Menanggalkan Malas BAGINDA Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Salam, menyebutkan pula bahwa Ramadhan itu, disebut dengan syahrun yuzadu fihi rizqul mukmin, Berarti, "bulan dimana di dalamnya terdapat pertambahan rezeki bagi orang ber- iman". Dalam konteks ini, bermakna Ramadhan adalah bulan pertambahan. Pertambahan rezeki, untuk segala bidang. Rezeki dalam bentuk materi. Rezeki dalam bentuk pahala amaliyah-ubudiyah. Dapat diyakini, bahwa dalam hal mendapatkan rezeki, Islam mengajarkan supaya giat berusaha. Permulaan dari jihad, adalah Meninggalkan lalai. Menanggalkan malas. Menggantinya dengan giat dan rajin. Dalam segala bentuk kegiatan, segala aktivitas. Untuk keperluan dunia dan akhirat, sama saja. Sama-sama hasanah, indah, baik, dan sempurna. Dalam Islam, kebaikan akhirat itu, tergambar dalam kebaikan dunianya. Amal akhirat diperdapat melalui amalan nyata didunia ini. Akhirat, tegasnya adalah padanan dunia ini. Amalan baik disini, balasan baik disana. Amalan buruk disini, siksaan neraka disana. Pada hakekatnya, Akhirat yang baik, adalah hasil rekayasa di dunia ini. Begitu pula sebaliknya. Begitulah konsepsi Islam, tentang akhirat. Akhirat tidak diperoleh tanpa dunia. Begitu pula Baginda Rasulullah Shallallahu 'alahi Wa Sallam, bersabda; “Berkarya- lah anda untuk keperluan duniamu, seolah olah anda akan mendiami dunia ini selama- lamanya. Ber- amal- lah anda untuk keperluan akhirat anda, seolah- olah anda akan mati sebentar lagi.”(Al Hadist). Kaedah ini bermakna, bahwa tiada hari tanpa 'amal. Tiada waktu untuk berlalai-lalai. Tiada masa bersantai-santai. Semua kita dikejar waktu. Semua manusia berburu masa, Berburu untuk mengumpulkan persediaan yang banyak, untuk keperluan bukan setahun dua tahun. Tetapi untuk pemenuhan kebutuhan dunia selama- lamanya (abadi). Untuk itu, dituntut rajin dan giat. Hemat dan penuh perhitungan. Ini, pandangan pertama. Dalam kaitan pemenuhan kebutuhan duniawi. Materials needs, pemenuhan kebutuhan materi, kata orang. Selanjutnya, untuk li-akhiratika, kepentingan hari depan, atau hari akhir kita??? Bagaimana pula ajaran Islam mengatisipasinya??? sebuah pertanyaan yang cukup ilmiah, barangkali. Islam mengajarkan, bahwa kehidupan bukan hanya sekedar, ada disini dan sekarang saja. Hidup itu, untuk hari ini dan esok. Not here and now, but here and after. Kata orang-orang bijak cendikia. Bahasa surau-nya, adalah hidup itu, adalah untuk masa semasa hidup ini, dan untuk hidup sesudah hidup ini. Hidup sebelum mati, dan hidup sesudah mati. Terang sekali, untuk itu perlu persiapan-persiapan matang. Untuk keperluan hidup sebelum mati, banyak bersifat materi. Karena hidup sebelum mati itu, sifatnya kebendaan. Alam takambang jadi guru. Hidup sesudah mati, tidak lagi memerlukan kebenda-an. Hidup setelah mati sifatnya "immateriil", kata orang sononya. Dan mati sesudah siang. Bahkan perlu dinantikan. Ibarat menantii datangnya berbuka. Karena itu, konsepsi Baginda Rasulullah amatlah jelasnya. "Beramal-lah untuk akhirat-mu (keperluan hidup se-sudah hidup ini) seolah-olah kamu akan mati besok pagi". Maka sebenarnya, aktifitas untuk mempersiapkan kebutuhan hidup sesudah hidup ini, waktunya tidak memadai. Walaupun setiap detik diperuntukkan hanya untuk persiapan-persiapan hidup sesudah mati itu, sebetulnya belum cukup waktu. Sebab hidup sesudah hidup ini, akan panjang sekali. Begitu panjangnya, tiada berbatas. Khalidina fiiha abadan, "masuk kita kedalamnya, selamanya, 'abadi". Jadikan Ramadhan tambahan pertambahan ubudiyah ukhrawi dan amaliyah duniawi.