BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Salah satu komplikasi persalinan yang mempunyai tingkat kematian maternal dan perinatal yang tinggi adalah preeklamsi dan eklamsi. Menurut Depkes RI (2007), di Indonesia penyebab utama kematian ibu di samping perdarahan (45%) dan infeksi (15%), merupakan preeklamsi atau eklamsi dengan angka kejadiannya sebesar (13%). Resiko relative terjadinya bayi lahir mati pada ibu dengan preeklamsi adalah 5,65 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu tanpa preeklamsi. Di banding negara maju dan negara asia lainnya, Indonesia termasuk yang tinggi angka kematian perinatalnya. Mengingat hal tersebut diatas maka preeklamsi dan eklamsi masih yang menyebabkan angka kematian ibu dan janin tinggi sehingga salah satu kebijakan nasional untuk meminimalkan angka kematian ibu dan bayinya adalah dengan terus meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan terdapatnya staf kesehatan yang ahli dalam menangani persalinan serta mengetahui berbagai indikasi kehamilan yang dapat mengancam nyawa ibu dan bayinya. salah satu cara alternative dalam menangani preeklamsi yaitu dengan tindakan operatif sectio caesaria. Angka kejadian sectio caesarea di Indonesia menurut data survey nasional pada tahun 2009 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22.8% dari seluruh persalinan dan angka kejadian sectio caesarea di Provinsi Jateng pada tahun 2009 berjumlah 3.401 operasi dari 170.000 persalinan atau sekitar 20% dari seluruh persalinan. (Dinkes Provinsi Jateng, 2009) sedangkan angka persalinan
1
sectio caesarea di RSUD Dr. Moewardi dari tanggal 1 Januari-21 Oktober 2012 sebanyak 1333 persalinan dan dengan indikasi preeklamsi dan eklamsi sebanyak 156 persalinan. Melihat fenomena tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengangkat judul karya tulis ilmiah tentang “Asuhan keperawatan pada Ny. S dengan sectio caesarea dengan indikasi preeklamsi berat di kamar operasi instalasi gawat darurat RSUD Dr.
B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari pre eklamsi ? 2. Apa etiologi dari pre eklamsi ? 3. Bagaimana resiko kejadian dari pre eklamsi ? 4. Berapa banyak angka kejadian di Indonesia dan Ntb ? 5. Apa saja anatomi dari pre eklamsi ? 6. Bagaimana patofisiologi dari pre eklamsi ? 7. Apa saja tanda gejala penyakit pre eklamsi ? 8. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada penderita pre eklamsi ? 9. Bagaimana proses keperawatan yang sesuai pada pre eklamsi ? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari pre eklamsi 2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari pre eklamsi 3. Untuk mengetahui resiko kejadian pre eklamsi
4. Untuk mengetahui angka kejadian pre eklamsi yang ada di Indonesia dan Ntb. 5. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi dari
pre eklamsi
6. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan yang tepat pada penderita pre eklamsi 7. Untuk mengetahui dan memahami proses keperawatan yang sesuai pada
2
BAB II PEMBAHASAN A. KONSEP DASAR PEYAKIT 1. PENGERTIAN PRE EKLAMSI Pre eklampsi ialah peningkatan tekanan darah yang baru timbul setelah usia kehamilan mencapai 20 minggu, disertai dengan penambahan berat bandan ibu yang cepat akibat tubuh membengkak dan pada pemeriksaan laboraorium di jumpai proein di dalam urine (proteinuria). Pre eklampsi adalah kondisi khusus dalam kehamilan ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan protein uria. Bisa berhubungan dengan kejang (eklamsia) dan gagal organ ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin meliputi retriksi pertumbuhan dan abrupsio plasenta (Sennan & Chappel, 2001). Pre eklamsi ialah sekelompok penyulit yang timbul pada masa hamil, persalinan, nifas, dan ditandai adanya hipertensi, protein uriadan edema (Arshita Auliana 2007). 2. ETIOLOGI PRE EKLAMPSIA Penyebab timbulnya preeklampsia pada ibu hamil belum diketahui secara pasti, tetapi pada umum nya disebabkan oleh (vasospasme arteriola). Faktor-faktor lain yang diperkirakan akan mempengaruhi timbulnya preeklampsia antara lain: primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, molahidatidosa, multigravida, malnutrisi berat, usia ibu kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun serta anemia. Adapun penyebab lain yaitu : 1.
Peran Prostasiklin dan Tromboksan
3
Pengeluaran hormone ini memunculkan efek “perlawanan” pada tubuh. Pembuluh-pembuluh darah menciut, terutama pembuluh darah kecil, akibatnya tekanan darah meningkat. Organ-organ pun akan kekurangan zat asam. Pada keadaan yang lebih parah, bisa terjadi penimbunan zat pembeku darah yang ikut menyambut pembuluh darah pada jaringanjaringan vital. 2. Peran Faktor Immunologis Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat di bahwa pada kehamilan pertama pembentuk blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. 3. Peran Faktor Genetik Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain: a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia b. Terdapatnya
kecenderungan
meningkatnya
frekuensi
preeklampsiaeklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsiaeklampsia c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia-eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsiaeklampsia dan bukan pada ipar mereka. d. Peran Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS). Penderita pada tahap preeklampsia hendaknya mau dirawat dirumah sakit untuk memudahkan pemantauan kondisi ibu dan janin. Pemantauan meliputi fungsi ginjal lewat protein urinenya dan juga fungsi hati. Menu makanan sehari-hari pun perlu diperhatikan. Yang
4
pasti konsumsi garam harus dikurangi, sedangkan buahbuahan dan sayuran diperbanyak (Mambo, 2006).
3. FAKTOR RESIKO KEJADIAN Praktisi kesehatan diharapkan dapat mengidentifikasi faktor risiko preeklampsia dan eklampsia dan mengontrolnya, sehingga memungkinkan dilakukan pencegahan primer. fakto risiko preeklampsia, yaitu: 1) . Usia Duckitt
melaporkan peningkatan risiko preeklampsia dan eklampsia
hampir dua kali lipat pada wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih pada primipara maupun multipara. Usia muda tidak meningkatkan risiko secara bermakna (Evidence II, 2004). Robillard dkk melaporkan bahwa risiko preeklampsia dan eklampsia pada kehamilan kedua meningkat dengan peningkatan usia ibu.Choudhary P dalam penelitiannya menemukan bahwa eklampsia lebih banyak (46,8%) terjadi pada ibu dengan usia kurang dari 19 tahun. 2). Nulipara Hipertensi gestasional lebih sering terjadi pada wanita nulipara. Duckitt melaporkan nulipara memiliki risiko hampir tiga kali lipat (RR 2,91, 95% CI 1,28 – 6,61) (Evidence II, 2004). 3). Kehamilan pertama oleh pasangan baru Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru dianggap sebagai faktor risiko, walaupun bukan nulipara karena risiko meningkat pada wanita yang memiliki paparan rendah terhadap sperma.
5
4). Jarak antar kehamilan Studi melibatkan 760.901 wanita di Norwegia, memperlihatkan bahwa wanita multipara dengan jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih memiliki risiko preeklampsia dan eklampsia hampir sama dengan nulipara. Robillard dkk melaporkan bahwa ririko preeklampsia dan eklampsia semakin meningkat sesuai dengan lamanya interval dengan kehamilan pertama (1,5 setiap 5 tahun jarak kehamilan pertama dan kedua; p <0,0001).23 . 5). Riwayat preeklampsia eklampsia sebelumnya Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan faktor risiko utama. Menurut Duckitt risiko meningkat hingga tujuh kali lipat (RR 7,19 95% CI 5,85-8,83). Kehamilan pada wanita dengan riwayat preeklampsia dan
eklampsia
sebelumnya
berkaitan
dengan
tingginya
kejadian
preeklampsia berat, preeklampsia onset dinin dan dampak perinatal yang buruk. 6). Riwayat keluarga preeklampsia eklampsia Riwayat preeklampsia dan eklampsia pada keluarga juga meningkatkan risiko hampir tiga kali lipat. Adanya riwayat preeklampsia pada ibu meningkatkan risiko sebanyak 3,6 kali lipat. 7). Kehamilan multifetus Studi melibatkan 53.028 wanita hamil menunjukkan, kehamilan kembar meningkatkan risiko preeklampsia hampir tiga kali lipat. Analisa lebih lanjut menunjukkan kehamilan triplet memiliki risiko hampir tiga kal lipat dibandingkan kehamilan duplet. Sibai dkk menyimpulkan bahwa kehamilan ganda memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi untuk menjadi preeklamsia dibandingkan kehamilan normal. selain itu, wanita
6
dengan kehamilan multifetus dan kelainan hipertensi saat hamil memiliki luaran neonatal yang lebih buruk daripada kehamilan monofetus. 8). Diabetes Melitus Terganung Insulin (DM tipe I) Kemungkinan preeklampsia meningkat hampir empat kali lipat bila diabetes terjadi sebelum hamil. Anna dkk juga menyebutkan bahwa diabetres melitus dan hipertensi keduanya berasosiasi kuat dengan indeks masa tubuh dan kenaikannya secara relevan sebagai faktor risiko eklampsia di United State. 12). 9) Hipertensi kronik Chappell dkk meneliti 861 wanita dengan hipertensi kronik, didapatkan insiden preeklampsia superimposed sebesar 22% (n-180) dan hampir setengahnya adalah preeklampsia onset dini (<34 minggu) dengan keluaran maternal dan perinatal yang lebih buruk. 10) Obesitas sebelum hamil dan Indeks Massa Tubuh (IMT) saat pertama kali Antenatal Care (ANC) Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin besar dengan semakin besarnya IMT. Obesitas sangat berhubungan dengan resistensi insulin, yang juga merupakan faktor risiko preeklampsia. Obesitas meningkatkan rsisiko preeklampsia sebanyak 2,47 kali lipat, sedangkan wanita dengan IMT sebelum hamil >35 dibandingkan dengan IMT 19-27 memiliki risiko preeklampsia empat kali lipat. Pada studi kohort yang dilakukan oleh Conde-Agudelao dan Belizan pada 878.680 kehamilan, ditemukan fakta bahwa frekuensi preeklampsia pada kehamilan di populasi wanita yang kurus (IMT< 19,8) adalah 2,6% dibandingkan 10,1% pada populasi wanita yang gemuk (IMT> 29,0).
7
4. ANGKA KEJADIAN DI INDONESIA DAN NTB Insiden eklampsia bervariasi antara 0,2% - 0,5% dari seluruh persalinan dan lebih banyak ditemukan di negara berkembang (0,3%-0,7%) dibandingkan negara maju (0,05%-0,1%).8-9 Insiden yang bervariasi dipengaruhi antara lain oleh paritas, gravida, obesitas, ras, etnis, geografi, faktor genetik dan faktor lingkungan yang merupakan faktor risikonya.5-6,810 Di RSUP Dr. Kariadi tahun 1997 disebutkan angka kejadian preeklampsia sebesar 3,7% dan eklampsia 0,9% dengan angka kematian perinatal 3,1%.11. Eklampsia termasuk dari tiga besar penyebab kematian ibu di Indonesia. Menurut laporan KIA Provinsi tahun 2011, jumlah kematian ibu yang dilaporkan sebanyak 5.118 jiwa. Penyebab kematian ibu terbanyak masih didominasi Perdarahan (32%), disusul hipertensi dalam kehamilan (25%), infeksi (5%), partus lama (5%) dan abortus (1%). Penyebab lain –lain (32%) cukup besar, termasuk di dalamnya penyebab penyakit non obstetrik. Sumber : facsheet upaya percepatan penurunan AKI Kemenkes.
Gambar 1. Distribusi penyebab kematian ibu melahirkan berdasarkan laporan KIA Provinsi 2011. Sedangkan di RSUP Dr. Kariadi Semarang kematian ibu melahirkan terbanyak disebabkan oleh preeklampsia dan eklampsia. Pada
8
tahun 1996 di RSUP Dr. Kariadi Semarang di dapatkan data penyebab utama kematian maternal yaitu preeklampsia dan eklampsia (40%) diikuti infeksi (26,6%) dan perdarahan (24,4%). Pada tahun 1996 – 1998 kematian maternal oleh preeklampsia dan eklampsia 48%, perdarahan 24% dan infeksi 14%.13 Sedangkan pada tahun 1999-2000 preeklampsia dan eklampsia juga penyebab utama kematian maternal (52,9%) diikuti perdarahan (26,5%) dan infeksi (14,7%).12-14. 5. ANATOMI
9
6. PATOFISIOLOGI DAN WOC Kelainan patofisiologi yang mendasari preeklampsia pada umumnya karena vasospasme. Peningkatan tekanan darah dapat ditimbulkan oleh peningkatan cardiac output dan resistensi sistem pembuluh darah. Cardiac output pada pasien dengan preeklampsia tidak terlalu berbeda pada kehamilan normal di trimester terakhir kehamilan yang disesuaikan dari usia kehamilan. Bagaimanapun juga resistensi sistem pembuluh darah pada umumnya diperbaiki. Aliran darah renal dan angka filtrasi glomerulus (GFR) pada pasien preeklampsia lebih rendah dibandingkan pada pasien dengan kehamilan normal dengan usia kehamilan yang sama. Penurunan aliran darah renal diakibatkan oleh konstriksi di pembuluh darah afferen yang dapat mengakibatkan kerusakkan membrane glomerulus dan kemudian meningkatkan permeabilitas terhadap protein yang berakibat proteinuria. Oliguria yang diakibatkan karena vasokontriksi renal dan penurunan GFR. Resistensi vaskular cerebral selalu tinggi pada pasien preeklampsia. Pada pasien hipertensi tanpa kejang, aliran darah cerebral mungkin bertahan sampai batas normal sebagai hasil fenomena autoregulasi. Pada pasien dengan kejang, aliran darah cerebral dan konsumsi oksigen lebih sedikit dibandingkan dengan wanita hamil biasa dan terdapat penurunan aliran darah dan peningkatan tahanan vaskuler pada sirkulasi uteroplasental pada pasien preeklampsia (Castro C.L, 2004).
10
Tekanan darah
meningkat (TD>140/90
Hamil<20 mingg
normal
Hipertensi kronik
Superimposed pre eklamsia
Hamil >20 minggu
Kejang (-)
Kejang (-)
Penurunan pengisian darah di ventrikal kiri
eklamsia
Pre eklampsia
Vaso spasme pada pembuluh darah
Kelebihan volume cairan Volume dan tekanan darah menurun
Proses 1 cardiac output menurun
Merangsang medulla oblongata
System syaraf simpatis meningkat
jantung Kompresi saraf simpatis meningkat gangguan irama jantung aliran turbulensi emboli
HCL meningkat
Peristaltic turun
Keluar keringat berlebihan
kulit
paru
Penumpukan darah
LAEDP meningkat Ggn rasa nyaman (nyeri) Kongesti vena pulmonal
konstipasi
Akumulasi gas meningkat
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Akral dingin
Perubahan perrfusi jaringan perifer
Proses perpindahan cairan karena perbedaan tekanan Timbul edema gangguan fungsi alveoli
Metabolism menurun
Gangguan pertukaran gas
vasokontriksi
Pembuluh darah
11
7. TANDA GEJALA PENYAKIT Preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila satu atau lebih tanda / gejala dibawah ini di temukan: a. Tekanan sistolik 160 mmHg, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih b. Proteinuria 5 gr atau lebih dalam 24 jam : +3 atau +4 pada pemeriksaan c. kualitatif d. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dari 24 jam e. Keluhan serebral, gangguan pengelihatan atau nyeri daerah epigastrium f. Edema paru-paru. Menurut Rozikhan (2007) tanda dan gejala preeklampsia adalah sebagai berikut: 1. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila peningkatan tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester pertama atau kedua awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita hipertensi kronik. Tetapi bila tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga, mungkin penderita menderita preeklampsia. Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mmHg, atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mmHg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolik sekurang- kurangnya 90 mmHg atau lebih atau dengan kenaikan 20 mmHg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnose. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat. 2. Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat
12
badan serta pembengkakan pada kaki, jari-jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosa pre eklampsia. Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali atau 3 kg dalam sebulan pre-eklampsia harus dicurigai. Atau bila terjadi pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap minggu pada akhir kehamilan, mungkin merupakan tanda preeklampsia. Bertambahnya berat badan disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian oedema nampak dan edema tidak hilang dengan istirahat. Hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre eklampsia. Edema dapat terjadi pada semua derajat PIH ( Hipertensi dalam kehamilan) tetapi hanya mempunyai nilai sedikit diagnostik kecuali jika edemanya general. 3. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2 + (menggunakan metode turbidimetrik standard) atau 1g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream untuk memperoleh urin yang bersih yang diambil minimal 2 kali dengan jarak 6 jam. Proteinuria biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan tambah berat badan. Proteinuri sering ditemukan pada preeklampsia, karena vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal. Karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius.
13
8. PENATALAKSANAAN 1.Pre-eklampsia Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre-eklampsia,
dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang
menyebabkannya, belum diketahui. Tujuan utama ialah : (1) mencegah terjadinya pre-eklampsia berat dan eklampsia; (2) melahirkanjanin hidup; (3) melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya. Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdiri atas pengobatan medik dan penanganan obstetrik. Pengobatan pre-eklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia dengan bayi yang masih prematur penundaan pengakhiran kehamilan mungkin dapat menyebabkan eklampsia atau kematian janin. Pada janin dengan berat badan kemungkinan hidup pada pre-eklampsia berat lebih baik di luar dari di dalam uterus.
Cara
pengakhiran dapat dilakukan dengan induksi persalinan atau seksio sesarea menurut keadaan. Pada umumnya indikasi untuk kehamilan ialah : a) pre-eklampsia ringan dengan kehamilan lebih dari cukup bulan b) pre-eklampsia dengan hipertensi dan/atau proteinuria menetap selama 10-14 hari, dan janin sudah cukup matur c) pre-eklampsia berat; d) eklampsia. a. Penanganan pre-eklampsia ringan Istirahat di tempat tidur masih merupakan terapi utama untuk penanganan pre- eklampsia. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan pengaliran darah ke plasenta meningkat, aliran darah ke ginjal juga lebih banyak, tekanan vena pada ekstrimitas bawah turun dan resorbsi cairan dari daerah tersebut bertambah.
14
Selain itu, juga mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar. Oleh sebab itu, dengan istirahat biasanya tekanan darah turun dan edema berkurang. Pemberian fenobarbital 3 x 30 mg sehari akan menenangkan penderita dan dapat juga menurunkan tekanan darah. Apakah restriksi garam berpengaruh nyata terhadap pre-eklampsia, masih belum ada persesuaian faham. Ada yang menyatakan bahwa jumlah garam pada makanan sehari-hari tidak berpengaruh banyak terhadap
keadaan
pre-eklampsia,
penulis
lain
sebaliknya
menganjurkan garam dalam diet penderita. Pada umumnya pemberian diuretika dan antihipertensiva pada preeklampsia ringan tidak dianjurkan karena obat-obat tersebut tidak menghentikan proses penyakit dan juga tidak memperbaiki prognosis janin. Selain itu, pemakaian obat obat tersebut dapat menutupi tanda dan gejala pre-eklampsia berat. Biasanya dengan tindakan yang sederhana ini tekanan darah turun, berat badan dan edema turun, proteinuria tidak atau mengurang. Setelah keadaan menjadi normal kembali penderita dibolehkan pulang, akan tetapi harus diperiksa lebih sering daripada biasa.
Karena biasanya hamil sudah tua,
persalinan tidak lama lagi berlangsung. Bila hipertensi menetap biarpun tidak tinggi, penderita tetap tinggal di rumah sakit. Dalam hal ini perlu diamati keadaan janin dengan pemeriksaan kadar dalam air kencing berulang kali, pemeriksaan ultrasonik, amnioskopi, dan lain-lain. Perlu diperhatikan bahwa induksi persalinan yang dilakukan terlalu dini akan merugikan karena bahaya prematuritas, sebaliknya induksi yang terlambat dengan adanya insufisiensi plasenta akan menyebabkan kematian intrauterin janin. Bila keadaan janin mengizinkan, ditunggu dengan melakukan induksi persalinan, sampai kehamilan cukup atau lebih dari 37 minggu. Beberapa pre-eklampsia ringan tidak membaik dengan penanganan konservatif. Tekanan darah meningkat, retensi cairan dan proteinuria
15
bertambah, walaupun penderita istirahat dengan pengobatan medik. Dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih prematur. b. Penanganan pre-eklampsia berat Pada penderita yang masuk rumah sakit sudah dengan tanda-tanda dan gejala-gejala pre-eklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat untuk mencegah rimbulnya kejang-kejang.
Apabila
sesudah 12-24 jam bahaya akut dapat diatasi, dapat difikirkan cara yang terbaik untuk menghentikan kehamilan. Tindakan ini perlu untuk mencegah seterusnya bahaya eklampsia. Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan: a. larutan sulfas magnesikus 40% sebanyak 10ml (4 gram) disuntikkan intramuskulus bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat diulang 4 gram tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan sulfas magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik refleks patella positif,
dan
kecepatan pernapasan lebih dari 16 per menit. Obat tersebut, selain menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. b. Klorpromazin 50mg intramuskulus c. Diazepam 20mg intrmuskulus.
16
B. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN 1. PENGKAJIAN Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan pre eklampsia adalah : a. Data subyektif : 1) Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun 2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur 3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM 4) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya 5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan 6) Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya. b. Data Obyektif : 1) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam 2) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema 3) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress 4) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks+) 5) Pemeriksaan penunjang : a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam b) Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ),
17
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml 6) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu 7) Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak 8) USG ; untuk mengetahui keadaan janin 9) NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan output berlebih. b. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gangguan irama jantung . c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan output 3. INTERVENSI. no
1
Diagnosa
Tujuan Dan
Keperawatan
Kriteria Hasil
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan output berlebih.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapakan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan secara maksimal Kriteria : Tanda vital dalam batas normal : N = 120-160 x/mnt,
Intervensi
1. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit. 2. Pantau intake output. 3. Timbang berat badan setiap hari. 4. Anjurkan keluarga untuk member minum banyak pada klien, 2-3 liter/hari
Rasional
1. Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan urine. Deteksi dini memungkinkan terapi penggantian cairan segera untuk memperbaiki defisit. 2. Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak adekuat untuk
18
S = 36-37,5 C, RR = < 40 x/mnt
5. Kolaborasi : pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K, Ca, BUN), Cairan parenteral (IV line) sesuai dengan umur, Obat-obatan (antisekresin, antispasmoliti k, antibiotik).
membersihkan sisa metabolisme. 3. Mendeteksi kehilangan cairan, penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 liter. 4. Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral. 5. Koreksi keseimbangn cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi), mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dengan tepat, anti sekresi cairan dan elektrolit agar seimbang.
Ganguan rasa nyaman berhubungan dengan gangguan irama jantung .
Setelah 1. Kaji 1. Untuk dilakukan karakteristik mengetahui tindakan skala nyeri karakteristik dan keperawatan 2. Berikan jam skla nyeri yang 3 x 24 jam istirahat (tidur) dirasakan klien diharapakan serta kurangi 2. Mengurangi irama jantung kegiatan yang pemakaian energi normal. berlebihan yang berlebihan
Ketidakseimba ngan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan output
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutisi pasien terpenuhi
1.Diskusikan dan 1. Serat tinggi, jelaskan tentang lemak, air terlalu pembatasan diet panas/dingin (makanan dapat merangsang berserat tinggi, mengiritasi berlemak dan air lambung dan terlalu panas saluran usus. atau dingin 2. Situasi yang nyaman dan rileks
19
Kriteria hasil : 2.Ciptakan akan merangsang Nafsu makan lingkungan nafsu makan. meningkat, BB basah, jauh dari 3. Mengurangi meningkat bau yang tak pemakaian energi atau normal sedap atau yang berlebihan sesuai umur. sampah, sajikan 4. Mengetauhi makanan dalam jumlah output keadaan hangat sehingga dapat 3.Berikan jam merencanakan istirahat (tidur) jumlah makanan. serta kurangi 5. Mengandung zat kegiatan yang yang diperlukan berlebihan untuk proses 4.Monitor intake pertumbuhan dan output dalam 24 jam 5.Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : A. Terapi gizi : diet TKTP rendah serat, susu. B. Obatobatan atau vitamin (A).
20
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Pre eklampsi ialah peningkatan tekanan darah yang baru timbul setelah usia kehamilan mencapai 20 minggu, disertai dengan penambahan berat bandan ibu yang cepat akibat tubuh membengkak dan pada pemeriksaan laboraorium di jumpai proein di dalam urine (proteinuria).
21
DAFTAR PUSAKA
Hardi, a. d. (2015). asuhan keperawatan & medis nanda nic noc . jogjakarta: mediaction. Nugroho, T. (2014). Obstetri. Yogyakarta: Nuha Medika .
sujiyatini, a. m. (2009). asuhan patologi kebidanan. jogjakarta: nuha litera offset. ahmad, f. (2011). asuhan kebidanan patologis. jakarta: salemba medika. jason, e. &. (2011). patologi pada kehamilan . jakarta: egc.
22