377842_laporan Praktikum Farmakologi Anti-inflamasi.docx

  • Uploaded by: yuromichi ega
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 377842_laporan Praktikum Farmakologi Anti-inflamasi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,834
  • Pages: 25
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI “PENGUJIAN AKTIVITAS OBAT ANTIINFLAMASI

GOLONGAN : T Disusun oleh:

Dase Adell A

2443017006

Lindra Artanti

2443017012

Novita Lewensky A

2443017039

Ega Fernando

2443017029

PROGAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2018

BAB 1. TUJUAN PRAKTIKUM 1.1 Mahasiswa dapat memahami proses terjadinya inflamasi 1.2 Mahasiswa mengenal obat obat anti inflamasi dan penggolongannya 1.3 1.3 Mahasiswa mengetahui metode pengujjian obat antiinflamasi (rat paw oedema) dan pengolahan data yang dihasilkan

BAB 2. LANDASAN TEORI TENTANG OBAT UJI Inflamasi adalah respon dari suatu organisme terhadap pathogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama system kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Radang terjadi saat suatu mediator inflamasi (misal terdapat luka) terdeteksi oleh tubuh kita. Lalu permeabilitas sel di tempat tersebut meningkat diikuti keluarnya cairan ke tempat inflamasi maka terjadilah pembengkakan. Kemudian terjadi vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah perifer sehingga aliran darah dipacu ke tempat tersebut, akibatnya timbul warna merah dan terjadi migrasi sel-sel darah putih sebagai pasukan pertahanan tubuh kita. Inflamasi distimulasi oleh factor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam system kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi. Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan bukan

karena

mikroorganisme

(non

infeksi). Gejala

inflamasi

dapat

disertai dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan radang, dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Mediator yang dilepaskan antara lain histamin, bradikinin, leukotrin, prostaglandin dan PAF. Respon imun terjadi ketika kompeten secara imunologis sel diaktifkan sebagai respons terhadap organisme asing atau antigenic zat dibebaskan selama peradangan akut atau kronis tanggapan. Hasil dari respon imun untuk inang mungkin merusak jika itu

mengarah

ke

peradangan

kronis

tanpa

proses

cedera

yang

mendasarinya.peradangan kronis melibatkan pelepasan sejumlah mediator itu tidak menonjol dalam respons akut. Salah satu yang paling penting Kondisi yang melibatkan

mediator ini adalah rheumatoid arthritis, di mana peradangan kronis menghasilkan rasa sakit dan kehancuran tulang dan tulang rawan yang dapat menyebabkan kecacatan parah dan di mana terjadi perubahan sistemik yang dapat mengakibatkan pemendekan hidup. Kerusakan sel yang terkait dengan peradangan bekerja pada sel membran untuk melepaskan enzim lisosomal leukosit; Asam aracidonat kemudian dilepaskan dari precusatau senyawa dan berbagai macam eicosanoid adalah disintesis dari siklooksigenase (COX) jalur arakidonat yang memproduksi prostaglandin, yang juga memiliki berbagai efek pada pembuluh darah, pada ujung saraf, dan pada sel yang terlibat dalam peradangan. Jalur lipoksigenase dari metabolisme arakidonat menghasilkan cairan kotrien, yang memiliki efek kemotaksis yang kuat pada eosinofil, neutrofil, dan makrofag dan meningkatkan bronkokonstriksi dan perubahan permeabilitas pembuluh darah. Penemuan dua isoform siklooksigenase (COX-1 dan COX-2) mengarah pada konsep bahwa isoform COX-1 konstitutif cenderung homeostatik, sedangkan COX-2 diinduksi selama inflamasi, membuat dan memfasilitasi respons peradangan. Atas dasar ini, inhibitor COX-2 yang sangat selektif telah dikembangkan dan didasarkan pada asumsi bahwa inhibitor selektif tersebut akan lebih aman daripada inhibitor

COX-1 nonselektif tetapi tanpa kehilangan

kemanjuran. Kinin, neuropeptida, dan histamin juga dilepaskan pada situs cedera jaringan, seperti komponen pelengkap, sitokin, dan produk-produk lain dari leukosit dan trombosit. Stimulasi membran neutrofil menghasilkan radikal bebas dan oksigen yang diturunkan molekul reaktif lainnya seperti hidrogen peroksida dan hidroksil radikal. Interaksi zat-zat ini dengan asam arakidonat menghasilkan generasi zat kemotaksis, sehingga terjadi proses inflamasi. (Katzung,12th page 635-638) Radang sendiri dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Inflamasi non imunologis : tidak melibatkan system imun (tidak ada reaksi alergi) misalnya karena luka, cederafisik, dsb.

2. Inflamasi imunologis : Melibatkan system imun, terjadi reaksi antigen antibodi. Misalnya pada asma. 2.1.Penggolongan Obat 2.1.1. Golongan Steroid Obat ini merupakan antiinflamasi yang sangat kuat. Karena obat-obat ini menghambat enzim phospholipase A2 sehingga tidak terbentuk asam arakidonat. Asam arakidonat tidak terbentuk berarti prostaglandin juga tidak akan terbentuk. Namun, obat anti inflamasi golongan ini tidak boleh digunakan seenaknya. Karena efek sampingnya besar, bisa menyebabkan moon face, hipertensi, osteoporosis, dan lain-lain. Senyawa steroid adalah senyawa golongan lipid yang memiliki stuktur kimia tertentu yang memiliki tiga cincin sikloheksana dan satu cincin siklopentana. Suatu molekul steroid yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal tubuh dikenal dengan nama senyawa kortikosteroid.

2.1.2. Golongan Non Steroid Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs)/AINS adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), anti piretik (penurun panas), dan anti inflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. AINS bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika.  Golongan Para Aminofenol Turunan para aminofenol terdiri dari asetaminofen, fenasetin, dan asetamilid. Turunan para aminofenol ini mempnyai efek

analgesik dan antipiretik sama kuat dengan asetosal khususnnya asetaminofen dan fenasetin. Tapi efek anti inflamasinya sangat lemah. Obat ini dianggap paling aman karena tidak menyebabkan iritasi lambung yang hebat jika di konsumsi.  Golongan Salisilat Asam asetil salisilat atau asetosal adalah golongan yang banyak digunakan oleh masyarakat. Salisilat dapat menghilangkan nyeri ringan sampai sedang, seperti sakit kepala, nyeri otot, dan nyeri sendi. Obat ini dapat menghilangkan rasa nyeri secara perifer melalui penghambatan pembentukan prostaglandin di tempat inflamasi.  Golongan Pirazolon Turunan pirazolon terdiri atas fenilbutazon, dipiron, antipirin, apazon, aminopirin, dan oksifenbutazon. Sekarang ini yang sering dipakai adalah fenilbutazon, yang lain jarang dipakai.  Obat Anti Rematik dan Obat AINS lainnya Golongan obat ini meliputi indometasin, ibu profen, asam mefenamat, piroksikam.  Golongan Obat Pirai (Gout) Ada dua kelompok obat penyakit pirai yaitu obat yang menghentikan proses inflamasi akut dan obat yang mempengaruhi kadar asam urat. Asam urat terjadi karena adanya reaksi inflamasi terhadap kristal asam urat yang mengendap dalam jaringan sendi-sendi.

2.2.Farmakokinetika Obat (ADME) 2.2.1. Ketoprofen Menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja isoenzim COX-1 & COX-2. Menghambat sintesa prostaglandin dengan cara menghambat kerja enzym cyclooxygenase (COX), COX-1 & COX-2 pada jalur arachidonat tidak melalui jalur opiate 2.2.2. Voltaren Dalam klasifikasi selektivitas penghambatan COX, termasuk kelompok preferential COX-2 inhibitor. Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek metabolisme lintas pertama (first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh singkat yakni 1-3 jam, diklofenak

diakumulasi di cairan sinovial yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut. 2.3.Struktur Obat 2.3.1. Ketoprofen

Nama Kimia : Asam 2-(3-benzoilfenil)propionat [22071-15-4] Rumus Molekul : C16H14O3 Berat Molekul : 254,3 Pemerian : Serbuk hablur; putih atau hampir putih; tidak atau hampir tidak berbau. Kelarutan : Mudah larut dalam etanol, kloroform dan eter; praktis tidak larut dalam air. Kadar Bahan Aktif : Ketoprofen mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% C16H14O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. (FI V hal 672, 1970) 2.3.2. Voltaren (Na‐diklofenak)

Nama Kimia : Natrium[o‐(2,6‐dikloranilino)fenil]asetat Rumus Molekul : C14H10Cl2NNaO2 Berat Molekul : 318,13 Pemerian :Serbuk hablur, putih hingga hampir putih, higroskopik. Titik lebur : 284° Kelarutan :Mudah larut dalam metanol, larut dalam etanol, agak sukar larut dalam air, praktis tidak larut dalam kloroform dan dalam eter. Kadar Bahan Aktif :Diklofenak natrium mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C14H10Cl2NNaO2 ,dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. (FI V hal 330, 1970) 2.4.Farmakodinamika Obat 2.4.1. Ketoprofen Ketoprofen adalah salah satu obat anti-inflamasi non-steroid (AINS). Ketoprofen bekerja mengurangi gejala nyeri dan peradangan. Mekanisme kerja ketoprofen adalah menghambat kedua enzim siklooksigenase (COX) yaitu enzim COX-1 maupun COX-2. 2.4.2. Voltaren Dalam klasifikasi selektivitas penghambatan COX, termasuk kelompok preferential COX-2 inhibitor. Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalami efek metabolisme lintas pertama (first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh singkat yakni 1-3 jam, diklofenak diakumulasi di cairan sinovial yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut.

2.5.Efek Samping Obat dan Toksisitas Obat 2.5.1. Ketoprofen Efek samping dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan perdarahan pasca bedah. Oleh karena itu penggunaan obat ini dihindari pada pasien dengan riwayat gastritis atau ulkus peptikum dan hemofili, juga kita harus hati-hati pada pasien penerima kortikosteroid atau obat-obatan antikoagulan. Nefritis interstisial, gagal ginjal, dan sindrom nefrotik telah dilaporkan terjadi pada anak-anak setelah pemberian AINS dalam jangka panjang . 2.5.2. Voltaren Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua obat AINS, pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien tukak lambung. Peningkatan enzim transaminase dapat terjadi pada 15% pasien dan umumnya kembali ke normal. Gangguan enzim hati tersebut lebih sering terjadi dibanding dengan AINS lain. Pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari terbagi dua atau 3 dosis. (Farmakologi dan Terapi, 2008) 2.6. Indikasi Klinis Obat 2.6.1. Ketoprofen Penyakit inflamasi : Pengobatan simtomatik osteoarthritis dan rheumatoid arthritis, telah digunakan dalam pengobatan gejala ankylosing spondylitis. Nyeri : Mengurangi nyeri. Dismenore : Manajemen gejala dari dysmenorrhea (Dismenore) primer, 2.6.2. Voltaren

Untuk membantu mengurangi nyeri, gangguan inflamasi, dismenore, nyeri ringan sampai sedang pasca operasi khususnya katika pasien juga mengalami peradangan. Voltaren juga digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada penderita arthritis, rheumatoid arthritis, osteoarthritis, sakit gigi, migrain akut, asam urat dan nyeri karena batu ginjal dan batu empedu. Voltaren sering digunakan untuk mengurangi nyeri kronis pada penderita kanker.

BAB 3. LANDASAN TEORI TENTANG METODE PENGUJIAN OBAT Plethysmometer merupakan metode yang paling umum digunakan dalam menentukan edema pada kaki tikus untuk tujuan pemeriksaan pengaruh anti-inflammatory agents. Pembengkakan kaki secara akut diinduksi dengan pemberian caragenan secara injeksi sebanyak 0,02 ml pada kaki tikus. Di berbagai macam laboratorium, pembengkakan pada kaki diukur volumenya dengan menggunakan alat plethysmometer. Hewan coba yang digunakan didasarkan pada fakta bahwa hewan ini cukup mahal dan mudah untuk ditangani. Tujuan pengujian ini ialah untuk melihat pengaruh injeksi obat anti-inflamasi terhadap tikus yang diinduksi edema dengan menggunakan karagenan .

BAB 4. METODE PENGUJIAN AKTIVITAS OBAT 4.1 Alat dan Bahan

4.2

4.1.1

Hewan coba (Tikus Jantan Galur Wistar)

4.1.2

Antalgin 50%

4.1.3

Alkohol

4.1.4

Basile plantar test

4.1.5

Alat suntik 1 ml

4.1.6

Koran

4.1.7

Serbet

Perhitungan dosis 4.2.1

Perhitungan tikus kelompok 1 : Berat tikus

: 100 gram

Dosis Ketoprofen

: 50 mg/70kg BB

Konsentrasi

: 100 mg/2 mL (5%)

Konversi

: 0,018

Dosis pemberian

:

Volume pemberian

:

50×0,018×100 200 2 100

= 0,45 𝑚𝑔

× 0,45 𝑚𝑔 = 0,009𝑚𝑙

Volume pengenceran : sebanyak 6x 0,0054 𝑚𝑙

xx0,5 = 0,054 6 =ml 0,054 ml ml

0,009 0,05 𝑚𝑙ml

Diambil obatnya 0,05 ml, di ad kan 0,3 ml dan disuntikan sebanyak 0,054 ml

4.2.2

Perhitungan tikus kelompok 2 : Berat tikus

: 100 gram

Dosis Ketoprofen

: 50 mg/70kg BB

Konsentrasi

: 100 mg/2 mL (5%)

Konversi

: 0,018

Dosis pemberian

:

Volume pemberian

:

50×0,018×100 200 2 100

= 0,45 𝑚𝑔

× 0,45 𝑚𝑔 = 0,009𝑚𝑙

Volume pengenceran : sebanyak 6x 0,0054 𝑚𝑙

0,009 mlxx0,5 6 =ml 0,054 ml ml = 0,054

0,05 𝑚𝑙

Diambil obatnya 0,05 ml, di ad kan 0,3 ml dan disuntikan sebanyak 0,054 ml 4.2.3

Perhitungan tikus kelompok 3 : Berat tikus

: 100 gram

Dosis Voltaren

: 50 mg/70kg BB

Konsentrasi

: 2,5 %

Konversi

: 0,018

Dosis pemberian

:

Volume pemberian

:

25 1𝑔𝑟𝑎𝑚

50  0,018 100 mg = 0,45 mg 200

 0,45  20 𝑔𝑟𝑎𝑚 25

x 0,065 mg/ml 0,018 ml = 0,08

x0,065 mg/ml = 0,08125 mg 0,08125 𝑚𝑔 15 𝑚𝑔

x 1 ml =

x 1 ml = 0,0054 m Volume pengenceran : sebanyak 3x 0,018 x 3 = 0,054 ml Diambil obatnya 0,05 ml, di ad kan 0,15 ml dan disuntikan sebanyak 0,054 ml

4.3

Klasifikasi hewan coba (tikus) : 4.3.1

Kingdom

: Animalia

4.3.2

Filum

: Chordata

4.3.3

Sub Filum

: Vertebrata

4.3.4

Kelas

: Mamalia

4.3.5

Ordo

: Rodentia

4.3.6

Sub Ordo

: Myoimorphia

4.3.7

Famili

: Muridae

4.3.8

Genus

: Mus

4.3.9

Spesies

: Mus musculus

BAB 5. SKEMA KERJA PRAKTIKUM

Tikus ditimbang dan dicatat berat badannya

Menghitung dosis obat yang akan Memberi tanda batas menggunakan spidol di sendi kaki belakang kiri atau kanan tikus.

Volume kaki diukur dengan cara mencelupkan kaki belakang tikus ke air raksa sampai batas yang sudah diberikan. Catat hasilnya sebagai t=0.

CARA A Mengambil karagenan 0,1 mL dengan suntik. Menyuntikan karagenan 0,1 mL ke telapak kaki tikus yang ditandai. Dibiarkan 10 menit sampai membentuk edema. Ukur volume kaki setiap menit ke 5 dan menit ke 10. Catat hasil pengukurannya.

CARA B Mengambil obat sesuai hitungan dosis untuk tikus tadi dengan suntik.

Menyuntikan obat sesuai hitungan dosis untuk tikus tadi ke intraperitoneal tikus (perut tikus).

Mengambil karagenan 0,1 mL dengan suntik.

Mengambil obat sesuai hitungan dosis untuk tikus tadi dengan suntik. Menyuntikan obat sesuai hitungan dosis untuk tikus tadi ke intraperitoneal tikus (perut tikus).

Menyuntikan karagenan 0,1 mL ke telapak kaki tikus yang ditandai. Melakukan pengukuran volume kaki tikus yang ditandai dan sudah diberi karagenan dan obat tadi setiap 10, 15, 30, 45, dan 60 menit setelah penyuntikan. Catat hasil pengukuran volume kaki tikus yang ditandai dan yang disuntik obat tadi.

BAB 6. HASIL PRAKTIKUM

Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan didapatkan beberapa hasil seperti pada yang dibawah ini : Tabel 5.1 %Udem yang didapat dari berbagai macam obat % UDEM TIKUS 10'

15'

30'

45'

60'

90'

50

50

66,30

66,30

66,30

-

-

-

-

-

-

-

48,97

48,97

67,12

67,12

-

-

65,75

48,97

48,97

0

-

-

50

66

75

50

-

-

KONTROL Kelompok 1 KETOPROFEN CARA A KONTROL Kelompok 2 KETOPROFEN CARA B

VOLTAREN CARA A

Pada hasil praktikum kali ini kelompok kami tidak melakukan percobaan dengan cara A untuk obat ketoprofen dikarenakan waktu yang kurang memadai. Namun dapat

dilihat pada tabel diatas bahwa didapatkan hasil %udem yang hanya dilakukan sampai menit ke 45. Dapat dilihat juga bahwa pada masing-masing obat didapatkan hasil yang berbeda. Yang dimana pada kontrol didapatkan %udem 0 pada menit ke 10 dan 15 lalu meningkat pada menit ke 30 dan memiliki hasil yang sama pada menit ke 45 dan 60 yakni 66,30%. Pada ketoprofen dengan cara b pada menit ke 10 didapatkan %udem 65,75 dan menurun pada menit ke-15 lalu stabil pada menit ke- 30 yakni 48,97%, dan 0 saat menit ke 45. Pada obat voltaren dengan cara a pada menit ke 10 didapatkan hasil 50% namun meningkat pada menit ke 15 dan 30, kemudian mengalami penurunan pada menit ke 45 yaitu kembali menjadi 50 %.

Tabel 5.2 %Inhibisi udem serta to dan talat pada obat yang berbeda

% INHIBISI UDEM

Berat

TIKUS

TO

tikus

10'

15'

30'

45'

60'

90'

-

-

-

-

-

-

0,0246

101

-

-

-

-

-

-

-

100

-

-

-

-

-

-

-34,26

0

27,04

100

-

-

0,025

130

0

-32

-13

24,58

-

-

0.0246

100

(gram)

KONTROL Kelompok 1 KETOPROFEN CARA A KONTROL 150

Kelompok 2 KETOPROFEN CARA B

VOLTAREN CARA A

BAB 7. PEMBAHASAN HASIL PRAKTIKUM Pada praktikum kali ini, bertujuan untuk mengetui aktivitas ketoprofen sebagai obat antiinflamasi pada tikus yang diinjeksi dengan karagenan sebagai inisiator terjadinya inflamasi tersebut. Percobaan ini dengan menggunakan alat pletysmometer air raksa untuk mengindikasikan terjadinya inflamasi pada bagian telapak kaki tikus. Mula-mula tikus yang akan kita gunakan ditimbang terlebih dahulu agar kita dapat menghitung dosis yang dipakai untuk pemberian pada tikus tersebut. Untuk kelompok kami dosis obat diinjeksikan adalah 0,054 ml. Percobaan ini menggunakan alat pletysmometer air raksa untuk mengetahui terjadinya inflamasi pada bagian telapak kaki tikus. Kelompok kami mendapatkan kontrol, tikus yang diperlakukan kontrol hanya diberikan karagenan dan diperoleh data % udem pada menit 10 dan 15 sama yaitu 50% dan terjadi perubahan pada menit ke 30-60 menit yaitu pada angka 66,30%. Pada pengamatan terakhir menit ke 90 tidak ada data yang dicatat dikarenakan waktu pengamatan yang diberikan berakhir. Kelompok kami juga mendapatkan pengamatan tikus dengan penyuntikan ketoprofen dengan dosis 50mg/70kgBB, penyuntikan dengan cara A, tetapi kami tidak mendapatkan hasil karena waktu yang diberikan tidak cukup. Pada data kelompok 2 dengan obat ketoprofen 50mg/70kgBB, dengan penyuntikan cara B, didapatkan data yang cukup aneh dikarenakan pada menit 10 menuju ke menit 15, % udem sudah menurun begitu juga memasuki menit ke 30 juga menurun kembali, hal ini bisa terjadi mungkin dosis yang diberikan tidak sesuai atau penyuntikan yang salah.

BAB 8. KESIMPULAN 8.1 Antiinflamasi Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). 8.2 Pemberian obat obat antiinflamasi pada praktikum kali ini tidak dimengasilkan pengaruh baik, karena penyuntikan karagenan yang tidak benar benar masuk kedalam tubuh.

BAB 9. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2014 . Farmakope Indonesia V.Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Tanu,Ian.2012. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sharma, J.N., Samud, A.M. and Asmawi, M.Z. 2004, Comparison between plethysmometer and micrometer methods to measure acute paw oedema for screening anti-in ammatory activity in mice, In• ammopharmacology, Vol. 12, No. 1, pp. 89–94 (2004)

BAB 10. LAMPIRAN 10.1 Polimorfisme CYP2D6 dan Pengaruhnya Terhadap Metabolisme Kodein: Review 10.2 The “Plantar Test” Apparatus (Ugo Basile Biological Apparatus), a Controlled Infrared Noxious Radiant Heat Stimulus for Precise Withdrawal Latency Measurement in the Rat, as a Tool for Humans? 10.3 Uji Aktivitas Analgesik Asam 2-(3-(Klorometil)Benzoiloksi)Benzoatdan Asam2-(4-(Klorometil) Benzoiloksi)Benzoatpada Tikus Wistar Jantan dengan Metode Plantar Test

GOLONGAN

:T

HARI

: RABU

JAM PRAKTIKUM : 15.30 – 17.30 KELOMPOK PEMBUAT LAPORAN : Dase Adell A

2443017006

Lindra Artanti

2443017012

Novita Lewensky A

2443017039

Ega Fernando

2443017029

Related Documents


More Documents from "Munandar Munandar"