Asbab_nuzul_al_quran.docx

  • Uploaded by: muhammad fajri
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asbab_nuzul_al_quran.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,791
  • Pages: 48
MAKALAH ULUMUL QUR`AN ASBAB NUZUL DAN PROSES TURUNNYA AL-QUR`AN

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ulumul Qur`an dengan dosen pengampu Dr. Aam Abdussalam, M.Pd. dan Saepul Anwar, Q.Ces, S.Pd.I, M.Ag.

Oleh: Kelompok 1 Kelas A 2014 Siti Shafa Marwah

(1405254)

Fitriani

(1403880)

Azka Zakiyyah

(1406440)

ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2015

KATA PENGANTAR   Kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Alah Swt yang telah memberikan

rahmat,

taufik,

serta

hidayah-Nya

sehingga

penulis

bisa

menyelesaikan pembuatan makalah Asbab Nuzul dan Proses Turunnya Al Quran. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada junjunan kita Nabi Muhammad saw. Beserta keluarga, sahabat-sahabat, dan para pengikut beliau hingga akhir zaman. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. H. Aam Abdussalam, M.Pd. selaku dosen pengampu dan kepada Bapak Saepul Anwar, Q.Ces, S.Pd.I, M.Ag. selaku asisten dosen mata kuliah Ulum Al Quranjurusan Ilmu Pendidikan Agama IslamUniversitas Pendidikan Indonesia, yang telah memberi bimbingan kepada penulis. Dalam penulisan makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan yang mungkin tidak disadari oleh penulis. Penulisan makalah ini pun masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan perbaikan dalam makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan berkah baik bagi penulis maupun bagi pembaca. Aamiin...

Bandung, 16 Februari 2015

Penulis

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii BAB I ........................................................................................................................ 1 A.

LATAR BELAKANG MASALAH .................................................................. 1

B.

RUMUSAN MASALAH .................................................................................. 1

C.

TUJUAN PENULISAN MAKALAH ............................................................... 2

BAB II ....................................................................................................................... 3 A.

ASBAB NUZUL ALQURAN........................................................................... 3

1.

Definisi ............................................................................................................. 3

2.

Urgensi Asbâb Nuzûl ........................................................................................ 4

3.

Manfaat Mengetahui Asbâb Nuzûl .................................................................... 4

4.

Diskusi Seputar Asbâb Nuzûl ........................................................................... 6

5.

Bentuk-Bentuk Asbâb Nuzûl. ......................................................................... 11

6.

Hubungan Asbâb Nuzûl dengan Istinbath Hukum .......................................... 13

B.

PROSES TURUNNYA ALQURAN ............................................................... 15

1.

Fenomena Wahyu ........................................................................................... 15

2.

Tahapan Penurunan Alquran ........................................................................... 22

3.

Hikmah Turunnya Alquran secara bertahap .................................................... 28

4.

Kronologi Alquran .......................................................................................... 30

5.

Polemik Jumlah ayat Alquran ......................................................................... 40

BAB III ................................................................................................................... 41 PENUTUP ............................................................................................................... 41 A.

KESIMPULAN .............................................................................................. 41

B.

SARAN .......................................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 44

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH Allah Swt. sebagai sang Khalik yang telah menciptakan seluruh alam semesta ini beserta segala isinya, termasuk manusia, telah menetapkan aturan-aturan dalam menjalani kehidupan ini. Dia tidak serta merta menciptakan umat manusia dengan tanpa tujuan, melainkan dengan dua tujuan utama, yakni menjadi khalifah di muka bumi dan untuk beribadah kepada-Nya. Dalam menjalankan peran tersebut, kita tentunya membutuhkan suatu pedoman dari Tuhan pencipta alam itu sendiri. Allah Swt. telah menurunkan pedoman bagi umat manusia melalui malaikat Jibril yang kemudian disampaikan kepada Nabi Muhammad saw. yang selanjutnya dikenal dengan wahyu Allah atau Al-Qur`an. Banyak di antara umat Islam sendiri yang belum mengetahui secara pasti mengenai Al-Qur`an ini, padahal Al-Qur`an ini merupakan sebuah pedoman yang dapat mengantarkan kita menuju ridha Allah Swt. Maka dari itu, kami mencoba menyusun satu makalah yang khusus membahashal-hal seputar Al-Qur`an, mulai dari Asbab Nuzul sampai pada masalah polemik jumlah ayat dalam Al-Qur`an. Kami mencoba membandingkan antara satu pendapat dengan pendapat yang lainnya, sehingga dapat dipahami mana dari pendapat tersebut yang lebih kuat dan tentunya didukung dengan dalildalil, baik yang ada di dalam Al-Qur`an maupun dalam Al-Hadits. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana pengertian Asbab Nuzul secara bahasa dan istilah ? 2. Apa urgensi dari Asbab Nuzul ? 3. Apa manfaat yang diperoleh dengan mengetahui Asbab Nuzul ? 4. Apa saja hal-hal yang berkaitan dengan Asbab Nuzul ? 5. Bagaimana bentuk-bentuk dari Asbab Nuzul ? 6. Bagaimana hubungan antara Asbab Nuzul dengan istinbath hukum ? 7. Bagaimana pengertian wahyu, ilham (inspirasi), dan kasyf (intuisi) ?

1

8. Bagaimana cara Allah menurunkan wahyu-Nya ? 9. Bagaimana tahapan dalam penurunan Al-Qur`an ? 10. Apa saja hikmah dari turunnya Al-Qur`an secara bertahap ? 11. Bagaimana kronologi Al-Qur`an ? 12. Bagaimana polemik jumlah ayat yang ada di dalam Al-Qur`an ? C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH 1. Mengetahui makna Asbab Nuzul secara bahasa dan istilah. 2. Memahami urgensi dari Asbab Nuzul. 3. Mengetahui manfaat yang diperoleh dengan mengetahui Asbab Nuzul. 4. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan Asbab Nuzul. 5. Mengetahui bentuk-bentuk dari Asbab Nuzul. 6. Memahami hubungan antara Asbab Nuzul dengan istinbath hukum. 7. Mengetahui pengertian wahyu, ilham (inspirasi), dan kasyf (intuisi). 8. Mengetahui bagaimana cara Allah menurunkan wahyu-Nya. 9. Mengetahui tahapan dalam penurunan Al-Qur`an. 10. Mengetahui hikmah yang ada di balik turunnya Al-Qur`an secara bertahap. 11. Mengetahui bagaimana kronologi Al-Qur`an. 12. Mengetahui polemik jumlah ayat yang ada di dalam Al-Qur`an.

2

BAB II ASBÂB NUZÛL DAN PROSES TURUNNYA ALQURAN A. ASBAB NUZUL ALQURAN 1. Definisi a. Bahasa Kata Asbâb Nuzûlsebenarnya terdiri dari dua kata, yakni kata Asbâb yang merupakan jamak dari sabab, dan kataNuzûl

yang merupakan mashdar dari

nazala. Untuk definisi secara bahasa, kata Asbâb bermakna sebab atau latar belakang. Sedangkan kata Nuzûl bermakna turun. Yang berarti beberapa latar belakang atau sebab yang membuat turunnya ayat-ayat Al Quran(Yusuf, 2012, hal. 85). b. Istilah Secara umum, istilah dari kata Asbâb Nuzûl berarti peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat Al Quran sebagai penjelas atas peristiwa tersebut. Selain itu ada sebab lain yang bisa membuat ayat Al Quran turun yakni, jika Rasulullah ditanya tentang sesuatu hal, maka turunlah ayat Al Quran menerangkan hukumnya. Dari pernyataan ini bisa didefinisikan bahwa Asbâb Nuzûl adalah sesuatu hal yang karenanya Quran diturunkan untuk menerangkan status (hukum)nya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan(al-Qattan,

2011,

hal.

109).Tetapi

menurut

pendapat

yang

dikemukakan oleh Az-Zarqani bahwa ayat yang turun itu tidak disebabkan oleh peristiwa yang terjadi, tetapi peristiwa itu hanya sebagai suatu kasus yang dapat menjelaskan suatu makna ayat. Atau bahkan bisa saja turunnya ayat itu menjelaskan peristiwa yang terjadi. Sehingga jika ada sebuah peristiwa yang persis dengan peristiwa sebelumnya, maka bisa dikenai penjelasan ayat tadi(Syafe'i, 2006, hal. 25). Jika kedua definisi tersebut diidentifikasi kembali, yang menjadi perbedaan pendapat di kalangan ahli tafsir adalah dalam rentang waktu kapan Asbâb Nuzûl tersebut terjadi. Entah langsung setelah terjadinya peristiwa tersebut atau tidak sesuai dengan waktu setelah terjadinya peristiwa tersebut. Karena sebenarnya ahli tafsir yang berpendapat bahwa Asbâb Nuzûl turun pada saat 3

setelah terjadinya peristiwa tersebut dalam pendapatnya menggunakan kata‘masa’ atau ‘berhubungan’. Bisa saja masa disini diartikan satu zaman dengan Rasulullah (Hermawan, 2011, hal. 34), meski entah kapan waktu tepatnya. Sedangkan dengan kata berhubungan, tentu tidak melibatkan masalah waktu karena lebih mempertimbangkan hubungan yang ideal antara Asbâb Nuzûl dengan peristiwa tersebut. Disini kita bisa lihat bahwa Asbâb Nuzûl bersifat situasional, tidak dengan mudah ditebak oleh manusia kapan datangnya. 2. Urgensi Asbâb Nuzûl Sebagian besar orang menganggap Asbâb Nuzûl tidaklah penting untuk dibahas, seolah Asbâb Nuzûl hanya sebatas menceritakan kisah dan tidak berpengaruh dalam usaha penafsiran ayat Al Quran. Untuk menafsirkan Quran ilmu Asbâb Nuzûl ini diperlukan sekali, sehingga ada pihak yang menkhususkan diri dalam pembahasan mengenai bidang itu. Yang terkenal diantaranya ialah Ali bin Madini, guru Bukhari, kemudian al-Wahidi, al-Jabari, as-Suyuti(al-Qattan, 2011, hal. 106), dan masih banyak ulama lain yang berkosentrasi terhadap bidang ini. Adapun sebagian ulama yang berbeda pendapat bahwa pengetahuan tersebut tidak penting karena hal itu termasuk pengetahuan sejarah Al Quran. Berikut beberapa argumen yang dikemukakan oleh ulama yang menganggap penting mengetahui Asbâb Nuzûl : a. Menurut al-Wahadi, Ibn Daqiq al-‘Id, Ibn Taymiyah, al-Suyuti berpendapat bahwa untuk mengetahui tafsir ayat Al Quran diperlukan hal ini, kemudian agar lebih mudah dalam memahami makna-makna Al Quran(Baidan, 2005, hal. 136). b. Seseorang bisa menjadi salah tafsir karena ayat Al Quran kadang-kadang menjelaskan hukum secara umum, sedangkan yang dimaksud adalah khusus yang menyangkut dengan peristiwa itu. 3. Manfaat Mengetahui Asbâb Nuzûl Sebenarnya manfaat mengenai hal ini berkaitan erat dengan bahasan sebelumnya, bisa saja jika kita sudah mengetahui manfaat dari Asbâb Nuzûl ini tentu kita pun menjadi sadar pentingnya untuk mempelajari dan memahami ilmu

4

ini. Berikut pendapat ulama yang sudah merinci kegunaan ilmu ini, diantaranya adalah: 1. Mengetahui hikmah yang dikehendaki Allah melalui hukum yang ditetapkan-Nya. Hal ini sepertiyang terlihat dalam Asbâb Nuzûl ayat : “maka siapa saja di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban”1. Asbâb Nuzûl ayat ini berkaitan dengan apa yang dialami oleh Ka’ab ketika ihram, yaitu tredapat banyak kutu di kepalanya sehingga ia merasa susah dengan keadaan itu. Ia ingin mencukur rambutnya, tapi itu dilarang karena dalam ihram. Maka ayat ini memperbolehkan Ka’ab mencukur rambutnya dengan syarat bahwa ia harus membayar dam salah satu dari tiga hal yang sudah disebutkan dalam ayat tersebut(Yusuf, 2012, hal. 93). 2. Mengkhususkan (membatasi) hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi. Contoh yang dapat dikemukakan dari firman Allah yaitu terdapat pada surat Ali Imran [3]: 188, yang artinya: Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih. Seperti pada saat Rasulullah

menanyakan

sesuatu

kepada

Ahli

Kitab

dan

mereka

menyembunyikannya. Lalu memeberi persoalan lain untuk memberi jawaban kepada Rasul. Dengan perbuatan itu mereka ingin dipuji oleh Rasulullah dan mereka bergembira atas apa yang mereka kerjakan, yaitu menyembunyikan apa yang ditanyakan kepada mereka. (Al-Qaṭṭān, 2013, hal. 111) 3. Cara yang efisien untuk memahami makna yang terkandung dalam ayat Al Quran. 1

Surah al-Baqarah [2] : 196

5

4. Menghindarkan keraguan dari adanya pembatasan ketentuan. Telah menjadi kebiasaanorang kafir khususnya Yahudi, menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah. Selanjutnya turunlah ayat 145 surat Al An’am untuk menetapkan pengharaman bukan untuk menetapkan penghalalan makanan yang tidak disebut di ayat tersebut. Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Acep Hermawan, 2011, hal. 40) 5. Menghilangkan kemusykilan2dalam memahami ayat. 6. Menjelaskan kepada siapa ayat itu diturunkan. Pernah terjadi ketika Aisyah menjernihkan kekeliruan Marwan yang menuduh Abd Al- Rahman yang berkenaan dengan surat Al-Ahqaf ayat 17 : Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya.. Untuk meluruskan persoalan, Aisyah mengatakan kepada Marwan: “Demi Allah, bukan dia maksudnya, bukan Abd Al-Rahman bin Abu Bakar. Dan jika aku mampu menyebut namanya (orang yang menjadi sabab nuzul sebenarnya), maka aku mampu menyebutnya.” Dengan mengetahui AsbabNuzul persoalan bisa didudukkan pada proporsi yang sebenarnya. (Acep Hermawan, 2011, hal. 40) 7. Memudahkan penghafalan ayat. 4. Diskusi Seputar Asbâb Nuzûl a. Yang dianggap adalah lafazh yang umum, bukan sebab yang khusus.

2

Kesulitan. Berasal dari kata syakil yang bermakna sulit.

6

Berikut adalah contoh yang memiliki keadaan seperti pembahasan tersebut: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”3. Anas berkata : “Bila istri orangorang Yahudi haid, mereka dikeluarkan dari rumah, tidak diberi makan dan minum, dan di dalam rumah tidak boleh bersam-sama. Lalu Rasulullah ditanya tentang hal itu, maka Allah menurunkan ayat ini. Kemudian Rasulullah menjawab : “Bersama-samalah dengan mereka dirumah, dan perbuatlah segala sesuatu kecuali menggaulinya.4” Jika sebab itu khusus, sedang ayat yang turun berbentuk umum, maka para ahli ushul berselisih pendapat: 1) Jumhur ulama berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah lafal yang umum bukan sebab yang khusus. Karena hukum yang diambil dari lafal yang umum melampaui bentuk sebab yang khusus sampai pada hal-hal yang serupa dengan itu. 2) Segolongan ulama berpendapat yang sebaliknya, karena lafal yang umum itu menunjukan bentuk sebab yang khusus. Untuk diberlakukan pada kasus lain, maka diperlukan dalil lain atau kiyas agar sesuai seperti pertanyaan dan jawaban.(al-Qattan, 2011, hal. 120) b. Redaksi Asbâb Nuzûl. Dalam bentuk redaksi sendiri terdapat bentuk yang terkadangmenerangkan Asbâb Nuzûl dengan pernyataan yang tegas mengenai sebabdan terkadang pula hanya pernyataan yang mengundang kemungkinan yang mengenainya.

3 4

Surat al Baqarah [2] : 222 Hadis riwayat Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzi, Ibn Majah, dan yang lain.

7

Redaksi yang secara tegas dalam menerangkan Asbâb Nuzûlnya adalah apabila seorang rawi berkata “sebab turunnya ayat begini” atau apabila ia menggunakan huruf fa ta’qibi5. Lalu apabila rawi berkata” telah terjadi peristiwa ini” atau “Rasul ditanya tentang hal ini, maka turunlah ayat ini.” Dua redaksi diatas jelas menunjukan Asbâb Nuzûl. (Abdullah, 2011, hal. 55). Bentuk kedua, yaitu redaksi yang bisa saja menerangkan sebab nuzul atau hanya sekedar menjelaskan kandungan hukum ayat ialah jika perawi mengatakan “Ayat ini turun mengenai ini” (Anwar, 2009, hal. 32). Demikian juga jiaka ia mengatakan “Aku mengira ayat ini turun mengenai soal begini” atau “Aku tidak mengira ayat ini turun kecuali mengenai hal yang begini.” Dengan bentuk demikian ini, perawi tidak memastikan sebab nuzul. Kedua bentuk redaksi tersebut mungkin menunjukan sebab nuzul atau menunjukkan lain (al-Qattan, 2011, hal. 121). c. Beberapa riwayat mengenai Asbâb Nuzûl. Ada pendapat yang menyatakan riwayat-riwayat Asbâb Nuzûl dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu riwayat-riwayat pasti dan tegas dan riwayat –riwayat yang tidak pasti (mumkin). Kategori yang petama, periwayat dengan tegas menunjukkan bahwa peristiwa yang diriwayatkannya berkaitan erat dengan Asbâb Nuzûl, sedangkan kategori yang kedua adalah periwayat tidak menceritakan dengan jelas bahwa peristiwa yang diriwayatkannya berkaitan erat dengan Asbâb Nuzûl, tetapi hanya menjelaskan kemungkinan-kemungkinannya. (Shihab, 2008, hal. 79). Adapun yang menyatakan bahwa banyak riwayat mengenai Asbâb Nuzûl. Secara ringkas dikatakan: 1) Apabila semuanya (riwayat) tidak tegas dalam menunjukkan sebab, maka tidak ada salahnya untuk dipandang sebagai tafsir atau kandungan ayat. 2) Apabila sebagian tidak tegas dan sebagian lain tegas maka yang menjadi pegangan adalah yang tegas.

5

Huruf fa yang menunjukkan bahwa sesuatu terjadi langsung mengikuti peristiwa sebelumnya.

8

3) Apabila semuanya tegas, maka tidak terlepas dari kemungkinan bahwa salah satunya shahih atau semuanya shahih. Apabila salah satunya shahih sedang yang lain tidak, maka yang shahih menjadi pegangan. 4) Apabila semuanya shahih, maka lakukan penarjihan jika mungkin. 5) Bila tidak mungkin dengan pilihan demikian maka dipadukan bila mungkin. 6) Bila tidak mungkin dipadukan, maka dipandanglah ayat itu diturunkan beberapa kali dan berulang.(al-Qattan, 2011, hal. 131) d. Banyak ayat satu sebab. Terkadang banyaknya ayat yang memiliki satu sebab membuat kita bingung. Bisa saja kita merasa keliru dalam memahami Asbâb Nuzûl sebuah ayat, lalu kita menemukan kembali Asbâb Nuzûl yang sama dengan ayat yang berbeda bahkan dalam urutan surat yang terlampau jauh. Dalam hal ini tidak ada permasalahan yang cukup penting, karena banyak ayat yang turun ddi dalam berbagai surah berkenaan dengan satu peristiwa.Contohnya adalah: Apa yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur, ‘Abdurrazaq, Tirmidzi, Ibn Jarir, Ibnul Mundzir, Ibn Abi Hatim, Tabarani, dan Hakim yag mengatakan shahih dari Ummu Salamah, ia berkata: “Rasulullah aku tidak mendengar Allah menyebut sedikit pun kaum perempuan mengenai hijrah. Maka Allah menurunkan ayat: "Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik lakilaki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.."6 Diriwayatkan pula oleh Ahmad, Nasa’i, Ibn Jarir, Ibn Mundzir, Tabarani dan Ibn Mardawaih dari Ummu Salamah yang mengatakan: “Aku telah bertanya : Rasulullah mengapa kami tidak disebutkan dalam Quran seperti kaum laki-laki? Maka pada suatu hari aku dikejutkan oleh seruan

6

Surat Ali Imran [3] : 195

9

Rasulullah diatas mimbar. Ia membacakan “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim,..”7 Diriwayatkan pula oleh Hakim dari Ummu Salamah yang mengatakan: “Kaum laki-laki berperang sedang perempuan tidak. Disamping itu kami hanya memperoleh warisan setengah bagian? Maka Allah menurunkan ayat. ”Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”8 dan ayat: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim,.. Ketiga ayat tersebut turun karena satu sebab.(al-Qattan, 2011, hal. 133) e. Ayat lebih dahulu turun daripada hukumnya. Dalam hal ini tidak menjelaskan secara sederhana terdapat ayat Quran yang sudah turun, tapi entah kapan hukumnya mulai berlaku pada masa itu. Tetapi hal tersebut menunjukkan bahwa ayat itu dturunkan secara mujmal (global) yag mengandung arti lebih dari satu, kemudian penafsirannya di hubungkan dengan salah satu arti-arti tersebut, sehingga ayat tadi mengacu kepada hukum yang datang kemudian. Sebagai contohnya: Ayat yang turun di Mekah, yakni : Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang. (Al Qamar [54]: 45). Umar bin Khattab mengatakan :”Aku tidak mengerti golongan mana yang akan dikalahkan itu. Nmaun, ketika terjadi perang Badar, aku melihat Rasulullah berkata: Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” f. Beberapa ayat turun berkaitan dengan satu orang. Para sahabat pada zaman Rasulullah memiliki peristiwa lebih dari satu kali, dan Quran turun mengenai setiap peristiwanya. Misalnya, apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab “al-Adabul Mufrad” tentang berbakti kepada orang tua. Dari Sa’ad bin Abi Waqas yang mengatakan : “ Ada empat ayat 7 8

Surat Al Ahzab [33] : 35 Surah An-Nisa [4] : 32

10

yang turun berkenaan denganku. Pertama, ketika ibuku bersumpah bahwa ia tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan Muhammad, lalu Allah menurunkan : Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.9 Kedua, ketika aku mengambil sebilah pedang dan mengaguminya; maka aku berkata kepada Rasulullah : ‘Rasulullah berikanlah kepadaku pedang ini’ Maka turunlah: Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Ketiga, ketika aku sedang sakit Rasulullah mengunjungiku, aku bertanya kepadanya: ‘Rasulullah aku ingin membagikan hartaku, bolehkah aku mewasiatkan separuhnya?’ Ia menjawab: ‘Tidak!’ Aku bertanya: ‘Bagaimana kalau sepertiga?’ Rasulullah diam. Maka wasiat dengan sepertiga harta itu diperbolehkan. Keempat, ketika aku sedang minum-minuman keras bersama kaum Anshar, seseorang dari mereka memukul hidungku dengan tulang rahang unta. Lalu aku datang kepad Rasulullah maka Allah menurunkan larangan meminum khamar.(al-Qattan, 2011, hal. 135) 5. Bentuk-Bentuk Asbâb Nuzûl. Di dalam buku Studi Al-Qur`an(2012, hal. 87-90) disebutkan bahwa Asbab Nuzul mempunyai dua bentuk; pertama, dalam bentuk peristiwa atau kejadian, dan kedua, dalam bentuk pertanyaan. Yang pertama, misalnya terjadi suatu peristiwa di kalangan sahabat kemudian turun ayat merespon peristiwa tersebut sehingga dapat diselesaikan. Dan yang terakhir maksudnya adalah pertanyaan, baik yang muncul dari sahabat atau yang berasal dari orang kafir, yang ditujukan kepada Nabi Muhammad saw. kemudian turun ayat untuk menjawab pertanyaan itu.

9

Surat Al-Luqman [31] : 15

11

Para mufasir membagi peristiwa itu kepada tiga macam, yaitu sebagai berikut. a. Perdebatan (jadal), yaitu perdebatan antara sesama umat Islam atau antara umat Islam dengan orang-orang kafir, seperti perdebatan antara sahabat Nabi saw. dengan orang-orang Yahudi yang menyebabkan turunnya surah Ali-Imran ayat 96. Mujahid berkata, suatu ketika umat Islam dan yahudi saling membanggakan kiblat mereka. Orang Yahudi berkata, Baitul Maqdis lebih utama dari Ka’bah karena ke sanalah tempat berhijrahnya para Nabi dan ia terletak pada tanah suci. Umat Islam berkata pula, Ka’bahlah yang paling mulia dan utama. Maka kemudian turun surah Ali-Imran ayat 96 tersebut. b. Kesalahan, yaitu peristiwa yang merupakan perbuatan salah yang dilakukan oleh sahabat kemudian turun ayat guna meluruskan kesalaha tersebut agar tidak terulang lagi, seperti kejadian yang menyebabkan turunnya surah An-Nisa ayat 43. c. Harapan dan keinginan, seperti turunnya ayat Al-Baqarah ayat 144. Asbab Nuzul dalam bentuk pertanyaan dapat dikategorikan dalam tiga macam, yaitu pertanyaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masa lalu, masa yang berlangsung, dan pertanyaan yang berkaitan dengan kejadian masa yang akan datang. Pertanyaan-pertanyaan mengenai kejadian masa lalu seperti pertanyaan orang Yahudi tentang Dzulqarnain, yang menyebabkan turunnya ayat surat Al-Kahfi ayat 83. Mengenai hal-hal yang sedang berlangsung seperti pertanyaan sahabat tentang hukum mempergauli wanita yang sedang haid, yang menyebabkan turunnya aya Al-Baqarah ayat 222. Dan mengenai hal yang akan terjadi adalah seperti pertanyaan orang kafir

tentang

kejadian kiamat, yang menyebabkan turunnya surat Al-A’af ayat 187. Peristiwa yang menyebabkan turunnya suatu ayat pada hakikatnya adalah hadits. Oleh sebab itu, Asbab Nuzul termasuk ilmu riwayat bukan dirayah. Ia ada yang sahih dan ada pula yang tidak sahih. Yang boleh dijadikan sandaran hukum hanyalah Asbab Nuzul yang sahih.

12

6. Hubungan Asbâb Nuzûl dengan Istinbath Hukum Di dalam buku Ulumul Qur`an Sebuah Pengantar (2009, hal. 4246)disebutkan bahwa ada dua pendapat mengenai hubungan antara Asbab Nuzul dengan penerapan hukum (istinbath hukum) yang terkandung dalam suatu ayat Al-Qur`an, yaitu: Kandungan ayat dengan Asbab Nuzul tertentu tidak hanya berlaku pada kasus yang menjadi Asbab Nuzul. Misalnya dalam Surah Al-Baqarah ayat 222 yang berbunyi:

        Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.(Al-Baqarah:222) Adapun sebab turun ayat tersebut adalah khusus, yaitu hadits yang bersumber dari Anas tentang istri orang Yahudi yang sedang haid. Apabila istri orang Yahudi dalam keadaan haid maka dikeluarkan dari rumah itu. suami atau keluarga tidak mau makan dengannya dan tidak mau bergabung dalam satu rumah. Hal tersebut pernah ditanyakan orang kepada Rasul, ketika itu Allah menurunkan ayat di atas. Lalu Rasul menjawab agar istri tersebut diperlakukan dengan baik dan tinggal dalam satu rumah, yang dilarang hanyalah melakukan hubungan seksual. Dapat dilihat bahwa ayat di tersebut berlafadz umum, tapi sebabnya khusus. Maka banyak orang sepakat penetapan hukumnya berdasarkan atau menggunakan umumnya lafadz, tidak dengan khususnya sebab, sehingga berlaku untuk semua orang. 13

Kandungan ayat dengan Asbab Nuzul tertentu atau khusus hanya berlaku pada kasus yang menjadi sebab turunnya ayat itu. Contohnya dalam surat Al-Lail ayat 17-21 yang berbunyi:

      Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu,Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya,Padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya,Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha tinggi. Dan kelak Dia benar-benar mendapat kepuasan.

Tujuh orang hamba sahaya sebelum dibebaskan mereka disiksa dalam menegakkan ajaran Islam. Riwayat yang ada yang bersumber dari ‘Urwah menyatakan, bahwa Abu Bakar Shiddiq telah memerdekakan mereka, dalam hal ini turunlah ayat tersebut di atas (dan akan dijauhkan dari neraka orang yang paling bertakwa sampai ke akhir surat). Dapat dipahami, bahwa menurut Asbab Nuzul ayat tersebut ditujukan untuk Abu Bakar. Pendapat ini diperangi oleh jumhur ulama. Permasalahan yang muncul berikutnya adalah jika ayat yang turun bersifat umum dan sebabnya bersifat khusus, apakah yang harus diperhatikan dan dijadikan pedoman? Keumuman lafadznya atau kekhususan sebabnya? Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Mayoritas ulama berpegangan pada kaidah yang mana kaidah tersebut menyebutkan bahwa yang harus diperhatikan adalah sisi keumuman lafadz, bukan kekhususan sebab. Sedangkan minoritas ulama berpegangan pada kaidah bahwa yang harus diperhatikan adalah kekhususan sebab, bukan keumuman lafadz. Agar ayat tersebut dapat diterapkan pada kasus lain, diperlukan qiyas. Dengan demikian ayat qazaf (penuduhan zina) yang turun disebabkan karena 14

peristiwa hilal dengan istrinya hanya berlaku khusus pada peristiwa ini saja. Adapun kasus lain yang serupa dengan perihalnya hanya diketahui dengan jalan qiyas atasnya atau dengan mengamalkan hadits Nabi yang berbunyi “Hukumku atas seseorang adalah hukumku atas banyak orang”. B. PROSES TURUNNYA ALQURAN 1. Fenomena Wahyu a. Definisi Mengenai wahyu ini, di dalam buku Ulumul Qur`an Sebuah Pengantar (2009, hal. 13-15)dijelaskan bahwa pengertian wahyu secara etimologi berarti petunjuk yang diberikan dengan cepat. Cepat artinya datang secara langsung ke dalam jiwa tanpa didahului jalan pikiran dan tidak bisa diketahui oleh seorang pun. Dari uraian di atas, dapat kita pahami bahwa pengertian wahyu secara etimologi meliputi: 1. Ilham sebagai bawaan dasar manusia, seperti wahyu yang diberikan kepada ibu Nabi Musa:

      Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya Maka jatuhkanlah Dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan men- jadikannya (salah seorang) dari Para rasul (Al-Qashas:7). 2. Ilham yang berupa naluri bagi binatang, seperti wahyu kepada lebah:

    Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",(An-Nahl :68)

15

3. Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode, seperti isyarat yang diberikan kepada Nabi Zakaria yang diceritakan di dalam Al-Qur`an:

    Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.(Maryam:11) 4. Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri manusia.

       Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitansyaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (Al-An’am:112) 5. Apa yang disampaikan Allah kepada para malaikat-Nya berupa suatu perintah untuk dikerjakan.

       (ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman". kelak akan aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, Maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.(Al-Anfal:12)

16

Setelah mengetahui pengertian wahyu secara etimologi, sudah tentu kita harus pula mengetahui pengertian wahyu secara terminologi. Mengenai pengertian wahyu secara terminologi, di dalam buku Ulumul Qur`an Edisi Revisi (42) disebutkan bahwa pengertian wahyu terminologi adalah pengetahuan yang diperoleh seseorang yang diyakini bahwa pengetahuan itu datang dan berasal dari Allah, baik melalui perantara suara atau tanpa suara, maupun tanpa perantara. Jadi, definisi dan makna wahyu yang digunakan Al-Qur`an untuk menunjuk pemberitahuan Allah kepada Nabi-Nabi berlainan dengan pengertian bahasanya. Di dalam buku Ulumul Qur`an Sebuah Pengantar (2009, hal. 15)disebutkan bahwa apabila makna wahyu diambil dari bentuk masdarnya, maka wahu mempunyai arti sebagai petunjuk Allah yang diberikan kepada seseorang yang dimuliakan-Nya secara cepat dan tersembunyi. Subhi Shalih menyatakan bahwa wahyu adalah pemberitahuan yang bersifat ghaib, rahasia, dan sangat cepat. Dari makna di atas dapat dipahami bahwa wahyu adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul secara rahasia dan sangat cepat. b. Wahyu, Ilham (Inspirasi), dan Kasyf (Intuisi) Pada pembahasan ini, kami akan mencoba menjelaskan mengenai wahyu, ilham (inspirasi), dan kasyf (intuisi). Ketiga hal tersebut, yakni wahyu, ilham, dan kasyf tidaklah dapat disamakan dalam kacamata agama. Di dalam buku Peta Pembelajaran Al-Qur`an (2008, hal. 14-16)dijelaskan mengenai perbedaan antara ketiga hal ini. Jika dilihat dari akar bahasa saja, kata “wahyu” tidak hanya bisa diartikan sebagai pemberitaan dari Allah, wahyu bisa juga berupa bisikan setan (QS. AlAn’am: 121), suara hati (QS. Al-Qashas: 7), basic insting pada hewan (QS. AnNahl: 67), dan bisikan malaikat (QS. Al-Anfal: 12). Selain itu, secara bahasa wahyu juga dapat dipahami sebagai bentuk bahasa-bahasa isyarat (Maryam: 11). Istilah ilham (inspirasi) sering digunakan dalam dunia psikologi, namun sepertinya tidak ada batasan-batasan yang jelas mengenai makna dan hakikat ilham itu sendiri. Yang lebih dekat dengan makna wahyu adalah kasyf atau mukasyafah, dimana kasyf adalah bisikan kebenaran tentang hal-hal yang bisa

17

direka-reka, atau bahkan seorang yang memiliki daya intuisi kasyf itu memang lebih dulu berpikir tentang masalah tertentu, kemudian muncul sebuah inspirasi. Berbeda dengan karakter wahyu yang sifatnya selalu insidental (tiba-tiba), tanpa ada pemikiran lebih dahulu. Kemudian, sifat bisikan wahyu adalah mutlak dan paten, tidak bisa direka-reka lagi. Dari uraian di atas, jelaslah bahwa antara wahyu, ilham, dan kasyf tidak dapat disamakan secara mutlak. Perbedaan antara ketiganya juga bisa ditengarai dengan mengenali tingkat kepastian seseorang tentang nilai kebenaran yang didapat, yakni bahwa penerima ilham ataupun kasyf tidaklah memiliki keyakinan yang pasti secara mutlak, berbeda dengan wahyu yang diterima oleh para Nabi yang memiliki keyakinan yang kuat. Di dalam buku Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur`an (2011, hal. 18)disebutkan bahwa dalam pembahasan mengenai wahyu, maka harus menjauhkan kata-kata yang hampir sama pengertiannya, seperti ilham, kasyf, penglihatan batin, perasaan dalam jiwa, dan lain sebagainya. c. Cara Penurunan Wahyu Mengenai cara penurunan wahyu ini, terbagi ke dalam dua macam yaitu penurunan wahyu dari Allah kepada para malaikat dan penurunan wahyu dari Allah kepada para Rasul. 1)

Cara wahyu Allah turun kepada para malaikat Di dalam buku Studi Ilmu-Ilmu Qur`an (2013, hal. 38-44) disebutkan bahwa

di dalam Al-Qur`an terdapat nas mengenai kalam Allah kepada para malaikatNya:

        Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa

18

Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."(Al-Baqarah:30) Juga terdapat nas tentang wahyu Allah kepada mereka:

       (ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman". kelak akan aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, Maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Al-Anfal ;12) Berikut ini merupakan beberapa pendapat dari para ulama mengenai cara turunnya wahyu Allah yang berupa Qur`an kepada Jibril: a) Bahwa Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dengan lafalnya yang khusus. b) Bahwa Jibril menghafalnya dari Lauhul Mahfudz. c) Bahwa maknanya disampaikan kepada Jibril, sedang lafalnya adalah lafal Jibril, atau lafal Muhammad saw. Pendapat pertama itulah yang benar, dan pendapat itu yang dijadikan pegangan oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bahwa Al-Qur`an adalah kalam Allah dengan lafalnya, bukan kalam Jibril atau Nabi Muhammad saw. 2)

Cara wahyu Allah turun kepada para Rasul Mengenai hal ini, di dalam buku Ulumul Qur`an Edisi Revisi (43-45)

disebutkan bahwa ada tiga macam cara penyampaian wahyu Allah kepada para Rasul dan Nabi-Nya. a) Allah mencampakkan pengetahuan ke dalam jiwa nabi tanpa melalui perantaraan malaikat. Contoh wahyu jenis ini adalah mimpi yang benar-

19

tepat seperti yang pernah dialami oleh Nabi Ibrahim Khalilullah as. ketika diperintahkan agar menyembelih putranya Ismail as

       Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".(As-Shaffat: 102) b) Allah memperdengarkan suara dari balik tabir seperti yang dialami oleh Nabi Musa as. ketika menerima pengangkatan kenabiannya, dan juga pernah dialami oleh Nabi Muhammad saw. pada malam Isra’ Mi’raj.

      Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: "Hai Musa. Sesungguhnya aku Inilah Tuhanmu, Maka tanggalkanlah kedua terompahmu; Sesungguhnya kamu berada dilembah yang Suci, Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, Maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).(Taha: 11-13) Melalui utusan, yakni malaikat. Tentang hal ini, ada dua macam cara, yakni Nabi dapat melihat malaikat Jibril adakalanya dalam bentuk asli (meskipun jarang terjadi) dan adakalanya Jibril menjelma sebagai seorang manusia; dan Nabi tidak melihat Jibril sewaktu menerima wahyu karenabeliau hanya mendengar suara seperti suara lebah atau gemerincingnya suara lonceng ketika Jibril datang. Uraian di atas menjelaskan bahwa cara-cara penyampaian wahyu Allah kepada para Nabi, pada hakikatnya, melalui dua cara yaitu langsung dan tidak langsung (melalui perantaraan malaikat). Secara langsung, Allah menghembuskan 20

pengetahuan ke dalam jiwa Nabi atau Allah berbicara langsung kepada Nabi dari balik tabir. Sedangkan secara tidak langsung (melalui perantaraan malaikat Jibril), Nabi Muhammad saw. dapat melihat malaikat Jibril dalam bentuknya yang asli atau dalam bentuk seorang manusia. a. Jenis wahyu yang dialami Nabi Muhammad saw. Di dalam buku Ulumul Qur`an Edisi Revisi (45-49) disebutkan mengenai beberapa riwayat tentang cara penyampaian wahyu kepada Nabi Muhammad saw., yaitu sebagai berikut. 1. Mimpi yang benar. Jenis wahyu inilah yang pertama kali diterima Rasulullah saw. sebelum beliau menerima wahyu Al-Qur`an. Wahyu dalam bentuk mimpi yang benar ini ternyata tidak hanya terjadi pada masa-masa awal kenabian, tetapi terjadi juga setelah beliau menjadi Nabi.

        Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.(Al-Fath: 27) 2. Jibril menghembuskan wahyu ke dalam jiwa Nabi Muhammad saw. sedangkan Nabi sendiri tidak melihat Jibril. 3. Wahyu datang kepada Nabi Muhammad saw. bagaikan gemerincing suara lonceng atau suara lebah dengan teramat kerasnya. Wahyu dalam kondisi seperti ini yang dirasakan paling sedikit dan paling berat oleh Nabi Muhammad saw. ketika menerimanya. 4. Jibril menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad saw. dengan menjelma sebagai seorang manusia. Diriwayatkan bahwa malaikat Jibril

21

mendatangi Nabi dalam rupa Dlilyah Ibn Khalifah, seorang lelaki yang teramat tampan rupanya. Kasus yang sama juga dialami oleh Nabi Luth as.

          Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang-orang yang ada mempunyai bukti yang nyata (Al Quran) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah dan sebelum Al Quran itu telah ada kitab Musa yang menjadi pedoman dan rahmat?. mereka itu beriman kepada Al Quran. dan Barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Quran, Maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al Quran itu. Sesungguhnya (Al Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.(Hud:77) 5. Malaikat Jibril datang kepada Nabi dalam bentuknya yang asli, kemudian malaikat Jibril menyampaikan wahyu Allah kepada Nabi saw. dan cara penyampaian seperti ini sangat jarang dialami oleh Nabi Muhammad saw. 6. Allah berbicara kepada Nabi Muhammad saw. secara langsung tanpa melalui perantara malaikat Jibril pada malam Mi’raj. 7. Allah mencampakkan wahyu ke dalam jiwa nabi Muhammad saw. secara langsung tanpa melalui perantara malaikat Jibril. 2. Tahapan Penurunan Alquran Di dalam buku Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur`an (2013, hal. 144-151)disebutkan bahwa turunnya Al-Qur`an yang pertama kali pada malam lailatul qadr merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat tinggi yang terdiri dari malakatmalaikat. Sedangkan turunnya Al-Qur`an yang kedua kali secara bertahap, berbeda dengan kitab yang turun sebelumnya, sangat mengagetkan orang dan menimbulkan keraguan terhadapnya sebelum jelas bagi mereka rahasia hikmah ilahi yang ada di balik itu. 22

a. Turunnya Alquran sekaligus Allah Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:

            (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.(Al-Baqarah:185) Dan firman-Nya:

  Sesungguhnya Kami telah kemuliaan.(Al-Qadr:1)

menurunkannya

(Al

Quran)

pada

malam

Dan firman-Nya pula:

  Dan Kami telah memberikan kepada mereka di antara tanda-tanda kekuasaan (Kami) sesuatu yang di dalamnya terdapat nikmat yang nyata(Ad-Dukhan:3) Ketiga ayat di atas itu tidak bertentangan, karena malam yang diberkahi adalah malam lailatul qadr dalam bulan Ramadhan. Tetapi lahir (zahir) ayat-ayat itu bertentangan dengan kejadian nyata dalam kehidupan Rasulullah saw., di mana

23

Al-Qur`an turun kepadanya selama dua puluh tiga tahun. Dalam hal ini, para ulama mempunyai dua mazhab pokok: 1. Mazhab pertama, yaitu pendapat Ibn Abbas dan sejumlah ulama serta yang dijadikan pegangan oleh umumnya ulama. Yang dimaksud dengan turunnya Al-Qur`an dalam ketiga ayat di atas ialah turunnya Al-Qur`an sekaligus ke Baitul ‘Izzah di langit dunia agar para malaikat menghormati kebesarannya. Kemudian sesudah itu Al-Qur`an diturunkan kepada Rasul kita Muhammad saw. secara bertahap selama dua puluh tiga tahun sesuai dengan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian sejak ia diutus sampai wafatnya.

   Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.(Al-Isra:106) 2. Mazhab kedua, yaitu yang diriwayatkan oleh Asy-Sya’bi bahwa yang dimaksud dengan turunnya Al-Qur`an dalam ketiga ayat di atas ialah permulaan turunnya Al-Qur`an kepada Rasulullah saw. Permulaan turunnya Al-Qur`an itu dimulai pada malam lailatul qadr di bulan Ramadhan, yang merupakan malam yang diberkahi. Kemudian turunnya itu berlanjut sesudah itu secara bertahap sesuai dengan kejadian dan peristiwa-peristiwa selama kurang lebih dua puluh tiga tahun. Dengan demikian, Al-Qur`an hanya satu macam cara turun, yaitu turun secara bertahap kepada Rasulullah saw., sebab yang demikian inilah yang dinyatakan oleh Al-Qur`an:

   Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.(Al-Isra;16)

24

Para penyelidik menjelaskan bahwa Rasulullah saw. pada mulanya diberi tahu dengan mimpi pada bulan kelahirannya, yaitu bulan Rabi’ul Awwal. Pemberitahuan dengan mimpi itu lamanya enam bulan. Kemudian ia diberi wahyu dalam keadaan sadar pada bulan Ramadhan dengan Iqra`. Dengan demikian, maka nas-nas yang terdahulu itu menunjukkan kepada satu pengertian. 3. Mazhab ketiga, berpendapat bahwa Al-Qur`an diturunkan ke langit dunia selama dua puluh tiga malam lailatul qadr, yang pada setiap malamnya selama malam-malam lailatul qadr itu ada yang ditentukan Allah untuk diturunkan pada setiap tahunnya. Dan jumlah wahyu yang diturunkan ke langit dunia di malam lailatul qadr, untuk masa satu tahun penuh itu kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah saw. sepanjang tahun. Mazhab ini adalah hasil ijtihad sebagian mufasir. Pendapat ini tidak mempunyai dalil. Adapun mazhab kedua yang diriwayatkan dari Asy-Sya’bi, dengan dalil-dalil yang sahih dan dapat diterima, tidaklah bertentangan dengan mazhab yang pertama yang diriwayatkan dari Ibn Abbas. Dengan demikian, maka pendapat yang kuat ialah bahwa Al-Qur`anul Karim itu dua kali diturunkan: Pertama: diturunkan secara sekaligus pada malam lailatul qadr ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Kedua: diturunkan dari langit dunia ke bumi secara berangsur-angsur selamaa dua puluh tiga tahun. b. Turunnya Alquran secara bertahap Al-Qur`an diturunkan secara bertahap ini dijelaskan di dalam banyak buku, diantaranya seperti yang terdapat di dalam buku Studi Ilmu-Ilmu Qur`an (2013, hal. 152-156)

     

25

Dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril). Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,Dengan bahasa Arab yang jelas. (Asy-Syuara: 192-195) Ayat di atas menyatakan bahwa Al-Qur`anul Karim adalah kalam Allah dengan lafalnya yang berbahasa Arab; dan bahwa Jibril telah menurunkannya ke dalam hati Rasulullah saw.; dan bahwa turunnya ini bukanlah turunnya yang pertama kali ke langit dunia. Tetapi yang dimaksudkan adalah turunnya AlQur`an secara bertahap. Ungkapan untuk arti menurunkan dalam ayat di atas menggunakan kata tanzīl bukannya inzāl. Ini menunjukkan bahwa turunnya itu secara bertahap dan berangsur-angsur. Ulama bahasa membedakan antara inzāl dengan tanzīl. Tanzīl berarti turun secara berangsur-angsur sedangkan inzāl hanya menunjukkan turun atau menurunkan dalam arti umum. Al-Qur`an turun secara berangsur selama dua puluh tiga tahun: tiga belas tahun di Mekkah menurut pendapat yang kuat, dan sepuluh tahun di Madinah. Penjelasan tentang turunnya secara bernagsur-angsur itu terdapat dalam firman Allah:

   Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.(Al-Isra:106) Maksudnya: Kami telah menjadikan turunnya Al-Qur`an itu secara berangsur-angsur agar kamu membacakannya kepada manusia secara perlahan dan teliti dan Kami menurunkannya bagian demi bagian sesuai dengan peristiwaperistiwa dan kejadian-kejadian. Adapun kitab-kitab samawi yang lain, seperti Taurat, Injil, dan Zabur, turunnya sekaligus, tidak turun secara berangsur-angsur. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh firman-Nya:

 

26

   Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlahsupaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).(AlFurqan:32)

Ayat ini menunjukkan bahwa kitab-kitab samawi yang terdahulu itu turun sekaligus, dan inilah pendapat yang dijadikan pegangan oleh jumhur ulama. Seandainya kitab-kitab terdahulu itu turun secara berangsur-angsur, tentulah orang-orang kafir tidak akan merasa heran terhadap Al-Qur’an yang turun secara berangsur-angsur. Penelitian terhadap hadits-hadits sahih menyatakan bahwa Al-Qur`an turun menurut keperluan, terkadang turun lima ayat, terkadang sepuluh ayat, terkadang lebih banyak dari itu atau lebih sedikit. Terdapat hadits sahih yang menjelaskan sepuluh ayat telah turun sekaligus berkenaan dengan berita bohong tentang Aisyah. Dan telah turun pula sepuluh ayat dalam permulaan Surah Mukminun secara sekaligus. Dan telah turun pula, ...yang tidak mempunyai alasan (gaira ulid darari) saja yang merupakan bagian dari suatu ayat. Di

dalam

buku

Sejarah

Teks

Al-Qur`an

dari

Wahyu

sampai

Kompilasi(2005, hal. 48) juga menyebutkan tentang penurunan Al-Qur`an secara bertahap. Dalam rentang masa dua puluh tiga tahun, Kitab suci Al-Qur`an diturunkan secara bertahap memenuhi tuntutan situasi dan lingkungan yang ada. Ibn ‘Abbas (w. 68 hijriah), seorang ilmuwan terkemuka di antara sahabat Rasul mempertegas bahwa Al-Qur`an diturunkan ke langit terbawah (bait al-‘izzah) dalam satu malam yang kemudian diturunkan ke bumi secara bertahap sesuai dengan keperluan. Penerimaan wahyu Al-Qur`an ada di luar jangkauan penalaran akal manusia. Selama empat belas abad yang silam tak ada seorang Rasul yang muncul, dan memahami fenomena wahyu kita semata-mata merujuk pada laporan

27

authentic dari Nabi Muhammad saw. dan orang-orang kepercayaan yang menyaksikan kehidupan beliau. Mengenai Al-Qur`an diturunkan secara bertahap, juga terdapat penjelasan di dalam buku Ulumul Qur`an Zaman Kita (2013, hal. 46-47)bahwa Al-Qur`an memuat lebih dari enam ribu ayat yang diturunkan secara bertahap, ayat demi ayat, selama lebih dari dua puluh tiga tahun. Ayat-ayat

tersebut dihimpun

menjadi suwwar (tunggal: sūrah), yang berarti “wilayah tertutup”. Panjang setiap surah Al-Qur`an sangat beragam. Surah yang paling pendek adalah surah AlKawtsar (108) yang terdiri atas tiga ayat, dan yang terpanjang adalah surah AlBaqarah (2), yang memuat 286 ayat. Urutan surah-surah tersebut secara umum disusun berdasarkan panjangpendeknya, bukan kronologinya. Salah satu alasan kenapa surah dalam Al-Qur`an tidak disusun secara kronolgis adalah karena kapan tepatnya tiap ayat diwahyukan tidak diketahui secara pasti. Di samping itu, banyak surah Al-Qur`an yang terdiri atas ayat-ayat yang diturunkan pada waktu yang berbeda sehingga penyusunan ayat Al-Qur`an secara kronolgis tidak mungkin dilakukan tanpa memecah-mecah isi surah. 3. Hikmah Turunnya Alquran secara bertahap Dalam buku Sejarah Al-Qur’an(Muhyasin, Dr. Muhammad Salim;, 2005, pp. 9-19) menjelaskan bahwa penurunan Al-Qur’ankepada Nabi Muhammad Saw. secara bertahap selama di utusnya beliau sebagai Rasul (23 tahun), memiliki banyak hikmah dan berbagai rahasia yang terdapat di dalamnya, hal ini juga telah di pertegas oleh Allah dalam firman-Nya : “Berkatalah orang-orang kafir: “Mengapa Al-Qur’an itu tidak di turunkan kepadanya (Muhammad) sekali turun saja? Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya”. (QS. Al-Furqan, 25:32) “Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian”. (QS. Al-Isra, 17:106)

28

Kedua ayat ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an di turunkan secara berangsurangsur yang di dalamnya mengandung hikmah. Beberapa hikmah dan rahasia penurunan Al-Qur’an secara bertahap sebagai berikut : Pertama: Untuk memperkuat hati dan jiwa Nabi Muhammad Saw. sebagaimana firman Allah, “supaya Kami perkuat hatimu dengannya”. Hal ini di lihat dari lima aspek, yaitu : a) Sesungguhnya dalam penurunan wahyu secara bergani-ganti dan berulangulangnya turun malaikat (membawa Al-Qur’an) dari sisi Allah kepada Rasulullah Saw. terdapat kegembiraan yang memenuhi hati beliau dan suka cita yang melapangkan dadanya. b) Sesungguhnya penurunan sebagian demi sebagian ini meripakan kemudahan dari Allah Swt. Guna menghafal dan memahami Al-Qur’an, mengetahuai ketentuan hukum dan hikmahnya. c) Sesungguhnya pada setiap kali penurunan yang berangsur-angsur ini terdapat mukjizat baru Nabi Saw. di mana beliau menantang para penentang dan orang-orang yang keras kepala untuk mendatangkn hlmserupa dengan Al-Qur’an ini, sehingga tampaklah kelemahan mereka dan tetaplah kebenaran Nabi Saw. d) Sesungguhnya dalam memperkuat (hati) Nabi Sw. dan mematahkan kebatilan musuh-musuhnya yang berulang-ulang. e) Allah Swt. menjanjikan kepada Nabi-Nya ketika pertentangan dengan musuh-musuhnya itu menyengat, dengan sesuatu yang melunakkan kekerasan itu. Kedua: Penurunan Al-Qur’an secara berangsur-angsur berarti bertahap dalam mendidik umat islam yang senantiasa tumbuh dan berkembang. a) Mempermudah menghafal Al-Qur’an b) Mempermudah dalam pemahaman Al-Qur’an c) Bertahap dalam pembebanan kewajiban, seperti salat dan ibadah lainnya. d) Bertahap dalam pensucian mereka dari akidah (keyakinan) yang batil, seperti syirik (menyekutukan Allah). 29

e) Bertahap dalam pensucian mereka dari adat istiadat kebiasaan jelek, yang telah melekat pada jiwa mereka. f) Bertahap dalam mendidik mereka dengan adat kebiasaan yang terpuji dan mulia. g) Memperkuat hati rang-orang mukmin dan mempersenjatainya dengan keteguhan, kesabaran dan keyakinan. Ketiga: Mengikuti peristiwa dan perkembangan dalam pembaharuan dan perceraiannya. a) Menjawab pertanyaan yang mereka (manusia) ajukan kepada Rasulullah Saw. b) Mengantisipasi masalah dan peristiwa-peristiwa pada masanya, sebagai penjelasan hukum Allah terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi. c) Adanya keraguan yang merasuki dada orang-orang musyrik. d) Memalingkan penglihatan kaum muslim dari kesalahan mereka dan mengemblikannya kepada kebenaran. e) Menyingkap keadan orang-orang munafik dan mengoyak abir rahasia merek bagi Nabi Saw. dan orang-orang muslim. 4. Kronologi Alquran Sedikit berbeda dengan pendapat sebelumnya, dalam buku Studi Al-Qur’an Al-Karim(Syeikh Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah;, 2002, pp. 123-154), hikmah penurunan Al-Qur’an secara bertahap sebagai berikut : Pertama: mengukuhkan dan menenangkan hati dan pikiran Nabi Saw. ketika menolak atau membantah orang-orang Musyrik atau Yahudi. a) Pengukuh dan penguat hati Nabi Muhammad Saw. pembangkit semangatnya dan penghibur baginya. b) Ayat turun kepadanya sebagai penghibur baginya, yang terkadang ayat tersebut melarangnya untuk bersedih hati dan berduka cita. c) Memudahkan penghapalan dan pemahamannya bagi Nabi Muhammad Saw.

30

Kedua : berangsur-angsur dalam mendidik umat, baik agama, akhlak, social kemasyarakatan, akidah, ilmu, maupun perbuatan. a) Bertahap atau berangsur-angsur dalam melepskn akidah yang rusak, kebiasaan dan kemunkaran yang dapat menghncurkan atau terkutuk. b) Bertahap dalam menetapkan akidah atau keyakinan yang benar, aturan peribdahan, mlih, tata krama, dan akhlak terpuji. c) Memudahkan penghapalan dan pemahaman bagi umat. Ketiga: berkesusaian dengan berbagai kejadian, situasi, dan kondisi, yang diisyratkan oleh firman-Nya: “Tidakkah orang-orang kafir itu datang kepadmu (membawa) sesuau yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya (QS. Al-Furqan: 33)” Hikmah yang ketiga ini, mencakup hlm: a) Penjelasan aturan Allah Swt. dalam ketetapan-ketetapan (al-aqdhiyah) dan kejadian-kejadian (al-waqa’i) di antara kaum muslimin. b) Sebagai jawaban terhadap pertanyaan yang di lonarkan kepada Nabi Muhammad, baik berupa pertanyaan untuk mengukuhkan dan menguatkan misinya maupun berupa permohonan peunjuk dan keingintahuan terhadap sesuatu. c) Merupakan teguran bagi kaum muslimin terhadap kesalahan dan kekhilafan mereka serta merupakan peringatan terhadap kebiasaankebiasaan dan keterperosokan dalam perbuatan salah. d) Peringatan bagi orang-orang muslim terhadap orang-orang munafik dan pengungkapan kejelekan jiwa mereka. Kempat: menjelaskan kemukjizatan Al-Qur’an Al-Karim secara mendalam dan mengakar. Sedangkan di dalam buku ‘Ulumul Qur’an

(Abu Anwar, 2009, p.

22)menjelaskan bahwa di dalam ayat yang selain menjadi dalil turunnya AlQur’an secara bertahap yaitu surat Al-Isra: 106 juga merupakan pembeda antara 31

Al-Qur’an dengn kitab-kitab lainnya, seperti taurat, Zabur, dn injil, yang di lakukan-Nya secara sekaligus. Dalam buku ‘Ulumul Qur’an (Nasaruddin Umar, 2008, p. 91) dijelaskan bahwa Al-Qur’an yang sampai di tangan kita telah mengalami beberapa proses dan thpan. Pada tahap pertama di turunkan ke Lauh al-Mahfuz. Proses turunnya Al-Qur’an ke Lauh al-Mahfuz adalah turun sekaligus. Mengenai teknis turunnya tidak di peroleh keterangan, baik dalam Al-Qur’an maupun hadits. Tahap kedua, Al-Qur’an di turunkan dari Lauh al-Mahfuz ke langit bumi, sebagaimana di jelaskan dalam Q.S. Al-Qadr 95 : 1. Q.S. Al-Baqarah 2 : 158. Proses turunnya AlQur’an dari Lauh

al-Mahfuz ke langit bumiterdapat perbedaan pendapat, di

kalangan ulama Tafsir ada yang mengatakan turun sekaligus, kemudian di turunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad Saw.Tahap ketiga, yaitu proses turunnya Al-Qur’an dari langit ke bumi kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan Jibril. Proses turunnya Al-Qur’an dari langit ke bumi kepada Nabi Muhammad berlangsung selama kurang lebih 23 tahun. Kronologi Al Quran pun memiliki peranan yang penting dalam pembahasan Al Quran, diantaranya adalah: a. Diskusi seputar Ayat Pertama dan Terakhir diturunkan Dalam buku ‘Ulumul Qur’an (Acep Hermawan, 2011, pp. 22-27). Mengenai ayat yang pertama turun,Al-Bukhari meriwayatkan dua buah hadist yang berbeda. Salah satunya mengatakan bahwa ayat yang turun adalah lima ayat pertama surat Al-‘Alaq. Hadits riwayat Al-Bukhari yang bersumber dari ‘Aisyah ini dinyatakan sahih oleh dua tokoh hadits lain, yaitu oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadraknya dan oleh Al-Baihaqiy dalam dalilnya. Kemudian Al-Thabraniy dalam kitabnya Al-Kabir dengan sanadnya sendiri yang bersumber dari Abi Raja Al-‘Aththardiy mengatakan,’’Abu Musa mengajarkan kami mengaji. Beliau menyuruh kami duduk berhalaqah {riungan}. Beliau mengenakan dua baju berwarna putih.” Jika beliau membaca surat Al-Alaq ayat 96 : 1. Beliau mengatakan,”ini adalah surat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. 32

Akan tetapi, hadits Al-Bukhari lainnya (yang ia riwayatkan bersama imam Muslim) mengatakan bahwa yang Pertama turun adalah surah Al-Mudatsir. Bedanya,kali ini hadis bersumber dari Abu Salamah Abd Al-Rahman bin ‘Auf.Kedua, Al-Bukhari mengatakan dan Muslim meriwayatkan hadis yang lain dari abu salamah dan dari Jabir. Adanya pengakuan Rasulullah yang berbunyi:”Rupanya malaikat yang tengah mendatangiku di Hira” menunjukan bahwa sebelum peristiwa turunnya Surat AlMudatsir, Rasulullah telah bertemu Jibril di Hira. Dengan dasar dua alasan tadi, kebanyakan ulama mengatakan bahwa AlQur’an yang pertama sekali turun adalah ayat 1-5 surah Al-Alaq. Sementara itu, Surah Al-Mudatsir mereka nyatakan sebagai ayat-ayatAl-Qur’an yang terbilang pertama turun,bukan yang pertama kali turun. Dalam masalah ayat yang paling akhir turun, tak satu pun terdapat riwayat yang marfu’ kepada Nabi Muhammad Saw. Semua riwayat yang ada bersumber dri sahabat dan tabi’in. itulah sebabnya saat mencari tahu ayat yang paling akhir turun, terjadi kesimpangsiurandan persilangan pendapat. a. Ayat yang paling akhir turun adalah surah Al-Baqarah 2 : 281. Dalil yang di pegang, yaitu. i.

Riwayat yang dikeluarkan oleh Nasa’I dari Ikhrimah, dari Ibnu Abbas

ii.

Riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim, dari Said bin Jubair

iii.

Riwayat Ibnu Jarir dari Ibnu Juraij

iv.

Riwayat Al-Baihaqiy dari Ibnu Abbas.

b. Ayat yang terakhir turun adalah surah al-Baqarah ayat 278 Riwayat yang sama dikeluarkan oleh Al-Baihaqiy: c. Ayat yang terakhir turun adalah surah A-Baqrah ayat 282. Pendapat ini merujuk pada: i.

Riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Jarir,dari Said bin lMusayyab

33

ii.

Riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Ubaid,dari Ibnu Syihab.

d. Ayat kalalah adalah ayat l-Qur’an yang terakhir turun. Pendapat ini merajuk pada hadist mutaffaqun ‘alayhi {riwayat Al-Buhkari dan Muslim}dari Al-Barra’bin ‘Azib. Riwayat ini menytakan bahwa surah yang paling akhir turun adalah Bara’ah {At-taubah} dan akhir ayat yang turun adalah yastaftunaka {yang dikenal dengan ayat kalalah,yakni ayat 176 surah An-Nisa} e. Banyak yang mengatakan yang paling terakhir turun adalah ayat surah Al-Maidah ayat 3. Dalam buku ‘Ulumul Qur’an (Nasaruddin Umar, 2008)juga dikaji secara kritis tentang ayat-ayat yang turun di Mekkah, disebut ayat-ayat makiyyah dan ayat-ayat yang turun sesudah Nabi Hijrah ke Medinahdisebut ayat-ayat Madaniyah. Kajian tentang ayat pertama dan terakhir, Hari pertama turunnya Al-Qur’an dan ayat yang pertama diturunkan terdapat beberapa pendapat. Pendapat yang paling kuat adalah Al-Qur’an diturunkan pada hari senin,17 Ramadhan tahun 41 dari kenabian, bertepatan pada tanggal 6 Agustus 610M. Dasar penepatan tanggal 17 Ramadhan sesuai dengan Q.S.Al-Anfal ayat 41.Sedangkan ayat yang pertama diturunkan adalah Al-‘Alaq ayat 1-5. Ayat ini turun ketika Nabi Muhammad sedang berkhalwat seorang diri di gua Hira. Ayat ini menegaskan kedudukan Muhammad sebagai seorang Nabi, dan ayat-ayat yang turun berikutnya ialah surah Al-Mudatsir Ayat 1-10. Ayat ini sekaligus mempertegas kerasulan Nabi Muhammad. Kalau ayat pertama belum ada perintah secara eksplisi untuk menyampaikan isi wahyu, maka ayat kedua ini sudah ada perintah ekslusif untuk menyampikan seruan wahyu kepada umatnya. Adapun hari terakhir turunnya Al-Qur’an menurut jumhur ulama yaitu pada hari jum’at tanggal 9 Dzulhijah tahun 10 Hijrah, bertepatan pada bulan Maret 632 M. pada waktu itu Nabi Muhammad sedang menjalani wukuf di Arafah yang kemudian diturunkan Rasulullah wafat,yaitu pada hari senin 12 RAbiul awal tahun 11 H, bertepatan tanggal 7 Juni 632 M.

34

Ayat yang paling terakhir diturunkan kepada Nabi Muhammad yaitu surah AlMaidah ayat 3. Sebagian ulama meriwayatkan bahwa ayat yang diturunkan paling terakhir diturunkan ialah surah Al-Nashr ayat 1-3. Sebagian lagi ulama mengatakan ayat paling terakhir diturunkn ialah surah AlBaqarah ayat 28. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa hanya sembilan malam setelah ayat ini diturunkan kemudian Rasulullah meninggal dunia. Mengenai ayat-ayat yang pertama atau yang paling terakhir diturunkan tidak mempunyai efek lebih besar dalm tradisi kegamaan Islam. Yang paling penting diketahui ialah tertib ayat secara keseluruhan untuk membedkan mana ayat-ayat nasikh dan mana ayat-ayat mansukh. b. Ayat-ayat Makiyyah dan Madaniyyah Dalam bukuStudi Ilmu-Ilmu Qur’an (al-Qattan, Manna' Khalil;, 2013, pp. 82-85), untuk mengetahui dan menentukan ayat-ayat makiyyah dan madaniyyah, para ulama bersandar pada dua cara utama, yaitu : simâ’I naqli (pendengaran seperti apa adanya) dan qiyâsi ijtihâdi (kias hasil ijtihad). Cara pertama, simâ’I naqli di dasarkan pada riwayat sahih dari para sahabat yang hiduppada sat dan menyaksikan turunnya wahyu, atau dari para tabi’in yang menerima dan mendengardari para sahabat bagaiman, di mana dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya wahyu itu. Cara qiyâsi ijtihâdi di dasarkan pada ciri makiyyah dan madaniyah. Apabila dalam surah makiyyah terdapat suatu ayat yang mengandung sifat madaniyyah atau mengandung peristiwa madani, maka di katakana bahwa ayat itu madaniyyah dan apabila dalam surah madaniyyah terdapat suatu ayat yang mengandung sifat makiyyah atau mengandung peristiwa makiyyah, maka ayat tadi di katakn ayat makiyyah. Untuk membedakan ayat makiyyah dan madaniyyah, di dalam buku Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (al-Qattan, Manna' Khalil;, 2013, pp. 82-85) dan buku Arah Baru Studi Ulum Al-Qur’an (Aksin Wijaya, 2009), berpendapat bahwa para ulama mempunyai tiga macam pandangan yang masing-masing mempunyai dasarnya sendiri.

35

Pertama: Pandangan yang di dasarkan padas segi tempat turunnya. Makiyyah adalah yang turun di Mekkah dan sekitarnya, seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah. Sedangkan Madaniyyah adalah yang turun di Medinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba, dan Sil’. Tetapi ayat yang turun di tengah perjalanan antara keduanya tidak di sebut makiyyah dan tidak pula madaniyyah. Kedua: Pandangan yang di dasarkan pada segi waktu turunnya. Makiyyah adalah yang diturunkan sebelum hijrah meskipun bukan di Mekkah sedangkan madaniyyah adalah yang di turunkan sesudah hijrah sekalipun bukan di Medinah.sekalipun ada sebagian ayat yang turun di Mekkah, pada waktu penaklukan Mekkah atau pada waktu haji Wada’, atau di dalam perjalanan. Ketiga: Pandangan yang di dasarkan pada segi sasarannya.Makiyyah adalah yang seruannya di tujukan kepada penduduk Mekkah dan Medinah adalah yang seruannya di tujukan kepada penduduk Medinah. Menariknya, az-Zarkazi menyebutkan bahwa ayat Al-Qur’an yang mengandung seruan “Yâ ayyuhan nâs (wahai manusia)” adalah Makiyyah, sedangkan ayat yang mengandung seruan “Yâ ayyuhal lażîna âmanȗ (Wahai orang-orang yang beriman)” adalah Makiyyah. Namun, jika di cermati dengan baik, kebanyakan surah Qur’an tidak selalu di buka dengan salah satu seuan itu. Misalkan, dalam surah Al-Baqarah itu Madaniyyah, tetapi di dalamnya terdapat ayat: “Wahai manusia, beribahlah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa (Al-Naqarah 2 : 21)” dan “Wahai manusia, makanlah makanan yang halal dan baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagimu (Al-Baqarah 2 : 168)” Dan surah An-Nisa’ itu Madaniyyah, tetapi permulaannya “Yâ ayyuhan nâs”. Surah Al-Hajj adalah Makiyyah, tetapi di dalamnya terdapat juga:

36

“Wahai orangorang yang beriman, rukulah kamu, sujudlah kamu dan beeribadahlah kepada Tuhanmu serta perbuatlah kebajikan, suaya kamu mendapatkan kemenangan. (Al-Hajj 22 : 77)” Al-Qur’an adalah seruan Allah terhadap semua makhluk. Ia dapat saja menyeu orang yang beriman dengan sifat, nama, atau jenisnya. Begitu pula orang yang tidak beriman dapat di perintah untuk beribadah, sebagaiman orang eriman yang di perintahkan konsisten dan menambah ibadahnya. c. Ciri-Ciri Ayat Makiyyah dan Madaniyyah Dalam buku Sejarah Al-Qur’an yang di tulis oleh(Nur Faizah;, 2008, pp. 7375)di jelaskan beberapa ciri-ciri ayat makiyyah dan madaniyyah menurut Ulama yang bernama as-Suyuti. Ciri-ciri Ayat Makiyyah sebagai berikut: a. Surah yang di dalamnya erdapat ayat sajdah b. Surah yang di dalamnya terdap lafal kallā dengan ctatan erleak pada bagian pertengahan hingga akhir Al-Qur’an. c. Surah yng mengandung kisah para Nabi dan umat terdahulu kecuali Surah Al-Baqarah. d. Surah yang mengandung kisah Adam dan Iblis, kecuali Surah AlBaqarah. e. Surah yang di awali dengan huruf-huruf hijaiyah semisal Alif Lām Mīm atau Alif Lām Rā, kecuali dua surah, yakni al-Baqarah dan Ali-Imran. f. Ayat-ayat maupun surah-surahnya pada umumnya pendek, ringkas, uraiannya bernada hangat (keras) dan nada suaranya berlainan. g. Surah yang terfokus pada keimanan dan Hari Akhir, serta memberi deskripsi yang lengkap tentang surge dan neraka. h. Surah yang mengandung sanggahan terhadap kaum musyrikin dan celaan terhadap eksistensi mereka. i. Surah yang mengandung pernyataan sumpah bagaimana lazimnya radisi orang arab Ciri-ciri Ayat Makiyyah sebagai berikut:

37

a. Surah yang di dalamnya terdapat izin berperang atau menyebut soal peperangan dan menjelelaskan hukum-hukumnya. b. Surah yang di dalamnya terdapa rincian hukum had, farā’id, hukum sipil, hukum social, dan hukum antarnegara. c. Surah yang di dalamnya terdapat uraian tentang kaum munfik, kecuali surah Al-‘Ankabut yang termasuk makiyyah selain 11 ayat pada pendahuluannya adalah madaniyyah. Dalam surah itu terdapat uraian tentang kaum munafik. d. Bantuan terhdap Ahl al-Kitāb dan seruan agar merek mau meninggalkan sikap berlebihan dalam mempertahnkn agamnya. e. Sebagian besar ayatnya pnjang-panjang dan susunan kalimtnya yang mengenai soal-soal hukum bernada tenang. f. Mengemukakan dalil-dalil dan pembuktian mengenai kebenaran agama islam secara rinci. Meskipun detail rincian ciri khas masing-masing kategori makiyyah dan madaniyyah telah di terhampar, namun ulama masih berselisih dlm menenukan dan menetapkan jumlah surah keduanya. Al-Khudary dalam Tārīkh Tasyrī seperti di kutip ash-Shiddieqy (2000), mislny, meneapkan kategori makiyyah 91 surah dan 23 surah untuk ketegori madaniyyah. d. Munasabah Alquran Munasabah dalam buku ‘Ulumul Qur’an (Ahmad Izzan, 2011, p. 190). Menjelaskan bahwa munasabah adalah ilmu yng membahas tentang hikmah kolerasi urutan ayat Al-Qur’an, atau usaha pemikiran manusia untuk menggali rahsia hubungan antar ayat atau surat yang dapat di terima oleh akal. Melalui ilmu ini, rahasia illahi dapa terungkp dengan sangat jelas yang dengannya sanggahn dari-Nya bagi mereka yang selalu meragukan keberadaan Al-Qur’an sebagai wahyu akan tersampaikan. Sedangkan dalam buku yang di tulis (M. Quraish Shihab, 2008, pp. 75-76) munasabah menurut bahasa berarti musyâkalah (keserupaan) dan muqârabah (kedekatan). Sedangkan menurut isilh ‘ulum Al-Qur’an berarti penetahuan

38

tentang berbgai hubungan di dalam Al-Qur’an. Hubungan-hubungan tersebut meliputi: a. Hubungan antara satu surah dengan surah sebelumnya. Satu surah berfungsi menjelskan surah sebelumnya, misalnya di dalam surah alFâtihah, 1: 6 di sebutkan: “Tunjukilah kami ke jalan yang lurus”. Lalu di jelaskan dalam surah Al-Baqarah, 2 : 2 , bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti petunjuk Al-Qur’an, sebagaimana di sebutkan: “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi merek yang bertakwa” b. Hubungan antara nama surah dengan isi atau tujuan surah. Misalkan srah an-Nisâ (perempuan) karena di dalamnya banyak menceritakan tentang persolan perempuan. c. Hubungan antara fawâtihal-suwar (ayat pertama yng terdiri dari beberpa huruf) dengan isi surah dan di ketahui dari jumlah huruf-huruf yang di jadikan sebagai fawâtihal-suwar. Misalnya jumlah huruf alif, lam, mim pada surah-surah yang di mulai dengan alif-lam-mim semuanya dapat di bagi 19 (lihat kajian kemukjizatan Al-Qur’an). d. Hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surah. Misalnya surah al-Mu’minun 23 : 1, di mulai dengan: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”. Kemudian di bgian akhir surah ini di temukan kalimat: “Sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak beruntung”. e. Hubungan antara satu ayat dengan ayat lain dalam satu surah. Misalnya kata muttaqîn di dalm surah Al-Baqarah ayat 2 di jelaskan pada ayat berikutnya mengenai ciri-ciri orang-orang yang bertaqwa. f. Hubungan

antara

kalimat

dengan

kalimat

lain

dalam

satu

ayat.misalnya dalam surah Al-Fatihah ayat 1: “Segala puji bagi Allah”, lalu sifat Allah di jelaskan pada kalimat berikutnya: “Tuhan semesta alam”. g. Hubungan antara fâshilah dengan isi ayat. Misalnya di dalam surah alAhzab, 33 : 25, di sebutkan: “…Dan Allah menghindarkan orang39

orang mu’min dari peperangan” lalu di tutup dengan “Dan Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. h. Hubungan antara penutup surah dengan awal surah berikutnya. Mislny akhir surah al-Waqi’ah, 56 : “Maka bertasbilh dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar”. Lalu surah berikutnya, yakni surah Al-hadid, 57 : 1 : “Semua yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. Munasabah Al-Qur’an di ketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk Nabi (tawaqîfi). Setiap orang bis saja menghubung-hubungkan antara berbagai hlm di dalam kitab Al-Qur’an. 5. Polemik Jumlah ayat Alquran Dalam buku Sejarah Al-Qur’an(M. Hadi Ma'rifat, 2007, pp. 125-126) menjelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat tentng ayat-ayat Al-Qur’an, alasannya adalah bahwa ketika mengujarkannya, terkadang Rasulullah Saw. berhenti di ayat tertentudan tidak melanjutkan bacaannya. Seolah ayat yang di baca Rasulullah telah selesai, karena dalam bacaan lain seringkali beliau terus melanjutkan bacaannnya tanpa berhenti hingga selesai. Dinukil dari Ibnu Abbs bahw semua ayat-ayat Al-Qur’an berjumlah 6.600 ayat. Semua hurufnya berjumlah 320.671. ada yang berpendapat bahwa kalimat AlQur’an berjumlah 77.277, sebagian lain berpendapa 77.934, pendapa yang lain lagi adalah 77.434 kalimat. Menurut kufiyyin, riwayat yang paling sahih dan pasti tentang jumlah ayat AlQur’an adalah 6.236. riwayat ini di nukil dari Ali bin Abi Thalib. Jumlah ini seperti yang terdapt dlm mushaf asy-Syarif. Hitungan ini berdasarkan pendapat bahwa bismillahirrahmanirrahim dalam surah al-Hamdu di hiung sebagai satu ayat, nmun tidak demikian pad surh-surh yang lain. Huruf Muqaththa’ah dalam awal-awal surah juga di hitung satu ayat. Namun jumlah ayat-ayat yang ada dalam setiap surah masih di perselisihkan.

40

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Asbab Nuzul merupakan sebab turunnnya suatu ayat. Asbab Nuzul ini menjadi

penting

untuk

dipahami,

karena

pemahaman

tersebut

dapat

mempengaruhi penafsiran seseorang mengenai suatu ayat. Manfaat yang kita dapat dengan mengetahui Asbab Nuzul diantaranya; memberikan petunjuk tentang hikmah yang dikehendaki Allah atas apa yang telah ditetapkan hukumnya, memberitahukan petunjuk tentang adanya ayat-ayat tertentu yang memiliki kekhususan hukum tertentu, merupakan salah satu cara yang efisien untuk memahami makna yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an, serta membantu memudahkan penghafalan ayat dan pengungkapan makna yang terkandung di dalam ayat-ayat Al-Qur`an. Redaksi

Asbab

Nuzul

ada

yang

berupa

lafadz

yang

jelas

menunjukanAsbab Nuzul, juga ada yang merupakan indikasi, sehingga perlu ketelitian untuk memahaminya. Riwayat-riwayat dalam Asbab Nuzul digolongkan menjadi dua, yaitu; riwayat-riwayat yang pasti-tegas dan riwayat-riwayat yang tidak pasti. Riwayat pertama,

riwayat-riwayat

pasti-tegas,

para

periwayatnya

dengan

tegas

menunjukkan peristiwa yang diriwayatkannya benar-benar terkait erat dengan riwayat itu.Sedangkan riwayat kedua adalah kebalikan dari riwayat yang pertama. Banyak ayat yang turun berkaitan dengan sebab yang satu. Dalam hal ini tidak ada masalah yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun di dalam berbagai surat berkenaan dengan sebuah peristiwa.

Al-Qur’an turun

mengiringi setiap peristiwa. Turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur mengandung hikmah yang nyata serta rahasia yang mendalam yang hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang memang mendalaminya. Diantara hikmah diturunkannya Al-Qur`an secara berangsur-angsur yaitu, untuk meneguhkan hati Nabi saw. dalam menghadapi

41

celaan dari orang-orang musyrik, meringankan Nabi dalam menerima wahyu, memudahkan dalam menghafal Al-Qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum muslimin, dan lain sebagainya. Wahyu merupakan pemberitahuan yang tersembunyi dan terjadi secara cepat. Wahyu berbeda dengan ilham (inspirasi) dan kasyf (intuisi) dalam segi kemutlakan kebenarannya. Wahyu itu mutlak benarnya karena bersumber dari Tuhan yang Maha Benar. Al-Qur`an diturunkan secara garis besar di dua tempat utama yaitu Mekkah dan Madinah, sehingga ayat-ayat dalam Al-Qur`an dibagi menjadi ayatayat Makkiyyah dan Madaniyyah yang keduanya mempunyai karakteristik dan ciri-ciri yang berbeda. Munasabah menurut bahasa, berarti musyakalah (keserupaan) dan muqarabah (kedekatan), sedangkan menurut istilah Ulumul Qur’anberarti pengetahuan tentang berbagai hubungan dalam Al-Qur’an yang dapat diketahui setelah kita mencermatinya dengan seksama. Riwayat yang paling sahih dan pasti tentang jumlah ayat Al-Qur’an adalah 6.236. Riwayat ini di nukil dari Ali bin Abi Thalib, namun ada beberapa pendapat lain mengenai jumlah ayat yang ada dalam Al-Qur`an. B. SARAN Al-Qur`an sebagai pedoman hidup kita, hendaknya bisa kita pahami sesuai dengan makna yang sesuai dengan tujuan Tuhan yang menurunkan Al-Qur`an itu sendiri. Agar pemahaman kita terhadap suatu ayat tidaklah hanya terpaku pada teks terjemahan yang sudah ada, maka kita juga harus bisa memahami Al-Qur`an melalui Asbab Nuzulnya. Kita sebagai umat Islam harus memahami dengan benar apa yang menjadi pedoman hidup kita, dalam hal ini yakni Al-Qur`an. Dengan pemahaman yang benar, maka kita tidak akan keliru dalam menjalankan perintah Tuhan yang telah menurunkan Al-Qur`an. Kita harus mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan Al-

42

Qur`an, dari mulai Asbab Nuzul sampai dengan perbedaan jumlah ayat yang ada di dalam Al-Qur`an. Semoga dengan memahami kitab Al-Qur`an ini, keimanan kita kepada Tuhan semakin bertambah sehingga kita termasuk orang-orang yang beruntung dan memperoleh keridhaan-Nya di dunia dan akhirat. Amin.

43

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. (2011). Ulumul Quran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Abu Anwar. (2009). ULUMUL QUR'AN Sebuah Pengantar. Pekanbaru: Amzah. Ahmad Izzan. (2011). 'Ulumul Al-Qur`an Edisi Revisi. Bandung: Tafakur. Aksin Wijaya. (2009). Arah Baru Studi Ulum Al-Qur'an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Al-Azmi, M. (2005). Sejarah Teks Al-Qur`an dari Wahyu sampai Kompilasi. (A. M. Sohirin Solihin, Penerj.) Jakarta: Gema Insani. Al-Qaṭṭān, M. K. (2013). Studi Ilmu-Ilmu Qur`an. (Mudzakir, Penerj.) Bogor: PT. Pustaka Litera AntarNusa. Ash-Shabuniy, M. A. (1998). Studi Ilmu Al Quran. (Aminuddin, Penerj.) Bandung: Pustaka Setia. As-Shalih, S. (2011). Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur`an. (T. P. Firdaus, Penerj.) Jakarta: Pustaka Firdaus. Baidan, N. (2005). Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hermawan, A. (2011). Ulumul Quran : Ilmu Untuk Memahami Wahyu. Bandung: Rosda. M. Hadi Ma'rifat. (2007). Sejarah Al-Qur'an. (T. Musawa, Penerj.) Jakarta: Al-Huda. Madyan, A. S. (2008). Peta Pembelajaran Al-Qur`an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mattson, I. (2013). Ulumul Qur`an Zaman Kita. (R. C. Yasin, Penerj.) Jakarta: Zaman. Muhyasin, Dr. Muhammad Salim;. (2005). Sejarah Al-Qur'an STUDI AWAL MEMAHAMI KITABULLAH. (D. Junedi, Penerj.) Jakarta: AKADEMIKA PRESSINDO. Nasaruddin Umar. (2008). 'Ulumul Qur'an Mengungkap Makna-Makna Tersembunyi AlQur'an (Vol. 1). Jakarta: Al-Ghazali Center. Nur Faizah;. (2008). Sejarah Al-Qur'an. Jakarta: CV Artha Rivera. Shihab, M. Q. (2008). Sejarah dan Ulum Al Quran. Jakarta : Pustaka Firdaus. Syafe'i, R. (2006). Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia.

44

Syeikh Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah;. (2002). Kitab Al-Madkhal Li Dirasat Al-Qur'an Al-Karim. Bandung: CV PUSTAKA SETIA. Yusuf, K. M. (2012). Studi Al Quran Edisi Kedua. Jakarta: Amzah.

45

More Documents from "muhammad fajri"

Asbab_nuzul_al_quran.docx
November 2019 11
Asbab_al_nuzul_al_quran.doc
November 2019 8
Kelompok 1.docx
November 2019 11
Format Rtl Ppk.docx
June 2020 13