KEPERAWATAN ANAK II LAPORAN HASIL ANALISIS ABK (KASUS 5)
OLEH : KEPERAWATAN B KELOMPOK 3 ABD. WAHAB BR ULFA WILDANA HASAN A.ARDIANSYAH TEZA AINUN RAISY NURFADILAH UMRAH HIKMAWATI
JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2018
LAPORAN HASIL ANALISIS ABK PADA KASUS 5 A. Skenario Kasus Pemicu Seorang anak perempuan usia 2 tahun 6 bulan tampak aktif bermain berlari, memanjat dan berputar-putar.
Hasil
wawancara
dengan
ibu
klien
mengatakan
anaknya
sering
menyebutkan kata-kata yang tidak dipahami, dan tidak ada eye contact. Tampak anak sering menggosok-gosok tangannya
B. Daftar Istilah 1. Eye contact atau kontak mata: kejadian ketika dua orang melihat mata satu sama lain pada saat yang bersamaan.
C. Learning Objektif 1. Memahami struktur anatomi dan fisiologi sistem saraf terkait gangguan mental emosional pada anak 2. Memahami mekanisme tanda dan gejala yang biasa timbul pada anak dengan gangguan mental emosional 3. Memahami perbedaan ADHD, retardasi mental dan autis 4. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus gangguan mental emosional 5. Mengetahui mekanisme pencegahan dan pengobatan pada kasus gangguan mental emosional pada anak 6. Mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus gangguan mental emosional pada anak 7. Mengetahui intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada anak dengan gangguan mental emosional pada anak.
D. Hasil Analisis Sintesis 1. Struktur anatomi dan fisiologi sistem saraf terkait gangguan mental emosional pada anak
Menurut Frisch (2011), Hipoaktifitas lobus frontal telah menyebabkan afek menjadi tumpul, isolasi sosial dan apati. Sedangkan gangguan pada lobus temporal telah ditemukan
terkait dengan munculnya waham, halusinasi dan ketidak mampuan mengenal objek atau wajah. Gangguan prefrontal pada pasien skizofrenia berhubungan dengan terjadinya gejala negatif seperti apati, afek tumpul serta miskin nya ide dan pembicaraan. Sedangkan pada bipolar disorder, gangguan profrontal telah menyebabkan munculnya episode depresi, perasaan tidak bertenaga dan sedih serta menurunnya kemampuan kognitif dan konsentrasi. Dsifungsi sistim limbik berkaitan erat dengan terjadinya waham , halusinasi, serta gangguan emosi dan perilaku. Penelitian terbaru menemukan penyebab AH adanya perubahan struktur dalam sirkuit syaraf yaitu adanya kerusakan dalam auditory spatial perception (Hunter et all,2010) 2. Mekanisme tanda dan gejala yang biasa timbul pada anak dengan gangguan mental emosional a. Kurangnya terdapat 1 dari 2 gejala dibawah ini
1) 6 atau lebih gejala gangguan perhatian tersebut berlang-sung sekurang-kurangnya 6 bulan. a) Seringkali kali susah memusatkan perhatian terhadap hal – hal detail atau seringkali berbuat ceroboh di sekolah, pekerjaan, atau aktifitas yang lainnya. b) Sering kali susah mempertahankan perhatian saat melakukan pekerjaan atau aktifitas bermain lainnya. c) Seringkali tidak dapat mengikuti perintah yang diberikan dan gagal untuk menyelesaikan tugas sekolah, atau tugas ditempat kerja, bukan diakibatkan karena sikap penolakan atau tidak mengerti atas perintah yang diberikan. d) Seringkali gagal menga-tur tugas dan aktifitas. e) Seringkali menghindari tugas yang memerlukan usaha mental. f) Seringkali menghilang-kan barang yang penting untuk pekerjaan dan aktifitas. g) Seringkali perhatiannya gampang dialihkan. h) Seringkali lupa akan aktifitas hariannya. 2) Sebanyak 6 atau lebih gejala hiperaktif-impisif tersebut berlangsung sekurangkurangnya 6 bulan. a) Seringkali tampak memainkan tangan dan kaki saat duduk.
b) Seringkali meninggalkan sebelum waktu bubaran. c) Seringkali berlarian atau memanjat berlebihan pada situasi yang tidak sesuai. d) Seringkali berbuat suara gaduh saat bermain. e) Sering tampak seolah – olah mengendarai motor. f) Seringkali berbicara banyak. g) Seringkali menjawab sebelum pertanyaan ter-sebut selesai diajukan. h) Seringkali tampak gelisah saat menunggu giliran. i)
Sering kali menyela atau menganggu teman yang lain.
b. Gejala hiperaktif-impulsif atau gejala gangguan perhatian tersebut telah terjadi sebelum
berusia 7 tahun c. Gangguan akibat gejala tersebut terjadi di dua tempat (sekolah atau dirumah) d. Terdapat bukti nyata secara klinis gangguan sosial, akademis, dan pekerjaan. Gejala
tersebut terjadi bukan akibat (Prock & Rappaport, 2009). 3. Perbedaan ADHD, retardasi mental dan autis a. ADHD (attention Defisit hyperactive Disorder) ADHD (attention Defisit hyperactive Disorder) yaitu istilah baru, tetapi anak yang over aktif yang telah terjadi sejak lama. Seorang neurology. Heinrich Hoffman pada tahun 1845 untuk pertama kalinya menulis mengenai periloaku yang kemudian dienal dengan hiperaktif dalam buku ‘cerita anak’ karangannya. Dalam literature lain di jelaskan, ADHD pertama kali di temukan oleh seorang dokter inggris, George F. Still di dalam penelitiannya terhadap sekelompok anak yang menunjukkan sesuatu “ketidakmampuan abnormalnya untuk memusatkan perhatian, gelisah, dan resah”. Ia mengemukakan bahwa anak-anak tersebut memiliki kekurangan yang berasal dari bawaan biologis. Gangguan tersebut disebabkan oleh sesuatu di dalam diri anak dan bukan karena faktor lingkungan (Baihaqi & Sugiarman, 2006:4) pandangan ini merupakan definisi sindrom anak hiperaktif, yaitu gerak yang berlebihan di gambarkan sebagai cirri utama ADHD. Disorder)
ADHD (attention Defisit hyperactive
adalah nama yang diberikan untuk anak-anak, remaja, dan beberapa
orang dewasa, yang kurang mampu memperhatikan, mudah di kacaukan, dengan over aktif dan juga implusif. ADHD adalah suatu gangguan neurobiology, dan bukan penyakit yang mempunyai penyebab spesifik. Banyak macam faktor yang disebut sebagai ADHD (millichap, 2013:1)
ADHD (attention Defisit hyperactive Disorder)
merupakan salah satu jenis
kondisi berkebutuhan khusus yang termasuk dalam gangguan perilaku. ADHD adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktivitas anak-anak yang cenderung berlebihan (Baihaqi & Sugirman, 2006) b. Retardasi mental Retardasi mental merupakan suatu kelainan mental seumur hidup, diperkirakan lebih dari 120 juta orang diseluruh dunia menderita kelainan ini . oleh karena itu retardasi
mental
merupakan
masalah
di
bidang
kesehatan
masyarakat,
kesejahteraan social dan pendidikan baik pada anak yang mengalami retardasi mental tersebut maupun keluarga dan masyarakat. Retardasi mental merupakan suatu keadaan penyimpanagn tumbuh kembang seorang anak sedangkan peristiwa tumbuh kembang itu sendiri merupakan proses utama yang hakiki dan khas pada anak serta merupakan sesuatu yang terpenting pada anak tersebut. Terjadinya retardsi mental dapat di sebabkan adanya gangguan pada fase prenatal, perinatal, maupun postnatal. Mengingat beratnya eban keluarga maupun masyarakat yang harus di tanggung dalam penatalaksanaan retardasi mental, maka pencegahan yang efektif merupakan pilihan terbaik (Sularyo & Kadim, 2000). c. Autis Menurut sastra (2011:133) autism adalah gangguan perkembangan otak pada anak yang berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan parasaan dan keinginannya, sehingga perilaku hubungan dengan orang lain terganggu. Alhamdi (dalam sastra 2011:134) mengatakan autism adalah suatu gangguan perkembangan dalam dalam bidang berkomunikasi, interaksi social, perilaku, emosi dan sensori. 4. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus gangguan mental emosional a. Psikoterapi dapat diberikan kepada anak dengan gangguan mental dengan begitu dapat diusahakan perubahan sikap, tingkah laku, dan adaptasi sosialnya. b. Konseling dapat dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya suatu gejala mental dengan derajat, evaluasi mengenai system kekeluargaan dan pengaruh pada keluarga. Pendidikan yang penting disini adalahbukan hanya asal sekolah, namun bagaimana mendapatkan yang cocok bagi anak (Sularyo & Kadim, 2000).
5. Mekanisme pencegahan dan pengobatan pada kasus gangguan mental emosional pada anak a. Pencegahan gangguan mental 1) Jaga kesehatan fisik 2) Jaga otak selalu bekerja 3) Mengendalikan amarah 4) Mengontrol dan menurunkan stress 5) Menjaga hubungan baik 6) Melakukan apapun dengan rasa percaya diri 7) Berfikir positif 8) Tidur yang cukup dan berkualtas (Gail., 2013) b. Pengobatan atau terapi pada anak dengan gangguan mental 1) Terapi Psikofarmakologi: Psikofarmakologi merupakan sebuah standar yang telah ditetapkan dalam menangani penyakik-penyakit neurobiologis. Namun, obat tidak dpat berjalan sendiri dalam menangani masalah personal, social atau komponen lingkungan klien atau respon terhadap penyakit. Kondisi-kondisi tersebut membutuhkan pendekatan yang terintegrasi dan komperensif dalam merawat individu dan gangguan jiwa (Gail., 2013) b) Terapi Kejang Listrik (Elektroconvulsive Therapis): Terapi kejang listrik (elektroconvulsive therapis / ECT) pertama kali dilakukan pada tahun 1938 sbagai tritmen untuk klien skizofrenia, ketika diyakini bahwa klien epilepsy jarang mengalami skizofrenia, dan dianggap bahwa pemberian kejang biasa menyembuhkan skizofrenia. Terapi Kejang listrik adalah pengobatan dengan pemberian kejang yang cukup berat melalui alat yang diindukdi pada klien yang yang dibius denganmemeberikan arus listrik melalui elektroda yang dipasang pada klien \ ECT merupakan tritmen gangguan jiwa yang efektif dan umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh klien. Dalam beberapa kasus, stelah program awal tritmen
sukses,
pemiliharaan
ECT
ditambah
dengan
pemberian
obat
antridepresan: untuk bulan pertama setelah remisi program remisi trigmen dilakukan seminggu sekali, kemudian berkurang secara bertahap menjadi sebulan sekali (perbulan) (APA, 2001).
Indikasi utama ECT adalah depresi berat (Weiner dan Falcone,2011). Beberapa ahli menganggap terapi ini digunakan sebagai standar emas untuk mengatasi kodisi depresi yang bertahan (Nahas dan Anderson,2011). Tingkat respon terhadap ECT 80% atau lebih untuk sebagian besar klien lebih baik daripada tingkat respon terhadap obat antidepresan, sehingga terapi dianggap sebai antidepresan yang paling efektif (Keltner dan Boschini,2009). c) Terapi Tindakan Pada Keluarga Tindakan pada keluarga merupakan terapi yang ditujukan untuk melibatkan keluarga dan mendorong mereka untuk menjadi peserta aktif dalam ritmen dan pemulihan, sehingga meningkatkan keterampilan koping pada klien dan keluarga mereka. Peran Perawat dalam terapi keluarga yaitu untuk mendorong hubungan keluarga yang sehat melalui psikoedukasi, penguatan kekuatan, konseling sportif, dan rujukan untuk terapi dan dukungan. Perawat sudah dipersiapkan dengan baik untuk meningkatkan fungsi keluarga dalam pengaturan
klinis
tradisional
dan
nontradisional.
Perawat
harus
mengintegrasikan teori berbasis keluarga dengan ilmu tindakan pada keluarga dalam program klinis, memberikan dan mempromosikan tindakan pada keluarga berbasis-bukti, dan advokasi untuk keluarga dan penggantian pihak ketiga untuk tindakan pada keluarga ((Elizabeth., 2013) d) Terapi Kelompok Kelompok menawarkan berbagai hubungan antara anggota karena setiap anggota kelompok akan berinteraksi satu sama lain dengan pemimpin kelompok. Anggota kelompok berasal dari berbagai latar belakang dan masing-masing memiliki
kesempatan
untuk
belajar
dari
orang
lain
diluar
lingkaran
sosialnya.mereka dihadapkan dengan rasa iri hati, daya tarik, daya saing, dan banyak emosi lainnya dan perasaan yang diungkapkan oleh orang lain (Yalom & Leszcz, 2005) Kelompok terapiutik memiliki tujuan bersama yaitu kelompok memiliki tujuan kelompok untuk membantu anggota yang secara konsisten terlibat dalam engidentifikasi hubungan destruktif dan mengubah perilaku maladaptive mereka (Yalom & Leszcz, 2005)
6. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus gangguan mental emosional pada anak a. Risiko perubahan sensori persepsi: halusinasi berhubungan dengan menarik diri b. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi. c. Risiko bunuh diri berhubungan dengan harga diri rendah d. Defisit perawatan diri kebersihan diri, makan, berdandan, dan BAK/BAB (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2014). 7. Intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada anak dengan gangguan mental emosional pada anak. a. Risiko perubahan sensori persepsi: halusinasi berhubungan dengan menarik diri Definisi: Menarik diri merupakan suatu percobaan untuk menghindari interaksi dan hubungan dengan orang lain 1) Tujuan: Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu melakukan hal berikut. Membina hubungan saling percaya. Menyadari penyebab isolasi sosial. Berinteraksi dengan orang lain. 2) Intervensi: a) Membina hubungan saling percaya. b) Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial c) Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap (Doenges et al., 2014).
b. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi. Definisi: Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Maramis, 2010). 1) Tujuan: Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di rumah. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
2) Intervensi: a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien. b) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, serta cara merawat pasien halusinasi. c) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien. d) Buat perencanaan pulang dengan keluarga (Doenges et al., 2014)
c. Risiko bunuh diri berhubungan dengan harga diri rendah Definisi: Bunuh diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan (Wilson dan Kneisl, 1988). Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana yang spesifik atau percobaan bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk bunuh diri. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan dan keterampilan perawat yang tinggi dalam merawat pasien dengan tingkah laku bunuh diri, agar pasien tidak melakukan tindakan bunuh diri. 1) Tujuan: Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya. Pasien dapat mengungkapkan perasaanya. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya. Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik 2) Intervensi: a) Meningkatkan harga diri pasien b) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri c) Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri. d) Mendiskusikan dengan pasien efektivitas masing-masing cara penyelesaian masalah (Doenges et al., 2014).
d. Defisit perawatan diri kebersihan diri, makan, berdandan, dan BAK/BAB. Definisi: Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan seharihari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi. Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul pada pasien gangguan
jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat (Suliswati & Dkk, 2004) 1) Tujuan: Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik. Pasien mampu melakukan makan dengan baik. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri. 2) Intervensi: a) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri. Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri b) Melatih pasien makan secara mandiri c) Pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri d) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien (Doenges et al., 2014).
E. Daftar Pustaka Baihaqi, & Sugirman. (2006). Memahami dan membantu Anak ADHD. Bandung: Refika Aditama. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Elizabeth., V. M. (2013). Essentials of Psychiatric Mental Health Nursing; A Communication Approach to Evidence-Based Care Second Edition. ELSEVIER. Psychiatric. Gail., S. W. (2013). Principles of Psychiatric Nursing. Psychiatric, 10. Maramis, W. . (2010). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya.: Airlangga University Press. Prock, L. A., & Rappaport, L. (2009). Attention and deficits of attention. In: Carey WB, Crocker AC, Coleman WL, Elias ER, Feldman HM, eds. Developmental-behavioral pediatrics. Philadelphia Saunders. Sularyo, T. S., & Kadim, M. (2000). Retardasi Mental. Sari Pediatri, 2 No. 3. Suliswati, & Dkk. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Yalom, I. D., & Leszcz, M. (2005). The Theory and Practice of Group Psychotherapy (5ed.). New York: Basic Book.
WOC ADHD
F. WOC DEFINISI
ETIOLOGI
ADHD merupakan istilah gangguan kekurangan perhatian menandakan gangguan-gangguan sentral yang terdapat pada anak-anak , yang sampai saat ini dicap sebagai menderita hiperaktivitas, hiperkinesis, kerusakan otak minimal atau disfungsi serebral minimal
1.
Faktor genetic
Faktor neurologi k
Anak kembar dengan kromosom Y ataua XYY
Koping individual tidak efektif
MK: risiko kekrasan
NOC: anak tidak melakukan kekerasan terhadap orang disekitarnya. NIC: 1. Jauhkan potensi bahaya dari peralatan disekitar anak 2. Monitor jenis keamanan yang dimiliki 3. Berikan ruangs endi dengan anak yang memiliki potensi kekerasan pada orag lain. 4. Monitor klien selama menggunakan media berbahaya 5. Modifikasi peralatan untuk memperkecil risiko 6. Utamakan keamana area aaktivitas
Bahan makanan, salisilat dan lain-lain
Kemanjaan, krang disiplin, & kurang pengawasam
Gangguan perfusi darah
HIPERAKTIF Aktivitas fisik berlebihan dan tidak berguna
Terlalu aktif
MK: pola tidur tidak efektif
NOC: anak mampu untuk mencapai tidur, tidak trganggu selama 6 sampai 7 jam setiap malam NIC: 1. Kaji keadaan-keadaan ynag mengganggu tidur 2. Anjurkan orang tua untuk duduk dengan anak samapi dia tertidur 3. Anjurkan orang tua untuk membuat jam-jam tidur rutin, dan hindari terjadinya deviasi dari jadwal ini 4. Berikan sarana perawatan yang membantu tudur (misalnya: gosok punggung, latihan gerak relaksasi dengan music lembut, susu hangat, dan mandi air hangat.
Tidak bisa memusatkan perhatian 2. Hiperaktiv & implusive
Faktor kultur psikososial
Disfungs neurotransmitter (dopamine)
Terapi Nonfarmakologi : 1. Menunjukkan keadaan sosial lingkungan 2. Jadwal kegiatan rutin 3. tehnik pebaikan aktif Pengaturan lingkungan.
Gangguan/susah tidur
Faktor toksisk
Bayi lahir dengan masalah prenatal
PENATALAKSANAAN
Terapi farmakologi : 1. Dekstroamfetamin 2. Metilfenidan 3. Magnesium pemolin 4. fenotiazin
KLASIFIKASI
PATOFISIOLOGI
Tidak dapat tenang
MK: risiko cerera
NOC: anak tidak akan melukai diri sendiri atau orang lain NIC: 1. Beritahu orang tua untuk mengamati perilaku anak secara sering, lakukan hal ini melalui aktivitas sehari-hari dan interaksi untuk menghindari timbulnya waspada dan kecurigaan 2. Singkirkan semua benda-benda yang berbahaya dari lingkungan anak 3. Coba untuk mengarahkan perilaku kekrasan fisik untuk ansietas anak (misalnya: kantung pasien untuk latihan tinju, jogging, nola volly) 4. Anjurkan orang tua untuk bisa tetap bersama anak jika tingkat kegelisahan dna ketegangan mulai meningkat
MANIFESTASI KLINIS 1. Aktivitas fisik yang lebih banyak 2. Gerakan yang dilakuan kurang bertujuan 3. Selalu gelisah dan resah 4. Rentang perhatian yang pendek, mudah dialihkan 5. Impulsive 6. Bertindak tanpa memeprtimbangkan akibatnya 7. Toleransi yang rendah 8. Labil dan mudah terangsang 9. Berkelompok tetapi brsifat kaku
Hubungan dengan sebaya buruk
Kerusakan interaksi sosial
NOC: kilen mampu menunjukkan interaksi sosial yang baik. NIC: 1. Kaji pola interaksi antara pasien dan orang lain 2. Anjurkan pasien untuk bersikpa jujur dalam berinteraksi denga orang lain dan menghargai hak orang lain 3. Identifikasi perubahna perilaku yang spesifik 4. Bantu pasien meningkatkan kesadaran akan kekuatan dan keterbatsan dalam berkomunikasi dengan orang lain.