732-article Text-1631-2-10-20180420 (1).pdf

  • Uploaded by: Noviani Dwi Wahyuningsih
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 732-article Text-1631-2-10-20180420 (1).pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 4,796
  • Pages: 10
Case Report

Indonesian Journal of Cardiology Indonesian J Cardiol 2017:38:89-98 pISSN: 0126-3773 / eISSN: 2620-4762

Hemodynamics Based Vasoactive Administration in Cardiogenic Shock Muhammad Yusuf Alsagaff, Laily Djihan

Department of Cardiology and Vascular Medicine, Faculty of Medicine Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia.

Cardiogenic shock is a life-threatening emergency that occurs frequently with acute myocardial infarction (AMI) and the mortality remains over 50% in most studies. Despite successful revascularization, cardiovascular failure leading to multiple organ failure may occur. Therapy with vasoactive agents should be initiated to restore adequate arterial pressure and organ perfusion in patients with shock. Recent analysis suggests that systemic inflammatory response syndrome (SIRS) is an important component of the hemodynamic instability in cardiogenic shock. Inflammation through the nitric oxide (NO) pathway leading to decrease in vascular resistance and these patients may necessitate supplemental vasopressor therapy. A subanalysis of a prospective randomized trial suggested that norepinephrine (NE) may be preferred over dopamine in patients with cardiogenic shock, while dobutamine is the inotrope of choice. We present a case of a shock cardiogenic and a review of a therapeutic scheme for the pharmacological treatment of patients in cardiogenic shock. (Indonesian J Cardiol. 2017;38:89-98) Keywords: cardiogenic shock, vasopresssor, inotropes

Indonesian J Cardiol • Vol. 38, Issue 2 • April - June 2017

89



Indonesian Journal of Cardiology Indonesian J Cardiol 2017:38:89-98 pISSN: 0126-3773 / eISSN: 2620-4762

Laporan Kasus

Pemberian Agen Vasoaktif Berdasarkan Hemodinamik pada Syok Kardiogenik Muhammad Yusuf Alsagaff, Laily Djihan

Syok kardiogenik adalah kondisi yang mengancam jiwa dan biasanya terjadi setelah infark miokard akut dengan angka mortalitas mencapai lebih dari 50%. Kegagalan sistem kardiovaskular yang menyebabkan kegagalan organ multipel dapat terjadi walaupun tindakan revaskularisasi telah dilakukan. Terapi agen vasoaktif harus dimulai pada pasien syok untuk mempertahankan tekanan arteri dan perfusi organ yang adekuat. Hasil analisis terbaru menyimpulkan bahwa systemic inflammatory response syndrome (SIRS) memegang peran penting dalam instabilitas hemodinamik pada pasien dengan syok kardiogenik. Inflamasi melalui jalur nitrit oksida (NO) menyebabkan penurunan resistansi vaskular sehingga terapi vasopresor pun dibutuhkan. Subanalisis dari percobaan acak prospektif menyarankan bahwa norepinefrin (NE) lebih dipilih dibandingkan dopamin pada pasien dengan syok kardiogenik sementara dobutamin adalah inotropik terpilih. Kami presentasikan sebuah ilustrasi kasus syok kardiogenik dan tinjauan pustaka mengenai terapi farmakologis pada syok kardiogenik. (Indonesian J Cardiol. 2017;38:89-98) Kata kunci: syok kardiogenik, vasopresor, inotropik

Pendahuluan

S

yok kardiogenik merupakan kondisi emergensi yang mengancam jiwa dan biasanya terjadi bersamaan dengan sindroma koroner akut (SKA).1 Kondisi syok menggambarkan kega­ galan sistem kardiovaskular untuk menyediakan perfusi jaringan dan penghantaran oksigen yang adekuat untuk menjaga metabolisme selular yang normal.2 Angka mortalitas syok kardiogenik tetap tinggi sekitar 50% walaupun percutaneus coronary intervention (PCI) telah dilakukan, dan separuh kematian terjadi dalam 48 jam pertama. Kondisi ini kemungkinan disebabkan Alamat Korespondensi dr. Muhammad Yusuf Alsagaff SpJP(K), FIHA, PhD, Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia. E-mail: [email protected]

90

adanya kerusakan miokardium luas dan organ vital yang permanen.3 Tujuan terapi awal syok kardiogenik adalah mempertahankan tekanan arteri yang adekuat untuk meningkatkan perfusi jaringan.4 Terapi ini meliputi resusitasi awal menggunakan agen vasoaktif. Pertanyaannya, agen vasoaktif apakah yang sebaiknya digunakan?5 Berbeda dengan syok sepsis, hanya sedikit percobaan acak yang membandingkan katekolamin pada syok kardiogenik.6 Panduan konsensus dan rekomendasi para ahli mengusulkan bahwa agen yang dapat digunakan sebagai pilihan vasopresor pertama pada pasien dengan syok adalah dopamin dan norepinefrin (NE). Dopamin yang awalnya dipertimbangkan sebagai obat pilihan pertama saat ini terbukti dapat meningkatkan mortalitas pada syok kardiogenik.4,7 NE biasa digunakan sebagai agen lini pertama untuk memberikan support tekanan darah Indonesian J Cardiol • Vol. 38, Issue 2 • April - June 2017

Alsagaff MY dkk: Pemberian Agen Vasoaktif Berdasarkan Hemodinamik pada Syok Kardiogenik

pada hipotensi, dan disarankan sebagai pilihan lebih baik dibanding dopamin untuk manajemen awal hipotensi.8 Sementa­ra itu dobutamin merupakan pilihan pertama untuk agen inotropik.9 Paradigma baru menunjukkan bahwa pasien-pasien dengan gagal jantung berat/syok kardiogenik juga mengalami penurunan resistensi vaskuler yang disebabkan inflamasi melalui jalur nitrit oksida (NO) sehingga mereka membutuhkan terapi vasopresor.4 Berikut ini kami laporkan sebuah kasus pada penderita laki-laki berumur 66 tahun dengan klinis kardiomiopati non-iskemik (ejection fraction (EF) 29% yang bukan disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke jantung) yang mengalami syok kardiogenik dan tinjauan pustaka mengenai terapi farmakologis pada pasien syok kardiogenik berdasarkan profil hemodinamik.

Ilustrasi Kasus Seorang laki-laki, Tn. H, usia 66 tahun, suku Madura, datang pada tanggal 23 Februari 2017 ke instalasi rawat darurat Rumah Sakit (RS) Dokter Soetomo dengan keluhan utama sesak napas. Sesak napas telah dirasakan­ nya sejak empat hari sebelumnya dan bertambah berat satu hari sebelum masuk RS. Sesak tidak berkurang dengan istirahat. Tidak ada keluhan nyeri dada dan keringat dingin. Pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama sebanyak tiga kali. Pasien tidak pernah melakukan kontrol rutin. Riwayat hipertensi, diabetes melitus, dan stroke disangkal. Pasien memiliki riwayat merokok sebanyak satu bungkus per hari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum yang lemah, Glasgow coma scale (GCS) 456, tekanan darah 80/50 mmHg, nadi 90x/menit reguler, pernapasan 28x/menit, suhu 35,6o C, dan saturasi oksigen 77% dengan oksigen bebas. Pemeriksaan kepala leher tidak menunjukkan adanya kelainan. Dari pemeriksaan jantung didapatkan ictus cordis di sela iga V 2 cm lateral mid clavicula line sinistra, bunyi jantung pertama dan kedua reguler, didapatkan murmur sistolik di apeks jantung grade III/VI menjalar ke axilla, tidak didapatkan ekstrasistol dan gallop. Dari pemeriksaan paru didapatkan suara napas vesikuler, didapatkan ronchi basah halus minimal di lapangan paru kanan kiri, tidak didapatkan wheezing. Pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan kelainan. Dari pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral dingin dan basah dan tidak didapatkan edema. Indonesian J Cardiol • Vol. 38, Issue 2 • April - June 2017

Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 23 Februari 2017 menunjukkan hemoglobin (Hb) 13,5 g/dl, lekosit 11,960 /uL, trombosit 119,000/uL, serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) 178 U/L, serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) 89 U/L, albumin 3,13 g/dL, blood urea nitrogen (BUN) 56 mg/dl. Serum kreatinin (SK) 1,95 mg/dL, Na 132 mmol/L, kalium 4,9 mmol/L, klorida 101 mmol/L. Gula darah acak 163, dan dalam hasil analisis gas darah didapatkan asidosis metabolik terkompensasi. Dari pemeriksaan foto toraks didapatkan kesim­ pulan kardiomegali, cardio thorax ratio (CTR) 56% dengan kongestif pulmonum. Pemeriksaan elektrokardiografi menunjukkan irama sinus takikardia 107x/menit, left axis deviation, counter clockwise rotation, left atrial abnormality, old myocardial infarction (OMI) anterior dan inferior. Pemeriksaan ekokardiografi menunjukkan katup-katup tampak dilatasi annulus katup mitral dengan mitral regurgitasi (MR) sedang, aorta regurgitasi (AR) ringan, trikuspid regurgitasi (TR) ringan, dimensi ruang jantung: dilatasi atrium dan ventrikel kiri. Fungsi sistolik ventrikel kiri menurun (EF by biplane 29%), Fungsi diastolik ventrikel kiri pseudonormal dan fungsi sistolik ventrikel kanan menurun. Analisis segmental ventrikel kiri: akinetik di anterior, inferior, anteroseptal, inferoseptal, septal, lateral segmen lain hipokinetik. Parameter hemodinamik pulmonary capillary wedge pressure (PCWP): 18,33 mmHg, systemic vascular resistance (SVR) 1864,8 dynes.sec/cm5, cardiac output (CO) 2,86 l/min, cardiac index (CI) 1,57 l/min.m2, Estimasi right atrial pressure (RAP) 10 mmHg. Pasien telah mendapatkan angiografi tanggal 20 Desember 2016 dengan hasil penyakit jantung koroner single vessel disease (long lesion di proksimal left anterior descending (LAD) dengan maksimal stenosis 70%). Pasien dirawat di ruang Intensive Cardiac Care Unit ( ICCU) dengan diagnosis Kardiomiopati non-iskemik + acute decompensated heart failure + syok kardiogenik + asidosis metabolik terkompensasi. Pasien mengalami syok kardiogenik yang kemungkinan disebabkan kegagalan fungsi ventrikel kiri akibat kardiomiopati lanjut. Pasien diterapi dengan oksigen masker reservoir 10 liter per menit, infus Natrium klorida 0,9% sebanyak 500 cc/24 jam, minum maksimal 800 cc/24 jam. Norepinefrin mulai 0,03 µg/kgbb/menit iv dan dobutamin mulai 3 µg/kgbb/menit iv yang dititrasi sesuai hemodinamik, injeksi furosemid 3x 20 mg iv,

91



Indonesian Journal of Cardiology

asam asetilsalisilat 1x100 mg, dan injeksi ranitidin 2x50 mg iv.

Perjalanan Penyakit Pada hari kedua, pasien tidak memiliki keluhan dengan kondisi tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 85x/menit, frekuensi napas 16x/menit, suhu 36,5OC, dan saturasi oksigen 97%. Input 850 cc dan output 1125 cc, defisit 275 cc per 24 jam. NE dan dobutamin mulai tappering down. Diberikan tambahan terapi lisinopril 1x 2,5 mg dan warfarin 1x 4 mg. Pada hari ketiga, tidak ada keluhan dari pasien. Tekanan darahnya 90/70 mmHg, N 80x/menit RR 16x/menit. Obat vasoaktif dihentikan dan terapi lain diteruskan dengan ditambah bisoprolol. Di hari kelima, kondisi hemodinamik pasien stabil dan pasien dipindahkan ke ruang perawatan.

Diskusi Diagnosis dan etiologi Syok kardiogenik adalah suatu kondisi hipoperfusi kritis end organ yang disebabkan oleh penurunan curah jantung dengan volume intravaskular yang adekuat. Kondisi ini biasanya berhubungan dengan karakteristik hemodinamik sebagai berikut: tekanan darah sistolik <90 mmHg lebih dari 30 menit (tanpa pemberian inotropik dan vasopresor), berkurangnya CI (<1,8 l/min/m2 tanpa support dan <2,2 l/min/m2 dengan support), dan peningkatan tekanan pengisian jantung kiri (PCWP >18 mmHg).10 Penyebab paling sering dari syok kardiogenik adalah kegagalan ventrikel kiri setelah kejadian AMI, yang terjadi pada sekitar 8,6% pasien dengan ST-segment-elevation myocardial infarction (STEMI) dan 2,5% dengan nonSTEMI. Penyebab mekanik dapat berupa mitral regurgitasi akut yang parah, ruptur septum ventrikuler, ruptur dinding bebas ventrikel, dan tamponade jantung.1 Penyebab utama lainnya adalah kegagalan ventrikel kanan terisolasi, miokarditis, kardiomiopati lanjut, penyakit jantung katup, dan aritmia.11

Paradigma baru syok kardiogenik Patofisiologi mendasar dari syok kardiogenik ada­lah depresi kontraktilitas miokard, yang menyebabkan lingkaran setan yaitu penurunan CO, tekanan darah

92

yang rendah, insufisiensi koroner, dan penurunan kontraktilitas dan CO lebih lanjut. Paradigma klasik menyebutkan bahwa kompensasi vasokonstriksi sistemik dengan SVR yang tinggi harus terjadi sebagai respons terhadap depresi CO. Studi tentang pasienpasien dengan syok kardiogenik yang disebabkan kegagalan LV pada SHOCK (SHould we emergently revascularize Occluded Coronaries in cardiogenic shocK?) menyimpulkan bahwa SVR pada penggunaaan vasopresor rata-rata tidak meningkat.3 Analisis terbaru dari studi SHOCK menyimpulkan bahwa SIRS adalah komponen terpenting pada instabilitas hemodinamik yang mendasari presentasi klinis syok kardiogenik. Pada studi ini hampir 20% dari 297 pasien AMI dengan komplikasi syok kardiogenik menunjukkan tanda klinis SIRS yaitu demam, lekositosis, dan SVR yang rendah. Gagasan klasik bahwa penurunan akut CO akan menyebabkan kompensasi vasokonstriksi tidak terjadi pada banyak pasien, SVR sangat bervariasi tetapi rata-rata tidak meningkat yaitu sekitar 1350 sampai 1400 dyne·s/ cm5 dengan penggunaan vasopresor.3 Pasien dengan SVR normal atau rendah ini mewakili pasien dengan kondisi hipoperfusi yang berat dan respons inflamasi yang berhubungan dengan prognosis yang buruk.12 Mekanisme kondisi vasoplegi ini kemungkinan disebabkan aktivasi saluran K-Adenosine Triphosphate pada otot polos vaskular, defisiensi vasopresin, dan pelepasan sitokin dan NO yang disebabkan proses inflamasi.3 Pelepasan sitokin oleh jantung setelah infark miokard telah diketahui pada beberapa pasien yang kadarnya sangat meningkat setelah dilakukan primary PCI pada pasien AMI tetapi tidak pada pasien kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa pada pasien setelah infark miokard, aktivasi dari sitokin inflamasi menyebabkan tingginya kadar inducible nitric oxide synthase (iNOS), NO, dan peroxynitrite. Beberapa efek yang ditimbulkan adalah penghambatan langsung kontraktilitas miokardium, efek proinflamasi, dan menginduksi vasodilatasi sistemik.13

Terapi hemodinamik pada syok Tujuan manajemen hemodinamik pada gejala syok yang menetap adalah stabilisasi tekanan darah dan memastikan perfusi organ yang adekuat. Tujuan ini dicapai dengan preload yang adekuat dan penggunaan katekolamin seminimal mungkin, dan monitor invasif yang ketat dengan pengukuran CO berkala.9 Indonesian J Cardiol • Vol. 38, Issue 2 • April - June 2017

Alsagaff MY dkk: Pemberian Agen Vasoaktif Berdasarkan Hemodinamik pada Syok Kardiogenik

Gambar 1. Paradigma klasik syok, yang diilustrasikan oleh S. Hollenberg ditunjukkan dengan warna hitam. Pengaruh sindroma respons inflamasi yang disebabkan Infark miokard yang luas diilustrasikan dengan warna merah. Sumber: Hochman JS. Circulation 2003;107:2998–3002.

Pada syok kardiogenik, tidak ada rekomendasi yang jelas mengenai nilai target optimal mean arterial pressure (MAP). Rekomendasi MAP yang dipakai berasal dari data syok sepsis International Consensus Conference yaitu 65 mmHg, sedangkan konsensus Jerman dan Austria merekomendasikan MAP 65-75 mmHg. Tekanan darah yang lebih tinggi tidak berhubungan dengan outcome yang lebih baik. Pada beberapa pasien di intensive care unit (yaitu pasien dengan riwayat hipertensi, setelah resusitasi kardiopulmonal dan sepsis) target optimal MAP bisa lebih tinggi yaitu di atas 80-90 mmHg.14

Reseptor adrenergik dan agen vasoaktif

Agen vasoaktif mempunyai efek kardiovaskular de­n gan berinteraksi dengan reseptor adrenergik (adrenergic receptors/ARs) pada jantung dan pembuluh darah. Aktivasi simpatis ini menjaga MAP dengan meningkatkan CO, SVR, dan venous return dengan me­ngalihkan darah dari sirkulasi vena dan mesente­rium ke otot, jantung, dan otak saat stres dan latihan. Alpha 1 ARs (A1Rs) vaskular meningkatkan SVR melalui konstriksi pada mesenterika, kulit, dan arteriole renal dan arteri koroner saat meredistribusi volume darah dari vena mesenterium dan periferal ke dalam sirkulasi arteri. Respons A1R vaskular menurun saat sepsis dan Indonesian J Cardiol • Vol. 38, Issue 2 • April - June 2017

kondisi warm shock, sehingga membutuhkan vasopresor lebih tinggi untuk mempertahankan SVR dibandingkan pasien dengan cold shock (terutama syok kardiogenik). Myocardial b1ARs (B1Rs) dan b2ARs (B2Rs) dapat meningkatkan denyut jantung (kronotropik) dan kontraktilitas jantung (inotropik) untuk meningkatkan stroke volume (SV) dan CO.2 Vasopresor mempertahankan MAP dengan meningkatkan SVR melalui vasokonstriksi arteriolar (peningkatan sinyal A1R/vasopressin 1a receptors). Ino­ tropik meningkatkan CO dan SV melalui perbaikan kontraktilitas jantung melalui peningkatan signal B1R/ B2R. Inotropik β-Adrenergic meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif ) yang selanjutnya dapat menambah CO, walaupun takikardia yang memburuk dapat menghambat peningkatan CO pada beberapa pasien.15 Vasodilator menurunkan SVR tanpa efek inotropik secara langsung dan vasokonstriktor meningkatkan SVR tanpa efek inotropik secara langsung. Inodilator mengurangi SVR dan menstimulasi kontraktilitas kardiak sementara inokonstriktor meningkatkan SVR dan menstimulasi kontraktilitas jantung. Vasodilator dan inodilator cenderung mengurangi tekanan pengisian jantung dengan mengurangi SVR, sementara vasokonstriktor dan inokonstriktor cenderung meningkatkan tekanan pengisian jantung dengan meningkatkan SVR. Vasodilator, inodilator, dan inokonstriktor dapat meningkatkan CO walaupun inodilator cenderung memiliki efek lebih besar akibat kombinasi penurunan SVR dan peningkatan kontraktilitas.2 Inodilator dapat meningkatkan SV dan CO melalui stimulasi langsung kontraktilitas miokardium bersamaan dengan penurunan afterload yang disebab­ kan vasodilatasi sistemik (penurunan SVR), dengan efek kronotropik positif berkontribusi meningkatkan CO. Dobutamin dan milrinon adalah inodilator yang sering digunakan untuk meningkatkan CO yang sangat rendah dan mempertahankan penghantaran oksigen, terutama pada syok kardiogenik dan gagal jantung low-output. Pemahaman dari perbedaan ini adalah penting untuk pemilihan agen vasoaktif pada berbagai kondisi patofisiologis.2 Inokonstriktor adalah vasopresor yang sangat efek­ tif yang secara langsung menyebabkan vasokonstrik­ si dan menstimulasi kontraktilitas miokardium untuk meningkatkan CO dan SVR. Inokonstriktor katekolamin endogen (NE, epinefrin, dan dopamin) menunjukkan efek dose-response yang jelas dengan

93



Indonesian Journal of Cardiology

efek fisiologis yang berbeda. Pada dosis rendah, obatobatan ini dapat menstimulasi B1R miokardium dan meningkatkan kontraktilitas miokard, terutama dopamin dan epinefrin. Pada dosis lebih tinggi, peningkatan stimulasi A1R menyebabkan peningkatan progresif pada SVR dan MAP.15 Semua inokonstriktor memiliki risiko takikardia, takiaritmia, iskemia miokard, dan iskemia jaringan. Inokonstriktor adalah vasopresor lini pertama untuk mayoritas pasien dengan syok.16 Norepinefrin Norepinefrin adalah A1R yang poten dan B1R yang ringan-sedang dengan aktivitas B2R minimal.15 Efek hemodinamik NE didominasi oleh vasokonstriksi yang dimediasi A1R dan peningkatan SVR, sementara aktivasi B1R menyebabkan inotropik yang cukup untuk mempertahankan CO. Peningkatan dosis NE dapat meningkatkan CO pada beberapa pasien karena aktivasi B1R, menambah venous return, dan memperbaiki respons cairan.17 Norepinefrin dapat menurunkan CO seperti vasokonstriktor murni pada pasien dengan disfungsi jantung karena peningkatan afterload, tetapi beberapa pasien dengan syok kardiogenik dapat mempertahankan CO saat terapi dengan NE.2 Potensi NE sedikit di bawah epinefrin sebagai vaso­ presor, hampir seratus kali lebih poten dibanding­kan dengan dopamin dan sekitar 3-5 kali lebih poten di­ bandingkan phenylephrine untuk menaikkan MAP.18 Norepinefrin dapat menyebabkan pengurangan refleks heart rate (HR) dengan peningkatan MAP, walaupun pemburukan takikardia dapat terjadi pada dosis tinggi yang disebabkan stimulasi B1R. Norepinefrin adalah lini pertama vasopresor untuk semua jenis syok dengan hipotensi berat, termasuk syok yang tidak dapat dibedakan, syok septik dan syok kardiogenik.2 Rekomendasi untuk dosis awal adalah 0,01 hingga 0,03 µg/kg/menit; dengan dosis maksimal yang dianjurkan adalah 0,1 µg/kg/menit.8 Dobutamin Dobutamin dapat meningkatkan kontraktilitas miokardium melalui stimulasi kuat pada B1R, agonis B2R ringan sampai sedang, agonis A1R yang ringan, peningkatan SV dan CO yang kuat, peningkatan HR sedang (dose-dependent), dan efek yang bervariasi pada MAP. Dobutamin sedikit menurunkan SVR, kecuali pada dosis tinggi (>10-15 µg/kg/min) di mana agonis A1R yang bersifat dose-dependent menjadi

94

lebih menonjol. Dobutamin dapat meningkatkan MAP ketika CO meningkat secara signifikan dan SVR menurun ringan, seperti pada syok kardiogenik ketika baseline CO sangat rendah dengan SVR yang tinggi.15 Dobutamin dapat menyebabkan hipotensi ketika CO sedikit meningkat dan SVR menurun secara signifikan seperti pada syok vasodilatasi (dengan baseline CO relatif tinggi dan SVR rendah). Dobutamin menyebabkan peningkatan HR secara dose-dependent, dosis rendah (sampai 5 µg/kg/menit) dapat meningkatkan SV melalui efek inotropik tanpa takikardia yang signifikan, tetapi dosis >10 µg/kg/ menit dapat menyebabkan pemburukan takikardia dengan peningkatan CO yang minimal disebabkan penurunan SV karena penurunan waktu pengisian distolik. Perbandingan dobutamin dan dopamin pada dosis yang sama yaitu 5 sampai 10 µg/kg/menit menunjukkan peningkatan CO lebih tinggi dan penurunan tekanan pengisian jantung lebih besar dengan dobutamin dan MAP dan SVR lebih tinggi dengan dopamin, dengan perubahan hemodinamik sistemik yang hampir sama.2 Dobutamin adalah inotropik terpilih dalam kondisi akut dan tidak stabil pada syok kardiogenik karena waktu paruh yang pendek (kurang dari 2 menit) dan onset yang cepat sehingga dapat meningkatkan perbaikan CO dan titrasi yang cepat.15 Dobutamin direkomendasikan kepada pasien-pasien AMI dengan tekanan darah <100 mmHg dan hipoperfusi tanpa tanda syok berat dan dapat ditambahkan dengan NE untuk pasien dengan syok kardiogenik.9 Penggunaan dobutamin jangka panjang dapat menyebabkan takiphilaksis melalui downregulasi B1R, sehingga dibutuhkan uptitrasi untuk mempertahankan efek klinis.2

Agen vasoaktif mana yang dipilih? Katekolamin sering digunakan pada 90% pasien dengan syok kardiogenik, tetapi hanya sedikit percobaan acak yang membandingkan katekolamin pada syok kardiogenik.6 Panduan konsensus dan rekomendasi para ahli mengusulkan bahwa agen yang dapat digunakan sebagai pilihan vasopresor pertama pada pasien dengan syok adalah dopamin dan NE. Dopamin menstimulasi reseptor dopaminergik yang menyebabkan peningkatan lebih besar pada perfusi splanknik dan ginjal dan dapat membantu resolusi edema paru. Tetapi stimulasi dopaminergik dapat memiliki efek imunologis yang membahayakan dengan Indonesian J Cardiol • Vol. 38, Issue 2 • April - June 2017

Alsagaff MY dkk: Pemberian Agen Vasoaktif Berdasarkan Hemodinamik pada Syok Kardiogenik

mengubah fungsi hipotalamus dan pituitari sehingga menyebabkan penurunan kadar hormon prolaktin dan pertumbuhan. Stimulasi dari beta adrenergik juga memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan yaitu peningkatan metabolisme selular dan efek imunosupresif.7 Percobaan kontrol acak belum ada yang menun­ jukkan superioritas yang jelas dari semua vasopresor dibandingkan dengan norepinefrin untuk outcome klinis yaitu kematian pada pasien dengan syok.2 Pada sebuah studi acak yang membandingkan 1679 pasien dengan syok termasuk 280 pasien dengan syok kardiogenik, terlihat bahwa terapi dopamin dibandingkan NE secara signifikan lebih menyebabkan kejadian aritmia. Pemberian dopamin kemungkinan berhubungan dengan angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian NE.7 Alasan untuk penemuan ini masih belum jelas, tetapi kemungkinan berhubungan dengan HR yang lebih tinggi dengan pemakaian dopamin atau karena perbedaan farmakologis antara kedua obat, di mana NE menyebabkan peningkatan SVR yang lebih tinggi dibandingkan dengan dopamin.8 Dopamin adalah prekursor untuk NE pada sistem saraf simpatis dan direkomendasikan sebagai agen lini pertama vasopresor.19 Tetapi pasien syok dapat mengalami hilangnya respons terhadap agen indirect acting seperti dopamin. Pada kasus pasien dengan gagal jantung, komponen besar dari respons terhadap dopamin adalah pelepasan NE neuronal. Ketika NE endogen berkurang pada kondisi syok, agonis indirect acting seperti dopamin kurang mampu untuk memproduksi respons ini. Pada kondisi demikian, agen direct acting seperti epinefrin atau NE dapat meningkatkan efikasi.20 Epinefrin digunakan untuk resusitasi dan terapi anafilaksis, tetapi efek beta 2 adrenergik dapat menyebabkan hiperglikemia, asidosis, dan efek buruk lainnya.5 Studi acak yang membandingkan dua jenis vasopresor yaitu NE dan epinefrin menunjukkan bahwa untuk efikasi hemodinamik yang sama, epinefrin berhubungan dengan HR yang lebih tinggi, lebih banyak terjadi aritmia dan asidosis laktat. Oleh sebab itu NE perlu dipertimbangkan sebagai terapi awal untuk pasien-pasien dengan syok sirkulasi. Di samping pertimbangan vasokonstriksi pada end organ, ketika infus NE diberikan untuk mencapai MAP lebih dari 70 mmHg pada pasien dengan sepsis, aliran urine dan creatinine clearance meningkat setelah 24 jam.21 Studi terkini dari Perez dkk menunjukkan Indonesian J Cardiol • Vol. 38, Issue 2 • April - June 2017

bahwa di samping peningkatan yang jelas pada MAP dan SVR, NE juga dapat meningkatkan CI tanpa peningkatan HR, dan peningkatan oksigen saturasi vena campuran (SVO2) dan penurunan kadar laktat dalam darah. Peningkatan CI dapat disebabkan efek inotropik NE melalui stimulasi β1. Menariknya, NE meningkatkan CI pada pasien dengan indeks kardiak yang rendah dan tinggi. Dahulu NE dianggap obat tanpa atau memiliki efek positif ringan pada CI, tetapi pada laporan terbaru didapatkan bahwa efek yang lebih menguntungkan pada CI ditunjukkan pada percobaan dengan kardiomiopati sepsis, fase awal syok sepsis yang dikombinasi dengan resusitasi volume, syok septik stabil dan pada syok kardiogenik noniskemik. Studi ini menyimpulkan bahwa peningkatan MAP jangka pendek dengan NE pada pasien dengan syok kardiogenik post reperfusi berhubungan dengan performa kardiak yang lebih baik dan meningkatkan variable mikrosirkulasi.22 Pengaruh dosis uptitrasi dari NE (yang menyebab­ kan MAP lebih tinggi) pada hemodinamik global dan regional pada sepsis (dengan CO yang tinggi) telah dievaluasi pada beberapa percobaan eksperimental. Hasilnya, tidak ada efek yang merugikan pada hemodinamik global atau fungsi jantung.14 Pada studi observasi kohort multicenter yang terdiri atas 1058 pasien syok yang diterapi dengan katekolamin, penggunaan dopamin merupakan faktor risiko independen kematian, sementara penggunaan dobutamin dan epinefrin tidak berkaitan dengan mortalitas.23 Karena itulah dobutamin merupakan ino­ tropik yang terpilih. Pada kasus dengan katekola­min resisten, penelitian terbaru mendukung pengguna­an levosimendan (loading dose 12 sampai 24 μg/kg selama 10 menit, dilanjutkan 0,05 hingga 0,2 μg/kg/menit) dibandingkan phosphodiesterase III inhibitors seperti enoximone or milrinone. Pasien dengan penyakit jantung koroner dan gagal jantung dekompensata yang telah diterapi dengan penghambat beta akan lebih mendapatkan manfaat pada hemodinamik dengan phosphodiesterase III inhibitor dibandingkan dengan dobutamin.9 Petunjuk tatalaksana dari European Society of Cardiology (ESC) tahun 2016 tentang manajemen syok kardiogenik merekomendasikan pemberian dobutamin dapat dipertimbangkan jika dibutuhkan peningkatan CO dan NE lebih dipilih dibandingkan dopamin apabila dibutuhkan vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah sistolik apabila didapatkan adanya hipoperfusi yang persisten.24

95



Indonesian Journal of Cardiology

MAP <65 mmHg dan LVEF <40% atau CI <1,81/min/m2

Disfungsi ventrikel kanan dan/atau peningkatan resistensi pulmonal

Tidak

Ya Mulai pemberian milrinon atau levosimendan dengan norepinefrin

Mulai pemberian dobutamin MAP >65 mmHg Tidak Norepinefrin

Ya

MAP >65 mmHg

Teruskan terapi sebelumnya

MAP <65 mmHg

Tidak

Vasopresin

Vasopresin

Ya Teruskan terapi sebelumnya

Pertimbangkan alat bantu mekanik

Gambar 2. Skema terapi pasien dengan syok kardiogenik yang tidak memberi respons terhadap pemberian terapi cairan. Sumber: Amado J. Rev Port Cardiol. 2016;35:681-95. Gambar 2. Skema terapi pasien dengan syok kardiogenik yang tidak memberi respons terhadap pemberian terapi cairan. Sumber: Amado J. Rev Port Cardiol. 2016;35:681-95.

Kombinasi norepinefrin dan dobutamin Kesimpulan

vasopresor segera, penambahan obat inodilator dapat memperbaiki mortalitas jangka pendek.25 Levy dkk membandingkan epinefrin dan NE yang Penggunaan inotropik sebagai agen tunggal ber­ Kemajuan dalam pendekatan terapi syok kardiogenik sangatpada sekelompok dikombinasikan dengan dobutamin hubungan dengan prognosis yang lebihfarmakologis buruk kecil pasien dengan syok kardiogenik (n=30). Hasil dibandingkan kombinasi dandigunakan adalah terapi awal terbatas.dengan Pendekatan praktisinopresor yang umum studi ini menunjukkan bahwa efek hemodinamik inodilator pada pasien dengan syok kardiogenik, dan global dari dua strategi ini adalah sama, tetapi epinefrin pada pasien yang membutuhkan inopresor saat 24 menggunakan inotropik dan vasopresor jika didapatkan hipotensi yang menetap. berhubungan dengan asidosis laktat sementara, jam pertama. Ketika inopresor dibutuhkan dalam Namun ini belum diuji dengan dalam studi prospektif.denyut Sebuahjantung, studi acak peningkatan dan perfusi mukosa pencapaian targetpendekatan hemodinamik pada pasien gaster yang inadekuat. Dengan demikian kombinasi syok kardiogenik, memberikan kombinasi obat yang menunjukkan bahwa terapi dopamin dibandingkan NE secara signifikan lebih NE dan dobutamin tampaknya lebih dapat diandalkan memiliki aktivitas vasodilatasi dapat berguna. Hasil lebih aman pada kondisi ini.4 Hasil dari percobaan ini didapatkan dari data observasional yang dilakukan menyebabkan kejadian aritmia dan kematian dan sehingga pemberian norepinefrin Sepsis Occurrence in Acutely Ill Patients II (SOAP-II) Piracchio dkk terhadap 1272 pasien dengan syok lebih dipilih dibandingkan dopamin, dan dobutamin terpilih sebagai agen NE dan dobutamin merekomendasikan kombinasi kardiogenik. Didapatkan bahwa pada kebanyakan untuk syok kardiogenik dibandingkan dopamin.2 kondisi inotropik syok kardiogenik beratuntuk ketikapasien dibutuhkan lini pertama dengan syok kardiogenik. 96

Indonesian J Cardiol • Vol. 38, Issue 2 • April - June 2017

Alsagaff MY dkk: Pemberian Agen Vasoaktif Berdasarkan Hemodinamik pada Syok Kardiogenik

Kesimpulan Kemajuan dalam pendekatan farmakologis terapi syok kardiogenik sangat terbatas. Pendekatan praktis yang umum digunakan adalah terapi awal menggunakan inotropik dan vasopresor jika didapatkan hipotensi yang menetap. Namun pendekatan ini belum diuji dalam studi prospektif. Sebuah studi acak menunjukkan bahwa terapi dopamin dibandingkan NE secara signifikan lebih menyebabkan kejadian aritmia dan kematian sehingga pemberian norepinefrin lebih dipilih dibandingkan dopamin, dan dobutamin terpilih sebagai agen inotropik lini pertama untuk pasien dengan syok kardiogenik.

Daftar Singkatan

STEMI: ST-segment-elevation myocardial infarction SV: stroke volume SVO2: oksigen saturasi vena campuran SVR: systemic vascular resistance TR: trikuspid regurgitasi RAP: right atrial pressure

Daftar Pustaka 1.

2.

3.

AMI: acute myocardial infarction

AR: aorta regurgitasi Ars: reseptor adrenergik/adrenergic receptors A1Rs: Alpha 1 ARs BUN: blood urea nitrogen CI: cardiac index CO: cardiac output CTR: cardio thorax ratio EF: ejection fraction ESC: European Society of Cardiology GCS: Glasgow coma scale Hb: hemoglobin HR: heart rate ICCU: Intensive Cardiac Care Unit iNOS: inducible nitric oxide synthase LAD: left anterior descending MAP: mean arterial pressure MR: mitral regurgitasi NE: norepinefrin/noremelopinephrine NO: nitrit oksida/nitric oxide OMI: old myocardial infarction PCI: percutaneus coronary intervention RS: rumah sakit PCWP: pulmonary capillary wedge pressure SIRS: systemic inflammatory response syndrome SGOT: serum glutamic oxaloacetic transaminase SGPT: serum glutamic pyruvic transaminase SHOCK: SHould we emergently revascularize Occluded Coronaries in cardiogenic shocK? SK: serum kreatinin SKA: sindroma koroner akut SOAP-II: Sepsis Occurrence in Acutely Ill Patients II Indonesian J Cardiol • Vol. 38, Issue 2 • April - June 2017

4.

5. 6. 7.

8.

9.

10. 11.

12.

13.

Mann HJ, Nolan PE. Update on the management of cardiogenic shock. Current Opinion in Critical Care. 2006;12:431–6. Jentzer JC, Coons JC, Link CB, Schmidhofer M. Pharmacotherapy update on the use of vasopressors and inotropes in the intensive care unit. Journal of Cardiovascular Pharmacology and Therapeutics. 2015; 20(3): 249-60. Hochman JS. Cardiogenic shock complicating acute myocardial infarction: expanding the paradigm. Circulation. 2003;107:2998–3002. Levy B, Perez P, Perny J, et al. Comparison of norepinephrinedobutamine to epinephrine for hemodynamisyok kardiogenik, lactate metabolism, and organ function variables in cardiogenic shock. A prospective, randomized pilot study. Crit Care Med. 2011;39:450–5. Levy JH. Treating Shock—Old Drugs, New Ideas. N Engl J Med. 2010;362(9):841-3. Thiele H, Ohman EM, Desch S, et al. Management of cardiogenic shock. European Heart Journal. 2015;36:1223–30. De Backer D, Biston P, Devriendt J, et al. Comparison of dopamine and norepinephrine in the treatment of shock. N Engl J Med. 2010;362(9):779–89. Nicolau JN, Selzman CH, Fang JC, Stehlik J. Pharmacologic therapies for acute cardiogenic shock. Curr Opin Cardiol. 2014;29:250–7. Werdan K, Ruß M, Buerke M, et al. Cardiogenic shock due to myocardial infarction: Diagnosis, monitoring and treatment. A German-Austrian S3 Guideline. Dtsch Arztebl Int. 2012;109(19): 343–51. Amado J, Gago P, Santos W, et al. Cardiogenic shock: Inotropes and vasopressors. Rev Port Cardiol. 2016;35:681-95. Szymanski FM, Filipia KJ. Cardiogenic shock—diagnostic and therapeutic options in the light of new scientific data.Anaesthesiology Intensive Therapy. 2014;46(4):301–6. Kohsaka S, Menon V, Lowe AM, et al. Systemic inflammatory response syndrome after acute myocardial infarction complicated by cardiogenic shock.Arch Intern Med. 2005;165(14):1643. Neumann FJ, Ott I, Gawaz M, et al. Cardiac release of cytokines and inflammatory responses in acute myocardial infarction. Circulation. 1995;92:748–55.

97



Indonesian Journal of Cardiology

14. Rokyta K, Tesařová J, Pechman V, et al. The effects of short-term norepinephrine up-titration on hemodynamics in cardiogenic shock. Physiol Res. 2010;59:373-8. 15. Hollenberg SM. Vasoactive drugs in circulatory shock. Am J Respir Crit Care Med. 2011;183(7):847-55. 16. Bangash MN, Kong ML, Pearse RM. Use of inotropes and vasopressor agents in critically ill patients. Br J Pharmacol. 2012;165(7):2015-33. 17. Maas JJ, Pinsky MR, de Wilde RB, et al. Cardiac output response to norepinephrine in postoperative cardiac surgery patients: Interpretation with venous return and cardiac function curves. Crit Care Med. 2013;41(1):143-50. 18. Myburgh JA, Higgins A, Jovanovska A, et al. A comparison of epinephrine and norepinephrine in critically ill patients. Intensive Care Med. 2008;34(12):2226-34. 19. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, et al. Surviving sepsis campaign: International guidelines for management of severesepsis and septic shock: 2008. Crit Care Med. 2008;36:296-327. 20. Port JD, Gilbert EM, Larrabee P, et al. Neurotransmitter depletion compromises the ability of indirectacting amines to provide

98

21. 22.

23.

24.

25.

inotropic support in the failing human heart. Circulation. 1990;81:929-38. Albanèse J, Leone M, Garnier F, et al. Renal effects of norepinephrine in septic and nonseptic patients. Chest 2004;126:534-9. Perez P, Kimmoun A, Blime V, Levy B. Increasing mean arterial pressure in cardiogenic shock secondary to myocardial infarction: Effects on hemodynamics and tissue oxygenation. SHOCK. 2014;41(4):269-74. Sakr Y, Reinhart K, Vincent JL, et al. Does dopamine administration in shock influence outcome? Results of the sepsis occurrence in acutely ill patients (SOAP) study. Crit Care Med. 2006;34:589–97. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, et al. 2016 ESC guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure: The task force for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure of the European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal. 2016;37:2129–200. Pirracchio R, Parenica J, Resche Rigon M, et al. The effectiveness of inodilators in reducing short term mortality among patient with severe cardiogenic shock: A propensity-based analysis. PLoS ONE. 2013;8(8): e71659.

Indonesian J Cardiol • Vol. 38, Issue 2 • April - June 2017

Related Documents

Chile 1pdf
December 2019 139
Theevravadham 1pdf
April 2020 103
Majalla Karman 1pdf
April 2020 93
Rincon De Agus 1pdf
May 2020 84
Exemple Tema 1pdf
June 2020 78

More Documents from "Gerardo Garay Robles"