20081231 Persiapan Dan Teknik Pemeriksaan Usg Obgin Dasar, Jje

  • Uploaded by: Judi Januadi Endjun, MD, ObsGyn
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 20081231 Persiapan Dan Teknik Pemeriksaan Usg Obgin Dasar, Jje as PDF for free.

More details

  • Words: 6,009
  • Pages: 26
Persiapan dan Teknik Pemeriksaan USG Obstetri dan Ginekologi Dasar Judi Januadi Endjun Departemen Obstetri dan Ginekologi RSPAD Gatot Soebroto / FK UPN Veteran - Jakarta 2008 Diajukan pada Kegiatan Pelatihan USG Dasar Obstetri Ginekologi ke VII di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, 9 – 12 April 2008

Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mempelajari tulisan ini, pembaca diharapkan mampu mengetahui persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan USG serta teknik pemeriksaan USG Dasar obstetri dan ginekologi. Khusus 1. Mampu menyebutkan langkah-langkah persiapan pemeriksaan USG obstetri ginekologi, termasuk persiapan alat, persiapan pasien, dan persiapan pemeriksa, serta pengelolaan limbah dan prosedur pencegahan infeksi universal. 2. Mengetahui cara kerja gelombang suara, artefak, dan proses perubahannya sehingga menjadi sebuah gambar yang dapat dianalisa. 3. Mengetahui keamanan pemeriksaan USG, terutama bagi janin. 4. Mampu menyebutkan indikasi pemeriksaan USG obstetri dan ginekologi. 5. Mampu menyebutkan manfaat lain dari pemeriksaan USG. 6. Mampu melakukan pemeriksaan dasar USG Dasar obstetri dan ginekologi dengan baik dan benar. 7. Mampu menjelaskan dengan baik tatacara pemeriksaan USG Obstetri Ginekologi Dasar sehingga klien bersedia memberikan persetujuan tindak medik pemeriksaan USG Obstetri dan Ginekologi.

Pembahasan pada Persiapan dan Teknik Pemeriksaan USG Obstetri Ginekologi terdiri dari :  Pendahuluan  Indikasi Pemeriksaan  Tampilan gambar  Persiapan pemeriksaan  Teknik pemeriksaan  Persetujuan tindak medik

Pendahuluan Pada setiap pemeriksaan USG, diperlukan persiapan yang baik dari pasien, pemeriksa, maupun peralatan yang akan dipergunakan. Bila salah satu tidak siap, kemungkinan adanya gangguan dalam proses pemeriksaan USG tersebut dapat saja terjadi. Misalnya, bila pemeriksa sedang dalam kondisi kelelahan atau sakit, maka pemeriksaan USG harus dihentikan. Bila klien belum memberikan persetujuan untuk pemeriksaan USG, maka pemeriksaan USG tersebut tidak dapat dilaksanakan.

Sebelum memulai pemeriksaan, perhatikan setting mesin USG. Jangan memakai setting obstetri untuk pemeriksaan ginekologi, atau setting jantung untuk pemeriksaan obstetri. Setting yang salah akan menyebabkan kesalahan dalam diagnosis semakin besar. Selain itu, buku manual harus diletakkan didekat mesin USG agar bila terjadi masalah dapat dicari penyelesaiannya pada buku manual tersebut. Kesamaan teknik dasar pemeriksaan USG obstetri dan ginekologi diperlukan agar dapat dicapai suatu standarisasi dalam pemeriksaan USG tersebut. Standarisasi ini penting didalam mencapai dan melakukan evaluasi tingkat kompetensi seorang sonografer atau sonologist.

Indikasi Pemeriksaan Indikasi pemeriksaan USG merupakan salah satu prasyarat penting yang harus dipenuhi sebelum pemeriksaan USG dilakukan. Pemeriksaan USG janganlah dilakukan secara rutin atau setiap melakukan pemeriksaan pasien, terutama bila pasien hamil. Banyak panduan yang telah diterbitkan, misalnya dari ISUOG (International Society of Ultrasound in Medicine), AIUM (American Institute of Ultrasound in Medicine), RCOG (Royal College of Obstetrics and Gynecology), atau ASUM (Australian Society of Ultrasound in Medicine). Untuk mempermudah memilah indikasi pemeriksaan tersebut penulis menyaran-kan pembagian indikasi sebagai berikut : 1. indikasi obstetri, 2. indikasi ginekologi onkologi, 3. indikasi endokrinologi reproduksi, 4. indikasi uroginekologi, dan 5. indikasi non obstetri ginekologi.

Dalam bidang USG obstetri, indikasi yang dianut di RSPAD Gatot Soebroto adalah : 1. melakukan pemeriksaan USG begitu diketahui hamil atau belum pernah di USG di Departemen OBGIN RSPAD Gatot Soebroto, 2. penapisan USG pada trimester pertama (kehamilan 10 – 14 minggu), 3. penapisan USG pada kehamilan trimester kedua (18 – 22 minggu), dan 4. pemeriksaan tambahan yang diperlukan, misalnya untuk memantau tumbuh kembang janin pada kasus pertumbuhan janin terhambat atau pemeriksaan ulang plasenta praevia pada kehamilan 36 minggu.

Dalam bidang ginekologi onkologi pemeriksaannya diindikasikan bila ditemukan massa tumor didaerah pelvik dan untuk pemantauan hasil pengobatan. Dalam bidang endokrinologi reproduksi pemeriksaan USG diperlukan untuk mencari kausa gangguan hormon, pemantauan folikel, evaluasi terapi infertilitas, dan pemeriksaan pada pasien dengan gangguan haid. Dalam bidang uroginekologi, pemeriksaan USG dilakukan pada kasus kelainan kongenital genitalia, gangguan berkemih, atau gangguan akibat kelemahan otot-otot dasar panggul. Bidang kajian ini masih baru sehingga masih terbuka luas untuk penelitian dasar maupun lanjut. Sedangkan indikasi non obstetrik bila kelainan yang dicurigai berasal dari disiplin ilmu lain, misalnya dari bagian pediatri, penyaki dalam, atau rujukan pasien dengan kecurigaan metastasis dari organ ginekologi dll. Berikut ini diberikan contoh indikasi yang dikeluarkan oleh NIH (National Institute of Health, USA) National Institute of Health (NIH), USA (1983 – 1984) menentukan indikasi untuk dilakukannya pemeriksaan USG obstetri ginekologi sebagai berikut : 1. Menentukan usia gestasi secara lebih tepat pada kasus yang akan menjalani seksio sesarea berencana, induksi persalinan atau pengakhiran kehamilan secara elektif.

2

2. Evaluasi pertumbuhan janin, pada pasien yang telah diketahui menderita insufisiensi uteroplasenta, misalnya pre-eklampsia berat, hipertensi kronik, penyakit ginjal kronik, diabetes mellitus berat; atau menderita gangguan nutrisi sehingga dicurigai terjadi pertumbuhan janin terhambat, atau makrosomia. 3. Perdarahan per vaginam pada kehamilan yang penyebabnya belum diketahui. 4. Menentukan bagian terendah janin bila pada saat persalinan bagian terendahnya sulit ditentukan atau letak janin masih berubah-ubah pada trimester ketiga akhir. 5. Kecurigaan adanya kehamilan ganda berdasarkan ditemukannya dua DJJ yang berbeda frekuensinya atau tinggi fundus uteri tidak sesuai dengan usia gestasi, dan atau ada riwayat pemakaian obat-obat pemicu ovulasi. 6. Membantu tindakan amniosentesis atau biopsi villi koriales. 7. Perbedaan bermakna antara besar uterus dengan usia gestasi berdasarkan tanggal hari pertama haid terakhir. 8. Teraba masa pada daerah pelvik. 9. Kecurigaan adanya mola hidatidosa. 10. Evaluasi tindakan pengikatan serviks uteri (cervical cerclage). 11. Suspek kehamilan ektopik. 12. Pengamatan lanjut letak plasenta pada kasus plasenta praevia. 13. Alat bantu dalam tindakan khusus, misalnya fetoskopi, transfusi intra uterin, tindakan “shunting”, fertilisasi in vivo, transfer embrio, dan “chorionic villi sampling” (CVS). 14. Kecurigaan adanya kematian mudigah / janin. 15. Kecurigaan adanya abnormalitas uterus. 16. Lokalisasi alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). 17. Pemantauan perkembangan folikel. 18. Penilaian profil biofisik janin pada kehamilan diatas 28 minggu. 19. Observasi pada tindakan intra partum, misalnya versi atau ekstraksi pada janin kedua gemelli, plasenta manual, dll. 20. Kecurigaan adanya hidramnion atau oligohidramnion. 21. Kecurigaan terjadinya solusio plasentae. 22. Alat bantu dalam tindakan versi luar pada presentasi bokong. 23. Menentukan taksiran berat janin dan atau presentasi janin pada kasus ketuban pecah preterm dan atau persalinan preterm. 24. Kadar serum alfa feto protein abnormal. 25. Pengamatan lanjut pada kasus yang dicurigai menderita cacat bawaan. 26. Riwayat cacat bawaan pada kehamilan sebelumnya. 27. Pengamatan serial pertumbuhan janin pada kehamilan ganda. 28. Pemeriksaan janin pada wanita berusia di atas 35 tahun. Tampilan Gambar Tampilan gambar pada layar monitor dapat berupa ampiltudo (A), brightness (B), time-motion (TM), dan Doppler. Tampilan Amplitudo saat ini sudah tidak dipergunakan lagi dalam bidang obstetri ginekologi. Tampilan brightness saat ini sudah merupakan gambaran yang nyata (realtime), artinya yang kita lihat adalah yang juga sedang diperiksa, misalnya pada waktu janin bergerak, maka pada saat yang sama kita juga dapat melihat pada layer monitor bayi yang sedang bergerak (Gambar 1)..

3

Gambar 1. Tampilan B-mode pada layar monitor

Pada pemeriksaan time-motion atau lebih sering disebut “M-mode” dapat dilihat suatu grafik pergerakan yang berhubungan dengan keteraturan dan satuan waktu, misalnya dari pergerakan katup jantung dapat diukur berapa frekuensi denyut jantung janin dalam satu menit dan dapat dilihat apakah teratur atau tidak (Gambar 2). Selain itu, dapat juga diukur ketebalan dinding jantung janin, serta patologi yang ada pada jantung dan daerah sekitarnya. Tampilan Doppler memungkinkan kita melihat denyut pembuluh darah, arah aliran darah (memakai doppler berwarna) dan melakukan kalkulasi kecepatan aliran darah (velositas) dalam pembuluh darah.

Gambar 2. Tampilan M-mode pada denyut jantung janin

Ketajaman gambar dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu frekuensi, fokus, resolusi aksial, resolusi lateral, artefak, dan resolusi near-field / far-field.

Semakin tinggi frekuensi gelombang suara, maka semakin pendek gelombang suara yang dipergunakan, sehingga gambar yang dihasilkan lebih jelas dan rinci (memiliki resolusi tinggi). Kebalikannya bila semakin tinggi frekuensi yang dipergunakan, maka kedalaman penetrasi gelombang suara semakin rendah (dangkal), artinya untuk pemeriksaan organ superfisial atau yang dekat dengan transduser lebih baik memakai frekuensi tinggi (> 5 MHz), misalnya USG transvaginal atau payudara. Ketajaman gambar juga dipengaruhi oleh fokus. Fokus dapat diatur melalui mesin USG oleh operator, fokus ditempatkan pada daerah yang akan diamati. Khusus untuk pemeriksaan jantung janin hanya dipergunakan satu fokus saja, sedangkan untuk organ lainnya cukup dua

4

buah fokus. Semakin banyak fokus yang dipergunakan, semakin banyak energi yang dipakai, sehingga gambar USG semakin tidak tegas gambarannya. Pada Gambar 3 dapat dilihat penempatan fokus yang salah (Gambar A) dan benar (Gambar B). Ketajaman gambar akan sangat berbeda dan hal ini akan mempengaruhi ketepatan hasil diagnostik sonografisnya.

Gambar 3. Pada gambar (A) letak fokus dibawah dari obyek yang akan dinilai sedang pada gambar (B) letak kedua fokus tepat pada obyek yang akan dinilai

Resolusi aksial dan lateral mempengaruhi ketajaman gambar. Resolusi aksial adalah kemampuan untuk membedakan dua titik pada daerah yang tegak lurus dengan transduser. Resolusi lateral adalah kemampuan untuk membedakan dua titik pada daerah horizontal (lateral) terhadap transduser. Selain itu, ketajaman gambar juga dapat dipengaruhi oleh adanya artefak.

Persiapan Pemeriksaan Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan USG adalah : a. Pencegahan infeksi b. Persiapan alat c. Persiapan pasien d. Persiapan pemeriksa

a. Pencegahan infeksi Cuci tangan sebelum dan setelah kontak langsung dengan pasien, setelah kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya, dan setelah melepas sarung tangan, telah terbukti dapat mencegah penyebaran infeksi. Epidemi HIV/AIDS telah menjadikan pencegahan infeksi kembali menjadi perhatian utama, termasuk dalam kegiatan pemeriksaan USG dimana infeksi silang dapat saja terjadi. Kemungkinan penularan infeksi lebih besar pada waktu pemeriiksaan USG transvaginal karena terjadi kontak dengan cairan tubuh dan mukosa vagina.

Risiko penularan dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu tinggi, sedang, dan ringan.

1) Risiko penularan tinggi terjadi pada pemeriksaan USG intervensi (misalnya punksi menembus kulit, membran mukosa atau jaringan lainnya); peralatan yang dipakai memerlukan sterilisasi (misalnya dengan autoklaf atau etilen oksida) dan dipergunakan sekali pakai dibuang.

5

2) Risiko penularan sedang terjadi pada pemeriksaan USG yang mengadakan kontak dengan mukosa yang intak, misalnya USG transvaginal; peralatan yang dipakai minimal memerlukan desinfeksi tingkat tinggi (lebih baik bila dilakukan sterilisasi). 3) Risiko penularan ringan terjadi pada pemeriksaan kontak langsung dengan kulit intak, misalnya USG transabdominal; peralatan yang dipakai cukup dibersihkan dengan alkohol 70% (sudah dapat membunuh bakteri vegetatif, virus mengandung lemak, fungisidal, dan tuberkulosidal) atau dicuci dengan sabun dan air.

Panduan di bawah ini dapat membantu mencegah penyebaran infeksi :

1) Semua jeli yang terdapat pada transduser harus selalu dibersihkan, bisa memakai kain halus atau kertas tissue halus. 2) Semua peralatan yang terkontaminasi atau mengandung kotoran harus dibersihkan dengan sabun dan air. Perhatikan petunjuk pabrik tentang tatacara membersihkan peralatan USG. 3) Transduser kemudian dibersihkan dengan alkohol 70% atau direndam selama dua menit 10 dalam larutan yang mengandung sodium hypochlorite (kadar 500 ppm dan diganti setiap hari), kemudian dicuci dengan air mengalir dan selanjutnya dikeringkan. 4) Transduser harus diberi pelapis sebelum dipakai untuk pemeriksaan USG transvaginal, bisa memakai sarung tangan karet, atau kondom. 5) Pemeriksa harus memakai sarung tangan sekali pakai (tidak steril) pada tangan yang akan membuka labia sebelum transduser vagina dimasukkan. Perhatikan jangan sampai sarung tangan tersebut mengotori peralatan USG dan tempat pemeriksaan. 6) Setelah melakukan pemeriksaan, kondom atau sarung tangan harus dimasukkan pada tempat khusus untuk mencegah penyebaran infeksi, dan kemudian pemeriksa mencuci tangan (Gambar 4). 7) Pada pemeriksaan USG invasif, misalnya ovum pick-up persiapan yang dilakukan sama seperti akan melakukan tindakan operasi, misalnya peralatan yang dipakai harus steril, operator mencuci tangan dengan larutan mengandung khlorheksidine 3%, memakai sarung tangan dan masker, serta memakai kacamata. Kulit dibersihkan dengan memakai etil alkohol 70%, isopropil alkohol 60%, khlorheksidin alkohol, atau povidone iodine. Transduser dibersihkan dan dilakukan desinfeksi, kemudian dibungkus dengan plastik khusus yang steril. Membran mukosa vagina dibersihkan dengan larutan yang mengandung khlorheksidin 0,015% ditambah larutan cetrimide 0,15%.

6

Gambar 4. Tempat sampah untuk penampungan sementara (Sumber : RSIA Hermina Jatinegara)

b. Persiapan alat Perawatan peralatan yang baik akan membuat hasil pemeriksaan juga tetap baik. Mesin USG diletakkan disebelah kanan tempat tidur pasien, bila pemeriksa bertangan kiri, maka mesin diletakkan disisi kiri pasien. Hidupkan peralatan USG sesuai dengan tatacara yang dianjurkan oleh pabrik pembuat peralatan tersebut. Panduan pengoperasian peralatan USG sebaiknya diletakkan di dekat mesin USG, hal ini sangat penting untuk mencegah kerusakan alat akibat ketidaktahuan operator USG. Perhatikan tegangan listrik pada kamar USG, karena tegangan yang terlalu naik-turun akan membuat peralatan elektronik mudah rusak. Bila perlu pasang stabilisator tegangan listrik dan UPS (uninterrupted power supply). Setiap kali selesai melakukan pemeriksaan USG, bersihkan semua peralatan dengan hatihati, terutama pada transduser (penjejak) yang mudah rusak (Gambar 5). Bersihkan transduser dengan memakai kain yang lembut dan cuci dengan larutan anti kuman yang tidak merusak transduser (informasi ini dapat diperoleh dari setiap pabrik pembuat mesin USG). Selanjutnya taruh kembali transduser pada tempatnya, rapikan dan bersihkan kabelkabelnya, jangan sampai terinjak atau terjepit (Gambar 6). Setelah semua rapih, tutuplah mesin USG dengan plastik penutupnya. Hal ini penting untuk mencegah mesin USG dari siraman air atau zat kimia lainnya. Agar alat ini tidak mudah rusak, tentukan seseorang sebagai penanggung jawab pemeliharaan alat tersebut.

Gambar 5. Bersihkan transduser dari kotoran-kotoran pasca pemeriksaan (Sumber : RSIA Hermina Jatinegara)

7

Gambar 6. Tempatkan semua transduser pada tempat yang disediakan, perhatikan jalannya kabel transduser agar tidak terinjak atau tergilas roda mesin USG (Sumber : RSIA Hermina Jatinegara)

c. Persiapan pasien Sebelum pasien menjalani pemeriksaan USG, ia sudah harus memperoleh informasi yang cukup mengenai pemeriksaan USG yang akan dijalaninya. Informasi penting yang harus diketahui pasien adalah harapan dari hasil pemeriksaan, cara pemeriksaan (termasuk posisi pasien), akurasi ketepatan diagnostik, perlu tidaknya pemeriksaan USG 3D, dan berapa biaya pemeriksaan. Caranya dapat dengan memberikan brosur atau leaflet atau bisa juga melalui penjelasan secara langsung oleh dokter pemeriksa. Sebelum melakukan pemeriksaan USG, pastikan bahwa pasien benar-benar telah mengerti dan memberikan persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan USG atas dirinya. Bila akan melakukan pemeriksaan USG transvaginal, tanyakan kembali apakah ia seorang nona atau nyonya ?, jelaskan dan perlihatkan tentang pemakaian kondom yang baru pada setiap pemeriksaan (kondom penting untuk mencegah penularan infeksi). Pada pemeriksaan USG transrektal, kondom yang dipasang sebanyak dua buah, hal ini penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Terangkan secara benar dan penuh pengertian bahwa USG bukanlah suatu alat yang dapat melihat seluruh tubuh janin atau organ kandungan, hal ini untuk menghindarkan kesalahan harapan dari pasien. Sering terjadi bahwa pasien mengeluh “Kok sudah dikomputer masih juga tidak dikatahui adanya cacat bawaan janin atau ada kista indung telur ?” USG hanyalah salah satu dari alat bantu diagnostik didalam bidang kedokteran. Mungkin saja masih diperlukan pemeriksaan lainnya agar diagnosis kelainan dapat diketahui lebih tepat dan cepat.

d. Persiapan pemeriksa Pemeriksa diharapkan memeriksa dengan teliti surat pengajuan pemeriksaan USG, apa indikasinya dan apakah perlu didahulukan karena bersifat darurat gawat, misalnya pasien dengan kecurigaan kehamilan ektopik. Tanyakan apakah ia seorang nyonya atau nona, terutama bila akan melakukan pemeriksaan USG transvaginal. Selanjutnya cocokkan identitas pasien, keluhan klinis dan pemeriksaan fisik yang ada; kemudian berikan penjelasan dan ajukan persetujuan lisan terhadap tindak medik yang akan dilakukan. Persetujuan tindak medik yang kebanyakan berlaku di Indonesia saat ini hanyalah bersifat persetujuan lisan, kecuali untuk tindakan yang bersifat invasif misalnya kordosintesis atau amniosintesis. Dimasa mendatang tampaknya pemeriksaan USG transvaginal memerlukan persetujuan tertulis dari pasien. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk mencegah penularan penyakit berbahaya seperti HIV/AIDS dan penyakit menular seksual akibat semakin banyaknya seks bebas dan pemakaian NARKOBA.

8

Setiap mesin mempunyai konfigurasi tampilan tombol-tombol yang berbeda, sehingga setiap pemeriksa harus menyesuaikan dengan peralatan yang dipakainya serta mengenali semua lokasi dan fungsi tombol-tombol yang tersedia (Gambar 7). Transduser dipegang oleh tangan yang terdekat dengan tubuh pasien, hal ini untuk mencegah terjatuhnya transduser tersebut. Sebaiknya pemeriksa duduk dikursi ergonomis yang dapat bergerak, berputar, dan dapat diatur ketinggiannya agar posisi tangan sama tinggi dengan dinding perut pasien (pemeriksaan USG transabdominal) atau duduk di depan perineum pada saat melakukan pemeriksaan USG transvaginal. Mesin USG harus dapat dijangkau oleh tangan kiri pemeriksa agar pemeriksaan tersebut dapat optimal dan tidak membuat lekas lelah. Pemeriksa juga harus berlatih dengan baik agar dapat merasakan bahwa transduser tersebut merupakan kepanjangan dan bagian dari tangannya (terutama transduser transvaginal) sehingga adanya tahanan, konsistensi masa, atau perlekatan dapat dirasakan. Jangan memegang transduser terlalu kaku dan kuat karena akan menimbulkan cedera pada lengan dan bahu. Pemeriksa juga harus mengetahui program pencegahan infeksi universal.

Gambar .7. Tampilan tombol-tombol pad keyboard USG (Sumber : RSIA Hermina Jatinegara)

Selain itu, pemeriksa diharapkan selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan cara membaca kembali buku teks atau literatur-literatur mengenai USG, mengikuti pelatihan secara berkala dan mengikuti seminar-seminar atau pertemuan ilmiah lainnya mengenai kemajuan USG mutakhir (continuing professional development / CPD). Kemampuan diagnostik seorang sonografer dan sonologist sangat ditentukan oleh pengetahuan, pengalaman dan latihan yang dilakukannya.

Teknik Pemeriksaan Pemeriksaan USG obstetri dan ginekologi dapat dilakukan melalui cara : 1. Transabdominal 2. Transvaginal, 3. Transperineal / translabial, 4. Transrektal, atau 5. Pemeriksaan USG invasif

1. Pemeriksaan USG transabdominal Sebelum memulai pemeriksaan perhatikan pengaturan pemindaian, pada layer monitor akan tampak gambaran tampilan USG transabdominal. Tentukan mana posisi kanan transduser kemudian samakan dengan posisi kanan pasien dan kanan layar monitor (Gambar 8 - 11).

9

Gambar 8 . Petunjuk arah pada transduser transabdominal pada posisi transversal dan longitudinal

Gambar 9. Jeli USG diletakkan pada sisi kanan transduser dan pada layar monitor gambaran jeli tersebut tampak sebagai daerah ekhogenik yaitu di sisi kanan layar monitor

Gambar 10. Penempatan jeli pada transduser dan tampilannya pada layar monitor

10

Gambar 11. Tampilan gambar pada posisi transduser antero-posterior. Sisi kanan transduser diletakkan di bagian atas abdomen dan tampilan pada layar monitor pada sisi kanan

Setelah pasien tidur terlentang, perut bagian bawah ditampakkan dengan batas bawah setinggi tepi atas rambut pubis, batas atas setinggi sternum, dan batas lateral sampai tepi abdomen (Gambar 12). Letakkan kertas tissue besar pada perut bagian bawah dan bagian atas untuk melindungi pakaian wanita tersebut dari jelly yang kita pakai. Taruh jelly secukupnya pada kulit perut, kemudian lakukan pemeriksaan secara sistematis (Gambar 13).

Gambar 12. Abdomen pasien bagian atas, kiri, kanan, dan bawah diberi pelindung kertas tissue

Pertama-tama gerakkan transduser secara longitudinal ke atas dan ke bawah, selanjutnya horizontal ke kiri dan ke kanan. Penjejak digerakkan dari bawah ke atas, dimulai dari garis tengah perut (panah nomor 1), kemudian setelah sampai daerah perut atas transduser digeser ke sisi kanan kemudian digerakkan ke bawah (panah nomor 2), selanjutnya transduser digeser kesisi kiri abdomen dan digerakkan kembali ke arah atas (panah nomor 3). Selanjutnya gerakan transduser dilakukan kearah lateral kanan secara horizontal dan sistematis (panah nomor 4), kemudian dari kanan ke arah kiri (panah nomor 5) dan terakhir dari kiri bawah ke arah kanan (panah nomor 6). Gambaran skematis gerakan transduser dapat dilihat pada Gambar 4.9, berupa arah panah dan nomor garisnya.

11

Gambar 13. Arah gerakan transduser pada pemeriksaan USG transabdominal

Secara garis besar, ada empat gerakan dasar transduser pada pemeriksaan USG transabdominal, yaitu bergeser (sliding), berputar (rotating), membentuk sudut (angling), dan ditekan (dipping), lihat Gambar 14 - 17.

Gambar 14. Gerakan dasar USG transabdominalis : menggeser transduser dari sisi kanan ke kiri

Gambar 15. Gerakan dasar USG transabdominalis : memutar transduser dari sisi kanan ke kiri

12

Gambar 16. Gerakan dasar USG transabdominalis : membentuk sudut transduser dari sisi kanan ke kiri

Gambar 17. Gerakan dasar USG transabdominalis : menekan transduser dari sisi kanan ke kiri Pada gambar 18 ditampilkan contoh pengukuran uterus pada pemeriksaan USG transabdominal, perhatikan kandung kemih yang cukup terisi sehingga batas anterior dan superior uterus tampak jelas. Pengukuran dilakukan dari batas luar uterus pada penampang longitudinal dan anteroposterior. Pemeriksa jangan terlalu menekan transduser karena hal tersebut membuat pasien tidak nyaman (timbul rasa ingin berkemih), dan juga akan menimbulkan distorsi uterus sehingga pengukurannya menjadi salah.

Gambar 18. Cara mengukur jarak longitudinal dan antero-posterior uterus. ( KK : kandung kencing, S : serviks, K : korpus, F : fundus)

13

Gambar 19. Posisi transduser pada dinding abdomen pasien (body-mark) yang digambarkan pada hasil cetakan (print-out) Pada pemeriksaan USG sebaiknya dicantumkan posisi transduser terhadap tubuh ibu atau organ kandungan (body-mark), lihat gambar 19. Pada gambar 19 sisi kiri menunjukkan gambaran massa yang terletak di abdomen bagian bawah tengah pada potongan longitudinal. Pada gambar sisi kanan, gambaran massa yang sama, tetapi pada potongan transversal. Sisi kanan transduser tampak pada sisi kanan layar monitor (Gambar 20), sisi atas transduser tampak pada sisi kanan layar monitor (Gambar 21).

Kanan

Kanan

Gambar 20. Janin presentasi kepala dengan posisi transduser transversal atau horizontal dan tampilan kepala janin pada layar monitor

Atas

Atas

Gambar 21. Posisi transdiser pada janin presentasi kepala. Transduser dalam posisi anteroposterior dan tampilan pada layar monitor pada janin dengan presentasi kepala.

14

2. Pemeriksaan USG Transvaginal Pemeriksaan USG transvaginal berbeda dengan transabdominal, perlu penyesuaian mesin dan operator, terutama pengenalan organ genitalia interna dan kehamilan trimester pertama, serta terbatasnya ruang untuk melakukan gerak transduser. Kenali aspek teknik dari transduser, caracara melakukan pemeriksaan dan faktor keamanan pemeriksaan. USG transvaginal memberikan informasi yang lebih akurat dan rinci dari organ atau jeringan di rongga pelvis dibandingan periksa dalam dan USG transabdominal (Baba K, 2005). Sebelum melakukan pemeriksaan, tanyakan apakah ia seorang nona atau nyonya. Bila statusnya masih nona tetapi sudah tidak gadis lagi, dan memang perlu dilakukan pemeriksaan transvaginal, mintakan ijin tertulis (informed consent) dari pasien tersebut dan pada waktu pemeriksaan harus disertai seorang saksi (seorang paramedis). Perhatikan apakah tombol pemindah jenis transduser sudah menunjukkan bahwa transduser yang dipakai adalah vaginal, petunjuk arah kiri dan kanan sudah benar (Gambar 22 dan 23), serta apakah pasien sudah mengosongkan kandung kencingnya. Posisi pasien dapat lithotomi (lebih baik) atau tidur dengan kaki ditekuk dan pada bagian bokong ditaruh bantal agar mudah untuk memasukkan dan memanipulasi posisi transduser.

Gambar 22. Transduser transvaginal

Gambar 23 . Petunjuk arah antero-posterior pada transduser transvaginal

15

Sebaiknya pasien ditempatkan pada meja ginekologi agar pemeriksaan lebih baik (pergerakan transduser lebih leluasa) dan pasien lebih nyaman (Gambar 24).

Gambar 24. Meja ginekologi untuk pemeriksaan USG transvaginal (Sumber : RSIA Hermina Jatinegara)

Taruh sedikit jelly pada permukaan transduser. Pasangkan kondom baru pada transduser (perlihatkan pada pasien), kemudian taruh jelly secukupnya pada permukaan kondom dan selanjutnya masukkan transduser ke dalam vagina secara perlahan-lahan dan “gentle” sesuai dengan sumbu vagina. Jangan melakukan penekanan tiba-tiba dan keras karena dapat membuat pasien kesakitan atau merasa tidak nyaman. Pemeriksaan USG transvaginal lebih sulit dibandingkan transabdominal, sehingga pendekatan yang dipakai adalah orientasi terhadap letak dan posisi normal organ genitalia (organ oriented). Gerakan dasar transduser vaginal adalah maju-mundur (sliding), berputar (rotating), dan bergeser ke kiri atau kanan (panning), lihat Gambar 25..

Gambar 25. Gerakan dasar transduser pada pemeriksaan USG transvaginal (Sumber : modifikasi dari Trish Chudleigh et al. Obstetric ultrasound : how, why, and when;2004:28)

16

Pada gambar model berikut, ditampilkan posisi transduser di depan dan di dalam rongga panggul pada waktu pemeriksaan USG transvagina (Gambar 26 – 29).

Gambar 26. Rongga panggul tampak atas dan bawah

Gambar 27. Penempatan transduser didepan vulva sebelum dimasukkan ke dalam vagina

Gambar 28. Posisi trasduser longitudinal intravaginal untuk menilai uterus. Pada posisi ini transduser dapat digerakkan maju-mundur atau diputar.

17

Gambaran 29. Penempatan transduser di daerah adneksa kanan dan kiri untuk menilai kedua adneksa. Pada posisi ini, transduser digerakkan dengan secara “gentle” ke lateral kanan, kemudian ke kiri

Selain itu, orientasi pemeriksaan pada tampilan layar monitor perlu juga diketahui dan dibuat standarisasinya. Pada potongan longitudinal, bagian depan (sisi perut) akan tampak pada sisi kanan layar monitor sedangkan bagian punggung (posterior) akan tampak pada sisi kiri layar monitor (Gambar 30 dan 31). Pada potongan transversal, sisi kanan pasien akan tampak pada sisi kanan layar monitor dan sebaliknya. Potongan transversal diperoleh dengan memutar transduser dari jam 12 ke arah jam 9 atau jam 3.

Gambar 30. Orientasi pemeriksaan USG transvaginal

Gambar 31. Gambaran uterus antefleksi pada potongan longitudinal USG transvaginal, perhatikan letak fundus uteri di sisi kanan layar monitor

18

Bawa transduser sedekat mungkin dengan organ yang akan diperiksa. Pilih frekuensi yang sesuai, atur fokus agar obyek yang dinilai tetap berada dalam jangkauan fokus mesin USG dan perhatikan apa yang dirasakan oleh pasien pada saat pemeriksaan berlangsung. Bila gambar tidak jelas, lakukan pemeriksaan bimanual, dimana tangan kiri berada di dinding abdomen pasien, kemudian menekan ke arah bawah secara perlahan-lahan agar obyek yang diperiksa bertambah dekat dengan transduser. Bila masih tidak jelas juga, mungkin perlu pemeriksaan lebih lanjut, misalnya sonohisterografi, USG trans abdominalis, CT-scan atau MRI. Cari uterus sebagai petunjuk, kemudian cari kandung kemih. Uterus akan tampak di garis tengah (median) seperti gambaran buah alpukat yang memanjang dengan endometrium dibagian tengahnya. Bila fundus uteri mendekati kandung kemih, maka uterus tersebut dalam posisi antefleksi, bila menjauhi, maka posisi uterus adalah retrofleksi (lihat Gambar 32 dan 33). Sangat penting menilai kembali apakah arah gelombang suara sudah sesuai dengan tampilan yang ada dalam layar monitor.

Setelah pemeriksaan selesai, lepaskan kondom secara hati-hati dengan memakai sarung tangan tidak sterill atau kertas tissue, kemudian lakukan dekontaminasi kondom tersebut dengan larutan klorin 0,5%.

Gambar 32. Uterus antefleksi pada pemeriksaan USG transvaginal.

Gambar 33. Uterus retrofleksi pada pemeriksaan USG transvaginal

Pada Gambar 32 posisi uterus antefleksi, pengukuran longitudinal dilakukan dua tahap agar dapat diperoleh ukuran uterus yang mendekati ukuran sebenarnya. Perhatikan letak fundus uteri

19

yang mendekati vesika urinaria. Pada Gambar 33 diperlihatkan posisi uterus retrofleksi, dengan bagian fundus menjauhi vesika urinaria. Lakukan pengukuran uterus dalam tiga bidang, yaitu longitudinal (L), transversal (T) dan antero-posterior (AP). Dalam bidang longitudinal diukur panjang longitudinal uterus dari ostium uteri eksternum (OUE) hingga fundus uteri melalui pertengahan uterus. Garis pengukuran melalui kanalis servikalis hingga kavum uteri. Bila bentuk uterus terlalu melengkung, maka pengukuran panjang longitudinal dilakukan dalam dua tahap dan hasilnya dijumlahkan (lihat contoh Gambar 32 dan 33). Dalam bidang longitudinal juga diukur panjang antero-posterior pada bagian terbesar korpus uteri tegak lurus dengan garis longitudinal. Sedangkan pada bidang transversal diukur diameter transversal uterus dari sisi lateral ke sisi lateral bagian luar setinggi korpus uteri pada bagian yang terbesar (Gambar 34). Bila panjang longitudinal uterus lebih dari 10 cm, maka ukurannya menjadi di luar fokus pencitraan, dan sebaiknya diukur melalui USG transabdominalis.

Gambar 34. Potongan transversal uterus

Selanjutnya lakukan evaluasi keadaan endometrium (Gambar 35 – 38). Dalam keadaan normal, gambaran ekhogenitas dan ketebalan endometrium sesuai dengan fase haid. Misalnya pada masa menstruasi, endometrium akan tampak irregular, tipis dan di kavum uteri berisi cairan dan bekuan darah. Pada masa proliferasi tampak hipoekoik, tebalnya antara 4 – 8 mm; pada masa periovulasi tebalnya antara 8 – 12 mm dengan gambaran seperti cincin atau “tiga garis (triple lines)”. Tanda adanya ovulasi adalah kolapsnya dinding folikel dan ada sedikit cairan bebas di kavum Douglas. Sedangkan pada masa sekresi, endometrium akan tampak hiperekhoik karena banyak mengandung glikogen, batas tegas, dengan tebal 10-12 mm. Bukti lain yang dapat ditemukan pada fase sekresi adalah adanya korpus luteum, tampak sebagai struktur kistik berisi ekho internal tidak homogen, dinding tipis dan irregular. Gambaran perubahan endometrium sesuai fase menstruasi dapat dilihat pada gambar berikut.

20

Gambar 35. Endometrium fase menstruasi

Gambar 36. Endometrium fase proliferasi awal

Gambar 37. Endometrium periovulasi.dengan gambaran triple lines (12 mm)

21

Pada Gambar 37 tampak satu folikel dominan berukuran 29 x 26 mm (kasus dengan pemicuan ovulasi) dan pada Gambar 38 tampak gambaran endometrium fase sekresi (hiperekoik), dan korpus luteum (CL)

Gambar 38. Endometrium fase sekresi (13,5 mm) , tampak korpus luteum (CL) berukuran 31 x 22 mm

3. Pemeriksaan USG Transperineal atau Translabial Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya seorang nona atau seorang wanita yang tidak mungkin dilakukan pemeriksaan transvaginal atau transrektal. Dianjurkan kandung kencing pasien cukup terisi, hal ini untuk memudahkan pemeriksaan dan sebagai petujuk anatomis. Penjejak dilapisi kondom dan diberi jeli, kemudian diletakkan di daerah perineum, penjejak digerakkan ke atas dan ke bawah untuk mencari gambaran organ genitalia. Cara ini memang tidak dapat memberikan gambaran organ genitalia sebaik pemeriksaan USG transvaginal atau transrektal.

4. Pemeriksaan USG Transrektal Pemeriksaan USG transrektal hampir sama dengan pemeriksaan transvaginal. Perbedaannya terletak pada bantuk dan ukuran diameter penjejak dan posisi pemeriksaan yang kurang lazim bagi wanita Indonesia. Setelah pasien dalam posisi lithotomi atau posisi tidur dengan kaki ditekuk dan bagian pantat diganjal dengan bantal khusus, transduser yang telah dibungkus dua lapis kondom dan dibubuhi jelly dimasukkan secara perlahan-lahan ke dalam rektum. Lakukan identifikasi uterus sebagai petunjuk organ genitalia interna, setelah itu identifikasi vesika urinaria kemudian evaluasi seluruh organ genitalia interna dan rongga pelvik. Manipulasi atau pergerakan transduser per rektal sangat terbatas dan sering menimbulkan rasa tidak nyaman. Jelaskan secara seksama sebelum melakukan pemeriksaan USG transrektal. Setelah selesai pemeriksaan, lepaskan kondom secara hati-hati, kemudian lakukan dekontaminasi kondom dengan larutan klorin 0,5%.

5. Pemeriksaan USG Invasif USG dapat dipakai untuk menegakkan diagnosa dan atau untuk tindakan terapeutik, misalnya biopsi villi khoriales, amniosintesis, kordosintesis, ovum pick-up (OPU), atau transfusi intra uterin (Gambar 39 dan 40). Setelah dilakukan penjelasan dan pasien memberikan persetujuan tertulis, dokter akan melakukan pemeriksaan USG untuk menilai kondisi kehamilan atau genitalia interna. Pada umumnya hanya diperlukan anestesi lokal untuk memasukkan jarum punksi, tetapi dapat juga dengan anestesi umum pada tindakan OPU. Teknik yang dipakai bisa secara “free-hand” atau dipandu USG melalui marker pungsi yang ada pada transduser.

22

Gambar 39. Amniosentesis

Gambar 40. Kordosentesis : jarum spinal ditusukkan dengan teknik “free-hand” dan operator memantau pada layar monitor

Persetujuan Tindak Medik Komunikasi yang baik antara dokter pemeriksa dan pasien merupakan kunci dalam mencegah terjadinya malpraktek dan kesalahpahaman antara harapan dan kenyataan yang diterima oleh pasien dengan hasil pemeriksaan yang diberikan oleh dokter. Persetujuan pemeriksaan USG obstetri ginekologi rutin saat ini masih cukup dengan persetujuan lisan. Bila akan dilakukan tindakan invasif, misalnya amniosentesis, maka perlu dibuat persetujuan tertulis dari pasien dan suami atau keluarganya. Berikut ini disampaikan suatu contoh formulir persetujuan tindak medik untuk pemeriksaan USG. Formulir ini dapat disesuaikan dengan fasilitas yang ada dan kemampuan pemeriksa.

23

Contoh Formulir Persetujuan Tindak Medik Pemeriksaan USG :

PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Alamat Nomor KTP

: .................................................................... Umur : .................. th : ....................................................................................................... : .......................................................................................................

Setelah membaca, memahami, dan mengerti tentang pemeriksaan USG yang diberikan oleh dokter di RS .............................................., dengan ini memberikan persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan USG oleh : ........................................................................................................... …… Pemeriksaan ultrasonografi (USG) adalah suatu pemeriksaan yang merupakan alat bantu, memakai gelombang suara ultra untuk pencitraan (membuat tampilan gambar) dari suatu obyek yang dipapari suara ultra tersebut. Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan, tetapi harus ada alasan medisnya, misalnya untuk menentukan usia kehamilan, mencari penyebab perdarahan, atau penapisan untuk kemungkinan cacat bawaan janin. Ditangan seorang yang ahli (sonografer atau sonologist), alat ini masih dapat dikatakan aman bagi ibu maupun janin; hal ini sesuai dengan pernyataan dari American Institute of Ultrasound in Medicine (AIUM). Faktor lain kenapa USG tidak perlu dilakukan rutin pada ibu hamil adalah karena mahalnya peralatan USG berkaitan juga dengan harga pemeriksaan yang harus dibayar oleh pasien. Dikenal ada empat cara pemeriksaan USG dalam bidang kebidanan dan kandungan, yaitu melalui dinding perut (transabdominal), melalui vagina (transvaginal), melalui kerampang (transperineal), dan melalui dubur (transrektal). Suatu alat yang namanya penjejak (transduser) ditempelkan di perut ibu (USG transabdominal) atau dimasukkan ke dalam vagina (USG transvaginal). Sebelum melakukan pemeriksaan USG transabdominal, dokter atau perawat akan memberitahu ibu bahwa akan ditaruh sejumlah jeli pada dinding perut. Jeli tersebut harus diberikan karena merupakan media penghantar gelombang suara ultra. Tanpa jeli, gambar USG akan buruk dan tidak dapat dianalisa. Pada pemeriksaan transvaginal atau transrektal, jeli tersebut diletakkan pada permukaan transduser, kemudian ditutup dengan kondom. Khusus pada pemeriksaan transrektal, dipakai dua buah kondom karena dubur merupakan daerah yang banyak kumannya (mudah menularkan infeksi). Pada waktu proses pengambilan dan pengolahan gelombang suara menjadi gambar, banyak faktor yang mempengaruhinya, misalnya ketebalan kulit ibu, jumlah cairan ketuban, posisi janin, jumlah urin dalam kandung kemih, penyakit ibu, penyakit atau kelainan janin, kualitas mesin USG, dan kemampuan dokter pemeriksa. Semua faktor tersebut dapat mengakibatkan kualitas gambar USG tidak optimal sehingga menimbulkan kesulitan dalam pengamatan struktur janin atau organ kandungan. Keadaan tersebut mengakibatkan ketepatan diagnosa menjadi berkurang. Keterbatasan ini harus disadari, baik oleh pasien maupun oleh dokter pemeriksa sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara harapan pasien dan kenyataan yang ada. Sekali lagi, USG hanyalah alat bantu, bukan segala-galanya dalam penentuan adanya suatu kelainan atau memutuskan bahwa setiap yang diperiksa “normal” adalah normal. Khusus dalam bidang USG kebidanan, ketepatan deteksi adanya kelainan bawaan janin belumlah memuaskan. Suatu penelitian di Eropa (RADIUS) yang mencakup ribuan ibu hamil (lebih dari 15.000 orang), dimana dilakukan pemeriksaan USG rutin, ternyata deteksi cacat bawaan pada ibu hamil resiko rendah hanya 35%. Pada resiko tinggi diperkirakan kurang dari 50% (Royal College of Obstetrics and Gynecology). Kenapa hal ini dapat terjadi ? salah satu penjelasannya adalah sebagai berikut : kehamilan merupakan proses dinamis yang selalu berubah setiap saat hingga janin dilahirkan, bahkan pada organ tertentu, proses penyempurnaan tersebut masih dilanjutkan setelah lahir. Misalnya organ jantung janin, sewaktu didalam rahim ada pembuluh darah atau bagian janin yang terbuka (kondisi ini normal dan harus terjadi), misalnya lubang antara atrium jantung (foramen ovale) yang baru menutup setelah lahir. Jadi hampir tidak mungkin dokter menyatakan janin ibu 100% normal. Pemeriksaan USG pada

24

kehamilan resiko tinggi dapat dilakukan dilakukan dipusat-pusat pendidikan (Level III), misalnya di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo/FKUI, Jakarta. Semua pemeriksaan USG harus melalui pemeriksaan dua dimensi (2D) karena dengan alat yang baik, pemeriksaan ini sudah memadai untuk pemeriksaan USG dasar kehamilan ataupun organ kandungan. Pemeriksaan USG tiga dimensi (3-D) dan live-3D hanya merupakan pelengkap, artinya bila diperlukan baru dikerjakan (ada alasan medis). Pemeriksaan USG 3D tidak dilakukan secara rutin dan juga tidak menjamin seluruh kelainan pada janin atau organ kandungan pasti dapat dilihat (diketahui secara pasti). Setelah pemeriksaan, jeli yang ada dapat dibersihkan dengan kertas tissue atau kain halus, dan akan lebih baik lagi bila ibu membersihkannya dengan air mengalir. Dokter selanjutnya akan menjelaskan hasil pemeriksaan tersebut kepada pasien pribadinya secara rinci. Khusus bagi pasien rujukan, karena adanya keterbatasan informasi kondisi ibu dan atau janin, maka penjelasan yang lebih rinci mengenai hasil USG dan tindakan selanjutnya akan dilakukan oleh dokter perujuk pasien. Pada keadaan gawat darurat (emergensi), misalnya hamil diluar kandungan yang mengalami perdarahan banyak, maka dokter pemeriksa akan segera menghubungi dokter perujuk untuk penanganan lebih lanjut dari pasien tersebut. Oleh karena itu, data perujuk (nama jelas, nomor telepon rumah sakit dan telepon genggam), termasuk data rumah sakit atau tempat praktek perlu dicantumkan dengan jelas pada surat rujukan. Saya harap, setelah ibu membaca lembar persetujuan tindak medik ini ibu dapat mengerti, memahami, dan menyetujui, bahwa pemeriksaan USG yang akan dilakukan ini memiliki banyak keterbatasan. Kerjasama yang baik antara ibu, dokter pemeriksa dan dokter perujuk serta peralatan USG yang baik, akan memberikan hasil terbaik, meskipun sama-sama disadari bahwa ketepatan diagnostik untuk deteksi cacat bawaan masih kurang dari 50% Jakarta, .................................................. Pasien,

(............................................)

Saksi,

(...............................................)

Dokter pemeriksa,

(..........................................................)

Daftar Pustaka 1.

Reece EA, Assimakopoulos E, Zheng X dkk. The Safety of Obstetrics Ultrasonography : concern for the fetus. Obstet Gynecol.1990;76:139-146.

2.

Reece EA, Goldstein I, Hobbins JC. Fundamentals of Obstetric and Gynecologic Ultrasound. Prentice-Hall International Inc.1994.

25

3.

Sauerbrei EE. Indications for obstetrical sonography. Dalam: A practical guide to Ultrasound in Obstetrics and Gynecology, Editor : Eric E Sauerbrei, Khanh T Nguyen, Robert L Nolan, Edisi kedua, Lippincott-Raven, Philadelphia, 1998:1-7.

4.

Karsono B. Ultrasonografi Obstetri (Standard dan indikasi pemeriksaan). Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. 2003

5.

Wijayanegara H, Wirakusumah FF, Mose JC, Sukarya WS. Kursus Dasar Ultrasonografi dan Kardiotokografi. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Universitas Padjadjaran RSUP dr. Hasan Sadikin, Bandung, 2000.

6.

Callen PW. Ultrasonography in Obstetrics and Gynecology. 4 Ed. W.B. Saunders Co. 2000.

7.

Chudleigh P, Pearce Malcolm. Basic physics and ultrasound machine. Dalam : Obstetrics st Ultrasound : How, Why and When, 1 Ed. Churchil Livingstone, London, 1992:247-286.

8.

Suzanne M, Garland, Lachlan de Crespigny. Prevention of infection in obstetric and gynecological ultrasound practice (Editorial). Ultrasound Obstet. Gynecol.7(1996)1-4.

9.

American Institute of Ultrasound in Medicine (1995). Report for Cleaning and Preparing Endocavitary Ultrasound Transducers. AIUM Reporter,11,7.

th

10. Chudleigh P, Pearce Malcolm. Preparing to scan. Dalam : Obstetrics Ultrasound : How, Why st and When, 1 Ed. Churchil Livingstone, London, 1992:1-13. 11. Sauerbrei EE. Guidelines for performance of obstetrical and gynaecological sonography. In A Practical Guide to Ultrasound in Obstetrics and Gynecology. Lippincott-Raven, Philadelphia, New York, 9 – 24, 1998. 12. Trudinger BJ. The ultrasound examination : Content and cost Obstetrics Gynaecology, 4, 89-94, 1994.

containment, Ultrasound

13. Chervenak FA, McCullough LB. Should all pregnant women have an ultrasound examinations ?. Ultrasound Obstetrics Gynaecology, 4, 177-180, 1994. 14. Salvesen KA, Eik-Nes SH. Is ultrasound unsound ? A review of epidemiological studies of human exposure to ultrasound. Ultrasound Obstetrics Gynaecology, 6, 293-298, 1995. 15. Romero R. Routine Obstetric Ultrasound. Ultrasound Obstetrics Gynaecology, 3, 303-307, 1993. 16. Benacerraf BR. Who should be performing fetal ultrasound ? Ultrasound Obstetrics Gynaecology, 3, 1-2, 1993. 17. Marsal K. Ultrasound an indispensable diagnostic tool for the obstetrician. Ultrasound Obstetrics Gynaecology, 2, 235-237, 1992. 18. Rempen A. Normal sonographic features of the uterus. Dalam : Ultrasound and the Uterus. Progress in Obstetric and Gynecological Sonography Series. Ed. Asim Kurjak. The Parthenon Publishing Group. London,1995:1-12. rd

19. Cudleigh T, Thilaganathan B. Obstetric Ultrasound : How, Why and When. 3 Edinburg, 2004.

Ed. Elsevier,

26

Related Documents


More Documents from "Judi Januadi Endjun, MD, ObsGyn"