NO.URUT : 4 NAMA : ANNISA MARTANIA (1801085) RANGKUMAN BAB V MENGAKTUALISASIKAN DIRI MELALUI ARTIKEL ILMIAH
Artikel ilmiah merupakan salah satu jenis akademik. Artikel ilmiah biasanya diterbitkan pada jurnal ilmiah,yaitu terbitan berkala yang berisi kajian-kajian ilmiah di bidang tertentu (Rifai,1995: 57-95). Artikel ilmiah dapat digolongkan menjadi artikel penelitian dan artikel nonpenelitian (serta artikel ilmiah populer,sebagai subjenis yang lain). Artikel penelitian adalah laporan penelitian yang disajikan dalam bentuk artikel. Artikel nonpenelitian tidak didasarkan pada penelitian,dan biasanya merupakan ulasan konsep. Artikel nonpenelitian juga disebut artikel konseptual (Wiratno,2014). Artikel konseptual pada umumnya berisi pemikiran teoritis mengenai sesuatu yang disajikan melalui analisis secara kritis. Artikel ilmiah populer relatif sama dengan artikel konseptual,yaitu artikel ilmiah yang lebih bergaya informal yang antara lain ditandai oleh penggunaan bahasa sehari-hari. Hal yang paling utama pada konvensi penulisan artikel penelitian adalah struktur teksnya. Struktur teks artikel penelitian dapat disusun menjadi abstrak,pendahuluan,tinjauan pustaka,metodologi penelitian,hasil,pembahasan,simpulan. Artikel konseptual tidak ditulis berdasarkan artikel penelitian,karena tidak mengandung metodologi penelitian dan presentasi data atau presentasi hasil.
ARTIKEL PENELITIAN
PERSEPSI KONSUMEN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS JASA PELANGI PRINTING PADA CV. AURA ALYA JAYA PONTIANAK Irwan Kurniawan, Mashudi, Bambang Budi Utomo Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Untan Email:
[email protected]
Abstrak Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi konsumen terhadap kualitas jasa Pelangi Printing pada CV. Aura Alya Jaya Pontianak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan bentuk penelitian adalah penelitian survei (survey studies). Subjek penelitian ini adalah konsumen Pelangi Printing dan informan kunci dalam penelitian ini berjumlah lima orang yang ditentukan dengan teknik judment sampling yaitu berdasarkan penilaian peneliti bahwa informan adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya. Data diambil menggunakan teknik observasi langsung, teknik wawancara, studi dokumentasi. Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah lembar observasi, pedoman wawancara, alat rekaman suara, kamera dan lembar catatan. Data penelitian diperoleh dengan melakukan pengamatan di kantor Pelangi Printing dan wawancara mendalam dengan informan kunci. Hasil penelitian secara keseluruhan yang diperoleh dari informan kunci yaitu persepsi konsumen terhadap kualitas jasa Pelangi Printing adalah baik atau positif. Pelayanan yang diberikan oleh Pelangi Printing cukup sesuai dengan harapan dari konsumen. Persepsi konsumen dapat membantu pihak Pelangi Printing untuk menganalisis kualitas jasa yang diberikan. Konsumen memberikan penilaian atau persepsi masing-masing terhadap atribut pelayanan atau dimensi kualitas jasa seperti bukti fisik, keandalan, ketanggapan, jaminan dan kepastian serta perhatian, sehingga masing-masing dari dimensi memiliki kualitas tersendiri. Dengan mengetahui persepsi konsumen terhadap kualitas jasa maka akan mengetahui letak kekurangan dan letak keunggulan yang perlu dipertahankan. Kualitas Jasa akan semakin baik atau semakin meningkat dengan sendirinya jika kekuarangan pada dimensi kualitas jasa diperbaiki. Memperbaharui kekurangan untuk meningkatkan kualitas jasa maka harus terus memantau perkembangan indikator-indikator atau atribut kualitas jasa. Kata Kunci: Persepsi Konsumen, Kualitas Jasa
PENDAHULUAN Konsumen dalam membeli atau mendapatkan suatu produk dilatarbelakangi oleh alasan-alasan tertentu sesuai kebutuhannya. Alasan-alasan konsumen tersebut merupakan indikator yang menentukan apakah suatu produk layak untuk dikonsumsi. Suharno dan Sutarso mengungkapkan
bahwa, “Terdapat empat faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian. Faktor-faktor tersebut adalah faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi, dan faktor psikologi.”(Suharno dan Sutarso, 2009:85). Keempat faktor tersebut mempengaruhi konsumen baik dalam saat pengenalan kebutuhan, pembelian, maupun perilaku pasca pembelian. Bagi suatu perusahaan yang berorientasi konsumen, akan selalu mengamati persepsi konsumen dan perilaku konsumen terhadap pelayanan perusahaan. Bentuk persepsi konsumen terhadap kualitas jasa yang diberikan berupa tak berwujud (intangible), berwujud (tangible) seperti fasilitas perusahaan, ketanggapan (responsiveness), jaminan dan kepastian (assurance) sesuai promosi, serta empati atau perhatian (empathy), komunikasi perusahaan dengan konsumen, serta keandalan/ kemampuan perusahaan dan perhatian atas keinginan/kebutuhan seorang konsumen. The consumer is king merupakan kata yang sering dinyatakan untuk menggambarkan keadaan paradigma tersebut. Ungkapan ini dimaksud untuk menekankan bahwa walaupun perusahaan yang menghasilkan dan menjual barang/ jasa, tetapi akhirnya konsumen yang akan menentukan jenisjenis barang yang harus diproduksi dalam perekonomian”. (Sadono Sukirno, 2004:66). Bagi suatu perusahaan yang berorientasi konsumen, akan selalu mengamati persepsi konsumen dan perilaku konsumen terhadap pelayanan perusahaan. Bentuk persepsi konsumen terhadap kualitas jasa yang diberikan berupa tak berwujud (intangible), berwujud (tangible) seperti fasilitas perusahaan, ketanggapan (responsiveness), jaminan dan kepastian (assurance) sesuai promosi, serta empati atau perhatian (empathy), komunikasi perusahaan dengan konsumen, serta keandalan/ kemampuan perusahaan dan perhatian atas keinginan/kebutuhan seorang konsumen. Salah satu perusahaan jasa yang dibutuhkan konsumen adalah perusahaan jasa printing. Kebutuhan konsumen akan jasa printing dilatarbelakangi oleh bermacam alasan seperti sebagai alat promosi, alat pemberitahuan (undangan, spanduk/ baliho kegiatan), hiasan ruangan (contoh: photo, backdrop panggung, dll.), perlengkapan kantor (contoh: jadwal, struktur organisasi, plang nama,dll.), dan lain sebagainya. Jasa printing dengan teknologi digital saat ini mampu memenuhi kebutuhan konsumen baik dari segi ukuran, jenis bahan, warna, gambar, harga dan kreatifitas dalam hal percetakan. Kalimantan Barat sebagai salah satu Provinsi yang sedang berkembang menjadi pasar yang sangat berpotensi untuk industri jasa digital printing. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya jasa digital printing yang beroperasi di wilayah Pontianak dan produk-produk percetakan yang berada di setiap sudut kota (spanduk, sticker dan baliho). Salah satunya adalah Pelangi Printing, yang merupakan perusahaan jasa menengah yang bergerak di bidang printing atau percetakan di bawah naungan CV. Aura Alya Jaya. Untuk itu penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut serta menganalisis tentang persepsi konsumen persepsi konsumen terhadap kualitas pelayanan Pelangi Printing pada CV. Aura Alya Jaya Pontianak. Suharno dan Sutarso (2009:91) bahwa, persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan mengiterprestasikan informasi untuk membentuk gambaran dunia yang berarti. Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya bisa terkait
dan bisa juga tidak terikat pada suatu produk fisik. (Kottler dan Keller, 2007: 42). Jasa juga merupakan aktivitas ekonomi yang mempunyai sejumlah elemen (nilai atau rnanfaat) intangibel yang berkaitan dengannya, yang melibatkan sejumlah interaksi dengan konsumen atau dengan barang-barang milik, tetapi tidak menghasilkan transfer kepemilikan namun perubahan bisa saja muncul dalam kondisi yang memungkinkan dan produksi suatu jasa bisa memiliki atau bisa juga tidak dalam hal produk. Grifin (dalam Lupiyoadi dan Hamdani, 2006: 6 ), menyebutkan karakteristik pokok pada jasa yang membedakan dengan barang, yaitu 1) Intangibility (tak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum jasa itu dibeli. 2) Unstrorability (tak dapat disimpan). Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini juga disebut inseparabality (tidak dapat dipisahkan), mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. 3) Variability (berubah-ubah) yaitu jasa tidak dapat distandarisasi sehingga bentuk, kualitas, dan jenisnya tergantung pada siapa yang menghasilkan, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Jasa mempunyai ciri-ciri seperti tak berwujud, tak dapat disimpan, tidak dapat dipisahkan dalam hal penggunaan, dan berubah-ubah. Antara jasa yang satu dan jasa yang lain tidak ada yang benar-benar serupa. Menurut Parasuraman (1998), kualitas jasa didefenisikan sebagai “ seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima”, (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006:181). Salah satu faktor yang menentukan tingkat tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan, menurut John Sviokla adalah ”kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan”, (Lupiyoadi dan hamdani, 2006:181). Kualitas jasa bisa diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan pelanggan yang disertai ketepatan cara penyampaiannya guna memenuhi harapan pelanggan. Dengan demikian maka terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dirasakan (perceived service). Apabila perceived service sesuai dengan expected service, maka kualitas jasa bersangkutan akan dipersepsikan baik atau positif. Jika perceived service melebihi expected service, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaliknya apabila perceived service lebih jelek jika dibandingkan expected service, maka kualitas jasa dipersepsikan negatif atau buruk dan konsumen menganggap bahwa kualitas atau pelayanan yang diberikan buruk. Oleh sebab itu, baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Dalam perkembangannya Parasuraman, Zhetami, dan Berry (1998), menemukan bahwa sepuluh dimensi yang ada dapat dirangkum menjadi lima dimensi pokok, yang meliputi; “Tangibles, Realibility, Responsiveness, Assurance (security, credibility, courtesy, competence), Empaty (access, communication, understanding the customer)”, (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006:182).
METODE Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Bentuk penelitian ini adalah bentuk
penelitian survei (survey studies), sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Hadari Nawawi (2003:64) bahwa “survei bersifat menyeluruh yang kemudian akan dilanjutkan secara mengkhusus kepada aspek tertentu bilamana diperlukan studi yang lebih mendalam”. Subjek dalam penelitian ini adalah konsumen Pelangi Printing CV. Aura Alya Jaya Pontianak. Subjek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian adalah seseorang yang benar-benar mengetahui suatu persoalan atau permasalahan tertentu yang darinya dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat, dan terpercaya baik berupa pernyataan, keterangan, atau data-data yang dapat membantu dalam memahami persoalan atau permasalahan tersebut. Menurut Bagong Suyanto (2005:172), Informan penelitian meliputi beberapa macam, yaitu, 1) informan kunci (key informan) merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, 2) Informan Utama merupakan mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, 3) Informan Tambahan merupakan mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti.” Dalam penelitian ini, penulis menggunakan informan kunci. Informan kunci ditentukan dengan menggunakan teknik Judgment Sampling, yaitu informan dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya yaitu sebagai berikut, 1) Syafarudin Karim, S.Pd.I, 2) Yudiansyah, S.H, 3) Anggi S.P, 4) Mukhlis S.E, 5) Wisda Seprima. Menurut Sugiyono (2008:309) menyatakan bahwa “ada empat teknik pengumpulan data di dalam melakukan suatu penelitian yaitu observasi, wawancara, dokumentasi dan gabungan/triagulasi.” Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data yang berupa observasi, wawancara dan dokumentasi. Observasi merupakan upaya mengumpulkan data yang mengharuskan seorang peneliti melakukan pengamatan ke kantor Pelangi Printing Pontianak dan pengamatan terhadap konsumen pada saat transaksi. Wawancara merupakan upaya mengumpulkan data yang mengharuskan seorang peneliti melakukan kontak langsung secara lisan atau tatap muka dengan sumber data yang ditemui dengan menanyakan sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan penelitian. Wawancara dilakukan dengan dua bentuk, yaitu wawancara tidak terstruktur dan wawancara terstruktur (dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti). Dokumentasi merupakan upaya yang dilakukan peneliti dengan cara melakukan studi buku-buku, laporan dan arsip, serta catatan-catatan lain yang dapat menunjang kegiatan penelitian. Perolehan dari metode ini, dipergunakan sebagai bahan pembanding. Studi ini dilaksanakan dengan mengumpulkan dan mencatat hal-hal yang dengan penelitian dari literatur, jurnal, dokumen, dan lain-lainnya. Hal ini sangat penting guna mendukung interpretasi teks-teks tertulis, gambar, atau foto penelitian. Adapun alat yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah lembar obesrvasi, pedoman wawancara, lembar catatan dan Dokumen, kemera, alat perekam suara (Voice Record). Pengolahan data adalah menyusun data hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi
pustaka yang telah dikumpulkan, secara sistematis yang di dapat dari diklasifikasikan yang kemudian di tarik kesimpulan. Teknik pengolahan data dalam penelitian ini melalui beberapa tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah memilih data hasil penelitian yang diperlukan dengan menyederhanakan, mengklasifikasi, dan menyaring data. Sehingga data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas. Untuk menentukan kriteria dari data hasil obsrvasi maka data di olah berdasarkan kriteria penskoran dan pedoman penskoran. Penyajian data adalah mendeskripsikan data sehingga mudah dipahami oleh orang lain. Dalam penelitian ini penyajian data dilakukan dengan cara memaparkan hasil observasi, hasil wawancara dan catatan lapangan yang diperoleh selama saat penelitian dan menyajikan data penelitian ke dalam bentuk gambar, tabel atau grafik dan narasi. Penarikan kesimpulan adalah proses penyimpulan dari data yang telah diolah dan disajikan sehingga diperoleh suatu teori atau pernyataan. Penarikan kesimpulan juga merupakan suatu proses untuk menemukankan jawaban dari permasalahan penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagan 1. Aspek Kualitas Jasa Pelangi Printing
Masalah umum dalam penelitian ini adalah “ bagaimanakah persepsi terhadap kulitas pelayanan atau jasa Pelangi Printing pada CV.Aura Alya Pontianak. Kualitas Jasa akan semakin baik atau semakin meningkat dengan sendirinya jika kekuarangan pada dimensi kualitas jasa diperbaiki dan meningkatkan kualitas item-item pelayanan pada dimensi kualitas jasa seperti tangible, reliability, responsiviness, assurance, dan empathy. Dengan memperbaharui kekurangan untuk meningkatkan kualitas jasa maka harus terus memantau perkembangan indikator-indikator kualitas jasa. Hasil dari wawancara beberapa konsumen, mereka memilih Pelangi Printing sebagai pemenuh permintaannya disebabkan pelayanan yang diberikan nyaman dengan alasan di Kantor Pelangi Printing, konsumen sedikit mempunyai kebebasan dan bisa melihat langsung pengerjaan pesanan, masalah biaya dan pembayaran dapat dinegoisasi, mau membantu konsumen di luar jam kerja, bisa meminta percepatan waktu pencetakan dan orang-orang pelangi printing enak di ajak berkomunikasi serta desain gambar yang menarik dan memuaskan. Hasil wawancara juga mendapatkan bahwa pelangi printing selalu berganti karyawan setiap tahunnya yaitu di bidang desain gambar sehingga mempengaruhi kualitas desain gambar. Tahun 2011 saja pelangi printing karyawan sudah 3 kali ganti dan yang dipersepsikan baik oleh konsumen adalah desainer yang terbaru sehingga konsumen berebut untuk meminta jasanya untuk desain walau ada operator mesin juga pandai desain. Menurut salah satu konsumen, Pelangi Printing lebih memperhatikan konsumen yang memiliki pesanan yang lebih banyak dan sering
melakukan transaksi. Sehingga terkesan ada tingkatan dalam konsumen. Persepsi konsumen merupakan hal penting yang harus dikelola untuk meningkatkan kualitas jasa agar konsumen dapat menjadi loyal dan menjadi media pemasaran yang efektif yaitu dengan cara mouth to mouth (dari mulut ke mulut). Mouth to mouth adalah media pemasaran yang terjadi secara alami akibat puasnya konsumen/ persepsi konsumen yang baik terhadap kualitas jasa tanpa konsumen sadari. Persepsi konsumen yang baik dapat memacu perusahaan lebih meningkatkan kualitas jasanya agar mampu bersaing dengan perusahaan sejenis lainnya. Ketika seorang konsumen merasa puas setelah mengkonsumsi suatu produk atau jasa maka secara tidak langsung mereka berada pada suatu tingkat kepuasan emosional. Kepuasan emosional inilah yang menghasilkan word of mouth yang diharapkan mampu mempromosikan dan merekomendasikan kepada konsumen lain. Hal itu disebabkan karena konsumen yang puas akan selalu bercerita tentang produk yang dibelinya hingga akhirnya terjadilah pemasaran produk secara alami dari word of mouth menjadi mouth to mout.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari pembahasan hasil penelitian menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Persepsi yang diberikan oleh konsumen terhadap aspek tangible berupa keadaan parkir dari Pelangi Printing bahwa tempat parkir tersebut harus dibenahi karena bagi konsumen yang menggunakan kendaraan beroda empat sulit untuk memarkirkan kendaraannya. Fasilitas tunggu juga di persepsikan kurang memadai untuk menunggu pesanan atau hanya sekedar bertransaksi. Secara keseluruhan dimensi kualitas jasa tangible dari Pelangi Printing di persepsikan cukup baik oleh konsumen. 2) Persepsi yang diberikan oleh konsumen terhadap aspek realibility dari Pelangi Printing dapat disimpulkan secara umum baik. Karena keandalan berupa melayani kebutuhan konsumen sesuai janji menjadi suatu daya tarik bagi konsumen untuk tetap bertransaksi dengan Pelangi Printing. Karyawan selalu menginformasikan proses maupun hambatan pengerjaan pesanan. Alasan lainnya adalah proses pengerjaan pesanan selalu tepat waktu. 3) Pelayanan permitaan konsumen yang diberikan karyawan atau pegawai Pelangi Printing dilakukan dengan baik dan konsumen tidak perlu waktu banyak dalam melakukan transaksi. Dengan demikian Persepsi yang diberikan oleh konsumen terhadap aspek responsiviness dari Pelangi Printing cukup bagus. 4) Persepsi yang diberikan oleh konsumen terhadap aspek assurance dari Pelangi Printing dapat disimpulkan secara umum baik. Karena keandalan berupa pengalaman dan pengetahuan karyawan melayani kebutuhan konsumen mampu membuat konsumen merasa senang dan menjadi suatu daya tarik bagi konsumen untuk tetap bertransaksi dengan Pelangi Printing. 5) Sikap dari karyawan maupun manajer Pelangi Printing sangat bersahabat dengan setiap konsumen dan memberikan ruang untuk konsumen memberikan saran maupun kritikan. Sehingga persepsi yang diberikan oleh konsumen terhadap aspek empathy dari Pelangi Printing sangat baik.
Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti memberikan saran berupa: 1) Untuk meningkatkan kualitas jasa, Pelangi Printing harus konsisten terhadap apa yang dijanjikan baik janji dengan
konsumen atau dengan karyawan. 2) Manager juga harus memperhatikan keadaan karyawan, menyesuaikan antara upah/gaji dengan kinerja yang dihasilkan. Karena karyawanlah yang secara langsung memberikan pelayanan kepada konsumen. Jika karyawan digaji dengan rendah, diperlakukan dengan buruk, dan menambah pekerjaan tanpa memberikan insentif, maka pelayanan yang diberikan oleh karyawan ke konsumen akan buruk. 3) Selalu menanyakan kekurangan pelayanan yang diberikan dan meminta saran kepada konsumen, agar mengetahui perkembangan dan menjadi referensi dalam menentukan strategi pemasaran. 4) Meningkatkan kapasitas kemapuan karyawan dengan memberikan pelatihan yang berhubungan dengan bidangnya. 5) Memberikan bonus kepada konsumen yang paling banyak bertransaksi dengan Pelangi Printing selama per dua bulan. 6) Mengelola persepsi konsumen dengan melihat kekurangan pada dimensi kualitas jasa. Kekurangan-kekurangan harus segera ditutupi dengan cara membuat inovasi dan perencanaan strategi yang mudah dan menghasilkan. DAFTAR RUJUKAN Bagong Suyanto. (2005). Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta : Prenada Media. Hadari Nawawi. (2003). Metode Penelitian Bidang Sosial. Jakarta: Gajah Mada University Pers. Philip Kotler. (2005). Manajemen Jasa. Jakarta: PT. Indeks. Rambat Lupiyoadi dan Hamdani, A. (2006). Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta: Salemba Empat. Sadono Sukirno dkk. (2004). Pengantar Bisnis. Edisi Pertama. Jakarta: Prenada Media Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Dan R & D. Cetakan ke 6 . Bandung: Alfabeta. Suharno, dan Sutarso, Y. (2009). Marketing in Practice. Edisi Baru. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
ARTIKEL KONSEPTUAL
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM UPAYA MENDISIPLINKAN SISWA Patmayani, Aprillia Putri.2015.Pendidikan Karakter Dalam Upaya Mendisiplinkan Siswa. Prodi PPKn. Jurusan PKn. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. Abstrak: Di era reformasi sekarang ini, banyak terjadi masalah-masalah sosial . Masalah-masalah tersebut juga berimbas kepada kehidupan sekolah – bahkan di sekolah dasar. Masalah-masalah sosial tersebut mengarah kepada kedisiplinan siswa. Solusi atas kedisiplinan siswa tersebut adalah
melalui pendidikan karakter. Untuk dapat melaksanakan pendidikan karakter, diperlukan pemahaman yang baik terhadap pendidikan karakter, yaitu pemahaman tentang pengertian pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan karakter, ruang lingkup pendidikan karakter, dan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dasar. Kata Kunci: pendidikan karakter, kedisiplinan, siswa PENDAHULUAN Masyarakat Indonesia saat ini berada di era reformasi. Era reformasi adalah era baru setelah era orde baru. Era reformasi ditandai dengan pelaksanaan hak asasi manusia secara utuh, dalam arti semua hak-hak manusia dihargai dan dijunjung tinggi dengan memperhatikan hak-hak orang lain. Namun hal ini disalah artikan dalam pelaksanaannya. Hak-hak seseorang diminta untuk dihargai dengan sebebas-bebasnya tanpa memperhatikan hak-hak orang lain serta norma dan aturan yang berlaku. Akibatnya, banyak terjadi masalah-masalah sosial di masyarakat. Sebagai contoh adalah adanya tindak kekerasan yang terjadi di mana-mana, tawuran antar pelajar, kurangnya rasa hormat dan sopan santun kepada orang yang lebih tua dan lain sebagainya. Masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat juga memberi imbas kepada kehidupan di sekolah tidak hanya di sekolah-sekolah tingkat atas, bahkan di sekolah dasar pun kerap terjadi masalah-masalah sosial tersebut. Adapun masalah-masalah tersebut meliputi pelanggaranpelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat. Masalah-masalah yang sering dijumpai adalah adanya siswa yang kurang hormat kepada Bapak/Ibu Guru, kekerasan kepada siswa lainnya dan lain sebagainya. Identifikasi masalah-masalah sosial di sekolah mengarah kepada adanya kurang disiplinannya siswa. Diakibatkan penyebab-penyebab adanya kekurang disiplinan siswa adalah kurangnya kepedulian pihak-pihak di sekitar siswa. Penyebab lainnya adalah mudahnya siswa mendapatkan “informasi” tanpa adanya penyaringan terlebih dahulu. Pendidikan karakter dipandang sebagai solusi adanya kurangnya kedisiplinan siswa di sekolah. Pendidikan karakter dijadikan alat untuk “mengkarakterkan “siswa. Melalui kegiatan ini, siswa dilatih bertindak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Melalui kegiatan ini pula, siswa dibiasakan melaksanakan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat seperti gotong-royong, sopan santun, saling menghormati, dan lain sebagainya. Sejak Indonesia berdiri, pendidikan karakter terus dikumandangkan. Sebagai bukti adalah Presiden Soekarno mencanangkan nation and character building dalam rangka membangun dan mengembangkan karakter bangsa Indonesia guna mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Puskur,2010:1). Dilanjutkan pada masa orde baru, Presiden Soeharto mencanangkan pelatihan atau penataran P 4. Pada masa reformasi ini, pendidikan karakter juga menjadi prioritas pendidikan karakter juga. Adanya bukti-bukti tadi memberikan gambaran bahwa pendidikan karakter bukan lah hal yang baru. Namun demikian, di era reformasi ini, pendidikan karakter juga menjadi prioritas pembangunan SDM bangsa Indonesia. Hal ini tampak dalam UU Sisdiknas. Namun demikian, pelaksanaannya nampak surut bahkan tidak ada sama sekali. Untuk itu, diperlukan adanya penghidupan kembali pendidikan karakter. Diperlukan pemahaman lebih lanjut untuk melaksanakan pendidikan karakter. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang dihasilkan adalah sebagai berikut (1) pengertian pendidikan karakter (2) nilai-nilai pendidikan karakter (3) ruang lingkup pendidikan karakter dan (4) penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar. Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan pengertian pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan karakter, ruang lingkup
pendidikan karakter, dan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dasar. PEMBAHASAN Pengertian Pengertian pendidikan karakter berkaitan dengan pengertian pendidikan dan karakter. Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi siswa (Puskur, 2010: 4). Pengertian karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain (Puskur, 2010 : 5). Bila dua pengertian tadi digabung, akan menjadi pendidikan yang “mengkarakterkan” siswa. Lebih lanjut, pengertian pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri siswa sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif (Puskur, 2010 : 4). Pengertian pendidikan karakter memiliki dua kata kunci. Kata kunci yang pertama adalah isi pendidikan karakter. Isi berkaitan dengan “apa yang akan dilaksanakan” dalam pendidikan karakter. Isi pendidikan karakter meliputi nilai nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional (Puskur, 2010 : 6). Kata kunci yang kedua adalah pelaksanaan pendidikan karakter. Untuk dapat melaksanakan pendidikan karakter, perlu diketahui fungsi dan tujuan pendidikan karakter. Adapun fungsi pendidikan karakter adalah 1) pengembangan: pengembangan potensi siswa untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi siswa yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa.2) perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi siswa yang lebih bermartabat dan, 3) penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat. (Puskur, 2010 : 7). Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses menumbuhkan, mengembangkan dan mendewasakan kepribadian seseorang. Tujuan Pendidikan Karakter Tujuan Pendidikan Karakter adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup. Meletakkan tujuan pendidikan karakter dalam rangka tantangan diluar kinerja pendidikan, seperti situasi kemrosotan moral dalam masyarakat yang melahirkan adanya kultur kematian sebagai penanda abad, memang bukan merupakan landasan yang kokoh bagi pendidikan karakter itu sendiri. Sebab dengan demikian, pendidikan karakter memperhambakan demi tujuan korektif, kuratif situasi masyarakat. Sekolah bukanlah lembaga demi reproduksi nilai-nilai sosial, atau demi kepentingan korektif bagi masyarakat diluar dirinya, melainkan juga mesti memiliki dasar internal yang menjadi ciri bagi lembaga pendidikan itu sendiri. tujuan pendidikan karakter adalah: 1) mengembangkan potensi
kalbu/nurani/afektif siswa sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa, 2) mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious, 3) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa sebagai generasi penerus bangsa, 4) mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan dan 5) mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa Kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity). (Puskur, 2010 : 7). Nilai-Nilai Sebagai Materi Pendidikan Karakter Menentukan nilai-nilai yang relevan bagi pendidikan karakter tidak dapat dilepaskan dari situasi dan konteks historis masyarakat tempat pendidikan karakter itu mau diterapkan. Sebab, nilai-nilai tertentu mungkin pada masa tertentu lebih relevan dan dalam situasi lain, nilai lain akan lebih cocok. Oleh karena itu, kriteria penentuan nilai-nilai ini sangat dinamis dalam arti, aplikasi praktisnya di dalam masyarakat yang akan mengalami perubahan terus menerus, sedangkan jiwa dari nilai-nilai itu tetap sama. Menurut Komensky (Koesoma; 2007; 9208)., bahwa kepada anak didik semestinya diajarkan seluruh keutamaan tanpa mengecualikannya. Ini adalah prinsip dasar pendidikan karakter, sebab sekolah merupakan sebuah lembaga yang dapat menjaga kehidupan nilai-nilai sebuah masyarakat. Oleh karena itu, bukan sembarang cara bertindak, pola perilaku, yang diajarkan di dalam sekolah, melainkan nilai-nilai yang semakin membawa proses membudaya dan manusialah yang boleh masuk di dalam penanaman nilai di sekolah. Sikap-sikap anti demokrasi seperti pemaksaan kehendak, tirani mayoritas, penindasan terhadap manusia lain. Untuk itu, ada beberapa kriteria nilai yang bisa menjadi bagian dalam kerangka pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah. Nilai-nilai ini diambil sebagai garis besarnya saja, sifatnya terbuka, masih bisa ditambahkan nilainilai lain yang relevan dengan situasi kelembagaan pendidikan tempat setiap individu bekerja. Nilai-nilai itu antara lain : Nilai keutamaan, Nilai keindahan, Nilai kerja, Nilai patriotisme, Nilai demokrasi, Nilai kesatuan, Nilai moral, Nilai-nilai kemanusiaan, Nilai keadilan dan Kerjasama. Dalam pendidikan karakter Lickona (1991, dalam Dwi Hastuti Martianto, 2002) menekankan pentingya tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar siswa didik mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan. Indonesia Heritage Foundation adalah yayasan yang bergerak dalam bidang Character Building (Pendidikan Karakter) yang mempunyai visi “Membangun Bangsa Berkarakter” melalui pengkajian, dan pengembangan pendidikan holistik dengan fokus menanamkan sembilan pilar karakter (Ratna Megawangi, 2007). Adapun sembilan pilar karakter ini adalah nilai-nilai luhur universal yang terdiri dari: Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya. Tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian. Kejujuran, Hormat, dan santun. Kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama. Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah. Keadilan dan kepemimpinan. Baik dan rendah hati. Toleransi, cinta damai, dan persatuan. Penilaian Hasil Belajar Pendidikan Karakter Penilaian adalah proses yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau
kinerja peserta didik. Hasil penilaian digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap ketuntasan belajar peserta didik dan efektifitas proses pembelajaran (BNSP, 2006: 5). Penilaian menurut Howard Gardner (2003: 252) menetapkan penilaian sebagai memperoleh informasi mengenai keterampilan dan potensi dari individu, dengan dua sasaran yaitu memberi umpan balik yang bermanfaat kepada individual yang bersangkutan dan data yang berguna kepada masyarakat yang ada di sekitarnya. Penilaian pendidikan karakter dilakukan untuk mengukur seberapa jauh nilainilai pendidikan karakter telah dipahami, dihayati, dan diterapkan siswa dalam kehidupan seharihari, sekurang-kurangnya dapat terlihat di lingkungan sekolah. Penilaian pendidikan karakter dapat berbentuk penilaian perilaku, baik individu maupun kelompok. Penilaian dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang penghayatan nilai-nilai pendidikan karakter yang tercermin dalam kualitas hidup sehari-hari. Kewenangan Dalam Penilaian Dalam penilaian pendidikan karakter yang paling utama ialah individu itu sendiri, sebab sebagai usaha sadar, proses pendidikan mengandaikan adanya sikap reflektif dalam diri individu dalam menilai menerapkan perkembangan dan pertumbuhan karakternya sendiri. Namun, penilaian pendidikan karakter harus menyertakan penilaian dari pihak-pihak lain sebagai bagian integral pendidikan sebagai proses objektivitas. Penyertaan akan kehadiran orang lain adalah untuk menghindarkan pendekatan dan penilaian yang subyekif yang bisa terjadi dalam diri individu (Koesoma, 2007: 280). Sementara itu, komunitas menilai sejauh mana struktur yang ada dalam lingkungan pendidikan mampu menumbuhkan karakter moral tiap individu yang berkerja dalam sistem tersebut. Yang pertama berkaitan dengan relasi intrapersonal, sedangkan yang lain lebih interpersonal yang tata acuannya adalah komitmen bersama dalam komunitas. Hakekat dan Tujuan Penilaian pendidikan karakter pada hakekatnya adalah evaluasi atas proses pembelajaran secara terus menerus dari inividu untuk menghayati peran dan kebebasannya bersama orang lain dalam sebuah lingkungan sekolah demi pertumbuhan integritas moralnya sebagai manusia. Keberhasilan pendidikan karakter tidak akan dapat diukur jika subjek yang mengukur adalah pribadi lain di luar diri individu, sebab kondisi struktural antropologis mereka tidak memungkinkan menilai penghayatan moral yang dilakukan oleh orang lain. Penilaian pendidikan karakter berkaitan erat dengan adanya unsur pemahaman, motivasi, kehendak, dan praksis dari individu. Pendidikan karakter menjadi semakin bertumbuh ketika motivasi dalam diri individu menjadi pendorong semangat bagi perilaku moralnya dalam kebersamaan dengan orang lain. Dari hakikat pendidikan karakter, kita dapat menyimpulkan tentang tujuan penilaian pendidikan karakter. Penilaian pendidikan karakter dalam lembaga sekolah bukanlah terutama untuk menentukan kelulusan siswa. Namun, lebih sebagai penentu apakah kita sebagai individu yang hidup dalam lembaga pendidikan mau mengembangkan daya-daya reflektif yang ada dalam diri kita sehingga hidup kita dalam kebersamaan dengan orang lain menjadi semakin bermutu. Untuk itu, penilaian pendidikan karakter semestinya mengevaluasi dan menelaah berbagai macam corak relasional antar individu di dalam lembaga pendidikan, hubungan antar siswa dengan siswa lainnya, siswa dengan guru, orang tua dengan sekolah, sekolah dengan masyarakat dan Negara. Kriteria Penilaian
Santrock (2004: 643) menyebutkan tipe-tipe atau kriteria pembelajaran yang dapat digabungkan dalam instruksi dan penilaian, yaitu: a) Pengetahuan. Ini melibatkan apa yang perlu diketahui murid untuk memecahkan masalah dan menerapkan keahlian. b) Penalaran/pikiran. Salah satu tujuan pembelajaran adalah murid bukan hanya mendapatkan pengetahuan, akan tetapi juga mampu berfikir tentang pengetahuan. c) Produk. Produk adalah contoh dari hasil kerja murid. Essai, paper, laporan sains merefleksikan kemampuan murid untuk menggunakan pengetahuan dan penalaran. d) Perasaan. Target afektif adalah emosi, perasaan, dan nilai-nilai murid. Misalnya mendeskripsikan arti penting dari upaya membantu murid untuk mengembangkan kesadaran emosional sendiri (seperti memahami penyebab perasaan mereka), mengelola emosi (seperti menahan amarah), membaca emosi (seperti menjadi pendengar yang baik), dan mengelola hubungan (seperti kompeten dalam memecahkan problem hubungan). Menurut Koesoma (2007: 282) yang dinilai dalam pendidikan karakter adalah perilaku dan tindakan, bukan pengertian, pengetahuan, kata-kata yang diucapkan. Ketika suatu ucapan baru sebatas pemahaman dan pengertian, belum sampai pada tindakan, atau aktualisasi nilai tersebut, kata-kata itu belum menjadi objek penilaian bagi pendidikan karakter. Oleh karena itu, penilaian tentang pendidikan karakter semestinya mengarah pada bagaimana perilaku merefleksikan perbuatan dan keputusannya dalam kaitannya dengan perkembangan diri sendiri dan orang lain. Kejujuran adalah prinsip penting bagi penilaian pendidikan karkater. Kejujuran membuat individu mampu semakin maju dalam penyempurnaan dirinya sebagai manusia berkarakter. Kejujuran dan keterbukaan akan tampil dalam kesediaan untuk mendengarkan pendapat orang lain dalam menilai dirinya. Individu yang memiliki keterbukaan dan menyadari kepentingan pendidikan karakter bagi dirinya sendiri akan dengan mudah menerima masukan dari orang lain. Dengan demikian, ia juga semakin dapat mengembangkan dirinya.Secara praktis ada hal-hal yang memang secara objektif bisa dipakai sebagai kriteria untuk menilai apakah pendidikan karakter telah berhasil dilaksanakan atau tidak. Objektif maksudnya ialah data-data dan fakta-fakta, entah berupa tindakan maupun dampak-dampak dari keputusan yang dapat diverifikasi oleh semua. Kriteria dan objek yang dibahas di sini hanya berkaitan dengan hal-hal yang bisa secara objektif dipakai sebagai pedoman penilaian pendidikan karakter di sekolah. Koesoma (2007: 282-288) mengatakan bahwa dari data-data dan fakta, kita dapat melihat sejauh mana siswa dan individu di dalam melaksanakan pendidikan karakter, data dan fakta itu dapat berupa: a) Sejauh mana individu di dalam suatu lembaga pendidikan melaksanakan nilai tanggung jawab bagi tugas-tugas mereka, kuantitas kehadiran adalah instrument penting dalam penilaian terhadap tanggung jawab tersebut. b) Penilaian pendidikan karakter juga bisa dilihat kedisiplinan siswa maupun komponen sekolah lainnya. Misalnya berapa siswa dari jumlah siswa yang secara tepat (disiplin) waktu menyerahkan tugas yang diembankan kepadanya. c) Keberhasilan sekolah dalam pendidikan karakter adalah bagaimana meminimalisir kenakalan remaja seperti, tawuran, minum-minuman keras, narkoba dan lain sebagainya. d) Pendidikan karakter yang berhasil akan menciptakan suasana yang baik bagi proses pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu kriteria objektif pendidikan karakter adalah prestasi akademis siswa. e) Sejauh mana para siswa telah mempraktekkan nilai-nilai kejujuran. Nilai-nilai ini dapat dipantau dengan data-data tentang jumlah anak yang ketahuan menyontek. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dikembangkan di sekolah. nilai ini berlaku universal, karena
dapat digunakan oleh seluruh siswa di Indonesia tanpa adanya diskriminasi terhadap pihak-pihak tertentu. Nilai-nilai ini bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. 2) Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan Kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dijabarkan sehingga diperoleh deskripsinya. Deskripsi beguna sebagai batasan atau tolok ukur ketercapain pelaksanaan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah. Adapun deskripsi nilai-nilai pendidikan karakter adalah sebagai berikut: Religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tau, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli social, tanggung jawab. Ruang Lingkup Pendidikan Karakter Pendidikan karakter meliputi dua aspek-aspek yang dimiliki manusia, yaitu aspek ke dalam dan aspek keluar. Aspek ke dalam atau aspek potensi meliputi aspek kognitif (olah pikir), afektif (olah hati), dan psikomotor (olah raga). Aspek ke luar yaitu aspek manusia dalam konteks sosiokultur dalam interaksinya dengan orang lain yang meliputi interaksi dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Masing-masing aspek memiliki ruang yang berisi nilai-nilai pendidikan karakter. Penerapan Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar dilakukan pada ranah pembelajaran (kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat. Adapun penjelasan masing-masing ranah tersebut adalah sebagai berikut. Kegiatan Pembelajaran Penerapan pendidikan karakter pada pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan strategi yang tepat. Strategi yang tepat adalah strategi yang menggunakan pendekatan kontekstual. Alasan penggunaan strategi kontekstual adalah bahwa strategi tersebut dapat mengajak siswa menghubungkan atau mengaitkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata. Dengan dapat mengajak menghubungkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata, berati siswa diharapkan dapat mencari hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan itu, siswa lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga) (Puskur, 2011 : 8). Adapun beberapa strategi pembelajaran kontekstual antara lain: (a) pembelajaran berbasis masalah, (b) pembelajaran kooperatif, (c) pembelajaran berbasis proyek, (d) pembelajaran
pelayanan, dan (e) pembelajaran berbasis kerja. Puskur (2011 : 9) menjelaskan bahwa kelima strategi tersebut dapatmemberikan nurturant effect pengembangan karakter siswa, seperti: karakter cerdas, berpikir terbuka, tanggung jawab, rasa ingin tahu. Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri, yaitu kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan, pengkondisian. Adapun hal-hal tersebut adalah sebagai berikut: Kegiatan Rutin Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg dilakukan setiap saat. Kegiatan rutin dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan siswa secara terus menerus dan konsisten setiap saat (Puskur, 2011: 8). Beberapa contoh kegiatan rutin antara lain kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman. Kegiatan spontan Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental. Kegiatan ini dilakukan secara spontan tanpa perencanaan terlebih dahulu. Contoh kegiatan ini adalah mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana. Keteladanan Keteladanan merupakan sikap “menjadi contoh”. Sikap menjadi contoh merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan siswa dalam memberikan contoh melalui tindakantindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi siswa lain (Puskur, 2011: 8). Contoh kegiatan ini misalnya guru menjadi contoh pribadi yang bersih, rapi, ramah, dan supel. Pengkondisian Pengkondisian berkaitan dengan upaya sekolah untuk menata lingkungan fisik maupun nonfisik demi terciptanya suasana mendukung terlaksananya pendidikan karakter. Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya adalah mengkondisikan toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas (Puskur, 2011: 8). Sedangkan pengkondisian lingkungan nonfisik misalnya mengelola konflik antar guru supaya tidak menjurus kepada perpecahan, atau bahkan menghilangkan konflik tersebut. Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler Kegiatan ko dan ekstra kurikuler merupakan kegiatan-kegiatan di luar kegiatan pembelajaran. Meskipun di luar kegiatan pembelajaran, guru dapat juga mengintegrasikannya dalam pembelajaran. Kegiatan-kegiatan ini sebenarnya sudah mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Namun demikian tetap diperlukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang baik atau merevitalisasi kegiatan-kegiatan ko dan ekstra kurikuler tersebut agar dapat melaksanakan pendidikan karakter kepada siswa.
Kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat Kegiatan ini merupakan kegiatan penunjang pendidikan karakter yang ada di sekolah. Rumah (keluarga) dan masyarakat merupakan partner penting suksesnya pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Pelaksanaan pendidikan karakter sebaik apapun, kalau tidak didukung oleh lingkungan keluarga dan masyarakat akan sia-sia. Dalam kegiatan ini, sekolah dapat mengupayakan terciptanya keselarasan antara karakter yang dikembangkan di sekolah dengan pembiasaan di rumah dan masyarakat (Puskur, 2011: 8). PENUTUP SIMPULAN Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses menumbuhkan, mengembangkan dan mendewasakan kepribadian seseorang. Pendidikan karakter sangat penting diterapkan demi mengembalikan karakter bangsa Indonesia yang sudah mulai luntur. Dengan dilaksanakannya pendidikan karakter di sekolah dasar, diharapkan dapat menjadi solusi atas masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Tujuan pendidikan karakter adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (Wina sanjaya, 2008: 29). Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat dilaksanakan pada ranah pembelajaran (kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan kokurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat. SARAN Bagi Pihak Sekolah: Dengan menempatkan pendidikan karakter dalam kerangka dinamika dan dialektika proses pembentukan individu, para insan pendidik diharapkan semakin dapat menyadari pentingnya pendidikan karakter sebagai sarana pembentuk pedoman perilaku, pengayaan nilai individu dengan cara menyediakan ruang bagi figur keteladanan bagi anak didik dan menciptakan sebuah lingkungan yang kondusif bagi proses pertumbuhan berupa, kenyamanan, keamanan yang membantu suasana pengembagan diri satu sama lain dalam keseluruhan dimensinya (teknis, intelektual, psikologis, moral, sosial, estetis, dan religius). Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dikembangkan di sekolah. Nilai ini berlaku universal, karena dapat digunakan oleh seluruh siswa di Indonesia tanpa adanya diskriminasi terhadap pihak-pihak tertentu. Nilai-nilai ini bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional Bagi peserta didik : Pendidikan karakter dipandang sebagai solusi adanya kekurang disiplinan siswa di sekolah. Pendidikan karakter dijadikan alat untuk mengkarakterkan siswa. Melalui kegiatan ini, siswa dilatih bertindak sesuai dengan norma dan aturan berlaku. Melalui kegiatan ini pula, siswa dibiasakan melaksanakan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat seperti gotongroyong, sopan santun, saling menghormati, dan lain sebagainya. DAFTAR PUSTAKA
Koesoma, 2007. Pendidikan Karakter pada Sekolah. Jakarta: Kencana. Muin,Fachtul.2011.Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan praktik.Yogyakarta : Arrruzz Media. Tim Penyusun. 2011. Pedoman Pelaksanaan pendidikan Karakter :berdasarkan pengalaman di satuan pendidikan rintisan. Jakarta : Puskurbu Badan Penelitian Dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional. Tim Penyusun. 2010. Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan Nasional 2010–2014 (Online), http://pendikar.dikti.go.id/gdp/wp-content/uploads/NASKAH-RAN-KEMENDIKNAS-REV2.pdf, diakses 13 Desember 2015. Tim penyusun, 2012. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk daya Saing Dan Karakter Bangsa: Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitian Dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional.
ARTIKEL ILMIAH POPULER LPP BEM IKM FKUI TOGGLE NAVIGATION [Science Corner April-Mei 2017] Cara Menemukan Ide untuk Menulis Published by admin on 27 April 2017 December 2018 Oleh: Erza Pinayungan
Kamu Kesulitan Mencari Ide untuk Menulis? INI CARANYA ! Pada dasarnya, tahapan menulis ilmiah yang paling sulit adalah mencari ide. Ketika kita sudah
menemukan ide, maka tahapan selanjutnya adalah mencari informasi terkait ide tersebut dan menyusunnya menjadi suatu karya tulis ilmiah. Lalu bagaimana cara yang dapat mempermudah kita untuk menemukan ide menulis? Berikut akan dipaparkan beberapa cara yang dapat membantu teman-teman dalam menemukan ide menulis. 1. Be Challenged and Be Curious Seseorang yang selalu merasa tertantang akan masalah di sekitarnya, akan berusaha untuk mencarikan solusi untuk menjawab tantangan tersebut. Inilah yang perlu dikembangkan pada seseorang yang ingin menulis. Selain tertantang, hal lain yang harus ada dalam diri kita adalah rasa penasaran akan suatu hal. Ketika kita mendapatkan informasi, biasakan untuk menanggapinya dengan kata “mengapa” dan “bagaimana” itu terjadi. Langsung saja kita praktikkan pada suatu kasus ya! Dewasa ini penyakit hipertensi merupakan penyakit yang memiliki tingkat kesembuhan yang rendah. *mengapa tingkat kesembuhan hipertensi rendah?* Hal tersebut terjadi karena resistensi dan non-adherensi medikamentosa pada pasien. Medikamentosa yang saat ini menjadi terapi bagi pasien tidak mampu lagi menurunkan tekanan darah pasien dalam batasan normal. *bagaimana dampaknya ketika terjadi resistensi dan non-adherensi pada medikamentosa antihipertensi?* Sejauh ini, pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol dengan obat mengalami berbagai komplikasi yang serius seperti gangguan ginjal, jantung, stroke, dan bahkan kematian. Angka mortalitas dan morbiditas pasien hipertensi selalu meningkat setiap tahunnya baik di dunia dan di Indonesia. LALU BAGAIMANA SOLUSI YANG BISA DITAWARKAN? Nah, pertanyaan terakhir tersebut dapat menuntun kita untuk kemudian mencari solusi terkait masalah hipertensi yang ada di masyarakat. Maka dari itu, tanamkan terlebih dahulu rasa tertantang dan rasa penasaran yang ada dalam benak teman-teman. Lalu, bagaimana cara saya mendapatkan pengetahuan mengenai masalah apa yang sedang marak? Wah, pertanyaan yang bagus ! Pada poin nomor 2 saya akan membahas mengenai hal-hal yang bisa kita lakukan untuk mendapatkan “masalah”. 2. Rajin Mencari “Masalah” Untuk mengetahui masalah apa yang sedang marak dibahas, maka kita perlu melakukan beberapa
hal; seperti. a) membaca berita terkini Dengan membaca berita terkini, maka kita akan terpapar masalah apa yang sedang marak dibahas. Untuk masalah kesehatan, teman-teman bisa biasakan untuk membaca: – www.sciencedaily.com – www.medicalnewstoday.com – www.cnn.com serta berbagai channel berita lainnya yang dapat kalian akses. b) mengikuti seminar Dengan mengikuti seminar, maka teman-teman bisa mengetahui masalah yang ada pada topik di seminar tersebut. Dengan demikian, kita dapat menggunakannya sebagai ide menulis kita. Misalnya, pada seminar mengenai katarak terdapat pernyataan bahwa “katarak pada pasien diabetes tidak dapat ditatalaksana operasi seperti halnya pada pasien katarak lain”. Nah, pernyataan tersebut bisa kita gunakan sebagai tantangan bagi kita untuk memberikan solusi bagi pasien katarak diabetes di luar tindakan operasi. c) banyak berdiskusi dengan teman, kakak tingkat, atau dosen Ketika dua atau lebih kepala bertemu, maka akan banyak pemikiran yang muncul dalam diskusinya. Kegiatan ini bisa jadi menjadi sumber ide untuk menulis. Ketika saya menerapkan poin satu dan dua, saya mendapatkan banyak sekali ide, sehingga saya bingung ingin memilih yang mana. Bagaimana min solusinya? Wah, memang hebat teman-teman pembaca ini! Tips yang bisa saya berikan terkait masalah tersebut adalah. a) mencatat ide Ketika kita memiliki banyak sekali ide, maka catat ide tersebut dalam buku, laptop, atau di manapun yang tidak akan tercecer dan hilang. Pada akhir pencarian teman-teman terkait ide dan teman-teman sudah memutuskan untuk menulis, maka tinjau kembali ide-ide yang sudah tertulis di catatan kita. Pilah ide mana yang lebih menantang dan menarik untuk dibahas atau ide mana yang lebih urgent untuk diaplikasikan. Kalaupun nanti teman-teman sudah menyelesaikan satu tulisan, setidaknya kita masih memiliki ide-ide lain yang menunggu untuk ditulis juga. Keren kan ! b) ikut kompetisi ilmiah Pasti teman-teman sering mendengar ada kompetisi ilmiah yang diadakan oleh teman-teman dari universitas lain di Indonesia atau bahkan konferensi internasional. Apabila teman-teman kesulitan untuk menentukan ide mana yang harus ditulis, maka kita bisa mencari informasi mengenai tema yang diangkat oleh kompetisi ilmiah atau konferensi yang terdekat. Selanjutnya, kita sesuaikan ide kita dengan tema yang diminta dan kembangkan ide menjadi sebuah karya tulis ilmiah. Sekian dulu tulisan dari mimin mengenai bagaimana menemukan ide untuk menulis, pesan terakhir dari saya adalah “percuma teman-teman mengikuti semua poin dan tips yang mimin berikan, tanpa disertai NIAT dan MOTIVASI yang kuat”. Mimin sangat memahami bagaimana susahnya mencari ide, tapi ketika kita memiliki motivasi yang kuat untuk menulis, maka tidak ada kata susah dalam perjalanannya. Semangat teman-teman! Mimin dan teman-teman di LPP BEM
IKM FKUI sangat terbuka apabila teman-teman ingin bertanya atau sekedar berbagi pengalaman mengenai mencari ide untuk menulis, karena kami, sahabat ilmiahmu!
MENGANALISIS STRUKTUR TEKS,GENRE MIKRO,DAN FORMULASI BAHASA YANG DIGUNAKAN 1. ARTIKEL PENELITIAN Struktur teks
Genre mikro yang diharapkan
Formulasi bahasa
Abstrak
Abstrak
Baku
Pendahuluan
Eksposisi (dan atau meliputi Deskripsi)
Baku
Metodologi penelitian
Rekon (dan atau Deskripsi,Prosedur,Laporan)
meliputi
Baku
Hasil
Deskripsi (meliputi laporan dan atau rekon)
Baku
Pembahasan
Diskusi
Baku
Simpulan
Eksposisi (dan atau meliputi deskripsi)
Baku
2. ARTIKEL KONSEPTUAL
Struktur teks
Genre mikro yang diharapkan
Formulasi bahasa
Abstrak
Abstrak
Baku
Pendahuluan
Eksposisi (dan atau meliputi Deskripsi)
Baku
Pembahasan
Diskusi
Baku
Simpulan
Eksposisi (dan atau meliputi Deskripsi)
Baku
3. Artikel ilmiah populer Formulasi bahasa pada artikel ilmiah populer disajikan dengan gaya yang cenderung informal,ditandai oleh penggunaan ragam bahasa sehari-hari dan sedikit istilah teknis,biasanya mudah diterima oleh pembacam awam. Struktur teks artikel ilmiah disusun dengan mengandung tahapan-tahapan yang tidak mengikat.Tahapan-tahapan disusun dengan memberikan nama-nama subbab atau subjudul secara bebas disesuaikan dengan nama-nama pokok persoalan yang disajikan.Genre yang digunakan untuk mengungkapkan seluruh artikel ilmiah adalah eksposisi.