Telaah konseptual, dengan mengelaborasi dan menjelaskan, serta menyajikan hasil penelaahan baik secara konseptual maupun secara empiris terkait esensi dan urgensi nilai-nilai spiritualitas Islam sebagai salah satu determinan dalam pembangunan bangsa kita! Konseptual = berhubungan dengan konsep Mengelaborasi = menggarap, mengerjakan sesuatu secara tekun dan cermat Empiris = berdasarkan pengalaman Esensi = hakikat, inti, hal yang pokok Urgensi = keharusan yang mendesak, hal yang sangat penting Determinan = factor yang menentukan Karakter bangsa terbangun atau tidak sangat tergantung kepada bangsa itu sendiri. Bila bangsa tersebut memberikan perhatian yang cukup untuk membangun karakter maka akan terciptalah bangsa yang berkarakter. Bila sekolah dapat memberikan pembangunan karakter kepada para muridnya, maka akan tercipta pula murid yang berkarakter. Demikian pula sebaliknya. Kita faham Tuhan tidak merubah keadaan suatu kaum biala mereka tidak berusaha melakukan perubahan itu.(innalloha laa yughoyyiru maa biqoumin hattaa yughoyyiruu maa bi anfusihim).
Seorang intelektual hendaknya berkarakter kenabian/profetik (berjiwa agama) memiliki sifat-sifat sebagai berikut: Karakter manusia “sempurna” sebagaimana ditampilkan oleh para Nabi dalam kehidupan sehari-hari. Bila seseorang memahami akhlak para nabi (sejak Nabi Adam sampai dengan Nabi Muhammad saw) dan turut mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari berarti orang tersebut telah memiliki karakter. Jadi karakter yang harus dibangun adalah karakter yang baik, bila tidak niscaya yang berkembang adalah karakter yang tidak baik. (Fa alhamaha fujuroha wa taqwaha. Qod aflaha man zakkahaa, wa qod khoba man dassaha) Agar dapat memiliki karakter profetik maka 3 aspek utama dalam diri manusia harus diberikan perhatian secara seimbang, yakni hati, emosi, akal. (Nabi bersabda: Ketahuilah bahwa dalam diri setiap kalian ada ”mudghoh” (segumpal daging), jika mudghoh itu bersih maka semua yang ditampilkan oleh orang tersebut juga bersih (baik), dan jika mudghoh itu rusak maka yang ditampilkan oleh orang tersebut juga rusak (tidak baik). Ketahuilah bahwa yang disebut mudghoh itu adalah al-qolb (hati). (Al-Hadist) Kepribadian dan karakter yang baik merupakan interaksi seluruh totalitas manusia. Dalam bahasa Islam, ia dinamai rusyd. Ia bukan saja nalar, tetapi gabungan dari nalar, kesadaran moral, dan kesucian jiwa, Karakter terpuji merupakan hasil internalisasi nilai-nilai agama dan moral pada diri seseorang yang ditandai oleh sikap dan perilaku positif. Karena itu, ia berkaitan sangat erat dengan kalbu. Bisa saja seseorang memiliki pengetahuan yang dalam, tetapi tidak memiliki karakter terpuji. Sebaliknya, bisa juga seseorang yang amat terbatas pengetahuannya, namun karakternya amat terpuji.“Sesungguhnya dalam diri manusia ada suatu gumpalan, kalau ia baik, baiklah seluruh (kegiatan) jasad dan kalau buruk, buruk pula seluruh (kegiatan) jasad. Gumpalan itu adalah hati”.
Memang ilmu tidak mampu menciptakan akhlak atau iman, ia hanya mampu mengukuhkannya, dan karena itu pula mengasuh kalbu sambil mengasah nalar, memperkukuh karakter seseorang. Membentuk karakter individu bermula dari pemahaman tentang diri sebagai manusia, potensi positif dan negatifnya serta tujuan kehadirannya di pentas bumi ini. Selanjutnya karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius, ber-Ketuhan Yang Maha Esa, maka tentu saja pemahaman tentang tentang hal-hal tersebut harus bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa / ajaran agama. Untuk mewujudkan karakter yang dikehendaki diperlukan lingkungan yang kondusif, pelatihan dan pembiasaan, presepsi terhadap pengalaman hidup dan lain-lain. Disisi lain karakter yang baik harus terus diasah dan diasuh, karena ia adalah proses pendakian tanpa akhir. Dalam bahasa agama penganugerahan hidayat Tuhan tidak terbatas, sebagaimana tidak bertepinya samudra ilmu “ Tuhan menambah hidayatnya bagi orang yang telah memperoleh hidayat” dan Tuhanpun memerintahkan manusia pilihannya untuk terus memohon tambahan pengetahuan. Praktek ibadah yang ditetapkan agama bukan saja cara untuk meraih karakter yang baik, tetapi juga cara untuk memelihara karakter itu dari aneka pengaruh negative yang bersumber dari dalam diri manusia dan dari lingkungan luarnya, sekaligus ia adalah cara untuk mendaki menuju puncak karakter terbaik, yang dalam ajaran Islam adalah upaya untuk meneladani sifatsifat Tuhan yang tidak terbatas itu. Karena itu ibadah harus terus berlanjut hingga akhir hayat, dan karena itu pula pembentukan karakter adalah suatu proses tanpa henti.