175528_terapi Modalitas Psikofarma Revisi.docx

  • Uploaded by: Leoni Aura
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 175528_terapi Modalitas Psikofarma Revisi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,546
  • Pages: 36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan. Sebagai perwujudan keharmonisan fungsi mental dan kesanggupannya menghadapi masalah yang biasa terjadi, sehingga individu tersebut merasa puas dan mampu. Kesehatan jiwa seseorang selalu dinamis dan berubah setiap saat serta dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu kondisi fisik ( somatogenik ), kondisi perkembangan mental-emosional ( psikogenik ) dan kondisi di lingkungan social ( sosiogenik ). Ketidakseimbangan pada salah satu dari ketiga factor tersebut dapat mengakibatkan gangguan jiwa. Gangguan jiwa menurut Depkes RI ( 2000 ) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran social. WHO memperkirakan saat ini di seluruh dunia terdapat 450 juta orang mengalami gangguan jiwa, di Indonesia sendiri pada tahun 2006 diperkirakan 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa dengan ratio populasi 1 berbanding 4 penduduk. Departemen kesehatan jiwa mengakui sekitar 2,5 juta orang di negeri ini telah menjadi pasien rumah sakit jiwa. Gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan secara maksimal sebagaimana keadaan sebelum sakit, beberapa pasien meninggalkan gejala sisa seperti adanya ketidakmampuan berkomunikasi dan mengenali realitas, serta

1

perilaku kekanak-kanakan yang berdampak pada penurunan produktivitas hidup. 1.2 Rumusan Masalah a. Apa Pengertian Obat Psikofarmaka? b. Apa Jenis Obat Psikofarmaka? c. Bagaimana Efek Samping Obat Psikofarmaka? d. Bagaimana Penanganan Dari Efek Samping Pemberian Obat Psikofarmaka? e. Bagaimana Peran Perawat Dalam Pemberian Obat Psikofarmaka?

1.3 Tujuan Penulisan a. Untuk mengetahui pengertian obat psikofarmaka b. Untuk mengetahui jenis obat psikofarmaka c. Untuk mengetahui efek samping obat psikofarmaka d. Untuk mengetahui cara penanganan efek samping pemberian obat psikofarmaka e. Untuk mengetahui peran perawat dalam pemberian obat psikofarmaka

2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Obat Psikofarmaka Obat psikofarmaka disebut juga sebagai obat psikotropika, atau obat psikoaktif atauobat psikoteraputik. Penggolonganobat ini didasarkan atas adanya kesamaan efek obatterhadap penurunan aatau berkurangnya gejala.Kesamaan dalam susunan kimiawi obat dankesamaan dalam mekanisme kerja obat. Obat psikofarmaka adalah obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) danmempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and behavior alteringdrugs),digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic medication). Obatpsikofarmaka, sebagai salah satu zat psikoaktif bila digunakan secara salah (misuse) ataudisalahgunakan (abuse) beresiko menyebabkan gangguan jiwa. Menurut PedomanPenggolongan danDiagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) penyalahgunaan obat psikoaktifdigolongkan kedalam gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif. Gangguan mental dan perilaku tersebut dapat bermanifestasi dalam bentuk: 1. Intoksikasi akut (tanpa atau dengan komplikasi)

3

Kondisi ini berkaitan dengan dosis zat yang digunakan (efek yang berbeda pada dosisyang berbeda). Gejala intoksikasi tidak selalu mencerminkan aksi primer dari zat dan dapatterjadi efek paradoksal. 2. Penggunaan yang merugikan (harmful use) Kondisi ini merupakan pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan (dapatberupa fisik dan atau mental). Pada kondisi ini belum menunjukkan adanya sindrom ketergantungan tetapi sudah berdampak

timbulnya

kelemahan/hendaya

psikososial

sebagai

dampaknya. 3. Sindrom ketergantungan (dependence syndrome) Kondisi ini ditAndai dengan munculnya keinginan yang sangat kuat (dorongankompulsif) untuk menggunakan zat psikoaktif secara terus menerus dengan tujuanmemperoleh efek psiko aktif dari zat tersebut. Pada kondisi ini individu tidak mampumenguasai keinginan untuk

menggunakan

zat,

menghentikannya,ataupun

baik

membatasi

mengenai jumlahnya

mulainya, (loss

of

control).Pengurangan dan penghentian penggunaan zat ini, akan menimbulkan keadaan putus zat, yang akan mengakibatkan perubahan fisiologis yang sangat tidak menyenangkan, sehingga memaksa orang tersebutmenggunakannya lagi atau menggunakan obat lain yang sejenis untuk menghilangkan gejalaputus obat tersebut.Untuk memperoleh efek yang sama (gejala toleransi), individu harus meningkatkandosis penggunaan zat psikoaktif dan terus menggunakannya walaupun individu

tersebut,menyadari

adanya

kesehatannya 4. Keadaan putus obat (withdrawal state)

4

akibat

yang

merugikan

Keadaan putus obat (withdrawal state) adalah gejala-gejala fisik dan mental yang timbul pada saat penghentian penggunaanzat yang terus menerus dalam jangka waktu panjang atau dosis tinggi. Gejala putus obat,sangat tergantung pada jenis dan dosis zat yang digunakan. Gejala putus zat,akan mereda bila pengguna meneruskan penggunaan zat. Ini merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan.

5. Gangguan psikotik Merupakan sekumpulan gejala-gejala psikotik yang terjadi selama atau segera setelahpenggunaan zat psikoaktif. Gejala psikotik ditandai dengan adanya halusinasi, kekeliruan identifikasi, waham dan atau ideas of reference (gagasan yang menyangkut diri sendiri sebagai acuan) yang seringkali bersifat kecurigaan atau kejaran. Selain itu timbul gangguan psikomotor (excitement atau stupor) dan afek abnormal yang terentang antara ketakutan yang mencekam sampai pada kegembiraan yang berlebihan. Variasi gejala sangat dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan dan kepribadian pengguna zat 6. Sindrom amnestik Sindrom amnestik adalah hendaya/gangguan daya ingat jangka pendek (recent memory) yang menonjol.Pada sindrom ini juga kadangkadang muncul gangguan daya ingat jangka panjang (remote memory), sedangkan daya ingat segera (immediate recall) masih baik. Fungsi kognitif lainnya biasanya relative baik. Adanya gangguan sensasi waktu (menyusun kembali urutankronologis, meninjau kejadian berulangkali menjadi satu peristiwa). Pada kondisi ini, kesadaran individu kompos mentis, namun terjadi perubahan kepribadian yang sering disertai apatis dan hilangnya inisiatif, serta kecenderungan mengabaikan keadaan

5

2.2 Jenis Obat Psikofarmaka 1. Obat anti-psikosis Obat anti-psikosis merupakan sinonim dari neuroleptics,major transqualizer,ataractics,antipsychotics,

antipsychotic

drugs,

neuroleptics. Obat-obat anti-psikosismerupakanantagonis dopamine yang bekerja menghambat reseptor dopamine dalam berbagai jaras otak. Sedian obat anti-psikosis yang ada di Indonesia adalah chlorpromazine,haloperidol, fluphenazine

perphenazine,

decanoate,

levomepromazine,

fluphenazine, trifluoperazine,

thioridazine, sulpiride, pinozide, risperidone. Indikasi penggunaan obat ini adalah syndrome psikosis yang ditAndai dengan adanya hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas, fungsi mental, dan fungsi kehidupan sehari-hari. a. Sindrom psikosis dapat terjadi pada sindrom psikosis fungsional seperti skozofrenia,psikosis paranoid, psikosis afektif dan psikosis reaktif singkat. b. Sindrom psikosis organic seperti, sindrom delirium, dementia, intoksikasi alkohol, dan lain-lain. 2. Obat anti-depresi Obat anti-depresi sinonim dari thymoleptic, psychic energizers, anti depressants, antidepresan. Sediaan obat anti-depresi di Indonesia adalah

amitriptyline,

amoxapine,

amineptine,

clomipramine,

imipramine, moclobemide, maprotiline, mianserin, opipramol, sertraline, trazodone, paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine. Jenis obat anti-depresi adalah anti-depresi trisiklik, anti-depresi tetrasiklik, obat anti-depresi atipikal, selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), dan inhibitor monoamine okside (MAOI). Indikasi klinik primer

6

penggunaan obat-obat anti-depresi adalah sindrom depresi yang dapat terjadi pada: a.

Sindrom depresi panic, gangguan afektif bipolar dan unipolar. Gangguan distimik dan gangguan siklotimik.

b.

Sindrom depresi organik seperti hypothyroid induced depression, brain injurydepression dan reserpine.

c. Sindrom depresi situasional seperti gangguan penyesuaian dengan depresi, griefreaction, dll; dan sindrom depresi penyerta seperti gangguan jiwa dengan depresi(gangguan obsesi kompulsi, gangguan panic, dimensia), gangguan fisik dengan depresi (stroke, MCI, kanker, dan lain-lain). 3. Obat anti-mania Obat anti-mania merupakan sinonim dari mood modulators, mood stabilizers, antimanics. Sediaan obat anti-mania di Indonesia adalah litium carbonate, haloperidol, carbamazepine. Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom mania ditandai adanya keadaan afek yang meningkat hampir setiap hari selama paling sedikit satu minggu.

Keadaantersebut

disertai

paling

sedikit

4

gejala

berikut:Peningkatan aktivitas, lebih banyak berbicara dari lazimnya, lompat gagasan, rasa harga diri yang melambung, berkurangnya kebutuhan tidur, mudah teralih perhatian, keterlibatan berlebih dalam aktivitas. Hendaya dalam fungsikehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala seperti penurunan kemampuan bekerja,hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. 4. Obat anti-ansietas Obat anti-ansietas merupakan sinonim psycholeptics, minor transqualizers, anxiolytics,antianxiety drugs, ansiolitika. Obat anti-

7

ansietas terdiri atas golongan benzodiazepine dan nonbenzodiazepin. Sediaan obat anti-ansietas jenis benzodiazepine adalah diazepam, chlordiazepoxide, lorazepam, clobazam, bromazepam, oxasolam, clorazepate,

alprazolam,

prazepam.

Sedangkan

jenis

non

benzodiazepine adalah sulpiride dan buspirone. Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom ansietas seperti : a. Sindrom ansietas psikik seperti gangguan ansietas umum, gangguan panik, gangguanfobik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress paska trauma b.

Sindrom

ansietas

organic

seperti

hyperthyroid,

pheochromosytosis, dll; sindromansietas situasional seperti gangguan penyesuaian dengan ansietas dan gangguan cemas perpisahan c. Sindrom ansietas penyerta seperti gangguan jiwa dengan ansietas (skizofrenia, gangguan paranoid, dll), d. Penyakit fisik dengan ansietas seperti pada klien stroke, Myocard Cardio Infac (MCI)dan kanker dll 5. Obat anti-insomnia Obat

anti-insomnia

merupakan

sinonim

dari

hypnotics,

somnifacient, hipnotika.Sediaan obat anti-insomnia di Indonesia adalah nitrazepam, triazolam, estazolam, chloralhydrate. Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom insomnia yang dapat terjadi pada: a. Sindrom insomnia psikik seperti gangguan afektif bipolar dan unipolar (episode mania atau depresi, gangguan ansietas (panic, fobia); sindrom insomnia organic sepertihyperthyroidism, putus obat penekan SSP (benzodiazepine, phenobarbital, narkotika), zat perangsang SSP (caffeine, ephedrine, amphetamine);

8

b. Sindrom insomnia situasional seperti gangguan penyesuaian dengan

ansietas/depresi,sleep,

wake

schedule

(jet

lag,

workshift), stres psikososial; c. Sindrom insomnia penyerta seperti gangguan fisik dengan insomnia

(pain

producingillness,

paroxysmal

nocturnal

dyspnea), d. Gangguan jiwa dengan insomnia (skizofrenia, gangguan paranoid). 6. Obat anti-obsesif kompulsif Obat anti-obsesif kompulsif merupakan persamaan dari drugs used in obsessivecompulsivedisorders. Sediaan obat anti-obsesif kompulsif di Indonesia adalah clomipramine, fluvoxamine, sertraline, fluoxetine,

paroxetine.

Indikasi

penggunaan

obat

ini

adalah

sindromobsesif kompulsi. Diagnostik obsesif kompulsif dapat diketahui bila individu sedikitnya dua minggu dan hampir setiap hari mengalami gejala obsesif kompulsif, dan gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas sehari-hari (disability). 7. Obat anti-panik Obat anti-panik merupakan persamaan dari drugs used in panic disorders. Sediaanobat anti-panik di Indonesia adalah imipramine, clomipramine,

alprazolam,

moclobemide,

sertraline,

fluoxatine,

parocetine, fluvoxamine. Penggolongan obat anti-panik adalah obat anti-panik

trisiklik

(impramine,

clomipramine),

obat

anti-panik

benzodiazepine (alprazolam) dan obat anti-panik RIMA/reversible inhibitors of monoamine oxydase-A (moclobmide) serta obat anti-panik SSRI

(sertraline,

fluoxetine,paroxetine,

fluvoxamine).

Indikasi

penggunaan obat ini adalah sindrom panik. Diagnostik sindrom panik

9

dapat ditegakkan paling sedikit satu bulan individu mengalami beberapa kali serangan ansietas berat, gejala tersebut dapat terjadi dengan atau tanpa agoraphobia. Panik merupakan gejala yang merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas sehari-hari (phobic avoidance)

2.3 Efek Samping Obat Psikofarmaka 1. Anti-psikosis Efek samping penggunaan obat-obat anti psikotik sangat luas dan bervariasi, untuk ituseorang perawat dituntut untuk memberikan asuhan perawatan

yang optimal, sehingga

efek

samping

penggunaan obat ini tidak membahayakan klien. a. Efek samping yang harus diperhatikan adalah sindrom ekstrapiramidal (EPS), baikjangka akut maupun kronik. Efek samping yang bersifat umum meliputi neurologis, behavioral, autoimun, autonomik. Reaksi neurologis yang terjadi adalah timbulnya gejala-gejala ekstrapiramidal (EPS) seperti reaksi distonia akut yang terjadi secaramendadak dan sangat menakutkan bagi klien seperti spasme kelompok otot mayor yang meliputi leher, punggung dan mata. Katatonia, yang akan mengakibatkan gangguan pada sistem pernafasan. Reaksi neurologis yang juga sering terjadi adalahakatisia ditAndai dengan rasa tidak tenteram, dan sakit pada tungkai, gejala ini akan hilang jika klienmelakukan gerakan. b. Sindrom parkinson’s merupakan kelainan neurologis yang sering muncul sebagai efeksamping penggunaan obat golongan ini. Gejala sindrom Parkinson meliputi akinesia,

10

rigiditas/kekakuan dan tremor. Akinesia adalah suatu keadaan dimana tidak ada atau perlambatan gerakan, sikap tubuh klienkaku seperti layaknya sebatang kayu yang padat, cara berjalan inklin dengan ciri berjalan dengan posisi tubuh kaku kedepan, langkah kecil dan cepat dan wajah seperti topeng. Pada pemeriksaan fisik terjadi rigiditas/kekakuan pada otot, tremor halus bilateral di seluruh tubuh serta gerakan “memutar-pil” dari jari-jari tangan. c. Reaksi behavioral akibat efek samping dari penggunaan obat ini ditandai denganbanyak tidur, grogines dan keletihan. d. Reaksi

autoimun

ditandai

dengan

penglihatan

kabur,

konstipasi, takikardi, retensiurine, penurunan sekresi lambung, penurunan berkeringat dan salivasi (mulut kering),sengatan panas, kongesti nasal, penurunan sekresi pulmonal, “psikosis atropine”

pada

klien

geriatrik,

hiperaktivitas,

agitasi,

kekacauan mental, kulit kemerahan, dilatasi pupil yang bereaksi lambat, hipomotilitas usus, diatria, dan takikardia. e. Reaksi autonomik (jantung) biasanya terjadi pening/pusing, takikardia, penurunantekanan darah diastolic. Reaksi akut merugikan dan jarang terjadi pada penggunaan anti-psikosis adalah reaksi alergi, abnormalitas elektrokardiography dan neurologis yang biasanya terjadi kejang grand mal dan tidak ada tanda aura. f. Reaksi alergi yang terjadi meliputi agranulositosis, dermatosis sistemik, dan ikterik.Agranulositosis yang terjadi secara mendadak, demam, malaise, sakit tenggorokan,ulserativa, leukopenia.

Dermatosis

11

sistemik,

yaitu

adanya

makupopapular, eritematosa, ruam gatal pada wajah-leherdada-ekstrimitas, dermatitis kontak jika menyentuh obat, fotosensitifitas yaitu adanya surbun hebat. Ikterik dengan adanya demam, mual, nyeri abdomen, malaise, gatal, uji fungsi lever abnormal.

g. Efek Samping Jangka Panjang  Efek samping jangka panjang yang umum terjadi gejalagejala eksrapiramidal.Diskinesia tardif merupakan efek samping jangka panjang yang umum terjadi yaitu adanya protrusi lidah/kekakuan lidah, mengecapkan bibir, merengut, menghisap, mengunyah, berkedip, gerakan rahang lateral, meringis; anggota gerak, bahu melorot, “pelvic thrusting”, rotasi atau fleksi pergelangan kaki, telapak kaki geplek, gerakan ibu jari kaki. 

Efek

samping

jangka

panjang

yang

jarang

terjadi

tetapimengancam jiwa adalah adanya sindrom malignan neuroleptik yang ditandai dengan adanya demam tinggi, takikardia,

rigiditas

otot,

stupor,

tremor,inkontinensia,,

leukositosis, kenaikan serum CPK, hiperkalemia, gagal ginjal, peningkatan nadi-pernapasan dan keringat. 2. Anti-depresi a.

Efeksedasi seperti rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomoto berkurang, kemampuan kognitif menurun;

b.

Efek antikolinergik seperti mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi,sinus takikardia;

12

c.

Efek

anti-adrenergik

alfa

seperti

perubahan

hantaran

elektrokardiografi, hipotensi; d.

Efek neurotoksis seperti tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia. Efek samping ringan mungkin timbul akibat penggunaaan obat jenis ini (tergantungdaya toleransi dari klien), biasanya berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan dengan dosis yang sama. Pada keadaan overdosis/ intoksikasi trisiklik dapat timbul atropine toxic syndrome dengan gejala eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, “toxic convulsional state” (confusion, delirium dan disorientasi).

3. Anti-mania Efek samping penggunaan lithium erat hubungan dengan dosis dan kondisi fisik klien.Gejala efek samping yang dini pada pengobatan jangka lama seperti mulut kering, haus, gastrointestinal distress (mual, muntah, diare, feses lunak), kelemahan otot, poli uria, tremor halus Efek samping lain hipotiroidisme yaitu peningkatan berat badan, perubahan fungsi tiroid (penurunan kadar tiroksin dan peningkatan kadar TSH/thyroid stimulating hormone), odem pada tungkai, seperti mengecap besi, lekositosis, gangguan daya ingat dan konsentrasi pikiran menurun. 4. Anti-ansietas Efek samping penggunaan obat anti-ansietas dapat berupa sedasi seperti rasamengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif melemah; relaksasi otot seperti ras lemes, cepat lelah. Potensi menimbulkan ketergantungan obat disebabkan oleh efek samping obat yang masih dapat dipertahankan setelah dosis

13

terakhir berlangsung sangat cepat. Penghentian obat secara mendadak akan menimbulkan gejala putus obat, klien menjadi iritabel, bingung, gelisah, insomnia, tremor, palpitasi, keringat dingin, konvulsi. Ketergantungan relative lebih sering terjadi pada individu dengan riwayat peminum alkohol, penyalahgunaan obat. 5. Anti-insomnia Efek samping penggunaan obat anti-insomnia diantaranya adalah depresi susunansaraf pusat terutama pada saat tidursehingga memudahkan timbulnya koma, karena terjadinya penurunan dari fungsi pernafasan, selain itu terjadi uremia, dan gangguan fungsihati. Pada klien usia lanjut dapat terjadi “oversedation” sehingga risiko jatuh dan Hip fracture (trauma besar pda sistem muskulo skleletal). Penggunaan obat anti-insomnia benzodiazepine dalam jangka panjang yaitu “rage reaction” (perilaku menyerang dan ganas). 6. Anti obsesis kompulsif Efek samping penggunaan obat anti-obsesif kompulsif, sama seperti obat anti-depresitrisiklik, yaitu efek anti-histaminergik seperti sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun; efek anti-kolinergik seperti mulut kering, keluhan lambung, retensi urin, disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual, sinus takikardi; efek antiadrenergik alfa seperti perubahan gambaran elektokardiografi, hipotensi ortostatik; efek neurotoksis seperti tremor halus, kejang epileptic, agitasi, insomnia. Efek samping yang sering dari penggunaan anti-obsesif kompulsif jenis trisiklik adalahmulut kering dan konstipasi, sedangkan untuk golonggan SSRI efek samping yang sering adalah nausea dan

14

sakit kepala. Pada keadaan overdosis dapat terjadi intoksikasi trisiklik dengan gejala eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiprpireksia, konvulsi, “toxic confusional state”(confusion, delirium, disorientasi). 7. Anti-panik Efek samping penggunaan obat anti-panik golongan trisiklik dapat berupa efek antihistaminergik seperti sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun; efek anti-kolinergik seperti mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardi; efek anti-adrenergik alfa seperti perubahan gambaran elektrokardiografi, hipotensi ortostatic; efek neurotoksis seperti tremor halus, kejang, agitasi, insomnia. Pada kondisi overdosis dapat terjadi intoksikasi trisiklik dengan gejalagejala seperti eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, “toxic confusional satate” (confusion, delirium, disorientasi 2.4 Cara Penangan Efek Samping Obat Psikofarmaka 1. Anti-Psikosis Efek samping obat ini ada yang cepat dan ada yang lambat dapat di tolelir oleh pasien dan ada yang sampai membutuhkan obat simtomatis untuk meringankan penderitaan pasien. Biasanya pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Pada pengguna obat anti psikosis dalam jangka panjang harus dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap secara periodic untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat. Bila terjadi gejala efek samping tersebut : obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h, (dopamine depleting agent), pemberian obat antiparkinson atau L-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat pengganti anti-psikosis yang

15

paling baik adalah Clozapine 50-100 mg/h. Pada penggunaan obat antipsikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat. Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian akibat overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan “lavage lambung” bila obat belum lama dimakan. Penggunaan Chlorpromazine injeksi (im) : sering menimbulkan Hipotensi Ortostatik pada waktu perubahan posisi tubuh (efek alfa adrenergic

blockade).

Noradrenaline

Tindakan

(Norepinephrine)

mengatasinya sebagai

dengan

“alpha

injeksi

adrenergic

stimulator”. Dalam keadaan ini tidak diberikan Adrenaline oleh karena bersifat “alfa dan beta adrenergic stimulator” sehingga efek beta adrenergic tetap ada dan dapat terjadi shock. Hipotensi ortostatik seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung bangun setelah mendapat suntikan dan dibiarkan tiduran selama sekitar 5 – 10 menit. Bila

dibutuhkan

dapat

diberikan

Norepinephrine

bitartrate

(LEVOPHED Abbot atau RAIVAS – Dexa Medica atau VasconFahrenheit) Ampul 4 mg/4 cc dalam infus 1000 ml dextrose 5% dengan kecepatan infus 2-3 cc/menit. Obat anti-psikosis yang kuat (Haloperidol) sering menimbulkan gejala Ekstrapiramidal / Sindrom Parkinson. Tindakan mengatasinya dengan tablet Trihexyphenidyl (Artane) 3 – 4 x2 mg/hari, sulfas atropine 0,50 – 0,75 mg (im). Apabila sindrom parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis secara bertahap, untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat anti parkinson.

16

Sindrom Neuropletik Maligna (SNM) merupakan kondisi mengancam kehidupan akibat reaksi idiosinkrasi terhadap obat psikosis (khususnya pada “long acting” dimana risiko ini lebih besar). Semua pasien yang diberikan obat anti-psikosis mempunyai risiko untuk terjadi SNM tetapi dengan kondisi dehidrasi, kelelahan atau malnutrisi, risiko ini akan menjedi lebih tinggi. 

Butir-butir diagnostik SNM :  Suhu badan lebih dari 380C (hyperpirexia)  Terdapat sindrom ekstrapiramidal berat (rigidity)  Terdapat gejala disfungsi otonomik (incontinensia urinae)  Perubahan status mental  Perubahan tingkat kesadaran  Gejala tersebut timbul dan berkembang dengan cepat



Pengobatan :  Hentikan segera obat anti-psikosis  Perawatan suportif  Obat dopamine agonist (bromokriptin 7,5 – 60 mg/h 3 dd, I – dopa 2 x 100 mg/h, atau amantadin 200 mg/h)

2. Anti-Depresi Pada keadaan Overdosis/Intoksikasi Trisiklik dapat timbul “Atropine Toxic Syndrome” dengan gejala : eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, toxic confusional state (confusion, delirium, disorientation). Tindakan untuk keadaan tersebut :  Gastric lavage (hemodialisis tidak bermanfaat oleh karena obat Trisiklik bersifat “protein binding”, forced diuresis juga tidak bermanfaat oleh karena “renal excretion of free drug” rendah)

17

 Diazepam 10 mg (im) untuk mengatasi efek anti-kolinergik (dapat diulangi setiap 30-45’ sampai gejala mereda)  Monitoring EKG untuk deteksi kelainan jantung. Kematian dapat terjadi oleh karena “Cardiac Arrest”. “Lethal Dose” Trisiklik = sekitar 10 kali “therapeutic dose”, maka itu tidak memberikan obat dalam jumlah besar kepada penderita depresi (tidak lebih dari dosis seminggu), dimana pasien seringkali sudah ada pikiran untuk bunuh diri. Obat anti-depresi golongan SSRI relatif paling aman pada overdosis. 3. Anti-Mania Salah satu Efek samping dari penggunaan Lithium pada obat antimania yaitu adanya intokasi Lithium. Tindakan mengatasi Intoksikasi Lithium :  Mengurangi faktor predisposisi  Forced diuresis dengan Garam Fisiologis (NaCl 0,9%) diberikan iv sebanyak 10 cc (1 ampul), bila perlu hemodialisis. Tindakan pencegahan intoksikasi Lithium dengan edukasi tentang faktor predisposisi, minum secukupnya (sekitar 2500 cc perhari), bila berkeringat dan diuresis banyak harus diimbangi minum lebih banyak, menge nal gejala dini intoksikasi, kontrol rutin kadar serum Lithium. 4. Anti-ansietas Potensi

menimbulkan

ketergantungan

lebih

rendah

dari

Narkotika oleh karena “at therapeutic dose they have low re-inforcing properties”. Potensi menimbulkan ketergantungan obat disebabkan oleh efek obat yang masih dapat dipertahankan setelah dosis terakhir, berlangsung sangat singkat. Penghentian obat secara mendadak, akan

18

menimbulkan gejala putus obat (rebound phenomena) : pasien menjadi iritable, bingung, gelisah, insomnia, tremor, palpitasi, keringat dingin, konvulsi, dll. Hal ini berkaitan dengan penurunan kadar Benzodiazpine dalam plasma. Untuk obat Benzodiazepine dengan waktu paruh pendek lebih cepat dan hebat gejala putus obat-nya dibandingkan dengan obat Benzodiazepine dengan waktu paruh panjang (misalnya, Clobazam sangat minimal dalam menimbulkan gejala putus obat). Ketergantungan relatif lebih sering terjadi pada individu dengan riwayat peminum alkohol (alcoholics), penyalahguna obat (drug-abusers) atau “unstable personalities”. Oleh karena itu obat benzodiazepine tidak dianjurkan diberikan pada pasien-pasien tersebut. Untuk mengurangi risiko ketergantungan obat, maksimum pemberian = 3 bulan (100 hari) dalam rentang dosis terapeutik. 5. Anti-Insomnia  Initial insomnia, sulit masuk ke dalam proses tidur. Obat yang dibutuhkan adalah bersifat sleep inducing anti-insomnia, yaitu golongan benzodiazepine  Delayed insomnia, prosestidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke proses tidur selanjutnya. Obat yang dibutuhkan adalah bersifat prolong latentphase anti-insomnia, yaitu golongan heterosiklik antidepresan  Broken insomnia, siklus proses tidur yang normaltidak utuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian, obat yang dibutuhkan adalah bersifat sleep maintaining anti-insomnia, yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine. 6. Anti Obsesif Komplusif

19

Untuk pencegahan terhadap akibat yang merugikan dari efek samping

tersebut,

sebelum

penggunaan

obat

perlu

dilakukan

pemeriksaan fisik dan laboratorium. Yang teliti, terutama fungsi hati dan fungsi ginjal, serta pemeriksaan EKG dan EEG, khususnya pada penderita anak-anak atau dewasa dengan riwayat kejang (efek epileptogenik dari obat anti-obsesif kompulsif Trisiklik) dan penderita yang berusia lanjut (the anticholinergic side effects which magnify with age). Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari penderita), umumnya dapat ditoleransi oleh penderita dan akan menghilang dalam waktu sekitar 3 minggu bila tetap diberikan dalam dosis yang sama. Efek samping TRISIKLIK yang paling sering dalam praktek adalah mulut kering dan konstipasi, sedangkan yntuk golongan SSRI adalah sakit nausea dan sakit kepala. Pada keadaan overdosis dapat terjadi intoksikasi Trisiklik dengan gejala-gejala: eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, toxic confusional state (confusion, delirium, disorientation). “Lethal Dose” Clomipramine = lebih dari 1-2 gr/hari (lebih kecil pada anak-anak dan usia lanjut atau sudah ada penyakit organik sebagai penyulit). Oleh karena itu tidak memberikan obat dalam jumlah besar sekaligus kepada penderita obsesif kompulsif (yang seringkali disertai juga gejala-gejala depresi dengan ide percobaan bunuh diri), sebaiknya tidak lebih dari dosis seminggu. 7. Anti-Panik Untuk pencegahan terhadap akibat yang merugikan dari efek samping dari penggunaan obat anti panik oleh karena itu sebelum

20

penggunaan obat perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium yang teliti, terutama fungsi hati dan ginjal serta pemeriksaan EKG dan EEG, untuk mencegah pengaruh buruk dari efek samping obat tersebut (khususnya pada penderita usia lanjut, anak-anak dengan riwayat kejang). “Lethal Dose” Trisiklik Imipramine lebih dari 1-2 gram/hari (lebih kecil pada anak-anak dan usia lanjut, atau yang sudah ada penyakit organik sebagai penyulit). Jumlah tersebut sekitar 10 kali “therapeutic dose” maka itu tidak bioleh memberikan obat dalam jumlah besar kepada penderita gangguan panik yang disertai gejala depresi (tidak lebih dari dosis seminggu), dimana penderita seringkali sudah ada pikiran untuk bunuh diri. 2.5 Peran Perawat Dalam Pemberian Obat Psikofarmaka A. Identifikasi Masalah Klien Dalam Pemberian Obat Psikofarmaka Perawat

memiliki

peran

yang

sangat

penting

dalam

mengidentifikasi masalahpemberian obat psikofarmaka. Identifikasi masalah dalam pemberian psikofarmaka dimulai dari pengkajian dengan melakukan pengumpulan data yang meliputi diagnosa medis,riwayat penyakit, hasil pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, jenis obat yangdigunakan, dosis, waktu pemberian serta program terapi yang lain yang diterima olehpasisen dan memahami serta melakukan berbagai kombinasikan obat dengan terapi Modalitas. Selain itu perawat juga harus melakukan pendidikan kesehatan untuk klien dankeluarga tentang pentingnya minum obat secara teratur dan penanganan efek samping obat dan monitoring efek samping penggunaan obat. Melalui pengkajian yang komprehensif,perawat dapat mengidentifikasi permasalahan

21

yang sedang dialami pasien. Masalahkesehatan jiwa yang dialami pasien

dalam

program

pemberian

obat

psikofarmaka

dapatdikelompokkan sebagai berikut : psikosis, gangguan depresi, gangguan mania, gangguanansietas, gangguan insomnia, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan panik Selain mengidentifikasi peran diatas, perawat memiliki peran yang sangat penting yaitu mampu mengkoordinasikan berbagai cara dan kerja yang dilakukan semua anggota tim sesuai dengan tujuan yang akan dicapai antara klien, keluarga dan tim kesehatan sehingga tujuan perawatan dapat berjalan sesuai tujuan yang diharapkan, untuk itu perawat dituntut mampu bekerja didalam suatu sistem dan budaya kerja yang tinggi.

B. Cara Penggunaan Obat Psikofarmaka Perawat harus memahami 5 prinsip benar dalam pemberian obat psikofarmaka sepertijenis, manfaat, dosis, cara kerja obat dalam tubuh, efek samping, cara pemberian, kontra indikasi. Berikut ini adalah penjelasan mengenai cara pemberian obat psikofarmaka 1. Obat anti-psikosis Pada dosis ekivalen semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (klinis) yangsama, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping). Pemilihan jenis obat antipsikosisharus mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat.Pengantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat anti-psikosis tertentu sudah sudah diberikan dalam dosis optimal dan dalam jangka waktu yang memadai tetapi tidak memberikan efek yang optimal maka dapat diganti dengan obat anti-psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalen, dimana profil efek samping belum

22

tentu sama. Apabila klien memiliki riwayat penggunaan obat antipsikosis yang terbukti efektif dan efek samping obat mampu ditolerir dengan baik maka obat tsb dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.Dengan dosis yang efektif, onset efek primer didapatkan setelah 2-4 minggu pemberian obat, sedangkan efek sekunder (efek samping) sekitar 2-6 minggu. Waktu paruh obat anti-psikosis adalah 1224 jam (pemberian 1-2 kali perhari). Dosis pagi dan malam bisa berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping (dosisi pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga kualitas hidup klien tidak terganggu. Dosis awal diberikan dalam dosis kecil, kemudian dinaikkan setiap 2-3 hari hingga dosis efektif (mulai timbul peredaan sindrom psikosis). Evaluasi dilakukan setiap 2 minggu dan biladiperlukan dosis dinaikkan hingga mencapai dosis optimal, dan dosis pemberian dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi).Pemberian obat dengan dosis efektif dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun. Setelah waktu tersebut dosis diturunkan tiap 2-4 minggu dan stop. Pemberian obat anti-psikosis yang bersifat “long acting” sangat efekti diberikan pada klien yang tidak mau atau sulit minum obat secara teratur ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Sebelum penggunaan secara parenteral sebaiknya pemberian obat dilakukan secara oral terlebih dahulu dalam beberapa minggu, hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat efek hipersensitivitas. Pemberian obat anti-psikosis “long acting” hanya diberikan pada klien skizoprenia yang bertujuan untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan. Kontra indikasi penggunaan obat anti-psikosis adalah penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung, febris yang tinggi, ketergantungan alkohol, penyakit susunan saraf pusat (parkinson, tumor otak), gangguan kesadaran.

23

2. Obat anti-depresi Pada dasarnya semua obat anti-depresi mempunyai efek primer (efek klinis) yangsama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping). Pemilihan jenis obat anti-depresi tergantung pada toleransi klien terhadap efek samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi klien (usia, penyakit fisik tertentu, jenis depresi). Sangat perlu mempertimbangkan efek samping penggunaan obat golongan ini,terutama penggunaan pada sindrom depresi ringan dan sedang.Berikut ini adalah urutan penggunaan obat anti depresi untuk meminimalisir efek samping langkah pertama pemberian obat golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), , langkah kedua golongan trisiklik, langkah ketiga golongan tetrasiklik, golongan atipikal, golongan MAOI daninhibitor monoamine okside (MAOI)reversible. Penggunaan litium dianjurkan untuk “unipolar recurrent depression” penggunaanobat golongan ini bertujuan untuk mencegah kekambuhan,

sebagai

“mood

stabilizer”.Pemberian

Dosis

perlu

mempertimbangkan onset efek primer sekitar 2-4 minggu, onset efekskunder sekitar 12-24 jam, dan waktu paruh 12-48 jam (pemberian 1-2 kali perhari). Dosispemeliharaan dianjurkan dosis tunggal diberikan malam hari (single dose one hour beforesleep)terutama untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Golongan SSRI diberikan dosis tunggalpada pagi hari setelah sarapan pagi. Pemberian obat anti-depresi dapat dilakukan dalamjangka panjang oleh karena potensial adiksinya sangat minimal. Kontra indikasi pemberianobat anti-depresi adalah penyakit jantung koroner, MCI (myocard infark, khususnya padausia lanjut); glaucoma, retensi urine, hipertropi prostat, gangguan fungsi hati,

24

epilepsy;Sedangkan kontra indikasi penggunaan obat litium adalah kelainan fungsi jantung, ginjal dankelenjar tiroid. 3. Obat anti-mania Haloperidol (IM) merupakan obat indikasi klien mania akut dikombinasikan dengantablet litium carbonate. Haloperidol diberikan untuk mengatasi hiperaktivitas, impulsivitas,iritabilitas, dengan “onset of action” yang cepat. Pada pemberian litium karbonat, efek antimaniabaru muncul setelah penggunaan 7-10 hari. Pada gangguan afektif bipolar (manikdepresif)dengan serangan episodic mania/depresi, penggunaan litium karbonat sebagaiobat profilaksi terhadap serangan sindrom mania/depresi dapat mengurangi fekuensi, beratdan lamanya kekambuhan.

Carbamazepin

sebagai

pengganti

litium

karbonat

dapatdiberikan jika efek samping tidak bias ditolerir dan kondisi fisik yang tidak memungkinkan.Untuk mencegah kekambuhan, pada gangguan afektif unipolar dapat diberikan obat anti-depresi SSRI yang lebih

ampuh

dari

litium

karbonat.

Pemberian

dosis

perlu

mempertimbangkan onset efek primer 7-10 hari (1-2 minggu), rentang kadarserum terapeutik 0,8-1,2mEq/L (dicapai dengan dosis sekitar 2 atau 3 kali 500 mg per hari) dan kadar serum toksik diatas 1,5 mEq/L. Litum karbonat harus diberikan hingga 6 bulan, walaupun gejala mereda. Pemberian obat dihentikan secara gradual bila memang tidak adaindikasi lagi. Pada gangguan afektif bipolar dan unipolar, penggunaan harus diteruskan sampaibeberapa tahun, sesuai dengan indikasi profilaksis serangan sindrom mania/depresi.Penggunaan obat jangka panjang sebaiknya dalam dosis minimum dengan kadar serumlitium terendah yang masih efektif untuk terapi profilaksis. Pemberian litium karbonat

25

tidakboleh diberikan pada wanita hamil, karena dapat melewati sawar plasenta yang akanmempengaruhi kelenjar tiroid. 4. Obat anti-ansietas Golongan benzodiazepine merupakan obat anti ansietas yang sangat efektif karenamemiliki khasiat yang sangat tinggi dan efek adiksi serta toksisitas yang rendah,dibandingkan dengan meprobamate atau phenobarbital. Benzodiazepin adalah obat pilihandari semua obat yang mempunyai

efek

anti-ansietas,

disebabkan

spesifikasi,

potensi,

dankeamanannya. Dosis obat efektif bila kadar obat dalam darah dengan eksresi obat seimbang. Kondisi ini tercapai setelah 5-7 hari dengan dosis 2-3 kali per hari.Pemberian obat dimulai dari dosis awal (dosis anjuran), selanjutnya dosis dinaikkan setiap 3-5 hari sampai mencapai dosis optimal, dan dosis dipertahankan selama 2-3 minggu,selanjutnya dosis diturunkan 1/8 x setiap 2-4 minggu sampai dosis minimal yang efektif. Apabila terjadi kekambuh dosis obat dapat dinaikan kembali dan bila efektif dosisdipertahankan hingga 4-8 minggu selanjutnya diturunkan secara gradual.Lama pemberian obat pada sindrom ansietas yang disebabkan faktor situasi eksternal,pemberian obat tidak boleh melibihi waktu 1-3 bulan. Pemberian sewaktu-waktu dapatdilakukan apabila sindrom ansietas dapat diantisipsi kejadiaanya.klien denganhipersensitivitas terhadap benzodiazepine, glaucoma, myasthenia grafis, insufisiensi parukronis, penyakit renal kronis dan penyakit hepar kronis merupakan kontra indikasipemberian obat anti-ansietas. 5. Obat anti-insomnia Pemilihan obat ini disesuaikan dengan jenis gangguan tidur, bila sulit masuk ke dalamproses tidur maka obat yang dibutuhkan adalah

26

golongan benzodiazepine short acting; bilaproses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit untuk masuk kembali ke proses tidur selanjutnyamaka obat yang dibutuhkan adalah golongan heterosiklik anti-depresan (trisiklik dantetrasiklik); bila siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah dibutuhkan

menjadibeberapa

adalah

golongan

bagian, maka

obat

Phenobarbital

yang atau

golonganbenzodiazepine long acting. Pengaturan dosis, pemberian tunggal dosis anjuran 15-30 menit sebelum tidur. Dosisawal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu,kemudian secepatnya diturunkan secara gradual untuk mencegah timbulnya rebound dantoleransi obat. Penggunaan obat anti-insomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebihdari 2 minggu agar resiko ketergantungan kecil. Kontra indikasi penggunaan obat antiinsomniaadalah “sleep apnoe syndrome”, “congestive heart failure”, dan chronic respiratorydisease”. 6. Obat anti-obsesif komfulsif Sampai saat ini, clomipramine masih merupakan obat yang paling efektif darikelompok trisiklik untuk pengobatan obsesif kompulsif. Dan merupakan pilihan utama padaterapi gangguan depresi yang

menunjukkan

gejala

obsesif.

Selain

itu

SSRI

juga

merupakanpilihan untuk pengobatan gangguan obsesif kompulsif bila ada hipersensitivitas dengantrisiklik. Pemberian pertama dilakukan dalam dosis rendah untuk penyesuaian efek samping,namun dosis obat ini

umumnya

lebih

tinggi

dari

dosis

anti-depresi.

Dosis

pemeliharaandiberikan dengan sosis yang lebih tinggi meskipun sifatnya individual.

27

Penghentian pemberian obat ini harus dilakukan secara gradual agar tidak terjadikekambuhan dan memberikan kesempatan untuk menyesuaikan diri. dengan maksimal lama pemberian 2-3 bulan. meskipun respon terhadap pengobatan sudah terlihat dalam 12minggudengan dosis antara 75-225 mg/hari., tetapi lama pemberian obat ini antara tidak boleh melenleb., untuk mendapatkan hasil yang memadai setidaknya diperlukan waktu 2-3 bulan Batas lamanya pemberian obat bersifat individual, umumnya diatas 6 bulan sampai tahunan, kemudian dihentikan secara bertahap bila kondisi klien sudah memungkinkan. Obat anti-obsesif kompulsif kontra indikasi diberikan pada wanita hamil atau menyusui. 7. Obat anti-panik Semua jenis obat anti-panik (trisiklik, benzodizepin, RIMA, SSRI) sama efektifnya gunamenanggulangi sindrom panik pada taraf sedang dan pada stadium awal dari gangguanpanik. Pengaturan dosis pemberian obat anti-panik adalah dengan melihat keseimbangan antara efek samping dan kasiat obat. Mulai dengan dosis rendah, secara perlahan-lahan dosis dinaikkan dalam beberapa minggu untuk meminimalkan efek samping dan mencegahterjadiya toleransi obat. Dosis efektif biasanya dicapai dalam aktu 2-3 bulan. Dosis pemeliharaan umunya agak tinggi, meskipun sifatnya individual. Lama pemberian obat bersifat individual, namun pada umunya selama 6-12 bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi klien sudah memungkinkan. Ada beberapa klien yang memerlukan pengobatan bertahun-tahun untuk mempertahankan bebas gejala dan bebas dari disabilitas. Obat ini kontra indikasi diberikan pada wanita hamil atau menyusui.

28

C. Peran Perawat Dalam Pemberian Obat Psikofarmaka 1. Mengumpulkan data sebelum pengobatan. Dalam melaksanakan peran ini, perawat didukung oleh latar belakang pengetahuan biologis dan perilaku. Data yang perlu dikumpulkan antara lain riwayat penyakit, diagnosis medis, hasil pemeriksaan laboratorium yang berkaitan, riwayat pengobatan, jenis obat yang digunakan (dosis, cara pemberian, waktu pemberian), dan perawat perlu mengetahui program terapi lain bagi pasien. Pengumpulan data ini agar asuhan yang diberikan bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan. 2. Mengoordinasikan obat dengan terapi modalitas. Hal ini penting dalam mendesain program terapi yang akan dilakukan. Pemilihan terapi yang tepat dan sesuai dengan program pengobatan pasien akan memberikan hasil yang lebih baik. 3. Pendidikan kesehatan. Pasien di rumah sakit sangat membutuhkan pendidikan kesehatan tentang obat yang diperolehnya, karena pasien sering tidak minum obat yang dianggap tidak ada manfaatnya. Selain itu, pendidikan kesehatan juga diperlukan oleh keluarga karena adanya anggapan bahwa jika pasien sudah pulang ke rumah tidak perlu lagi minum obat padahal ini menyebabkan risiko kekambuhan dan dirawat kembali di rumah sakit. 4. Memonitor efek samping obat. Seorang perawat diharapkan mampu memonitor efek samping obat dan reaksi-reaksi lain yang kurang baik setelah pasien minum obat. Hal ini penting dalam mencapai pemberian obat yang optimal.

29

5. Melaksanakan prinsip-prinsip pengobatan psikofarmakologi. Peran

ini

membuat

perawat

sebagai

kunci

dalam

memaksimalkan efek terapeutik obat dan meminimalkan efek samping obat karena tidak ada profesi lain dalam tim kesehatan yang melakukan dan mempunyai kesempatan dalam memberikan tiap dosis obat pasien, serta secara terus-menerus mewaspadai efek samping obat. Dalam melaksanakan peran ini, perawat bekerja sama dengan pasien. 6. Melaksanakan program pengobatan berkelanjutan. Dalam program pengobatan, perawat merupakan penghubung antara pasien dengan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. Setelah pasien selesai dirawat di rumah sakit maka perawat akan merujuk pasien pada fasilitas yang ada di masyarakat misalnya puskesmas, klinik jiwa, dan sebagainya. 7. Menyesuaikan dengan terapi nonfarmakologi. Sejalan dengan peningkatan pengetahuan dan kemampuan perawat, peran perawat dapat diperluas menjadi seorang terapis. Perawat dapat

memilih

salah

satu

program

terapi

bagi

pasien

dan

menggabungkannya dengan terapi pengobatan serta bersama pasien bekerja sebagai satu kesatuan. 8. Ikut serta dalam riset interdisipliner Sebagai profesi yang paling banyak berhubungan dengan pasien, perawat dapat berperan sebagai pengumpul data, sebagai asisten peneliti, atau sebagai peneliti utama. Peran perawat dalam riset mengenai obat ini sampai saat ini masih terus digali.Metode pendekatan khusus dalam pemberian obat untuk pasien curiga, risiko bunuh diri, dan ketergantungan obat adalah sebagai berikut.  Pendekatan khusus pada pasien curiga.

30

Pada pasien curiga tidak mudah percaya terhadap suatu tindakan atau pemberian yang diberikan kepadanya. Perawat harus meyakinkan bahwa tindakan yang dilakukan pada pasien ini tidak membahayakan, tetapi bermanfaat bagi pasien.Secara verbal dan nonverbal perawat harus dapat mengontrol perilakunya agar tidak menimbulkan keraguan pada diri pasien karena tindakan yang ragu-ragu pada diri perawat akan menimbulkan kecurigaan pasien.Selain itu perawat harus bersikap jujur. Cara komunikasi harus tegas dan ringkas, misalnya, “Bapak J, ini adalah obat Bapak J”. Jika pasien masih ragu, maka katakan, “Letakkan obat ini dalam mulut dan telan.” Berikan obat dalam bentuk dan kemasan yang sama setiap kali memberi obat agar pasien tidak bingung, cemas, dan curiga. Jika ada perubahan dosis atau cara meminumnya, diskusikan terlebih dahulu dengan pasien sebelum meminta pasien untuk meminumnya. Yakinkan obat benar-benar diminum dan ditelan dengan cara meminta pasien untuk membuka mulut dan gunakan spatel untuk melihat apakah obat disembunyikan. Hal ini

terutama

pada

pasien

yang

mempunyai

riwayat

kecenderungan menyembunyikan obat di bawah lidah dan membuangnya. Untuk pasien yang benar-benar menolak minum obat meskipun sudah diberikan pendekatan yang adekuat, maka pemberian obat dapat dilakukan melalui kolaborasi dengan dokter

yaitu

injeksi

sesuai

dengan

instruksi

dengan

memperhatikan aspek legal dan hak-hak pasien untuk menolak pengobatan dalam keadaan darurat.

31

 Pendekatan khusus pada pasien dengan risiko bunuh diri. Pada pasien yang risiko bunuh diri, masalah yang sering timbul dalam pemberian obat adalah penolakan pasien untuk minum obat dengan maksud pasien ingin merusak dirinya. Perawat harus bersikap tegas dalam pengawasan pasien untuk minum obat karena pasien pada tahap ini berada dalam fase ambivalen

antara

keinginan

hidup

dan

mati.

Perawat

menggunakan kesempatan memberikan “perawatan” pada saat pasien mempunyai keinginan hidup, agar keraguan pasien untuk mengakhiri

hidupnya

berkurang

karena

pasien

merasa

diperhatikan. Perhatian perawat merupakan stimulus penting bagi pasien untuk meningkatkan motivasi hidup. Dalam hal ini, peran

perawat

memberikan

obat

diintegrasikan

dengan

pendekatan keperawatan, di antaranya untuk meningkatkan harga diri pasien.  Pendekatan

khusus

pada

pasien

yang

mengalami

ketergantungan obat. Pada pasien yang mengalami ketergantungan obat biasanya menganggap obat adalah hal yang dapat menyelesaikan masalah. Oleh karenanya, perawat perlu memberikan penjelasan kepada pasien tentang manfaat obat dan obat bukanlah satusatunya cara untuk menyelesaikan masalah. Misalnya, obat tidak bisa menyelesaikan masalah-masalah sosial seperti patah hati, broken home, dan kegagalan-kegagalan lainnya. Terapi obat harus disesuaikan dengan terapi modalitas lainnya seperti penjelasan cara-cara melewati proses kehilangan.

32

D. Evaluasi Pemberian Obat Psikofarmaka Evaluasi pemberian obat harus terus menrerus perawat lakukan untuk menilai efektifitas obat, interaksi obat maupun efek samping pemberian obat. Berikut ini evaluasi yang harus dilakukan 1.

Pemberian

obat

jenis

benzodiazepine,

nonbenzodiazepin,

antidepresan trisiklik, MAOI,litium, antipsikotik. Benzodiazepin pada umumnya menimbulkan adiksi kuat kecuali jikapenghentian pemberiannya

dilakukan

dengan

tapering

bertahap

tidak

akanmenimbulkan adiksi. Penggunaan obat ini apabila dicapur (digunakan bersamaan) dengan obat barbiturate atau alcohol akan menimbulkan efek adiksi.Monitoring timbulnya efek samping seperti sedasi, ataksia, peka rangsang, gangguan daya ingat. 2. Penggunaan obat golongan nonbenzodiazepin memiliki banyak kerugian seperti terjadi toleransi terhadap efek antiansietas dari barbiturate, lebih adiktif, menyebabkan reaksiserius dan bahkan efek lethal pada gejala putus obat, berbahaya jika obat diberikan dalam dosis yang besar dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat, serta menyebabkan efek samping yang berbahaya. 3. Golongan anti depresan trisiklik dapat menjadi letal bila diberikan dalam dosis yangbesar karena efek obat menjadi lebih lama (3-4 minggu), obat ini relatif aman karena tidak memiliki efek samping jika digunakan dalam jangka waktu yang lama jika diberikan dalam dosis yang tepat. Efek samping menetap dapat diminimalkan dengansedikit menurunkan dosis, obat ini tidak menyebabkan euphoria,

dapat

diberikan

satukali

dalam

sehari.

mengakibatkan adiksi tetapi intoleransi terhadap vitamin B6.

33

Tidak

4. Penggunaan litium dapat menimbulkan toksisitas litium yang dapat mengancam jiwa.Perawat harus memantau kadar litium dalam darah. Jika pemberian litium tidak menimbulkan efek yang diharapkan, obat ini dapat dikombinasi denganobat antidepresan lain. Perlunya pendidikan kesehatan untuk klien mengenai cara memantau kadar litium. 5. Penggunaan anti psikotik harus mempertimbangkan pedoman sebagai berikut bahwadosis anti psikotik sangat bervariasi untuk tiap individu. Dosis diberikan satu kali sehari, efek terapi akan didapatkan setelah 2-3 hari tetapi dapat sampai 2 minggu. Pada pengobatan jangka panjang, perlu dipertimbangkan pemberian klozapin setiap minggu untuk memantau penurunan jumlah sel darah putih.

34

BAB III PENUTUP

3.1Simpulan Perawat memiliki peranan yang penting dalam program terapi psikofarmaka, untuk ituperawat harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang permasalahan yang sedangdihadapi oleh klien. Hasil identifikasi masalah kesehatan jiwa yang dialami oleh klienterkait dengan program pemberian obat psikofarmaka dapat dikelompokkan sebagaiberikut : psikosis, gangguan depresi,

gangguan mania, gangguan ansietas,

gangguaninsomnia, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan panik. Cara penggunaan obat psikofarmaka. Perawat harus memahami prinsip-prinsip dalampemberian obat psikofarmaka yang meliputi jenis, manfaat, dosis, cara kerja obatdalam tubuh, efek samping, cara pemberian, kontra indikasi. Peran perawat dalam pemberian obat psikofarmaka. Peran perawat dalam pemberianobat psikofarmaka meliputi pengkajian klien, koordinasi terapi modalitas, pemberianpiranti psikofarmakologik, pemantauan efek obat, pendidikan klien, program rumatanobat, dan peran serta dalam penelitian klinik interdisiplin terhdap uji coba obat.

3.2 Saran Bagi petugas kesehatan, dalam pemberian asuhan keperawatan untuk pasien dengan gangguan kejiwaan salah satu cara yaitu memberikan terapi modalitas khususnya pada obat psikofarmaka. Namun sebelum dilakukan terapi tersebut perawat perlu mempelajari konsep dan teori terapi tersebut.

35

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, Direktorat Kesehatan Jiwa. 1996. Pedoman Perawatan Psikiatri. Jakarta. Depkes RI, Direktorat Kesehatan Jiwa. 1998. Buku Standar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Penerapan Standar Asuhan Keperawatan pada Kasus di RSJ dan RS Ketergantungan Obat. Jakarta. Ralph S.S., Rosenberg, M.C., Scroggins, L., Vassallo, B., Warren, J., 2005, Nursing Diagnoses : Definitions & Classification, NANDA International, Philadelphia Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis, Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya,2007.

36

Related Documents


More Documents from "Hizami"