LAPORAN PENDAHULUAN GERD TN. MN DI RUANGAN WALET BAWAH RSU ANUTAPURA PALU
Oleh: APRIANIS
CI LAHAN
CI AKADEMIK
(Ns. Rizky, S.Kep)
(Ns. Juwita Meldasari Tebisi, S.Kep.,M.EDM)
PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN VII SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU 2019
A. Konsep Teoritis
:
1. Definisi Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi (Susanto, 2012). Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus (Susanto, 2012). 2. Anatomi Dan Fisologi Esofagus adalah suatu tabung otot yang terbentang dari hipofaring (cervikal 6) sampai ke lambung (torakal 11) dengan panjang 23-25 cm pada dewasa. Esophagus terletak di posterior jantung dan trakea, di anterior vertebarata, dan menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta. Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan dari dalam keluar yaitu lapisan mukosa, submukosa, lapisan otot dan lapisan fibrosa. a. Lapisan mukosa terdapat epitel gepeng bertingkat tidak berkeratin yang berlanjut ke faring di ujung atas. Pada lapisan ini dalam keadaan normal tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam dan normalnya bersifat alkali. b. Pada lapisan submukosa terdapat serabut kolagen yang tebal dan serabut elastin serta kelenjar mukus dan plexus meissner. Kelenjar mukus berfungsi untuk menghasilkan mucus untuk mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia. c. Lapisan otot terdiri dari otot polos dan otot lurik. Pada sepertiga atas esofagus terdapat otot lurik dan sepertiga bawah terdapat otot polos, sedangkan sepertiga
tengah terdapat campuran antara otot polos dan otot lurik. Otot bagian dalam mempunyai serat sirkuler sedangkan bagian luar memiliki serat longitudinal. Serat sirkuler pada bagian bawah esofagus menebal membentuk sfingter kardia. Sedangkan pleksus myentericus auerbach terdapat diantara kedua lapisan otot ini. d. Lapisan fibrosa Pada esofagus tidak memiliki lapisan serosa atau selaput peritonium, melainkan lapisan ini terdiri atas jaringan fibrosa yang menebal dan terdiri dari jaringan areolar yang mengandung banyak serat elastis. Pada kedua ujung esophagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus membentuk sfingter esophagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka. Bagian esophagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali pada waktu menelan. Sfingter esophagus bagian bawah, walaupun secara anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esophagus. Dalam keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu muntah. Esofagus diperdarahi oleh cabang tiroidea inferior dari trunkus tiroservikalis, aorta torakalis desenden, cabang gastrikus sinistra dari arteri celiac dan cabang phrenicus inferior sinistra dari aorta abdomina. Esofagus dipersyarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis. Serabut parasimpatis berasal dari nervus vagus dan parasimpatis berasal dari trunkus simpatikus. Aliran limfe dari esofagus segmen servikal,torakal dan abdominal masuk ke kelenjar servikal dalam,kelenjar mediastinum posterior dan kelenjar gastrikus. Fungsi esofagus selain sebagai saluran makan juga berfungsi dalam proses menelan, dengan menggerakkan makanan dari faring menuju lambung dengan adanya gerak peristaltik. Mukosa esofagus juga memproduksi sejumlah mukus untuk membantu melumasi dan melindungi esofagus. (Asroel, Harry. 2012)
3. Etiologi Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi : a. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter) b. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun c. Ketahanan epitel esofagus menurun d. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam empedu, HCL. e.
Kelainan pada lambung
f. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis g. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas h.
Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
i. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat. j. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2012). 4. Patofisiologi Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg) (Aru, 2012). Terjadinya aliran balik / refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada bagian ujung ini terdapat otot pengatur (sfingter) disebut LES, yang fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi saluran cerna dalam satu arah dari atas ke bawah menuju usus besar. Pada GERD akan terjadi relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi arus balik atau refluks cairan atau asam lambung, dari bawah ke atas ataupun sebaliknya (Hadi, 2013).
Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esophagus dan faktor efensif dari bahan reflukstat. Yang termasuk faktor defensif esophagus, adalah pemisah antirefluks, bersihan asam dari lumen esophagus, dan ketahanan ephitelial esophagus. Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik. a.
Pemisah antirefluks Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik), dan faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan tonus LES.
b.
Bersihan asam dari lumen esophagus Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi, peristaltik, eksrkresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh proses menelan.
c.
Ketahanan epithelial esophagus Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan mukus yang melindungi mukosa esophagus. Mekanisme ketahanan ephitelial esophagus terdiri dari : 1) Membran sel 2) Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan 3) esophagus 4) Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat, serta 5) mengeluarkan ion H+ dan CO2 6) Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ .
Episode refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume, lamanya, dan hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter esofagus bawah dalam keadaan relaksasi atau melemah oleh peningkatan tekanan intra abdominal
sehingga terbentuk rongga diantara esofagus dan lambung. Isi lambung mengalir atau terdorong kuat ke dalam esofagus. Jika isi lambung mencapai esofagus bagian proksimal dan sfingter esofagus atas berkontraksi, maka isi lambung tersebut tetap berada di esofagus dan peristaltik akan mengembalikannya ke dalam lambung. Jika sfingter esofagus atas relaksasi sebagai respon terhadap distensi esofagus maka isi lambung akan masuk ke faring, laring, mulut atau nasofaring (Hadi, 2013).
5. Pathway Keperawatan Faktor Defensif
tidak seimbang
Faktor Efensif
Menurunnya Tonus LES
Peningkatan Tekanan Intra Abdominal
Ganguan Menelan
Rongga Diantara Esofagus Dan Lambung
Sfingter Esofagus Atas Relaksasi Efektif
Penyempitan/Strikture Pada Esophagus Nasofaring
Distensi Esofagus
Bersihan Jalan Nafas Tidak
Masuk Ke Faring Laring, Mulut Atau
Keluar Cairan Asam Dari Lambung
Merangsang Produksi Hcl Meningkat
Mual Dan Muntah
Melewati Esofagus
Cemas Regurgitasi Isi Lambung
Risiko Aspirasi
Defisit Volume Cairan Anoreksia
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Terjadi Reaksi
Inflamasi Pada Esofagus
Sensasi Rasa Nyeri
Nyeri Akut
6. Tanda Dan Gejala Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal, yaitu : a. Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn adalah gejala tersering. b. Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring. Kemudian mulut terasa asam dan pahit. c. Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf, 2009) Gejala Atipikal : a. Batuk kronik dan kadang wheezing b. Suara serak c. Pneumonia d. Fibrosis paru e. Bronkiektasis Nyeri dada nonkardiak (Yusuf, 2009).Gejala lain : a. Penurunan berat badan b. Anemia c. Hematemesis atau melena d. Odinofagia (Bestari, 2013). 7. Pemeriksaan Penunjang a. Endoskopi Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh evaluasi pasien dengan dugaan PRGE. Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu disertai kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam keadaan ini merupakan biopsi. Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan, striktur, dan berguna pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopi). b. Radiologi Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien PRGE menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi. Pada
keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, tukak, atau penyempitan lumen. c. Tes Provokatif 1) Tes Perfusi Asam (Bernstein) untuk mengevaluasi kepekaan mukosa esofagus terhadap asam. Pemeriksaan ini dengan menggunakan HCL 0,1 % yang dialirkan ke esofagus. Tes Bernstein yang negatif tidak memiliki arti diagnostik dan tidak bisa menyingkirkan nyeri asal esofagus. Kepekaan tes perkusi asam untuk nyeri dada asal esofagus menurut kepustakaan berkisar antara 80-90%. 2) Tes Edrofonium Tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium yang disuntikan intravena. Dengan dosis 80 µg/kg berat badan untuk menentukan adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik esofagus secara manometrik untuk memastikan nyeri dada asal esofagus. 3) Pengukuran pH dan tekanan esofagus Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya RGE, pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap diagnostik untuk RGE. Cara lain untuk memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah menggunakan alat yang mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan manometrik esofagus. Selama rekaman pasien dapat memeberi tanda serangan dada yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH esofagus/gangguan motorik esofagus. Dewasa ini tes tersebut dianggap sebagai gold standar untuk memastikan adanya PRGE. 4) Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan esofagus dan sifatnya non invasif (Djajapranata, 2012). 5) Pemeriksaaan Esofagogram Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan lipatan mukosa esofagus, erosi, dan striktur.
6) Tes PPI Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada pasien yang diduga menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang selama satu minggu. Tes ini mempunyai sensitivitas 75%. 7) Manometri esofagus Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi pada pasien NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan peristaltik/motilitas esofagus. 8) Histopatologi Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan. Tetapi bukan untuk memastikan NERD (Yusuf, 2012). 8. Penatalaksanaan Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala pasien, mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esofageal, mempercepat penyembuhan mukosa yang terluka, dan mencegah berkembangnya komplikasi. Terapi diarahkan pada peningkatan mekanisme pertahanan yang mencegah refluks dan atau mengurangi faktor-faktor yang memperburuk agresifitas refluks atau kerusakan mukosa. a.
Modifikasi Gaya Hidup 1) Tidak merokok 2) Tempat tidur bagian kepala ditinggikan 3) Tidak minum alcohol 4) Diet rendah lemak 5) Hindari mengangkat barang berat 6) Penurunan berat badan pada pasien gemuk 7) Jangan makan terlalu kenyang 8) Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang
b.
Terapi Endoskopik. Terapi ini masih terus dikembangkan. Contohnya adalah radiofrekuensi, endoscopic suturing, dan endoscopic emplatation. Radiofrekuensi adalah dengan memanaskan gastroesophageal junction. Tujuan dari jenis terapi ini adalah untuk mengurangi penggunaan obat, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi reflux.
c.
Terapi medika mentosa. Sampai pada saat ini dasar yang digunakan untuk terapi ini adalah supresi pengeluaran asam lambung. Ada dua pendekatan yang biasa dilakukan pada terapi medika mentosa: 1) Step up Awal pengobatan pasien diberikan obat-obat yang kurang kuat menekan sekresi asam seperti antacid, antagonis reseptor H2 ( simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin) atau golongan prokinetik (metoklorpamid,domperidon,cisaprid) bila gagal berikan obat-obat supresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (PPI). 2) Step down Pada terapi ini pasien langsung diberikan PPI dan setelah berhasil lanjutkan dengan supresi asam yang lebih lemah untuk pemeliharaan.
d.
Terapi terhadap Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan dan striktur. Bila terjadi rangsangan asam lambung yang kronik dapat terjadi perubahan mukosa esophagus dari squamous menjadi kolumnar yang metaplastik sebagai esophagus barret’s (premaligna) dan dapat menjadi karsinoma barret’s esophagus
e.
Striktur esophagus Bila pasien mengeluh disfagia dan diameter strikturnya kurang dari 13 mm maka dapat dilakukan dilatasi busi, bila gagal juga lakukanlah operasi.
f.
Barret’s esophagus Bila pasien telah mengalami hal ini maka terapi yang dilakukan adalah terapi bedah (fundoskopi). Selain terapi bedah dapat juga dilakukan terapi endoskopi (baik menggunakan energy radiofrekuensi, plikasi gastric luminal atau dengan implantasi endoskopi) walapun cara ini masih dalam penelitian. (Djajapranata, 2012).
9. Komplikasi Komplikasi GERD antara lain : a.
Esofagus barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner metaplastik.
b.
Esofagitis ulseratif
c.
Perdarahan
d.
Striktur esofagus
e.
Aspirasi
(Asroel, 2012). B. Konsep Dasar Keperawatan : 1. PENGKAJIAN a.
Keadaan umum Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b.
Tanda-tanda vital Meliputi pemeriksaan : 1)
Tekanan darah : sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis.
c.
2)
Pulse rate
3)
Respiratory rate
4)
Suhu
Keluhan utama Dikaji Awitan, durasi, kualitas dan karakteristik, tingkat keperahan. Lokasi, faktor pencetus, manifestasi yang berhubungan : Keluhan tipikal (esofagus) : heartburn, regurgitasi, dan disfagia. Keluhan atipikal (eskstraesofagus) : batuk kronik, suara serak, pneumonia, fibrosis paru, bronkiektasis, dan nyeri dada nonkardiak. Keluhan lain : penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena, odinofagia.
d.
e.
Riwayat kesehatan dahulu 1)
Penyakit gastrointestinal lain
2)
Obat-obatan yang mempengaruhi asam lambung
3)
Alergi/reaksi respon imun
Riwayat penyakit keluarga Penyakit yang dialami keluarga seperti penyakit diabetes melitus, hipertensi, jantung, dan lain-lain atau penyakit menular seksual atau penyakit menular.
f.
Pola Fungsi Keperawatan 1)
Aktivitas dan istirahat Data Subyektif: Klien mengatakan agak sulit beraktivitas karena nyeri di daerah epigastrium, seperti terbakar. Data obyektif : Tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran. Tidak terjadi perubahan tonus otot.
2)
Sirkulasi Data Subyektif: Klien mengatakan bahwa ia tidak mengalami demam. Data Obyektif: Suhu tubuh normal (36,5-37,5 oC) Kadar WBC meningkat.
3)
Eliminasi Data Subyektif: Klien mengatakan tidak mengalami gangguan eliminasi. Data obyektif: Bising usus menurun (<12x/menit)
4)
Makan/ minum Data Subyektif: Klien mengatakan mengalami mual muntah. Klien mengatakan tidak nafsu makan. Klien mengatakan susah menelan. Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah. Data Obyektif: Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan.
5)
Sensori neural Data Subyektif: Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.
Data obyektif: Status mental baik. 6)
Nyeri / kenyamanan Data Subyektif: Klien mengatakan mengalami nyeri pada daerah epigastrium. P : nyeri terjadi akibat perangsangan nervus pada esophagus oleh cairan refluks. Q : klien mengatakan nyeri terasa seperti terbakar R : klien mengatakan nyeri terjadi pada daerah epigastrium. S : klien mengatakan skala nyeri 1-10. T : klien mengatakan nyerinya terjadi pada saat menelan makanan. Nyeri pada dada menetap. Data Obyektif: Klien tampak meringis kesakitan. Klien tampak memegang bagian yang nyeri. Tekanan darah klien meningkat Klien tampak gelisah
7)
Respirasi Data Subyektif : Klien mengatakan bahwa ia mengalami sesak napas. Klien mengatakan mengalami batuk Data obyektif: Terlihat ada sesak napas. Terdapat penggunaan otot bantu napas. Frekuensi tidak berada pada batas normal yaitu pada bayi >30 40 x/mnt dan pada anak-anak > 20-26 x/menit. Klien terlihat batuk.
8)
Keamanan Data Subyektif : Klien mengatakan merasa cemas
Data obyektif: Klien tampak gelisah 9)
Interaksi sosial Data Subyektif: Klien mengatakan suaranya serak Klien mengatakan agak susah berbicara dengan orang lain karena suaranyatidak jelas terdengar. Data oyektif: Suara klien terdengar serak Suara klien tidak terdengar jelas.
g.
Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos mentis, apathis, somnolent, sopor, koma dan delirium. 2) Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu tubuh. 3) Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening. Kulit : Warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain), turgor, kelembaban kulit dan ada/tidaknya edema. Rambut : Dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik lain. Kelenjar getah bening : Dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior, inguinal, oksipital dan retroaurikuler. 4) Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran kepala, rambut dan kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya asimetris atau ada/tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus, palpebrae, alis bulu mata, konjungtiva, sklera, pupil, lensa, pada bagian telinga dapat dinilai pada daun telinga, liang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman pendengaran, hidung dan mulut ada tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut), bibir, gusi, ada tidaknya tanda radang, lidah, salivasi. Leher : Kaku kuduk, ada
tidaknya massa di leher, dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi dan ada tidaknya nyeri telan 5) Pemeriksaan dada : Yang diperiksa pada pemeriksaan dada adalah organ paru dan jantung. Secara umum ditanyakan bentuk dadanya, keadaan paru yang meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan nafas, ada/tidaknya fremitus suara, krepitasi serta dapat dilihat batas pada saat perkusi didapatkan bunyi perkusinya, bagaimana(hipersonor atau timpani), apabila udara di paru atau pleura bertambah, redup atau pekak, apabila terjadi konsolidasi jarngan paru, dan lain-lain serta pada saat auskultasi paru dapat ditentukan suara nafas normal atau tambahan seperti ronchi, basah dan kering, krepitasi, bunyi gesekan dan lain-lai pada daerah lobus kanan atas, lobus kiri bawah, kemudian pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks/iktus kordis dan aktivitas ventrikel, getaran bising (thriil), bunyi jantung, atau bising jantung dan lain-lain 6) Pemeriksaan abdomen : data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan tentang ukuran atau bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ hati, limpa, ginjal, kandung kencing yang ditentukan ada tidaknya dan pembesaran pada organ tersebut, kemudian pemeriksaan pada daerah anus, rektum serta genetalianya. 7) Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis : diperiksa adanya rentang gerak, keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki, dan lain-lain (Asroel, Harry. 2012.) 2. DIAGNOSA a. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refluks laring dan glotis terhadap cairan refluks. a. Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan muntah / pengeluaran yang berlebihan. b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah. c. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.
d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring dan tenggorokan. e. Gangguan menelan berhubungan dengan penyempitan/striktur pada esophagus akibat gastroesofageal reflux disease. f.
Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.( Asroel, Harry. 2012)
3. INTERVENSI Perencanaan No.
1.
Diagnosa
Kriteria Hasil
Intervensi
(NOC)
(NIC) 1.
Risiko aspirasi
Setelah dilakukan
berhubungan dengan
tindakan keperawatan
kesadaran, reflek
ekspansi paru
hambatan menelan,
selama ...x 24 jam
batuk dan
maksimal dan alat
penurunan refleks laring
masalah aspirasi pada
kemampuan
pembersihan jalan
dan glotis terhadap cairan
klien dapat diatasi
menelan.
napas.
refluks.
dengan kriteria hasil:
2.
Klien dapat bernafas dengan
Monitor tingkat
Rasional
Naikkan kepala 30-
1.
2.
Meningkatkan
Meningkatkan
45 derajat setelah
pengisian udara
makan.
seluruh segmen
mudah, tidak
paru,
irama, frekuensi
memobilisasi dan
pernafasan normal
mengeluarkan
skala 4
sekret.
Pasien mampu
3.
menelan,
Potong makanan
3.
kecil kecil.
Menghindari terjadinya risiko
mengunyah tanpa
aspirasi yang
terjadi aspirasi, dan
terlalu tinggi.
mampu melakukan oral hygiene skala
4.
Hindari makan kalau residu masih banyak
4.
Dapat membatasi ekspansi
4
gastroesofagus
Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara nafas abnormal skala 4
2.
Defisit volume cairan
Setelah dilakukan
berhubungan dengan
tindakan keperawatan
pemasukan yang kurang,
selama .....x 24
dan mual sangat
mual dan muntah /
jam, defisit volume
mempengaruhi
pengeluaran yang
cairan pada
masukan dan
berlebihan.
klien dapat
kebutuahan
Definisi: penurunan cairan
diatasi dengan
cairan,
intravaskuler, interstisial
kriteria hasil:
peningkatan risiko
dan atau interseluler.
1.
Monitor status
1. Perubahan pada
hidrasi.
kapasitas gaster
Mempertahankan
dehidrasi.
Mengarah ke dehidrasi
urine output sesuai
2.
Kaji tanda vital, catat
2.
Indikator
kehilangan cairan dengan
dengan usia BB,
perubahan TD,
dehidrasi/hipovole
pengeluaran sodium.
BJ urine normal
takikardi, turgor
mia, keadekuatan
skala 4
kulit dan
penggantian
Tidak ada tanda-
kelembaban
tanda dehidrasi, elastisitas turgor
cairan.
membran mukosa. 3.
Berikan cairan
3.
Menggantikan
kulit baik dan tidak
tambahan IV sesuai
kehilangan cairan
ada rasa haus yang
indikasi.
dan memperbaiki
berlebihan skala 4
keseimbangan
Berat badan stabil
cairan dalam fase
skala 4
segera dan pasien
Hematokrit
mampu memenuhi
menurun skala 4 Tidak ada ascites
cairan per oral. 4.
skala 4
Dorong masukan oral
4.
bila mampu
Memungkinkan penghentian tindakan dukungan cairan infasif dan kembali ke normal.
3.
Ketidakseimbangan
Setelah dilakukan
1.
Diskusikan pada
1.
Dengan memilih
nutrisi kurang dari
tindakan keperawatan
pasien makanan
makanan yang
kebutuhan tubuh
selama .....x 24
yang disukainya dan
disukai pasien
berhubungan dengan
jam, nutrisi pada
makanan yang tidak
maka selera
intake kurang akibat mual
klien dapat diatasi
disukainya.
makan si pasien
dan muntah.
dengan kriteria hasil:
akan bertambah
Status hasil:
dan dapat
Peningkatan berat
mengurangi rasa
tidak cukup untuk
badan sesuai
mual dan muntah.
keperluan metabolisme
dengan tujuan
tubuh
skala 4
Definisi: intake nutrisi
2.
Buat jadwal masukan
2.
Setelah tindakan
tiap jam. Anjurkan
pembagian,
mengukur
kapasitas gaster
tanda malnutrisi
cairan/makanan dan
menurun kurang
skala 4
minum sedikit demi
dari 50 ml,
Tidak ada
sedikit atau makan
sehingga perlu
secara perlahan.
makan
Tidak ada tanda-
penurunan berat badan yang berarti skala 4
sedikit/sering. 3.
Mengidentifikasi skala nutrisi skala 4
4.
Stamina dan energi ada skala 4
5.
Beritahu pasien
3.
Menurunkan
untuk duduk saat
kemungkinan
makan/minum.
aspirasi.
Tekankan pentingnya
4.
Makan berlebihan
menyadari kenyang
dapat
dan menghentikan
mengakibatkan
masukan.
mual dan muntah
Timbang berat badan
5.
Pengawasan
tiap hari. Buat
kehilangan dan
jadwal teratur
alat pengkajian
setelah pulang. 6.
Kolaborasi dengan
kebutuhan nutris 6.
ahli gizi
Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi
4
Nyeri akut berhubungan
Setelah dilakukan
1.
Kurangi faktor
1.
dengan inflamasi lapisan
tindakan keperawatan
esofagus
selama ......x 24 jam,
faktor pencetus
pasien tidak
nyeri maka pasien
mengalami nyeri,
tidak terlalu
dengan kriteria hasil:
merasakan
presipitasi nyeri
berkurangnya
Mampu mengontrol nyeri
Dengan
intensitas nyeri. 2.
Tingkatkan istirahat
2.
Menurunkan
(tahu penyebab
tegangan abdomen
nyeri, mampu
dan meningkatkan
menggunakan
rasa kontrol.
tehnik
3.
Berikan informasi
3.
Pemberian
nonfarmakologi
tentang nyeri seperti
informasi yang
untuk mengurangi
penyebab nyeri,
berulang dapat
nyeri, mencari
berapa lama nyeri
mengurangi rasa
bantuan)
akan berkurang, dan
kecemasan pasien
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
antisipasi
terhadap rasa
ketidaknyamanan
nyerinya.
prosedur. 4.
Ajarkan tentang
4.
Meningkatkan
menggunakan
teknik
relaksasi,
manajemen nyeri
nonfarmakologi
memfokuskan
seperti teknik
kembali perhatian
relaksasi nafas
dan meningkatkan
nyeri (skala,
dalam, distraksi dan
kemampuan
intensitas,
kompres
koping.
frekuensi dan
hangat/dingin.
Mampu mengenali
tanda
5.
Tanda vital dalam
Berikan analgesik
5.
Perlu penanganan
untuk mengurangi
obat untuk
nyeri
memudahkan
rentang normal
istirahat adekuat dan penyembuhan
5
Bersihan jalan nafas
Setelah dilakukan
1.
Posisikan pasien
1.
Peninggian kepala
tidak
tindakan
untuk
tempat tidur
efektif berhubungan
keperawatan selama
memaksimalkan
mempermudah
dengan refluks cairan ke
......x 24 jam klien
ventilasi
fungsi pernapasan
laring dan tenggorokan
dapat menunjukkan
dengan
kriteria hasil:
menggunakan
gravitasi. jalan nafas yang
2.
paten (tidak
Lakukan fisioterapi
2.
dada jika perlu
Fisioterapi dada dapat
tercekik, irama
mengeluarkan sisa
nafas dan pola nafas
sekret yang masih
dalam rentang
tertinggal.
normal) skala 4
3.
Atur intake untuk
3.
Keseimbangan
cairan
akan stabil apabila
mengoptimalkan
antara pemasukan
keseimbangan.
dan pengeluaran diatur
6.
Gangguan Menelan
Setelah dilakukan
berhubungan dengan
tindakan
penyempitan/strikture
keperawatan selama
membantu
pada esophagus pada
.....x 24 jam maka
mencegah aspirasi
esophagus akibat
gangguan menelan
dan meningkatkan
gastroesophegal
pada klien dapat
kemampuan untuk
reflux disease
diatasi dengan
menelan.
kriteria hasil:
1.
Bantu pasien dengan
1.
mengontrol kepala
2.
Letakkan pasien pada
Menetralkan hiperekstensi ,
2.
Menggunakan
Status hasil:
posisi duduk/tegak
gravitasi untuk
Klien dapat
selama dan setelah
memudahkan
menelan makanan
makan.
proses menelan.
dengan sempurna skala 4
3.
Berikan makan
3.
Pasien dapat
perlahan pada
berkonsentrasi
lingkungan yang
pada mekanisme
tenang
makan tanpa adnya gangguan distraksi dari luar
7.
Ansietas berhubungan
Setelah dilakukan
1.
Dorong pasien
1.
dengan proses penyakit
tindakan
untuk
kesempatan untuk
keperawatan selama
mengungkapkan
memeriksa rasa
.....x 24
pikiran dan
takut realistis serta
jam, ansietas pada
perasaan.
kesalahan konsep
klien dapat diatasi dengan
Memberikan
tentang diagnosis. 2.
kriteria hasil:
Berikan informasi
2.
Memungkinkan
yang dapat
untuk interaksi
dipercaya dan
interpersonal lebih
tanda kecemasan
konsisten dan
baik dan
skala 4
dukungan untuk
menurunkan rasa
orang terdekat.
ansietas dan rasa
Menyingkirkan
Merencanakan strategi koping skala 4
takut. 3.
Tingkatkan rasa tenang dan
3.
Memudahkan istirahat,
lingkungan tenang. Intensitas
dan meningkatkan
kecemasan
kemampuan
skala4 Mencari informasi
menghemat energi
koping. 4.
Pertahankan kontak
4. Memberikan
untuk menurunkan
sering dengan
keyakinan bahwa
cemas skala 4
pasien, bicara
pasien tidak
dengan menyentuh
sendiri atau
bila tepat.
ditolak, mengembangkan kepercayaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru, Sudoyo. 20012. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan
Departemen
Ilmu
Penyakit
Dalam
Universitas
Indonesia. 2. Asroel, Harry. 2012. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Universitas Sumatera Utara : Fakultas Kedoketeran Bagian Tenggorokan Hidung dan Telinga. 3. Bestari, Muhammad Begawan. 2013. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux Disease (GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011. 4. Djajapranata, Indrawan. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI. 5. Sujono, Hadi. 2013. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT Alumni. 6. Susanto, Agus dkk. 2012. Gambaran Klinis dan Endoskopi Penyakit Refluks Gastroesofagus. Jakarta : FKUI. 7. Yusuf, Ismail. 2012. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara Klinis. PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition September - November 2009. 8. Kusuma, Hardhi dan Nurarif,Huda,Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 1). Yogyakarta : Mediaction Publishing 9. Kusuma, Hardhi dan Nurarif,Huda,Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC- NOC (Jilid 2). Yogyakarta : Mediaction Publishing