2019_kimia Instrumen_ Laporan Kromatografi Gas.docx

  • Uploaded by: Dora Refliana Rahmah
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 2019_kimia Instrumen_ Laporan Kromatografi Gas.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,326
  • Pages: 28
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PEMISAHAN DAN PENGUKURAN

ANALISA KUALITATIF HEXANA, TOLUENA, DAN XILENE DALAM BAHAN BAKAR (PERTALITE, PERTAMAX, DAN PERTAMAX PLUS) DENGAN KROMATOGRAFI GAS (GC) diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Praktikum Kimia Pemisahan dan Pengukuran Dosen Pengampu : Dr. H. Wiji, M.Si

Tanggal Percobaan, Awal : 28 Februari 2019 Akhir : 28 Februari 2019

disusun Oleh : Dora Refliana Rahmah (1703841)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUIAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2019

ANALISA KUALITATIF HEXANA, TOLUENA, DAN XILENE DALAM BAHAN BAKAR (PERTALITE, PERTAMAX, DAN PERTAMAX PLUS) DENGAN KROMATOGRAFI GAS (GC) Tanggal Praktikum,

Awal : 28 Februari 2019 Akhir : 28 Februari 2019

A. Tujuan Praktikum 1. Mengenal cara pengoperasian instrumen GC 2. Memahami cara kerja instrumen GC unruk analisis kualitatif 3. Menentukan beberapa komponen dalam sampel pertalite, pertamax, pertamax plus. B. Tinjauan Pustaka Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan komponen-komponen dalam suatu campuran berdasarkan perbedaan distribusi komponen-komponen kedalam dua fasa, yaitu fasa gerak berupa gas dan fasa diam bisa cairan ataupun padatan. Pada kromatografi gas biasanya memisahkan senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan stabil pada temperatur pengujian. Senyawa yang suka menguap atau tidak stabil pada temperatur pengujian. Senyawa yang sukar menguap atau tidak stabil juga dapat diukur tetapi harus melalui proses derivatisasi terlebih dahulu. (Tim Kimia Instrumen, 2019 :19) Kromatografi gas adalah salah satu jenis kromatografi yang sangat digemari karena sangat praktis dan cepat. Fase gerak berupa gas inert sehingga hanya berfungsi sebagai pembawa. Biasanya digunakan gas He, N2, H2, Ar. Aliran gas diatur dalam program yang di sesuaikan dengan keadaan sampel. Seluruh rancangan alat harus adalam sistem tertutup karena fase geraknya gas. Biasanya sistem GC akan dikendalikan dengan computer. (Wonorahardjo, 2013: 178) Mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut. 1. Gas silinder baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa diam 2. Cuplikan berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntikan ke dalam aliran gas tersebut. 3. Cuplikan dibawa oleh gas pembawa kedalam kolom dan di dalam koom terjadi proses pemisahan. 4. Komponen campuran yang telah terpisahkan satu persatu meninggalkan kolom. 5. Suatu detector diletakkan di ujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah tiap komponen campuran 6. Hasil pendeteksian direkam dengan rekorder dan dinamakan kromatogram yang terdiri dari beberapa peak. (Hendayana, 2006: 32)

Klasifikasi Kromatografi Tabel 1. Klasifikasi Kromatografi No . 1.

Klasifikasi Kromatografi (GC)

Kromatografi (LS) 2.

Spesifikasi Metode Gas a. Gas - Liquid Chromatografi (GLC) b. Gas - Padat Cair a. Cair-cair (partisi) b. Cair-padat (adsorbs) c. Ion exchange d. Ukuran ekslusi e. Afinitas

Tipe Kesetimbangan Liquid diadsorpsi a. partisi antara pada permukaan gas dan cair padat b. Adsorbsi padat Cairan diadsorbsi a. Partisi permukaan padat b. Adsorpsi Padat c. Ion exchange Ion exchanger d. Partisi resin e. Partisi Liquid in interstices (Skoog, 1985: 763) Fase Diam

a.

b. a. b. c. d.

Instrumensasi Kromatografi Gas

1) Fase Gerak Fase gerak berupa gas ditempatkan dalam suatu tabung silinder bertekanan tingggi dimana untuk mengalirkannya dilengkapi denga kran regulator dan alat pengukur tekanan. Dalam GC fasa gerak lebh dikenal sebagai gas pembawa (carrier gas) harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut. a. Inert atay tidak bereaksi dengan cuplikan dan fasa diam dan material kolom. b. Murni dan sedapat mungkin mudah diperoleh dan murah (tidak mutlak). c. Sesuai atau cocok dengan detector. d. Mempunyai sifat difusi gas yang rendah (Ibrahim, 2003: 27)

Gas-gas yang sering dipakai adalah He, Ar, N2, CO2, H2. Gas helium dan argon sangat baik tidak mudah terbakar, namun sangat mahal bila digunakan. Sementara gas hidrogen mudah terbakar sehingga harus berhati-hati dalam pemakaiaannya. Kadang-kadang digunakan CO2.

(Hendayana, 2006: 34) 2) Tempat Injeksi (Injektor) Tempat injeksi adalah tempat untuk memasukkan analit (sampel). Pada umumnya GC digunakan untuk analisis senyawa yang berwujud cair pada suhu kamar yang dimasukkan dengan suatu syringe (sejenis jarum suntik) dengan ukuran tertentu. Secara umum suhu injector sekitar 50C diatas titik didih komponen analit. Jumlah analit yang diinjeksikan adalah berkisar 0,5-50 l untuk gas dan 0,2-20 l untuk cairan. (Ibrahim, 2003 : 28) Alat pemasukan cuplikan untuk kolom tebuka dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu injeksi split (split injection) dan injeksi splitless (spitless injection). Injeksi split dimaksudkan untuk mengurangi volume cuplikan yang masuk kekolom. Volume cuplike yang masuk ke kolom hanya 0,1 - 10% dari 0,1 -2 l, sementara sisanya dibuang. Untuk keperluan analisis kuantitatif yang baik dan untuk analisis renik maka injeksi jenis splitless lebih cocok. (Hendayana, 2006: 34) 3) Fasa Diam (Kolom)

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan. Untuk kromatografi gas dikenal dua jenis kolom yaitu jenik pak (packed coloumn) dan jenis terbuka

(open tubular coloumn. Kolom pak terbuat dari stainless steel atau gelas denga garis tengah 3-6 mm dan panjang 1-5 m. Jenis kolom pak ini lebih disukai untuk tujuan preparatif karena dapat menampung jumlah cuplikan yang banyak. Sementara kolom terbuka (kolom kapiler) lebih kecil dan lebih panjang daripada kolom pak. (Hendayana, 2006 : 37-38) Dua metode kromatografi yaitu mode isothermal dan mode pemograman suhu. Dengan isothermal, suhu kolom dijaga tetap selama pengukuran. Sedangkan program suhu, suhu kolom divariasikan selama pengukuran berlangsung. Melalui mode pemisahan program suhu maka hasil pemisahan akan lebih sempurna. (Hendayana, 2006 : 64) 4) Detektor Komponen-komponen analit yang telah dipisahkan oleh kolom dideteksi dan akhirnya dibuat suatu gambar (kromatogram) oleh rekorder yang terhubung dengan detektor. (Ibrahim, 2003 : 30) Pada dasarnya detektor yang digunakan sesuai dengan sifat fisik dari komponen analit yang dideteksi. Berikut ini adalah prinsip kerja dari detektor yang biasa digunakan. (Ibrahim, 2003 : 30) Pertimbangaan memilih detektor : 1. Dapat mendeteksi dalam waktu yang cepat 2. Cuplikan harus volatil dan bebas dari matrik 3. Memiliki kepekatan yang baik 4. Harus memiliki kisaran dinamik yang besar >10 5. Alat identifikasi selain analisis kualitatif Berdasarkan cara kerja, detektor digolongkan menjadi detektor yang merusak cuplikan (destruktif) contoh DIN dan DFN serta detektor yang tidak merusak cuplikan. (Chairil, A, 1994 : 97-98) 1. Thermal Conductivity Detektor (TCD) Detektor ini didasarkan pada kenyataan bahwa suatu tempat yang panas (hot body) akan kehilangan panas yang kecepatannya tergantung komposisi gas disekitarnya. Setiap gas mempunyai hantaran panas yang spesifik. Hal ini disubabkan ukuran partikel yang berbeda sehingga mobilitasnya juga berbeda. 2. Flame Ionization Detektor (FID) Prinsipnya adalah senyawa organik dicampur dengan H2 dan dibakar dengan O2 (udara) atau mengalami pirolisi akan menghasilkan ion-ion yang terbentuk dikumpulkan dalam elektroda yang menghasilkan arus yang spesifik untuk tiap senyawa dan sebanding dengan konsentrasi. Jumlah aliran listrik yang dihasilkan diukur secara elektrometr seperti

potensiometri atau amperometri yang dihubungkan dengan rekorder dan menghasilkan gambar (kromatogram) 5) Recorder Fungsi recorder adalah sebagai ala untuk mencatat dan mencetak hasil percobaan pada sebuah kertas yang hasilnya disebut kromatogram (kumpulan puncak grafik). (Hendayana, 1994 : 250) Ada dua jenis analisis yang sering dilakukan dengan kromatografi gas. Analisis kualitatf akan didasarkan pada beberapa parameter retensi seperti volume retensi dan waktu retensi dari senyawa yang keluar. Jika kromatografi gas difungsikan untuk analisis kuantitatif maka penentuan konsentrasi senyawa campuran dapat dilakukan dengan membandingkannnya dengan konsentrasi senyawa bakunya. (Wonorahardjo, 2013 : 180) a) Analisa kualitatif Analisa kualitatif adalah untuk menentukan jenis dari senyawa yang di analisis. Secara umum gambar yang diperoleh dari hasil analisis dengan GC misalkan untuk satu komponen dengan suatu standar eksternal. Parameter yang digunakan untuk analisa kualitatif adalah penahanan atau waktu retensi/ time retention (tR). (Ibrahim, 2003 : 31-32) Analisa Kualitatif untuk mengidentifikasi tiap peak GC. Caranya : 1. Membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar 2. Melakukan ko-kromatografi. Standar ditambahkan ke cuplikan kemudian dilakukan kromatografi gas. 3. Menggunakan MS atau IR 4. Menggunakan spektrometri NMR (Hendayana, 2006 : 55-56) Waktu retensi adalah ukuran waktu mulai injeksi cuplikan hingga suatu komponen campuran keluar kolom dengan kata lain waktu yang diperlukan oleh suatu komponen campuran (solut untuk keluar dari kolom). (Hendayana, 2006 : 11) b) Analisa kuantitatif Analisa kuantitatif adalah untuk menentukan jumlah atau persen komposisi suatu komponen sampel. Walaupun kromatogram yang ideal adalah bentuk garis namun hal itu sulit kita peroleh. Kromatogram yang lazim dihasilkan adalah bentuk Gauss (segitiga sama kaki). Misalkan suatu analit dengan tiga komponen menghasilkan kromatogram. (Ibrahim, 2003 : 32) Analisa kuantitatif dengan kromatografi gas dapat didasarkan pada salah satu pendekatan, yaitu ; tinggi peak atau area peak analit dan standar, metode kalibrasi, dan metode normalisasi. (Hendayana, 2006 : 57-60) 1. Pendekatan Tinggi Peak

Tinggi peak kromatografi diperoleh dengan membuat base line pada suatu peak dan mengukur tinggi garis tegak lurus yang menghubungkan base line dengan peak. Pendekatan ini dilakukan jika lebar peak standard dan analit tidak jauh. 2. Pendekatan Area Peak Pendekatan area peak dapat memperhitungkan lebar peak sehingga lebar peak yang bebeda antara standar dan analit tidak masalah. Pendekatan ini lebih baik daripada pendekatan tinggi, dengan persen kesalahan 0,44%2,6%. 3. Metode Kalibrasi Kita harus mempersiapkan sederet larutan standar yang komposisisnya sama dengan analit. Kemudian tiap larutan standar diukur dengan kromatografi gas sehingga diperoleh kromatogram untuk tiap larutan standar. Selanjutnya diplot area peak atau tinggi peak sebagai fungsi konsentrasi larutan standar. 4. Metode Normalisasi Area Metode ini dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan yang berhubungan dengan injeksi cuplikan. Diperlukan elusi yang sempurna semua komponene campuran harus keluar dari kolom. Area setiap peak akan muncul dihitung. Kemudian area-area tersebut dikoreksi terhadap respon detektor untuk jenis senyawa yang berbeda. (Hendayana, 2006 : 58-60) Analisa kuantitatif untuk menghitung konsentrasi suatu komponen dapat juga dilakukan dengan membuat kurva standar atau persamaan regresi antara luasan puncak (A) vs Konsentrasi. Peralatan GC dewasa ini sudah komputerisasi yaitu dilengkati dengan intergrator untuk menghitung luasan puncak dan prin-out yang diperoleh telah menyertakan persen komposisi. (Ibrahim, 2003 : 33) C. Alat dan Bahan 1. Alat - Perangkat GC 1 set - Botol Vial 3 buah - Ball Pipet 3 buah - Pipet Volume 2ml 3 buah - Pipet Tetes 3 Buah 2. Bahan - Standar Hexana p.a 2mL - Standar Toluena p.a 2mL - Standar Xilene p.a 2mL - Sampel Pertalite 2mL - Sampel Pertamax 2mL - Sampel Pertamax Plus2mL

D. Spesifikasi Bahan No. Nama Bahan 1. Hexana

1

2.

0

Toluena

2

3.

3

3

0

Xilene

2

3

0

Spesifikasi Bahan Sifat Fisika - Cair, tidak berwarna, berbau khas - Densitas : 2,97 - TD : 62C -69C ; TL : -95C - Tidak larut dalam air Bahaya - Iritan - Mudah bereaksi dengan api

Sifat Fisika - Cair, tidak berwarna, aromatik - TD : 110C ; TL : -95C - Tidak larut dalam air Bahaya - Iritan - Mudah bereaksi dengan api

Sifat Kimia - Oksidator - Volatil

Penanggulangan - Hindari kontak langsung dengan zat - Hindari kontak dengan api

Sifat Kimia - Oksidator - Reaktif Penanggulangan - Hindari kontak langsung dengan zat - Hindari kontak dengan api

Sifat Fisika Sifat Kimia - Cair, berwarna kekuningan, - Oksidator aromatik - TD : 135C-140 ; C - Tidak larut dalam air Bahaya Penanggulangan - Iritan - Hindari kontak langsung dengan - Mudah bereaksi dengan api zat - Hindari kontak dengan api

E. Prosedur Kerja 1. Siapkan Larutan standard dengan cara mencampurkan 2 mL hexane; 2 mL toluene dan 2 mL xilena. 2. Siapkan larutan sampel premium/pertamax/pertalite sebanyak 2 mL 3. Siapkan larutan campuran sampel dan standar masing-masing 1 mL 4. Simaklah operator dalam menyiapkan dan menjelaskan cara mengoperasikan instrumen GC. a) Seting gas pembawa dan gas pembakar b) Menyalakan GC, diikuti computer. c) Mengatur parameter operasional GC suhu injector 150C, suhu detector 250C, suhu awal kolom pada 40C kemudian diprogram dengan kenaikan 8C permenit sampai 150C dipertahankan selama 2 menit , detector FID, kolom DB-5, gas pembawa H2 tekanan 4-5 Bar. 5. Ukurlah larutan standar, sampel dan campuran yang sudah disiapkan dengan instrumen GC  Ambil sebanyak 0,5 μL larutan yang akan diukur dengan syringe dan injeksikan pada GC. 6. Simaklah operator mengukur dan mencetak hasil 7. Diskusikan hasil pengukuran dengan dosen praktikum F. Hasil dan Analisis Data Pada praktikum penentuan komponen heksana, toluena, dan xilena dalam pertalite, pertamax, dan pertamax plus dengan menggunakan metode kromatografi gas mempunyai tujuan untuk menentukan secara kualitatif komponen heksana, toluena, dan xilena dalam ketiga bahan bakar tersebut. Pertalite merupakan salah satu bahan bakar minyak kendaraan yang di dapat dari penyulingan minyak bumi. Pertalite sendiri mengandung bahan baku naphta, memiliki zat aditif tertentu termasuk heksana, toluena, dan xilena yang dapat di uji dengan alat kromatografi gas. Pertamax dan pertamax plus juga merupakan jenis dari bahan bakar minyak yang didapat dari penyulingan minyak bumi. Pertamax dan pertamax plus berbeda dari segi nilai oktannya yaitu pertamax 92 dan pertamax plus 95. Dari kedua bahan bakar ini juga mengandung zat aditif tertentu termasuk didalamnya heksana, toluena, dan xilena. Pemisahan pada kromatografi gas ini didasarkan pada perbedaan kesetimbangan distribusi komponen-komponen sampel diantara fasa gerak dan fasa diam. Perbedaan kesetimbangan distribusi ini terjadi karena adanya perbedaan interaksi komponen-komponen tersebut dengan fasa diamnya. Pada kromatografi gas sendiri yang menjadi fase geraknya adalah gas sementara fase diamnya berwujud cair. Dalam praktikum ini fase gerak yang digunakan adalah gas Nitrogen atau dikenal juga sebagai gas pembawa. Sementara DB-5 digunakan sebagai fase diamnya, komposisi dari DB-5 sendiri adalah 5 % fenil dan 95% dimetilpolisiloksan.

Senyawa-senyawa yang dipisahkan dengan kromatografi gas ini adalah senyawa-senyawa yang memiliki sifat volatit yang tinggi atau mudah menguap pada suhu saat pegoperasian. Seperti yang diketahui bahwa senyawa yang ingin dipisahkan adalah komponen yang terdapat dalam sampel pertalite, pertamax, dan pertamax plus yang smudah menguap. Pada analisis data digunakan metode analisis kualitatif, yaitu dengan membandingkan waktu retensi dan ko-kromatografi. Karena menggunakan kokromatografi maka sebelum dilakukan pengukuran sampel dilakukan terlebih dahulu pengkuran standar, yang terdiri dari campuran xylene, toluena , dan n-heksana yang kemungkinan besar terdapat pada sampel yang digunakan. Pada awal praktikum dilakukan pengondisian pada alat GC terlebih dahulu seperti mengatur zat pembawa, gas pembakar, mode injector, suhu injektor, suhu detektor, suhu kolom, dan jenis detektor. Karena menggunakan suhu terprogram, maka suhu dari kolom harus dinaikan secara berkala atau bertahap. Dan gas hidrogen juga digunakan untuk pembakaran pada sistem.

Langkah pertama yang dilakukan adalah penginjeksian sampel sebanyak 1 L dengan menggunakan syringe. Harus dipastikan tidak terdapat gelembung pada syringe karena akan terjadi ketidakakuratan hasil analisis jika terdapat gelembung. Setelah melakukan penginjeksian, kemudian akan keluar hasil dari kromatografi yang berupa kromatogram dari rekoder. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil yang didapat. Namun sebelum melakukan analisis dilakukan terlebih dahulu analisis apakah kromatogram yang dihasilkan merupakan kromatogram yang baik. Kromatogram yang baik adalah kromatogram yang memiliki puncak-puncak yang sempit dan simetris serta tepisah satu sama lainnya. 1. Analisis Kromatogram Larutan Standar Laturan standar yang digunakan adalah n-heksana, toluena, dan xilena dengan perbandingan 1:1:1. Dari hasil kromatografi diperoleh 5 puncak, terdiri dari 3 puncak dominan yang diduga sebagai heksana, toluena, dan xilena.

Tabel 2. Data waktu retensi dan persen area dari kromatogram larutan standar. Puncak

Waktu Retensi

Area %

1

1,777

25,3275

2

2,612

38,0163

4 3,651 35,4872 Dengan membandingkan data waktu retensi dari setiap komponen yang dihasilkan, diduga pada kromatogram larutan standar, peak 1 merupakan heksana, peak 2 adalah toluena dan peak 4 adalah xylena. Hal ini di juga diperkuat dengan perbedaan-perbedaan seperti perbedaan kepolaran, berat molekul, dan titik didih pada setiap komponen. Komponen yang memiliki titik didih paling rendah akan keluar terlebih dahulu dari kolom, hal ini karena titik didih yang rendah akan menguap terlebih dahulu. Begitu juga dengan berat dari molekul semakin kecil akan semakin cepat keluar dari kolom. Sementara kepolaran semakin bersifat polar akan semakin lama keluarnya. Ketiga sampel yang digunakan merupakan nonpolar dan memiliki titik didih rendah. Tabel 3. Data berat molekul, titik didih, dan indeks polaritas dari komponen heksana, toluena, dan xilena Titik Didih Berat Molekul Indeks Polaritas Bahan (g/mol) (D) (C) Heksana 86 68,95 0,1 Toluena 92,13 110 2,4 Xilena 106,16 138,35 (para) 2,5 Berdasarkan dari Tabel 3. heksana memiliki berat molekul dan titik didih yang lebih rendah dibandingkan dengan komponen lainnya. Sehingga heksana terlebih dahulu keluar kolom dan dilihat juga dari waktu retensinya. 2. Analisis Kromatogram Pertalite Hasil dari analisis kualitatif kromatogram sampel pertalite ditunjukkan Tabel 4. Tabel 4. Data waktu retensi dan persen area dari kromatogram sampel pertalite Puncak

Waktu Retensi

Area %

5

1,733

5,7243

13

2,549

14,3406

22 3,554 8,3253 Berdasarkan Tabel 4. jika dibandingkan waktu retensi sampel pertalite dengan waktu retensi standar, maka diduga peak 5 adalah heksana, peak 13 adalah toluena, dan peak 22 adalah xilena.

3. Analisis Kromatogram Pertamax Hasil dari analisis kualitatif kromatogram sampel pertamax ditunjukkan Tabel 5. Tabel 5. Data waktu retensi dan persen area dari kromatogram sampel pertamax Puncak

Waktu Retensi

Area %

4

1,777

5,4372

12

2,582

14,8906

20 3,577 8,6138 Berdasarkan Tabel 5. jika dibandingkan waktu retensi sampel pertamax dengan waktu retensi standar, maka diduga peak 4 adalah heksana, peak 12 adalah toluena, dan peak 20 adalah xilena. 4. Analisis Kromatogram Pertamax Plus Hasil dari analisis kualitatif kromatogram sampel pertamax plus ditunjukkan Tabel 6. Tabel 6. Data waktu retensi dan persen area dari kromatogram sampel pertamax plus Puncak

Waktu Retensi

Area %

4

1,687

4,9943

17

2,606

10,6148

26 3,558 5.9837 Berdasarkan Tabel 6. jika dibandingkan waktu retensi sampel pertamax plus dengan waktu retensi standar, maka diduga peak 4 adalah heksana, peak 17 adalah toluena, dan peak 26 adalah xilena. 5. Analisis Kromatogram Pertalite + Standar Dengan melakukan metode ko-kromatografi, waktu retensi pada sampel pertalite dibandingkan dengan waktu retensi pertalite ditambahkan larutan standar. Tabel 7. Data waktu retensi dan persen area dari kromatogram sampel pertalite dan waktu retensi dan persen area dari kromatogram sampel pertalite + standar Penambahan Waktu Selisih tr % Area Area % Waktu Retensi Pertalite Puncak Komponen Area % Pertalite Retensi Pertalite dengan Kromatogram Standar Pertalite + Pertalite + Pertalite+Stand Pertalite dan Standar Standar ar Pertalite+Stand ar Heksana 1,733 5,7243 1,685 22,9867 0,048 17,2624 Toluena

2,549

14,3406

2,498

33,7863

0,051

19,4457

Xilena

3,554

8,3253 3,513 33,0214 0.041 24,6961 Berdasarkan Tabel 7. selisih antara waktu retensi pertalite dan pertalite + standar yang kecil dan penambahan luas area peak yang cukup signifikan dapat dipastikan bahwa pertalite mengandung komponen heksana, toluena, dan xilena. 6. Analisis Kromatogram Pertamax + Standar Dengan melakukan metode ko-kromatografi, waktu retensi pada sampel pertamax dibandingkan dengan waktu retensi pertamax ditambahkan larutan standar. Tabel 8. Data waktu retensi dan persen area dari kromatogram sampel petamax dan waktu retensi dan persen area dari kromatogram sampel pertamax + standar Penambahan Waktu Selisih tr % Area Area % Waktu Retensi Petamax Puncak Komponen Area % Petamax Retensi Petamax dengan Kromatogram Standar Petamax + Petamax + Petamax Petamax dan Standar Standar +Standar Petamax +Standar Heksana 1,777 5,4372 1,774 14,5856 0,003 9,1484 Toluena

2,582

Xilena

3,577

14,8906

2,564

22,0213

0,018

7,1307

8,6138 3,085 0,0307 0.492 8,5831 Berdasarkan Tabel 8. selisih antara waktu retensi pertamax dan pertamax + standar yang kecil dan penambahan luas area peak yang cukup signifikan dapat dipastikan bahwa pertamax mengandung komponen heksana, toluena, dan xilena. 7. Analisis Kromatogram Pertamax Plus + Standar Dengan melakukan metode ko-kromatografi, waktu retensi pada sampel petamax plus dibandingkan dengan waktu retensi petamax plus ditambahkan larutan standar.

Komponen Standar

Heksana Toluena

Tabel 9. Data waktu retensi dan persen area dari kromatogram sampel petamax plus dan waktu retensi dan persen area dari kromatogram sampel petamax plus + standar Penambahan Waktu Selisih tr % Area Waktu Area % Area % Retensi Petamax Plus Puncak Retensi Petamax Petamax Petamax dengan Kromatogram Petamax Plus + Plus Plus + Petamax Plus Petamax Plus Plus Standar Standar +Standar dan Petamax Plus +Standar 1,687 4,9943 1,676 14,5333 0,011 9,5390 2,606

10,6148

2,508

36,1448

0,098

25,5300

Xilena

3,558

5,9837 3,544 28,8227 0,014 22,8390 Berdasarkan Tabel 9. selisih antara waktu retensi petamax plus dan petamax plus + standar yang kecil dan penambahan luas area peak yang cukup signifikan dapat dipastikan bahwa petamax plus mengandung komponen heksana, toluena, dan xilena.

G. Kesimpulan Pada praktikum analisis kualitatif heksena, toluena, dan xilene dengan menggunakan kromatografi gas didapatkan hasil analisis kualitatif dengan metode kokromatografi pada sampel pertalite, pertamax, dan pertamax plus terbukti bahwa terdapat komponen heksana, toluena, dan xilena. H. Daftar Pustaka Chairil, A. (1994). Pengantar Praktikum Kimia Organik. Yogyakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Hendayana, Sumar. (2006). Kimia Pemisaaan : Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern. Bandung: Rosda Ibrahim, Sanusi. (2013). Teknik Laboratorium Kimia Organik. Yogyakarta : Graha Ilmu Tim Kimia Instrumen. (2019). Penuntun Praktikum Pemisahan dan Pengukuran. Bandung : Pendidikan Kimia FPMIPA UPI Wonorahardjo, Surjani. (2013). Metode-Metode Pemisahan Kimia. Jakarta : Akademia Pertama Skoog, H.D, dkk. (1998). Principles of Instrumenal Analysis, 6th edition. New York: Saunders College Publishing

I. Lampiran

Related Documents


More Documents from "Nur Atikha"