STRES EMOSIONAL MEMPENGARUHI HIPERTENSI PADA LANSIA DI DESA SUKAMELANG KECAMATAN KROYA KABUPATENINDRAMAYU TAHUN 2014
ARTIKEL ILMIAH
Oleh : ALVIAN PRISTY WINDIRAMADHAN NIM R.10.01.003
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN INDRAMAYU 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
“Hasil penelitian artikel ilmiah ini merupakan hasil karya saya sendiri, dan belum pernah di publikasikan di tempat lain. Semua sumber pustaka yang menjadi rujukan dalam penyusunan naskah publikasi ini telah saya nyatakan dengan benar. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa hasil penelitian dalam naskah publikasi ini merupakan hasil plagiat/pemalsuan/penyuapan/pertukangan maka saya siap menerima sanksi yang
berlaku di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes)
Indramayu dengan segala resiko yang harus saya tanggung”
Nama
: ALVIAN PRISTY WINDIRAMADHAN
NIM
: R.10.01.003
Tanggal
:
Juli 2014
SURAT PERMOHONAN PEMUATAN ARTIKEL
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama NIM / Program Studi Alamat Korespondensi
Email
: Alvian Pristy Windiramadhan : R.10.01.003 / Ilmu Keperawatan : Desa Sukamelang Blok Gadel RT 10 RW 02 Kecamatan Kroya, Kabupaten Indramayu 45265 :
[email protected]
Judul naskah artikel STRES EMOSIONAL MEMPENGARUHI HIPERTENSI PADA LANSIA DI DESA SUKAMELANG KECAMATAN KROYA KABUPATENINDRAMAYU TAHUN 2014 mengajukan permohonan permuatan artikel dengan judul seperti tersebut diatas dan bersedia memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah di tetapkan oleh dewan redaksi Publikasi Penelitian STIKes Indramayu
Indramayu,
Juli 2014
SURAT PERSETUJUAN TIM PEMBIMBING
Artikel ilmiah ini telah diperiksa, dikoreksi, dan disetujui oleh komisi pembimbing untuk dimuat dalam jurnal publikasi STIKes Indramayu Indramayu,
Juli 2014
Oleh :
STRES EMOSIONAL MEMPENGARUHIHIPERTENSI PADA LANSIA DI DESA SUKAMELANG KECAMATAN KROYA KABUPATENINDRAMAYU TAHUN 2014 Alvian Pristy Windiramadhan1)M.Saefulloh 2) Bambang Eryanto3) 1), 2), 3) Program Studi Ilmu Keperawatan, STIKes Indramayu Korespondensi :
[email protected] Abstract Emotional stress is a type of stress which is one of the factors of hypertension. Based on the data report in 2013 at Puskesmas Kroya, the total of elderly people who had hypertension is 636 people. This total increased in 2012 is 603 people. The aim of this reserach is to determine the correlation between emotional stress and hypertension in elderly at Sukamelang Kroya of Indramayu in 2014. This research is analysis descriptive by using cross sectional approach. The total sample is132 respondens who are taken by cluster sampling. And the research uses univariate and bivariate with chi-square test analysis. The research finding is the emotional stress level of the respondents (89.40%) in the medium category and degree of hypertension respondents (84.09%) in the medium category. Based on the analysis results obtained Chi-Square P value of 0.000 (95% CI 0.05 α). The conclusion, there is a correlation between the level of emotional stress and levels of hypertension in the elderly at Sukamelang Kroya of Indramayu in 2014. The suggestion of this research is the medical officer should be able to active in their role by using the service of medical place as the counseling suggestion when stressor is happening until hypertension level can be minimized. Keywords: Stress, Emotional, Hypertension, Elderly Abstrak Stres emosional merupakan jenis stres yang menjadi salah satu faktor terjadinya hipertensi. Berdasarkan data Laporan Puskesmas Kroya tahun 2013 jumlah lansia penderita hipertensi sebanyak 636 orang, jumlah ini meningkat dari tahun 2012 yakni sebanyak 603 orang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat stres emosional dengan tingkat hipertensi pada lansia di Desa Sukamelang Kecamatan Kroya Kabupaten Indramayu Tahun 2014. Jenis penelitian dalam hal ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel 132 responden yang diambil dengan teknik pengambilan menggunakan cluster sampling. Analisis yang digunakan adalah univariat dan bivariat dengan uji Chi-Square. Hasil penelitian didapat bahwa tingkat stres emosional responden (89,40%) dalam kategori sedang dan tingkat hipertensi responden (84,09%) dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil analisis ChiSquare didapat P value 0,000 (α 0,05 CI 95%). Kesimpulannya ada hubungan tingkat stres emosional dengan tingkat hipertensi pada lansia di Desa Sukamelang Kecamatan Kroya Kabupaten Indramayu tahun 2014. Saran bagi penelitian ini adalah diharapkan petugas kesehatan mampu berperan aktif dengan memanfaatkan tempat pelayanan kesehatan sebagai sarana konseling ketika terjadi stresor sehingga tingkat hipertensi dapat diminimalisir. Kata Kunci: Stres, Emosional, Hipertensi, Lansia
PENDAHULUAN Dewasa ini kejadian hipertensi merupakan salah satu penyakit yang angka kejadiannya terus meningkat. Menurut data The National Health and Nutrition Examination Survey (NHSNES) menunjukan bahwa dari tahun 1999-2000 insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 2930%, artinya terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika dan terjadi peningkatan 15 juta dari NHANES III tahun 1988-1991 (Yogiantoro, 2009 : 1079). Berdasarkan data Lancet menyebutkan bahwa jumlah penderita hipertensi di India tahun 2000 adalah 60,4 juta dan diperkirakan sebanyak 107,3 juta pada tahun 2025 (terjadi kenaikan sebesar 56%) (Komaling dkk, 2013 : 2). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 menyatakan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 14 %, dengan prevalensi laki-laki sebesar 12,2% dan perempuan 15,5%. Penyakit system sirkulasi dari hasil SKRT tahun 1992, 1995, dan 2001 selalu menduduki peringkat pertama dengan prevalensi terus meningkat yaitu 16%, 18,9%, dan 26,4% (Sihombing, 2010 : 408). Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah dimana tekanan sistoliknya melebihi 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Brunner & Suddarth, 2002 : 896). Menurut WHO (World Health Organization) batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg dan seseorang dianggaphipertensi apabila tekanan darahnya sama dengan atau diatas 160/95 mmHg. Sedangkan menurut Kaplan menyatakan bahwa batasan hipertensi diklasifikasikan ber-dasarkan usia dan jenis kelamin
dimana pada pria < 45 tahun dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya ≥ 130/90 mmHg dan > 45 tahun tekanan darahnya > 145/95 mmHg, sedangkan pada wanita ≥ 160/95 mmHg (Udjianti,2010 : 107). Faktor resiko yang menyebabkan hipertensi menurut Yogiantoro (2009 : 1080) meliputi : diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis. Muhlisin (2011 : 42) mengatakan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya hipertensi adalah stres, dimana stres merupakan realita yang tidak bisa dihindari dari kehidupan sehari-hari. Stres mampu mempengaruhi sistem kerja kardiovaskuler sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Stres emosional merupakan salah satu jenis stres yang disebabkan karena gangguan hubungan interpersonal, sosial, budaya, dan keagamaan. Sebagaimana di kutip oleh Grand Brech (2000) bahwa yang dimaksud stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran akibat perubahan dan tuntutan kehidupan baik pengaruh dari lingkungan maupun penampilan individu didalam lingkungan tersebut (Sunaryo, 2004 : 215). Stres merupakan suatu kondisi ketidakmampuan mengatasi masalah yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia. Pada saat terjadi stres, tubuh mempersiapkan diri dengan respon melawan atau menghindar untuk bertahan atas suatu ancaman. Respon yang muncul atas sikap melawan dipicu oleh rasa marah, sedangkan dalam respon menghindar diawali oleh rasa takut. Secara khusus kedua respon tersebut menyebabkan jantung berdebar-debar, pernapasan menjadi cepat, keluar keringat berlebihan,
ketegangan otot, dan laju metabolik meningkat (Council, 2004 : 2-4). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 Kementerian Kesehatan RI, prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 25,8%. Prevalensi ini semakin bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu tahun 2011, menyatakan bahwa kasus baru penyakit sistem pembuluh darah yang salah satunya termasuk hipertensi yang menyerang lansia sebanyak 5.885 kasus (14,03%) menempati peringkat kedua kasus terbanyak setelah penyakit sistem muskuloskeletal. Data Laporan Puskesmas Kroya tahun 2013 jumlah lansia penderita hipertensi sebanyak 636 orang, jumlah ini meningkat dari tahun 2012 yakni sebanyak 603 orang. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 15 Januari 2014 dari 10 orang lansia yang berkunjung ke Posbindu Desa Sukamelang di dapatkan sebanyak 7 orang lansia menderita hipertensi dan 3 lansia lainnya menderita penyakit rematik dan diabetes mellitus. Dari ketujuh orang penderita hipertensi tersebut 5 diantaranya mengatakan sebelum menderita hipertensi pernah mengalami perasaan sedih, cemas
serta khawatir berlebihan yang menyangkut dirinya sendiri maupun orang-orang disekitarnya sedangkan 2 lainnya mengatakan tidak pernah mengalami hal tersebut. METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu untuk melihat hubungan antara variabel.Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang menderita hipertensi yang tinggal di Desa Sukamelang Kecamatan Kroya Kabupaten Indramayu sebanyak 197 orang. Jumlah sampel yang didapat adalah 132 responden dengan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik cluster sampling yaitu cara cara pengambilan sampel berdasarkan wilayah(Notoatmodjo, 2010 : 123). Tingkat stres diukur dengan menggunakan kuisionerPerceived Stress Scale yang terdiri dari 15 soal yang telah dimodifikasi dan tingkat hipertensi dilakukan dengan pengukuran tekanan darah menggunakan Spygmomanometer. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik di Desa Sukamelang Kecamatan Kroya Kabupaten Indramayu Tahun 2014 No Karakteristik Responden 1 Umur 61 – 74 Tahun ( Elderly ) 75 – 90 Tahun ( Old ) > 90 Tahun ( Very Old ) Jumlah 2 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah 3 Agama Islam Kristen Jumlah 4 Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA Diploma Sarjana Jumlah 5 Pekerjaan Buruh Petani Pensiunan Wiraswasta Jumlah Hasil Penelitian menunjukan berdasarkan karakteristik responden dari 132 orang responden sebanyak 107 responden (81,1%) berumur 61 – 74 tahun ( Elderly ), sebanyak 74 responden (56,1%) berjenis kelamin
Frekuensi ( F )
Persentase (%)
107 23 2 132
81,07 17,42 1,51 100,00
58 74 132
43,94 56,06 100,00
131 1 132
99,24 0,76 100,00
102 18 5 3 2 2 132
77,28 13,63 3,79 2,28 1,51 1,51 100,00
2 113 3 14 132
1,51 85,60 2,29 10,60 100,00
perempuan, sebanyak 131 responden (99,2%) beragama islam, sebanyak 102 responden (56,1%) tidak mengenyam sekolah, dan sebanyak 113 responden (85,6%) bekerja sebagai petani.
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Stres Emosional dan Tingkat Hipertensi di Desa Sukamelang Kecamatan Kroya Kabupaten IndramayuTahun 2014 No 1
2
Variabel Tingkat Stres Ringan Sedang Berat Jumlah Tingkat Hipertensi Ringan Sedang Berat Jumlah
Frekuensi ( F )
Hasil analisi data pada tabel 2 menunjukan bahwa diketahui sebanyak 118 (89,4%) tingkat stres emosional responden dalam kategori sedang. Sedangkan untuk
Persentase (%)
9 118 5 132
6,81 89,40 3,79 100,00
16 111 5 132
12,12 84,09 3,79 100,00
hipertensinya menunjukan bahwa bahwa sebanyak 111 (84,1%) tingkat hipertensi responden dalam kategori sedang.
Tabel 3 Hubungan Tingkat Stres Emosional dengan Tingkat Hipertensi Responden di Desa Sukamelang Kecamatan Kroya Kabupaten Indramayu Tahun 2014 Tingkat Stres Emosional Ringan Sedang Berat Jumlah
Tingkat Hipertensi Ringan
%
Sedang
%
Berat
%
4 12 0 16
44,4 10,2 0 12,1
5 106 0 111
55,6 89,8 0 84,1
0 0 5 5
0 0 3,8 3,8
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa dari 118 responden yang mengalami tingkat stres emosional sedang sebanyak 106 responden (89,8%) mengalami tingkat hipertensi sedang. Dari hasil analisis data menggunakan Chi-Square di dapatkan P value = 0,000. Karena
∑
%
9 118 5 132
100 100 100 100
P Value
0,000
nilai P Value< 0,05, maka hipotesis diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa “Terdapat hubungan antara tingkat stres emosional dengan tingkat hipertensi pada lansia di Desa Sukamelang Kecamatan Kroya Kabupaten Indramayu”.
PEMBAHASAN Stres emosional merupakan salah satu jenis stres yang disebabkan karena gangguan hubungan interpersonal, sosial, budaya, dan keagamaan.Emosi yang terlihat merupakan manifestasi perasaan atau afek yang keluar dan disertai banyak komponen fisiologik seperti ketakutan, kecemasan, depresi, kesedihan, kegembiran dan sebagainya.Stres emosional ini berawal saat munculnya suatu keadaan perasaan yang telah melampaui batas sehingga memungkinkan seseorang kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan menjadi terganggu (Sunaryo, 2004 : 156-215). Stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan tersebut disebut sebagai stresor. Stresor menunjukan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi baik kebutuhan fisiologis, psikologi, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual, atau kebutuhan kultural.stres dapat menyebabkan perasaan yang negatif atau yang berlawanan dengan apa yang diinginkan. Stres dapat mengganggu cara seseorang dalam menyerap realitas, menyelesaikan masalah, berpikir secara umum, mengganggu pandangan umum seseorang terhadap hidup, sikap yang ditunjukan pada orang yang di sayangi, serta status kesehatan (Potter & Perry, 2005 : 476). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 118 (89,4%) tingkat stres emosional responden dalam kategori sedang. Artinya masih banyak lansia yang belum mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di masa usia lanjut. Berat atau tidaknya suatu stress tergantung dari penilaian
seseorang terhadap stress yang dialami. Berdasarkan hasil penelitian lansia mengalami tingkat stres yang bermacam macam. Sebagian besar lansia yang berada di Desa Sukamelang Kecamatan Kroya Kabupaten Indramayu mengalami stres sedang yang disebabkan karena kekecewaan atau kemarahan pada anak, keluarga atau lingkungan sekitar dimana dianggap sebagai situasi yang tidak menyenangkan.Stres sedang biasanya disertai keluhan seperti gangguan tidur, detak jantung lebih keras, ketegangan emosional meningkat. Selain mengalami stres sedang lansia juga ada yang mengalami stres ringan ini disebabkan karena terlalu banyak tidur. Situasi seperti ini biasanya berlangsung beberapa menit atau jam.Bagi mereka sendiri, stresor ini bukan resiko yang signifikan untuk timbulnya gejala. Namun demikian, stresor ringan yang banyak dalam waktu singkat dapat meningkatkan resiko penyakit. Tahap stres ringan yaitu:semangat bekerja besar, pengelihatan tajam. Lansia juga ada beberapa yang mengalami stres berat ini disebabkan oleh situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan hingga menahun, seperti kehilangan orang-orang terdekatnya baik pasangan hidupnya maupun anggota keluarganya. Selain itu penyakit kronis yang tidak kunjung sembuh akan membuat situasi stres yang berkepanjangan, sehingga makin tinggi resiko kesehatan yang ditimbulkan. Stresberat biasanya disertai keluhan seperti gangguan pencernaan, konsentrasi menurun, insomnia, kelelahan fisik.
Salah satu cara untuk mengurangi tingkat stres emosional pada lansia adalah dengan cara melakukan latihan relaksasi Benson. Saat dilakukannya latihan relaksasi Benson ini lansia dapat melatih tubuh dengan mengatur irama pernafasan secara baik dan benar sehingga pemusatan pikiran dan penghayatan akan lebih mempercepat penyembuhan dan menghilangkan stres (depresi) atau memelihara dan meningkatkan kesehatan. Relaksasi Benson pada dasarnya merupakan latihan pernapasan, latihan pernafasan yang tepat merupakan penawar stress. Ketika menarik napas, udara dihirup ke dalam melalui hidung dan dihangatkan selaput lendir rongga hidung. Bulu hidung menyaring kotoran yang dikeluarkan pada saat menghembuskan nafas. Seseorang yang melakukan relaksasi, aktifitas sistem limbik menurun, sebuah studi yang dilakukan pada tahun 1997 oleh peneliti di jepang dan Harvard Medical School dalam Satyanegara (2012) menunjukan bahwa prilaku ritual spiritual seperti berdoa juga mempengaruhi hipotalamus, terutama pada daerah yang bertanggung jawab atas pengaturan sistem saraf otonom. Karena sistem limbik mengandung hipotalamus, yang mengontrol sistem saraf otonom, penerunan daerah limbik dapat menjelaskan bagaimana relaksasi mengurangi stres dan meningkatkan stabilitas otonomnya dengan meningkatnya kerja inti hipotalamus yang mengatur sistem saraf parasimpatis. Sirkulasi peredaran darah terutama di otot dan otak, berkaitan erat dengan kebutuhan metabolisme jaringan, sangat sensitif dan konsisten dalam responya terhadap prilaku
manusia, sebuah studi oleh Jevning et all (1996) dalam Satyanegara (2012) menggambarkan suatu redistribusi menarik dalam aliran darah mediator. Aliran darah ke ginjal dan hati menurun disetai dengan peningkatan output jantung yang cukup signifikan. Hal ini mendukung hipotesis bahwa sebagian besar darah di distribusikan ke otak sehingga aliran darah serebral meningkat selama melakukan latihan nafas. Inti dari kesuksesan di masa lansia adalah kemampuan untuk beradaptasi terhadap berbagai perubahan dan peristiwa hidup yang membawa perubahan ternyata belum bisa dilakukan oleh seluruh lansia. Tingkat stres yang tinggi menunjukkan ketidak mampuan mereka dalam menesuaikan terhadap berbagai perubahan tersebut. Tanggung jawab selanjutnya berada pada caregiversatau orangorang yang berada disekitar lansia baik keluarga, teman, maupun kerabat terdekat untuk membantu para lansia dalam beradaptasi dengan berbagai perubahan sehingga meminimalkan stres yang dialami seperti ketika lansia mengalami suatu masalah lansia diarahkan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa atau diajak berdiskusi mencari jalan keluar yang terbaik sehingga beban yang dihadapinya dalam suatu masalah diharapkan mampu berkurang. Ketika lansia mampu menerima dan menyesuaikan diri dengan berbagai peristiwa yang mengubah kehidupannya maka hal ini berarti pula tingkat stres yang dialami akan menurun. Pernyataan tersebut sama dengan penelitian Zuraidah (2012 : 78) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara stres dengan
kejadian hipertensi, dimana stres terjadi ketika tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tidak bisa diatasi dapat merangsang anak ginjal melepas hormon adrenalin dan memacu jantung memompa lebih kuat serta cepat sehingga tekanannya akan meningkat dan dapat menyebabkan terjadinya hipertensi. Hipertensi pada lansia terjadi apabila tekanan darahnya sama dengan atau diatas 160/95 mmHg. Menurut Brunner & Suddarth (2002 : 898).Hipertensi terjadi ketika sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 111 (84,1%) tingkat hipertensi responden dalam kategori sedang. Untuk itu perlu adanya penanganan yang berlanjut untuk meminimalisir angka kejadian hipertensi sehingga tekanan darah pada lansia dalam rentang
normal dan terhindar dari penyakit kardiovaskuler dengan mengurangi faktor penyebab dari hipertensi tersebut. Sejalan dengan penelitian Widyasari (2010 : 59) bahwa untuk salah satu cara untuk mengurangi angka kejadian hipertensi adalah dengan memberikan informasi kepada masyarakat karena informasi adalah salah satu cara untuk memperoleh pengetahuan. Oleh karena itu diharapkan petugas pelayanan kesehatan mampu berperan aktif dalam pemberian informasi melalui penyuluhan kesehatan khususnya infomasi tentang hipertensi yang benar pada lansia maupun masyarakat sekitar akan memberikan bekal pengetahuan yang cukup untuk dapat melaksanakan pola hidup sehat. Pelaksanaan pola hidup sehat dan pengobatan yang tepat akan dapat menurunkan resiko hipertensi dan penyakit kardiovaskuler. Terapi farmakologik pada hipertensi essential mulai diberikan dengan pertimbangan untuk menurunkan atau mengontrol tekanan darah dengan cepat di samping juga diberikan nasehat atau terapi non farmakologik, mengingat bahwa terapi farmakologik akan memerlukan jangka panjang dan bahkan seumur hidup, semua itu diberikan untuk memperpanjang umur dan mencegah komplikasi . Ada 4 macam obat antihipertensi sebagai tahap pertama diberikan pada hipertensi ringan dan sedang tanpa komplikasi, yaitu diuretik tiazid, penyekat beta, kalsium antagonis dan ACEinhibitor, dapat tunggal atau kombinasi tergantung perkembangan terapi. Pengobatan dimulai dengan
dosis kecil obat anti hipertensi yang dipilih, jika perlu dosisnya diberikan secara perlahan-lahan dinaikan bergantung pada umur, kebutuhan dan hasil pengobatan. (Yogiantoro, 2009: 1083). Selain itu perawat beserta tenaga kesehatan lainnya diharapkan dapat meningkatkan pelayanan dengan harapan dapat meningkatkan kepatuhan lansia dalam menjalani pengobatan seperti : mensosialisasikan pentingnya menjalani pengobatan yang teratur bagi klien hipertensi, penyuluhan kesehatan mengenai penyakit hipertensi, tersedianya Posyandu Lansia, pemberian brosur tentang penyakit hipertensi. Hal ini secara tidak langsung mampu meningkatkan pengetahuan klien hipertensi sehingga akan memotivasi klien hipertensi untuk menjalani pengobatan secara teratur. Dengan upaya tersebut, maka klien hipertensi menjadi lebih tahu tentang penyakit hipertensi, penyebab, gejala yang dirasakan, serta komplikasi yang dapat terjadi jika klien hipertensi terlambat mengenali gejala. Hal ini mengingat penyakit hipertensi merupakan penyakit yang pada umumnya penderita tidak mengetahui dirinya menderita hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya karena penderita hipertensi biasanya tidak menampakan gejala apapun sampai bertahun-tahun. Apabila ada gejala pun biasanya menunjukan kerusakan vaskuler dengan manifestasi yang khas sesuai dengan organ yang telah terjadinya komplikasi. Oleh karena itu sehingga menuntut penderita hipertensi teratur dalam menjalani pengobatan. Dengan meningkatnya pengetahuan
responden maka akan meningkat pula kepatuhan responden dalam menjalani pengobatan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 118 responden yang mengalami tingkat stres emosional sedang sebanyak 106 responden (89,8%) mengalami tingkat hipertensi sedang dengan P value = 0,000. Karena nilai P Value< 0,05, demikian terdapat hubungan yang bermakna. Artinya semakin tinggi tingkat stres emosional seseorang maka semakin tinggi pula tingkat hipertensinya. Sejalan dengan penelitian Sihombing (2010 : 411) bahwa peningkatan tekanan darah akan menjadi lebih besar lagi bila ada riwayat keluarga yang hipertensi dan mempunyai stress emosional yang tinggi. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Selain itu menurut penelitian Arifin, (2012 : 4)Fenomena unik lain yang sering menjadi penyebab naiknya tekanan darah pada lansia adalah fenomena White-Coat Syndrome, yaitu fenomena dimana tekanan darah dapat naik secara signifikan karena terlalu peka terhadap perubahan lingkungan. Menurut Yogiantoro (2009 : 1080) bahwa faktor resiko yang menyebabkan hipertensi meliputi : diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, dan genetis. Muhlisin (2011 : 42) mengatakan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya hipertensi adalah stres, dimana stres merupakan realita yang tidak bisa dihindari dari kehidupan sehari-hari. Stres mampu mempengaruhi sistem kerja kardiovaskuler yang dapat meningkatkan tekanan darah. Hubungan antara stres dengan
hipertensi di duga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Hipertensi merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko yang sebagian besar merupakan faktor prilaku dan kebiasaan hidup. Apabila seseorang mau menerapkan gaya hidup sehat seperti mengurangi stres, menurunkan berat badan yang berlebih, rutin berolahraga, menurunkan asupan garam, serta menghentikan merokok, maka kemungkinan besar akan terhindar dari hipertensi. Penyakit ini berjalan terus seumur hidup dan sering tanpa adanya keluhan yang khas selama belum terjadi komplikasi pada organ tubuh. Dengan demikian untuk mengurangi tingginya tekanan darah pada lansia perlu tindakan pencegahan yang berkaitan dengan manajemen stres melalui mekanisme koping, yaitu dengan cara mencoba untuk mengatur perbedaan antara keinginan dengan apa yang didapatkan yang dinilai dalam suatu keadaan yang penuh tekanan. Ketika lansia mampu mengatasi masalah dengan mekanisme koping yang baik maka tingkat stres yang dialami akan berkurang sehingga tekanan darah pun ikut menurun dan diharapkan kembali dalam rentang yang normal. SIMPULAN Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat stres emosional lansia di Desa Sukamelang Kecamatan Kroya Kabupaten Indramayu Tahun 2014 sebanyak 118 responden (89,4%) termasuk dalam kategori sedang.
Tingkat hipertensi lansia di Desa Sukamelang Kecamatan Kroya Kabupaten Indramayu tahun 2014 sebanyak 111 responden (84,1%) termasuk dalam kategori sedang. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stres emosional dengan tingkat hipertensi pada lansia di Desa Sukamelang Kecamatan Kroya Kabupaten Indarmayu tahun 2014. SARAN Peneliti menyarankan kepada instansi pelayanan kesehatan khususnya perawat beserta petugas pelayanan kesehatan perlu memanfaatkan posbindu untuk memberi penyuluhan serta menggiatkan sosialisasi kesehatan lansia khususnya mengenai stres emosional serta penyakit hipertensi di kelurahan bahkan di masing-masing RW hingga di masing-masing RT. Bagi penelitian lain diharapkan untuk melanjutkan penelitian antara jenis stres berbeda dengan penyakit hipertensi maupun penyakit yang lainnya. Serta bagi keilmuan keperawatan diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang ada di Program Studi Ilmu Keperawatan khususnya tentang hubungan tingkat stres emosional dengan tingkat hipertensi pada lansia. DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC Council, National Safety. 2004. Manajemen Stres. Jakarta : EGC Komaling, dkk.2013. Hubungan Mengkonsumsi Alkohol dengan Kejadian Hipertensi Pada Laki-laki
di Desa Tompasobaru II Kecamatan Tompasobaru Kabupaten Minahasa Selatan.Jurnal. Universitas Sam Ratulangihttp://ejournal.unsrat.ac.id/i ndex.php/jkp/article/view/2194/1752 (di akses tanggal 6 Januari 2014, jam 10.45 WIB) Maryam, Siti, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Lansia. Jakarta : Trans Info Medika Muhlisin, Aby., Ryan Adi Laksono. 2011. Analisis Pengaruh Faktor Stres Terhadap Kekambuhan Penderita Hipertensi di Puskesmas Bendosari Sukoharjo.http://publikasiilmiah.ums. ac.id/bitstream/handle/123456789/35 96/8.%20ABI.pdf?sequence=1 (di akses tanggal 6 Januari 2014, jam 10.11 WIB) Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan ; Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4. Jakarta : EGC Sihombing, Marice. 2010. Hubungan Perilaku Merokok, Konsumsi Makanan/Minuman, dan Aktivitas Fisik dengan Penyakit Hipertensi Pada Responden Obes Usia Dewasa di Indonesia.http://indonesia.digitaljourn als.org/index.php/idnmed/article/view
File/737/740 (di akses tanggal 4 April 2014, jam 21.00 WIB) Sunaryo. 2004. Psikologi Keperawatan. Jakarta : EGC
Untuk
Udjianti, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika Yogiantoro, Mohammad. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing Widyasari, Domas Fitria., Anika Candrasari. 2010. Pengaruh Pendidikan tentang Hipertensi terhadap Perubahan Pengetahuan dan Sikap Lansia di Desa Makamhaji KartasuraSukoharjo.http://publikasiil miah.ums.ac.id/bitstream/handle/1234 56789/1042/Biomedika_Vol.2_No.2_ 3_Domas%20Fitria%20Widyasari.pdf ?sequence=1 (di akses tanggal 4 April 2014, jam 21.00 WIB) Zuraidah, dkk.2012. Analisis Faktor Risiko Penyakit Hipertensi Pada Masyarakat di Kecamatan Kemuning Kota Palembang Tahun 2012.http://poltekkespalembang.ac.id/ userfiles/files/analisis_faktor_risiko_p enyakit_hipertensi_pada_masyarakat_ di_kecamatan_kemuning_kota_palem bang_tahun_2012.pdf (di akses tanggal 4 April 2014, jam 21.03 WIB)