71393_isi.docx

  • Uploaded by: Shirtflowerss
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 71393_isi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,204
  • Pages: 16
BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang

Menurut ILO, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah menjaga dan meningkatkan kesejahteraan fisik, mental dan sosial seluruh para pekerja dan pada semua sektor pekerjaan, mencegah pekerja terjangkit penyakit yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, melindungi pekerja dari risiko yang berdampak buruk pada kesehatan, menempatkan dan menjaga pekerja dalam lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisiologi dan psikologi, menyesuaikan pekerjaan dengan pekerja serta pekerja dengan pekerjaannya (Markkanen, P.K, 2004). Keselamatan pasien merupakan masalah krusial yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan. Berbagai resiko dan hazard yang berkaitan dengan keselamatan pasien memiliki bentuk yang beragam dan kompleks. Adanya hazard dan resiko keselamatan pasien dapat disebabkan oleh tenaga kesehatan, pasien, lingkungan, bangunan rumah sakit, dan bisnis rumah sakit. Salah satu tenaga kesehatan yang mengambil andil besar dalam keselamatan pasien adalah perawat. Perawat disebut mengambil andil besar dalam resiko terjadinya insiden keselamatan pasien karena perawat yang bertugas mendampingi pasien selama 24 jam dan mengobservasi keadaan pasien setiap saat. Dalam praktiknya melakukan asuhan keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi, perawat dapat saja melakukan suatu kesalahan yang dapat menimbulkan insiden keselamatan pasien pada tiap tahap asuhan keperawatan tersebut. Walaupun perawat telah menyadari bahwa resiko dan hazard dalam asuhan keperawatan dapat saja terjadi, namun perawat lebih berfokus pada resiko dan hazard yang kemungkinan terjadi pada proses implementasi tindakan asuhan saja. Padahalnya, tahap pengkajian juga tidak kalah penting dalam mengambil andil dari kemungkinan adanya resiko dan hazard dalam pemberian asuhan keperawatan. Oleh karena itu, perawat perlu

1

memahami dan menyadari kemungkinan-kemungkinan resiko dan hazard pada tahapan pengkajian asuhan keperawatan.

1.2

Rumusan Masalah 1.2.1

Apa resiko dan hazard

yang mungkin terjadi pada tahap

pengkajian asuhan keperawatan ? 1.2.2

Bagaimana cara mencegah terjadinya resiko dan hazard pada tahap pengkajian asuhan keperawatan ?

1.2.3

Bagaimana contoh kasus yang terjadi berkaitan dengan resiko dan hazard pada tahap pengkajian asuhan keperawatan ?

1.3

Tujuan Penulisan 1.3.1

Untuk mengetahui resiko dan hazard yang mungkin terjadi pada tahap pengkajian asuhan keperawatan.

1.3.2

Untuk mengetahui cara mencegah terjadinya resiko dan hazard pada tahap pengkajian asuhan keperawatan.

1.3.3

Untuk mengetahui contoh kasus yang terjadi berkaitan dengan resiko dan hazard pada tahap pengkajian asuhan keperawatan.

2

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Resiko dan Hazard yang Mungkin Terjadi pada Tahap Pengkajian Asuhan Keperawatan Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi

bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya. Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik. Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh (effendi, Ferry. 2009: 233): 1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan. Beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. 2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai modal awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja, dan lain-lain.

3

3. Lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial. Kondisi lingkungan kerja (misalnya, panas, bising, berdebu, zat-zat kimia, dll) dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja. Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kerja yang baik dan optimal (effendi, Ferry. 2009: 233). Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan di tempat kerja dan lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehata kerja, perilaku kerja, serta faktor lainnya (effendi, Ferry. 2009: 233)

2.1.1

Hazard dan Pengendaliannnya Berdasarkan National Safety Council mengatakan bahwa hazard adalah

faktor faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu berupa barang atau kondisi dan mempunyai potensi menimbulkan efek kesehatan maupun keselamatan pekerja serta lingkungan yang memberikan dampak buruk. Sedangkan menurut Miles Nedved hazard adalah suatu aktivitas atau sifat alamiah yang berpotensi menimbulkan kerusakan. Pengertian berdasarkan Frank Bird Jr, hazard adalah suatu kondisi atau tindakan yang dapat berpotensial menimbulkan kecelakaan dan kerugian (AS/NZS, 1999). Hazard adalah sesuatu yang menimbulkan kerugian, kerugian ini meliputi pada gangguan kesehatan dan cidera, hilangnya waktu kerja, kerusakan pada property, area atau tempat kerja, produk atau lingkungan, kerugian pada proses produksi ataupun kerusakan – kerusakan lainnya. Firence (1978) mendefinisikan hazard sebagai suatu material atau kondisi yang berpotensi ditempat kerja dimana

4

dengan atau tanpa interaksi dengan variabel lain dapat menyebabkan kematian, cedera, atau kerugian lain.

Komponen Bahaya : 1.

Karakteristik material.

2.

Bentuk material.

3.

Hubungan pekerjaan dan efek.

4.

Kondisi dan frekuensi penggunaan.

5.

Tingkah laku pekerja.

2.1.2 Jenis-Jenis Hazard Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu jenis bahaya maka jenis bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu bahaya kesehatan kerja dan bahaya keselamatan kerja. Bahaya kesehatan kerja dapat berupa bahaya fisisk, kimia, biologi dan bahaya berkaitan dengan ergonomi, berdampak kepada kesehatan dan kenyamanan kerja, misalnya penyakit akibat kerja. Sedangkan, bahaya keselamatan (safety hazard) fokus pada keselamatan manusia yang terlibat dalam proses, peralatan, dan teknologi. Dampak safety hazard bersifat akut, konsekuensi tinggi, dan probabilitas untuk terjadi rendah. Bahaya keselamatan (Safety hazard) dapat menimbulkan dampak cidera, kebakaran, dan segala kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja. Biasanya efek dari bahaya keselamatan dapat langsung terlihat pada saat terjadi. Jenis-jenis safety hazard, antara lain :

5

a.

Mechanical Hazard, bahaya yang terdapat pada benda atau proses yang

bergerak yang dapat menimbulkan dampak, seperti tertusuk, terpotong, terjepit, tergores, terbentur, dan lain-lain. b. c.

Electrical Hazard, merupakan bahaya yang berasal dari arus listrik. Chemical Hazard, bahaya bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair, dan

padat yang mempunyai sifat mudah terbakar, mudah meledak, dan korosif. Bahaya kesehatan (health hazard) fokus pada kesehatan manusia. Bahaya keselamatan kerja dapat berupa bahaya fisik, kimia, bahaya berkaitan dengan ergonomi, psikososial, elektrik, berdampak pada keselamatan kerja, misalnya cedera, kebakaran, ledekan, pemajanan terjadi pada waktu singkat. a.

Hazard Fisik

Bentuk dari hazard fisik adalah radiasi, kebisingan, temperature ekstrim, pencahayaan, getaran. b.

Hazard Kimia ialah kecederaan akibat sentuhan dan terhidu bahan kimia.

Contohnya bahan-bahan kimia seperti asid, alkali, gas, pelarut, simen, getah sintetik, gentian kaca, pelekat antiseptik, aerosol, insektisida, dan lain-lain.. Bahan-bahan kimia tersebut merbahaya dan perlu diambil langkah - langkah keselamatan apabila mengendalinya. c.

Hazard Biologis

Hazard ini seluruhnya berasal dari makhluk hidup dan berdampak pada kesehatan, berupa jamur, bakteri, virus. d.

Hazard ergonomi yang termasuk didalam kategori ini antara lain desain

tempat kerja yang tidak sesuai, postur tubuh yang salah saat melakukan aktifitas, desain pekerjaan yang dilakukan, pergerakan yang berulang-ulang. e.

Hazard Mekanis, semua jenis bahaya yang berasal dari benda-benda

bergerak atau bersifat mekanis. Contoh : mesin-mesin pemotong, bahaya getaran.

6

f.

Hazard Listrik

Hazard listrik adalah hazard yang ditimbulkan dari arus listrik pendek, listrik statis. g.

Hazard Psikososial

Stress, kekerasan ditempat kerja, waktu kerja yang padat, kurangnya waktu istirahat.

2.1.3 Pengendalian Hazard Hazard atau bahaya dapat dihindari ataupun dampak dari hazard tersebut dapat diminimalkan. Menurut PERMENAKER No. 05/MEN/1996, pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan dengan berbagai macam metode, yaitu : 1. Pengendalian teknis atau rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi, isolasi, ventilasi, higiene, dan sanitasi (engineering control). 2. Pendidikan dan pelatihan. 3. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif, penghargaan, dan motivasi diri. 4. Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan dan etiologi. 5. Penegakan hukum. 6. Pemberian alat pelindung diri/ APD Alat Pelindung Diri (APD) adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan untuk mencegah paparan bahaya pada pekerja. Penggunaan APD ini disarankan hanya digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali lainnya. Dengan demikian perlindungan keamanan dan kesehatan personel akan lebih efektif.

7

2.1.4

Risiko

Kata risiko (Risk) berasal dari bahasa Arab yaitu Rizk yang berarti pemberian. Menurut kamus Webster, risiko adalah kemungkinan timbulnya kerugian cedera, keadaan yang merugikan atau perusakan (Risk is Possibility of loss, injury,disadventage or destruction). Menurut International Labour Organization (ILO), risiko adalah kemungkinan adanya peristiwa atau kecelakaan yang tidak diharapkan dan dapat terjadi dalam waktu dan keadaan tertentu. Sumber lain menyatakan bahwa risiko adalah adalah ukuran kemungkinan kerugian yang timbul dari sumber bahaya (hazard) tertentu yang terjadi, dengan kata lain risiko adalah probabilitas kerusakan atau kerugian dari hazard yang melekat pada spesifik individu atau kelompok yang terpapar oleh hazard tersebut. Risiko

merupakan

akumulasi

dari

potensi

hazard,

konsekuensi

yang

diakibatkannya, durasi pemaparan dan probabilitas yang ditimbulkannya. Risiko merupakan

gambaran

kuantitatif

dari

kemungkinan

kerugian

yang

mempertimbangkan kemungkinan suatu hazard yang akan mengakibatkan suatu peristiwa tersebut (DOE, USA, 1996). Menurut Kolluru (1996) ada 5 macam tipe risiko, yaitu : 1.

Risiko Keselamatan

Risiko keselamatan memiliki probabilitas rendah, tingkat paparan dan konsekuensi tinggi, bersifat akut, dan jika terjadi kontak akan langsung terlihat efeknya. Penyebab risiko keselamatan lebih dapat diketahui serta lebih berfokus pada keselamatan manusia dan pencegahan kecelakaan di tempat kerja. 2.

Risiko Kesehatan

Risiko kesehatan memiliki probabilitas tinggi, tingkat paparan dan konsekuensi rendah, dan bersifat kronis. Penyebab risiko kesehatan sulit diketahui serta lebih berfokus pada kesehatan manusia.

8

3.

Risiko Lingkungan dan Ekologi

Risiko lingkungan dan ekologi melibatkan interaksi yang beragam antara populasi, komunitas. Fokus risiko lingkungan dan ekologi lebih kepada dampak yang ditimbulkan terhadap habitat dan ekosistem yang jauh dari sumber risiko. 4.

Risiko Finansial

Risiko finansial memiliki risiko jangka panjang dan jangka pendek dari kerugian properti terkait dengan perhitungan asuransi dan pengembalian asuransi. Fokus risiko finansial lebih kepada kemudahan pengoperasian dan aspek keuangan. 5.

Risiko Terhadap Masyarakat

Risiko terhadap masyarakat memperhatikan pandangan masyarakat terhadap kinerja organisasi dan produksi, semua hal pada risiko terhadap masyarakat terfokus pada penilaian dan persepsi masyarakat.

2.1.5 Manajemen Risiko Menurut AS/NZS 4360 : 2004 manajemen risiko adalah suatu kumpulan dari berbagai tahapan kegiatan yang bertujuan untuk mengelola risiko – risiko keselamatan dan kesehatan dalam suatu aktivitas kegiatan. Manfaat dilakukannya manajemen risiko adalah (AS/NZS 4360 : 2004) : 1.

Mengurangi kejadian yang tidak dapat terduga

2.

Mencari kesempatan atau peluang

3.

Meningkatkan perencanaan, kinerja, dan efektifitas

4.

Meningkatkan keuntungan ekonomis dan efisiensi

5.

Meningkatkan informasi sebagai masukan sebagai proses pengambilan

keputusan 6.

Meningkatkan reputasi organisasi atau perusahaan

9

7.

Sebagai komitmen direksi untuk melindungi pekerja

8.

Sebagai salah satu cara untuk meningkatkan akuntabilitas, kepercayaan, dan

governance. 9.

Meningkatkan kesejahteraan kesehatan personal dan pekerja lainnya.

Tahapan proses manajemen risiko (AS/NZS 4360 : 2004), yaitu : 1.

Penetapan ruang lingkup

Menetapkan tujuan, kebijakan, strategi penerapan, metode atau cara pelaksanaan manajemen risiko, serta pencapaian yang ditargetkan oleh perusahaan. 2.

Identifikasi risiko

Melakukan identifikasi terhadap risiko yang akan dikelola, mencari tahu jenis hazard apa saja yang mungkin menimbulkan risiko, bagaimana dan mengapa risiko tersebut muncul. 3.

Analisis risiko

Melakukan estimasi risiko dengan mengkombinasikan faktor probabilitas atau likelihood dan konsekuensi, dengan mempertimbangkan upaya pengendalian risiko yang telah dilakukan. 4.

Evaluasi risiko

Membandingkan tingkat risiko yang didapat dalam proses analisis risiko dengan kriteria evaluasi yang digunakan, menentukan apakah suatu risiko dapat diterima atau tidak. 5.

Pengendalian risiko

Melakukan penanganan atau pengendalian terhadap risiko, terutama risiko dengan tingkat tinggi dengan mempertimbangkan aspek efektifitas dan efisiensi 6.

Monitoring dan review

10

Melakukan pemantauan dan pengkajian utama terhadap tingkat risiko, serta efektifitas program, penanganan risiko yang telah dilakukan agar selanjutnya dapat ditentukan tindakan koreksi dan perbaikan yang perlu dilakukan. 7.

Komunikasi dan konsultasi

Melakukan komunikasi dua arah antara pihak manajemen dan pekerja untuk mendapatkan masukan mengenai implementasi pengelolaan risiko di tempat kerja guna perbaikan system pengelolaan risiko tersebut.

2.1.6

Penerapan Keperawatan Kesehatan Kerja Secara umum, tujuan keperawatan kesehatan kerja adalah menciptakan

tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan hyperkes dapat diperinci sebagai berikut (Rachman. 1990): 1. Agar tenaga kerja dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat 2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan. Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau dta yang berisi tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan baik secara fisik, mental, social, dan lingkungan yang sistematis. Berikut merupakan resiko dan hazard yang mungkin terjadi pada tahap pengkajian : 1. Pelecehan verbal saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga, dan sebaliknya. 2. Kekerasan fisik pada perawat saat melakukan tahap pengkajian. 3. Pasien dan keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan yang diajukan oleh perawat .

11

4. Resiko tertular penyakit melalui kontak fisik dan udara saat pemeriksaan fisik 5. Perawat menjadi simpati dengan keadaan pasien dan keluarga.

2.2

Contoh Kasus yang Terjadi Berkaitan dengan Resiko dan Hazard pada Tahap Pengkajian Asuhan Keperawatan

Kasus I Seorang perawat di salah satu RS mengalami kekerasan fisik dan verbal pada saat perawat tersebut sedang melakukan pengkajian. “Ketika perawat T,28 tahun, melakukan pendekatan untuk mengumpulkan data, salah satu pasiennya mengamuk, berteriak dan memukul-mukul kepalanya ke dinding. Dia mencoba menghentikan dan menenangkannya tapi pasiennya secara emosional malah menendang dadanya, membuat dia terluka, dan membuat mentalnya tergoyang seharian.” Analisis Kasus Hazard

: Perawat mendapatkan kekerasan fisik sekaligus verbal pada saat

melakukan pengkajian kepada pasien. Resiko

: Perawat mengalami luka dan mentalnya tidak stabil.

Kejadian kekerasan fisik maupun verbal dalam kasus tersebut tidak disebut berasal dari kesalahan perawat sendiri ataukah karena memang sang pasien memiliki emosional yang tidak dapat dikontrol. Dalam proses pengkajian sendiri, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat. Mulai dari pemahaman akan pengertian pengkajian, tahap-tahapan pengkajian, hingga metode yang digunakan melakukan pengkajian. Dalam mengkaji pasien, perawat pun harus menyadari akan adanya hazard dan resiko yang mungkin mereka dapatkan. Berbagai macam upaya perlu dilakukan sebagai tidakan pencegahan. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan baik dari pihak pasien, perawat itu sendiri maupun dari pihak manajemen rumah

12

sakit. Berikut beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk mecegah terjadinya kekerasan fisik dan verbal pada perawat saat melakukan pengkajian Kasus II Seorang perawat di salah satu RS diketahui positif difteri pasca menangani pasien difteri. Berdasarkan informasi, perawat tersebut diduga tertular pasca menangani dan melakukan tindakan awal pada pasien positif difteri tersebut,. Analisis Kasus Hazard : Hazard Biologis yaitu perawat tertular penyakit difteri dari pasien pasca menangani dan melakukan tindakan awal pada pasien positif difteri. 2.3

Cara Mencegah Terjadinya Resiko dan Hazard pada Tahap Pengkajian Asuhan Keperawatan Cara pencegahan terjadinya resiko dan hazard pada kasus 1 : 1. Perawat harus melaporkan setiap adanya tindakan kekerasan dalam bentuk apapun kepada pihak rumah sakit. 2. Memberikan pengertian kepada pasien agar memperlakukan sesama manusia dengan dasar martabat dan rasa hormat. 3. Dalam melakukan kontak kepada pasien, perawat seharusnya menjadi pendengar yang baik. Salah satu teknik pengumpulan data pada pengkajian adalah wawancara. Saat melakukan wawancara, perawat harus mampu menempatkan diri sebagai tempat curhat pasien sebaik mungkin. 4. Memberikan pelatihan dan pendidikan kepada perawat tentang cara menghindari tindakan kekerasan verbal dan fisik. 5. Ketika pasien terlihat sedang dalam keadaan tidak terkontrol dan susah untuk didekati, perawat dapat melakukan pengkajian kepada keluarga pasien terlebih dahulu. 6. Saat mengkaji, perawat tidak boleh menyampaikan kata-kata yang menyinggung pasien dan keluarganya. 7. Saat melakukan tindakan pemeriksaan fisik, perawat harus meminta persetujuan dari pasien terlebih dahulu.

13

8. Manajemen rumah sakit perlu memfasilitasi perawat mempersiapkan diri untuk menghadapi hazard dan resiko. 9. Manajemen harus terbuka serta tidak berusaha menutupi terhadap laporanlaporan kekerasan fisik maupun verbal terhadap perawat. 10. Memodifikasi lingkungan yang nyaman di rumah sakit mulai dari poli, ruangan rawat inap, sampai ke unit gawat darurat dan ruang intensif untuk menentramkan suasana hati pasien dan keluarga. Cara pencegahan resiko dan hazard pada kasus 2 : Upaya pencegahan dari Rumah Sakit/ tempat kerja: 1. RS menyediakan APD yang lengkap seperti masker, handscoon, scout dll Alasan: meminimalisir terjadinya atau tertularnya penyakit/ infeksi yang dapat terjadi terutama saat bekerja, APD harus selalu di gunakan sebagai pelindung diri. Dengan kasus diatas dapat dihindari jika perawat menggunakan APD lengkap mengingat cara penularan Difteri melalui terpaparnya cairan ke pasien. 2. Menyediakan sarana untuk mencuci tangan atau alkohol gliserin untuk perawat. Alasan: Cuci tangan merupakan cara penanganan awal jika kita sudah terlanjur terpapar cairan pasien baik pasien beresiko menularkan atau tidak menularkan. Cuci tangan merupakan tindakan aseptic awal sebelum ke pasien maupun setelah ke pasien. 3. RS menyediakan pemilahan tempat sampah medis dan non medis. Alasan: Bila sampah medis dan non medis tercampur dan tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan penyebaran penyakit. 4. RS menyediakan SOP untuk tindakan keperawatan. Alasan: Agar petugas/perawat menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/perawat atau tim dalam organisasi atau unit kerja, sebagai acuan (check list) dalam pelaksanaan kegiatan tertentu bagi sesama pekerja, supervisor dan lain-

14

lain dan SOP merupakan salah satu cara atau parameter dalam meningkatkan mutu pelayanan. Upaya pencegahan pada Perawat: 1. Menjaga diri dari infeksi dengan mempertahankan teknik aseptic seperti mencuci tangan, memakaiAPD, dan menggunakan alat kesehatan dalam keadaan steril. Alasan: Agar perawat tidak tertular penyakit dari pasien yang di tangani meskipun pasien dari UGD dan memakai APD adalah salah satu SOP RS 2. Perawat mematuhi Standar Operational Prosedure yang sudah ada RS dan berhati-hati atau jangan terburu-buru dalam melakukan tindakan. Alasan :Meskipun pasien di Ruang UGD dan pertama masuk RS, perawat sebaiknya lebih berhati – hati atau jangan terburu-buru dalam melakukan tindakan ke pasien dan perawat menciptakan dan menjaga keselamatan tempat kerja supaya dalam tindakan perawat terhindar dari tertularnya penyakit dari pasien dan pasien juga merasa aman. Upaya Mencegah dan Meminimalkan Resiko dan Hazard pada Perawat dalam Tahap Pengkajian Bedasarkan Kasus Penyakit Akibat Kerja 1. Batasi akses ke tempat isolasi 2. Menggunakan APD dengan benar 3. SOP memasang APD, jangan ada sedikitpun bagian tubuh yang tidak tertutup APD 4. Petugas tidak boleh menyentuh wajahnya sendiri 5. Membatasi sentuhan langsung ke pasien 6. Cuci tangan dengan air dan sabun 7. Bersihkan kaki dengan di semprot, ketika meninggalkan ruangan tempat melepas APD 8. Lakukan pemeriksaan berkala pada pekerja 9. Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi.

15

BAB III PENUTUP 3.1

Simpulan

3.1.1

Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu program didasari

pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugiankerugian lainya yang mungkin terjadi. Hazard adalah sesuatu yang menimbulkan kerugian, kerugian ini meliputi pada gangguan kesehatan dan cidera, hilangnya waktu kerja, kerusakan pada property, area atau tempat kerja, produk atau lingkungan, kerugian pada proses produksi ataupun kerusakan – kerusakan lainnya. Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu jenis bahaya maka jenis bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu bahaya kesehatan kerja dan bahaya keselamatan kerja 3.1.2

Sedangkan Resiko adalah ukuran kemungkinan kerugian yang timbul dari

sumber bahaya (hazard) tertentu yang terjadi. Menurut Kolluru (1996) ada 5 macam tipe risiko, yaitu : risiko keselamatan, risiko kesehatan, risiko lingkungan dan ekologi, risiko finansial, danrisiko terhadap masyarakat. 3.1.3

Upaya pencegahan resiko dan hazard pada tahap pengkajian adalah upaya-

upaya yang dilakukan dalam meminimalisir kemungkinan terjadinya rsiko dan hazard dalam melakukan proses pengkajian dalam asuhan keperawatan atau tahapan pengumpulan data, baik secara subjektif maupun objektif

3.2

Saran Saat

melakukan proses

keperawatan, perawat

harus benar-benar

memperhatikan hazard dan resiko yang kemungkinan terjadi. Hal ini bertujuan untuk mencegah dan menghindari terjadinya kecelakaan kerja, seperti terinfeksi penyakit, mendapatkan kekerasan fisik atau verbal saat mengkaji pasien, dan mendapatkan informasi yang tidak sesuai dari pasien.

16

More Documents from "Shirtflowerss"

Lp Oksigenasi 100%.docx
December 2019 22
1-100.docx
December 2019 14
Sap Pak Gung Hipertensi.docx
December 2019 16
71393_isi.docx
December 2019 12