APLIKASI AKAD PADA PRODUK TABUNGAN Ardiansyah Rakhmadi, Lc. MSI
PENGANTAR Di beberapa kalangan masyarakat, biaya administrasi pada tabungan bank syariah sering menjadi pertanyaan, karena dianggap hal tersebut bertentangan dan melanggar esensi akad mudharabah yang digunakan dalam produk tabungan. Dalam kajian fiqih mudharabah memang tidak dikenal adanya biaya administrasi. Sehingga adanya biaya administrasi pada produk tabungan mudharabah bank syariah, menimbulkan pertanyaan. Hal ini terkait pula dengan fatwa dari Dewan Syariah Nasional tentang biaya operasional pada tabungan yang menggunakan akad mudharabah. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa bank harus menutup biaya operasional dari nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Untuk itu diperlukan adanya penjelasan tentang adanya biaya administrasi tersebut, agar dapat menghilangkan kerancuankerancuan dalam memandang permasalahan biaya administrasi pada produk tabungan bank syariah.
PENDAHULUAN DEFINISI AKAD Akad adalah setiap tindakan yang melahirkan sebuah hukum syar'i, baik dilakukan oleh satu pihak saja, seperti nadzar, talaq, dan sedekah, atau dilakukan oleh dua pihak seperti jual beli dan sewa menyewa. Hukum syar'i merupakan hukum yang berkaitan dengan hak dan kewajiban seseorang atas sesuatu menurut sudut pandang syariah Islam. Contoh, akad jual beli. Terjadinya akad jual beli mengindikasikan sebuah hukum syar'i baru, yaitu adanya perpindahan hak kepemilikan dari satu orang kepada orang lainnya. Contoh lain, akad sewa. Seperti halnya jual beli, akad sewa juga mengindikasikan sebuah hukum syar'i baru, yaitu munculnya hak bagi si penyewa untuk memanfaatkan sesuatu yang menjadi objek sewa. Dalam akad terdapat perikatan antara ijab dan qabul. Ijab merupakan pernyataan yang keluar dari pihak pertama yang menyatakan keinginannya untuk melakukan suatu akad. Dan qabul ialah jawaban dari pihak kedua sebagai tanda persetujuan atas dilakukannya akad. Akadakad tersebut pada akhirnya menjadi aturan main atas seluruh aktivitas individu, termasuk pada kegiatan ekonomi. Jika demikian maka kegiatan ekonomi secara otomatis akan terikat dengan ketentuanketentuan di dalam akad yang dilakukan. Apabila ada salah satu dari ketentuan tidak terpenuhi, akan menyebabkan transaksi jatuh kepada halhal yang dilarang oleh syariat Islam.
DEFINISI TABUNGAN
Tabungan merupakan produk simpanan dana masyarakat. Dalam undang undang no. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, tabungan didefinisikan sebagai simpanan berdasarkan akad wadiah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Dalam prakteknya, produk tabungan bukan hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan atau investasi dana, namun biasanya dilengkapi pula dengan jenisjenis layanan lain. Oleh karena itu dimungkinkan terdapat akadakad lain disamping akad wadiah atau mudharabah pada produk tabungan. Tabungan bank syariah umumnya menggunakan dua akad, mudharabah dan ijarah. Hal itu disebabkan dalam produk tersebut terdapat dua jenis transaksi yang hakekatnya sangat berbeda. Jenis pertama, adalah bentuk muamalah dimana nasabah sebagai pemodal (shahibul mal), memberikan dananya kepada bank sebagai pengelola dana mudharabah (mudharib). Jenis kedua, adalah bentuk muamalah dimana bank syariah memberikan fasilitas layanan elektronik kepada nasabah.
APLIKASI AKAD DALAM PRODUK TABUNGAN PERTAMA: AKAD MUDHARABAH Mudharabah adalah akad dimana seseorang yang mempunyai modal memberikan dananya kepada seseorang yang lain untuk dikelola dengan perjanjian bahwa keuntungan yang dihasilkan dari aktivitas mudharabah tersebut menjadi hak pemilik modal dan pengelola sesuai nisbah yang disepakati. Pemilik modal disebut sebagai shahibul mal dan pengelola disebut mudharib. Dilihat dari wewenang mudharib dalam mengelola harta mudharabah, maka mudharabah terbagi menjadi mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Mudharabah muthlaqah adalah akad mudharabah yang memberikan wewenang penuh pada mudharib untuk mengelola harta mudharabah pada seluruh jenis investasi atau bentukbentuk usaha yang dikehendaki mudharib. Adapun mudharabah muqayyadah adalah akad mudharabah yang membatasi kewenangan mudharib untuk menentukan jenis investasi atau bentuk usaha dalam mengelola harta mudharabah. Dengan demikian dalam mudharabah muqayyadah jenis investasi atau bentuk usaha dalam pengelolaan harta mudharabah telah ditentukan sebelumnya oleh shahibul mal. Dalam hal ini perbankan syariah menerapkan prinsip mudharabah muthlaqah, sehingga bank memiliki keleluasaan dalam mengelola harta mudharabah yang diamanahkan oleh para nasabahnya.
Dari aspek pembagian pendapatan mudharabah, apakah dihitung berdasarkan pendapatan kotor atau pendapatan bersih, maka akad mudharabah secara garis besar mempunyai dua model. 1. Model Imam Syafi’i Imam Syafi’i (150 H/ 204 H) merupakan pendiri Mazhab Syafi’i. Ia berpendapat bahwa biaya operasional mudharabah ditanggung oleh mudharib. Sehingga pembagian hasil mudharabah harus didasarkan pada pendapatan kotor (revenue sharing). Sebab pada hakekatnya mudharib telah mendapatkan bagian dari pendapatan mudharabah. Jika mudharib mendapatkan tunjangan biaya operasional tersendiri dari pendapatan atau harta mudharabah, maka dikhawatirkan mudharib akan mendapat keuntungan secara berlebih. Dan boleh jadi, mudharib akan mengklaim besaran biaya operasional yang jumlahnya sama dengan pendapatan mudharabah atau bahkan lebih besar. Dalam kasus seperti ini, shahibul mal berpotensi untuk dirugikan. Imam Syafi'i menyatakan:
ْ َضًرا وَل ه َ َ"ل َ ن َ َفق ِ ِ سه ِ ْب ع َلَى نَف َ َ ن يَأذ ْ سفًَرا إِل ّ أ َ ح َ َ ضاَربَةِ ل َ م َ م َ ُ َن ل ُ ل ال َ ن ُ ْ ة لِل ِ ِضار ِ ما ْ م ُخوْذ َ ّحق ُ مأ َ شي ْْأ أ ِ َ ست ِ صيْبًا ِ َْ ب ن ُ ْْخَر وَيَكُو َ ِْضار َ م ّ ِل, ل ّْ َر ْ َ فَل َ ي, ن الّرب ِْْح َ ن ال ُ نْ ال َ ب ال َ م ِ ما ى ْ َ فَيُؤَدّى أ, ن قَدََر الّرب ِْْح َ ن النّفَ َق ُ ْْة قد ْ تَكُو ّ َْ ضاَربَةِ وَِل َ م ُ منْفَعَةٍ فِْى ال َ َ زِيَادَة َ ِ خذ َْه ُ إل َ خذ َ جزأ َ ُ ْ فلَو, ِ ضى العَقْد ت ُ ن يَأ ِ َ َْْ مقْت ْ ُ ْ أ ْ َْْ شرِط ُ ل وَهذ َا يُنَافِْْى َ س ال ِ ما َْْ م ِْ ِْ ن َرأ ( وحبة الزهيلى. د, )فقه السلم وأدلته.“ َ سد َ م َ ب فِى عَقْد ٍ ف ُ ْ لِل ِ ِضار
“
Mudharib tidak berhak mengambil nafkah (biaya operasional) bagi dirinya dari harta mudharabah, terlepas apakah ia melakukan perjalanan keluar daerah ataupun tidak, kecuali atas izin dari pemilik modal. Sebab mudharib telah
mendapat bagian dari pendapatan investasi atas modal yang dikelola. Pengambilan biaya operasional dari harta mudharabah akan merugikan pemilik modal, jika besarnya biaya operasional sama dengan pendapatan yang dihasilkan atau bahkan dapat melebihi pendapatan itu sendiri.” (Fiqhul Islam wa Adillatuhu, DR. Wahbah az Zuhaili) Pendapat Imam Syafi’i inilah yang kemudian dianut oleh dunia perbankan syariah di Indonesia. Dan Dewan Syariah Nasional melalui fatwa no. 02/DSN MUI/IV/2000 tentang ketentuan umum tabungan berdasarkan mudharabah telah memfatwakan: “Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.”
Fatwa Dewan Syariah Nasional tersebut menegaskan kewajiban bank syariah yang menerapkan prinsip mudharabah dalam produk tabungannya untuk membagi pendapatan mudharabah atas dasar revenue sharing dan menutup biaya operasional mudharabah dari keuntungan yang didapatkan bank berdasarkan nisbah yang menjadi bagiannya.
Tabel 1 menggambarkan tentang model mudharabah Imam Syafi'i. Dalam model tersebut dijelaskan bahwa shahibul mal dan mudharib samasama berhak atas profit yang didapatkan dari pembagian hasil mudharabah. Namun, mudharib tidak berhak mendapatkan tunjangan biaya operasional (TBO) dan oleh sebab itu pembagian hasil mudharabah dilakukan atas dasar revenue sharing. Dalam model Imam Syafi'i, biaya operasional harus ditanggung oleh mudharib dengan mengurangi porsi keuntungan yang menjadi haknya.
Pada tabel dijelaskan pula tentang kewajiban shahibul mal dan mudharib. Shahibul mal berkewajiban untuk menyediakan dana atau harta mudharabah. Sedangkan mudharib berkewajiban untuk melakukan 'amal atau aktivitas pengelolaan harta mudharabah. Tabel 1. MODEL IMAM SYAFI’I (POLA REVENUE SHARING) HAK TBO
KEWAJIBAN PROFIT
‘AMAL
MAL
SHAHIBUL MAL MUDHARIB
BO
2. Model Jumhur
Jumhur adalah mayoritas ulama. Mayoritas ulama, diantaranya Abu Hanifah dan Imam Malik, berpendapat bahwa mudharib berhak atas tunjangan biaya operasional bila kegiatan investasi atas harta mudharabah dilakukan di luar daerah atau diluar domisili mudharib. Akan tetapi tidak semua biaya yang timbul akan dikategorikan sebagai biaya operasional mudharabah. Mereka menyatakan: أّن ّإل ,ٍسوَة ُ َالن ّ َفق ب ِ ه ِ ِْ إِلَي ج ِ ِسفَر ُِ حتَا ْ َ ي ما َ م َ م ْ ِِ وَك طَعَام ن ِّ ال فِِى ة َ ِِ ب ِضاَربَة ُ ال ل َ ن ُ ْ لِل ِ ِِضار ِْ م ِ ما ِْ م َ ِ ذل ل ُ م ُ ما َ قَا مالِك (الزهيلى وحبة .د , وأدلته السلم )فقه .ك ِ ح ْ َ ي ل َ َال كَان إذ َا :ل َ مام َ ّال “Mudharib berhak atas nafkah untuk memenuhi biaya makanan dan pakaian dari harta mudharabah, dalam kondisi melakukan perjalanan jauh. Imam Malik
menambahkan: jika harta mudharabah mencukupi untuk itu.” (Fiqhul Islam wa Adillatuhu, Dr. Wahbah az Zuhaili) Dalam pandangan jumhur, kategori dari biaya operasional adalah biaya yang terkait dengan kebutuhankebutuhan pokok mudharib seperti sandang pangan dan papan. Maka biaya yang berada diluar hal tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai biaya operasional. Pola yang digunakan oleh jumhur ulama ini dikenal dengan istilah profit sharing. Dengan catatan, pengambilan biaya operasional yang berasal dari pendapatan atau harta mudharabah tersebut, adalah dalam bentuk biaya operasional mudharabah, bukan dalam bentuk biaya administrasi. Tabel 2. MODEL JUMHUR (POLA PROFIT SHARING) HAK TBO
KEWAJIBAN PROFIT
‘AMAL
MAL
SHAHIBUL MAL MUDHARIB
BERSYARAT
Model jumhur ulama digambarkan melalui tabel 2. Perbedaan antara tabel 2 dan 1 adalah terletak pada hak Mudharib. Dalam tabel 2, dijelaskan bahwa mudharib berhak atas profit dan tunjangan biaya operasional. Tunjangan biaya operasional tersebut diambil dari pendapatan kotor mudharabah, sebelum dibagikan kepada shahibul mal dan mudharib. Oleh karena itu yang dibagikan kepada shahibul mal dan mudharib merupakan pendapatan bersih setelah dipotong biaya operasional.
KEDUA: AKAD IJARAH Ijarah adalah akad pemanfaatan atas objek sewa dalam jangka waktu tertentu, antara pihak penyewa (musta’ jir) dan pemilik objek sewa (muajjir). Dalam produk tabungan, bank menyewakan seperangkat sistem layanan elektronik yang dapat digunakan untuk melakukan transaksitransaksi elektronis oleh nasabah. Pada akad ijarah bank dapat menarik biaya administrasi atas layanan elektronik yang disewakan. Skema akad ijarah ini digambarkan dalam tabel 3. Tabel tersebut menjelaskan hak dan kewajiban muajjir dan musta'jir. Muajjir adalah pihak yang menyewakan objek sewa, dan musta'jir adalah penyewa. Hak dari muajjir ialah profit, dengan kewajiban menyediakan objek sewa. Dan musta’jir ialah penyewa. Hak dari musta’jir adalah mendapatkan manfaat dari objek sewa. Atas pemanfaatan objek sewa tersebut, musta’jir berkewajiban untuk membayar ujroh atau fee. Tabel 3. SKEMA AKAD IJARAH HAK MANFAAT
PROFIT
KEWAJIBAN UJROH OBJEK SEWA
MUAJJIR
MUSTA’JIR
KESIMPULAN Pendapat Imam Syafi'i mengisyaratkan keharusan bagi mudharib untuk mengambil biaya operasional dalam aktivitas bisnisnya dari bagian pendapatan
yang ia peroleh. Dengan demikian objek yang dibagihasilkan antara mudharib dengan shahibul mal adalah pendapatan dan bukan keuntungan (profit). Sebab pembagian berdasarkan profit mengindikasikan bahwa biaya operasional diambil dari harta mudharabah, dan ini dilarang karena dapat menimbulkan kerugian dipihak shahibul mal. Oleh karena itu Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional, telah memfatwakan bahwa seluruh biaya operasional atau dalam rangka mudharabah pada produk tabungan, sepenuhnya menjadi tanggung jawab bank. Sehingga bank tidak diperkenankan untuk mengambil biaya administrasi dari nasabah atas akad mudharabah yang dilakukan.
Pada produk tabungan syariah, Bank memberikan pula jasa atau fasilitas lain yang disewakan kepada nasabah berupa seperangkat layanan elektronik. Atas penyediaan layanan tersebut, bank dapat meminta biaya administrasi. Maka skema akad muamalah pada tabungan syariah menjadi sebagaimana digambarkan pada tabel 4. Tabel 4. SKEMA AKAD PADA TABUNGAN BANK SYARIAH AKAD MUDHARABAH HAK KEWAJIBAN TBO PROFIT ‘AMAL MAL SHAHI BUL MAL MUDHA RIB
IJARAH HAK KEWAJIBAN MAN PROFIT UJROH OBJEK FAAT SEWA MUAJ JIR
BO
MUS TA’JIR