BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sindrom nitrotik (SN) merupakan salah satu menifestasi klinik flumerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anarka, proteinuria masif 3,5 g/hari, hipoalbuminea <3,5 gram/dl, hiperkolesterolemia dan lifiduriya. Pada proses awal SN ringan untuk menegakkan diagnose tidak semua gejala bisa harus ditemukan. Protein nuria masif merupakan tanda has SN, tetapi pada SN berat yang disertai kadar albumin serum rendah estresi protein dalam urine juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminea,
hiperlifidenia
dan
lifiduria
gangguan
keseimbangan
nitrogen,hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormone tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap ahir. Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan menunjukan respon yang baik terhadap terapi steroid tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik. 1.2 RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang di atas, masalah yang dapat kami kaji dalam makalah ini diantaranya: A. Bagaimana konsep dasar penyakit syndrom nefrotik ? B. Bagaimana asuhan keperawatan syndrom nefrotik ? 1.3 TUJUAN A. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit syndrom nefrotik ? B. Untuk mengetahui asuhan keperawatan syndrom nefrotik ?
1
BAB II PEMBAHASAN A. KONSEP DASAR PENYAKIT 2.1 PENGERTIAN NEFROTIK SINDROM Nifrotik Sindrom adalah gangguan klinis yang ditandai dengan peningkatan protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah ( hipoalbuminemia ), dan kelebihan lipid dalam darah ( hiperlipidemial ) Kejadian ini di akibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membrane kapiler glomelurus. Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001: 217). Sindroma nefrotik adalah penyakit ginjal yang mengenai glomerulus (ginjal terdiri dari tubulus, glomerulus dll.) dan ditandai proteinuria (keluarnya protein melalui air kencing) yang masif, hipoalbuminemia (kadar albumin di dalam darah turun), edema (bengkak) disertai hiperlipid emia (kadar lipid atau lemak dalam darah meningkat) dan hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat) jadi untuk memastikannya perlu pemeriksaan laboratorium. Sindroma nefrotik biasanya menyerang anak laki-laki lebih sering dari pada anak perempuan dengan perbandigan 2 berbanding 1 dan paling banyak pada umur 2 sampai 6 tahun. 2.2 ETIOLOGI Sebab yang pasti belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi: 2
a.
Sindrom nefrotik bawaan atau sindroma nefrotik primer yang 90% disebut Sindroma nefrorik Idiopatik, diduga ada hubungan dengan genetik, imunoligik dan alergi. Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Prognosis buruk dan biasanya
penderita
meninggal
dalam
bulan-bulan
pertama
kehidupannya. b.
Sindrom nefrotik sekunder Sindroma nefrotik sekunder yang penyebabnya berasal dari ekstra renal (diluar ginjal). Sindrom jenis ini timbul sebagai akibat penyakit sistemik: 1) Penyakit keturunan/metabolik Diabetes,
Amiloidosis,
penyakit
sel
sabit,
nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik, Miksedemia. 2) infeksi Virus hepatitis B , malaria kuartana atau parasit lainnya. Skistosoma , lepra, sifilis, Pasca streptococcus 3) Toksin/Alergi Air raksa (Hg), serangga, bisa ular. 4) Penyakit sistemik/immune mediated Lupus eritematosus sistemik, Purpura Henoch-Schonlein, Sarkoidosis. 5) Keganasan Tumor paru, Penyakit Hodgki, Tumor saluran pencernaan
3
c. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) Berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop electron, Churg dan kawan-kawan membagi dalam 4 golongan, yaitu : 1) Kelainan minimal Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop electron tampak foot processus
sel
epitel
berpadu.
Dengan
cara
imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG atau immunoglobulin
beta-IC
pada
dinding
kapiler
glomerulus. Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain. 2)
Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik.
3) Glomerulonefritis proliferatif Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltasi sel polimorfonukleus. Pembengkakkan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik.prognosis jarang baik, tetapi kadangkadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan yang lama.
4
4)
Glomerulosklerosis fokal segmental Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering ditandai dengan atrofi tubulus. Prognosis buruk. Sindroma nefrotik bisa terjadi akibat berbagai glomerulopati atau penyakit menahun yang luas. Sejumlah obat-obatan yang merupakan racun bagi ginjal juga bisa menyebabkan sindroma nefrotik, demikian juga halnya dengan pemakaian heroin intravena.
2.3 KLASIFIKASI a. Sindrom Nefrotik Bawaan Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. b. Sindrom Nefrotik Sekunder disebabkan oleh:
Malaria kuartana atau parasit lain.
Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombosis vena renalis.
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.
Amiloidosis, penyakit anemia sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.
5
c. Sindrom Nefrotik Idiopatik, dibagi kedalam 4 golongan, yaitu : 1) Kelainan minimal a) Glomerolus tampak normal (mikroskop biasa) atau tampak foot processus sel epitel berpadu (mikroskop elektron) b) Dengan imonufluoresensi tidak ada IgG atau imunoglobulin beta-IC pada dinding kapiler glomerolus c) Lebih banyak terdapat pada anak d) Prognosis baik 2) Nefropati membranosa a) Glomerolus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel b) Prognosis kurang baik 3) Glomerulonefritis proliferatif a) Eksudatif difus Terdapat
prolifarasi
sel
mesangial
dan
infiltrasi
polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. b) Penebalan batang lobular (lobular stalk thickening) Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular. c) Dengan bulan sabit (crescent) Prolifersi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. d) Glomelurosklerosis membranoproliferatif Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai
membrana
basalis
de
mesengium.
Titer
imunoglobulin beta-IC atau beta-IA rendah. 4) Glomelurosklerosis Fokal Segmental a) Sklerosis glomelorus dan atrofi tubulus b) Prognosis buruk 6
2.4 MANIFESTASI KLINIS a. Kejadian piting edema : berat badan bertambah. b. Proteinuria : mengakibatkan kehilangan protein tubuh. c. Hiperlipidemia : mengakibatkan aterosklerosis. 2.5 PATOFISIOLOGI Reaksi antara antigen-antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis glomerulus meningkat dan diiukti kebocoran protein, khususnya akbumin. Akibatnya tubuh kehilangan albumin lebih dari 3.5 gram/hari sehingga menyebabkan hipoalbuminemia, yang diikuti gambaran klinis sindrom nefrotik seperti edema, hiperlipoproteinemia dan lipiduria. Patofisiologi beberapa gejala Sindroma Nefrotik 1.
Proteinuria Proteinuria yang terjadi terutama proteinuria glomerular. Proteinuria tubulus hanya sebagai pemberat derajat proteinuria pada sindrom nefrotik. Peningkatan permeabilitas membran basalis kapiler-kapiler glomeruli disertai peningkatan filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi proteinuria. Mekanisme peningkatan permeabilitas kapilerkapiler glomeruli tidak diketahui jelas. Beberapa faktor yang turut menentukan derajat proteinuria sangat kompleks, diantaranya; konsentrasi plasma protein, berat molekul protein, muatan elektris protein, integritas barier membran basalais, muatan elektris pada filtrasi barier, reasorbsi, sekresi dan katabolisme sel tubulus serta degradasi intratubular dan urin. Kedua macam proteinuria (glomerular dan tubular) dapat diketahui hanya dengan pemeriksaan elektroforesis proteinuria atau 7
selektivitas proteinuria. Proteinuria tubular terdiri dari alfa dan beta globulin dan mempunyai berat molekul rendah. Proteinuria tubular terutama berhubungan dengan penyakit jaringan interstisial seperti sindrom Fanconi dan Pielonefritis. 2.
Hipoalbuminemia Plasma protein terutama terdiri dari albumin, yang mempunyai berat molekul 69.000. Hepar memegang peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan sejumlah protein, baik renal maupun non-renal. Mekanisme kompensasi dari hepar untuk meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan komposisi protein dalam ruang ekstravaskuler dan intravaskuler. Pada meskipun
sindrom
nefrotik,
selalu
terdapat
sintesis
albumin
meningkat
di
hipoalbuminemia hepar.
Keadaan
hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor: a. Kehilangan protein dari tubuh melalui urin dan usus b. Katabolisme albumin, pemasukan berkurang karena nafsu makan menurun dan mual-mual c. Utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal. Jika kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma
albumin
menurun,
terjadi
keadaan
hipoalbuminemia.
Hipoalbuminemia akan diikuti oleh hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia prerenal dan tidak jarang terjadi oliguric acute renal failure. Penurunan faal ginjal akan mengurangi filtrasi Natrium dari glomerulus namun keadaan hipoalbuminemia akan mencegah resorpsi Na ke dalam kapiler peritubuler. Resorpsi Na secara pasif sepanjang Loop of Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl secara aktif sebagai akibat rangsangan dari keadaan hipovolemia. Mekanisme keadaan hipovolemia yang merangsang resorpsi Cl dan Na tdak 8
diketahui pasti. Beberapa macam diuretik seperti Furosemid yang bekerja pada loop of Henle sangat efektif menimbulkan natriuresis pada SN. Retensi Na dan air yang berhubungan dengan sistem reninangiotensin-aldosteron dapat terjadi jika SN telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme sekunder. Retensi air dan natrium ini dapat dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian takaran tinggi diuretik yang mengandung antagononis aldosteron. 3. Edema Gangguan pada membran basal glomerulus akan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein dan terjadi proteinuria, sehingga tubuh akan kekurangan protein termasuk albumin dan imunoglobulin. Oleh karena itu tubuh akan kekurangan albumin yang keluar melalui urine, dan kompensasi hati untuk mensintesis albumin tidak cukup untuk menutup kekurangan tersebut sehingga terjadi keadaan hipoalbuminemia. Keadaan ini akan menyebabkan tekanan onkotik plasma menurun dan tidak dapat mengimbangi tekanan hidrostatik plasma tersebut, sehingga tekanan hidrostatik yang seolah-olah membesar tersebut akan mendorong cairan plasma keluar ke ruang interstisial yang disebut dengan edema. Keadaan edema ini menyebabkan volume intravaskular menurun dan menyebabkan tubuh berkompensasi dengan mengaktifkan system renin-angiotensin-aldosteron dan ADH sehingga terjadi retensi air dan natrium. Kemampuan hepar dalam mengkompensasi sintesis albumin tidak mencukupi kebutuhan albumin dalam tubuh. Maka keadaan berkurangnya intake protein oleh karena anoreksia dan malnutrisi serta penyakit hepar akan memperburuk kekurangan albumin tersebut. Keadaan hipoalbumin ini akan merangsang peningkatan sintesis LDL dan VLDL, menurunkan katabolisme lipoprotein, dan meningkatkan 9
precursor kolesterol . Oleh karena itu di dalam tubuh akan terjadi peningkatan trigliserida, fosfolipid, dan juga kolesterol sehingga tercapai keadaan hiperlipidemia. Lipiduria juga terjadi karena manifestasi dari lipid casts dan free fat droplets yang menembus glomerulus ginjal keluar melalui urin. Globulin dalam plasma berikatan dengan vitamin D (25hidroxycalciferol) dan tiroksin. Pada keadaan proteinuria globulin juga akan banyak keluar dari tubuh sehingga tubuh akan kehilangan vitamin D dan tiroksin yang aktif (konsentrasi vitamin D dan tiroksin bebas serta TSH dalam plasma tetap). Kehilangan vitamin D aktif akan menyebabkan penurunan absorpsi kalsium dari usus, sehingga akan terjadi keadaan hipokalsemia, dan akan terjadi keadaan hiperparatiroidism, osteomalasia dan menurunnya kadar kalsium yang terionisasi dalam plasma. Keadaan kadar tiroksin terikat globulin yang menurun kadang-kadang akan menyebabkan keadaan hipotiroidism. Pada sindroma nefrotik juga akan terjadi peningkatan agregasi platelet, peningkatan fibrinogen dan factor koagulasi, serta penurunan antitrombin, sehingga tubuh akan mengalami hiperkoagulability. Oleh karena aktivitas koagulasi yang berlebih ini, maka resiko terjadinya tromboemboli akan meningkat. Hipoalbumin menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan ke jaringan interstitial, klinis disebut edema (sembab). Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan volume plasma dan hipovolemia. Hipovolemiansi dapat menyebabkan retensi natrium dan air. Proteinuria masih menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi edema. 10
Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui beberapa jalur berikut ini: a. Jalur langsung Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung menyebabkan difusi cairan ke dalam jaringan interstitial dan disebut sembab. 4.
Hiperlipoproteinemia dan hiperfibrinogenemia Pada sindroma nefrotik, semua fraksi lipoprotein kecuali HDL akan meninggi. Mekanisme hiperlipoproteinmeia pada sindrom nefrotik tidak diketahui. Diduga berhubungan dengan mobilisasi lemak tubuh untuk sintesis protein setelah terjadi keseimbangan negatif protein. Hiperkolesterolemia dapat merupakan indikator hiperlipoproteinemia pada sindrom nefrotik.
2.6 WOC
11
Glumerulonefritis kronis, diabetes militus disertai glumerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal, penyakit lupus, erithematosus, sistemik, dan trombosit vena renal
Gangguan permeabilitas selektif kapiler glomerulus dan filtrasi glomelurus meningkat
Penurunan tekanan ongkotik Produksi albumin dalam darah tidak seimbang dengan kehilangan albumin yang keluar dari glomerulus
Aktivasi SRAA Sintesis lipoprotein di hati?
Perpindahan cairan dsri sistem vaskuler ke ruang cairan ekstraseluler
Protein dan albumin bocor melalui glomerulus
proteinurea
Hilangnya protein daalm serum
hepoalbuminemia
edema
Peningkatan kosentrasi lemak dalam darah
hipelipedemia
syndrom nefrotik
Respon edema Edema (pitting mata) disekitar mata (periorbital), pada area eksremitas atas (sekrum, tumit dan tangan) dan pada abdomen (asites)
respon sistemik - mual, muntah, anoreksia - malaise - sakit kepala - keletihan umum - respons psikologis
Kelebihan volume cairan Gangguan ADL
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
kecemasan
12
2.7 PEMERIKSAAN PENUJANG a. Urinalisa (protein, eritrosit, silinder) 1) Protein urin – meningkat 2) Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria 3) Dipstick urin – positif untuk protein dan darah 4) Berat jenis urin – meningkat b. Clearance kreatinin (BUN / SC) c. Uji darah 1) Albumin serum – menurun 2) Kolesterol serum – meningkat 3) Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi) 4) Laju endap darah (LED) – meningkat 5) Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan d. Biopsi ginjal Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L, 2002 : 335). 2.8 KOMPLIKASI Komplikasi mayor dari sindrom nefrotik adalah infeksi. Anak dengan sindrom nefrotik yang relaps mempunyai kerentanan yang lebih tinggi untuk menderita infeksi bakterial karena hilangnya imunoglobulin dan faktor B properdin melalui urin, kecacatan sel yang dimediasi imunitas, terapi imuosupresif, malnutrisi, dan edema atau ascites. Spontaneus bacterial peritonitis adalah infeksi yang biasa terjadi, walaupun sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi traktus urinarius mungkin terjadi. Meskipun Streptococcus pneumonia merupakan organisme tersering penyebab peritonitis, bakteri gram negatif seperti Escherichia coli, mungkin juga ditemukan sebagai penyebab 2.9 PENATALAKASANAAN a. Pengukuran berat badan dan tinggi badan 13
b. Pengukuran tekanan darah c. Pemeriksaan fisik d. Pemeriksaan dilakukan untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura HenochSchonlein. e. Pencarian fokus infeksi f. Sebelum melakukan terapi dengan steroid perlu dilakukan eradikasi pada setiap infeksi, seperti infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun infeksi karena kecacingan. g. Pemeriksaan uji Mantoux h. Apabila hasil uji Mantoux positif perlu diberikan profilaksis dengan isoniazid (INH) selama 6 bulan bersama steroid dan apabila ditemukan tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT).
B.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Dasar data pengkajian pasien: a. Aktivitas / Istirahat Gejala
: Keletihan, kelemahan, malaise
Tanda
: Kelemahan otot, kehilangan tonus
b. Sirkulasi Tanda: Hipotensi/ hipertensi( termasuk hipertensi malignan, hipertensi akibat kehamilan/ eklampsia) Disritmia jantung Nadi lemah/halus, hipotensi ortostatik( hipovolemia) Nadi kuat( hipervolemia) Edema jaringan umum( termasuk area periorbital, mata kaki, sakrum) Pucat, kecenderungan perdarahan 14
c. Eleminasi Gejala: Perubahan pola berkemih biasanya : peningkatan frekuensi,
polyuria
(kegagalan
dini),
atau
penurunan frekuensi/ oliguria(fase akhir). Disuria, ragu- ragu, dorongan, dan retensi( inflamasi,/ obstruksi, infeksi). Abdomen kembung, diare, atau konstipasi Tanda; Perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan Oliguria( biasanya 12-21 hari); poliuria(2-6 L/hari) d. Makananan/ Cairan Gejala
: Peningkatan berat badan(edema), penurunan berat badan (dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati.
Tanda
: Perubahan turgor kulit,/ kelembaban Edema( umum, bagian bawah)
e. Neurosensori Gejala
: Sakit kepala, pengelihatan kabur Kram otot/ kejang; sindrom” kaki gelisah”
Tanda
: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidak
mampuan
berkonsentrasi,hilang
memori,
kacau,
penurunan tingkat kesadaran( azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/ asam/ basa) Kejang, aktivitas kejang, faskikulasi otot. f. Nyeri/ kenyamanan Gejala
: Nyeri tubuh, sakit kepala.
Tanda
: Perilaku berhati- hati, gelisah
g. Pernafasan Gejala
: Nafas pendek 15
Tanda
: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman (pernafasan Kussmaul); nafas amonia.Batuk produktif dengan sputum kental merah muda ( edema paru).
h. Keamanan Gejala
: Adanya reaksi transfusi
Tanda
: Demam(sepsis, dehidrasi) Pretekie, area kulit ekimosis Pruritus, kulit kering
i. Penyuluhan/ Pembelajaran Gejala
: Riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urinarius, malignansi.
2. Diagnosa keperawatan Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Sindrom Nefroti yaitu: a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder akibat peningkatan permiabilitas glomerulus ditandai dengan pasien mengalami edema b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan kurangnya intake nutrisi c. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik. d. Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi. e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun. 3. Perencanaan keperawatan/ intervensi
16
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder akibat peningkatan permiabilitas glomerulus ditandai dengan pasien mengalami edema Tujuan: Menunjukan keseimbangan cairan adekuat Kriteria hasil: 1) Menunjukan haluaran urine tepat dengan berat jenis/ hasil laboratorium mendekati normal 2) Berat badan stabil 3) TTV dalam batas normal 4) Tidak ada edema
No
Intervensi
Rasionalisasi
1
Awasi denyut jantung, TD, dan Takikardi dan hipertensi terjadi karena CVP
: Kegagalan ginjal dalam mengeluarkan urine, pembatasan cairan berlebihan selama
mengobati
hipovolemia/
hipotensi , perubahan pada sistem renin- angiotensin. 2
Catat
pemasukan
pengeluaran cairan”
dan Perlu untuk menentukan fungsi ginjal,
akurat.Termasuk kebutuhan penggantian cairan, dan
tersembunyi”
seperti penurunan risiko kelebihan cairan
aditif antibiotik. Ukur kehilangan GI dan perkirakan kehilangan tak kasat mata, contoh berkeringat. Awasi berat jenis urine. 3
Rencanakan penggantian cairan Membantu menghindari periode tanpa pada pasien, dalam pembatasan cairan,
meminimalkan
kebosanan
multipel. Berikan minuman yang pilihan yang terbatas dan menurunkan disukai
sepanjang
24
jam. 17
Berikan bervariasi panas, dingin, rasa kekurangan dan haus. beku. 4
Kaji kulit, wajah, area tergantung Edema terjadi terutama pada jaringan untuk edema. Evaluasi derajat yang tergantung pada tubuh, contoh edema( pada skala +1 sampai +4)
5
tangan, kaki, area lumbosakral.
Kolaborasi: siapkan untuk dialisis Dilakukan sesuai indikasi
untuk
memperbaiki
kelebihan volume, ketidakseimbangan elektrolit,
asam/basa,
dan
untuk
menghilangkan toksin. 6
Kolaborasi dalam pemberian obat Diuretik diberikan untuk meningkatkan sesuai indikasi( msl diuretik, volume urine adekuat. antihipertensif)
Antihipertensif mengatasi
diberikan
hipertensi
untuk
dengan
efek
berbalikan dari penurunan aluran darah ginjal,
dan/atau
kelebihan
volume
sirkulasi.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan kurangnya intake nutrisi Tujuan: Nutrisi pasien terpenuhi Kriteria hasil: 1) Mempertahankan/
meningkatkan
berat
badan
seperti
yang
diindikasikan oleh situasi individu, bebas edema. No
Intervensi
1
Berikan makanan sedikit tapi Meminimalkan anoreksia dan mual sering
Rasionalisasi
sehubungan
dengan status uremik/
menurunnya peristaltik 18
2
Timbang berat badan tiap hari
Pasien puasa / katabolik akan segera normal kehilangan 0,2 – 0,5 kg dapat menunjukan perpindahan keseimbangan cairan
3
Berikan pasien/ orang terdekat Memberikan pasien tindakan kontrol daftar makanan/ cairan yang dalam pembatasan diet. Makanan dari diizinkan
4
dan dorong terlibat rumah
dapat
pada pilihan menu
makan
Kaji / catat pemasukan diet
Membantu
meningkatkan
dalam
nafsu
mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik( mual, muntah, anoreksia), dan pembatasan diet multipel mempengaruhi pemasukan makanan 5
Kolaborasi: Konsul dengan ahli Menentukan gizi/ tim pendukung nutrisi
kalori
individu
dan
kebutuhan nutrisi dalam pembatasan, dan mengidentifikasi rute paling efektif dan produknya, contoh tambahan oral, makanan selang.
6
Kolaborasi: Berikan kalori tinggi, Jumlah diet
rendah/
sedang
protein
eksogen
yang
protein. dibutuhkan kurang dari normal, kecuali
Termasuk kompleks karbohidrat pada pasien dialisis . Karbohidrat dan
sumber
memenuhi
lemak
untuk memenuhi
kebutuhan
kebutuhan
kalori( membatasi
jaringan
hindari sumber gula pekat)
energi
dan
katabolisme,
mencegah pembentukan asam keto dari oksidasi protein dan lemak.Intoleran karbohidrat menunjukan DM dapat terjadi gagal ginjal berat. Asam amino esensial memperbaiki keseimbangan 19
dan status nutrisi.
c. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik Tujuan : Menunjukan kemampuan untuk mempertahankan aktivitas yang biasa/ normal Kriteria hasil: 1) Melaporkan perbaikan rasa berenergi 2) Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan Intervensi Kaji
Rasionalisasi kemampuan
untuk Mengidentifikasi kebutuhan individual
berpartisipasi pada aktivitas yang dan membantu pemilihan intervensi diinginkan/ dibutuhkan Rencanakan
periode
istirahat Mencegah
adekuat
kelelahan
berlebih
dan
menyimpan energi untuk penyembuhan, regenerasi jaringan
Berikan bantuan dalam aktivitas Mengubah sehari – hari dan ambulasi
energi,
berkelanjutnya dibutuhkan/
memungkinkan
aktivitas
normal
,
yang
memberikan
keamanan pada pasien Tingkatkan
tingkat
partisipasi Meningkatkan
sesuai toleransi pasien
meningkatkan
rasa
membaik/
kesehatan,
dan
membatasi frustasi Kolaborasi: awasi kadar elektroli Ketidakseimbangan dapat mengganggu termasuk kalsium, magnesium, dan fungsi neuromuskular yang memerlukan kalium
peningkatan penggunaan energi untuk menyelesaikan
tugas
dan
potensial
perasaan lelah. 20
d. Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi. Tujuan: Pasien mengetahui tentang penyakit dan pengobatannya Kriteria hasil: 1) Menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit, prognosis, dan pengobatannya 2) Mengidentifikasi hubungan tanda/ gejala proses penyakit dan gejala yang berhubungan dengan faktor penyebab 3) Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi pada program pengobatan.
No
Intervensi
Rasionalisasi
1
Kaji ulang rencana diet/ Nutrisi pembatasan.
adekuat
Termasuk meningkatkan
perlu penyembuhan
untuk /
lembar daftar makanan yang regenerasi jaringan dan kepatuhan dibatasi
pada pembatasan dapat mencegah komplikasi
2
Dorong
pasien
untuk Perubahan
dapat
menunjukan
mengobservasi karakteristik gangguan fungsi ginjal/ kebutuhan urine dan jumlah/ frekuensi dialysis pengeluaran 3
Diskusikan/
kaji
ulang Obat yang terkonsentrasi/ dikeluarkan
pengguanaan obat. Dorong oleh ginjal dapat menyebabkan reaksi pasien untuk mendiskusikan toksik kumulatif dan/ atau kerusakan semua obat( termasuk obat permanen pada ginjal 21
dijual bebas) dengan dokter 4
Tekankan
perlunya Fungsi ginjal dapat lambat sampai
perawatan
evaluasi, gagal akut( sampai 12 bulan) dan
pemeriksaan laboratorium
defisit dapat menetap, memerlukan perubahan
dalam
terapi
untuk
menghindari kekambuhan/ komplikasi
e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun Tujuan: Daya imunitas tubuh normal, tidak terjadi tanda/ gejala infeksi Kriteria : 1) Tidak mengalami tanda/ gejala infeksi
No
Intervensi
Rasionalisasi
1
Tingkatkan cuci tangan yang Menurunkan baik pada pasien dan staf
2
Hindari
prosedur
instrumen,
dan
kateter
tak
risiko
kontaminasi
silang
invansif, Membatsi manipulasi dalam
introduksi tubuh.
bakteri
Deteksi
ke dini/
menetap, pengobatan terjadinya infeksi dapat
kapanpun mungkin, gunakan mencegah sepsis. teknik aseptik bila merawat / memanipulasi
IV
/
area
invansif. Ubah sisi/ balutan protokol. Perhatikan edema, drainase purulen 3
Dorong nafas dalam, batuk Mencegah dan pengubahan posisi sering. memobilisasi
atelektasis sekret
dan untuk 22
menurunkan risiko infeksi paru 4
Awasi TTV
Demam dengan peningkatan nadi dan
pernafasan
peningkatan
adalah
laju
tanda
metabolik
dari
proses inflamasi, meskipun sepsis dapat terjadi tanpa respon demam. 5
Kolaborasi:
Awasi Meskipun peningkatan SDP dapat
pemeriksaan contoh diferensial
laboratorium, mengindikasikan
SDP
dengan leukositosis GGA
dan
inflamasi/ perpindahan
infeksi
umum dapat cedera
umum,
terlihat
pada
menunjukan pada
diferensial
ginjal, ke
kiri
menunjukan infeksi.
23
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Sindroma nefrotik adalah penyakit ginjal yang mengenai glomerulus (ginjal terdiri dari tubulus, glomerulus dll.) dan ditandai proteinuria (keluarnya protein melalui air kencing) yang masif, hipoalbuminemia (kadar albumin di dalam darah turun), edema (bengkak) disertai hiperlipid emia (kadar lipid atau lemak dalam darah meningkat) dan hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat) jadi untuk memastikannya perlu pemeriksaan laboratorium.
24
DAFTAR PUSTAKA
Sari, A. M. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Selemba Medika.
DR.Nursalam, d. F. (2009). Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. ECG: Jakarta. Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Harif.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Media dan NANDA NIC-NOC Jilid 2. Med Action Publishing: Yogyakarta. Aru W Sudoyo, B. S. (2007). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
25