An Pembangunan Di Daerah

  • Uploaded by: guritno soerjodibroto
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View An Pembangunan Di Daerah as PDF for free.

More details

  • Words: 4,321
  • Pages: 14
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH di

Oleh : Guritno Soerjodibroto1 2007 1

Senior Adviser, GLG – Regional and Spatial Planning

1

Pendahuluan Melalui mekanisme desentralisasi ini, sering masih diperdebatkan mengenai seberapa besar porsi yang masih melekat di kewenangan Pusat, dan mana yang seyogyanya sepenuhnya menjadi discresi daerah. Jawaban atas perdebatan diatas hingga saat ini masih sangat relative, tiada kepastian dan sering sangat tergantung pada interpretasi individu. Pada saat sang kepala daerah mempunyai keyakinan, kapasitas dan keberanian (ada dukungan dari legislative di daerah), munculah terobosan yang dirasakaan lebih sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi di daerah tanpa harus meminta ‘restu’ atau dukungan legalitas dari tingkat pemerintah lebih atasnya (Pusat / Propinsi). Akan tetapi sebaliknya juga, masih banyak juga beberapa pemerintah daerah yang lebih ‘memanfaatkan ‘ peluang ketergantungan dengan Pusat untuk membangun akses untuk tujuan lain-lain, dengan assumsi bahwa semakin belum ada ketentuan yang mengatur, semakin memungkinkan untuk memperbanyak frekwensi menunggu dan mengunjungi Pusat yang berarti tidak banyak melakukan aksi di daerah. Dari pengalaman yang ada, era desentralisasi dan otonomi ini sebenarnya adalah era untuk mengaktualisasikan peranan pemerintah daerah secara nyata dalam pengertian bahwa berbagai kebijakan yang akan berpengaruh di tingkat local seyogyanya sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah local itu sendiri, ada atau tidak ada panduan dari pemerintah Pusat. Sebagai contoh, beberapa pemerintah daerah telah berani mengejawantahkan niat mulia untuk lebih meningkatkan pelayanan pada konstituenya / warganya melalui pengambilan kebijakan sendiri yang lebih dirasakan manfaatnya bagi masyarakat, yakni pemerintah kabupaten Sleman di DI Jogyakarta, Gianyar di Bali, kota Tarakan di Kalimantan Timur, kabupaten Nganjuk di Jawa Timur, dan lain-lain. Dapat dipastikan, bahwa pada awalnya mereka semua tidak mengetahui ‘hasil akhir’ nya. Apa yang akan terjadi dengan pengambilan kebijakannya, jelas merupakan satu ‘gambling’ , lima puluh presen berhasil dan sisanya gagal. Mereka akan menanggung sendiri. Tetapi yang utama disini adalah mereka berani (demi kepentingan kemaslahatan yang lebih luas) dibanding sekedar ‘diam’ tanpa resiko. Saat ini, beberapa mereka yang disebut diatas sudah ‘menikmati’ hasil keberanian mereka setidaknya berupa reputasi yang lebih dikenal tidak hanya di tingkat local saja, tetapi juga antar-local dan nasional. Pertanyaanya adalah, bagaimana dengan pemerintah daerah lainya ? Kendala apa yang dihadapi dalam upaya lebih meningkatkan kinerja pelayananya kepada stakeholdernya , dan berbagai pertanyaan hingga kecurigaan hinggap di kepala, meskipun, setiap pemerintah daerah hanya dengan menjalankan ‘kebiasaan’ yang standard saja juga tidak akan ada yang menggungat. Tetapi sekali lagi pertanyaanya, apakah puas hanya dapat memberikan layanan yang standard ?

2

Satu peluang perbaikan Berbagai bentuk upaya peningkatan pelayanan pada mayarakat sat ini memang hampir seluruhnya lebih beriorentasi pada ‘hal-hal nyata’ yang lebih langsung dapat dirasakan masyarakat penggunanya. Kelompok sasaranya jelas dan dengan mudah dapat ditentukan, seperti misalnya pendidikan, kesehatan atau lainya yang sejenis. Akan tetapi, jarang atau belum ada satu pemerintah daerah yang mencoba melihat dan selanjutnya menyempurnakan konsep perencanaan pembangunan daerah. Seperti kenyataan saat ini, pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan melalui unit-unit kerja yang ada yang disebut SKPD (satuan kerja pemerintah daerah) . Bila ditelusuri simpul-simpul yang terkait dengan proses perencanaan dalam keseluruhan proses yang ada, masih banyak ruang yang perlu dibenahi untuk menghasilkan satu pelaksanaan pembangunan yang effektiv di dasarkan atas perencanaan yang lebih memadai. Indikasi kelamahan mekanisme prosedur penyusunan program di daerah saat ini. Pada hakekatnya kondisi yang terjadi di tingkat pusat dan daerah adalah identik. Menghadapi persoalan yang relative sama dalam hal efektivitas perencanaan pembangunan yang dilakukan melalui mekanisme kerja yang ada saat ini. Tiap Kementerian di tingkat pusat atau SKPD di tingkat daerah, setiap tahun akan mengajukan usulan program dan kegiatan yang harus mendapat alokasi anggaran untuk pelaksanaan tahun berikutnya. Di tingkat Pusat, Bapenas yang mempunyai fungsi sentral dalam mengelola substansi usulan program dari tiap lembaga . kementerian selintas terlihat tidak dimungkinkanya untuk dapat berfungsi sebagai koordinator pembangunan yang effektif. Setidaknya hal ini disebabkan karena keberadaan system yang mengharuskan terjadinya pengelompokkan lembaga / kementrian tertentu yang akan dikoordinir oleh Deputy tertentu di Bapenas. Dalam operasional pembahasan usulan program dari tiap lembaga / kementrian diatas menjadi terpisah antara beberapa lembaga dari lembaga lainya atau kementrian lainya, padahal dapat dipastikan bahwa akan selalu ada keterkaitan antar satu dengan lain kementerian untuk mencapai efektivitas pencapaian sasaran bersama. Sedikit berbeda dengan keadaan diatas, khusus di daerah mekanisme yang terjadi di daerah untuk saat ini masih terlihat banyaknya kelemahan yang terjadi sehingga menimbulkan berbagai pemborosan dan tidak mudahnya tercapai sasaran yang ditetapkan sebagai visi daerah. Peluang yang diperkirakan untuk pembenahan kondisi penyelenggaraan pembangunan di daerah selanjutnya , secara diagramatis dapat dilihat pada ilustrasi dibawah

3

Kejelasan fokus dan sasaran bersama

Kejelasan peran dan kontribusi msg2 SKPD

Kondisi daerah serta masalahnya yang sering di interpretasikan menurut persepsi dan interest masing masing SKPD, dan berlanjut pada perumusan program dan kegiatan di tiap SKPD yang berorientasi lebih kepada visi masing-masing SKPD, secara akumulatif pada tahap ini akan menghasilkan berbagai rumusan program yang tidak mempunyai keterkaitan satu sama lain, serta yang lebih utama adalah tidak ada kejelasan mengenai kontribusi tiap program tersebut diatas dengan sasaran pembangunan daerah. Pada tahap koordinasi seluruh program yang diusulkan SKPD-SKPD yang selayaknya di fungsikan oleh Bapeda, sering mengalami kendala karena keterbatasan instrumen yang diperlukan untuk menilai sinergitas program-program dalam pencapaian sasaran pembangunan daerah yang terumuskan dalam visi pembangunan daerah. Beberapa hal yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab keadaan diatas : - Basis perumusan program yang lebih didasarkan pada orientasi (interest) masing-masing SKPD - Belum atau tidak pernah terumuskanya secara jelas masalah daerah yang harus ditangani secara terkoordinasi diantara skpd-skpd yang ada. - Belum dan tidak pernah dirumuskanya secara konkrit dan terukur sasaran dari visi yang ingin dicapai, sehingga tidak pernah dapat terumuskan bagaimana kaitan antara output masing-masing program/kegiatan skpd yang direncanakan dengan sasaran visi diatas. - Keseluruhan pada akhirnya menyebabkan tidak adanya referensi atau pegangan analisa bagi pihak Bapeda dalam mengkoordinasikan program-program usulan dari skpd-skpd.

4

Persoalan integrasi antar dokumen perencanaan yang ada di daerah Perintah undang-undang 25 tahun 2004, mewajibkan setiap pemerintah daerah mempunyai dokumen perencanaa jangka panjang, menengah dan tahunan. Sementara itu, melalui peraturan perundangan lain yakni UU 24/92, pemerintah daerah wajib mempunyai dokumen perencanaan berupa tata ruang. Sampai saat ini keduanya masih belum dapat sinkron atau saling memanfaatkan2. Disi lain, dari peraturan perundangan diatas, setidaknya ada empat dokumen perencanaan pembangunan yang seharusnya satu sama lain terkait nyata dan terukur, karena keseluruhan dokumen tersebut memang sudah dimanahkan dalam undang-undang yang artinya bahwa dokumen-dokumen tersebut haruslah dijadikan alat untuk menterjemahkan kebutuhan pembangunan yang terstruktur dan sistematis sehingga dapat dengan mudah untuk dipahami, disepakati bersama seluruh stakeholder dan selanjutnya di laksanakan. Tetapi apakah kenyataan yang dihadapi sama dengan apa yang diharapkan diatas ? Meskipun semua dokumen perencanaan yang disebut diatas disusun dengan menggunakan anggaran public, unsure kemanfaatan bagi public masih perlu dipertanyakan. Salah satu indicator kemanfaatan disini adalah apakah dokumen rencana jangka panjang dimanfaatkan sebagai ‘pedoman’ untuk menyusun rencana jangka menengah ? dan berlanjut pertanyaanya sampai pada apakah rencana jangka menengah diatas benar-benar ‘diturunkan’ menjadi rencana tahunan ? Apabila jawabanya adalah t’idak’, jelas hal ini merupakan kesalahan besar karena setiap penggunaan anggaran public sudah seharusnya memberi manfaat yang nyata sesuai tujuan dan fungsinya. Sementara apabila jawaban yang ada adalah ‘ya’ , masih perlu dipertanyakan ‘bagaimana tiap dokumen tersebut saling mendukung / terkait satu sama lain’ , indicator seperti apa yang akan dijadikan ukuran disini ? Gambaran persoalan yang dijumpai dalam hal ini berupa : - Integrasi antara RPJPD dengan RPJMD RPJP sebagai satu dokumen yang berskala waktu 20 tahun, memberikan gambaran kepada seluruh stakeholder mengenai perkiraan estimasi kondisi 20 tahun kedepan yang diharapkan (ditentukan). Andai gambaran diatas dapat dideskripsikan secara jelas, maka hal ini akan jauh lebih ‘menarik’ bagi semua pihak termasuk calon investor yang nota bene akan banyak terbantu dengan adanya ‘kepastian arah masa depan’ diatas. Tetapi persoalanya adalah apakah deskripsi wujud masa depan yang diangankan diatas cukup jelas ? Bila hal tersebut sudah jelas, langkah berikutnya sebagai bagian dari strategi pencapaianya, haruslah ada upaya untuk memperinci target sasaran masa depan diatas ke dalam jangka waktu 5 (lima) tahunan secara terukur (tangible atupun intangible), yang selanjutnya akan menjadi misi bagi RPJMD untuk mewujudkanya. Tuntutan untuk merinci target 20 tahun ke dalam 5 tahunan diatas, untuk saat ini juga masih belum sepenuhnya terlaksana dengan benar. - Integrasi antara RPJMD dengan Renstra SKPD (satuan kerja pemerintah daerah). Dokumen RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah) sebagai dokumen rencana pembangunan yang menggabungkan antara rencana pencapaian target 5 tahunan sebagai upaya konsistensi terhadap rencana pembangunan jangka panjang dengan rencana untuk mewujudkan visi kepala daerah, disamping berupaya mengakomodasi berbagai isu yang sedang dihadapi..Perwujudan dari keinginan diatas,selanjutnya dirumuskan dalam bentuk program-program pembangunan yang akan 2

Pembahasan rinci mengenai hal tidak dibahas disini

5

-

menjadi tanggung jawab SKPD-SKPD terkait. Akan tetapi, dalam kasus ini, sering dokumen RPJMD yang ada tidak mengandung diatas. Berbagai program yang sudah diidentifikasi, belum di tentukan SKPD mana yang akan menjadi penanggun jawab program tertentu. Dengan mengandaikan bahwa pendistribusian tanggung jawab tiap-tiap program yang ada ke SKPD-SKPD yang ada sudah dilakukan dan disepakati, maka selanjutnya berbasis pada rumusan tanggung jawab itulah, masing masing SKPD merumuskan strategi pencapainya melalui dokumen Renstra SKPD nya. Kembali, persoalan yang ada disini diantaranya berupa : - apakah dokumen RPJMD sudah memberi kejelasan mengenai SKPD mana bertanggung jawab untuk program apa ? - apakah tiap SKPD dalam merumuskan visi dalam dokumen Renstranya sudah tepat ? Diartikan tepat, apabila visi yang disusun sepenuhnya berorientasi pada upaya pencapaian target program yang sudah diamanahkan dalam dokumen RPJMD diatas. Integrasi antara dokumen Renstra SKPD dengan Renja SKPD Sebagai dokumen rencana multi year, Renstra SKPD sudah harus mempunyai target terukur (kuantitativ atau kualitativ) yang terdistribusi dalam target tahunan.

Penetapan Visi Pembangunan Daerah Satu pemerintah daerah yang ‘terbuka’ , seyogyanya mampu memberikan kejelasan sejak awal kepada seluruh warganya mengenai ‘mau dibawa kemana masa depan seluruh warga kota / kabupatennya ?’ Semua dapat dipastikan sangat memahami kebutuhan diatas, dan bahkan dengan mudah pula menjawabnya dengan menjelaskan keberadaan rumusan visi yang harus di tetapkan baik jangka panjang maupun jangka menengah. Fakta yang ada adalah bahwa peraturan perundangan yang mengatur / mengharuskan perlunya Visi jangka panjang, secara formal baru di legalkan , dan banyak daerah yang belum mempunyainya. Visi yang ada pada saat ini adalah visi yang dibangun untuk kepentingan ‘kompetisi’ antar calon kepala daerah. Rumusan yang disusun sepenuhnya berdasarkan pada ‘intuisi atau feeling’ individu kalau tidak dikatakan sebagai representasi dari kepentingan satu partai politik, disamping juga secara kualitas dan konsistensinya tidak ada yang menjamin apakah visi tersebut akan diwujudkan atau tidak. Tidak ada satu mekanisme manajemen pemerintahan yang akan melakukan penilaian atas hal ini. Dalam konteks manajemen pemerintahan yang mengabdi pada warganya, jelas rumusan visi diatas menjadi tidak / kurang bermakna. Rumusan visi yang seperti apa yang dapat memberi implikasi yang nyata dan positif bagi satu pertumbuhan daerah ? Rumusan tersebut haruslah mempunyai orientasi yang jelas untuk menumbuhkan daerah baik secara ekonomi maupun secara fisik. Meskipun hal ini masih sangat relative, manfaat nyata dengan adanya satu arahan yang nyata untuk masa depan pembangunan untuk kurun waktu 20 tahun kedepan adalah menjadikan prinsip predictability dapat diterapkan. Dan hal ini akan mendorong dan memudahkan bagi pihak swasta untuk melakukan analisis bagi kemungkinan investasi yang setidaknya menuntut kepastian politik pembangunan jangka panjang dikaitkan dengan pola perhitungan periode balik modal (b.a.p) Persoalan timbul setelah rumusan visi jangka panjang diatas dikaitkan dengan keberadaan visi jangka menengah yang seperti diuraikan diatas sebagai representasi dari kepentingan kompetisi yang tidak ada tolok ukur penilaianya. 6

Adakah keterkaitan nyata antara visi pembangunan jangka panjang dengan visi jangka menengah ? Area pertanyaan ini saat ini masih berada di grey-area - berada di wilayah abu-abu, yang berarti tidak sepenuhnya berada dalam pengawasan pemerintah (pusat dan daerah), tetapi juga tidak sepenuhnya berada dalam pengawasan politik (dpr/d dan kpu), meskipun pertanyaan diatas significant dalam konteks upaya mendorong pertumbuhan daerah. Penetapan Isu Pembangunan (bersama) Situasi atau kondisi permasalahan yang dihadapi satu pemerintah daerah setiap saat mengalami perubahan. Satu saat persoalan yang dihadapi lebih sebagai reaktif (tanpa direncanakan) terhadap isu masal yang menerpa (seperti flu burung, kekeringan, banjir dll), tetapi di saat lain pemerintah di hadapkan pada isu yang terstruktur yang semestinya sudah dapat diantisipasi melalui satu perencanaan yang baik. Kandungan analisis dalam proses penetapan isu disini, terdiri dari : a. Sasaran 5 (lima) tahunan dokumen RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) b. Visi Kepala daerah terpilih c. Kebijakan Nasional yang harus diimplementasikan di daerah d. Fakta yang dihadapi saat ini Gabungan dari keempat informasi diatas diramu sedemikian rupa, sehingga selanjutnya dapat dihasilkan berbagai isu yang perlu segera dan harus ditangani dalam periode 5(lima) tahun kedepan oleh seluruh stakeholder daerah sebagai isu bersama. Mekanisme penyelengaraan pemerintahan saat ini di daerah dapat dikatakan masih berorientasi pada aturan (tupoksi) atau disebut rule-driven3, yang berimplikasi terjadinya overlapping (karena persoalan intepretasi sektoral yang satu sama lain dapat berbeda), atau bahkan terjadinya ‘area tanpa layanan’. Satu hal yang jelas, persoalan atau isu daerah tidak pernah disepakati seperti layaknya satu kebijakan (yang bermakna: kesepakatan) Nasional seperti isu Teroris, isu Ketahanan Pangan, dll. Yang terjadi adalah isu di masing-masing unit atau SKPD. Semua berjalan relative kaku , seolah menggunakan pemahaman bahwa ‘ Ini Areaku, atau Ini Kompetensiku dan lebih jauh Ini Tanggung Jawabku dan yang lainya Bukan Areaku/Tanggung Jawabku. Semua ditentukan sendiri-sendiri, berjalan rutin tanpa ada kendali yang objective. Isu kemiskinan (misalnya) akan diterjemahkan dengan persepsinya sendiri oleh satu SKPD tanpa mempertimbangkan kemungkinan integrasinya dengan SKPD lain yang mungkin juga dapat berperan dalam penanganan kemiskinan. Unsur akses, kepandaian untuk meyakinkan, juga kesempatan, banyak berperan dalam upaya untuk meng-goal’-kan satu kegiatan SKPD tanpa harus dilihat secara sistimatis keseluruhan penanganan isu terkait. . Akan jauh berbeda apabila ada upaya untuk menerapkan mission driven pada penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Berbasiskan pada isu yang harus menjadi kesepakatan bersama (yang biasanya di manifestasikan dalam bentuk kebijakan daerah), seluruh SKPD atau minimal yang relevan dengan isu yang ada, melakukan ‘penilaian diri’ untuk mengambil peran dalam penanganan isu tersebut. Masing-masing SKPD terkait akan mempunyai tugas (mission) yang berbeda-beda tetapi menuju satu titik yakni penyelesaian isu. SKPD yang satu akan memberikan kontribusi 10%, sementara SKPD yang lain dapat memberi kontribusi terhadap penyelesaian isu sebesar 60%, dan seterusnya, sehingga total 100 % isu yang ada akan secara jelas tertangani oleh SKPD_SKPD tertentu. Bila target

3

Ted Gaebler dan D. Osborne “Mewirausahakan Birokrasi”

7

ditetapkan, tanggung jawab dibebankan, dan anggaran sudah dialokasikan, maka penilaian kinerja akan dengan mudah dapat dilakukan. Mekanisme kerja penetapan isu (bersama) diatas dapat dilakukan melalui berbagai metoda, tetapi melalui pendekatan CDS4, mekanisme ini dilakukan melalui pengadaan Profil Daerah yang menggambarkan berbagai isu yang dihadapi, dan selanjutnya melalui satu mekanisme lokakarya yang melibatkan masyarakat secara effective ditetapkan isu-isu daerah. Dalam hal SKPD mana yang harus terlibat, dapat ditetapkan melalui Keputusan Kepala Daerah yang memuat nama-nama SKPD yang harus terlibat dalam penanganan Isu tertentu. Sehingga keseluruhan anggaran pembangunan menjadi jelas peruntukkanya yang terbagi dalam isu-isu seperti dalam dokumen RPJMD, yang ditetapkan dengan kelompok SKPD yang terbagi dalam isuisu yang ada. Penetapan Program Pembangunan Daerah Setiap tahun, unit-unit SKPD selalu merencanakan program dan kegiatan yang perlu dibiayai untuk menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan di daerah. Berbasiskan pada peraturan perundangan yang ada5, maka mekanisme perencanaan pembangunan dilakukan dengan menggunakan dokumen rencana tahunan yang disahkan lewat pembahasan dengan legislative yang mengacu pada dokumen perencanaan diatasnya yakni RPJMD dan lebih rinci di uraikan dalam Renstra SKPD. Masing-masing SKPD, melalui mekanisme pengelompokkan dalam tema-tema (atau jenis isu) yang selanjutnya disebut SKPD working group mendapatkan beban dan tanggung jawab yang jelas dalam penyelesaian penanganan satu isu atau lebih. Proses ini dilakukan sejak perumusan isu di tingkat dokumen RPJMD Berlanjut dengan kesepakatan bersama terhadap isu-isu yang dianggap prioritas dan memadai untuk ditangani dalam kurun waktu 5 tahun kedepan, dilakukan proses analisis dan perumusan kebutuhan program penanganan isu tersebut oleh masing-masing SKPD working group sesuai tema atau isu .

4 5

City Development Strategy Concept adopted from City Alliance Undang-Undang nomor 25 tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

8

Kesemua uraian diatas dimaksudkan sebagai upaya inovasi yang perlu dilakukan untuk memodifikasi mekanisme kerja yang ada selama ini, setidaknaya untuk menghasilkan suatu program pembangunan yang tidak lagi skpd oriented, tetapi pada common issue oriented. Gambaran hasil yang diharapkan dari proses kerja SKPD working group diatas dapat terlihat pada table :

Contoh : penerapan mission driven dalam dokumen perencanaan (RPJMD + Renstra SKPD) No

Dokumen RPJMD

Renstra SKPD

No

Tema / Isu

Program

Kegiatan

SKPD

Target (unit/tahun)

Rincian Kegiatan + Ang garan per SKPD per tahun dlm periode 5 tahun

1

Ekonomi Rakyat

1.Penguatan lembaga

1.1. Pelatihan tenaga pembukuan koperasi nelayan 1.2. Pemetaan kondisi lembaga keuangan kelompok nelayan 2.1.Pembangunan jarring an jalan desa

1.1. Dinas Koperasi Dan Penanaman Modal 1.2.Dinas Koperasi dan Penanaman Modal 2.1. Dinas PU 2.2.Dinas BudPar dan In fokom 2.3.Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa

25 tenaga terlatih dan mampu menjalankan pem bukuan / tahun I 40 lembaga keuangan teridentifikasi kondisinya / tahun I+ II 30 desa terjangkau pra sarana jalan desa / tahun I+ II + III + IV Seluruh desa (300 desa) terinformasi dan terpetakan kebutuhanya / tahun II + III Model sarana angkutan yang dibutuhkan terpilih / tahun III

Merupakan dokumen renstra untuk masingmasing SKPD , yang sudah dilengkapi dengan target tiap tahun.

1. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa 2. Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Informasi Dan Komunikasi 3. Dinas Sosial, Tenaga Kerja Dan Transmigrasi 4. Dll, yang tupoksi nya relevan

dst

keuangan organisasi nelayan 2.Pengembangan sarana angkutan pedesaan 3.Pembangunan jalur komunikasi bisnis antar pelaku

2

Kemiskinan

1. Dinas Sosial, Tenaga Kerja Dan Transmi grasi 2. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa

2.2. Kampanye dan fasili tasi pengadaan sarana angkutan desa 2.3. Pengembangan mo del sarana angkutan pedesaan

dst

3.1. Dinas a, b, c dll

1. dst

Secara diagramatik, perubahan mekanisme kerja dari yang ada selama ini, ke perubahan yang ditawarkan dapat terlihat seperti yang dilustrasikan pada diagram dibawah

9

Dari ilustrasi diatas dapat dilihat bahwa seluruh SKPD tidak lagi merencanakan program dan kegiatannya baik untuk dokumen Renstra maupun Tahunanya berbasis pada rumusan visi yang disusun sendiri, tetapi lebih ‘menjalankan amanah’ yang disepakati seperti tertuang pada dokumen RPJMD . Penyelenggaraan SKPD menjadi lebih berbasis pada tugas atau misi untuk mengatasi isu atau persoalan daerah (bukan persoalan dari persepsi masing-masing SKPD). Sementara dari sisi perumusan program dan kegiatan, tidak lagi disusun atas dasar kapasitas dan kapabilitas masing-masing SKPD, tetapi dalam bentuk working group (yang terdiri dari dua atau lebih SKPD yang relevan dengan tema/isu). Output dari kerja working group dalam hal ini berupa : (a) Mengelaborasi topic/isu yang relevan dengan bidang tugasnya menjadi program dan kegiatan , (b) Menetapkan target pencapaian untuk setiap kegiatan (c) Memutuskan / menetapkan pembagian beban tugas untuk tiap rumusan kegiatan yang sudah dirumuskan, dan (d) Menetapkan jadwal / scheduling tiap kegiatan6 Keseluruhan hasil diatas merupakan komponen dasar dari dokumen RPJMD diluar analisis keuangan daerah. 6

Scheduling kegiatan dalam dokumen RPJMD bermakna bahwa kegiatan satu dengan kegiatan lainya tidak harus mulai dan berakhir pada saat yang sama dan kebutuhan waktu penanganya berbeda-beda sesuai beban yang ada (lihat contoh pada table diatas)

10

Kesepakatan terhadap pembagian tugas dan peran tiap SKPD dalam pencapaian target 5 tahun diatas selanjutnya di jadikan ketentuan dasar bagi tiap SKPD dalam merencanakan kegiatan dalam lingkup bidang tugasnya untuk periode 5 tahun kedepan. Penguatan fungsi Koordinasi Pada saat ini dan masa lalu, mekanisme kerja perencanaan tiap unit kerja berada di masingmasing unit (SKPD) yang dilaksanakan oleh unit perencanaan di dalam tiap tiap SKPD yang ada. Atau dengan kata lain, melalui masing-masing unit perencanaan inilah selanjutnya tiap SKPD akan mempunyai dokumen perencanaan pembangunan untuk daerah. Kumpulan dari seluruh kegiatan SKPD pada tahun yang sama pada hakekatnya identik dengan RKPD (rencana kerja Pemerintah Daerah) yang berlanjut dengan pengalokasian anggaran. Arti lebih lanjut dapat dikatakan bahwa, keseluruhan nasib rakyat (di dalam satu pemerintahan daerah) sangat ditentukan oleh kualitas rencana yang dihasilkan oleh unit-unit perencanaan di tiap unit kerja yang ada. Prosedur kerja seperti yang dimaksud diatas, hampir dikatakan tidak mudah untuk dilakukan sinkronisasi dan ataupun koordinasi untuk mengefektifkan hasil rumusan program-program di SKPD terkait . Koordinasi hampir selalu dilaksanakan pada tahap akhir, yang artinya adalah apabila dokumen yang dihasilkan oleh tiap SKPD sudah sedemikian kompleksnya, maka koordinasi yang dapat dilakukan cenderung minimal, yang selanjutnya dapat diartikan bahwa hasil koordinasinya relative tidak bermakna.. Demikian juga pada saat menentukan prirotas program diantara program-program yang diusulkan dari SKPD-SKPD yang ada. Dan kondisi ini dapat juga diartikan bahwa perhatian terhadap perbaikan nasib rakyat menjadi kurang terfokus Untuk itu perlu dikembangkan satu mekanisme koordinasi yang effektiv7 untuk menghasilkan sinergi antar pihak-pihak terlibat dengan sumberdaya yang ada, untuk kepentingan ini. Mekanisme koordinasi yang bertujuan untuk mengefektivkan pemanfaatan anggaran (public) yang ada sehingga dengan anggaran yang ada dapat dihasilkan sebesar-besarnya manfaat bagi rakyat. Assumsi yang ada saat ini, adalah bahwa dengan memperbaiki mekanisme dan tata kerja koordinasi, akan didapat beberapa manfaat langsung dan tak langsung bagi aparat maupun masyarakat banyak. Mekanisme koordinasi untuk kegiatan apa dan bagaimana melaksanakanya, pada dasarnya sangat tergantung kepada kepekaan masing-masing daerah, akan tetapi terkait dengan upaya meningkatkan kinerja pembangunan lewat perenncanaan yang baik disini, mekanisme koordinasi lebih banyak diperlukan pada tahap-tahap setidaknya : 7

Erna Witoelar (Kompas 20 july 07) menyatakan bahwa lemahnya koordinasi antar lembaga pemerintahan masih menjadi penyebab utama kurang berhasilnya pelaksanaan program pemerintah untuk rakyat. Untuk menjamin agar setiap lembega pemerintahan konsisten melaksanakan hasil koordinasi, perlu dibuat aturan hokum formal yang jelas. Saat ini koordinasi untuk menjalankan program pembangunan bersama masih menjadi ‘barang mewah’.

11

a. Merumuskan dan menetapkan program dan kegiatan yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah / isu daerah. b. Penetapan prioritas program dan kegiatan atas dasar keterbatasan anggaran yang ada c. Pendistribusian atau penetapan peran dan kontribusi tiap SKPD dalam penanganan masalah/ isu daerah d. Penilaian kinerja SKPD Melalui satu mekanisme koordinasi yang baik, kegiatan-kegiatan diatas akan dapat dirumuskan dengan landasan persepsi yang lebih kuat sehingga memungkinkan timbulnya semangat kebersamaan dalam melaksanakan hasil-hasilnya. Manfaat secara tidak langsung yang dapat diambil dari penguatan mekanisme koordinasi disini dapat berupa : - Lebih terbukanya sistem perencanaan yang ada, sehingga tidak ada peluang untuk membangun akses secara bilateral antara SKPD tertentu dengan pihak-pihak yang mempunyai otoritas untuk menyepakati dan meng-approved proposal anggaran. - Adanya shared value diantara SKPD yang ada, sehingga lebih memudahkan untuk menciptakan keberssamaan yang sangat diperlukan untuk menciptakan satu pemerintah daerah yang ‘solid’. - Terjadinya capacity building atau peningkatan pemahaman dan kapasitas dalam mekanisme perencanaan pembangunan daerah yang berorientasi untuk menuntaskan persoalan daerah. - Dan berbagai nuansa kebersamaan lainya. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan Pada saat satu dokumen perencanaan jangka menengah di Perda-kan, maka dokumen tersebut cenderung menjadi statis, karena tidak ada lagi keluwesan di dalamnya. Perobahan yang diperlukan tidak lagi dapat dilakukan dengan mudah, berkaitan dengan proses penerbitan satu Perda (peraturan daerah). Secara substansi, beberapa hal yang cenderung dinamis dalam kaitanya dengan satu perencanaan yang dalam hal ini perencanaan pembangunan daerah adalah : - perobahan perobahan pada variable dasar yang berupa (i) jumlah penduduk, dan (ii) angka inflasi - perobahan pada variable pengaruh lainya, yakni politik, keamanan, serta alam. Terjadinya perobahan terhadap variable-variabel diatas yang menyimpang significant dari yang diperkirakan, dapat dipatikan menuntut adanya modifikasi atau penyesuaian terhadap perubahan tersebut. Akan tetapi, apabila dokumen perencanaan yang ada sudah ditetapkan berdasarkan pada Perda, hal ini dapat dipastikan tidak dimungkinkan untuk dilakukan. Arti lebih lanjut adalah dokumen perencanaan tersebut menjadi kurang valid, kurang sesuai dengan fakta yang ada. Hal ini akan terjadi pada dokumen RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Sedikit berbeda dengan dokumen Renstra SKPD yang disahkan melalui kepala SKPD, menjadi dokumen yang lebih flexible dibandingkan RPJMD diatas. Untuk itu, berbagai perobahan yang terjadi selanjutnya akan dapat diakomodasi dalam dokumen Renstra SKPD ini yang notabene sudah sepenuhnya merupakan dokumen yang ‘menginduk’ pada dokumen RPJMD (lihat table contoh pada halaman 7 didepan).

12

Berbagai bentuk konsekwensi dari perubahan mendasar yang terjadi, haruslah dilakukan melalui satu mekanisme koordinasi untuk menetapkan langkah atau kegiatan yang lebih sesuai. Penutup Perencanaan pembangunan di daerah, baik dari kebutuhan riil yang terjadi maupun yang diamanahkan dalam peraturan perundangan yang ada (UU32/2004), mempunyai tujuan pokok yang berupa (a) meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan (b) menghidupkan dan membangun nuansa demokratis. Dua hal besar inilah yang selayaknya menjadi sasaran manajerial pembangunan oleh pemerintah daerah. Ragam cara untuk mencapainya , dituangkan dalam dokumen perencanaan pembangunan yang sudah ada sejak adanya satu ke pemerintahan daerah. Persoalan yang hampir selalu muncul setiap tahun mengenai di daerah-daerah dan secara aggregate kondisi Indonesia keseluruhan adalah merosotnya berbagai kualitas kehidupan social, ekonomi bahkan keamanan dan politik. Persoalan-persoalan diatas jelas tidak mungkin dapat teratasi dengan sendirinya tanpa ada satu intervensi nyata dari penyelenggara pemerintah. Bentuk intervensi yang dapat langsung terasakan adalah melalui penyempurnaan, perbaikan tata laksana perencanaan pembangunan dalam hal ini khususnya di daerah. Melalui artikel ini, telah diuapayakan dikenali berbagai kelemahan yang terjadi dalam proses perencanaan pembangunan yang terjadi, dan sekaligus diupayakan pemikiran perbaikannya yang diharapkan selanjutnya dapat dijadikan bahan innovasi bagi daerah. Berbagai perubahan yang terjadi dibandingkan dengan pendekatan yang selama ini digunakan secara administrasi dan legalitas tidak harus dijadikan satu kendala bagi upaya satu perbaikan. Pemerintah daerah diharapkan tidak lagi terjebak pada orientasi rule-driven , tetapi di dorong untuk lebih menerapkan satu konsep dimana penyelenggaraan pemerintahan yang ada lebih berbasiskan pada amanah atau kebutuhan yang dirasakan. Diharapkan akan terjadi satu keluwesan dalam menghadapi satu situasi atau keadaan. Untuk menerapkan konsep yang ditawarkan pada dasarnya tidak harus menunggu peraturan atau petunjuk untuk itu, atau juga tidak perlu harus menunggu pemerintah daerah lain mendahului. Karena, menjadi contoh bagi yang lain akan mempunyai nilai tambah yang lebih dibandingkan menunggu untuk menjadi pengikut (follower), seperti beberapa pemerintah daerah yang telah berani berinovasi seperti disebutkan di awal tulisan ini. Pengalaman dari daerah atas pelaksanaan satu metode atau pendekatan adalah masukan yang paling berharga bagi satu perumusan kebijakan di tingkat Pusat. Penulis : [email protected] , [email protected]

13

Bahan Bacaan : 1. Badrul Munir “ Memangkas Inefisensi Anggaran Daerah”, diterbitkan oleh Samawa Center dan dicetak atas dukungan GTZ, 2003 2. Ted Gaebler dan David Osborne “ Mewirausahakan Birokrasi” 3. Guritno Soerjodibroto “City Development Strategy (CDS) sebagai satu alternative perencanaan pembangunan kota”, bunga rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21, Buku 1, diterbitkan oleh Yayasan Sugiyanto Soegiyoko bekerjasama dengan URDI (Urban and Regional Development Institute, 2005 4. Jerome B. McKinney “Effective Financial Management in Public and Non Profit Agencies “ ; A Practical and Integrative Approach , Qourum Books. 5. Gerhard Mersmann and Gero Von Harder “ Change Management” ; A Concept of Enhancing the Process of Change”, Lembaga Asministrasi Negara, Deutsch Stiftung fur International Entwicklung.

14

Related Documents


More Documents from ""

Presentasi Aspi-surabaya-08
October 2019 36
An Pembangunan Di Daerah
October 2019 28
Guning Kidul
October 2019 18
Memaknakan Rpjp
October 2019 16
Flowchart Watering Bot.docx
December 2019 22