BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asuhan keperawatan perioperatif adalah perawatan yang diberikan sebelum
(praoperasi),
selama
(intraoperasi),
dan
setelah
operasi
(pascaoperasi). Ini terjadi di rumah sakit, di pusat bedah yang ada di rumah sakit, di pusat-pusat bedah yang berdiri sendiri atau di kantor-kantor penyedia layanan kesehatan. Seorang perawat perlu mempraktikkan tindakan asepsis bedah yang ketat, benar-benar peduli terhadap dokumentasi, dan menekankan keselamatan klien dalam semua tahap perawatan. Perawat telah membuat kontribusi yang signifikan dalam menunjukkan manfaat pendidikan dan persiapan perioperatif dan mempromosikan hasil yang positif pada klien setelah operasi. Tersedia juga pengetahuan berbasis bukti yang signifikan untuk intervensi perawatan luka yang tepat. Penelitian keperawatan telah memberikan kontribusi terhadap pengetahuan kita tentang karakteristik penyembuhan luka dan jenis aplikasi yang paling mungkin dimanfaatkan. Dalam pengaturan ruang operasi, pengetahuan perawatan telah meningkatkan standar untuk pengendalian infeksi dan keselamatan klien. Misalnya, sekarang perawat di ruang bedah sudah dapat melakukan teknik cuci tangan, keterampilan lain seperti tanpa menggunakan sikat sebagai hasil penelitian yang menunjukkan kemanjuran antiseptik tangan berbahan dasar alkohol dalam mengurangi bakteri pada kulit. Praktik berbasis bukti di ruang bedah meningkatkan kualitas pelayanan untuk klien bedah dan pada akhirnya meningkatkan hasil akhir klien.
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.2.4
Bagaimana klasifikasi pembedahan? Bagaimana proses keperawatan dalam fase bedah preoperatif? Bagaimana proses keperawatan di tahap bedah intraoperatif? Bagaimana proses keperawatan dalam perawatan pascaoperatif? 1
1.3 Tujuan 1.3.1 1.3.2
Untuk mengetahui klasifikasi pembedahan. Untuk mengetahui proses keperawatan dalam fase bedah
1.3.3 1.3.4
preoperatif. Untuk mengetahui proses keperawatan di tahap bedah intraoperatif. Untuk mengetahui proses keperawatan dalam perawatan pascaoperatif.
1.4 Manfaat 1.4.1 Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi bedah. 1.4.2 Mahasiswa dapat mengetahui proses keperawatan dalam fase 1.4.3
bedah preoperatif. Mahasiswa dapat mengetahui proses keperawatan di tahap bedah
1.4.4
intraoperatif. Mahasiswa dapat mengetahui proses keperawatan dalam perawatan pascaoperatif.
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Klasifikasi Pembedahan Jenis-jenis prosedur bedah diklasifikasikan menurut keseriusan, urgensi dan tujuan. Beberapa prosedur dapat tergabung ke dalam lebih dari satu klasifikasi. Misalnya, operasi pengangkatan noda bekas luka adalah minor dalam keseriusan, elektif di urgensi dan rekonstruksi di tujuan. Seringnya pembagian kelas-kelas tersebut tumpang tindih. Prosedur yang mendesak juga penting dalam tingkat keseriusannya. Kadang-kadang operasi yang sama dilakukan untuk alasan yang berbeda pada klien yang berbeda. Klasifikasi menunjukkan kepada perawat tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh klien. Tipe Keseriusan Mayor
Minor
Deskripsi
Contoh
Menyangkut tindakan rekonstruksi yang luas Bypass
arteri
koroner,
atau perubahan di dalam bagian tubuh; memiliki reseksi
kolon,
risiko besar terhadap kehidupan
laring,
pengangkatan
reseksi lobus paru Menyangkut perubahan inimal dalam bagian Ekstraksi katarak, bedah tubuh; sering digunakan untuk mengoreksi plastik
wajah,
ekstraksi
deformitas; termasuk risiko minimal dibanding gigi dengan prosedur mayor Kedaruratan Elektif
Dilakukan atas kebutuhan dasar klien; tidak Bunionektomi,
bedah
terlalu esensial dan tidak selalu penting untuk plastik wajah, perbaikan kesehatan Mendesak
hernia,
rekonstruksi
payudara Penting untuk kesehatan klien, sering dilakukan Pemotongan tumor kanker, untuk mencegah masalah tambahan lainnya pengangkatan menjadi
berkembang
(misalnya:
kantung
kerusakan empedu disebabkan oleh
jaringan atau kegagalan fungsi organ); tetapi batu empedu, perbaikan tidak darurat Darurat
Harus
diselesaikan
vaskular dari arteri yang dengan
segera
tersumbat untuk Memperbaiki usus buntu
3
menyelamatkan
jiwa
atau
mempertahankan yang
fungsi bagian tubuh
berlubang,
memperbaiki
luka
amputasi,
mengontrol
hemoragi internal Tujuan Diagnostik
Pembedahan
eksplorasi
memungkinkan
penyedia
kesehatan
untuk
diagnosis;
biasanya
pengangkatan
yang Eksplorasi
laparatomi
layanan (insisi ke dalam ruang
menegakkan peritoneal untuk melihat termasuk organ abdominal), biopsi
jaringan
untuk massa payudara
Ablatif
pemeriksaan diagnostik selanjutnya Eksisi atau pengangkatan bagian tubuh Amputasi,
Paliatif
yang terserang penyakit Menghilangkan atau
pengangkatan
usus buntu, kolesistektomi mengurangi Kolostomi, debrimen
intensitas gejala penyakit; tidak akan (pembersihan) Rekonstruktif /restorative
jaringan
menyembuhkan nekrotik, reseksi akar saraf Pemulihan fungsi atau penampilan Fiksasi internal dari atas jarngan yang trauma atau yang fraktur, perbaikan bekas
Prosedur transplantasi
tidak berfungsi luka Pengangkatan organ dan/atau jaringan Transplantasi
ginjal,
dari seseorang dengan kematian otak jantung, atau hati yang berat untuk ditransplantasikan Konstruktif
kepada orang lain Memulihkan fungsi
hilang
atau Memperbaiki
palatum
mengurangi sebagai hasil dari kelainan yang terbelah, merapatkan bawaan lahir Kosmetika
Dilakukan
kerusakan septum arterial untuk
penampilan seseorang
di jantung meningkatkan Blefaroplasti mengoreksi bentuk
untuk kelainan
kelopak
mata,
rinoplasti untuk mengubah bentuk hidung American Society of Anesthesiologists (ASA) atau Asosiasi Ahli Anastesi Amerika memberikan klasifikasi yang didasarkan pada kondisi 4
fisiologis klien tergantung pada prosedur pembedahan yang diusulkan. Anestesi menciptakan risiko, bahkan pada klien yang sehat; namun pada klien tertentu berisiko lebih tinggi, termasuk pada mereka yang kehabisan volume atau bagi mereka yang memiliki fungsi jantung yang payah. ASA status fisik kelas 1 dan 2 serta status stabil kelas 3 sekarang telah diterima untuk operasi rawat jalan. Sedangkan kelas 4 dan 5 memerlukan operasi rawat inap. Kelas P1
Deskripsi Klien yang
Karakteristik dan Tidak ada gangguan fisiologis, biologis,
P2
normal Klien dengan
P3
sistemik yang ringan pembatasan minimal dalam aktivitasnya Klien dengan penyakit Hipertensi, obesitas, diabetes mellitus
P4
sistemik yang berat Klien dengan penyakit Penyakit kardiovaskular atau paru yang
sehat
dan organic penyakit Penyakit kardiovaskular
dengan
sistemik yang berat dan membatasi aktivitas; diabetes berat mengancam kehidupan
dengan komplikasi sistemik, riwayat miokardium infark, angina pektoris,
P5
Moribund, tidak
P6
klien
diharapkan
hipertensi yang tidak terkontrol yang Disfungsi jantung yang berat, ginjal, untuk hati, atau endokrin
selamat tanpa operasi Klien yang dinyatakan Klien bisa jadi memiliki kegagalan telah mati otak yang mana fungsi yang luas yang sudah ditangani organnya telah diangkat untuk mengoptimalkan aliran darah ke untuk kepentingan donasi
jantung dan organ lainnya (misalnya: penggantian cairan yang kuat dan pengobatan tekanan darah)
2.2 Proses Keperawatan dalam Fase Bedah Preoperatif 2.2.1 Pengkajian Tujuan dari pengkajian klien sebelum operasi adalah untuk menetapkan fungsi normal klien perioperatif untuk mencegah dan meminimalkan kemungkinan komplikasi pascaoperasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan pengkajian yaitu:
5
Pemeriksaan fisik fokus pada riwayat klien dan rencana
pembedahan Pengkajian faktor-faktor risiko bedah pada klien Pengalaman bedah klien sebelumnya Sumber koping pada klien Hasil dari pemeriksaan diagnostik praoperasi 2.2.2 Diagnosis Keperawatan Kelompokkan
pola
dalam
mendefinisikan
karakteristik
yang
dikumpulkan selama pengkajian untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan untuk klien bedah. Faktor-faktor yang terkait untuk setiap diagnosis unutk membangun arah perawatan yang akan diberikan selama satu atau semua fase bedah. Berikut adalah beberapa diagnosis keperawatan umum yang relevan dengan klien yang menjalani operasi: Tidak efektif bersihan jalan napas Ansietas Ketakutan Risiko untuk kurangnya volume cairan Risiko untuk cedera posisi perioperatif Kurang pengetahuan (spesifik) Gangguan mobilitas fisik Mual Nyeri akut Pemulihan bedah yang tertunda 2.2.3 Perencanaan Perencanaan yang sukses membutuhkan keterlibatan klien dan keluarga dalam menetapkan rencana perawatan. Keterlibatan klien lebih awal ketika mengembangkan perawatan bedah meminimalkan risiko dan komplikasi pascaoperasi bedah. Jadi, dalam perencanaan ini sebaiknya: Libatkan klien dan keluarga dalam instruksi praoperatif Sediakan terapi yang bertujuan untuk meminimalkan rasa takut klien terhadap pembedahan Rencanakan terapi untuk mengurangi risiko pembedahan Konsultasikan kepada profesi kesehatan lainnya 2.2.4 Implementasi a) Informed Consent Operasi tidak dapat dilakukan secara legal atau etik sampai klien memahami kebutuuhan prosedur, langkah-langkah yang terlibat,
6
risiko, hasil yang diharapkan, dan pengibatan alternatif. Merupakan tanggung jawab ahli bedah untuk menjelaskan prosedur dan menyediakan informed consent. Setelah klien melengkapi formulir persetujuan, tempatkan dalam catatan medis. Dokumen tersebut dibawa ke ruang operasi bersama klien. b) Promosi Kesehatan Kegiatan promosi kesehatan selama fase praoperasi fokus pada pemeliharaan kesehatan, pencegahan komplikasi, dan dukungan rehabilitasi yang mungkin dibutuhkan pascaoperasi. c) Perawatan Akut Kegiatan perawatan akut dalam tahap praoperasi fokus pada intervensi secara fisik mempersiapkan klien untuk bedah. d) Persiapan Fisik Tingkat persiapan fisik sebelum operasi tergantung pasa status kesehatan klien, operasi yang direnccanakan dan preferensi dokter bedah. Persiapan ini meliputi: Penatalaksanaan cairan normal dan keseimbangan elektrolit Pengurangan risiko infeksi luka bedah Pencegahan inkontinensia bowel dan kandung kemih Persiapan pada Hari Pembedahan Perawat menyelesaikan beberapa prosedur rutin sebelum mengirimkan klien untuk operasi.
Kebersihan Langkah-langkah dasar kebersihan memberikan kenyamanan tambahan sebelum operasi. Jika klien yang dirawat di rumah sakit tidak mau mandi lengkap, maka mandi parsial dapat
menyegarkan dan menghilangkan sekresi yang mengganggu. Rambut dan kosmetik Untuk menghindari cedera, minta klien untuk tidak menggunakan jepit rambut atau klip sebelum berangkat operasi karena jepit rambut dan klip dapat menjadi sumber listrik dan menyebabkan
luka
bakar
dikarenakan
elektrokauter
yg
digunakan selama operasi. Lepaskan juga lensa kontak, bulu
mata palsu dan riasan mata. Melepas protesa 7
Semua jenis perangkat palsu sangat mudah hilang atau rusak selama operasi. Jadi klien perlu melepas semua protesa, termasuk gigi palsu parsial atau lengkap, kaki palsu, mata
buatan, dan alat bantu dengar. Nilai keamanan Jika klien mempunyai barang berharga, berikan semua kepada
anggota keluarga atau simpan untuk diamankan. Mempersiapkan usus dan kandung kemih Beberapa klien membutuhkan enema atau katartik di pagi hari sebelum operasi untuk memastikan usus kosong. Jika demikian, berikan setidaknya 1 jam sebelum klien akan pergi, berikan waktu bagi kllien untuk defekasi tanpa terburu-buru dan buang air kecil sebelum ke ruang operasi dan sebelum memberikan obat preoperasi. Kandung kemih yang kosong mengurangi rasa tidak
nyaman
selama
prosedur
dan mengurangi
risiko
inkontinensia selama operasi. Tanda-tanda vital Operator anestesi menggunakan nilai-nilai satu set tanda vital final preoperatif klien yang diukur perawat sebagai dasar untuk tanda-tanda vital intraoperatif. Jika tanda-tanda vital praoperasi
tidak normal, pembedahan mungkin perlu ditunda. Dokumentasi Sebelum klien pergi ke ruang operasi, periksa isi laporan medis untuk memastikan bahwa hasil laboratorium dan formulir persetujuan telah tersedia. Periksa juga catatan perawat adalah
catatan yang terkini. Melakukan prosedur khusus Beberapa klien memerlukan pemasangan infus IV atau tabung nasogastrik sebelum berangkat untuk operasi atau di tempat
praoperasi. Pemberian obat praoperasi Pemberian obat praoperasi bertujuan untuk mengurangi kecemasan klien, sejumlah anestesi umum diperlukan, risiko mual dan muntah-muntah dan aspirasi resultan serta sekresi
saluran pernafasan. Sensistivitas lateks/alergi 8
Ketika insiden dan prevalensi sensistivitas lateks dan alergi meningkat, kebutuhan untuk mengenali sumber potensi lateks sangat penting. Jika memang diperlukan, akomodasikan tempat khusus alergi lateks dan klien menggunakan barang bebas lateks
selama periode perioperatif dan pemulihan. Mengurangi kemungkinan salah tempat dan prosedur bedah yang salah Tiga prinsip protokol meliputi verivikasi praoperasi yang memastikan semua dokumen relevan dan studi tersedia sebelum memulai prosedur dan konsisten dengan harapan klien; menandai lokasi operasi dengan tinta untuk menandai perbedaan kiri dan kanan, struktur ganda, dan tingkatan spina; serta waktu istirahat tepat sebelum memulai prosedur untuk verivikasi terakhir dari klien yang benar, prosedur, tempat dan setiap implan.
2.2.5
Evaluasi Evaluasi pengetahuan klien terhadap prosedur bedah dan
perawatan pascaoperasi yang direncanakan Minta klien menunjukkan latihan pascaoperasi Amati perilaku atau ekspresi nonverbal akan kecemasan atau
ketakutan Tanyakan apakah harapan klien sudah terpenuhi
2.3 Proses Keperawatan di Tahap Bedah Intraoperatif 2.3.1
Pengkajian Dalam PSCU, lakukan pengkajian berfokus pada praoperasi untutk memverifikasi bahwa klien siap untuk operasi dan rencana perawatan intraoperative. Karena klien tidak akan mampu berbicara sendiri selagi di bawah anestesi umum, pengkajian praoperasi di dalam ruang operasi adalah penting untuk keselamatan klien. Telaah kembali rencana perawatan intraoperative. Perhatikan kenyamanan psikologis klien selama pengkajian ini.
2.3.2
Diagnosis Keperawatan
9
Tinjau diagnosis keperawatan praoperasional, dan modifikasi untuk mengindividualisasikan rencana perawatan di ruang operasi. 2.3.3
Perencanaan Tujuan dan hasil. Hasil ynag berpusat pada klien dari tahap praoperasi. Sebagai contoh, tujuan adalah untuk menjaga integritas kulit. Hasil yang diharapkan meliputi; a) Klien akan memiliki kulit yang utuh dan tidak menunjukkan tanda-tanda kemerahan. b) Klien akan bebas dari luka bakar di dasar alas.
2.3.4
Implementasi Fokus utama dari asuhan intraoperative adalah untuk mencegah cedera dan komplikasi berhubungan dengananestesi, operasi, posisi, dan komplikasi berhubungan dengan anestesi, operasi, opsisi, dan penggunaan peralatan. Perawat perioperative adalah pembela klien selama operasi dan melindungi martabat dan hak-hak klien setiap saat. Perawatan Akut a) Persiapan fisik. Setelah mengamankan klien di meja kamar operasi, pasang perangkat monitor untuk klien sebelum operasi. Klien yang menerima anestesi umum dan regional mendapatkan pemantauan EKG kontinu. Tempatkan elektroda pada dan kaki untuk merekam aktivitas listrik jantung. Sebuah monitor di kamar operasi menampilkan aktivitas listrik jantung. Oksimetri pulsasi memonitor saturasi oksigen. Pasang alas pada kauterisasi listrik pada kulit. b) Terapkan stoking antiemboli (misalnya stoking elastis) atau stoking kompresi sekuensial intraoperative (terutama untuk kasuskasus yang berdurasi lama) atau pascaoperasi sesuai dengan kebijakan instidusi. Dokumentasikan perangkat aplikasi, pengisian kembali kapiler, dan toleransi klien terhadap prosedur. Untuk operasi ekstremitas, nilai denyut perifer distal di lokasi operasi. Ukur suhu secara kontinu melalui kandung kemih, kerongkongan, atau rectum.
10
c) Pengenalan Anestesi. Klien yang menjalani prosedur bedah menerima satu tempat dari empat tipe anestesi, yaitu : umum, regional, local, atau sedasi sadar. d) Anestesi Umum. Agen anestesi modern lebih mudah untuk pemulihan dan memungkinkan klien untuk sembuh dengan efek negative yang lebih sedikit. Anestesi umum menghasilkan imobilisasi, klien yang tenang dan tak bergerak dan tidak ingat prosedur bedah. Amnesia klien bertindak sebagai alat pelindung dari peristiwa yang tidak menyenangkan terhadap prosedur. Penyedia anestesi umum dengan rute IV dan inhalasi melalui tiga fase anestesi, yaitu : induksi, pemeliharaan, dan munculnya. Pembedahan yang membutuhkan anestesi umum melibatkan prosedur mayor dengan manipulasi jaringan yang luas. Induksi meliputi pemberian obat anestesi dan intubasi andotrakeal. Tahap pemeliharaan meliputi posisi klien, persiapan untuk insisi, dan prosedur pembedahan itu sendiri. Tingkat anestesi yang tepat terjaga selama fase ini. Selama tiga fase, anestesi mengalami penurunan dank lien mulai terbangun. Karena waktu paruh pendek obat ini, sadar klien sering terjadi di ruang operasi. Durasi anestesi bergatung pada lamanya operasi. Risiko terbesar dari anestesi umum adalah efek samping dari agen anestesi termasuk depresi kardiovaskular
atau
iritabilitas,
depresi
pernapasan,
serta
kerusakan hati dan ginjal. e) Anestesi Regional. Induksi anestesi regional menghasilkan hilangnya sensasi di daerah tubuh. Metode induksi, seperti tulang belakang, epidural, atau block saraf perifer memengaruhi porsi jalur sensorik yang dibius. Tidak ada kehilangan kesadaran yang terjadi akibat anestesi regional, tetapi klien sering mengantuk. Operator anestesi memberikan anestesi regional dengan infiltrasi dan aplikasi lokal. Risiko dapat terjadi pada anestesi infiltrasi, terutama dalam kasus anestesi spinal. Karena tingkat anestesi bisa meningkat, yang berarti bahwa agen anestesi bergerak ke atas di tulang belakang, hal ini
11
mungkin akan mempengaruhi pernapasan. Perpindahan anestesi ini tergantung pada jenis obat, jumlah, dan posisi klien. f) Anestesi local. Anestesi local melibatkan hliangnya sensasi di tempat yang diinginkan (misalnya bagian kulit yang tumbuh atau kornea mata). Agen obat bius (misalnya lidocaine) menghambat konduksi saraf samapai obat tersebut berdifusi ke dalam sirkulasi. Agen disuntikkan secara local atau dioleskan. Klien mengalami kehilangan dalam sensasi nyeri da sentuhan serta aktivitas motoric dan otonom (misalnya mengosongkan kandung kemih). Local anestesi umum dilakuakan untuk prosedur minor dalam operasi rawat jalan. Penyedia perawatan kesehatan sering masuk ke daerah operasi dengan memberikan anestesi local untuk mempromosikan nyeri pascaoperasi. g) Sedasi Sadar. Sedasi sadar secara rutin digunakan untuk prosedur yang tidak memerlukan anestesi lengkap melainkan tingkat kesadaran yang ditekan. Seorang klien di bawah sedasi sadar independen harus mempertahankan jalan napas yang paten dan ventilisasi yang memadai dan mampu merespons dengan tepat terhadap rangsangan verbal atau stimulus taktil ringan (rothrock, 2007). Sedatif IV yang bekerja singkat, seperti midazolam (Versed) diberikan. h) Posisi Klien Bedah. Selama anestasi umum, tenaga perawat dan dokter beah sering tidak memposisikan klien sampai tahap relaksasi lengkap. Pendekatan bedah biasanya menentukan pilihan posisi. Idealnya posisi klien menyediakan akses yang baik untuk lokasi yang akan dioperasi, mempertahankan fungsi sirkulasi dan pernapasan yang memadai, dan menjamin keamanan klien dan integritas kulit. Posisi tidak boleh merusak struktur neuromuscular. i) Dokumentasi Asuhan Keperawatan Intraoperaif.
Selama
fase
intraoperatif, lanjutkan rencana perawatan praoperasi. Sebagai contoh, ikuti asepsis ketat untuk meminimalkan risiko infeksi luka bedah.Sepanajnag prosedur operasi, pastikan catatan kegiatan perawatan klien dan prosedur yang dilakukan oleh personel kamar operasi 2.3.5
telah
akurat.
Dokumentasi
perawatan
intraoperative
memeberikan data yang berguna periode pascaoperasi klien. Evaluasi 12
Evaluasi intervensi dilakukan selama fase intraoperative selama prosedur bedah. Terus pantau tanda vital serta asupan dan keluaran. Ukur suhu tubuh klien selama dan pada penyelesaian prosedur. Periksa kulit di bawah landasan alas dan di daerah di mana posisi tertekan. Untuk klien yang tidak mendapat anestesi umum, tanyakan dengan sering kepada merakatentang rasa sakit, mati rasa, suhu ruangan yang dirasakan, dan kenyamanan secara kesuluruhan. Berikan informasi yang terkini kepada anggota keluarga di ruang tunggu.
2.4 Proses Keperawatan dalam Perawatan Pascaoperatif 2.4.1 Pengkajian Setelah pengkajian pada kedatangan klien untuk pemulihan, ukur tanda-tanda vital dan observasi lainnya setidaknya setiap 15 menit atau lebih sering, tergantung pada kondisi klien dan kebijakan unit. Pengkajian ini biasanya berlanjut sampai klien keluar dari PACU. Ketika kondisi klien stabil, frekuensi pengkajian biasanya akan berkurang menjadi satu kali per shift sampai klien keluar. Dokumentasi secara maksimal hasil pengkajian termasuk tanda vital, tingkat kesadara, kondisi balutan dan drainase, tingkat kenyamanan, status cairan IV, dan pengukuran keluaran urine. Selain itu yang sangat perlu dikaji pada klien pascaoperatif yaitu :
Jalan napas dan pernapasan Kaji patensi jalan napas, kedalaman ventilasi, simetri gerakan dinding dada, suara napas, dan warna mukosa.
Sirkulasi Klien beresiko mengalami komplikasi kardiovaskuler yang disebabkan oleh hilangnya darah actual atau potensial dari tempat pembedahan, efeksamping dari anastesi, ketidakseimbangan elektrolit, dan depresi mekanisme yang mengatur sirkulasi 13
normal. Pengkajian yang teliti terhadap denyut dan irama jantung, bersama dengn tekanan darah, mengungkapkan status kardiovaskuler klien. Monitor tanda vital setiap 15 menit selamaa tahap pemulihan.
Kontrol suhu Monitor suhu dengan teliti dibagian perawatan akut. Karena suhu tinggi mungkin merupakan indikasi pertama infeksi, evaluasi klien untuk potensi sumber infeksi, termasuk lokasi IV (jika ada), sayatan/luka bedah, serta saluran pernapasan dan saluran kemih.
Keseimbangan cairan dan elektrolit kaji status hidrasi dan pantau fungsi jantung dan saraf untuk tanda-tanda perubahan elektrolit.
Fungsi neurologi Kaji reflek pupil dan muntah, cengkraman tangan, dan gerakan kaki.
Integritas kulit dan kondisi luka Di dalam PCAU, kaji kondisi kulit klien, titik-titik ruam, petekie, lecet atau luka bakar. Setelah operasi hamper semua luka bedah diperban untuk melindungi lokasi luka dan mengumpulkan drainase. Perhatikan jumlah, warna, baud an konsistensi drainase di perban.
Fungsi perkemihan Raba perut bagian bawah tepat diatas simfisis pubis untuk mengkaji distensi kandung kemih. Jika klien terpasang kateter urine, harus ada aliran urine terus-menerus sebanyak 30-50 ml/jam pada orang dewasa. Perawat harus mengamati warna urine. 14
Fungsi gastrointestinal Inspeksi abdomen untuk memeriksa perut kembung yang mungkin disebabkan oleh akumulasi gas. Auskultasi perut secara rutin untuk mendeteksi suara usus kembali normal,5-30 bunyi keras permenit pada masing-masing kuadran menunjukkan gerak paristaltik yang telah kembali. Jika selang nasogastrik ada ditempatnya, kaji kepatenan selang, warna, dan jumlah drainase lambung.
Kenyamanan Kaji skala nyeri klien, mengevaluasi respon terhadap analgesic dan objektif dokumen keparahan nyeri. keluarga
Harapan klien Kaji harapan klien dan terhadap pemulihan dan kemajuan yang dirasaakan dalam fase pemulihan.
2.4.2
Diagnosis keperawatan Tentukan status dari diagnosis keperawatan praoperasi melalui pembagian pengkajian data baru pascaoperasi dan mengidentifikasi diagnosis baru yang relevan. Identivikasi faktor-faktor resiko baru yang mengarah ke identifikasi diagnosis keperawatan tambahan. Pertimbangkan juga kebutuhan keluarga klien ketika membuat diagnosis.
2.4.3
Perencanaan Karena sifat kritis periode pascaoperasi langsung, rencana keperawatan di PACU melibatkan pemantauan dan pengkajian erat klien untuk memastikan kembalinya ke fungsi fisiologis yang stabil. Instruksi dokter bedah pascaoperasi juga menjadi pedoman. Instruksi pasca operasi yang khas meliputi :
15
Pantau tanda vital dan pengkajian yang khusus dengan sering.
Jenis cairan IV dan kecepatan infus
Penerusan
obat
sebelum
operasi
sebagai
kondisi
yang
memungkinkan (beberapa obat oral akan dikonvensikan ke rute IV dengan menyesuaikan disis yang tepat)
Cairan dan makanan yang diperbolehkan lewat mulut.
Tingkat aktivitas klien yang diperbolehkan untuk dilanjutkan
Posisi klien yang harus dipertahankan untuk dilanjutkan
Posisi klien yang harus dipertahankan sementara ditempat tidur
Masukan dan keluaran
Laboratorium tes dan foto sinar-x
Arahan khusus (misalnya drain bedah untuk diisap, irigasi tabung, dan penggantian balutan.
Tujuan dan hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut :
2.4.4
Tanda-tanda vital klien kembali seperti fase preoperative.
Saluran napas klien paten dan respirasi tidak dibantu
Suhu klien kembali ke awal dan tetap stabil.
Cairan dan elektrolit klien tetap seimbang
Klien kembali ketingkat aktivitas sebelumnya.
Implementasi a. Promosi kesehatan 1) Memelihara fungsi pernapasan 16
Ketika
klien
bangun
dari
anastesi,
bantu
mereka
untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas. Posisikan klien di satu sisi dengan wajah ke bawah dan leher sedikit direntangkan untuk nmemfasilitasi gerakan maju dari lidah dan aliran sekresi lendir keluar dari mulut. Sebuah handuk kecil yang dilipat dapat mendukung kepala. Teknik posisi lain untuk mempromosikan jalan napas paten adalah kepala tempat tidur yang agak tinggi dan leher klien agak sedikit di nrentangkan, dengan kepala menghadap ke samping. 2) Mencegah komplikasi sirkulasi Langkah=langkah berikut mempromosikan aliran balik vena normal dan sirkulasi aliran darah :
Dorong klien untuk melakukan latihan kaki nsetidaknya setiap jam saat terjaga.
Pasang stoking elastis antiemboli atau perangkat kompresi berurutan seperti yang diperintahkan oleh penyedia layanan kesehatan. Lepaskan stoking setiap 8 jam, dan berhenti selama 1 jam.
Dorong ambulansi awal
Hindari posisi klien yang mengganggu aliran darah ke kaki.
Berikan obat antikoagulan seperti yang diperintahkan.
Promosikan asupan cairan oral atau intravena yang cukup.
3) Mencapai istirahat dan kenyamanan Nyeri pada klien meningkat setelah operasi setelah efek anastesi berkurang. Hal ini umum untuk memberikan analgesic opioid segera setelah operasi. Dosis awal analgesic biasanya diberikan melalui infuse IV di PACU dan di titrasi untuk kenyamanan klien. 17
b. Perawatan akut 1) Pengaturan suhu tubuh Pengaturan suhu penting pada periode pasca operasi . klien sering menggigil setelah operasi. Menggigil tidak selalu merupakan tanda hipotermia melainkan efekng dari agen anastesitertentu. Berikan meperidin (Demol) sedikit demi sedikit untuk mengurangi mggigil seperti yang di tentukan oleh penyedia layan kesehatan. 2) Memelihara fungsi neurologi Orientasi terhadap lingkungan penting untuk mempertahankan status mental klien. 3) Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit Satu-satunya sumber asupan can klien segera setelah pembedahan adalah melalui kateter IV. 4) Meningkatkan eliminasi usus normal dan gizi yang adekuat Langkah-langka berikut mempromosikan kembali eliminasi normal :
Pertahankan kemajuan secara bertahap dalam asupan makanan.
Promosikan ambulansi dan olahraga.
Atur asupan cairan yang memadai.
Promosikan
asupan
makanan
yang
cukup
dengan
merangsang selera makan klien.
Berikan suplemen serat, pelunak tinja, dan supositoria rectal sesuai yang diperintahkan.
18
Sediakan makanan ketika klien beristirahat dan bebas dari rasa sakit.
5) Mempromosikan eliminasi urine Langkah-langkah mempromosikan eliminasi urine normal :
Bantu klien dengan asumsi posisi normal selama BAK.
Periksa kebutuhan klien untuk BAK dengan sering.
Kaji distensi kandung kemih.
Monitor asupan dan keluaran.
6) Mempromosikan penyembuhan luka Waktu kritis untuk penyembuhan luka adalah 24 samapai 72 jam setelah operasi, setelah itu luka dapat tertutup. Jika luka menjadi terinfeksi, biasanya terjadi 3 sampai 6 harisetelah operasi. Sebuah luka bedah bersih biasanya tidak kembali meregang terhadap tegangan normal selama 15 – 20 hari setelah operasi. Gunakan teknik aseptic selama penggantian perban dan perawatan luka. 7) Mempertahankan/meningkatkan konsep diri Langkah-langkah berikut ini membantu mempertahankan konsep diri klien :
Sediakan
privasi
selama
penggantian
perban
atau
pemeriksaan luka.
Jaga kebersihan klien.
Cegah perangkat drainase meluap.
Jaga lingkungan yang menyenangkan
19
Tawarkan kesempatan bagi klien untuk mendiskusikan perasaan tentang penampilan.
Tawarkan keluarga kesempatan untuk membahas cara untuk mempromosika konsep diri klien.
8) Pemulihan dan perawatan yang berkelanjutan Selama periode pasca operasi, perawat, klien dan keluarga bekerja untuk mempersiapkan klien untuk keluar. Pendidikan tentang perawatan luka, tingkat aktivitas, diet, pengobatan dan jenis operasi yang spesifik adalah proses yang berkelanjutan di seluruh rumah sakit. 2.4.5 Evaluasi Keefektifan evaluasi keperawatan berdasarkan hasil yang diharapkan yang dibuat setelah operasi. Dalam semua ruang lingkup bedah, konsultasikan dengan klien dan keluarga untuk mengumpulkan data evaluasi. Bagian dari evaluasi adalah menentukan sejauh mana klien dan keluarga mempelajari langkah-langkah perawatan diri.
20
ASUHAN KEPERAWATAN An. K DENGAN CF FEMUR DEXTRA DI RUANG JANGER RS. BADUNG KASUS: An.K, 14 tahun, seorang pelajar, pendidikan SMP, dirawat dirumah sakit sejak tanggal 5 M e i 2 0 1 6 karena karena mengeluh nyeri pada kaki kanan dan tidak bisa digerakkan sejak 1 hari sebelumnya dan diagnosa medis menyatakan CF Femur Dextra. Saat pengkajian tanggal 6 Mei 2016, An. K mengatakan kaki kanan nya sakit sekali, nyeri bertambah ketika kaki digerakan, nyeri berkurang saat diimobilisasi, nyeri seperti diiris pada area femur, skala nyeri 8. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 120/80 mmHg, Suhu :37,5 0 C,Nadi :84 x/mnt, RR: 20 x/mnt. PENGKAJIAN Pengkajian dilakukan di Ruang Janger RSUD Badung pada Jumat, 6 Mei 2016 pukul 09.00 WITA di kamar 01 bed 3. Pengkajian dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik dengan sumber data dari pasien, keluarga pasien dan rekam medis pasien (No. RM: 194319). A. Identitas Pasien Nama
:
An. K
Umur
:
14 tahun
Jenis Kelamin
:
Laki-laki
Status Perkawinan:
Belum menikah
Agama
:
Hindu
Suku/Bangsa
:
Bali/Indonesia
Pekerjaan
:
Pelajar 21
Pendidikan
:
Alamat
:
SMP
Jl. Blubuh Sari VII, Dalung
Diagnosa Medis :
CF Femur Dextra
Sumber biaya
JKBM
:
Identitas Penanggung Nama
:
Tn. M
Umur
:
49 tahun
Jenis Kelamin
:
Laki-laki
Status Perkawinan:
Sudah menikah
Agama
:
Hindu
Suku/Bangsa
:
Bali/Indonesia
Pekerjaan
:
Pegawai Swasta
Pendidikan
:
Alamat
:
S1
Jl. Blubuh Sari VII, Dalung
Hubungan dengan pasien :
Ayah
B. Riwayat Keperawatan 1. Riwayat kesehatan sekarang a. Alasan masuk rumah sakit Pasien dibawa ke UGD RSUD Badung karena mengeluh nyeri pada kaki kanan dan tidak bisa digerakkan sejak 1 hari sebelumnya. b. Keluhan utama Pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan dan tidak bisa digerakan.
22
c. Kronologi keluhan Sebelum dirawat di RSUD Badung, pasien terjatuh saat bermain voli. Kemudian, keluarga pasien membawa pasien ke tukang pijat tradisional di dekat rumahnya. Namun sampai satu hari berikutnya pasien masih mengeluh sakit di kaki kanannya dan tidak bisa digerakkan. Kemudian pasien dibawa ke UGD RSUD Badung pada tanggal 5 Mei 2016 pukul 23.30 WITA. Setelah diperiksa dan dianamnesa oleh dokter di UGD RSUD Badung, pasien disarankan untuk dirawat inap di ruang Janger. Kemudian pasien dirawat di kamar 01 bed 3, adapun terapi yang didapatkan pasien adalah
IVFD NaCl 0,9%
20 tetes/menit
Paracetamol Tablet
3 x 500mg
Asam Folat Tablet 1 mg
2 x II tablet
2. Riwayat kesehatan masa lalu a. Riwayat alergi Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki alergi obat ataupun makanan dan minuman tertentu. b. Riwayat kecelakaan Keluarga
pasien
mengatakan
pasien
tidak
pernah
mengalami kecelakaan sebelumnya. c. Riwayat dirawat di rumah sakit Keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. d. Riwayat pemakaian obat 23
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memakai obat apapun sebelum ke rumah sakit. 3. Riwayat kesehatan keluarga Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki penyakit khusus yang diturunkan dari keluarganya. C. Data Bio-psiko-sosial-spiritual 1. Bernafas Saat pengkajian pasien mengatakan pasien tidak mengalami kesulitan dalam bernafas. 2. Makan dan Minum Saat pengkajian, pasien mengatakan tidak mengalami kesulitan dalan makan dan minum dan pasien sudah makan 1x di pagi hari. 3. Eliminasi Saat pengkajian, pasien mengatakan pasien sempat BAK 1x di pagi hari dengan dibantu berjalan oleh keluarga. 4. Gerak dan Aktivitas -
Kemampuan ADL : Saat pengkajian, pasien mengatakan pasien mampu melakukan aktivitas seperti makan dan minum, sedangkan toiletting dibantu
-
Kemampuan
mobilisasi
:
Saat
pengkajian,
pasien
mengatakan pasien mampu bergerak sedikit di atas tempat tidur, selebihnya dibantu oleh keluarga 5. Istirahat dan Tidur Saat pengkajian, pasien mengatakan tidak kesulitan untuk tidur dan pasien menyatakan mau beristirahat.
24
6. Rasa Nyaman Saat pengkajian, pasien mengatakan merasa tidak nyaman karena merasa nyeri di kakinya. 7. Rasa Aman Saat pengkajian, pasien mengatakan merasa cukup aman karena ditunggui oleh keluarganya. 8. Pengaturan Suhu Tubuh Saat pengkajian, pasien mengatakan tubuhnya agak panas. 9. Pemeliharaan Kesehatan Diri Saat pengkajian, pasien mengatakan pasien mandi 1x sehari dengan dibantu oleh keluarga. 10. Komunikasi dan Sosialisasi Saat pengkajian, pasien mengatakan pasien mampu berkomunikasi dengan baik. 11. Melaksanakan Ibadah Saat pengkajian, pasien mengatakan pasien selalu berdoa di dalam hati. 12. Prestasi Saat pengkajian, pasien mengatakan pasien mempunyai prestasi yang baik di kelas dan selalu masuk ranking 10 besar. 13. Rekreasi Saat pengkajian, pasien mengatakan pasien terhibur dengan musik dan perbincangan dengan keluarganya. 14. Belajar
25
Saat pengkajian, pasien mengatakan pasien perlahan-lahan mengerti prosedur perawatan di rumah sakit. D. Pengkajian fisik 1. Keadaan Umum Kesan umum : Lemas Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: 15 E4V5M6
Bentuk tubuh : Tegak Warna kulit
: Sawo matang
2. Gejala Kardinal : 120/80 mmHg
TD
Suhu : 37,5 0 C Nadi
: 84 x/mnt
RR
: 20 x/mnt
3. Keadaan Fisik a. Kepala : kebersihan cukup, rambut tersebar merata, suhu kulit hangat, nyeri tekan-, lesi-, benjolanb. Mata : kedua mata simetris, reflek mata+, sekret-, udim-, penglihatan baik c. Hidung : kebersihan hidung cukup, penciuman baik, sekret-, lesi-, nyeri tekand. Telinga : kebersihan cukup, pendengaran baik, kedua telinga simetris, nyeri tekan-, lesie. Mulut dan gigi : kebersihan baik, mukosa bibir lembab, pembesaran tonsil-, rahang simetris, pendarahan gusif. Leher : pembesaran kelenjar tiroid-, nyeri tekan-, benjolan-, bendungan vena jugularis-, kebersihan cukup
26
g. Thorax : bentuk simetris, nafas tambahan-, sesak-, nyeri tekanh. Abdomen : umbilikus tepat di tengah, kebersihan cukup, nyeri tekan-, bising usus 5x/menit, pembesaran abdomeni. Ekstremitas i. Atas : kedua tangan simetris, terpasang infus di tangan kanan, lesi-, nyeri tekan-, kuku cukup bersihii. Bawah : nyeri tekan di kaki kanan, kaki kanan tidak dapat digerakkan, hasil rontgen terdapat CF Femur dextra j. Genetalia : jenis kelamin laki-laki E. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan radiologi Hasil
rontgen
menyatakan
terdapat
close
fractur
femur
dextra
Hasil Laboratorium (06-05-2016) Pemeriksaan Hb
Hasil 10 g/dL
Normal 11.7 – 17.3
RBC
3.46 x 106 /uL
3.80 – 5.90
HCT
28.6 %
35.0 – 52.0
DIAGNOSA KEPERAWATAN A. Analisa Data No. Hari/Tgl/Jam
Data Fokus
Data Standar
Masalah Keperawatan
1.
Jumat, 6 Mei DS 2016
:
Klien
pukul mengatakan kaki
09.00 WITA
-
Pasien
Nyeri Akut
tidak
kanan nya sakit 27
sekali,
meringis,
P:
Nyeri
bertambah ketika kaki
digerakan,
nyeri
berkurang
-
Pasien tidak mengeluh nyeri
saat diimobilisasi,
atau
nyeri dapat
Q: Nyeri seperti
dikontrol
diiris, R: area femur, S: 8 , T: Saat digerakan sampai
selesai
diimobilisasi DO: - px terlihat meringis menahan nyeri,
merintih,
bengkak, rontgen
px. fraktur
femur dextra, RR: 22
x/mnt
,
TD: 120/80 mmHg, S: 37,5o C ,N: 84 2
x/mnt Jumat, 6 Mei DS: 2016
Pasien
-
pukul mengatakan kaki
09.00 WITA
Pasien
Kelemahan
tidak
fisik
kanan tidak bisa
terlihat
digerakan .
lemas
DO:
dalam
pemeriksaan didapatkan adanya fungsialesa,
hasil
-
Pasien dapat menggerak kan 28
deformitas,
Px.
kakinya
Radiologi diperoleh
hasil
fraktur
femur
dextra,
sudah
terpasang spalk.
B. Analisa Masalah 1. P : Nyeri Akut E : Diskontinuitas tulang S : Pasien mengeluh sakit di kaki kanannya Proses terjadinya: cedera jaringan kulit dan tulang yang terjadi pada pasien menyebabkan diskontinuitas tulang yang mana saat proses inflmasinya menekan ujung saraf bebas sehingga menimbulkan rasa nyeri. Akibat: menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu kenyamanan pasien 2. P : Kelemahan fisik E : Kerusakan muskuloskeletal S : Pasien mengeluh kaki kanannya tidak bisa digerakkan Proses
terjadinya
:
diskontinuitas
merupakan
kerusakan
muskuloskeletal yang mempersempit ruang gerak sehingga pasien mengalami kelemahan fisik Akibat : kelemahan fisik membuat pasien kesulitan bergerak dan perlu dibantu untuk bergerak C. Rumusan Diagnosa
29
1. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas tulang ditandai dengan pasien mengeluh sakit di kaki kanannya dan terlihat meringis 2. Kelemahan fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal ditandai dengan pasien mengeluh kaki kanannya tidak bisa digerakkan dan terlihat lemas INTERVENSI N o. 1.
2.
Hari/Tgl/Jam
Diagnosa Kep
Jumat, 6 Mei 2016 Nyeri akut pukul 09.00 WITA berhubungan dengan diskontinuitas tulang ditandai dengan pasien mengeluh sakit di kaki kanannya dan terlihat meringis
Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah dilakukan tindakan keperawat an selama 1x 24 pasien mampu memperta hankan tingkat nyeri pd skala 3, dengan kriteria hasil sbb: - Pasien tidak mering is - Pasien dapat mengo ntrol nyeri
- Lakukan pengkajian nyeri yg komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intenistas/keparahan, faktor presipitasi nyeri
- Untuk dapat menentu kan intervens i yang sesuai
Jumat, 6 Mei 2016 Kelemahan fisik Setelah pukul 09.00 WITA berhubungan dilakukan dengan kerusakan
- Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
- Kolaborasi pemberian obat
- Agar pasien dapat mengont rol rasa nyerinya
- Untuk memperc epat proses penyemb uhan pasien -
Kaji kemampuan beraktivitas pasien
- Untuk dapat merenca 30
muskuloskeletal ditandai dengan pasien mengeluh kaki kanannya tidak bisa digerakkan dan terlihat lemas
asuhan keperawat an selama 1x24 jam kelemahan fisik dapat teratasi dengan criteria hasil: kelemahan fisik tidak terjadi
-
Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang dapat ditoleransi
nakan intervens i yang sesuai - Untuk mencega h kelemah an yang berlebiha n
IMPLEMENTASI No .
Hari/Tgl/Ja m
No . Dx
1
Jumat, 06 1 Mei 2016 pukul 09.00 WITA
Implementasi
1. Melakukan observasi TTV 2. Melakukan pengkajian nyeri yg komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intenistas/kepara han, faktor presipitasi nyeri
Evaluasi formatif
1.RR: 22 x/mnt, , TD: 120/80 mmHg, S: 37,5o C,N: 84 x/mnt 2.P:Nyeri bertambah ketika
kaki
digerakan,
nyeri
berkurang
saat
diimobilisasi, Q:
Nyeri
seperti
diiris, R: area femur,
S: 8, 3. Mengajarkan teknik relaksasi T: Saat dan distraksi sampai 4. Kolaborasi
Paraf
digerakan selesai
diimobilisasi. 3. Pasien
dan 31
pemberian obat IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit Paracetamol Tablet 3 x 500mg Asam Folat Tablet 1 mg 2 x II tablet
4. Obat masuk dengan lancar tidak menimbulkan reaksi alergi
1. Pasien
2. Selasa, 06 Mei 2016 pukul 09.00 WITA
keluarga pasien mengerti dan melaksanaka nnya dengan baik
1. Kaji kemampuan beraktivitas pasien 2. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas seharihari yang dapat ditoleransi mengajarkan pasien untuk mobilisasi menggunakan alat bantu berupa kruk dan imobilisasi pada bagian yang mengalami
mengatakan kaki
kanan
tidak
bisa
digerakan dan diangkat. 2. Pasien mengerti dan melaksanaka nnya
32
fraktur dengan tirah baring.
EVALUASI No. Hari/Tgl/Jam 1
No. Evaluasi sumatif Dx
Sabtu, 7 Mei 1 2016 pukul 09.00 WITA
Paraf
S: pasien mengeluh nyeri O: skala nyeri 7. Pasien terlihat lemas dan meringis. A: masalah belum teratasi P: -
Rabu, 7 Mei 2 2016 pukul 09.00 WITA
Kolaborasi pemberian obat
-
Observasi TTV
-
Mengukur skala nyeri secara berkala
S : Keluarga klien mengatakan aktivitas klien masih dibantu oleh keluarga O : Klien masih tampak dibantu oleh keluarga dalam beraktivitas A: Masalah belum teratasi P: -
Observasi TTV
-
Kaji tonus otot
-
Latih mobilisasi
BAB III PENUTUP 33
3.1 Simpulan Jenis-jenis prosedur bedah diklasifikasikan menurut keseriusan, urgensi dan tujuan. Beberapa prosedur dapat tergabung ke dalam lebih dari satu klasifikasi. Misalnya, operasi pengangkatan noda bekas luka adalah minor dalam keseriusan, elektif di urgensi dan rekonstruksi di tujuan. American Society of Anesthesiologists (ASA) atau Asosiasi Ahli Anastesi Amerika memberikan klasifikasi yang didasarkan pada kondisi fisiologis klien tergantung
pada
prosedur
pembedahan
yang
diusulkan.
Klasifikasi
menunjukkan kepada perawat tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh klien. Proses Keperawatan dalam kasus bedah ada tiga tahap yaitu Fase Bedah Preoperatif, Tahap Bedah Intraoperatif dan Perawatan Pascaoperatif. 3.2 Saran Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan saran-saran kepada berbagai pihak, yaitu: 1. Kepada staf pengajar, agar lebih banyak memberikan materi tentang Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Penyakit/Kasus Bedah. 2. Kepada mahasiswa, diharapkan tulisan ini dapat dijadikan motivasi untuk lebih mendalami materi tentang Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Penyakit/KasusBedah.
34