untuk
darah,dan
daerah
suprapubik
debris
d. Kolaborasi:
dapat
Ambil urine untuk kultur sensivitas
dan
uji
dan
membantu lewatnya batu c. Retensi
urine
dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan dan potensial resiko infeksi, gagal ginjal d. Menentukan adanya ISK, atau
gejala
komplikasi
4
Resiko isolasi Setelah
Klien
sosial
dilakukan
berhubungan
tindakan
dengan
keperawatan
tidak
a. Yakinkan
a. Memberikan
menarik diri dari
apakah
informasi
lingkungan
konseling
tentang
dilakukan
dan
keadaan yang 2x24
jam
atau
memalukan
klien
mau
diversi urinaria,
pasien / orang
akibat
menceritakan
diskusikan pada
terdekat
mengompol
keluhannya
saat pertama.
tentang
b. Dorong pasien /
situasi
dan bau urine
orang
perlu
tingkat
terdekat
pengetahuan
individu dan
untuk
Pasien
mengatakan
menerimanya
perasaan. Akui
(contoh;
kenormalan
inkontinensia
perasaan marah,
tak
depresi,
infeksi)
dan
kedudukan
sembuh,
b. Memberikan
karena
kesempatan
kehilangan.
menerima isu
Diskusikan
/
“peningkatan
konsep.
dan penurunan”
Membantu
tiap hari yang
pasien / orang
dapat
terdekat
terjadi
setelah pulang. c. Perhatikan
salah
menyadari bahwa
perilaku
perasaan
menarik
diri,
yang dialami
peningkatan
tidak
biasa
ketergantungan,
dan
bahwa
manipulasi atau
perasaan
tidak
bersalah pada
terlibat
pada asuhan d. Berikan
mereka tidak perlu
kesempatan
/
membantu.
untuk pasien / c. Dugaan orang
terdekat
masalah pada
untuk
penyesuaian
memandang dan
yang
menyentuh
memerlukan
stoma, gunakan
evaluasi
kesempatan
lanjut
dan
untuk
terapi
lebih
memberikan
efektif.
tanda
positif d. Meskipun
penyembuhan,
integrasi
penampilan,
stoma
ke
normal
dalam
citra
e. Berikan
tubuh
kesempatan
memerlukan
pada
waktu
klien
untuk menerima
berbulan-
keadaannya
bulan
melalui
tahunan,
partisipasi
melihat stoma
dalam
dan
perawatan diri
mendengar
f. Pertahankan
komentar
pendekatan
dapat
positif,
membantu
selama
/
aktivitas
pasien dalam
perawatan,
penerimaan.
menghindari ekspresi
e. Kemandirian dalam
menghina atau
perawatan
reaksi
memperbaiki
mendadak
harga diri. f. Meningkatka n rasa kontrol dan memberikan pesan bahwa pasien dapat mengatasiny, meningkatka n harga diri.