LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN ACARA III PROTEIN
DISUSUN OLEH: ERNAWATI H3117028 KELOMPOK 7
D3 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2018
ACARA III PROTEIN A. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum Acara III “Protein” adalah: 1. Mengetahui titik isoelektris dan kelarutan protein. 2. Mengetahui penjendalan protein susu sapi dan sari kedelai dengan penambahan Ca(OH)2, enzim bromelin dan asam asetat. B. Tinjauan Pustaka a. Tinjauan Teori Protein adalah molekul penyusun tubuh kita yang terbesar setelah air. Hal ini mengindikasikan pentingnya protein dalam menopang seluruh proses kehidupan dalam tubuh. Pada kenyataannya kode genetik yang tersimpan dalam rantai DNA digunakan untuk membuat protein, kapan, dimana, dan seberapa banyak. Protein berfungsi sebagai penyimpan dan pengantar seperti hemoglobin yang memberikan warna merah pada sel darah merah kita dan bertugas mengikat oksigen dan membawanya kebagian tubuh yang memerlukan (Buckle dkk, 2010). Titik isoelektris adalah saat dimana pada pH asam amino berada pada bentuk amfoter (zwitter ion), dan pada saat titik isoelektris ini kelarutan protein menurun dan mencapai angka terendah protein akan mengendap dan menggumpal. Setiap asam amino mempunyai titik isoelektris yang berbedabeda. Pada saat titik isoelektris ini jumlah kation dan anion yang terbentuk sama banyaknya. Berdasarkan struktur molekulnya, pada dasarnya asam amino merupakan senyawa yang bermuatan ganda atau zwitter ion, keadaan ini mudah berubah karena dipengaruhi oleh keadaan sekitar atau pH lingkungan. Pada pH rendah (suasana asam) asam amino akan bermuatan positif sedangkan pada pH tinggi (suasana basa) akan bermuatan negatif (Martoharsono, 1990).
Pada pH isoelektrik muatan gugus amino dan karboksil bebas dalam molekul asam amino akan saling menetralkan, sehingga muatan molekul protein tersebut menjadi nol, dan apabila dilakukan elektrolisis tidak akan terjadi perpindahan molekul protein. Tiap jenis protein memiliki titik isoelektrik pada pH tertentu dan pada pH tersebut protein akan mengendap dengan cepat. Sifat ini digunakan dalam berbagai proses pemisahan dan pemurnian protein. Ektraksi protein dilakukan pada suasana basa dengan menggunakan larutan alkali. Pemilihan pH basa dalam proses ektraksi karena pada kondisi basa, protein cenderung bermuatan negatif yang menyebabkan minimumnya interaksi antara residu asam amino dan akan meningkatkan kelarutan protein dalam pelarut. Larutan yang mengandung protein akan mengendap pada pH 4,5 (titik isoelektrik) dengan penambahan larutan HCl (Sari dkk, 2014). Presipitasi yaitu pembentukan zat solid dalam larutan atau dalam lainnya selama reaksi kimia atau oleh difusi dalam padatan. Namun, zat terlarut tidak larut dengan pelarut dan terbentuklah endapan. Presipitasi juga memiliki definisi yaitu suatu makroskopik yang menghasilkan perubahan yang visibel (peningkatan viskositas atau kekeruhan pada larutan) (Winarno, 1992). Penjendalan protein merupakan terbentuknya gel akibat denaturasi protein. Pembentukan penjendalan melibatkan struktur yang ada pada protein. Penjendalan tersebut akibat terbukanya gugus reaktif rantai polipeptida. Kemudian, akan dirangkai kembali sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid dan mengalami koagulasi apabila ikatan-ikatan antara gugus-gugus reaktif pada protein tersebut menahan seluruh cairan (Poedjiadi dan Titin, 1994). b. Tinjauan Bahan
Susu segar adalah air susu hasil pemerahan yang tidak dikurangi atau ditambahkan bahan apapun yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat.
Susu merupakan bahan minuman yang sesuai untuk kebutuhan hewan dan manusia karena mengandung zat gizi dengan perbandingan yang optimal, mudah dicerna dan tidak ada sisa yang terbuang. Selain sebagai sumber protein hewani, susu juga sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Kriteria air susu sapi yang baik setidak-tidaknya memenuhi hal-hal bebas dari bakteri pathogen, bebas dari zat-zat yang berbahaya ataupun toksin seperti insektisida, tidak tercemar oleh debu dan kotoran, zat gizi yang tidak menyimpang dari kodek air susu, dan memiliki cita rasa normal. Jumlah kuman susu yang ditentukan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah higenitasnya dengan cara melindungi susu dari kontak langsung ataupun tidak langsung dengan sumber-sumber yang dapat mencemari air susu selama pemerahan, pengumpulan dan pengangkutan. Selain itu, perlu penanganan yang tepat dalam proses pengolahan dan penyimpanan (Everitt dan Yllenward, 2002). Susu merupakan minuman yang hampir sempurna karena mengandung hampir semua zat yang diperlukan oleh tubuh dan umumnya merupakan minuman penyegar yang langsung dikonsumsi oleh konsumen. Akhir-akhir ini banyak perusahaan yang menciptakan suatu produk olahan dengan bahan dasar susu segar sebagai produk olahan minuman dengan penambahan aneka macam sari buah sebagai pemberi aroma dan cita rasa sehingga menarik minat konsumen. Pembentukan gel (gelatinasi) susu dipengaruhi oleh pengolahan seperti pemanasan (pasteurisasi), pH, konsentrasi bahan dasar. Bila gelatinasi berlanjut maka dapat terjadi koagulasi protein susu yang menyebabkan terjadinya penggumpalan susu. Beberapa jenis protein mampu membentuk gel dan jaringan gel yang terbentuk akan ikut menentukan karakteristik dan tekstur dari berbagai produk makanan dan minuman berprotein dan bernutrisi tinggi. Kemampuan membentuk gel dari protein sangat tergantung pada temperatur dan pH. Produk minuman dari susu diharapkan dapat membentuk gel dengan
struktur yang halus dan belum membentuk gumpalan yang terpisah. Umumnya pengumpalan protein susu (kasein) terjadi pada titik isoelektrik yaitu ketika pH mencapai 4,8 (Malaka dan Hajrawati, 2013). Susu kedelai atau sari kedelai merupakan sumber protein yang sangat baik karena bahan bakunya (kedelai) dikenal sebagai sumber protein nabati yang bermutu baik. Susu kedelai memiliki jumlah protein yang sama dengan susu sapi dan merupakan sumber yang baik dari serat, vitamin, dan mineral (Rirattanapong dan Praphasri, 2016). Namun, kadar asam amino metionin dan sisteinnya lebih rendah dari susu sapi, tetapi kandungan asam amino lisinnya tinggi. Susu kedelai memiliki harga per satuan berat proteinnya lebih murah dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Susu kedelai tidak mengandung kolesterol namun mengandung fitokimia yaitu senyawa dalam bahan pangan yang berkhasiat menyehatkan badan. Susu kedelai mengandung protein sebanyak 2,75 gram, lemak 1,91 gram, karbohidrat 1,81 gram, dan serat 1,3 gram. Susu kedelai mengandung lemak esensial seperti linoleat, linolenat, dan oleat yang berfungsi untuk menurunkan kandungan kolesterol seseorang (Mudjajanto dan Fauzi, 2005). Bromelin merupakan campuran protease yang diisolasi dari tanaman nanas. Jenis protease dalam bromelin adalah protease sulfhidril. Bromelin dimanfaatkan untuk pengempukan daging, obat gangguan pencernaan, dan anti inflamasi. Enzim ini juga digunakan untuk aplikasi industri pada pelarutan protein gandum, penstabilan bir, produksi hidrolisat protein, dan penyamakan kulit. Aktivitas bromelin dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu bagian tanaman nanas sebagai sumber enzim, jenis substrat, inhibitor, dan jenis presipitan yang digunakan untuk pemurnian bromelin. Enzim bromelin yang diisolasi dari daging buah nanas matang memiliki aktivitas lebih tinggi daripada enzim bromelin yang diisolasi dari daun dan buah nanas mentah. Kondisi optimum reaksi enzimatis bromelin dari daging buah nanas matang dicapai pada pH 6,5 pada temperatur 500C selama 20 menit (Secor dkk, 2005).
Asam asetat merupakan salah satu produk industri yang banyak dibutuhkan di Indonesia. Asam asetat dapat dibuat dari substrat yang mengandung etanol, yang dapat diperoleh dari berbagai macam bahan seperti buah-buahan, kulit nanas, pulp kopi, dan air kelapa. Pembuatan asam asetat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara sintesis/khemis dan secar mikrobiologis atau fermentasi, namun demikian cara fermentasi lebih disukai, karena lebih murah, lebih praktis dan resiko kegagalan relatif lebih kecil. Pada fermentasi asam asetat dari substrat cair umumnya hanya dilakukan dua tahap fermentasi yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat. Fermentasi alkohol dilakukan jika bahan yang digunakan kaya akan gula namun tidak mengandung alkohol. Pada bahan yang miskin gula maka penambahan alkohol secar langsung dianggap lebih efektif daripada menambahkan gula untuk diubah menjadi alkohol (Nurika dan Nur, 2001). Keberadaan Ca(OH)2 dalam air bereaksi dengan H+ akibatnya pH akan meningkat. Penambahan calsium hidrosida Ca(OH)2 dapat menyebabkan kenaikan pada pH media pemeliharaan karena pengapuran bersifat menetralkan keasaman sehingga pH air akan meningkat setelah pemberian kapur. Air kapur yang bersifat basa kuat akan menetralkan ion H+ dari senyawa HCN yang besifat asam. Air kapur juga mudah ditemukan di masyarakat dengan sebutan gamping atau injet. Selain itu cara pembuatan air kapur yang sangat mudah dan bahan bakunya (Yulihartini dkk, 2016). C. Metodologi 1. Alat a. Erlenmeyer b. Gelas beker 250 ml c. Gelas ukur 100 ml d. Karet gelang e. Labu takar 50 ml f. Penangas air
g. Pengaduk h. Penjepit i. pH meter j. Pipet volume (1 ml, 5 ml, 10 ml) k. Propipet l. Statif dan klem m. Stopwatch n. Tabung reaksi o. Termometer 2. Bahan a. Aquades b. Asam asetat 0,01 N; 0,1 N; 1 N c. Enzim bromelin (sari buah nanas) d. Kasein murni e. Larutan Ca(OH)2 10% f. Larutan NaOH 1 N g. Sari kedelai h. Susu sapi
3. Cara Kerja a. Pembuatan Larutan Kasein Natrium Asetat 0,25 gram kasein murni
Pemasukkan ke dalam labu takar 50 ml
20 ml aquades dan 5 ml NaOH 1 N
Penambahan
Pelarutan hingga sempurna
5 mL asam asetat 1 N
Penambahan
Pengenceran dengan aquades hingga tanda tera
Penggojogan hingga homogen Gambar 3.1 Diagram alir pembuatan larutan kasein natrium asetat
b. Titik Isoelektris dan Kelarutan Protein Penyiapan 9 tabung reaksi
Tabung 1 diisi 8,4 ml aquades + 0,6 ml asam asetat 0,01 N Tabung 2 diisi 7,75 ml aquades + 1,05 ml asam asetat 0,01 N Tabung 3 diisi 8,75 ml aquades + 0,25 ml asam asetat 0,1 N Tabung 4 diisi 8,5 ml aquades + 0,5 ml asam asetat 0,1 N Tabung 5 diisi 8 ml aquades + 1 ml asam asetat 0,1 N Tabung 6 diisi 7 ml aquades + 2 ml asam asetat 0,1 N Tabung 7 diisi 5 ml aquades + 4 ml asam asetat 0,1 N Tabung 8 diisi 1 ml aquades + 8 ml asam asetat 0,1 N Tabung 9 diisi 7,4 ml aquades + 1,6 ml asam asetat 1 N 1 mL larutan kasein natrium asetat
Penambahan
Penggojogan
Pengamatan kekentalan dan endapan setelah digojog, setelah 10 menit dan setelah 30 menit
Pengukuran pH pada larutan yang paling keruh dan banyak terdapat endapan Gambar 3.2 Diagram alir penentuan titik isoelektris dan kelarutan protein
c. Penjedalan Protein 4 gelas beker 250 ml
Gelas beker 1 diisi 100 ml susu sapi + 3 ml Ca(OH)2 10% Gelas beker 2 diisi 100 ml susu sapi + 3 ml asam asetat 1 N Gelas beker 3 diisi 100 ml susu sapi + 3 ml enzim bromelin buah nanas Gelas beker 4 diisi 100 ml susu sapi
Penginkubasian gelas beker 1 dan 2 pada suhu ruang (15 menit) Pemanasan gelas beker 3 pada suhu 40oC (15 menit) Pemanasan gelas beker 4 pada suhu 80oC lalu ditambahkan asam asetat 1 N hingga pH isoelektris pada percobaan sebelumnya
Pengamatan kekeruhan dan presipitasi/pengendapan Gambar 3.3 Diagram alir penjendalan protein
D. Hasil dan Pembahasan Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Titik Isoelektris dan Kelarutan Protein No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Aqua des (ml)
Asamasetat (ml) 0,01 0,1N 1N N
8,4 7,75 8,75 8,5 8 7 5 1 7,4
0,6 1,25 -
0,25 0,5 1 2 4 8 -
1,6
pH
P
Waktu (menit ke-) 10 30 K P K P K
x xx x -
++ + ++ ++ ++
5,9 5,6 5,3 5,0 4,7 4,4 4,1 3,8 3,5
0
x xxx xx -
+ + ++ + ++ +++ +++
xx xx xxx -
+ + ++ + ++ +++ +++
Sumber : Hasil Pengamatan Keterangan : pH = 4,1 (paling keruh) K : Kekeruhan (+) P : Presipitasi (x) (-): tidak ada
(+) : agak keruh (++) : keruh (+++) : sangat keruh
(x) : sedikit endapan (xx) : cukup endapan (xxx) : banyak endapan
Titik isoelektris adalah saat dimana pada pH asam amino berada pada bentuk amfoter (zwitter ion), dan pada saat titik isoelektris ini kelarutan protein menurun dan mencapai angka terendah protein akan mengendap dan menggumpal. Setiap asam amino mempunyai titik isoelektris yang berbeda-beda. Pada saat titik isoelektris ini jumlah kation dan anion yang terbentuk sama banyaknya. Berdasarkan struktur molekulnya, pada dasarnya asam amino merupakan senyawa yang bermuatan ganda atau zwitter ion, keadaan ini mudah berubah karena dipengaruhi oleh keadaan sekitar atau pH lingkungan. Pada pH rendah (suasana asam) asam amino akan bermuatan positif sedangkan pada pH tinggi (suasana basa) akan bermuatan negatif (Martoharsono, 1990). Titik isoelektrik merupakan data yang sangat penting diketahui untuk proses pemurnian suatu protein. Jika titik isoelektrik suatu protein sudah diketahui maka strategi awal pemisahan dapat dengan mudah dikembangkan. Pada keadaan lain,
bila informasi mengenai titik isoelektrik suatu protein tidak diketahui, beberapa percobaan pendahuluan menggunakan kromatografi penukar ion dapat dilakukan untuk mendapatkan titik isoelektrik protein tersebut, yang dapat digunakan untuk proses pem isahan berikutnya. Pemisahan dan pemurnian menggunakan kromatografi penukar ion pada prinsipnya sama dengan isoelectric focusing berdasarkan pada perbedaan dalam sifat ionik dari permukaan asam amino. Residu arginin, histidin, dan lisin yang terpapar ke permukaan biasanya bermuatan positif pada pH netral. Sehingga pada pH yang diberikan, protein akan mempunyai muatan netto keseluruhan. Pada pH yang lebih rendah, muatan netto akan lebih positif, dan pada pH yang lebih tinggi, muatan netto akan lebih negatif. Pada pH yang muatan positif sama dengan muatan negatif (muatan nettonya nol) disebut titik isoelektrik protein. Untuk kromatografi penukar ion, aturan yang baik untuk pemisahan protein yang titik isoelektriknya diketahui adalah memilih pH kerja yaitu dengan jarak satu satuan dari titik isoelektrik protein. Titik isoelektrik suatu protein dapat juga digunakan untuk meramalkan perubahan yang terjadi akibat proses modifikasi, terutama modifikasi terhadap residu lisin yang terpapar ke permukaan yang banyak mempengaruhi muatan dari protein tersebut dan secara langsung berpengaruh terhadap titik isoelektrik protein tersebut. Semakin banyak residu lisin yang mengalami modifikasi, akan mempengaruhi muatan protein secara keseluruhan dan akan mempengaruhi titik isoelektrik protein tersebut (Yandris, 2011). Presipitasi adalah pengendapan. Presipitasi yaitu pembentukan zat solid dalam larutan atau dalam lainnya selama reaksi kimia atau oleh difusi dalam padatan. Namun, zat terlarut tidak larut dengan pelarut dan terbentuklah endapan. Presipitasi juga memiliki definisi yaitu suatu makroskopik yang menghasilkan perubahan yang visibel (peningkatan viskositas atau kekeruhan pada larutan) (Winarno, 1992). Berdasarkan praktikum didapat data pada tabel 3.1 yaitu dengan sampel aquades, kasein natrium asetat, dan asam asetat. Terdapat 9 tabung reaksi yang
diberi perlakuan yang berbeda. Penambahan isi aquades yang berbeda yaitu 8,4 ml; 7,75 ml; 8,75 ml; 8,5 ml; 8 ml; 7 ml; 5 ml; 1 ml; dan 7,4 ml. Lalu, penambahan asam asetat 0,01 N pada tabung ke 1 dan ke 2 sejumlah 0,6 ml dan 1,25 ml. Asam asetat 0,1 N pada tabung ke 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 dengan takaran 0,25 ml; 0,5 ml; 1 ml; 2 ml; 4 ml; dan 8 ml. Asam asetat 1 N digunakan pada tabung ke 9 sejumlah 1,6 ml. Diperoleh hasil pengukuran tingkat presipitasi pada menit ke 0 tabung 1,2,3,4,8,9 tidak terdapat endapan, pada tabung 5 dan 6 sedikit endapan dan pada tabung 6 terdapat banyak endapan. Pada tabung 6 larutan menjadi agak keruh, pada tabung 1,2,3,4 larutan tidak terjadi kekeruhan dan pada tabung 5,7,8,9 larutan menjadi keruh. Pada menit ke 10 tabung 1,2,3,4,8,9 tidak terdapat endapan, pada tabung 5 sedikit endapan dan pada tabung 6 terdapat banyak endapan, pada tabung 7 terdapat cukup endapan. Pada tabung 3,4,6 larutan menjadi agak keruh, pada tabung 1,2 larutan tidak terjadi kekeruhan, pada tabung 5,7 larutan menjadi keruh, pada tabung 8,9 sangat keruh. Pada menit ke 30 tabung 1,2,3,4,8,9 tidak terdapat endapan, pada tabung 5,6 cukup endapan dan pada tabung 7 terdapat banyak endapan. Pada tabung 3,4,6 larutan menjadi agak keruh, pada tabung 1,2 larutan tidak terjadi kekeruhan, pada tabung 5,7 larutan menjadi keruh, pada tabung 8,9 sangat keruh. Lalu, didapatkan pH isoelektris yaitu pada pH 4,1 sehingga titik isoelektris terjadi pada tabung 7 yang berisi 5 ml aquades ditambah asam asetat 0,1 N 4 ml dan 1 ml larutan kasein. Hal tersebut tidak sesuai teori Buckle dkk (2010), yang menyebutkan bahwa titik isoelektris kasein terjadi pada pH 4,6 - 4,7. Penyimpangan tersebut terjadi akibat kesalahan pada saat praktikum seperti ketidaktelitian dalam melihat perubahan warna, kurangnya pengambilan sampel, dan kurangnya waktu untuk mengamati perubahan warna yang terjadi.
Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Penjendalan Protein Susu Sapi dan Sari Kedelai No
Bahan
Inkubasi K
1
2
100 ml Susu Sapi + 3 ml larutan Ca(OH)2 10% + 3 ml asam asetat 1 N + 3 ml enzim bromelin + pH isoleketris 100 ml Sari Kedelai + 3 ml larutan Ca(OH)2 10% + 3 ml asam asetat 1 N + 3 ml enzim bromelin + pH isoleketris
Intensitas P
Suhu kamar, 15 menit
X
-
Suhu kamar, 15 menit 40oC, 15 menit 80oC
XXX XXX XXX
+ ++ +
Suhu kamar, 15 menit
X
-
Suhu kamar, 15 menit 40oC, 15 menit 80oC
XX XX XXX
+++ ++ +++
Sumber : Laporan Sementara Keterangan : K : Kekeruhan (+) P : Presipitasi (x) (-): tidak ada
(+)
: agak keruh (x) : sedikit endapan (++) : keruh (xx) : cukup endapan (+++) : sangat keruh (xxx) : banyak endapan
Berdasarkan praktikum didapat data pada tabel 3.2 yaitu dengan sampel susu sapi 100 ml, sari kedelai 100 ml, 3 ml larutan Ca(OH)2 10%, 3 ml asam asetat 1 N, dan 3 ml enzim bromelin yang menggunakan 8 tabung reaksi. Pada tabung 1 yang berisi susu sapi 100 ml dan ditambah 3 ml larutan Ca(OH)2 10% dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruang, larutan menjadi agak keruh dan tidak ada endapan. Pada tabung 2 yang berisi susu sapi 100 ml dan ditambah 3 ml larutan asam asetat 1 N dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruang, larutan menjadi agak keruh dan ada cukup endapan. Pada tabung 3 yang berisi susu sapi 100 ml dan ditambah 3 ml enzim bromelin lalu dipanaskan pada suhu 40 oC selama 15 menit, larutan menjadi keruh dan ada banyak endapan. Kemudian pada tabung 4 yang berisi susu sapi 100 ml yang dipanaskan pada suhu 80oC kemudian ditambahkan larutan pada tabung 7 dengan pH isoelektris 4,1, larutan menjadi keruh dan ada banyak endapan. Pada tabung 5 yang berisi sari kedelai 100 ml dan
ditambah 3 ml larutan Ca(OH)2 10% dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruang, larutan menjadi keruh dan ada sedikit endapan. Pada tabung 6 yang berisi sari kedelai 100 ml dan ditambah 3 ml larutan asam asetat 1 N dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruang, larutan menjadi sangat keruh dan ada banyak endapan. Pada tabung 7 yang berisi sari kedelai 100 ml dan ditambah 3 ml enzim bromelin lalu dipanaskan pada suhu 40oC selama 15 menit, larutan menjadi agak keruh dan ada sedikit endapan. Kemudian pada tabung 4 yang berisi susu sapi 100 ml yang dipanaskan pada suhu 80oC kemudian ditambahkan larutan pada tabung 7 dengan pH isoelektris 4,1, larutan menjadi sangat keruh dan ada banyak endapan. Hal tersebut sesuai teori Kumaunang dan Vanda (2011) yang menyebutka bahwa faktor yang menyebabkan penggumpalan atau koagulasi pada kasein adalah pemanasan, aktivitas enzim (bromelin), dan penambahan asam basa pada protein. Bromelin adalah salah satu enzim protease yang ditemukan dalam tanaman nanas (Ananas comosus) yang dapat dimanfaatkan untuk pengempukan daging, obat gangguan pencernaan (contohnya Benozym dan Elsazym), dan anti inflamasi. Enzim ini juga digunakan untuk aplikasi industri pada pelarutan protein gandum, penstabilan bir, produksi hidrolisat protein, dan penyamakan kulit. Stem bromelin (EC 3.4.22.32) adalah protease yang terdapat dalam ekstrak nanas batang sementara buah bromelin (EC 3.4.22.3) adalah fraksi enzim utama yang terdapat dalam jus dari buah nanas (Priya dkk, 2012). Enzim bromelin aktif pada pH 6,5 atau dalam kisaran pH 6-8. Bromelin mengalami inaktif pada suhu 60°C. Enzim bromelin dalam ekstrak nanas menyebabkan terjadinya penjendalan protein. Enzim bromelin mampu menghidrolisa protein terlarut menjadi ikatan pepton, polipeptida, dan asam amino namun dengan lama waktu pemasakan sehingga akan menurunkan kadar protein terlarut atau terdegradasi oleh ikatan-ikatan peptida dan asam amino sehingga mengendap (Zulfahmi dkk, 2013). Penambahan kasein Na-asetat berfungsi untuk menstabilkan protein terhadap panas dan mencegah terjadinya denaturasi protein. Fungsi penambahan kasein natrium asetat pada masing-masing tabung pada uji titik isoelektris dan kelarutan
protein adalah untuk tercapainya titik isoelektris sehingga akan terjadi penggumpalan (presipitasi). Protein susu (kasein) menggumpal pada titik isoelektris pH 4,7 dalam keadaan ini muatan listrik pada permukaan protein adalah nol (Guetouache dkk, 2014). Penambahan asam asetat pada filtrat pada uji titik isoelektrik berarti menambahkan konsentrasi dari ion H+ yang kemudian akan mengadakan reaksi dengan muatan negatif protein yang berasal dari gugus hiroksil bebasnya. Semakin banyak konsentrasi H+ yang ditambahkan maka semakin banyak pula penurunan pH dari filtrat sehingga titik isoelektriknya semakin dekat. Apabila pH isoelektrik sudah tercapai maka muatan yang saling berlawanan akan saling menetralkan sehingga akan terbentuk gumpalan. Semaikn kecil pH buffer asetatnya, semakin banyak endapannya. Oleh sebab itu, pH yang kecil akan banyak membentuk endapan berarti selisih muatan listriknya antara yang positif dan negatif sama. Maka, tidak dapat bergerak dan membentuk endapan atau berwarna keruh (Triyono, 2010). Penjendalan protein merupakan terbentuknya gel akibat denaturasi protein. Pembentukan penjendalan melibatkan struktur yang ada pada protein. Penjendalan tersebut akibat terbukanya gugus reaktif rantai polipeptida. Kemudian, akan dirangkai kembali sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid dan mengalami koagulasi apabila ikatan-ikatan antara gugus-gugus reaktif pada protein tersebut menahan seluruh cairan (Poedjiadi dan Titin, 1994). Susu sapi mempunyai karakteristik mengandung kalori 61 kal, lemak 3,2 gram, protein 3,5 gram, karbohidrat 4,3 gram, kalsium 143 mg, fosfor 60 mg, besi 1,7 mg, vitamin A 130, vitamin B1 0,03 mg, vitamin C 1 mg, dan air 88,33 gram. Pada umumnya susu sapi mengandung lebih sedikit laktosa, lemak, dan protein (Guetouache dkk, 2014). Susu memiliki karakteristik fisik, kimia dan biologi yang berbeda. Warna, bau, rasa, konsistensi, titik beku (-0,55°C), pH (6,6) dan berat jenis (1.032) adalah karakteristik yang tetap konstan pada susu (Fadaei, 2014). Susu sapi mengandung mineral berlebih (garam dan fosfor) dalam konsentrasi
yang lebih tinggi dibandingkan susu manusia atau susu formula. Susu sapi mengandung sangat sedikit zat besi, suatu komposisi yang begitu diperlukan dalam proses perkembangbiakan sel-sel darah merah (Sears dkk, 2003). Susu kedelai memiliki karakteristik jumlah protein yang sama dengan susu sapi dan merupakan sumber yang baik dari serat, vitamin, dan mineral. Kadar asam amino metionin dan sisteinnya lebih rendah dari susu sapi, tetapi kandungan asam amino lisinnya tinggi. Protein Efisiensi Rasio (PER) susu kedelai sebesar 2,3 tidak berbeda jauh dengan PER susu sapi sebesar 2,5. Susu kedelai memiliki harga per satuan berat proteinnya lebih murah dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Susu kedelai tidak mengandung kolesterol namun mengandung fitokimia yaitu senyawa dalam bahan pangan yang berkhasiat menyehatkan badan. Susu kedelai mengandung protein sebanyak 2,75 gram, lemak 1,91 gram, karbohidrat 1,81 gram, dan serat 1,3 gram. Susu kedelai mengandung lemak esensial seperti linoleat, linolenat, dan oleat yang berfungsi untuk menurunkan kandungan kolesterol seseorang (Mudjajanto dan Fauzi, 2005). Salah satu faktor yang mempengaruhi penjendalan protein adalah pH. Penambahan pH pada larutan mempengaruhi sifat dan distribusi muatan total protein. Sebuah protein susu (kasein) akan mengalami penjendalan bila keadaan muatan negatif dan positif larutan yang mengandung protein tersebut setimbang. Keadaan dimana pH saat muatan positif dan negatif setimbang dinamakan pH isoelektrik. Keadaan pH isoelektrik ini digunakan sebagai isolasi protein pada susu segar dengan cara mengendapkan protein susu tersebut. Faktor lainnya adalah pemanasan, aktivitas enzim (bromelin), dan penambahan asam basa pada protein (Kumaunang dan Vanda, 2011). Penjendalan protein juga dipengaruhi oleh pemanasan, kondisi asam, penambahan enzim, perlakuan mekanis, dan dengan penambahan garam (Gaman dan Sherrington, 1992). Dampak positif dari penjendalan protein adalah pelunakan daging antemortem, pengempukan daging setelah disembelih, mempercepat fermentasi kecap keong sawah, mempercepat fermentasi tempe, pembuatan protein wijen, jus
alfalfa, edible film, dan protein whey (Hoffman dan Michael, 2004). Dampak positif lain dari penjendalan protein yaitu pembentukan gumpalan putih pada bagian
telur
yang
putih
yang
apabila
direbus
akan
menjadi
padat
(Martoharsono, 1990). Dampak negatif dari penjendalan protein yaitu perlakuan pemanasan yang berlebihan pada susu dapat menyebabkan molekul susu menjadi pecah dan tidak stabil. Kerusakan protein karena asam misalnya pada masakan santan yang ditambah dengan bahan yang bersifat asam akan menyebabkan molekul santan memecah sehingga tidak stabil dan makanan menjadi tidak tahan lama. Aplikasi penjendalan protein dalam bidang pangan yaitu pada yoghurt, dadih, keju, pembuatan puding telur, cake sifon, dan pembuatan “meringue” (Gaman dan Sherrington, 1992).
E. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Acara III “Protein” adalah: 1. Titik isoelektris adalah saat dimana pada pH asam amino berada pada bentuk amfoter (zwitter ion), dan pada saat titik isoelektris ini kelarutan protein menurun dan mencapai angka terendah, protein akan mengendap dan menggumpal. pH isoelektris yang didapat pada praktikum adalah sebesar 4,1 yaitu pada sampel 5 ml aquades ditambah 4 ml asam asetat dan 1 ml larutan kasein natrium asetat. 2. Berdasarkan praktikum didapatkan data pada sampel susu sapi dengan penambahan larutan Ca(OH)2 larutan menjadi agak keruh tetapi tidak ada endapan. Pada penambahan asam asetat 1 N larutan menjadi agak keruh dan banyak endapan. Pada penambahan enzim bromelin larutan menjadi keruh dan banyak endapan. Pada pemanasan dengan suhu 80oC larutan menjadi agak keruh dan banyak endapan. Pada sampel sari kedelai dengan penambahan larutan Ca(OH)2 larutan menjadi sedikit keruh dan sedikit endapan. Pada penambahan asam asetat 1 N larutan menjadi sangat keruh dan sedikit endapan. Pada penambahan enzim bromelin larutan menjadi keruh dan cukup endapan. Pada pemanasan dengan suhu 80oC larutan menjadi sangat keruh dan banyak endapan.
DAFTAR PUSTAKA Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wootton. 2010. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta Everitt, B., T.Ekman dan Yllenward M.G. 2002. Monitoring Milk Qulity And Adder Health In Swedish Ams Herds. Proc. Of The 1st North American Conference On Robotic Milking. Journal of Food Research 12(7):1-9 Fadaei, Abdolmajid. 2014. Bacteriological Quality Of Raw Cow Milk In Shahrekord, Iran. Journal Veterinary World 7 : 240-243 Gaman, P.M. dan Sherrington K. B. 1992. Ilmu Pangan Edisi Kedua. UGM Press. Yogyakarta Guetouache M., Bettache G., dan Samir M. 2014. Composition and Nutritional Value Of Raw Milk. Journal Biological Sciences and Pharmaceutical Research 2(10): 115-122 Hoffman, J. R. dan Michael J. F. 2004. Protein – Which Is Best?. Journal of Sports Science and Medicine 3(1): 118-130 Kumaunang, M. dan Vanda K. 2011. Aktivitas Enzim Bromelin dari Ekstrak Kulit Nanas (Anenas comosus). Jurnal Ilmiah Sains 11(2): 198-201 Malaka, Ratmawati dan Hajrawati. 2013. Mekanisme Gelatinasi Pada Pembuatan Keju Markisa Melalui Analisis Sifat Fisiko-Kimia Dan Mikrostruktur. Jurnal Jitp 2(3): 189-200 Martoharsono, Soeharsono. 1990. Biokimia Jilid I. UGM Press. Yogyakarta Mudjajanto, E. S. dan Fauzi R. K. 2005. Susu Kedelai. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta. Nurika, Irnia dan Nur Hidayat. 2001. Pembuatan Asam Asetat Dari Air Kelapa Secara Fermentasi Kontinyu Menggunakan Kolom Bio-Oksidasi. Jurnal Teknologi Pertanian 2(1): 51-57 Poedjiadi, A. dan Titin Supriyanti. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta Priya, S. S. P., Jayakumar K., Vijay M., Chintu S., dan Sarath B. K. 2012. Immobilization and Kinetic Studies of Bromelin: A Plant Cysteine Protease from Pineapple ( Ananas Comosus) Plant Parts. International Journal of Medical and Health Sciences 1(3) : 10-16 Rirattanapong, O. dan Praphasri R. 2016. Fluoride Content Of Commercially Available Soy Milk Products In Thailand. Southeast Asian J Trop Med Public Health 47(1): 160-164 Sari, Santi Amelia., Restika Putri., Suparmin., Widya Astuti. 2014. EKSTRASI Dedak Padi Sebagai Pengayaan Sumber Makanan Berprotein Tinggi Di Sumatera Barat. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 2(1): 306-311 Sears, W., Martha S., Robert S., dan James S. 2003. The Baby Book. PT Serambi Ilmu Semesta. Jakarta Secor, Jr E. R., Carson VI, W. F., Cloutier, M. M., Guernsey, L. A., Schramm, C. M., Wu, C. A. & Thrall, R. S. 2005. Bromelain Exerts Anti-Inflammatory Effects in An Ovalbumininduced Murine Model of Allergic Airway Disease. Journal of Cell Immunol 237 (1): 68-75
Triyono, Agus. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam Pada Proses Isolasi Protein terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.). Jurnal Rekayasa Kimia dan Proses 1(2): 2-9 Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta Yandri, A.S. 2011. Pengaruh Modifikasi Kimia Terhadap Titik Isoelektrik (Pi) Enzim Hasil Modifikasi. Jurnal Sains MIPA 17(3): 92 – 98 Yulihartini, Wiwi., Rusliadi., Hamdan Alaw. 2016. Pengaruh Penambahan Calsium Hidrosida Ca(OH)2 Terhadap Moulting, Pertumbuhan Dan Kelulushidupan Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei). Jurnal Kelautan 2(3): 1-12 Zulfahmi, Muhammad, Yoyok Budi Pramono, dan Antonius Hintono. 2013. Pengaruh Marinasi Ekstrak Kulit Nenas (Ananas Comocus L. Merr) pada Daging Itik Tegal Betina Afkir terhadap Kualitas Keempukan dan Organoleptik. Jurnal Pangan dan Gizi 4(8) : 19-26
LAMPIRAN GAMBAR
Gambar 3.4 Sampel susu sapi
Gambar 3.6 Penuangan sampel ke dalam gelas beker
Gambar 3.5 Sampel susu kedelai
Gambar 3.7 Pengambilan asam asetat 1N