Terapi Modalitas: Terapi Somatik dan Psikofarmaka, Terapi Okupasi dan Rehabilitasi, dan Terapi Lingkungan Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II Dosen Pengampu:
Kelompok 8: Ahmad Hatim Ashshidiq
(010116A004)
Amalia Putridiana
(010116A007)
Fajar Diyo Nugroho
(010116A000)
Hesti Febrianti
(010116A043)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATTAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO 2017/2018
KATA PENGANTAR Dengan kebesaran Allah SWT dengan maha pengasih lagi maha penyayang,penulis panjatkan rasa puji syukur atas hidayah-Nya,yang telah melimpahkan rahmat,nikmat dan inayah-Nya kepada penulis,sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah asuhan keperawatan “Terapi Modalitas: Terapi Somatik dan Psikofarmaka, Terapi Okupasi dan Rehabilitasi, dan Terapi Lingkungan”. Makalah ini ditulis guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II Penulis
menyadari
bahwa
dalam
penulisan
ini
masih
banyak
kekurangannya oleh karena itu mohon kritik dan saran yang membangun.Semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan temanteman yang membutuhkannya.
Ungaran,September 2018
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Dalam konsep stres adaptasi penyebab perilaku maladaptiv diontruksikan sebagai tahapan mulai adanya faktor predisposisi, faktor presipitasi dalam bentuk stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressir, sumber koping yang dimiliki, dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Banyak para ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku terjadi. Perbedaan pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model sosial, model perilaku, model eksistensial, model mdical, berbeda pula dengan model stres-adaptasi. Masing-masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa. Berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan terapi modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien gangguan jiwa yang bervariasi bertujuan untuk merubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptivnya menjadi perilaku yang adaptif. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Terapi Modalitas? 2. Apa yang dimaksud dengan Terapi Somatik dan Psikofarmaka? 3. Apa yang dimaksud dengan Terapi Okupasi dan Rehabilitasi? 4. Apa yang dimaksud dengan Terapi Lingkungan? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui Terapi Modalitas 2. Untuk mengetahui Terapi Somatik dan Psikofarmaka 3. Untuk mengetahui Terapi Okupasi dan Rehabilitasi 4. Untuk mengetahui Terapi Lingkungan
BAB II PEMBAHASAN A. Terapi Modalitas Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini diberikan dalam upaya mengubah perilaku klien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif (Keliat, 2004) Terapi modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatanjiwa. Sebagai seorang terapis, perawat harus mampu mengubah perilaku maladaftif pasien menjadi perilaku yang adaptif serta meningkatkan potensi yang dimiliki pasien (Nurhalimah, 2016) Terapi modalitas adalah berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah perilaku klien dengan gangguan jiwa dengan perilau mal adaptifnya menjadi perilaku yang adaptif. B. Terapi Somatik dan Psikofarmaka 1. Terapi Somatik
Terapi somatik adalah terapi yg diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dgn melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Jenis terapi somatik pada klien gangguan jiwa antara lain: a. Terapi Pengikatan Terapi pengikatan adalah terapi menggunakan alatalat mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien. Terapi ini bertujuan untuk melindungi klien dan orang lain seperti pengubahan lingkungan dan stategi perilaku sudah tidak mempan lagi. Indikasi terapi pengikatan: 1) Berisiko mencederai diri sendiri dan orang lain 2) Mengalami toleransi dan atau tidak lagi responsive terhadap
obat-obatan
yang
menekan
perilaku
patologisnya 3) Klien mengalami gangguan kesadaran atau bingung yang berisiko mengalami cedera atau jatuh 4) Klien yang membutuhkan penurunan stimulus dan istirahat yang tenang 5) Klien membutuhkan bantuan untuk mendapatkan rasa aman dan pengendalian dirinya. b. Isolasi Isolasi adalah menempatkan pasien dalam suatu ruang di mana dia tidak dapat keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya. Tingkatan pengisolasian dapat berkisar dari penempatan dalam ruangan yang tertutup, tapi tidak terkunci sampai pada penempatan dalam ruang terkunci dengan
kasur
tanpa
seprei
di
lantai,
kesempatan
berkomunikasi yang dibatasi dan pasien memakai pakaian rumah sakit atau kain terpal yang berat. Penggunaan kain terpal kurang dapat diterima dan hanya digunakan untuk melindungi pasien atau orang lain. Tujuan dari terapi isolasi dalah untuk melindungi klien, orang lain dan lingkungan dari bahaya potensial yang mungkin terjadi.
Indikasi terapi isolasi: 1) Tidak mampu mengendalikan perilakunya yang potensial membahayakan pasien atau orang lain 2) Tidak dapat dikendalikan oleh orang lain 3) Tidak bisa dikendalikan dengan cara lain. Kontraindikasi: 1) Kebutuhan untuk pengamatan masalah medik 2) Risiko tinggi untuk bunuh diri 3) Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori 4) Hukuman. c. Terapi Kejang Listrik/Electroconfulsive Therapy (ECT) Terapi kejang listrik atau elektro convulsive therapy dalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall, dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien. Indikasi terapi kejang listrik: 1) Penyakit depresi berat yang tidak berespons terhadap obat antidepresan atau pada pasien yang tidak dapat menggunakan obat 2) Gangguan bipolar dimana pasien sudah tidak beres¬pons lagi terhadap obat 3) Pasien yang sudah lama tidak menerima pengobatan untuk dapat mencapai efek terapeutik 4) Jika efek sampingan ECT yang diantisipasikan lebih rendah daripada efek terapi pengobatan, seperti pada pasien lansia dengan blok janiung, dan selama kehamilan. Kontraindikasi: 1) Tumor intra
cranial,
karena
ECT
dapat
meningkatkan tekanan intra cranial 2) Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran 3) Osteoporosis, karena dengan timbulnya grand mall dapat berakibat terjadinya fraktur tulang 4) Infark miokard, dapat mengakibatkan terjadinya henti jantung 5) Asthma bronkhial, karena ECT dapat mempercepat penyakit ini. d. Fototerapi
Fototerapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan memaparkan klien pada sinar terang 5-20x lebih terang daripada sinar ruangan. Klien biasanya duduk, mata terbuka, 1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi mata. Waktu dilaksanakan foto terapi bervariasi dari orang per orang. Beberapa klien berespon kalau terapi diberikan pada pagi hari, sementara yang lain lebih berespon kalau diberikan pada sore hari. Efek terapi ditentukan selain oleh lamanya terapi juga ditentukan oleh kekuatan cahaya yang digunakan. Dengan kekuatan cahaya sebesar 2500 lux yang diberikan selama 2 jam sehari efeknya sama dalam menurunkan depresi dengan terapi dengan kekuatan cahaya sebesar 10.000 lux dalam waktu 30 menit sehari. Indikasi terapi fototerapi: Fototerapi dapat menurunkan 75% gejala depresi yang dialami klien akibat perubahan cuaca (seasonal affective disorder(SAD)), misalnya pada musim hujan atau musim dingin(winter) di mana terjadi hujan, mendung terus menerus yg bisa mencetuskan depresi pada beberapa orang. e. Terapi Deprivasi Tidur Terapi deprivasi tidur adalah terapi yg diberikan kpd klien degn cara mengurangi jumlah jam tidur klien. Hasil penelitian ditemukan bahwa 60% klien depresi mengalami perbaikan yg bermakna setelah jam tidurnya dikurangi selama 1 malam. Umumnya lama penurangan jam tidur efektif sebanyak 3,5 jam. Indikasi terapi deprivasi tidur: Terapi deprivasi tidur dianjurkan untuk klien depresi. 2. Terapi Psikofarmaka Psikofarmaka adalah berbagai jenis obat yang bekerja pada susunan saraf pusat. Efek utamanya pada aktivitas mental dan perilaku, yang biasanya digunakan untuk pengobatan gangguan kejiwaan. Terdapat banyak jenis obat psikofarmaka dengan
farmakokinetik khusus untuk mengontrol dan mengendalikan perilaku pasien gangguan jiwa. Golongan dan jenis psikofarmaka ini perlu diketahui perawat agar dapat mengembangkan upaya kolaborasi
pemberian
psikofarmaka,
mengidentifikasi
dan
mengantisipasi terjadinya efek samping, serta memadukan dengan berbagai alternatif terapi lainnya. Peran Perawat dalam pemberian psikofarmaka yaitu mengetahui efek samping penggunaan obat psikofarmaka untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi. Berdasarkan efek klinik, obat psikotropika dibagi menjadi golongan antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer). a. Antipsikotik Obat ini dahulu disebut neuroleptika atau major tranqullizer. Indikasi utama obat golongan ini adalah untuk penderita gangguan psikotik (skizofrenia atau psikotik lainnya). Mekanisme kerja : Menghambat pasca sinaps yang luas pada reseptor
D2 Jenis-jenis obat antipsikotik adalah: 1. Anti psikotik tradisional: i. Fenotiazine (clorpomazine) ii. Tiroksaten iii. Dibenzoksapin iv. Butirifenon 2. Antipsikotik Atipikal i. Klozapin ii. Olanzapin iii. Risperidone iv. Ziprasidon Farmakokinetik: Klorpromazine diabsorpsi dari usus secara bervariasi dan mungkin terurai sebagian di dinding mukosa usus. Waktu paruhnya 1-2 hari atau lebih bervariasi, dengan sebagian besar disimpan di dalam lemak tubuh. Terdapat perbedaan antara individual yang nyata pada
kadar
dalam
darah
(meskipun
belum
dapat
diterangkan alasannya secara jelas) Efek samping 1 Sedasi 2 Gejala ekstrapiramidal, Reaksi distonik akut: kontraksi involunter menetap dari otot-otot skeletal. Sindroma mirip parkinson ( tremor anggota gerak bagian atas, lidah, dan rahang yang tidak beraturan, rigiditas= jalan seperti robot akinesia= efek seperti zombi dengan perlambatan 3 4 5
gerakan, kelelahan, ekspresi wajah yang sedikit) Hipotensi Peningkatan berat badan Penurunan libido
b. Antidepresan Merupakan golongan obat-obatan yang mempunyai khasiat mengurangi atau menghilangkan gejala depresif. Pada umumnya bekerja meningkatkan neurotransmitter
norepinefrin dan serotonin. Mekanisme kerja Efek TCA pada neurotransmitter SSP sangat kompleks dan bervariasi pada satu trisiklik dengan lainnya. Dampak terapeutik diperkirakan berhubungan dengan kombinasi interneural NE SSP yang meningkat akibat blokade ambilan kembali NE di prasinaps dan sensitisasi
neuron pascasinaps terhadap serotonin. Farmakokinetik a. TCA diabsorbsi secara cepat dan lengkap dari traktus GI mengalami siklus enterohepatik, dan mencapai kadar puncak plasma dalam 2-8 jam. TCA terikat kuat dengan protein plasma dan protein jaringan serta larut dalam lemak. TCA bebas hanya sekitar 1%
b. TCA dimetabolisme di hati dan diekskresi di ginjal. Waktu paruhnya berkisar antara beberapa jam
sampai lebih dari 2 hari Efek samping Efek samping biasanya ringan akan tetapi dapat menjadi berat atau fatal mulut kering, penglihatan kabur, konstipasi, berkeringat, impotensi, disfungsi
ejakulasi c. Antiansietas (Anxiolytic Sedative) Obat golongan ini dipakai untuk mengurangi ansietas/kecemasan
yang
patologis
tanpa
banyak
berpengaruh pada fungsi kognitif. Secara umum, obat-obat ini
berefek
sedatif
dan
toleransi/ketergantungan
Benzodiazepin. Mekanisme kerja a. Obat obat ini
berpotensi
terutama
meningkatkan
menimbulkan
pada
golongan
neurotransmitter
penghambat dan memiliki efek depresan yang spesifik pada sistem limbik b. Obat obat ini diabsorbsi dengan baik pada pemberian per oral, semuanya larut di dalam air maupun lemak, dan
biasanya
dimetabolisme
oleh
hati
dan
diekskresikan melalui ginjal. Diasbsorbsi dengan bervariasi dan secara lambat pada pemberian IM (lebih cepat PO). Kadar puncak dalam darah tercapai dalam 1
4 jam setelah pemberian dosis per oral Efek samping a. sedasi pada siang hari, penurunan konsentrasi, penurunan koordinasi pada beberapa pasien dengan dosis terapeutik, b. Amnesia anterograd c. Toleransi dan adiksi fisik
d. Antimanik (Mood Stabilizer)
Indikasi untuk pasien dengan serangan manik akut, depresi akut, profilaksis jangka panjang untuk pasien bipolar Mekanisme kerja Terjadinya efek klinis sangat sedikit dimengerti, walaupun serotonergik
lithium
meningkatkan
presinaps,
neurotransmisi
menurunkan
transmisi
dopamine pra dan pasca sinaps, dan meningkatkan
kadar NE plasma Farmakokinetik a. Lithium cepat diserap dari GI diserap sempurna dalam 8 jam dan menimbulkan puncak kadar plasma dalam 1-3 jam. Tidak terikat oleh protein atau dimetabolisme dan diekskresi oleh ginjal. Konsentrasi dalam CSS adalah 30-60% dari kadar plasma dan setara dengan konsentrasinya di dalam sel darah merah. b. Lithium hanya dapat digunakan dengan aman jika
konsentrasi darah dimonitor hati-hati c. Waktu paruh lithium adalah 18-36 jam Efek samping a. Efek samping ringan : tremor,
gangguan
koordinasi,haus, anoreksia, gangguan GI b. Efek samping berat : mual, muntah, bicara tidak jelas, diare, tremor kasar, bingung, delirium, kejang, koma, sampai kematian c. Lithium memiliki batas keamanan yang sangat sempit dan obat yang sangat berbahaya pada overdosis d. Diberikan secara hati2, atau jangan diberikan pada pasien dehidrasi, demam, kadar natrium rendah, atau menderita penyakit ginjal, atau kardiovasculer yang berat C. Okupasi dan Rehabilitasi 1. Okupulasi
Terapi okupasi adalah jenis terapi yang secara khusus digunakan untuk membantu orang-orang untuk hidup mandiri dengan berbagai kondisi kesehatan yang telah ada. Terapi ini digunakan sebagai bagian dari program pengobatan untuk orang-orang yang mengidap suatu penyakit, seperti keterlambatan perkembangan sejak lahir, masalah psikologis, atau cedera jangka panjang. Tujuan utama terapi okupasi adalah untuk membantu meningkatkan kualitas hidup mereka dalam memaksimalkan kemandirian. Hal ini membantu pasien mendapatkan harapan positif dan tujuan hidup. Terapi okupasi mencakup program pengobatan yang beragam dan unik untuk masing-masing pasien yang bertujuan untuk membantu pasien dalam mencapai kepuasan hidup and memastikan bahwa mereka mendapatkan pandangan yang positif. Terapis okupasi membantu pasien dari semua kalangan umur, dari anak hingga lansia. Pada pasien anak, perhatian lebih diberikan untuk perkembangan kemampuan konsentrasi dan bersosialisasi. Terapi okupasi memiliki banyak unsur, karena tujuannya adalah untuk membantu pasien secara keseluruhan untuk kesehatannya dalam konteks aktivitas kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pasien yang sedang menjalani terapi ini akan mendapatkan pengarahan dan latihan dalam berbagai hal, antara lain: Perawatan pribadi – Pasien yang menjalani terapi okupasi akan dilatih untuk merawat dirinya meskipun dalam keadaan sakit. Contoh perawatan diri yang diajarkan seperti makan, mandi, dan berpakaian. Pekerjaan rumah – Untuk mencapai kehidupan normal sebisa mungkin , pasien juga dilatih untuk menjalani aktivitas sehari-hari di dalam rumah seperti membersihkan rumah, memasak, dan berkebun.
Pengelolaan diri – Untuk membantu pasien memiliki kehidupan yang produktif, terapi okupasi juga mengajarkan untuk menyusun jadwal sehari-hari seperti orang-orang pada umumnya. Mobilitas – Jika pasien berencana mengemudi atau menggunakan mode transportasi lain, program ini akan mengajarkan mereka untuk melakukannya dengan aman. Para terapis bertanggung jawab untuk mengembangkan kemampuan yang perlu dimiliki dalam mengemudi seperti kemampuan menilai, mengambil keputusan, dan berpikir. Latihan fisik – Sebagai bagian dari program, latihan fisik juga memiliki andil yang besar dalam terapi okupasi. Pasien yang menderita penyakit kronik atau dalam tahap pemulihan cedera perlu untuk tetap aktif. Para pasien akan dilatih untuk mempertahankan gerakan sendi, kekuatan otot, fleksibilitas, dan postur, dengan cara yang aman dan tidak menghabiskan seluruh energinya. Menggunakan alat bantu – Jika pasien perlu menggunakan alat bantu seperti gips, penyangga, kursi roda, perlengkapan dengan kendali komputer, dan sejenisnya sebagai bagian dari terapinya, para terapis juga bertanggung jawab untuk mencari metode alternatif untuk menjalani aktivitas sehari-hari yang mampu dilaksanakan pasien; seperti penggunaan sikat gigi elektrik, pembuka kaleng elektrik, keyboard khusus, dan sebagainya. Dengan adanya perkembangan teknologi, peralatan dengan kontrol suara juga dapat digunakan untuk membantu pasien yang mengalami gangguan pergerakan. Keamanan fisik – Hal ini juga merupakan tugas terapis untuk memastikan keamanan fisik pasien dalam lingkungannya. Bila perlu, dapat dilakukan peningkatan keamanan pada hal-hal sederhana seperti meletakan keset yang tidak licin di dalam kamar mandi, gagang atau pegangan di tangga, dan peninggian posisi toilet.
Rehabilitasi tempat kerja – Elemen terapi ini difokuskan untuk membantu pasien untuk kembali bekerja atau mencari pekerjaan yang cocok dengan kondisi mereka. Pekerjaan pasien dapat berupa pekerjaan yang dibayar atau preokupasi lain seperti relawan atau hanya merawat anak. Tugas terapis adalah untuk mengusulkan beberapa pilihan karir, menilai keamanan tempat kerja, menilai peran dan tanggung jawab pasien, menilai pekerjaan dan kemampuan pasien untuk menjalankannya, menyediakan latihan tambahan jika diperlukan, dan mengedukasi atasan dan teman kerja pasien untuk mengerti kondisi kesehatan pasien. Edukasi untuk keluarga dan pengasuh – Tugas lain dari terapis adalah untuk mengedukasi keluarga dan pengasuh bagaimana merawat dan membantu pasien jika dibutuhkan. 2. Rehabilitasi a. Pengertian Rehabilitasi Rehabilitasi adalah segala tindakan fisik, penyesuaian psikososial dan latihan vokasional sebagai usaha untuk memperoleh fungsi dan penyesuaian diri yang optimal serta mempersiapkan klien secara fisik, mental, sosial dan vokasional untuk suatu kehidupan penuh sesuai dengan kemampuannya (Nasution, 2006). b. Tujuan Rehabilitasi Maksud dan tujuan rehabilitasi klien mental dalam psikiatri yaitu mencapai perbaikan fisik dan mental sebesarbesarnya, penyaluran dalam pekerjaan dengan kapasitas maksimal
dan
penyesuaian
diri
dalam
hubungan
perseorangan dan sosial sehingga bisa berfungsi sebagai anggota masyarakat yang mandiri dan berguna c. Tahapan Rehabilitasi Upaya Rehabilitasi terdiri dari 3 tahap yaitu ; 1. Tahap persiapan a) Orientasi. Selama fase orientasi klien akan memerlukan dan mencari
bimbingan
seorang
yang
professional.
Perawat
menolong
klien
untuk
mengenali
dan
memahami masalahnya dan menentukan apa yang diperlukannya. b) Identifikasi Perawat mengidentifikasi dan mengkaji perasaan klien serta membantu klien seiring penyakit yang ia rasakan sebagai sebuah pengalaman dan memberi orientasi positif akan perasaan dan kepribadiannya serta memberi kebutuhan yang diperlukan. 2. Tahap pelaksanaan Perawat melakukan eksploitasi dimana selama fase ini klien menerima secara penuh nilai-nilai yang ditawarkan kepadanya melalui sebuah hubungan (Relationship). Tujuan baru yang akan dicapai melalui usaha personal dapat diproyeksikan, dipindah dari perawat ke klien ketika klien menunda rasa puasnya untuk mencapai bentuk baru dari apa yang dirumuskan 3. Tahap pengawasan Tahap pengawasan perawat melakukan resolusi.Tujuan baru dimunculkan dan secara bertahap tujuan lama dihilangkan.
Ini
adalah
proses
dimana
klien
membebaskan dirinnya dari ketergantungan terhadap orang lain d. Jenis Kegiatan Rehabilitasi Abroms dalam Stuart (2006) menekankan 4 keterampilan penting psikososial pada klien gangguan jiwa yaitu: 1. Orientation Orientaton adalah pencapaian tingkat orientasi dan kesadaran terhadap realita yang lebih baik. Orientasi berhubungan dengan pengetahuan dan pemahaman klien terhadap waktu, tempat atau maksud/ tujuan, sedangkan kesadaran dapat dikuatkan melalui interaksi dan aktifitas pada semua klien.
2. Assertion Assertion yaitu kemampuan mengekspresikan perasaan sendiri dengan tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mendorong
klien
dalam
mengekspresikan
diri
secara efektif dengan tingkah laku yang yang dapat diterima masyarakat melalui kelompok pelatihan asertif, kelompok klien dengan kemampuan fungsional yang rendah atau kelompok interaksi klien. 3. Accuption Accuption adalah kemampuan klien untuk dapat percaya diri dan berprestasi melalui keterampilan membuat kerajinan tangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan
aktifitas
klien
dalam
bentuk
kegiatan
sederhana seperti teka- teki (sebagai aktivitas yang bertujuan) mengembangkan keterampilan fisik seperti menyulam. Membuat bunga, melukis dan meningkatkan manfaat interaksi sosial. 4. Recreation Recreation adalah kemampuan
menggunakan
dan
membuat aktifitas yang menyenangkan dan relaksasi. Hal ini memberi kesempatan pada klien untuk mengikuti bermacam reaksi dan membantu klien menerapkan keterampilan yang telah ia pelajari seperti:orientasi asertif,
interaksi
sosial,
ketangkasan
fisik.
Contoh
aktifitas relaksasi seperti permainan kartu, menebak kata dan jalan- jalan, memelihara binatang, memelihara tanaman, sosio- drama, bermain musik dan lain-lain. e. Tim dalam pelaksanaan Rehabilitasi Pelaksanaan rehabilitasi dilakukan oleh multiprofesi yang terdiri dari dokter, perawat, psikologi, sosial worker serta okupasi therapist yang memiliki peran dan fungsi masingmasing.
Dokter
memberikan
terapi
somatik,
psikolog
melakukan pemilahan klien berdasarkan hasil psikotest, kemampuan serta minat klien, social worker menjadi penghubung antara klien dengan keluarga dan lingkungan serta okupasi terapis memberikan terapi kerja bagi pasien. Perawat sendiri mempunyai peran yang sangat penting dalam
pelaksanaan
rehabilitasi
baik
dalam
tahap
persiapan, pelaksanaan maupun pengawasan. Sebagai sebuah team, perawat memberi peran yang sangat penting dalam mengkoordinasikan berbagai cara dan kerja yang dilakukan semua anggota team sesuai dengan tujuan yang akan dicapai antara klien dan team kesehatan sehingga rehabilitasi berjalan sesuai tujuan yang diharapkan. Dalam rehabilitasi gangguan jiwa tenaga perawat sebagai anggota tim kesehatan dalam menjalankan peran dan fungsinya bersifat mandiri, kolaboratif dan atau saling tergantung dengan anggota tim kesehatan lain, untuk dapat berperan secara aktif dalam memenuhi memberikan pelayanan kesehatan. a. Pengertian peran Peran perawat : merupakan tingkah laku yang diharapkan baik oleh individu, keluarga maupun masyarakat terhadap perawat sesuai kedudukannya dalam sistem pelayanan kesehatan (Kusnanto, 2005) b. Peran perawat pada rehabilitasi 1. Pada tahap persiapan Peran Perawat pada klien dengan gangguan jiwa Peran stranger (orang yang tidak dikenal). Hal yang pertama terjadi ketika perawat dan klien bertemu mereka belum saling mengetahui maka klien
diperlakukan
secara
biasanya.
Klien
akan
memerlukan dan mencari bimbingan seorang yang professional. mengenali
Perawat dan
menolong
memahami
klien
masalahnya
untuk dan
menentukan
apa
yang
diperlukannya.
Hal
in
dilakukan dengan cara Membina hubungan saling percaya Perawat mengucapkan salam kepada klien Bersikap terbuka dengan mendengarkan apa yang klien sampaikan Memanggil klien dengan nama yang disukai Menyapa klien dengan ramah Peran pendidik Merupakan kombinasi dari seluruh peran dan selalu berasal dari apa yang klien tidak ketahui dan dikembangkan dari keinginan dan minatnya dalam menerima dan menggunakan informasi. Perawat memberikan jawaban dari pertanyaan–pertanyaan yang spesifik meliputi segala hal tentang rehabilitasi yang dijalani oleh klien dan menginterpretasikan kepada
klien
dan
keluarga
bagaimana
cara
perawatan klien dan rencana perawatan selanjutnya setelah dilakukan rehabilitasi. c. Peran wali/pendamping Klien menganggap perawat sebagai peran walinya. Sikap dan tingkah laku perawat menciptakan suatu perasaan tertentu dalam diri klien yang bersifat reaktif dan muncul dari hubungan sebelumnya. d. Peran Kepemimpinan/manajer kasus. Membantu klien mengerjakan tugas-tugas
melalui
hubungan yang kooperatif dan partisipasi aktif yang demokratis antar tim kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan rehabilitasi dengan mengkomunikasikan tim rehabilitasi tentang jadwal dan jenis kegiatan rehabilitasi yang dilaksanakan klien untuk kelangsungan perawatan secara berkesinambungan e. Peran pelaksana
Memberikan obat sesuai dengan hasil kolaborasi dengan medis yang diperlukan. 2. Pada tahap pelaksanaan Peran Perawat pada klien dengan gangguan jiwa menurut Peplau dalam Potter Perry (2005) yaitu : Peran pelaksana 1) Membimbing/mengajarkan klien jenis kegiatan rehabilitasi sesuai dengan kemampuan klien 2) Mengobservasi perilaku klien selama kegiatan rehabilitasi 3) Memberikan pujian atas keberhasilan klien dalam melaksanakan kegiatan rehabilitasi 4) Memberikan dukungan jika klien
belum
bisa
menyelesaikan kegiatan rehabilitasi sesuai rencana Peran wali/pendamping Fungsi perawat disini dirinya
dengan
membimbing
sosok
yang
ia
klien
mengenali
bayangkan
dengan
mendampingi klien selama kegiatan rehabilitasi. Tahap pengawasan dan evaluasi Peran Perawat pada klien dengan gangguan jiwa menurut Peplau dalam Potter Perry yaitu : 1. Peran pendidik Merupakan kombinasi dari seluruh peran dan selalu berasal
dari
apa
yang
klien
tidak
ketahui
dan
dikembangkan dari keinginan dan minatnya dalam menerima
dan
memberikan
menggunakan
jawaban
dari
informasi.
Perawat
pertanyaan–pertanyaan
yang spesifik meliputi segala hal tentang rehabilitasi yang dijalani oleh klien dan menginterpretasikan kepada klien dan keluarga bagaimana cara perawatan klien dan rencana perawatan selanjutnya setelah dilakukan rehabilitasi. 2. Peran Kepemimpinan/manajer kasus. Membantu klien mengerjakan tugas-tugas melalui hubungan yang kooperatif dan partisipasi aktif yang
demokratis antar tim kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan rehabilitasi dalanm hal ini dengan sosial worker untuk untuk home visite jika klien sudah kooperatif
dan
direncanakan
akan
dilakukan
pemulangan ke rumah. 3. Peran pelaksana Melakukan dokumentasi dengan menerapkan prinsip dokumen D. Terapi Lingkungan Terapi lingkungan adalah lingkungan fisik dan sosial yang ditata agar dapat membantu penyembuhan dan atau pemulihan pasien. Milleu berasal dari Bahasa Prancis, yang dalam Bahasa Inggris diartikan surronding atau environment, sedangkan dalam Bahasa Indonesia berarti suasana. Jadi, terapi lingkungan adalah sama dengan terapi suasana lingkungan yang dirancang untuk tujuan terapeutik. Konsep lingkungan yang terapeutik berkembang karena adanya efek negatif perawatan di rumah sakit berupa penurunan kemampuan berpikir, adopsi nilai-nilai dan kondisi rumah sakit yang tidak baik atau kurang sesuai, serta pasien akan kehilangan kontak dengan dunia luar. Tujuan terapi lingkungan adalah mengembangkan keterampilan emosional dan sosial yang akan menguntungkan kehidupan setiap hari, dengan cara memanipulasi lingkungan atau suasana lingkungan sebagai tempat pasien untuk mendapatkan perawatan seperti di rumah sakit. 1. Karakteristik umum terapi lingkungan a. Distibusi Kekuatan. Proses penyembuhan pasien sangat bergantung pada kemampuan pasien dalam membuat keputusan bagi dirinya sendiri (otonomi). b. Komunikasi Terbuka. Komunikasi terbuka merupakan komunikasi dua arah yang kedua belah pihak saling mengerti pesan yang dimaksudkan tanpa adanya hal yang disembunyikan. c. Struktur Interaksi. Interaksi terapeutik bukan hanya sekadar berinteraksi
biasa,
melainkan
membutuhkan
strategi
tersendiri seperti halnya struktur yang tepat sehingga apa yang diinginkan dalam interaksi tersebut tercapai. d. Aktivitas Kerja. Pasien yang dirawat di rumah sakit dalam jangka waktu tidak sebentar sering mempunyai perasaan kesepian,
tidak
berarti,
ditolak/dikucilkan,
tidak
mandiri/bergantung, dan keterbatasan hubungan dengan dunia luar. Oleh karenanya, perawat diharapkan mampu mengisi waktu luang pasien dengan memotivasi pasien ikut serta dalam aktivitas lingkungan yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan tingkat perkembangannya. e. Peran Serta Keluarga dan Masyarakat dalam Proses Terapi. Pelibatan
keluarga
dalam
penyusunan
perencanaan
perawatan, pengobatan, dan persiapan pulang pasien merupakan solusi yang harus dilakukan oleh perawat dan tenaga kesehatan secara komprehensif. f. Lingkungan yang Mendukung. Untuk mendukung fase tumbuh kembangnya maka lingkungan diatur sedemikian rupa, seperti ruang anak-anak terdapat mainan yang disesuaikan dengan usianya, ruang remaja banyak alat informasi, majalah, buku, film, sedangkan untuk lansia ruang yang terang, aman, dan sederhana. 2. Strategi dalam terapi lingkungan a. Aspek Fisik Menciptakan lingkungan fisik yang aman dan nyaman seperti gedung yang permanen, mudah dijangkau atau diakses, serta dilengkapi dengan kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, kamar mandi, dan WC. Cat ruangan sesuai dengan pengaruh dalam menstimulasi suasana hati pasien menjadi lebih baik. b. Aspek Intelektual Tingkat intelektual pasien dapat ditentukan melalui kejelasan stimulus dari lingkungan dan sikap perawat. Oleh karena itu, perawat harus dapat memberikan stimulus ekstrenal
yang
positif
dalam
arti
perawat
harus
berkemampuan merangsang daya pikir pasien sehingga pasien dapat memperluas kesadaran dirinya sehingga pasien dapat menerima keadaan dan peran sakitnya. c. Aspek Sosial Perawat harus mampu mengembangkan
pola
interaksi yang positif, baik perawat dengan perawat, perawat dengan pasien, maupun perawat dengan keluarga pasien. d. Aspek Emosional Iklim emosional
yang
positif
mutlak
harus
diciptakan oleh seluruh perawat dan tenaga kesehatan yang terlibat dalam proses penyembuhan pasien. Sikap dasar yang hendaknya dibangun adalah memperlihatkan sikap yang tulus, jujur/dapat dipercaya, hangat, tidak defensif, empati, peka terhadap perasaan dan kebutuhan pasien, serta bersikap spontan dalam memenuhi kebutuhan pasien. e. Aspek Spiritual Spiritual merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dielakkan pemenuhannya. Meningkatkan aspek spiritual dari lingkungan dalam proses penyembuhan ditujukan untuk memaksimalkan manfaat dari pengalaman, pengobatan, dan perasaan damai bagi pasien. 3. Peran perawat dalam terapi lingkungan a. Pengasuh (Mothering Care) Seorang perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien akan memberikan asuhan keperawatan atas dasar identifikasi
masalah
baik
kebutuhan
fisik
maupun
emosional. Selain itu, perawat juga harus memfasilitasi pasien agar mengembangkan kemampuan barunya untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. b. Manajer Sebagai manajer, perawat harus dapat mengatur dan mengorganisasi
semua
kegiatan
untuk
pasien
dari
pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi. Selain itu, perawat harus mampu memberikan
arahan singkat dan jelas kepada pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lain agar asuhan keperawatan yang telah direncanakan dapat dilaksanakan secara komprehensif. 4. Jenis-jenis kegiatan terapi lingkungan: a. Terapi rekreasi Yaitu terapi yang menggunakan salah satu kegiatan yang dilakukan pada waktu luang, dengan tujuan pasien dapat
melakukan
kegiatan
secara
konstruktif
dan
menyenagkan serta mengembangkan hubungan sosial. b. Terapi kreasi seni ( dance terapi, terapi musik, terapi dengan melukis, biblioterapi) Perawat bekerja sama dengan orang lain yang ahli di bidangnya karena harus sesuai dengan bakat dan minat. c. Pet therapy Sarana yang digunakan dalam terapi ini adalah binatang
yang
dapat
memberi
respon
menyenangkan kepada pasien, sering digunakan pada anak dengan autistik. d. Plant therapy Menanam tumbuh-tumbuhan mulai dari biji sampai menjadi buah atau bunga. Mengajarkan pasien untuk memelihara makhluk hidup dengan kasih sayang (Copel, 2007)
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Terapi modalitas adalah berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah perilaku klien dengan gangguan jiwa dengan perilau mal adaptifnya menjadi perilaku yang adaptif. Yang terbagi menjadi Terapi Somatik dan Psikofarmaka, Okupasi dan Rehabilitasi, Terapi Lingkungan. B. Saran Diharapkan untuk perawat dan mahasiswa keperawatan dapat menerapkan mamcam-macam terapi modalitas dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa.
Daftar Pustaka Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, dan Hanik Endang Nihayati, 2015, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta. Keliat, Budu Anna. 2009. Keperawatan Jiwa Terapi Aktifitas Kelompok. EGC, Jakarta. Linda Carman Copel. 2008. Kesehatan Jiwa Psikiatri (Pedoman Klinis Perawat). Jakarta: EGC.
Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. EGC, Jakarta