157011180.pdf

  • Uploaded by: Yehezkiel Romartogi
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 157011180.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 32,178
  • Pages: 159
Universitas Sumatera Utara Repositori Institusi USU

http://repositori.usu.ac.id

Fakultas Hukum

Tesis Magister (Kenotariatan)

2017

Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Nominee Atas Kepemilikan Saham Pada Perseroan Terbatas (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./201 Prabowo, Joko http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/912 Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN NOMINEE ATAS KEPEMILIKAN SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014)

TESIS Oleh : JOKO PRABOWO 157011180/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

Universitas Sumatera Utara

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN NOMINEE ATAS KEPEMILIKAN SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh : JOKO PRABOWO 157011180/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Telah diuji pada : Tanggal 02 Agustus 2017

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua

:

Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum.

Anggota

:

1. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH. CN. M.Hum. 2. Notaris Syafnil Gani SH, M.Hum. 3. Dr. Edy Ikhsan, SH., MA. 4. Dr. Dedi Harianto, SH., M.Hum.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama

: JOKO PRABOWO

Nim

: 157011180

Program Studi

: Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis

: ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN NOMINEE

ATAS

KEPEMILIKAN

SAHAM

PADA PERSEROAN TERBATAS (Studi Putusan Pengadilan

Negeri

Medan

Nomor

:

1269

/Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 3007 K/Pdt./2014)

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut. Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dalam keadaan sehat dan tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan,

Agustus 2017

Yang membuat Pernyataan

JOKO PRABOWO NIM : 157011180

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Dalam Perseroan Terbatas dikenal istilah saham, yang merupakan modal beroperasinya suatu perusahaan. Selain dimiliki langsung oleh pemegang saham, kepemilikan saham dalam perseroan juga sering dilakukan dalam bentuk nominee. Nominee adalah orang atau individu yang ditunjuk untuk khusus bertindak atas nama orang yang menunjuknya (beneficiary) untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu yang salah satunya adalah sebagai pemegang saham. Perjanjian nominee telah dilarang dalam pasal 33 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, namun tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis alasan larangan perjanjian nominee di Indonesia, asas kebebasan berkontrak para pihak dikaitkan dengan larangan nominee, dan penerapan hukum terhadap nominee dalam putusan pengadilan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang bersifat preskriptif analitis. Teknik Pengumpulan data diperoleh dengan cara telaah pustaka (Library Research) berupa studi dokumen. Analisis data dilakukan secara kualitatif, yakni analisis digambarkan dalam bentuk kalimat dengan penarikan kesimpulan menggunakan metode berpikir deduktif. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa perjanjian nominee dibentuk terutama oleh pihak asing untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dengan melakukan investasi dalam bidang usaha yang tertutup bagi investor asing di Indonesia, alasan pelarangan perjanjian nominee adalah untuk melindungi kepentingan Negara dalam bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal agar tidak dikuasai pihak asing secara nominee, untuk mengantisipasi adanya penyelundupan hukum, dan untuk mengantisipasi pencucian uang melalui Beneficial Ownership. Kebebasan berkontrak pada perjanjian nominee dibatasi oleh undangundang yang tegas melarang perjanjian nominee dalam ketentuan pasal 33 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, secara otomatis perjanjian nominee telah melanggar unsur itikad baik. Akibat hukum perjanjian nominee adalah batal demi hukum. Akibat dari perjanjian nominee yang batal demi hukum tersebut, legal owner yang diakui secara hukum memiliki hak penuh atas saham yg dimiliki, sedangkan beneficiary tidak memiliki hak, ini adalah konsekuensi akibat batalnya perjanjian nominee antara kedua belah pihak. Putusan pengadilan negeri Medan Nomor: 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014, tidak mengakui kepemilikan saham secara nominee, pada kedua putusan tersebut, hakim tetap mengacu pada apa yang disepakati para pihak dalam anggaran dasar perseroan, sehingga kedua putusan tersebut telah memenuhi kepastian hukum dari anggaran dasar perseroan. Dalam hal perjanjian nominee yang dibuat secara terpisah dari anggaran dasar, perjanjian ini tidak memiliki kepastian hukum, karena memang telah secara tegas dilarang dalam kepemilikan saham di Indonesia serta tidak memenuhi unsur itikad baik dalam pembuatannya

Kata Kunci: Perjanjian Nominee, Pemegang Saham, Perseroan Terbatas i Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT A limited liability company knows of shares, which are the capital of its operation. Besides owned directly by shareholders, share ownership in a limited liability company is also owned by a nominee. A nominee is a person or an individual who is appointed to particularly take a legal action as a shareholder. Nominee agreement has been banned in Article 33 paragraph (1) of the Law No. 25/2007 on Capital Investment, yet it is widely used by the society. The objective of the research is to find out and analyze the grounds for banning nominee agreement in Indonesia and the law implementation to the nominee in a court ruling. This is a normative juridical research with prescriptive analysis. Library Research such as document study was employed as the data collecting technique. The data were analyzed qualitatively, which means that the analysis is described in form of sentences and the conclusion is drawn by applying the deductive reasoning method. The results show that a nominee agreement is made especially by a foreigner to gain profits by investing capital in business sectors which are closed for foreign investors in Indonesia. The grounds for banning a nominee agreement are to protect the State’s sake in these sectors so that they will not be ruled by foreign party through a nominee, to anticipate legal infiltration and money laundering by means of Beneficial Ownership. The freedom to make agreement in nominee agreement is limited by the laws which strongly ban nominee agreement stipulated in Article 33 paragraph (1) of the Law No. 25/2007 on Capital Investment, so automatically nominee agreement violates the element of good faith. The legal consequence of the nominee agreement is that it is void before the law. The consequence of the void nominee agreement is that the legal owner who is legally acknowledged is the rightful owner of the shares, while the beneficiary owner is not; this is the consequence of the void nominee agreement between both parties. The Ruling of Medan District Court No. 1269/Pid.B/2013/PN Mdn and the Ruling of the Supreme Court No. 3007 K/Pdt./2014 do not acknowledge the ownership by nominee; in both rulings, the Judges refer to what has been agreed by both parties in the company’s articles of association. In case the nominee agreement is made separately from the articles of association, the agreement does not have legal certainty, because it is clearly banned for the share ownership in Indonesia in Indonesia and it does not meet the requirement that his action is not in good faith.

Keywords: Nominee Agreement, Shareholder, Limited Liability Company

ii Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya jugalah akhirnya tesis yang berjudul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN NOMINEE ATAS KEPEMILIKAN SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 3007 K/Pdt./2014)” sebagai suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini dapat selesai tepat pada waktunya, penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum., Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini 2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini 3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta selaku Pembimbing Kedua penulis, yang penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan serta arahan hingga selesainya penulisan tesis ini.

iii Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum., selaku Ketua Komisi Pembimbing, yang penuh kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk yang sangat berarti hingga selesainya penulisan tesis ini. 5. Notaris Syafnil Gani, SH., M.Hum. selaku Pembimbing Ketiga, yang penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan serta motivasi hingga selesainya penulisan tesis ini. 6. Dr. Edy Ikhsan, SH., MA. dan Dr. Dedi Harianto, SH., M.Hum. selaku Komisi Penguji yang penuh ketelitian dalam memberikan masukan dan kritik konstruktif demi penyempurnaan tesis ini. 7. Seluruh Dosen pengajar Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan, berbagi pengalaman, bimbingan serta arahan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti kegiatan perkuliahan, dan kepada seluruh pelaksana administrasi, seluruh pegawai Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan teknis kepada penulis selama menjalani perkuliahan. 8. Seluruh teman-teman seperjuangan penulis stambuk 2015 Grup A, teman-teman diskusi khususnya Odi Yehezkiel, SH; Stella, SH; Hari, Julio, SH; Riyanda Kiransyah,

SH;

Raymond

Saptahari,

SH;

Fadhil

Yazid,

SH;

Baharaja, SH; Muhammad Afdhol. SH, Debora Margareth, SH, serta rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 9. Dian Stevany Tongli yang tercinta, yang selalu menemani penulis dan selalu memberikan dukungan serta masukan kepada penulis. iv Universitas Sumatera Utara

10. Seluruh rekan-rekan, adik-adik serta senior-senior penulis di Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Dewan Pimpinan Cabang Medan. 11. Notaris Suhendro Saputra, S.H., M.kn., selaku Notaris di kantor dimana penulis magang dan menimba ilmu, yang selalu mendukung penulis dalam menjalani perkuliahan, serta rekan-rekan penulis di kantor Notaris Suhendro Saputra, S.H., M.kn., Anton Sudjarot dan Hendra Jonsen. 12. Seluruh teman-teman penulis di Institut Karate-do Nasional dojo Tasbih abangda Jordan Sitepu, SH, abangda Yogi, Restu Mahendra, ST, Fadhil Akbar, S.Hut. dkk. Selanjutnya penulis persembahkan apa yang penulis hasilkan khusus kepada kedua orang tua penulis, Robin dan Mariati Saragih, Terima kasih yang tidak terhingga atas segala pengorbanan dan kasih kepada penulis dalam merawat, membesarkan dan mendidik serta membimbing penulis agar menjadi orang yang berguna. dan juga kepada kedua kakak tercinta, Widya Salina, Amd dan Wijuni Salim Amd serta adik penulis tercinta, Achi, terima kasih atas perhatian dan semangatnya kepada penulis. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini. Medan, Penulis,

Agustus 2017

JOKO PRABOWO NIM : 157011180 v Universitas Sumatera Utara

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I . IDENTITAS PRIBADI Nama

: Joko Prabowo

Tempa/Tanggal Lahir

: Pematangsiantar, 24 Januari 1991

Alamat

: Jalan Bayu-Ringroad No. 17C, Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, Sumut.

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Umur

: 26 Tahum

Kewarganegaraan

: Indonesia

Nama Ayah

: Robin

Nama Ibu

: Mariati Saragih

II. PENDIDIKAN SD Pamardi Sunu Medan

: Lulus Tahun 2003

SMP Brigjend Katamso Medan : Lulus Tahun 2006 SMK Raksana Medan

: Lulus Tahun 2009

S1 Fakultas Hukum Universitas : Lulus Tahun 2014 Darma Agung Medan S2 Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara

: Lulus Tahun 2017

vi Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK...................................................................................................

i

ABSTRACT ................................................................................................

ii

KATA PENGANTAR .................................................................................

iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................

vi

DAFTAR ISI ...............................................................................................

vii

BAB I

PENDAHULUAN

A. B. C. D. E. F.

Latar Belakang .................................................................................. Rumusan Masalah ............................................................................. Tujuan Penelitian .............................................................................. Manfaat Penelitian............................................................................. Keaslian Penelitian ............................................................................ Kerangka Teori Dan Konsepsi ........................................................... 1. Kerangka Teori ............................................................................. 2. Konsepsi ....................................................................................... G. Metode Penelitian.............................................................................. 1. Jenis Penelitian ............................................................................. 2. Sifat Penelitian .............................................................................. 3. Sumber Data ................................................................................. 4. Metode dan Alat Pengumpulan Data ............................................. 5. Metode Analisis Data ....................................................................

1 8 9 9 11 13 13 19 20 21 22 22 24 24

BAB II LARANGAN PERJANJIAN NOMINEE DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA A. Konsep kepemilikan dalam Common Law System.............................. 26 1. Trust dalam Common Law System ................................................. 26 2. Pemilikan Ganda (Dual ownesrship) dalam Trust.......................... 44 B. Keberadaan Trust di Indonesia .......................................................... 46 1. Transplantasi Trust pada Negara-negara penganut sistem hukum Civil Law System ......................................................................... 46 2. Lembaga Trust dalam Pasar Modal di Indonesia ........................... 49 C. Perjanjian Nominee dalam kepemilikan saham (Nominee Share Agreement) ........................................................................................ 55 1. Nominee Share Agreement dan sistem kepemilikan Common Law System ......................................................................................... 55 2. Maksud dan tujuan penggunaan Nominee ...................................... 57 3. Bentuk-bentuk perjanjian nominee ................................................ 60 D. Larangan Nominee Share Agreement dalam penanaman modal di Indonesia ........................................................................................... 63 vii Universitas Sumatera Utara

1. Konsep kepemilikan saham di Indonesia ....................................... 63 2. Filosofi penanaman modal di Indonesia ........................................ 64 3. Mengantisipasi penyelundupan hukum dalam kepemilikan saham di Indonesia ..................................................................................... 70 4. Mengantisipasi pencucian uang melalui Beneficial Ownership ...... 73 BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK PADA PERJANJIAN NOMINEE SAHAM (NOMINEE SHARE AGREEMENT) A. Tinjauan terhadap asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) .. 75 1. Pengertian umum kebebasan berkontrak (freedom of contract)...... 75 2. Sejarah Perkembangan Asas Kebebasan Berkontrak ..................... 78 B. Pembatasan kebebasan berkontrak (freedom of contract) .................. 84 C. Kebebasan Berkontrak (Freedom Of Contract) dan larangan Nominee Share Agreement ............................................................................... 90 1. Nominee Share Agreement lahir dari kebebasan berkontrak (freedom of contract) .................................................................................. 90 2. Pembatasan kebebasan berkontrak (freedom of contract) dalam Nominee Share Agreement ........................................................... 91 3. Akibat hukum dari Nominee Share Agreement .............................. 93 BAB IV ANALISIS PENERAPAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN NOMINEE SAHAM DALAM PUTUSAN PENGADILAN A. Putusan pengadilan negeri medan Nomor: 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. 1. Kronologi Kasus ........................................................................... 2. Pertimbangan hakim dan putusan .................................................. a. Pertimbangan Hakim ............................................................. b. Putusan .................................................................................. 3. Analisa Putusan ............................................................................ B. Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014 ........................ 1. Kronologi Kasus ........................................................................... 2. Pertimbangan Hakim dan Putusan ................................................. a. Pertimbangan Hakim ............................................................. b. Putusan .................................................................................. 3. Analisa Putusan ............................................................................ BAB V

97 97 99 99 110 113 118 118 121 121 122 124

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ....................................................................................... 134 B. Saran ................................................................................................. 137 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

viii Universitas Sumatera Utara

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.1 Pembangunan perekonomian di Indonesia agar dapat berkembang dengan pesat perlu didukung oleh suatu undang-undang yang memadai guna untuk menjamin kepastian hukum dalam dunia usaha. Perseroan Terbatas sebagai perusahaan dapat dijadikan sebagai wadah dalam organisasi badan usaha, serta menjadi motor penggerak bagi kegiatan usaha sehingga keberadaannya dapat berfungsi untuk mensejahterakan kehidupan rakyat. Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawaban yang bersifat terbatas, perseroan terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham)nya untuk mengalihkan perusahaannya (kepada setiap orang) dengan menjual seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut.2 Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari 1

Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Perseroan Terbatas, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hal. 1. 2

Universitas Sumatera Utara

2

saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan. Dalam Perseroan Terbatas dikenal istilah saham, yang merupakan modal beroperasinya suatu perusahaan. Besarnya modal badan usaha seperti Perseroan Terbatas tercantum dalam Anggaran Dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemegang saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemegang saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh Perseroan Terbatas3 Selain dimiliki langsung oleh pemegang saham, kepemilikan saham dalam perseroan juga sering dilakukan dalam bentuk nominee. Nominee adalah orang atau individu yang ditunjuk untuk khusus bertindak atas nama orang yang menunjuknya (beneficiary) untuk melakukan suatu perbuatan atau tindakan hukum tertentu. Nominee dapat ditunjuk untuk melakukan tindakan–tindakan hukum antara lain

3

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Perseroan Terbatas

Universitas Sumatera Utara

3

sebagai pemilik properti atau tanah, sebagai direktur, sebagai kuasa, sebagai pemegang saham dan lain-lain4 Sebagaimana dalam putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dimana Ramli Lubis adalah pemilik dari PT. Rizkina Mandiri Perdana, namun Kepemilikan saham dari perusahaan tersebut tidak dibuat atas nama yang bersangkutan namun dibuat atas nama orang lain yakni salah satunya adalah dalam kasus aquo yaitu terdakwa Syafwan Lubis yang menjabat sebagai Direktur Utama PT. Rizkina Mandiri Perdana sebagaimana tercantum dalam Akta Pendirian Perseroan Terbatas Nomor : 2, tanggal 18 Oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH di Medan, Kepemilikan saham PT. Rizkina Mandiri Perdana secara legalitas dimiliki oleh Syafwan Lubis, dalam hal ini Syafwan Lubis ditunjuk sebagai nominee dari orang yang menujuknya (beneficiary) yaitu Ramli Lubis, disebut sebagai beneficiary karena Ramli Lubis, adalah pemilik yang sebenarnya dalam arti bahwa modal nyata yang disetor pada PT. Rizkina Mandiri Perdana berasal dari Ramli Lubis tersebut (beneficiary). Untuk meyakinkan diri sebagai pemilik modal yang sebenarnya dibuatlah suatu bentuk perjanjian antara Ramli Lubis, dengan Syafwan Lubis, bentuk perjanjian tersebut menyatakan bahwa saham yang dimiliki oleh Syafwan Lubis sebagaimana tercantum pada akta pendirian PT. Rizkina Mandiri Perdana hanyalah pinjam nama dan pemilik sebenarnya adalah Ramli Lubis. 4

Nella Hasibuan, “Perjanjian Nominee Yang Dibuat Untuk Penguasaan Tanah Hak Milik Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing”, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2012, hal. 68.

Universitas Sumatera Utara

4

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. pengadilan mempertimbangkan keterangan ahli hukum perikatan, Mariam Darus terkait Perjanjian Nominee, selanjutnya dalam putusannya yang menyatakan bahwa berdasarkan pasal 33 ayat (1) Undang-undang nomor : 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dinyatakan bahwa seseorang dilarang mengadakan Perjanjian nominee (nominee agreement), yaitu jika seseorang mengaku sebagai pemegang saham tetapi namanya tidak tercantum sebagai pemegang saham dalam anggaran dasar suatu perseroan, maka keberadaannya tidak diakui, jika ada pihak yang mengadakan perjanjian nominee (nominee agreement), perjanjiannya tidak memiliki causa yang halal, sehingga perjanjiannya menjadi batal demi hukum. Putusan lain adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014, dalam kasus ini terdapat kepemilikan saham secara nominee dalam perseroan, rangkaian putusan dalam kasus ini menyimpulkan bahwa hakim tidak mengakui keberadaan saham dari penggugat yang dimiliki secara nominee, hakim cenderung menilai bahwa konsep nominee tidak diakui karena memang keberadaannya telah dilarang oleh UUPM . Dari kedua putusan di atas terdapat konsep nominee dalam struktur saham perseroan, hakim cenderung memutuskan konsep/perjanjian nominee tersebut batal demi hukum, karena itu menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap mereka pemilik modal yang sebenarnya (beneficiary). Konsep nominee atau kadang disebut konsep trust tidak dikenal dalam sistem hukum civil law yang berlaku di Indonesia. Trusts yang pada mulanya dikatakan khas tradisi hukum common law, kepemilikan secara absolut dipecah menjadi kepemilikan

Universitas Sumatera Utara

5

yang terdaftar dalam hukum atau disebut dengan legal owner dan kepemilikan secara kemanfaatan atau kenikmatan dari benda atau disebut beneficial owner.5 Konsep nominee pada awalnya hanya terdapat pada sistem hukum common law. Akan tetapi seiring dengan arus investasi dari pemodal asing, pada sekitar tahun 90-an di Indonesia mulai mengenal konsep nominee dan sering digunakan dalam beberapa transaksi hukum. Pemodal asing pada umumnya memilih Perseroan Terbatas sebagai bentuk dari badan hukum untuk menjalankan kegiatan investasinya di Indonesia secara langsung atau direct investment. Pemodal asing yang tertarik melakukan direct investment di Indonesia diakibatkan terdapatnya beberapa keuntungan tertentu akan tetapi terbentur oleh aturan daftar negatif investasi (negative list investment) yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Pemerintah yang dalam hal ini adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal melarang pemodal asing melakukan investasi pada bidang usaha tertentu dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Beberapa bidang usaha yang termasuk negative list investment antara lain produksi senjata, mesiu, alat peledak, peralatan perang, dan sebagainya. Dengan terdapatnya pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana tertuang dalam suatu ketentuan di peraturan perundang-undangan

5

Gunawan Widjaja, Pentingnya Pengaturan Trust dalam Institusi Di luar Pasar Modal, Ed.18, (Jakarta: Buletin Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, 2013), hal7.

Universitas Sumatera Utara

6

tentunya menyebabkan individu tertentu mencari jalan keluar dengan membuat suatu bentuk perjanjian-perjanjian semu, antara lain dengan membuat perjanjian topengan atau yang lebih dikenal dengan Perjanjian Nominee. Hal tersebut menjadi salah satu alasan yang mendasari penggunaan konsep nominee dalam sistem hukum di Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), pasal 7 ayat (1), Pendirian perseroan terbatas dapat dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih. 6 Pada bagian penjelasan dari UUPT pasal 7 ayat (1), yang dimaksud orang adalah perseorangan, baik warga Negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau asing. Syarat mendirikan perseroan terbatas melalui perjanjian yang menyebabkan pendirian perseroan terbatas harus dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagai pemegang saham, karena tidak mungkin satu orang mengadakan perjanjian dengan dirinya sendiri. Syarat pendirian perseroan terbatas dengan 2 (dua) orang atau lebih ini juga memicu timbulnya pemegang saham nominee (nominee shareholder), dimana pada umumnya pemodal asing ingin menguasai perseroan terbatas secara tidak terbatas. Dalam Perjanjian nominee, keberadaan seseorang atau suatu pihak tertentu yang dijadikan sebagai pemegang saham atau lebih tepatnya pemilik terdaftar dari sejumlah lembar saham tertentu, sedangkan beneficiary mendapatkan manfaat dari saham tersebut. Tujuan dari adanya Perjanjian nominee ini dimaksudkan dalam rangka menyembunyikan kepemilikan nominee shareholder terhadap masyarakat umum serta menghilangkan hubungan terafiliasi antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya yang sudah ada atau didirikan lebih dahulu. 6

Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, Pasal.7. Ayat (1)

Universitas Sumatera Utara

7

Dari beberapa transaksi hukum yang menggunakan konsep-konsep nominee di Indonesia, yang paling tegas melarang terdapat di Pasal 33 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, untuk selanjutnya disebut “UUPM”, dimana ditegaskan bahwa “penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/ atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.” Dengan tujuan untuk menghindari terjadinya perseroan yang secara normatif dimiliki seseorang, tetapi secara materi atau substansi pemilik perseroan tersebut adalah orang lain. 7 Dalam UUPM Pasal 33 ayat (2) yang menyebutkan : “Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum”. Jika ada perjanjian semacam itu yaitu salah satunya perjanjian nominee maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum. Uraian di atas memberikan gambaran bahwa tidak adanya kepastian hukum dari perjanjian nominee, terutama bagi mereka pemilik modal (beneficiary), walaupun perjanjian dan/atau pernyataan itu telah dibuat berdasarkan kebebasan para pihak dalam membuat suatu perjanjian, tetapi tidak memiliki kepastian hukum apabila terjadi masalah hukum dikemudian hari, seperti yang terjadi pada kasus dalam

7

Undang-Undang tentang Penanaman Modal, UU No. 25 Tahun 2007, Penjelasan Pasal 33.

Ayat (1)

Universitas Sumatera Utara

8

penelitian ini yaitu Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014 Penelitian dengan judul Analisis Yuridis terhadap Perjanjian Nominee atas Kepemilikan Saham pada Perseroan Terbatas (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014) menarik dan penting untuk diteliti dengan alasan sebagai berikut: 1. Penulis manaruh minat untuk melakukan penelitian ini karena kegiatan penanaman modal adalah hal yang sangat penting untuk menumbuhkan perekonomian demi kesejahteraan masyarakat yang seharusnya didukung oleh kemudahan-kemudahan dari segi hukumnya, tetapi pemerintah melalui UUPM melarang kegiatan penanaman modal dalam bentuk nominee, hal ini menjadi perhatian penulis untuk menganalisis alasan-alasan pelarangan tersebut. 2. Penulis juga ingin meneliti mengenai larangan nominee jika dikatikan dengan kebebasan berkontrak para pihak, kebebasan berkontrak merupakan kebebasan yang hakiki setiap pelaku usaha dalam membuat suatu perjanjian, sehingga penulis ingin menganalisis kebebasan berkontrak para pihak dalam membuat perjanjian nominee tersebut terhadap hukum yang berlaku yang justru melarang konsep nominee tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

9

1. Mengapa perjanjian nominee dilarang dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia? 2. Bagaimana kebebasan berkontrak para pihak jika dikaitkan dengan larangan nominee kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas? 3. Bagaimana penerapan hukum terhadap nominee kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014? C. Tujuan Penelitian Mengacu pada topik penelitian dan rumusan masalah yang diajukan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis alasan-alasan Perjanjian nominee dilarang dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis kebebasan berkontrak para pihak jika dikaitkan dengan larangan nominee kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan hukum terhadap nominee kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014? D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

10

1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam menambah kasanah ilmu hukum pada umumnya dan khususnya di bidang kenotariatan yang berkaitan dengan perjanjian nominee atas kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas. 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pihak-pihak yang bersinggungan dengan topik penelitian meliputi : a. Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan memberikan kontribusi positif bagi pemerintah untuk melakukan studi dan kajian lebih lanjut mengenai pengaturan terhadap fenomena maraknya perjanjian nominee di tengah-tengah kehidupan masyarakat. b. Notaris Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi Notaris di dalam menghadapi permasalahan yang menyangkut pembuatan akta nominee. Dengan demikian notaris yang hendak membuat perjanjian nominee dapat mengetahui mengenai resiko yang mungkin akan timbul di kemudian hari dan memberikan informasi ini kepada klien sebagai bentuk penyuluhan hukum sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Universitas Sumatera Utara

11

c. Mahasiswa Kenotariatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan studi yang bermanfaat bagi mahasiswa kenotariatan, dapat menjadikan hasil `penelitian di dalam tesis ini sebagai masukan guna menambah pengetahuan d. Pelaku usaha Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran bagi pelaku usaha yang sering menggunakan perjanjian pinjam nama dalam bentuk nominee sehingga dapat mengetahui resiko yang mungkin akan timbul di kemudian hari. E. Keaslian Penelitian Adapun judul penelitian ini adalah “Analisis Yuridis terhadap perjanjian nominee atas kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014)”. Berdasarkan informasi yang ada terhadap penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa Judul Tesis ini belum ada yang membahasnya sehingga Tesis ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademis. Meskipun terdapat penelitian-penelitian terdahulu yang pernah melakukan penelitian terkait Perjanjian Nominee, namun berbeda dengan penelitian ini. Adapun penelitan yang berkaitan dengan Perjanjian nominee adalah : 1. Nama Judul

: Denny Salim : “Aspek Hukum Pertanggungjawaban Komisaris Nominee Dalam Perseroan Terbatas Atas Tindak Pidana Yang Dilakukan Perseroan”

Universitas Sumatera Utara

12

Rumusan Permasalahan : a. Mengapa terjadi pengangkatan Komisaris Nominee dalam perseroan terbatas? b. Bagaimana pertanggungjawaban pidana yang dapat dikenakan terhadap Komisaris Nominee atas tindak pidana yang dilakukan perseroan? c. Bagaimana pertanggungjawaban pidana yang dapat dikenakan terhadap perseroan bersamaan dengan pengenaan sanksi pidana terhadap Komisaris Nominee? 2. Nama Judul

: Sugondo : “Analisa Terhadap Batasan Tanggung Jawab Direktur Nominee Dalam Perseroan Terbatas”

Rumusan Permasalahan : a. Apakah

yang

menjadi

dasar

hukum

dan

alasan-alasan

eksistensi/keberadaan Direktur Nominee dalam pengelolaan PT? b. Bagaimana batasan-batasan terhadap tanggung jawab dan kewajiban Direktur Nominee dalam pengelolaan PT? c. Apa akibat hukum yang mungkin timbul dalam pengelolaan PT yang dilakukan oleh Direktur Nominee? 3. Nama Judul

: Syafnil Gani : “Analisis Hukum Terhadap Perjanjian Semu (Schijhandeling) Dalam Praktek Dengan Akta Notaris (Studi Kasus di Kota Medan) “

Universitas Sumatera Utara

13

Rumusan Permasalahan : a. Mengapa perjanjian semu dibuat oleh sekelompok masyarakat dengan kata lain apa saja yang menjadi motivasi bagi kelompok masyarakat membuat perjanjian semu ? b. Bagaimana akibat hukum yang mungkin timbul dari perjanjian semu dan dapatkah perjanjian semu dibendung? c. Bagaimana pendapat penegak hukum terhadap perjanjian semu? F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan penulis di bidang hukum. Kata lain dari kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian. 8 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk mengorganisasikan

dan

menginterpretasikan

hasil-hasil

penelitian

dan

menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.9 Teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu

8

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju Bandung, 1994), hal.

9

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta Jakarta, hal. 23.

27.

Universitas Sumatera Utara

14

fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi penjelasan yang sifatnya umum. 10 Terdapat empat ciri kerangka teoritis dalam penulisan karya ilmiah hukum, yaitu: teori hukum, asas-asas hukum, doktrin hukum, dan ulasan pakar hukum berdasarkan dalam pembidangan kekhususannya. 11 Berkaitan dengan pendapat tersebut, maka teori adalah serangkaian konsep, definisi dan proposisi yang berkaitan dan bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis tentang suatu gejala. 12 Sehubungan dengan hal tersebut di atas penelitian tentang perjanjian nominee atas kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas menggunakan suatu teori untuk menjawab permasalahan yang ada yaitu Teori Perjanjian, yang mengandung asas kebebasan berkontrak, alasan penulis menggunakan asas kebebasan berkontrak ini adalah guna memberikan deskripsi serta jawaban mengenai kebebasan berkontrak para pihak terkait perjanjian nominee tersebut jika dikaitkan dengan larangan perjanjian nominee di Indonesia. Perjanjian Nominee lahir dari adanya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian, dan karenanya termasuk perjanjian yang tidak diatur di dalam undangundang karena belum terdapat pengaturan secara khusus mengenai konsep nominee. Oleh karena itu, perjanjian nominee dapat dikategorikan sebagai perjanjian tidak bernama (innominat) yang timbul berdasarkan asas kebebasan berkontrak, pacta sunt servanda dan itikad baik para pihak. 10

Mukti Fajar Nurdewata et al, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 134. 11 H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 79. 12 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hal. 141.

Universitas Sumatera Utara

15

Sebagai suatu perjanjian, perjanjian nominee adalah sah dan mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuatnya ditinjau dari aspek kebebasan untuk membuat perjanjian, kebebasan untuk menentukan isi perjanjian dan kebebasan untuk menandatangani perjanjian. Ketiga aspek tersebut merupakan perwujudan dari asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata juncto Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Setiap dan seluruh ketentuan yang terdapat dalam perjanjian yang dibuat akan mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya dan karenanya peraturanperaturan yang terdapat dalam buku III KUHPerdata hanya merupakan hukum pelengkap saja13 Ketentuan yang mendasari kekuatan mengikat dan kebebasan berkontrak suatu perjanjian dalam KUHPerdata terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1), yang berbunyi "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” 14 Sehingga menurut rumusan ketentuan di atas, setiap orang atau pihak yang membuat suatu perjanjian dengan sah akan mengikat dan berlaku bagi mereka sebagai undang-undang. Ketentuan tersebut sekaligus mengandung unsur atau elemen dari kebebasan berkontrak, kekuatan mengikat dan kepastian hukum. Kekuatan mengikat suatu perjanjian yang hanya berlaku di antara para pihak yang membuatnya tercermin dalam ketentuan-ketentuan KUHPerdata pada Pasal 1340 ayat (1) KUHPerdata “Perjanjian-perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak

13 14

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2001), hlm. 128 Vide Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Universitas Sumatera Utara

16

yang membuatnya.”15, serta Pasal 1315 KUHPerdata “Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri.” 16 Berdasarkan kedua pasal tersebut, dapat ditarik suatu pengertian bahwa setiap perjanjian yang dibuat dimaksudkan hanya untuk dan mengikat para pihak yang membuatnya saja. Asas kebebasan berkontrak erat kaitannya dengan asas kekuatan mengikat suatu perjanjian menurut KUHPerdata, mengandung arti bahwa pembuat undangundang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk mengatur sendiri hubungan hukum antara mereka, meliputi menetapkan causa, syarat-syarat dan ketentuanketentuan, bentuk serta judul, melalui suatu perjanjian dan sekaligus memberikan kekuatan hukum yang mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Pembatasan yang terdapat dalam asas kebebasan berkontrak adalah batasan terhadap keabsahan suatu perjanjian dan batasan terhadap isi suatu perjanjian (dalam arti batasan tersebut dapat dipakai sebagai dasar oleh para pihak yang membuatnya untuk mengubah dan/atau melengkapi isi perjanjian). Batasan yang menyangkut keabsahan perjanjian mengandung arti bahwa suatu perjanjian dianggap sah oleh para pihak yang membuatnya apabila dalam pembuatan perjanjian tersebut telah memenuhi keempat unsur yang disyaratkan oleh ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, sedangkan batasan yang mengenai isi perjanjian dapat dilihat dalam ketentuan pasal 1339 KUHPerdata, yang berbunyi sebagai berikut: “Persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk

15 16

Vide Pasal 1340 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Vide Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Universitas Sumatera Utara

17

segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh keputusan, kebiasaan dan undang-undang.”17 Perbuatan hukum dibatasi akibat hukumnya oleh tiga hal, yaitu jika dilarang oleh undang-undang, bertentangan dengan kesusilaan, atau ketertiban umum. 18 Dengan demikian, penulis membuat jawaban sementara bahwa perjanjian nominee saham adalah perjanjian yang lahir dari terdapatnya asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat. Ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam perjanjian nominee mengikat para pihak yang membuatnya sebagai undang-undang. Perjanjian Nominee dikategorikan sebagai salah satu bentuk dari perjanjian Innominaat karena belum ada pengaturan secara khusus tentangnya dan tidak secara tegas disebutkan dalam pasal-pasal KUH Perdata, namun timbul, tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat. seperti yang terjadi dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn dimana dibuat suatu bentuk perjanjian nominee atas kepemilikan saham Perseroan Terbatas yang dibuat dihadapan notaris yang dalam penulisan ini akan diteliti kepastian hukum dari perjanjian nominee tersebut. Alasan penggunaan Teori Kepastian hukum dalam penelitian ini karena perjanjian yang dibuat oleh para pihak adalah sebagai Undang-Undang yang belaku bagi mereka yang membuatnya, jika dikaitkan terhadap larangan perjanjian nominee, kedua hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum, oleh sebab itu Teori ini

17

Vide Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2008), hal. 148. 18

Universitas Sumatera Utara

18

digunakan untuk meneliti kepastian hukum dari perjanjian nominee terhadap larangan perjanjian nominee itu sendiri. Kepastian hukum diungkapkan oleh Roscoe Pound, kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan. 19 Teori kepastian hukum menegaskan bahwa tugas hukum itu menjamin kepastian hukum dalam hubungan-hubungan pergaulan kemasyarakatan. Terjadi kepastian yang dicapai “oleh karena hukum”. Dalam tugas itu tersimpul dua tugas lain yakni hukum harus menjamin keadilan maupun hukum harus tetap berguna. Akibatnya kadang-kadang yang adil terpaksa dikorbankan untuk yang berguna. Ada 2 (dua) macam pengertian “kepastian hukum” yaitu kepastian oleh karena hukum dan kepastian dalam atau dari hukum. Kepastian dalam hukum tercapai kalau hukum itu sebanyak-banyaknya hukum undang-undang dan bahwa dalam undang-undang itu tidak ada ketentuan-ketentuan yang bertentangan, undang-undang itu dibuat

19

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2008), hal 137.

Universitas Sumatera Utara

19

berdasarkan “rechtswerkelijkheid” (kenyataan hukum) dan dalam undang-undang tersebut tidak dapat istilah-istilah yang dapat di tafsirkan berlain-lainan. 20 Kepastian hukum adalah jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang yang berati bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat. 2. Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut definisi operasional. 21 Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kemlompok atau individu tertentu.22 Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah a. Perjanjian, dalam pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”

20

M. Solly Lubis, Diktat Teori Hukum, Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum, USU Medan, 2007, hal. 43 21 Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998), hal 31. 22 Burhan Ashshofa, Op.Cit., hal 19.

Universitas Sumatera Utara

20

b. Nominee adalah “one designated to act for another as his representatives in a rather limited sense. It is used sometimes to signify an agent or trustee. It has no connotation, however, other than that of acting for another, in representation of another, or as the grantee of another”23 pihak yang ditunjuk untuk bertindak sebagai wakilnya dalam arti yang tidak terbatas, terkadang bisa juga sebagai agen atau trustee c. Saham adalah satuan nilai atau pembukuan dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan. 24 d. Perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 25 e. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negera Republik Indonesia. 26 G. Metode Penelitian Penelitian hukum pada dasarnya merupakan seuatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum 23

Bryan A, Garner, Black’s Law Dictionary With Guide to Pronunciation, St.Paul:West Publising, 1992, Hal.1072. 24 Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia, (Salemba Empat, Indonesia, 2001), hal. 8. 25 Lihat pasal 1 ayat (1) Undang-undang Perseroan terbatas 26 Lihat pasal 1 Undang-Undang tentang Penanaman Mdal

Universitas Sumatera Utara

21

tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahanpermasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 27 Agar penulisan tesis ini dapat dilakukan secara sederhana dan terarah sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maka metode penulisan yang digunakan dalam penulisan tesis ini antara lain: 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Jenis penelitian yuridis normatif merupakan pendekatan yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain. Penelitian dengan yuridis normatif secara garis besar ditujukan kepada penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, dan taraf sinkronisasi hukum. 28 Jenis penelitian yuridis normatif mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta normanorma hukum yang ada dalam masyarakat. Selain itu, juga melihat sinkronisasi suatu aturan dengan aturan lainnya secara hierarki. Jenis penelitian yuridis normatif yang digunakan pada topik penulisan ini adalah dengan melihat sinkronisasi perjanjian nominee atas kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas pada aturan hukum yang ada, serta menganalisis penerapan hukumnya pada putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014)”.

27

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT RajaGrafido Persada, 2007),

28

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 1996),

hal 38. hal 13.

Universitas Sumatera Utara

22

2. Sifat Penelitian Sifat penelitian ini adalah penelitian preskriptif, yaitu mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. 29 Tipe

penelitian

preskriptif

adalah

penelitian

yang

ditujukan

untuk

mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu.30 Tipe penelitian preskriptif di sini disesuaikan dengan sifat preskriptif ilmu hukum, dimana perbincangan tersebut biasanya diakhiri dengan memberi rumusan-rumusan tertentu.31 Kegunaannya penelitian preskriptif dalam penelitian ini untuk merumuskan atau melahirkan keharusan maupun pedoman kebijakan penanggulangan dampak yang ditimbulkan

dari lahirnya perjanjian

nominee. Pada penelitian ini setelah memperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah-masalah dalam perjanjian nominee atas kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas maka akan diberi saran-saran atas masalahnya sehingga dapat dijadikan pedoman untuk masalah yang berkaitan dengan topik peneltian yakni perjanjian nominee. 3. Sumber Data Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan dalam proses penelitian yang sifatnya mutlak untuk dilakukan karena data merupakan sumber yang akan

29

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hal 22. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 2010 , hlm. 10 31 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., hal 23 30

Universitas Sumatera Utara

23

diteliti. Pengumpulan data difokuskan pada pokok permasalahan yang ada, sehingga dalam penelitian tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan dalam pembahasannya. Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian hukum normatif yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Data sekunder dibidang hukum dipandang dari sudut kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi: a. Bahan Hukum Primer : Bahan hukum primer terdiri dari asas dan kaidah hukum. Perwujudan asas dan kaidah hukum ini berupa : 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal 4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal 5) Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. 6) Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014 b. Bahan hukum sekunder adalah buku-buku, jurnal, tulisan-tulisan ilmiah hukum, yang terkait dengan objek penelitian ini. c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia dan lain sebagainya. 32

32

Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek, ( Jakarta: Bumi Intitama Sejahtera, 2010), hal.16.

Universitas Sumatera Utara

24

4. Metode dan Alat Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan dalam proses penelitian yang sifatnya mutlak untuk dilakukan karena data merupakan sumber yang akan diteliti. Pengumpulan data difokuskan pada pokok permasalahan yang ada, sehingga dalam penelitian tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan dalam pembahasannya. Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah studi dokumen, dengan cara studi dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini di perpustakaan dan melakukan identifikasi data. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah guna memperoleh pasal-pasal yang berisi kaedah-kaedah hukum yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang sedang dihadapi dan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan penelitian ini. 5. Metode Analisis Data Analisis data adalah suatu proses mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode dan mengategorikannya hingga kemudian mengorganisasikan dalam suatu bentuk pengelolaan data untuk menemukan tema dan hipotesis kerja yang diangkat menjadi teori substantif. 33 Untuk menemukan teori dari data tersebut maka menggunakan metode kualitatif adalah penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. 34

33

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993,

34

Zainuddin Ali, Op.Cit, hal. 105.

hal. 103.

Universitas Sumatera Utara

25

Analisis bahan-bahan hukum dalam penelitian ini akan dilakukan secara analisis kualitatif dan komprehensif. Analisis kualitatif artinya menguraikan bahanbahan hukum secara bermutu dengan bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, dan tidak tumpang tindih serta efektif, sehingga memudahkan interpretasi bahan-bahan hukum dan pemahaman hasil analisa. Komprehensif artinya dilakukan secara mendalam dan dari berbagai aspek sesuai dengan lingkup penelitian. Analisis bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik deskriptif, kontruksi hukum dan argumentasi yang selanjutnya dilakukan penilaian berdasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum, yaitu dengan mengemukakan doktrin dan asas-asas yang ada kaitannya dengan permasalahan. Selanjutnya analisis data yang diperoleh tersebut akan ditarik kesimpulan secara deduktif untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini akan dapat dijawab.

Universitas Sumatera Utara

26

BAB II LARANGAN PERJANJIAN NOMINEE DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA A. Konsep kepemilikan dalam Common Law System 1. Trust dalam Common Law System Di dunia ini tidak dijumpai satu sistem hukum saja, melainkan lebih dari satu. Adapun yang dimaksud dengan sistem hukum disini meliputi unsur-unsur seperti: struktur, kategori, dan konsep. Perbedaan dalam unsur-unsur tersebut mengakibatkan perbedaan dalam sistem hukum yang dipakai. Kita mengenal dua sistem hukum yang berbeda, yaitu sistem hukum Eropa benua dan sistem hukum Inggris. Orang juga lazim menggunakan sebutan sistem hukum Romawi-Jerman atau Civil Law system untuk yang pertama dan Common Law System untuk yang kedua.35 Pandangan sistem hukum Common Law mengenai trust, “trusts is created the absolute owner of property (the settlor) passes the legal title in that property to a person (the trustee) to hold that property on trust for the benefit of another person (the beneficiary) in accordance with terms set out by the settlor”.36 Hal ini mengandung pengertian bahwa trust dibuat pemilik mutlak dari properti (settlor) melewati proses hukum properti tersebut untuk seseorang (wali amanat) untuk menahan properti yang ada pada trust untuk kepentingan orang lain (penerima) sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemilik mutlak properti. Konsepsi awal trusts tersebut menunjukkan bahwa “trusts is a relationship 35

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal 235. Gunawan Widjaja, Transplantasi Trust dalam KUH Perdata, KUD, dan UndangUndnag Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: PT Raja Gafindo Persada, 2008) hal 30. 36

Universitas Sumatera Utara

27

recognized by equity which arises where property is vested in (a person or) persons called the trustees, which those trustees are obligated to hold for the benefit of other persons called cestuis que trust or beneficiaries”.37 Konsep tersebut berarti trust adalah hubungan yang diakui oleh ekuitas yang timbul di mana properti dipegang (seseorang atau) orang yang disebut para wali (wali amanat), yang diwajibkan untuk menahan untuk kepentingan orang lain yang disebut que cestuis trust atau penerima manfaat. Secara teoritis, dalam suatu pernyataan trusts, settlor38 menyerahkan suatu benda untuk diletakkan dalam trusts yang tercatat atas nama atau dalam kepemilikan trustee. Pemberian oleh seorang settlor ini disertai dengan kewajiban kepada trustee untuk menyerahkan kenikmatan atau kemanfaatan benda tersebut kepada pihak ketiga yang disebut dengan beneficiary39. Ini menunjukkan bahwa settlor sebagai pemberi suatu benda, setelah pernyataan trusts yang diucapkan olehnya dilaksanakan tidak lagi menguasai, memiliki mempunyai kepentingan apapun atas benda yang sudah diserahkan dalam trusts tersebut. Penyerahan benda tersebut tidak disertai dengan suatu kontra prestasi langsung yang harus dilakukan oleh trustee40 kepada settlor, melainkan kepada seorang pihak ketiga yang disebutkan oleh settlor dalam pernyataan trusts-nya tersebut. Dalam konteks tersebut, antara settlor, trustee dan

37

Peter Joseph Loughlin, The Domestication of The Trust: Bridging the Gap Beetween Common Law and Civil Law, hal 3, http://www.financialanalyst.org/newarticle2.html. diakses pada 01 Mei 2017 38 Seseorang yang menyerahkan harta kekayaannya untuk diatur kepada orang lain atau pihak kedua yang dipercayainya (Trustor). 39 Pihak ketiga yang akan menerima keuntungan atau manfaat atas pengelolaan harta kekayaan settlor sesuai dengan perjanjian. 40 Setiap orang yang memegang properti, otoritas, atau posisi kepercayaan atau tanggung jawab terhadap harta kekayaan untuk kepentingan orang lain (settlor).

Universitas Sumatera Utara

28

beneficiary tidak ada perjanjian (kontrak) sama sekali. Beneficiary tidaklah mempunyai kewenangan dalam hukum (Common Law) untuk menuntut pemenuhan kewajiban trustee, demikian juga settlor (oleh karena settlor sudah kehilangan haknya atas benda tersebut dalam hukum).41 Penjelasan diatas menunjukkan bahwa seorang trustee adalah pihak yang mempunyai kewenangan atas benda yang berada dalam trusts, yang merupakan bagian dari kewajibannya terhadap beneficiary atau cestui que trust, meskipun kewenangan tersebut hanya sebatas pencatatan dan pendaftaran atas nama trustee tersebut.42 Dalam perkembangannya sebagaimana dikatakan oleh Gary Watt dalam Briefcase Equity & Trusts :43 A Trust has the following characteristics : a. The assets constitute a separate Fund and ae not part off the trustee’s estate b. Title to the trust assests stand in the name of the trustee or in the name of another person on behalf of the trustee c. The trustee has the power and the duty, in respect of which he is accountable, to manage, to employ or dispose of the assests in accordance with the terms of the trusts and the special duties imposed upon him by law The reservation by the settlor of certain rights and powers, and the fact that the trustee may himself have have rights as a benefiaciay, are not necessarily inconsistent with the existence of a trusts. 1. Trust dibagi menjadi dua jenis yaitu: a. Express Trust b. Not Express Trust 41

Gunawan Widjaja, Op.cit, hal 30. Phillip H. Pettit,Equity and the Law of Trusts, 12th edition (London: Oxford University Press, 2009) hal. 23. 43 Gary Watt ,Briefcase Equity and Trusts 2nd ed.,(London: Cavendish Publishing Ltd., 1999), hal. 2 42

Universitas Sumatera Utara

29

a. Express Trusts Express trusts terjadi jika seorang settlor membuat pernyataan bahwa harta kekayaan tertentu diserahkan dalam trusts untuk kepentingan orang-orang atau tujuan tertentu.44 Express trusts selanjutnya dibedakan ke dalam : 1) Private trusts ; 2) Public trusts ; 3) Trusts of imperfect obligation. 1) Private trust45 Express trusts dapat melahirkan private trusts maupun public trusts. Express trust melahirkan private trusts jika benda yang diletakkan dalam trusts tersebut hanya dimanfaatkan oleh suatu orang atau satu kelompok orang tertentu. Sementara itu, express trusts dinilai melahirkan public trusts jika benda yang diletakkan dalam trusts tersebut dipergunakan untuk tujuan sosial tertentu, yang dapat dinikmati oleh banyak orang, seperti misalnya suatu charitable trusts. Private trusts selanjutnya dibedakan ke dalam fixed trusts, protective trusts, dan discretionary trusts. a) Discretionary dan Fixed Trusts46 Discretionary trusts adalah suatu trusts di mana trustee diberikan kebebasan (kebijakan) untuk melakukan suatu tindakan untuk kepetingan dari salah satu atau lebih beneficiary tertentu dalam suatu kelompok orang yang telah ditentukan oleh 44

Ibid hal 3. Ibid, hal. 4. 46 Ibid. 45

Universitas Sumatera Utara

30

settlor atau kepada seluruh beneficiary dalam kelompok tersebut, semata-mata atas pertimbangan dari trustee. Sementara itu, dalam fixed trusts, kewajiban trustee sudah ditentukan dengan pasti. Trustee hanya melaksanakan segala sesuatu yang telah ditentukan dalam pernyataan trusts dan wajib untuk melaksanakannya untuk kepentingan dari seluruh beneficiary, serta tidak diperkenankan untuk bertindak berdasarkan pada kebijakannya sendiri. b) Protective Trusts47 Protective trusts adalah trusts yang dengan sengaja secara khusus diciptakan oleh settlor agar beneficiary tidak menghabiskan atau menghilangkan atau meniadakan dengan cara apapun juga hak-haknya dalam equity (beneficiary rights) kepada pihak lain, selama benda yang dinikmatinya tersebut masih berada dalam tusts di bawah pemilikan trustee. 2) Charitable Trusts Charitable trusts adalah suatu public trusts yang dengan sengaja dibuat atau dibentuk untuk kegiatan bagi kepentingan umum yang diakui oleh pengadilan sebagai charitable (suatu bentuk amal atau kedermawaan). 48 Charity adalah pengertian hukum, sehingga apa yang dikandung atau dirasakan oleh donor (sebagai settlor) tidaklah penting. Pengadilan menentukan apakah suatu tindakan yang dilakukan termasuk ke dalam tindakan charity atau bukan. Dalam Re.Hummeltenberg tahun 1923 seorang pewasiat meninggal dunia mewasiatkan sebagai harta peninggalannya untuk mendirikan sekolah yang melatih orang-orang dalam bidang kerohanian untuk

47 48

Ibid, hal 4-5. Ibid.

Universitas Sumatera Utara

31

tujuan amal. Mengenai hal tersebut Russie LJ mengemukakan : 49 “in my opinion the question whether a gift is or may be operative for the public benefit is the question to be answered by the court by forming an opinion on the evidence before it.” Pendapat Russie LJ mengandung pengertian bahwa jawaban yang dikeluarkan oleh pengadilan adalah dengan cara membentuk pendapat atas bukti-bukti yang dikumpulkan sebelumnya. Pada sisi lain, meskipun dalam pandangan pemberi wasiat suatu tindakan hanya ditujukan untuk kepentingan pemberi wasiat, namun jika dalam pandangan pengadilan hal tersebut membawa kepentingan bagi masyarakat banyak, wasiat yang ditinggalkan tersebut dapat menjadi suatu charitable trusts.50 Untuk menilai apakah suatu tindakan pemberian adalah charitable trusts atau bukan, ada tiga hal pokok yang diperhatikan oleh pengadilan yaitu sebagai berikut: 51 a) Trusts must be of a charitable nature within the spirit and intend of the preamble to the Statute of Elizabeth as interpreted by the courts and extended by statute ; b) It must promote a public benefit of a nature recognized by the courts as a public benefit; c) The purpose of the trusts must be wholly and exclusively charitable Hal diatas dalam terjemahan bebas berarti: a) Trust harus bersifat amal dalam semangat dan berniat dari Piagam Statuta Elizabeth sebagaimana ditafsirkan oleh pengadilan dan diperpanjang oleh undang-undang 49

Ibid. hal 171. Gunawan Widjaja, Op.Cit hal 100. 51 Margareth Halliwell, Equity and Trusts, (London: Old Bailey Press, 2002) hal. 172. 50

Universitas Sumatera Utara

32

b) Harus mempromosikan kepentingan publik yang bersifat diakui oleh pengadilan sebagai manfaat publik; c) Tujuan dari trust harus sepenuhnya dan secara eksklusif amal 3) Purpose Trusts ( Trusts of Imperfect Oboigations) Purpose trusts adalah trusts yang dibuat untuk tujuan tertentu dan bagi kepentingan tujuan tersebut daripada untuk kepentingan seorang atau lebih beneficiary. Purpose trusts ini sering kali disebut juga dengan nama “trusts of imperfect obligation”. Secara umum trusts yang demikian batal dan tidak memiliki kekuatan hukum, karena dalam konsepsi private trusts, trusts dibuat dan diciptakan untuk kepentingan dari seorang atau lebih beneficiary tertentu dan dicptakan untuk kepentingan tertentu.52 Rocburgh J dengan tegas mengemukakan bahwa suatu trusts bukanlah trusts jika tidak ada objek yang tertuju pada kepentingan orang perorangan tertentu.53 Ada tiga kondisi yang harus diperhatikan dalam suatu purpose trusts, yang sering kali dipergunakan oleh pengadilan untuk menyatakan bahwa suatu purpose trusts adalah purpose trusts yang memiliki akibat hukum dan atau memiliki kekuatan hukum. Ketiga kondisi tersebut adalah sebagai berikut.54 a) The trusts must be for a purpose which has been previously upheld by the court b) The trusts must be limited in perpetuity c) There must be someone who will execute the purpse trusts Dengan demikian pada dasarnya suatu purpose trusts merupakan pengecualian 52

Ibid hal 5. Ibid hal 155. 54 Ibid hal 157. 53

Universitas Sumatera Utara

33

dari berlakunya ketentuan trusts secara umum. Purpose trusts hanya dibatasi pada pelaksanaan suatu wasiat yang jika tidak dilaksanakan akan menyebabakan terjadinya hibah atas sisa benda milik pewasiat. Pengadilan dapat secara tidak langsung melaksanakan trusts tersebut dengan meminta jaminan dari trustee untuk melaksanakan wasiat tersebut sesuai dengan dan untuk kepentingan yang telah ditentukan tersebut, dan selanjutnya memberikan kepada para penerima wasiat sisa (lainnya) untuk melaksanakan wasiat tersebut secara bebas jika hal tersebut tidak dilaksanakan.55 b. Not - Express Trusts Not - Express trusts dapat dibedakan lagi ke dalam : 1) resulting trusts 2) conctructive trusts 1) Resulting Trusts Resulting trusts sering kali dinamakan juga implied trusts.56 Suatu trusts dikatakan merupakan implied ataiu resulting trusts jika, misalnya seorang settlor menyatakan kehendaknya untuk memberikan kepada seoranng beneficiary uang sejumlah tertentu untuk keperluan selama hidup dari orang tersebut. Trusts yang demikian tidak menjelaskan ke mana perginya sisa uang yang diletakkan dalam trusts tersebut, ketika beneficiary telah meninggal dunia. Dalam konteks yang demikian kepada settlor atau masuk harta kekayaan settlor pada saat meninggal dunia.57 Dalam konteks yang lain, resulting trusts dapat terjadi misalnya dalam hal dua 55

Pettit, Op.cit., hal 49. Halliwell, Op.cit. hal 5. 57 Ibid. hal 5 56

Universitas Sumatera Utara

34

atau lebih orang memberli sesuatu benda secara bersama-sama, baik atas nama seseorang dari mereka atau atas nama bersama. Dalam hal ini, equity mengatakan bahwa suatu resulting trusts telah terjadi untuk kepentingan atas benda yang dibeli tersebut untuk kepentingan dari seluruh pihak yang telah berkontribusi untuk membeli benda tersebut.58 2) Construtive Trusts Suatu trusts adalah contructive trusts jika trusts tersebut dipaksakan pelaksanaannya oleh Pengadilan karena perilaku dari pihak tertentu dalam trusts tersebut yang tidak adil yang berkehendak untuk mempertahankan seluruh atau sebagian kepetingan atau manfaat atas suatu benda tertentu hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Dalam trust jenis ini, kehendak dari settlor tidak lagi menjadi perhatian (penting), oleh karena constructive trusts ini berjalan demi hukum dan diatur sepenuhnya menurut ketentuan atau aturan hukum yang berlaku. Beberapa hal penting yang dapat menyebabkan terjadinya contructive trusts adalah misalnya :59 a)

Seorang pihak ketiga (di luar instrumen trusts), yang bukan bona fide purchaser for value without notice60, menguasai suatu benda yang diletakkan constructive

atau

diserahkan

trustee

bagi

dalam

trusts

beneficiary

diwajibkan

benda

yang

unk berada

menjadi dalam

kekuasaanya tersebut;

58

Ibid. hal 6. Pettit, Op.cit., hal. 55. 60 Seseorang yang memperoleh hak atas properti tanpa pemberitahuan aktual, pemberitahuan konstruktif tetapi didasari dengan itikad baik. 59

Universitas Sumatera Utara

35

b)

Trustee memperoleh manfaat pribadi dari suatu trusts, yang selanjutnya diwajibkan untuk tetap memeliharanya dalam trusts untuk kepentingan dari beneficiary;

c)

Dalam suatu perjanjian yang bertujuan melaksanakan jual beli tanah, pemilik menjadi constructive trustee bagi pembeli hingga seluruh proses jual beli diselesaikan dan pembeli menjadi pemiliik. Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa jika ada pemisahan

kepemilikkan, sedangkan tidak ada express trusts, implied trusts atau resulting trusts, pihak terhadap siapa suatu benda diserahkan penguasaan dan kepemilikannya menjadi trustee dalam suatu constructive trusts.61 Constructive trust lahir karena kehendak hukum semata-mata. Dikatakan karena kehendak hukum, oleh karena constructive trust diwajibkan oleh dan berdasarkan pada putusan pengadilan tanpa perlu memerhatikan kehendak dari para pihak yang ada dalam hubungan hukum tersebut.62 1. Konsep Trust di negara Amerika Serikat Secara historis, Amerika Serikat berbeda dengan negara-negara yang menganut tradisi hukum Common Law lainnya, yang tergabung dalam negara persemakmuran (British Commonwealth). Sebagai suatu negara serikat, Amerika Serikat tidaklah pernah dijajajah oleh Negara Inggris Raya, meskipun sejarah menunjukan bahwa sebagian besar Negara bagian dalam Amerka Serikat merupakan bekas jajahan Inggris Raya. Sejarah juga menunjukan bahwa negara-negara bagian dalam Amerika

61 62

Ibid. hal 55. Ibid. hal 342.

Universitas Sumatera Utara

36

Serikat pernah dijajah juga oleh negara-negara dengan tradisi hukum Civil Law seperti Spanyol di Florida, Perancis di New Orleans dan Swedia di Delaware. Dengan demikian, sesungguhnya setiap negara bagian di Amerika Serikat memiliki sistem hukumnya sendiri. Dari muatan-muatan hukum yang ada, disamping hukum Inggris, hukum Perancis masih meninggalkan bekasnya di Lousiana, dan hukum Spanyol di California dan beberapa negara bagian di sebelah barat Amerika Serikat.63 Pilihan penggunakan hukum Inggris di negara-negara bagian Amerika Serikat tidaklah sepenuhnya sama dengan hukum yang berkembang di Inggris itu sendiri. Pengaruh budaya hukum yang berkembang di tiap-tiap negara bagian juga menyebabkan berbagai perbedaan antara tradisi hukum Common Law yang berkembang di negara-negara bagian Amerika Serikat dengan tradisi hukum Common Law di Inggris. 64 Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan serta penyimpangan dalam penegakan hukum dan keadilan baik di Amerika Serikat maupun di Inggris. Sistem peradilan Equity yang dikenal di Inggris tidaklah dikenal sepenuhnya oleh seluruh negara bagian di Amerika Serikat yang menganut tradisi hukum Common Law. Berbeda dengan negara-negara bagian di Amerika Serikat yang mempunyai sistem hukum yang berbeda-beda dan perlakuan yang berbeda terhadap Equity, pada tingkat Federal hanya dikenal satu jenis peradilan yang menyelesaikan segala macam persoalan/ sengketa yang terkait baik dengan Common Law maupun equity. Seiring dengan pertumbuhan equity yang berbeda dengan sumber asalnya, perkembangan 63

Lawrence M. Friedman, History of American Law2nd, edition 1st, (New York: Simon & Schulster, 1958), hal 19. 64 Ibid, hal 20.

Universitas Sumatera Utara

37

trust di Amerika Serikat pun berbeda dengan yang terjadi di Inggris Raya. Trust bukan lagi suatu pranata yang lahir dari equity dan semata-mata untuk memberikan perlindungan bagi hak-hak yang tidak dapat diperoleh atau dipertahankan dalam Common Law. Trust adalah “A right property, real or personal, heldby one party, the person appointed or required by law to administer a trust, for benefit of another.”65 dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa trust dibentuk berdasarkan perjanjian. Selain itu, trust dapat dibentuk berdasarkan perjanjian yang tunduk pada ketentuan Common Law. Pada negara-negara bagian di Amerika Serikat yang tidak mempunyai hukum tertulis yang mengatur mengenai trust, trust dimungkinkan untuk dibentuk atau dibuat melalui perjanjian. 66 Dalam konteks demikian trust seringkali disebutkan sebagai “a three party contact, a private legal Agreement.”67 Perjanjian yang mengatur mengenai trust disebut dengan nama indenture.68 Trust yang demikian disebut dengan nama pure trust. Sebagai suatu perjanjian, pure trust tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Common Law dan karenanya masuk dalam yuridiksi sistem peradilan Common Law. Pure trust tidak berada dalam wilayah equity karena pure trust tunduk sepenuhnya pada aturan-aturan hukum perjanjian, terutama asas kebebesan kontrak yang diberikan konstitusi Amerika Serikat. Selanjutnya oleh karena pure trust ini tunduk sepenuhnya pada ketentuan 65

James D. Fullerton, Trust Fund Laws and Agreements, hal 1, www.fullertonlaw.com/trustfundchap.htm diakses pada 01 Mei 2017. 66 Ibid, hal 2. 67 Gwen H. Wycoff, What Is The Common Law Trust?, hal 1, www.socal.print.com/574.html diakses pada 10 Mei 2017. 68 Lawrence M. Friedman, Op. Cit, hal 19.

Universitas Sumatera Utara

38

hukum perjanjian dalam Common Law, seperti halnya Common Law yang tidak mengakui pemisahan kepemilikan ke dalam pemilikan hukum (legal ownership) dan pemilikan manfaat (beneficial ownership 69), pure trust juga tidak mengakui pemisahan pemilikan ke dalam pemilikan hukum (legal owner) dan pemilikan manfaat (beneficial owner). 70 Peran trust dalam kegiatan ekonomi di Amerika Serikat telah berkembang sedemikian rupa sehingga trust sudah berperan sebagai: a. Kegiatan operasional dari suatu bisnis keluarga b. Kegiatan operasional dari skema investasi kolektif (investment collective scheme) c. Pemilikan/ penguasaan harta kekayaan (asset holding) dari sekelompok invidu tertentu, keluarga dan kelompok-kelompok lainnya.71 Secara praktis, trust khususnya pure trust dalam berbagai kegiatan ekonomi tersebut di atas mengambil bentuk yang serupa dengan suatu perusahaan, hanya saja bentuk perusahaan yang demikian tidaklah tunduk pada ketentuan peraturan perundang-perundangan

yang

berlaku

seperti

misalnya

suatu

perseroan

terbatas/persekutuan perdata, melainkan tunduk pada peraturan kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian. Sehubungan dengan hal tersebut, pure trust dalam perkembangannya mengambil bentuk Unincorporated Business Trust Organization (UBTO).72 Sebagai suatu bentuk organisasi perusahaan serupa tetapi tidak sama dengan 69

Siapa saja yang memiliki manfaat kepemilikan barang atau harta namun bukan merupakan pemilik terdaftar melainkan pemilik sebenarnya atas barang atau harta tersebut. 70 Ibid. 71 Gunawan Widjadja, Op. Cit, hal 143. 72 Joe Sweet, Op.cit hal 3 diakses pada 10 Mei 2017.

Universitas Sumatera Utara

39

suatu perseroan terbatas maupun persekutuan perdata, bergantung pada ketentuan trust indenture yang mengatur mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak yang ada dalam pure trust atau UBTO tersebut, pure trust dapat mengambil bentuk antara lain: 73 a. Baik sebagai pengelola dan pengurus trust corpus secara aktif dan bertanggung jawab atas pengurusan tersebut (actively manage assets and icurliabilities) maupun hanya sebagai pemilik trust corpus yang pasif (only hold assets passively) b. Suatu bare trust74, dengan manajemen atau pengelolaan trust corpus sepenuhnya atas instruksi dari beneficiary. c. Suatu bentuk kepemilikan trust corpus dengan kewenangan untuk menerbitkan bagian pemilikan bersama yang diwadahi oleh trust corpus tersebut. d. Dengan kewenangan pendelegasian kepada pihak ketiga dalam suatu investment trust atau dana pension atau dengan kewajiban untuk melakukan pengelolaan sendiri dalam unit trust. Hal-hal tersebut diatas memperlihatkan bahwa pure trust dalam bentuk UBTO, kepemilikan trust corpus secara hukum dan kenikmatan berada di tangan trustee tetapi dengan kewajiban bagi trustee untuk menyerahkan kepada beneficiary setiap keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari trust corpus tersebut berdasarkan trust

73

Gunawan Widjaja, op.cit hal 153. Bare trust adalah suatu trust yang dalam instrumen penerbitannya tidak secara tegas dan terang memberikan beban atau kewajiban kepada seorang trustee melainkan menyerahkan persoalan tersebut kepada ketentuan atau aturan hukum yang berlaku. 74

Universitas Sumatera Utara

40

indenture. Beneficiary bukan lagi pemilik manfaat dalam pengertian pemilik manfaat yang dipisahkan dari pemilik hukum. Setiap keuntungan atau manfaat yang diperoleh benefiaciary adalah benda yang secara dominium merupakan milik beneficiary yang dikeluarkan dari kepemilikan dominium trustee.75 Eksistensi pure trust atau UBTO yang berada dalam lapangan Common Law dan

bukan

equity76

pertanggungjawaban

menyebabkan

trustee

yang

terjadinya

semula

berada

pergeseran dalam

dalam

equity

hal

menjadi

pertanggungjawaban dalam Common Law. Fiduciary duty yang merupakan pertanggungjawaban trustee dalam equity selanjutnya menjadi default rules77 yang menunjukan bahwa fiduciary duty dapat disimpangi dan dikesampingkan oleh para pihak berdasarkan pada kesepakatan yang diatur dalam trust indenture. 78 Penjelasan yang diberikan memperlihatkan bahwa trust dalam tradisi hukum Common Law juga telah mengalami perubahan dari yang semula berada dalam lapangan equity semata-mata pada akhirnya juga masuk ke dalam hukum perjanjian yang berada dalam lapangan Common Law. Namun demikian, trust yang berada dalam lapangan hukum perjanjian Common Law memiliki perbedaan dengan trust yang berada di dalam lapangan hukum equity. Trust dalam lapangan hukum perjanjian sebagai bagian dari Common Law tidak mengenal pemisahan pemilikan ke pemilikan hukum dan pemilikan manfaat. 75

Gunawan Widjaja, op.cit hal 154. Tindakan atau prinsip memperlakukan semua orang sama-sama sesuai dengan hukum, proses hukum, atau sesuai keadilan. 77 Aturan hukum yang dapat ditimpa oleh kontrak, trust, keinginan, atau perjanjian hukum efektif lainnya. Ide default rules dalam hukum kontrak kadang-kadang dihubungkan dengan gagasan tentang kontrak lengkap. 78 Melanie B. Leslie, Trusting Trustee: Fiduciary Duties and The Limits of Default Rules, (Cardozo: School of Law, 2005), hal 2. 76

Universitas Sumatera Utara

41

Beneficiary dalam trust yang lahir dari perjanjian merupakan pihak yang berdasarkan perjanjian yang dibuat memperoleh manfaat hasil hasil pengelolaan harta kekayaan yang diletakan kepemilikannya dalam semua harta kekayaan terpisah yang dikelola trustee. Harta kekayaan yang terikat tersebut yang dicatatkan atas nama trustee bukanlah harta kekayaan trustee sebagai dominium, melainkan hanya sebagai suatu bentuk rekening terpisah dari kekayaan pribadi trustee. Pemisahan ini menjadi penting artinya bagi kepentingan beneficiary dari kepailatan trustee dan jangkauan kreditor pribadi trustee.79 2. Konsep Trust di negara Inggris Secara sederhana dapat dikatakan bahwa trust dalam tradisi hukum Common Law adalah: “Legal relationship created under the laws of equity whereby property (the corpus) is held by one party (the trustee) for the benefit of other (cestui que trust or beneficiaries)”80 Rumusan tersebut memperlihatkan bahwa trust pada negara-negara dengan tradisi hukum Common Law merupakan produk dari equity, yang berada di luar sistem peradilan Common Law. Common Law sendiri tidaklah mengakui eksistensi trust. Trust lahir karena adanya equity, tanpa equity tidak ada trust.81 Pihak-pihak yang terkait hubungan hukum dalam suatu trust tidak dapat menyelesaikan permasalahan hukum yang ada melalui sistem peradilan Common Law. Mereka hanya akan memperoleh penyelesaiannya dalam sistem peradilan 79

Melanie B. Leslie, Op. Cit, hal 3. AR Fullarton, The Common Law and Taxation of Trust in Australia in the Twenty-First Century, hal 3, www.arfullartonassociates.com.au/trust%20paper.htm. diakses pada 01 Mei 2017. 81 Peter Joseph Loughlin, The Domestication of Trust : Bridging the gap between Common law and Civil Law, hal 3, www.jurisconsultsgroup.com/trust.com diakses pada 01 Mei 2017. 80

Universitas Sumatera Utara

42

equity. Sistem peradilan equity ini sejak awalnya memang tidak dimaksudkan untuk menjadi sistem dengan hukum yang terpisah. Segala sesuatu yang diputuskan oleh equity akan diberikan jika hukum yang berlaku saat itu (Common Law) atau hukum yang ada ternyata tidak dapat memberikan keadilan bagi rakyat.82 Sebagai suatu sistem yang berkembang dan berjalan seiring dengan perkembangan dan perjalanan Common Law, equity dan Common Law memiliki hubungan yang saling melengkapi. Di antara keduanya ada garis-garis merah yang menjadi dan merupakan batasan hubungan dan sekaligus menjadi dasar bekerjanya equity dan Common Law secara bersama-sama. Prinsip-prinsip dasar yang menjadi batasan hubungan equity dan Common Law tersebut dapat dilukiskan sebagai berikut : 83 a. Dalam pandangan yuridiksi Common Law hanya trustee yang diakui oleh Common Law sebagai pemilik dari suatu benda dan bukan beneficiary. Ini berarti suatu gugatan yang berkaitan dengan pelanggaran equitable obligation84 tidak pernah dapat dimajukan di hadapan sistem peradilan Common Law. b. Sistem peradilan equity tidak berwenang untuk memtuskan perkara yang berkaitan dengan legal rights dan titles. Dengan demikian setiap pihak yang bermaksud untuk menegakan haknya dalam hukum harus memajukannya dihadapan sistem peradilan Common Law.

82

Gunawan Wijaya, Op.Cit, hal 59. Ibid, hal 60-62. 84 kewajiban yang tidak dikuatkan kontrak atau hanya karena kewajiban moral atau kewajiban demi kewajaran atau keadilan. 83

Universitas Sumatera Utara

43

c. Equity tidak berwenang untuk memberikan hukuman ganti rugi. Sistem peradilan ini hanya berwenang untuk memberikan hukuman ganti rugi dalam bentuk restitusi dan bukan jenis-jenis kerugian lainnya yang dikenal dalam Common Law. d. Sistem peradilan Common Law tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan sementara. Hanya sistem peradilan equity yang memiliki kewenangan yang demikian seperti menghentikan perbuatan yang merugikan dan mengangkat pengurus sementara. e. Perkara yang tengah diperiksa di sistem peradilan Common Law tidak dapat begitu saja dialihkan proses pemeriksaannya ke sistem peradilan equity dan begitu pula sebaliknya. Masing-masing peradilan mempunyai batas kewenangan pemeriksaan dan yuridiksinya sendiri-sendiri. Ketentuanketentuan tersebut memperlihatkan batasan yang jelas antara kedua sistem peradilan yang dikenal dalam tradisi hukum Common Law. Sistem peradilan equity bukan merupakan bagian dari sistem Common Law pada nyatanya menunjukan bahwa equity memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perkembangan hukum di negara penganut tradisi hukum Common Law. 85 Salah satu kontribusi besar equity adalah trust. Melalui equity seseorang memiliki suatu benda untuk kepentingan pihak lain, yang dalam Common Law disebut dengan owner, dalam equity diwajibkan untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan trust (yang menjadikan orang yang memiliki benda tersebut dalam hukum sebagi legal owner) kepada pihak, untuk siapa kemanfaatan atas benda 85

Ibid, hal 71.

Universitas Sumatera Utara

44

tersebut harus diberikan (beneficial/ equitable owner).86 2. Pemilikan Ganda (Dual ownesrship) dalam trust Salah satu ciri khas trusts adalah adanya pemilikan ganda (dual ownership). Maksud pemilikan ganda tersebut adalah pemilikan yang berada di tangan dua orang atau subjek hukum. Pemilikan pertama yang dinamakan dengan legal ownership atau pemilikan dalam hukum yang ada di tangan trustee. Sementara itu, pemilikan kedua yang disebut dengan beneficial ownership atau equity owner adalah pihak yang menerima manfaat dari atau menikmati benda yang diserahkan kepada trustee sebagai pemilik hukum. Ini berarti setiap tindakan atau perbuatan hukum yang bertujuan atau terkait dengan kepemilikan atas benda tersebut dalam hukum hanya dapat dilakukan oleh trustee. Beneficiary, di mata hukum bukanlah pemilik yang berhak atas benda yang berada dalam trusts tersebut. Penjelasan tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam suatu trusts, trustee memiliki kewenangan yang terbatas, khususnya dalam hal tidak boleh menikmati benda yang berada dalam trusts, serta ketiadaan wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan yang semata-mata ia kehendaki atas trusts corpus yang dapat merugikan kepentingan beneficiary. Trustee tidak memiliki dominium plenum atas benda yang berada dalam pemilikannya. Tindakan trustee untuk merusak atau menghancurkan benda dalam trusts adalah suatu tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap hak dalam equity dari seorang beneficiary. Hal ini menunjukkan bahwa seorang trustee tidaklah memiliki kewenangan sepenuhnya

86

Paul Todd, Textbook on Trust 4th edition, (London: Blackstone Press Limited, 1999), hal

22.

Universitas Sumatera Utara

45

untuk bertindak bebas atas benda yang berada dalam trusts. Kewenangan trustee yang terbatas ini mencerminkan adanya perbedaan antara kepemilikan dalam trusts oleh trustee dan makna pemilikan yang sebenarnya.87 Dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan beneficiary, trustee diberikan kewenangan dan sekaligus juga kewajiban. Kewenangan yang dimaksud adalah serangkaian kemampuan dan kecakapan yang dilahirkan dari instrumen yang menciptakan trusts tersebut, maupun yang diberikan oleh undang-undang kepada trustee sebagai ”pemilik” benda yang diletakkan dalam trusts, untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum yang terkait dengan benda yang berada dalam trusts tersebut. Tindakan atau perbuatan hukum tersebut antara lain meliputi kegiatan untuk melakukan investasi atas dana tunai yang dipercayakan kepadanya. Trustee wajib melaksanakan kepercayaan yang diberikan untuk menentukan sendiri beneficiary yang berhak atas dana yang diserahkan dalam (discretionary) trusts dan lain sebagainya. Hubungan trustee-beneficiary adalah suatu bentuk hubungan kepercayan yang dinamakan ”fiduciary relation”. Pengertian ”fiduciary” itu sendiri tidaklah dapat dengan mudah untuk dijabarkan atau didefinisikan. Secara sederhana hubungan kepercayaan (fiduciary) dapat dilihat dari hubungan antara direksi perusahaan dengan perusahaan itu sendiri, agen dengan perusahaan prinsipalnya, rekanan bisnis dalam hubungan dengan rekanan lainnya, pengguna asuransi yang terdaftar dengan penerima manfaat asuransi.

87

Maurizio Lupoi, “The Civil Law Trusts”, Vanderbilt Journal of Transnational Law [Vol. 32 : 1999], hal. 5.

Universitas Sumatera Utara

46

B. Keberadaan Trust di Indonesia 1. Transplantasi Trust pada Negara-negara penganut sistem hukum Civil Law System Defenisi transplantasi dikemukakan oleh Alan Watson bahwa Transplantasi Hukum merupakan “the borrowing and transmissibility of rules from one society or sistem to another”. Definisi semacam ini bisa disebut sebagai definisi yang luas, yang mempertimbangkan bukan saja pembentukan hukum sebagai hubungan antar negara melainkan pula pengaruh dari tradisi hukum antar masyarakat 88. Demikian juga pendapat dari sudut pandang ahli pemerintahan Frederick Schauer yang memberi pengertian “Legal transplantation is process by whichlaws and legals institutions developed in one country are then adopted byanother”89 (terjemahan bebasnya adalah transplantasi hukum adalah proses hukum dan lembaga hukum yang dikembangkan di satu negara kemudian diadopsi oleh negara lain). Hal ini diperjelas bahwa transplantasi hukum tidak saja merupakan proses adopsi hukum sebagai aturan tertulis saja, melainkan pula adopsi terhadap kelembagaan hukum yang menyertainya. Pergaulan dalam dunia yang semakin intesif telah mengakibatkan masuknya atau berbagai macam institusi dan/atau pranata hukum dari negara yang satu negara ke negara yang lain masuknya pranata hukum tersebut, dari satu negara ke negara yang lain melalui tranplantasi hukum. Salah satu transplantasi hukum yang telah terjadi adalah masuknya trusts yang bernuansa atau bersumber dari negara-negara 88

Budiyoni, Tri, 2009, Transplantasi Hukum Harmonisasi dan Potensi Benturan Studi Transplantasi Doktrin Yang Dikembangkan dari Tradisi Common Law pada UU PT, Griya Media, Salatiga, hal 9 89 Frederick Schauer, “The Politics and Incentives of Legal Transplantations” (Working Paper: Center for international development at Harvard University. 2000).

Universitas Sumatera Utara

47

dengan tradisi hukum Common Law ke negara-negara yang bertradisi hukum Civil Law. Transplantasi trusts tersebut sebagian terjadi di negara-negara yang berada dalam mixedjurisdiction90 seperti Louisiana, Quebec, South Africa dan Scotland sedang yang lainnya terjadi karena masuknya pranata-pranata ekonomi, khususnya pranata finansial yang mengglobal, yang mau tidak mau juga membawa akibat masuknya yang pranata hukum yang menyertai pranata ekonomi dan finansial tersebut. Transplantasi trusts yang berakar dari tradisi hukum Common Law ke dalam negara-negara dengan tradisi hukum Civil Law pada umumnya terjadi karena dua alasan pokok berikut:91 a. Negara-negara tersebut merupakan negara-negara dengan mixed jurisdiction, yaitu negara-negara yang secara historis, teritorial dan kultural berbaur antara tradisi hukum Civil Law dengan tradisi hukum Common Law, seperti terjadi di Provinsi Quebec (Civil Law), di Canada (Common Law), Negara Bagian Louisiana (Civil Law), di Amerika Serikat (Common Law), ceylon (Civil Law) diantara negara persemakmuran (Common Law) dan Afrika Selatan yang pernah dijajah oleh Belanda (Civil Law) dan Inggris (Common Law) pada kurun yang berbeda. b. Negara-negara berkembang yang tengah memacu perkembangan perekonomian dunia usaha yang memasukkan (transplantasi) berbagai institusi finansial ke

90

William Tetley, Q.C., Mixed jurisdiction: “Common Law vs Civil Law (Codified and Uncodified) (2000) hal 680. 91 Gunawan Widjaja, Transplantasi Trust dalam KUH Perdata, KUD, dan UndangUndnag Pasar Modal Indonesia, PT Raja Gafindo Persada, Jakarta, 2008 hal. 273.

Universitas Sumatera Utara

48

dalam negara-negara berkembang tersebut, khususnya pasar uang dan pasar modal. Negara-negara tersebut antara lain jepang (Civil Law), Korea Selatan (Civil Law), Taiwan (Civil Law),dan Cina (Civil Law) yang membuat undangundang khusus tentang trusts guna mengakomodasi masuknya berbagai instrumen pasar modal seperti Mutual Fund dan asset securitization di negara mereka masing-masing. Selanjutnya sebagai suatu bentuk transplantasi, trusts yang ditransplantasikan pada negara-negara yang bertradisi hukum Civil Law tersebut juga menunjukkan terjadinya perubahan dan perbedaan dengan sumber asalnya. Trusts yang ditransplantasikan pada negara-negara yang bertradisi hukum Civil Law tidak mengubah konsepsi hukum yang sudah dibakukan, norma-norma dan kaidah-kaidah hukum dalam kitab undang-undang (code) sama sekali tidak disimpangi. Bentukbentuk transplantasi trusts ke dalam negara-negara dengan tradisi hukum Civil Law tetap tidak mengakui adanya dualisme pemilikan yaitu dalam bentuk legal owner dan equity owner sebagaimana diakui dan dikenal dalam tradisi hukum Common Law. Bentuk-bentuk trusts dan pranata-pranata serupa trusts dalam negara-negara dengan tradisi hukum Civil Law bersama-sama dengan trusts yang ditransplantasikan, dalam perkembangannya dipergunakan tidak saja oleh Negara-negara dengan tradisi hukum Civil Law, melainkan juga negara-negara dengan tradisi hukum Common Law, dalam rangka mengisi kebutuhan hukum akan pranata-pranata trusts dalam kehidupan perekonomian atau bisnis mereka.

Universitas Sumatera Utara

49

2. Lembaga Trust dalam Pasar Modal di Indonesia Setelah Indonesia merdeka, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.15 tahun 1952 mengenai bursa efek. Pembukaan kembali bursa efek terutama ditujukan untuk menangani transaksi RI 3% pada tahun 1950. Sementara itu, pemerintah orde baru dibawah presiden Soeharto segera melaksanakan sistem ekonomi terbuka. Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UUPMA) dikeluarkan tahun 1967, Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN) pada tahun 1968. Spuluh tahun kemudian perekonomian Indonesia mengalami keberhasilan dan pada tanggal 10 Agustus 1977 kegiatan bursa efek diaktifkan kembali serta diorganisasi dengan baik dengan terbentuknya Bursa Efek Jakarta (BEJ).92 Pengaktifan kembali pasar modal di Indonesia pada tahun 1977 didasarkan pada Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia nomor 52/1976 dan dilanjuti dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan. Undang-Undang Pasar Modal no. 8 tahun 1995 serta Peraturaan Pemerintah No. 45 dan 46 keluar setelah pasar modal berjalan selama 18 tahun. 93 Maka sejak semua peraturan yang berhubungan dengan pasar modal itulah pranata trust mulai masuk ke dalam pasar modal Indonesia. Ini merupakan bentuk transplantasi trust di Indonesia dengan motif memacu perkembangan perekonomian dalam negeri. Bentuk-bentuk Trust dalam Pasar Modal di Indonesia: a. Kustodian Trust

92

Mohamad Samsul, Pasar Modal & Manejemen Portofolio. Erlangga, Jakarta, 2006. hal 27 93 ibid. hal 28

Universitas Sumatera Utara

50

Kustodian merupakan salah satu pihak yang dapat menjadi trustee, yang merupakan pemilik yang tercatat dari suatu kumpulan investasi kolektif yang dikelola oleh manager. Sebagai trustee dalam Mutual Fund, kustodian memiliki kewajiban fidusia yang sehubungan dengan penyimpanan harta kekayaan yang berwujud efekefek pasar modal dan pasar uang. Kustodian ini selanjutnya bertindak sebagai satusatunya pemilik dari efek-efek tersebut, sedangkan pengelolaan investasi dalam bentuk efek-efek yang disimpan dan tercatat ata snama kustodian dilakukan oleh trustee yang lain, yaitu manajer. Dalam hal demikian, dapat dikatakan juga bahwa kustodian tidak lebih dari sekedar nominee, yang mencatatkan kepemilikan atas suatu harta kekayaan tertentu atas namanya. 94 Di luar konteks Mutual Fund, fungsi kustodian sangatlah diperlukan dalam transaksi perdagangan efek yang tidak berbasis pada warkat atau penyerahan bukti pemilikan, melainkan pada pemindahbukuan rekening melalui sistem kliring. Dalam konteks tersebut, kustodian adalah registered titleholder, dan nasabah dari kustodian tersebut adalah beneficial owner. 95 Kustodian dalam pasar modal Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menyimpan efek milik pemegang rekening dan kewajiban lain sesuai dengan kontrak antara kustodian dan pemegang rekening. Efek yang dititipkan wajib dibukukan dan dicatatkan secara tersendiri, hal ini dikarenakan efek custodian bukan merupakan bagian dari harta kustodian tersebut.96

94

Alastair Hudson, Equity and Trust (London: Cavendish Publishing, 2002) hal 3. Madeline Times, Global Custody – an Overview,Volume 1, hal 2. 96 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 44. 95

Universitas Sumatera Utara

51

Kustodian hanya mengeluarkan efek atau dana yang tercatat pada rekening efek atas perintah tertulis dari pemegang rekening atau pihak yang diberi wewenang untuk bertindak atas namanya.97 Selain itu kustodian juga wajib memberikan ganti rugi kepada pemegang rekening atas setiap kerugian yang timbul akibat kesalahannya98 b. Unit trust Unit trust dibentuk atau didirikan melalui declaration of trust, berdasarkan akta trust atau perjanjian trust yang dibuat antara trustee dengan manajer atau antara kustodian dan management company. Isi akta pembentukan unit trust secara prinsipil berisikan kewajiban trustee untuk menyimpan efek-efek yangdibeli oleh manajer untuk kepentingan manajer itu sendiri pada mulanya. Kepentingan sebagai penikmat dari efek-efek yang diserahkan ke dalam pemilikan trustee tersebut (yang mulanya berada di tangan manajer) akan dibagi-bagi kedalam unit penyertaan yang lebih kecil atau bukti-bukti penyertaan lainya untuk kemudian ditawarkan dan dijual kepada umum. Investor atau masyarakat yang membeli setiap unit penyertaan atau bagian penyertaan lainya demi hukum akan menjadi beneficiary dari efek-efek yang diserahkan dalam trust kepada trustee. Seluruh investor yang membeli, yang selanjutnya menjadi pemilik unit penyertaan adalah pemilik bersama yang terikat, yang tidak terpisahkan dari harta bersama ‘milik’ persekutuan perdata khusu atau perseroan terbatas tersebut.

97 98

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 45. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 46.

Universitas Sumatera Utara

52

Dalam unit trust seperti yang telah dijelaskan di atas, setiap investor memperoleh unit-unit penyertaan yang besarnya sebanding dengan bagian penyertaan mereka dalam pool investasi secara keseluruhan. Seluruh nilai investasi tersebut dimiliki dalam trust, namun terdaftar atau tercatat atas nama trustee untuk kepentingan para investor sebagai beneficiary. Keputusan mengenai investasi atas harta kekayaan yang berada dalam trust diserahkan kepada manajer investasi independen yang juga memiliki kewajiban fidusia (fidusia duty) terhadap investor sebagai beneficiary. Manajer yang merupakan investment adviser atau management company99 atau manajer investasi di Indonesia inilah yang membeli efek yang menjadi dasar penerbitan unit trust ini. Seluruh penerimaan yang diterima oleh manajer yang terkait dengan efek yang dibeli olehnya tersebut dipergunakan untuk membayar biaya-biaya yang terkait dengan kepemilikan efek tersebut, termasuk pembayaran gaji-gaji karyawannya yang melaksanakan kegiatan investasi dalam efek tersebut. Sisa hasil investasi setelah dikurangi biaya-biaya, yang merupakan sebagian besar nilai hasil investasi efek tersebut kemudian didistribusikan secara prorata kepada seluruh pemegang unit penyertaan atau bagian penyertaan dalam jumlah yang seimbang dengan bagian penyertaan mereka terhadap seluruh investasi yang ada dalam pool investasi yang dikelola oleh manajer tersebut. c. Invesment trust Pada prinsipnya suatu investment trust tidak jauh berbeda dengan suatu unit trust. Jika pada unit trust dimungkinkan berbentuk persekutuan perdata, disamping 99

Investment Company Institute, A Guide to Understanding Mutual Fund, hal 16.

Universitas Sumatera Utara

53

bentuk suatu perseroan terbatas (Mutual Fund corporation) suatu investment trust melibatkan eksistensi suatu perseroan terbatas berbadan hukumyang melakukan pengelolaan portofolio efek, yang menerbitkan saham-saham sebagai bukti kepemilikan dari bagian portofolio efek-efek tersebut. Hanya saja berbeda dengan Mutual Fund corporation dengan mana unit-unit penyertaan yang dikeluarkan bersifat redeemable, dalam investment trust company, saham-saham yang dikeluarkan tidaklah redeemable.100 Dengan demikian, investment trust company merupakan suatu perseroan terbatas yang menawarkan sahamnya di bursa efek. Hal ini menunjukan bahwa pada prinsipnya suatu investment trust company tidak berbeda dengan perusahaan publik lainya yang terdaftar di bursa efek. Hal yang membedakan investment trust company dari perusahaan publik lainnya adalah kriteria yang ditetapkan untuk perusahaan. Seperti yang telah disebutkan di muka, salah satu perbedaan utama investment trust company ini dengan perseroan terbatas publik lainnya bahwa dalam hal ini, pengelolaan harta kekayaan trust investment company disearahkan kepada manager berdasarkan perjanjian. Bahkan harta kekayaan ini pundiserahkan kepada kustodian untuk disimpan dan dipelihara dalam pemilikan kolektif. d. Trust Indenture Trust Indenture adalah a document containing the terms and conditions governing a trustee’s conduct and the trust beneficiaries.101 Rumusan tersebut secara tegas menunjuk pada suatu dokumen yang mengatur mengenai hak dan kewajiban

100 101

Section five paragraph 1 and 2 Invesment Company Act of 1940 as Amended Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, 8th edition, (St. Paul: West 2004), hal 773

Universitas Sumatera Utara

54

yang harus dipenuhi oleh seorang trustee terhadap beneficiary. Trust Indenture secara historis berkembang di Amerika Serikat dan sampai kini dipergunakan sebagai salah satu instrumen pokok untuk mengeluarkan surat utang (debentures) atau obligasi (bonds). Trust

Indenture

di

Negara

Indonesia

dikenal

dengan

sebutan

Perwaliamanatan. Wali Amanat didefinisikan sebagai “Pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek yang bersifat utang”. 102 Dalam gambaran yang lebih rinci, Wali Amanat merupakan institusi yang mendapatkan kewenangan fidusia dari emiten untuk memonitor pelaksanaan dan menegakkan klausula-klausula yang ada dalam perjanjian perwali-amanatan. Salah satu tugas pokok Wali Amanat tersebut adalah mengesahkan perjanjian per wali-amanatan. Tugas pokok Wali Amanat adalah memastikan pembayaran bunga dan pokok pinjaman dilakukan oleh emiten sesuai dengan jadwal dan tata cara yang telah ditetapkan dan melindungi kepentingan pemegang obligasi dalam kasus emiten melakukancedera janji. 103 Keberadaan trust di Indonesia masuk melalui transplantasi hukum dengan motivasi memasukkan berbagai institusi finansial ke dalam negeri, khususnya pasar uang dan pasar modal. Hal ini terlihat dalam UU Pasar Modal Indonesia di dalam pasal-pasalnya telah memuat keberadaan yuridis lembaga-lembaga trust seperti kustodian, manajer investasi, penasihat investasi, dan perwaliamanatan. Lembaga trust di Indonesia masuk melalui penanaman modal tidak langsung yang telah memiliki pengaturan hukum secara jelas yakni UU Pasar Modal, namun 102 103

Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995, pasal 1 angka 30. http://id.beritasatu.com/home/trustee-sang-wali-amanat/51027, diakses pada tanggal 08

Juli 2017.

Universitas Sumatera Utara

55

dalam konteks penanaman modal langsung (Foreign Direct Investment) lembaga trust yang telah dilarang adalah trust dalam bentuk perjanjian Nominee atas kepemilikan saham (Nominee Share Agreement). C. Perjanjian Nominee dalam kepemilikan saham (Nominee Share Agreement) 1. Nominee Share Agreement dan sistem kepemilikan Common Law System Sistem hukum Common law hidup dan berkembang melalui pengajaran turun temurun secara lisan dan kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat. Common Law System diterapkan dan mulai berkembang sejak abad XVI di negara Inggris. Di dukung keadaan geografis serta perkembangan politik dan sosial yang terus menerus, sistem hukum ini dengan pesat berkembang hingga di luar wilayah Inggris, seperti di Kanada, Amerika, dan negara-negara bekas koloni Inggris. Dalam sistem ini tidak dikenal sumber hukum baku, sumber hukum tertinggi hanyalah kebiasaan masyarakat yang dikembangkan di pengadilan/telah menjadi keputusan pengadilan. Sumber hukum yang berasal dari kebiasaan inilah yang kemudian menjadikan sistem hukum ini disebut Common Law System. Perjanjian nominee merupakan salah satu bentuk perjanjian yang menganut system commom law. Perjanjian nominee sedemikian hebatnya di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law yang kiblatnya adalah negara Kerajaan “monarchy” Inggris dan terutama Amerika Serikat. Hal ini tentu berbeda dengan Indonesia dengan warisan sistem hukum bercorak Eropa Kontinental dari Belanda, sebagaimana pendapat Erman Rajagukguk : “yang digolongkan sebagai negara dengan sistem hukum “Civil Law” yang tidak menganut “Stare Decisis Doctrine”

Universitas Sumatera Utara

56

seperti “Common Law”, yaitu hakim yang belakangan wajib mengikuti putusan putusan hakim terdahulu dalam perkara yang faktanya sama.” 104 Sebagai bahan perbandingan dalam pembahasan lebih lanjut diambil salah satu contoh negara yang menjadi acuan secara Internasional yaitu negara Inggris yang menganut sistem Common Law. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudargo Gautama dan kawan – kawan yang menyatakan: “Salah satu bentuk organisasi usaha dalam wilayah United Kingdom dikenal dengan registered Companies (perseroan yang terdaftar), dimana perseroan yang terdaftar ini didirikan oleh dua atau lebih banyak orang. Sebagaimana diatur dalam Companies Act tahun 1948, perseroan yang telah terdaftar ini memperoleh status badan hukum yang terpisah daripada pribadi orang-orang yang telah menjadi anggota daripada perseroan ini. Seperti halnya dengan perseroan terbatas menurut hukum Indonesia, maka pada umumnya para pemegang saham yang dianggap sebagai anggota daripada perseroan yang terdaftar ini mempunyai tanggung jawab secara terbatas (limited liability) untuk hutang-hutang dari pada perseroan terhadap pihak ketiga. Karena statusnya sebagai badan hukum maka perseroan ini berjalan terus sampai ia dibubarkan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasarnya. Berdirinya perseroan ini tidak terpengaruh oleh perubahan dalam keanggotaan. Demikian pula milik daripada perseroan ini terlepas daripada anggotaanggota pribadi yang merupakan pemegang saham perseroan ini. Pengurusan (management) dipisahkan daripada keanggotaan (pemegang saham). Para anggota dalam kualitasnya sebagai pemegang saham tidak berhak untuk mengikat perseroan. Mereka ini seolah-olah mempunyai status yang terlepas dari pada perseroan yang terdaftar itu.”105 Ketentuan-ketentuan dalam Companies Act berlaku untuk, baik Public Companies maupun Private Companies setelah didirikan. Suatu Private Company sekurang – kurangnya mempunyai 2 (dua) pemegang saham dan 1 (satu) orang Direktur. Sedangkan suatu Public Company harus mempunyai sekurang-kurangnya 7 104

Erman Rajagukguk, “Pengelolaan Perusahaan yang Baik: Tanggung Jawab Pemegang Saham, Komisaris dan Direksi”, 2007, Artikel Utama pada Jurnal Hukum Bisnis Volume 26 – No. 3, hal. 14 105 Sudargo Gautama, Komala Lumanau, dan Liz Asnahwati, Ikhtisar Hukum Perseroan Berbagai Negara yang Penting bagi Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 53-55.

Universitas Sumatera Utara

57

(tujuh) pemegang saham dan 2 (dua) Direktur.106 Shareholding: The nominee shareholding relationship would usually be confirmed by appropriate declarations or pre-configured share transfer documents from the nominee toward the actual clients.107 (pernyataan tersebut dapat diterjemahkan secara bebas sebagai berikut: pemegang saham: hubungan pemegang saham yang telah ditunjuk biasanya ditentukan dengan suatu pernyataan ataupun rancangan awal dokumen-dokumen pemindahan saham dari yang ditunjuk kepada klien-klien). Dari paparan tersebut di atas, kemudian dapat ditarik suatu pemahaman perihal bagaimana sebenarnya keberadaan nominee saham pada negara dengan sistem hukum Common Law. Bahwa untuk memenuhi pemegang saham yang mensyaratkan pemegang saham lebih dari 1 (satu) tersebut dapat menggunakan pemegang saham nominee dengan menggunakan perjanjian atau pernyataan nominee atau dokumendokumen yang dibuat pada awal pembentukan suatu perusahaan yang isinya pemindahan saham dari nominee kepada beneficiary. 2. Maksud dan tujuan penggunaan Nominee Penggunaan konsep nominee tidak hanya dalam kepemilikan saham (nominee shareholder) oleh pihak asing tetapi juga kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing dengan status hak milik di Indonesia, serta penunjukan seseorang untuk menjabat sebagai direktur dari perusahaan (nominee director). Latar belakang dari penggunaan konsep nominee dalam kepemilikan saham oleh pihak asing adalah untuk mencari jalan keluar dari pembatasan-pembatasan yeng 106

Ibid, hal. 57-58. Fidelity Corporate Services, Shareholder, https://www.seychellesoffshore.com/offshorecompany-management.php, tanggal 10 Mei 2017 107

Universitas Sumatera Utara

58

ditetapkan oleh Pemerintah. Pihak asing yang menunjuk pihak Indonesia sebagai nominee tentunya memiliki kepentingan komersial tertentu, yaitu untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dengan melakukan investasi dalam bidang usaha yang tertutup bagi investasi di Indonesia. Dengan tujuan untuk kepentingan komersial tersebut, pihak asing memiliki keinginan untuk tidak diketahui oleh khalayak umum ataupun pemerintah Indonesia sebagai pihak yang sebenarnya memiliki saham. Dengan menggunakan konsep nominee, maka nama dan identitas dari pemilik saham yang sebenarnya akan dapat dirahasiakan dari khalayak umum dan pemerintah Indonesia karena nama dan identitas yang tercatat sebagai pemilik dari saham tersebut adalah nama dan identitas dari pihak nominee yang ditunjuk. Di dalam Pasal 13 ayat (2) UUPM telah ditentukan daftar bidang usaha tertutup bagi investasi, baik investasi domestik maupun investasi asing yang meliputi: a. produksi senjata; b. mesiu; c. alat peledak; d. peralatan perang; dan e. bidang usaha yang dinyatakan eksplisit tertutup berdasarkan undang-undang (Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal).108 Penggunaan nominee dalam kepemilikan saham oleh pihak asing dan kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing mempunyai tujuan yang hampir sama,

108

Salim HS. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 54.

Universitas Sumatera Utara

59

yaitu untuk mengatasi pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Secara garis besar dapat dilihat bahwa tujuan dari penggunaan nominee dalam kepemilikan saham oleh pihak asing dan kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing adalah agar nama dan identitas dari pihak beneficiary tidak diketahui oleh khalayak umum dan pemerintah. Penggunaan nominee dalam pengelolaan perusahaan oleh Direktur Nominee hampir memiliki tujuan yang sama juga dengan kepemilikan saham oleh pihak asing dan kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing, yaitu agar nama dan identitas diri dari pihak yang sesungguhnya mengendalikan perusahaan tidak diketahui oleh khalayak umum. Hal ini dapat disebabkan karena adanya antipati ataupun respon negatif dari masyarakat terhadap figur pihak tertentu, sehingga untuk menghindari hal tersebut diperlukan penggunaan nominee dalam direksi perusahaan. Pihak yang mendapai respon negatif akan menunjuk seseorang untuk menjadi Direktur Nominee perusahaan. Direktur Nominee seolah-olah melakukan tindakan pengelolaan perusahaan, namun sebenarnya setiap tindakan yang dilakukan ataupun kebijakan yang ditetapkan oleh Direktur Nominee atas perusahaan harus berdasarkan perintah beneficiary. Pihak yang pada umumnya menjadi beneficiary adalah para pemegang saham mayoritas dari perusahaan yang bersangkutan . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan konsep nominee baik dalam kepemilikan saham oleh pihak asing, kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing dan kepengurusan perusahaan oleh Direktur Nominee memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menjaga kerahasiaan nama dan identitas asli dari pihak yang memiliki benda tersebut (saham, tanah atau wewenang pengelolaan perusahaan) dari khalayak umum dan pemerintah Indonesia, sehingga pihak yang diakui dan

Universitas Sumatera Utara

60

memiliki kedudukan secara hukum adalah pihak nominee. Tujuan lain yang tentunya ingin dicapai dalam penggunaan nominee adalah untuk menghindari pembatasanpembatasan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Bentuk-bentuk perjanjian nominee a. Nominee Langsung (Direct Nominee) Pembentukan nominee secara langsung dibentuk dengan cara membuat dan menandatangani nominee Agreement antara beneficiary dan nominee dalam satu perjanjian. Di dalam perjanjian tersebut diatur secara tegas dan jelas mengenai pemberian kepercayaan dan kewenangan dari beneficiary kepada nominee untuk melakukan kegiatan atau bisnis tertentu atas perintah dan kepentingan beneficiary. Dalam kepemilikan saham oleh pihak asing yang menggunakan konsep nominee, pada umumnya nama dan identitas dari pihak yang tercatat sebagai pemilik sah dalam daftar pemegang saham perusahaan hanya nama dan identitas diri dari pihak nominee. Nama dan identitas diri dari pihak beneficiary tidak muncul dalam bentuk apapun juga dalam daftar pemegang saham perusahaan. Dengan digunakannya nama serta identitas dari nominee sebagai pihak yang tercatat secara hukum, maka pihak beneficiary memberikan kompensasi dalam bentuk nominee fee. Jumlah dari nominee fee tersebut berdasarkan kesepakatan bersama antara nominee dan beneficiary. Setelah tercapainya kesepakatan bersama, maka jumlah dan tata cara pembayaran dari nominee fee akan dituangkan dalam bentuk suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh nominee dan beneficiary sebagai suatu bentuk persetujuan.

Universitas Sumatera Utara

61

Adapun karakteristik atau ciri-ciri penggunaan konsep nominee saham antara lain: a. terdapatnya 2 jenis kepemilikan yaitu kepemilikan secara hukum (juridische eigendom) dan secara manfaat (economische eigendom); b. nama dan identitas nominee akan didaftarkan sebagai pemilik dari saham di Daftar Pemegang Saham perusahaan dalam kepemilikan saham oleh nominee; c. pihak nominee menerima fee dalam jumlah tertentu sebagai kompensasi penggunaan nama dan identitas dirinya untuk kepentingan beneficiary. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa struktur yang digunakan dalam konsep nominee adalah terdapatnya perjanjian yang dibuat oleh dan antara nominee dengan beneficiary, yang dikenal dengan nama nominee Agreement. Nominee dan beneficiary akan menentukan hal-hal apa saja yang akan dituangkan dalam nominee Agreement tersebut. Dalam perjanjian tersebut selain mengatur mengenai jumlah dan tata cara pembayaran nominee fee, juga akan mengatur mengenai ketentuanketentuan yang mewajibkan dan/atau melarang nominee untuk melakukan sesuatu hal yang berkaitan dengan penggunaan konsep nominee. b. Nominee Tidak Langsung (Undirect Nominee) Nominee ini tidak dibentuk dari nominee Agreement yang secara tegas dan jelas memberikan kepercayaan dan kewenangan dari beneficiary kepada nominee. Nominee tidak langsung tidak dibuat hanya terdiri dari satu perjanjian saja, melainkan terdiri dari beberapa perjanjian yang apabila dihubungkan satu sama lain akan menghasilkan nominee saham. Beneficiary dapat mengendalikan nominee untuk

Universitas Sumatera Utara

62

melakukan tindakan atau kegiatan bisnis tertentu atas perintah dan kepentingan beneficiary. Adapun akta-akta yang dibuat baik secara notaril maupun di bawah tangan adalah sebagai berikut: a. Akta Perjanjian Kredit (Loan Agreement); b. Perjanjian Gadai Saham (Pledge of Share Agreement); c. Perjanjian Penggantian Kerugian (Indemnity Agreement); d. Surat Kuasa Untuk Bersuara (Power of Attorney to Vote); e. Perjanjian Jual Beli Saham dan Kuasa Menjual (Sale And Purchase of and Attorney to Sell Shares). Apabila dilihat dari akta-akta tersebut maka dapat disimpulkan bahwa nominee sebagai pemegang saham sebenarnya di dalam hukum tidak mempunyai kewenangan dalam melaksanakan hak-hak yang melekat atas saham-saham yang dipegangnya dalam perseroan terbatas karena telah diserahkan kepada beneficiary. Namun pada kenyataannya secara yuridis formal pemegang saham nominee yang bewenang melaksanakan hak-hak atas saham yang dipegangnya. Pembentukan nominee Agreement baik yang melalui pembentukan nominee langsung maupun nominee tidak langsung mempunyai tujuan atau prestasi yang sama untuk menghasilkan nominee saham di Indonesia109. Tujuan atau prestasi yang ingin dicapai adalah:

109

Lucky Suryo Wicaksono, Kepastian Hukum Nominee Agreement Kepemilikan Saham Perseroan Terbatas, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 1 VOL. 23 JANUARI 2016: 42 – 57 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Universitas Sumatera Utara

63

a. beneficiary sebagai pengendali dari saham dan nominee adalah sebagai pemilik terdaftar. b. sumber dana yang digunakan berasal dari beneficiary namun dibuat seolaholah merupakan pinjaman beneficiary kepada nominee; c. hak atas saham yang dimiliki oleh nominee menjadi hilang, sehingga beneficiary yang mempunyai hak untuk menjual, mentransfer, mengalihkan saham tersebut; d. beneficiary menerima manfaat dari saham tersebut berupa deviden maupun keuntungan lainnya. D. Larangan Nominee Share Agreement dalam penanaman modal di Indonesia 1. Konsep kepemilikan saham di Indonesia Dalam ketentuan Pasal 52 ayat (4) UUPT menyatakan bahwa: ”setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi” 110, artinya konsep kepemilikan saham di Indonesia yang terdapat dalam UUPT merupakan saham kepemilikan mutlak (dominium plenum). Pasal tersebut sebenarnya secara tidak langsung merupakan pelarangan tentang penggunaan nominee dimana UUPT yang hanya mengenal satu orang pemegang saham dengan segala hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab yang melekat padanya sebagai pemegang saham mutlak berarti menutup kemungkinan untuk pemegang saham nominee Dalam ketentuan Undang-undang Pasar Modal, kepemilikan saham secara nominee diakui melalui bentuk penitipan kolektif pada lembaga Kustodian, dimana lembaga kustodian tersebut selanjutnya menjadi pemegang saham terdaftar dalam 110

Lihat pasal 52 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Universitas Sumatera Utara

64

perseroan terbatas tersebut. Dengan demikian berarti, selama dan sepanjang diakui oleh undang-undang yang khusus (lex specialis) dan diatur dengan jelas dan tegas pengaturannya dalam perjanjian penunjukan nominee shareholders, maka keberadaan nominee shareholders tidak melanggar hukum. Namun demikian, seperti diketahui bahwa hingga saat ini tidak ada aturan khusus yang mengesampingkan atau memberikan kemungkinan lain terkait dengan masalah kepemilikan saham mutlak (dominium plenum) oleh pemegang saham yang terdaftar dalam daftar pemegang saham perseroan terbatas, selain Undang-undang Pasar Modal dalam bentuk penitipan kolektif, maka jelaslah keberadaan nominee share Agreement, dapat dikatakan belum diakui keberadaannya di Indonesia. Undang-undang PT hanya mengenal satu orang pemegang saham dengan segala hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab yang melekat padanya sebagai pemegang saham mutlak (dominium plenum).111 2. Filosofi penanaman modal di Indonesia Dalam sebuah teori ekonomi yang diungkapkan oleh Evsey Domar dan Roy Harrod, pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi. 112 Jika tabungan dan investasi rendah pertumbuhan ekonomi masyarakat atau negara tersebut juga akan rendah.113 Dengan demikian, berhasil atau tidaknya suatu pembangunan sangat bergantung kepada investasi. Pembangunan nasional di Indonesia harus dilaksanakan dengan prinsip kemandirian. Prinsip kemandirian dalam pembangunan nasional tersebut dapat dilihat 111

Lihat Pasal 528 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Arief Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta: Gramedia, 1985), hal. 6 113 Ibid 112

Universitas Sumatera Utara

65

pada Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Makna dari kemandirian dalam pembangunan nasional yang dijalankan dewasa ini adalah bahwa meskipun penggunaan dana yang dimiliki oleh pemerintah lebih diutamakan, pembangunan nasional tersebut tidak terlepas dari bantuan dan kerjasama pihak luar, sepanjang dana dari pihak luar tersebut berfungsi sebagai pelengkap.114 Modal untuk membiayai pembangunan nasional dapat bersumber baik dari sektor pemerintah maupun dari sektor swasta. Karena modal yang diperlukan untuk membiayai kebutuhan pembangunan nasional cukup besar, sedangkan di pihak lain modal yang dimiliki pemerintah relatif terbatas, kegiatan pembangunan tidak mungkin seluruhnya dilaksanakan dan dibiayai oleh pemerintah. Sebagaimana diatur Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menyiratkan secara tidak langsung bahwa sektor swasta menjadi salah satu pilar penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Besarnya kebutuhan mengakibatkan pemerintah harus membuka kesempatan bagi para pemilik modal, baik pemilik modal dalam negeri maupun pemilik modal asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Setiap penanaman modal akan memberikan konstribusi yang besar bagi pertumbuhan ekonomi sebuah negara, karena penanaman modal akan mendorong berkembangnya aktivitas perekonomian secara keseluruhan. Di samping adanya kebutuhan perekonomian pembangunan, keberadaan penanaman modal baik domestik maupun asing juga memberikan 114

Sumantoro, Hukum Ekonomi, (Jakarta : UI-Press, 1986), hal 5.

Universitas Sumatera Utara

66

sejumlah manfaat bagi pemerintah yakni dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima modal, dapat menciptakan tuntutan bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku, menambah devisa apalagi investor asing yang berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak, adanya alih teknologi (transfer of technology) maupun alih pengetahuan (transfer of know how). 115 Salah satu fungsi diundangnya investor, khususnya investor asing untuk masuk ke Indonesia adalah memanfaatkan modal, teknologi, skill atau kemampuan yang dimiliki oleh investor guna mengelola potensi-potensi ekonomi “economic resources” yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Secara garis besar, penanaman modal asing terhadap pembangunan bagi negara sedang berkembang dapat diperinci menjadi 5 (lima) yakni : a. Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi; b. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan; c. Modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun transformasi struktural; d. Kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktural benar - benar terjadi meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih produktif;

115

Sentosa Sembiring, Hukum Investasi Pembahasan Dilengkapi dengan Undang - Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, (Bandung : Nuansa Aulia, 2007), Hal 24

Universitas Sumatera Utara

67

e. Bagi negara - negara sedang berkembang yang tidak mampu memulai membangun industri - industri berat dan industri strategis, adanya modal asing akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik - pabrik baja, alat - alat mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan sebagainya. 116 Secara material, hadirnya investasi menyumbangkan satu faktor produksi yang penting yaitu faktor modal non-manusia baik berupa uang atau surat-surat berharga atau peralatan usaha. Khusus bagi investasi asing, modal yang ditanamkan memberikan sejumlah kelebihan, walaupun ada pula kekurangannya. Di negaranegara berkembang investasi asing seringkali digalakkan untuk melakukan pengusahaan sumber daya alam atau membangun usaha pelayanan jasa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan harapan, usaha yang dilakukan dengan modal asing juga mampu berkontribusi pada pembangunan nasional misalnya untuk sumber daya tambang terdapat production sharing atau pun penerimaan berupa pajak yang akan masuk pada kas negara. Kehadiran investasi asing (langsung) mempunyai manfaat yang cukup luas (multipliereffect),117 seperti misalnya rekruitmen tenaga kerja dari negara tempat ditanamkannya modal, atau bentuk usaha lainnya yang berkembang dari usaha pokok. Akan tetapi, seringkali investasi asing terutama pada bidang-bidang usaha yang mengeksploitasi sumber daya alam takterbarukan, menjadikan negara tersebut kehilangan sejumlah potensi sumberdaya alam. Dalam hal ini Kenichi Ohmae berpendapat bahwa: 116

Jonker Sihombing, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Bandung: PT. Alumni, 2009),

hal 43. 117

Sentosa Sembiring, Op. Cit, hal. 23

Universitas Sumatera Utara

68

“Jika sumber daya alam adalah sumber utama kekayaan negara, sehingga perusahaan-perusahaan atau negara asing yang menginginkan akses ke sana paling banter berupa penerobos yang ditoleransi dan paling buruk adalah pengeksploitasian yang tidak berperasaan yang harus dijauhkan dengan segala cara yang ada”.118 Begitu pula dengan proses transfer teknologi yang tidak tepat atau tidak dilakukan, menjadikan negara yang menjadi tujuan investasi asing tidak mendapatkan banyak hal dibandingkan para investor asing. Hal-hal di atas seringkali menimbulkan kebergantungan khususnya bagi dunia ketiga sebagai tujuan investasi kepada para investor yang sebagian besar berasal dari negara maju. Secara praktis, investasi asing di suatu negara memiliki sejumlah keuntungan dan potensi kerugian yang harus diminimalisasikan. Dalam sebuah direct investment, potensi untuk mengolah bahan mentah yang sebelumnya tidak dimiliki oleh suatu negara karena kekurangan modal, dapat terwujud melalui suatu industri pengolahan dengan modal asing. Dari hasil produksi tersebut negara tujuan investasi menerima sejumlah production sharing dan keuntungan lain, seperti devisa dan pajak. Penyebaran proyek terutama ke daerah-daerah menjadi suatu keuntungan terutama dalam meningkatkan pembangunan fisik di daerah, perluasan lapangan pekerjaan dan berimplikasi pada peningkatan pendapatan masyarakat. Realisasi dan perizinan serta pajak dari perumaman modal juga memberikan sejumlah keuntungan dalam konteks peningkatan pertumbuhan ekonomi. Investasi berupa produksi barang yang bersifat masal dan sangat dibutuhkan bagi masyarakat dapat mengurangi kebergantungan barang melalui impor. Bahkan dengan adanya produksi masal tersebut volume ekspor

118

Ibid., hal 27.

Universitas Sumatera Utara

69

pun dapat meningkat. Selain dampak langsung seperti di atas, terdapat beberapa dampak tidak langsung dari hadimya suatu investasi. Terjadinya alih teknologi yang sudah seharusnya menjadi kebijakan investasi kepada para investor asing juga akan memberikan dampak penguasaan teknologi untuk membangun usaha serupa secara mandiri. Hal tersebut tidak hanya dalam level produksi tetapi juga termasuk pola-pola pemasaran yang diterapkan perusahaan dan pola pengelolaan perusahaan secara umum. Seringkali adanya investasi asing memancing kreatifitas, baik pekerja dengan etos yang lebih baik atau bahkan pihak lain seperti pengusaha dalam negeri untuk menjalankan usaha serupa atau bahkan pengembangannya. Meskipun kegiatan penanaman modal memberikan sumbangan positif bagi pembangunan nasional seperti yang dipaparkan di atas, kegiatan tersebut perlu diatur dan diawasi secara saksama karena motif utama pemilik modal untuk menanamkan modalnya adalah untuk mencari keuntungan. Motif mencari keuntungan sering menjadikan investor mengabaikan pemenuhan terhadap ketentuan perundangundangan yang berkaitan dengan penanaman modalnya. Perlu diciptakan dan dipelihara keseimbangan antara motif untuk menyertakan penanaman modal dalam menyukseskan pembangunan nasional sebagaimana

yang dikehendaki oleh

pemerintah, dengan motif untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya sebagaimana yang dikehendaki oleh para pemilik modal. Keseimbangan tersebut perlu dijaga setiap saat karena pemerintah tentunya tidak menghendaki agar penanaman modal yang telah dilakukan oleh investor asing berlangsung selamanya, keberadaan investor asing hanya diharapkan dapat memicu

Universitas Sumatera Utara

70

pembangunan nasional dari segi sumber daya manusia akibat alih pengetahuan dan alih teknologi seperti yang telah diuraikan di atas, sehingga modal dalam negeri tetap dijadikan sebagai prioritas dalam pembangunan. Hal ini mengantisipasi terhadap prinsip kemandirian pembangunan nasional yang akan hilang jika secara terusmenerus mengharapkan modal asing. Keberadaan nominee dalam penanaman modal di Indonesia khususnya bagi investor asing dapat digunakan sebagai sarana pemilikan modal secara sembunyisembunyi, dengan penggunaan nominee, pemodal asing tetap dapat menanamkan modalnya dengan motivasi menghindari adanya pembatasan dalam Daftar Negatif Investasi serta pembatasan jangka waktu penanaman modal asing di Indonesia. Hal ini menyebabkan modal asing menjadi dominan dalam jangka waktu yang tidak terbatas. 3. Mengantisipasi penyelundupan hukum dalam kepemilikan saham di Indonesia Di

Indonesia,

sarana penyelundupan

pada

umumnya

hukum

oleh

konsep nominee digunakan orang

asing. Dimana

sebagai dengan

menggunakan konsep nominee maka pihak yang terlarang secara hukum dapat tetap menikmati hal yang terlarang nominee.119 Dalam

tersebut

dengan

mengangkat

prakteknya, penggunaan nominee sebagai

seorang sarana

penyelundupan hukum digunakan untuk kepemilikan tanah dan saham. Dalam hal tanah disebabkan karena adanya kebijakan yang membatasi kepemilikan atas hak

119

Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku Keempat, (Bandung: PT. Citra Aditya, 1997), hal. 107-108.

Universitas Sumatera Utara

71

milik tanah sehingga pada akhirnya mendorong pihak asing untuk meminjam nama orang Indonesia untuk memiliki tanah tersebut. Seperti adanya kebijakan Vervreemding

Verbod,

yang

melarang pengasingan atas tanah-tanah milik

Indonesia bumi putera kepada golongan asing, baik Eropa maupun Timur Asing, 120 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Dalam

hak

kepemilikan

saham

disebabkan karena adanya kebijakan yang membatasi kepemilikan saham oleh para penanam modal, pembatasan-pembatasan kepemilikan saham oleh pihak asing terdapat dalam Daftar Negatif Investasi, hal itu pada akhirnya mendorong penanam modal asing untuk memiliki saham dengan nama orang lain, terutama orang Indonesia.

Kebijakan-kebijakan

yang membatasi kepemilikan saham tersebut

adalah pada masa lalu berupa ketentuan joint venture yang disertai dengan kewajiban divestasi saham. Sedangkan pada masa kini adanya kebijakan untuk membuat perseroan terbatas minimal oleh dua orang dan adanya Daftar Negatif Investasi. Konstruksi Penyelundupan Hukum Nominee Share Agreement Terkait dengan penggunaan konsep nominee sebagai sarana penyelundupan hukum maka perlu dilakukan adanya kontruksi hukum guna memberikan kesan

agar penyeludupan hukum tersebut terkesan sah dan memiliki dasar

hukum. Pada umumnya proses kontruksi hukum untuk penyeludupan huukum secara nominee ini melibatkan tiga jenis dokumen, yaitu: 121 a. Dokumen inti yang merupakan perjanjian nominee itu sendiri;

120 121

Ibid,hal.108-109. Ibid, hal. 111

Universitas Sumatera Utara

72

b. Dokumen

Pengaman

yang

merupakan

dokumen

yang

dibuat

untuk memberikan kepastian hukum dan juga perlindungan bagi pihak beneficiary. Dokumen pengaman untuk penyelundupan hukum atas tanah dan

saham umumnya

berbeda.

Dimana

dokumen

pengaman

untuk

nominee atas tanah terdiri dari122 Perjanjian Pengakuan Hutang, Akta Pemberian Hak Tanggungan,

Surat

Kuasa

Mutlak,

dan Perjanjian

Pemberian Hak Kepada Pihak Warga Negara Asing. Sedangkan untuk nominee atas saham adalah 123 Surat Pengakuan Hutang, Perjanjian Gadai Saham, Surat Kuasa untuk RUPS, dan surat Kuasa untuk menjual saham. c. Dokumen

Tambahan

yaitu

berupa

dokumen

lainnya

yang

dibuat

antara nominee dan beneficiary untuk melengkapi kontruksi hukum proses nominee tesebut. Penyelundupan hukum dalam kepemilikan saham di Indonesia bertujuan untuk menghindari adanya kebijakan untuk membuat perseroan terbatas minimal oleh dua orang, penyelundupan hukum ini dapat dilakukan oleh WNI maupun WNA, pada umumnya pihak WNI ingin mendominasi secara penuh terhadap perseroan,

sedangkan

penyelundupan hukum

oleh

WNA

bertujuan untuk

menghindari larangan kepemilikan asing yang terdapat dalam Daftar Negatif Investasi (negative list investment). Dampak yang timbul akibat adanya penyelundupan hukum atas kepemilikan saham adalah menimbulkan keadaan dimana perseroan yang secara normatif dimiliki 122

Herlina Latief, “Tanggung Jawab Notaris Terkait Praktek Nominee di Indonesia,” (Tesis Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, 2010), hal.22-23. 123 Ibid, hlm. 22

Universitas Sumatera Utara

73

seseorang, tetapi secara materi atau substansi pemilik perseroan tersebut adalah orang lain, hal ini dapat merugikan pemerintah dalam hal pendataan administrasi perseroan akibat dari kepemilikan yang fiktif tersebut. 4. Mengantisipasi pencucian uang melalui Beneficial Ownership Penggunaan nominee tidak hanya dimanfaatkan dalam rangka peroleh hak atas tanah maupun saham, melainkan juga dalam perbuatan-perbuatan hukum lain yang sifatnya membutuhkan peminjaman nama pihak lain. Sifat perikatan hukum nominee yang demikian membuka celah penyalahgunaan nominee untuk tujuantujuan ilegal seperti pencucian uang, suap dan korupsi, menyembunyikan aset dari kreditur, dan aktivitas-aktivitas terlarang lainnya, Dalam konteks pencucian uang (money laundering), perjanjian nominee digunakan para pelaku kejahatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya (beneficiary) dari suatu aset yang berasal dari hasil tindak pidana. Secara sederhana tindak pidana pencucian uang dapat diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana. Perbuatan ini dilakukan agar harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana dapat dinikmati dengan aman tanpa menimbulkan kecurigaan dari aparat penegak hukum. Salah satu cara yang dilakukan oleh beneficiary owner adalah dengan menggunakan atau meminjam nama orang lain sebagai pemilik atas aset tersebut. Secara de jure, aset tersebut dimiliki oleh orang lain, sementara secara de facto pihak yang menguasai dan menerima manfaat dari aset tersebut adalah beneficiary owner sebagai pelaku kejahatan pencucian uang.

Universitas Sumatera Utara

74

Pada tahun 2015, Transparency International (TI) telah melakukan penelitian mengenai kepatuhan Indonesia terhadap transparansi beneficial ownership. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia baru patuh pada satu prinsip di antara sepuluh prinsip, yakni prinsip mengenai bearer shares dan Nominee Shareholders dan directors, yang sudah dilarang dalam hukum Indonesia. 124 Pengaturan mengenai beneficial ownership yang transparan penting karena sulitnya untuk menyelidiki aliran dana korupsi atau pencucian uang sampai menemukan orang yang mendapat manfaat terbesar (beneficial owner) dari uang tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena adanya pengaturan yang menyebabkan badan hukum dapat dipergunakan sebagai upaya untuk mengaburkan jejak. 125

124

Humas KPK, 2016, KPK Dorong Transparansi Beneficial Ownership, https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk-kegiatan/3610-kpk-dorong-transparansi-beneficialownership, diakses tanggal 10 Mei 2017. 125 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

75

BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK PADA PERJANJIAN NOMINEE SAHAM (NOMINEE SHARE AGREEMENT) A. Tinjauan terhadap asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) 1. Pengertian umum kebebasan berkontrak (freedom of contract) Menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu sehingga yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan individu pula. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebebasan individu memberikan

kepadanya

kebebasan

untuk

berkontrak.

Berlakunya

asas

konsensualisme menurut hukum perjianjian Indonesia mempertegas adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, Tanpa sepakat maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Menurut hukum perjanjian Indonesia seseorang bebas untuk membuat perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan, kepatutan dan ketertiban umum, serta bebas untuk membuat perjanjian kepada pihak manapun yang dikehendakinya. Undang-undang hanya mengatur orangorang tertentu yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, pengaturan mengenai hal ini dapat dilihat dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang bebas untuk memilih pihak yang

Universitas Sumatera Utara

76

ia inginkan untuk membuat perianjian, asalkan pihak tersebut bukan pihak yang tidak cakap. tetapi dalam pasal 1331, ditentukan bahwa andai katapun seseorang membuat perjianjian dengan pihak yang dianggap tidak cakap menurut pasal 1330 KUH Perdata tersebut, maka perjanjian itu tetap sah selama tidak dituntut pembatalannya oleh pihak yang tidak cakap. Larangan kepada seseorang untuk membuat perjanjian dalam bentuk tertentu yang dikehendakinya juga tidak diatur dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata Indonesia maupun ketentuan perundang-undangan lainnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sepanjang ketentuan perundangundangan tidak menentukan bahwa suatu perjanjian harus dibuat dalam bentuk tertentu, maka para pihak bebas untuk memilih bentuk perjanjian yang dikehendaki, yaitu apakah perjanjian akan dibuat secara lisan atau tertulis atau perjanjian dibuat dengan akta di bawah tangan atau akta autentik Negara-negara yang mempunyai sistem hukum Common Law mengenal kebebasan berkontrak dengan istilah Freedom of Contract atau laisseiz faire. Yang dirumuskan oleh Jessel M.R. dalam kasus “Printing and Numerical Registering Co. Vs. Samson”126; “…… men of full age understanding shall have the utmost liberty of contracting, and that contracts which are freely and voluntarily entered into shall be held and onforce by the courts…… you are not lightly to interfere with this freedom of contract”. Hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan dalam hal membuat perjanjian (beginsel der contracts vrijheid). Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal

126

Jessel dalam Haridjan Rusli, “Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law”, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), Hal-39

Universitas Sumatera Utara

77

1338 KUH Perdata yang menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari pernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak. Tetapi dari pasal ini kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. Orang tidak saja leluasa untuk mebuat perjanjian apa saja, bahkan pada umumnya juga diperbolehkan mengeyampingkan peraturanperaturan yang termuat dalam KUH Perdata. Sistem tersebut lazim disebut dengan sistem terbuka (openbaar system). Hal tersebut juga dipertegas dalam rumusan angka 4 Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan asas ini para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang.127 Hal yang dilarang tadi diatur pada Pasal 1337 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum” Berdasarkan gambaran umum tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasannya pada dasarnya semua perjanjian dapat dibuat dan diselenggarakan oleh setiap orang dan hanya perjanjian yang mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak

127

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2003) hal 46.

Universitas Sumatera Utara

78

yang melanggar undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum saja yang dilarang128 2. Sejarah Perkembangan Asas Kebebasan Berkontrak Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas utama dalam hukum perdata, khususnya dalam hukum perjanjian yang dikenal baik dalam civil law system maupun dalam common law system. Asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan common law, berkembang seiring dengan pertumbuhan aliran filsafat yang menekankan kepada semangat individualism serta pasar bebas 129. Yohanes Sogar Simamora130 juga mengurai bahwa asas kebebasan berkontrak merupakan topik dalam setiap kajian hukum yang berkaitan dengan kontrak. Ini mungkin menjadi domain terpenting dalam kontrak tetapi dalam perkembangannya mengalami pasang surut. Tidak seperti asas itikad baik yang menunjukkan fungsi lebih kuat, kebebasan berkontrak justru mengalami penurunan secara fungsional karena kuatnya intervensi Negara dalam membatasi individu dalam menciptakan dan mengatur hubungan kontraktual.

Adanya

intervensi

negara,

dalam

perkembangan

selanjutnya

mengintervensi asas kebebasan berkontrak mungkin disebabkan untuk mencegah tindakan yang bersifat penyalahgunaan kewenangan yang dapat merugikan salah satu pihak. Kemungkinan juga intervensi negara ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kontrak yang isi klausula dianggap bertentangan dengan kepentingan umum. 128

Ibid Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama), (Yogyakarta: FH UII Press, 2013) hal. 100. 130 Yohanes Sogar Simamora, Hukum Kontrak (Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Indonesia, (Surabaya: Kantor Hukum “Wins & Partners” bekerjasama Laksbang Justitia, 2013) hal. 30. 129

Universitas Sumatera Utara

79

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para pihak. 131 Asal mula perkembangan asas kebebasan berkontrak adalah berawal dari abad 18 dan 19 yakni pada masa ajaran Hukum Alam dan filsafat laissez faire begitu dominan. Oleh karena hakim pada masa itu, sebagai konsekuensi pengaruh teori hukum alam, menganut paham bahwa setiap orang mempunyai hak untuk memiliki (right to own property) dan karenanya berhak untuk melakukan perbuatan hukum menjual atau membeli atau jenis yang lain menyangkut harta mereka serta membuat kontrak mereka sendiri. Campur tangan pemerintah ditolak sebaliknya individu harus diberikan kebebasan, yaitu kebebasan untuk mengejar kebahagiaan dan kebebasan untuk mengadakan hubungan sesuai yang dikehendaki. Dalam era ini, konsep klasik kebebasan berkontrak meliputi dua hal yaitu kontrak didasarkan kepada persetujuan dan kontrak merupakan hasil dari pilihan kebebasan 132. Jadi asas kebebasan berkontrak pada masa klasik telah didudukan dalam posisi yang sangat sentral dalam perjanjian yang hendak dibuat oleh para pihak. asas kebebasan berkontrak tersebut, sangat dipengaruhi oleh paham individualisme yang secara embrional lahir pada masa peradaban Yunani, yang dilanjutkan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat pada masa Renaissance (dan semakin ditumbuhkembangkan pada masa Aufklarung melalui antara lain ajaranajaran Hugo de Groot, Thomas Hobbes, John Locke dan 131

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial), (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2013) hal. 108. 132 Yohanes Sogar Simamora, Op.cit.,hal. 32.

Universitas Sumatera Utara

80

Rousseau133 Perkembangan asas kebebasan berkontrak tersebut, mencapai puncaknya setelah periode Revolusi Perancis. Sebagai asas yang bersifat universal yang bersumber dari paham hukum klasik, maka asas kebebsan berkontrak (freedom of contract) muncul bersamaan dengan lahirnya paham ekonomi klasik yang mengagungkan laissez faire atau persaingan bebas134 Menurut Ridwan Khairandy135, kebebasan berkontrak pada masa klasik itu, memiliki kecenderungan kearah kebebasan tanpa batas (unrestricted freedom of contract). Pada masa itu, kebebasan berkontrak menjadi paradigma baru dalam hukum kontrak. keberadaan kebebasan berkontrak tersebut tidak dapat dipisahkan dari berbagai pengaruh aliran filsafat politik dan ekonomi liberal yang berkembang pada abad kesembilan belas. Seperti konsep laissez faire atau persaingan bebas yang digagas Adam Smith yang menekankan prinsip nonintervensi oleh pemerintah terhadap kegiatan ekonomi dan bekerjanya pasar. Filsafat utilitarian Jeremy Bentham yang menekankan adanya free choice juga memberikan pengaruh cukup besar bagi perkembangan asas kebebasan berkontrak. Baik pemikiran Adam Smith maupun Jeremy Bentham didasarkan kepada filsafat individualisme. Kedua pemikiran tersebut, tidak dapat dilepaskan dari pengaruh filsafat etika Emanuel Kant. Semua filsafat yang menekankan pada aspek kebebasan indvidu yang dikembangkan para filosof Barat dimaksud, jika dilacak lebih jauh, berakar kepada filsafat hukum alam

133

Agus Yudha Hernoko. Loc. Cit. Ibid. 135 Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pascasarjana, 2003) hal. 45. 134

Universitas Sumatera Utara

81

(natural law) yang sangat berkembang pada abad pencerahan (enlightenment atau aufklarung)136. Memasuki awal abad ke19 terjadilah perubahan sosial dan ekonomi di Inggris yang membawa implikasi pada praktik peradilan yang kemudian berimplikasi pada terjadinya perubahan paradigma terhadap pemahaman tentang asas kebebasan berkontrak yang tadinya menganut pemahaman klasik, yaitu kebebasan berkontrak hanya dapat diterima dalam sebuah situasi yang menempatkan kedudukan para pihak berada dalam posisi tawar menawar (equality in bargaining power). Selanjutnya, pada abad ke20, makna asas kebebasan berkontrak mulai mengalami perubahan dalam pengertian yang tidak seekstrim abad sebelumnya, sebab makna kebebasan berkontrak abad ke-19 sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan dunia modern. Asas kebebasan berkontrak yang berkembang sampai mempengaruhi berbagai sistem hukum di dunia ini, merupakan asas yang bersifat universal. Seperti juga untuk Indonesia yang masih mengadopsi hukum perjanjian versi BW peninggalan Kolonial Belanda, telah mengakui penempatan asas kebebasan berkontrak yang terkristalisasi dalam Pasal 1320 BW yang menyatakan bahwa syarat sahnya perjanjian adalah sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Secara historis pasal ini mencerminkan kontrak ada waktu itu yang berpijak pada revolusi Perancis 137. Selain pada pasal tersebut, juga kebebasan berkontrak tersirat dalam Pasal 1338 BW Ayat (1) bahwa semua kontrak yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka 136

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Edisi Revisi), (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), hal. 92. 137 Ridwan Khairandy., Op. cit., hal. 87.

Universitas Sumatera Utara

82

yang membuatnya138. Revolusi Perancis yang mengusung tiga semboyan liberte’, fraternite’, dan egalite’ (kemerdekaan, persaudaraan, dan persamaan)139 telah menginspirasi pembuatan kontrak dengan menitikberatkan individualisme sebagai dasar semua kekuasaan. Gagasan ini kemudian menimbulkan konsekuensi bahwa setiap orang juga bebas untuk mengikatkan diri kepada orang lain, kapan dan bagaimana yang diinginkan kontrak terjadi berdasarkan kehendak yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undangundang. Asas kebebasan kontrak memasuki abad ke-20 mengalami perubahan paradigma sesuai dengan tuntutan dunia modern. Pada abad tersebut, keberatan terhadap asas kebebasan berkontrak dengan penekanan individualistik yang bertumpu pada pendekatan subjektif mulai mengemuka. Pada akhirnya, kebebasan berkontrak dengan pendekatan subjektif tergeser oleh pendekatan objektif sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat modern sejak memasuki awal abad ke-20. Pendekatan doktrin objektivitas terhadap makna asas kebebasan berkontrak diperkenalkan oleh Hakim Oliver Wendel Holmes bahwa seluruh doktrin kontrak adalah formal dan eksternal. Professor Samuel Williston menyatakan bahwa semua pengadilan umumnya telah meninggalkan pendekatan subjektif terhadap asas kebebasan berkontrak dan lebih menyukai pendekatan obyektif yang didasarkan kepada manifestasi eksternal dari kesepakatan bersama. Pendekatan ini berusaha

138

Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak (Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum Seri Pengayaan Hukum Perikatan, (Bandung: CV Mandar Maju, 2012), hal. 82. 139 Peter Mahmud Marzuki., Op.cit, hal. 75.

Universitas Sumatera Utara

83

mengurangi peranan kehendak di dalam kontrak140. Hakim Oliver Wendel dan Professor Samuel Williston, menyetujui apabila kewajiban yang lahir dari hubungan kontraktual harus ditafsirkan sesuai dengan maksud subjektif para pihak, tetapi harus menurut interpretasi yang reasonable dari bahasa dan perilaku para pihak. Interpretasi yang reasonable tentu saja bermakna bahwa para pihak dalam kontrak haruslah mencerminkan kehendak yang tidak merugikan pihak lain, melanggar normanorma kesusilaan, melanggar kepatutan, dan bertentangan dengan kepentingan umum. Dengan demikian asas kebebasan berkontrak pada masa klasik yang menekankan paradigma individualisme sebagai karakteristik dasar yang mengkooptasi perjanjian telah mengalami perubahan paradigma ketika masyarakat barat berada pada fase modernisme parah awal abad ke20 ketika paham absolutisme individualistik mulai ditinggalkan. Sejalan dengan itu, menurut pendapat Arthur S Hartkamp dan Marianne 141 menguraikan tentang prinsip kebebasan berkontrak tersebut, sebagai berikut: The principle of freedom of contract, according to which, as a rule, any body is free to enter into a contract with somebody of his choice, to agree upon the contents of the contract, and to submit it to a form and application of a chosen law. This principle is also a least partly contained in the provision mentioned before. Dari uraian tersebut, kendatipun asas kebebasan berkontrak menjadi mainframe dari perjanjian versi BW, akan tetapi asas kebebasan berkontrak menurut Arthur S 140

Ridwan Khairandy., Op. cit, hal. 116. Arthur S Hartkamp dan Marianne MM Tilemma, Contract Law In the Netherlands, (The HagueLondonBoston: Kluwer Law International, 1995), hal. 34. 141

Universitas Sumatera Utara

84

Hartkamp dan Marianne142 tetap berada dalam batasan yang menghormati hak-hak dan kepentingan orang lain. B. Pembatasan kebebasan berkontrak (freedom of contract) Sejak dikumandangkannya azas kebebasan berkontrak dalam sistem hukum Common Law melalui doktrin Laissez Faire di Inggris dan juga dikembangkan di Amerika yang menganut kebebasan tanpa batas maka pemerintah menyadari betapa pentingnya arti perjanjian itu terutama bagi pihak yang lemah posisinya agar terjadi kesetaraan dan tidak terjadi ketimpangan dalam perjanjian. Pemerintah tidak lagi melaksanakan filosofi Laissez Faire yang mendasari kebebasan ini dan mereka lebih banyak mengejar tujuan-tujuan kesejahteraan sosial yang kelihatannya bertentangan dengan ide ini, yang merupakan penghargaan pasif bagi pihak-pihak swasta dalam kepentingan publik. Kebebasan berkontrak menimbulkan banyak kesulitan dalam seluruh sistem hukum modern. Kebeasan berkontrak menganggap tingkat rasionalitas ekonomi tidak dicapai dalam kehidupan yang nyata dan kebebasan ini tidak berarti bagi orang-orang yang tidak mampu memanfaatkan keuntungan-keuntungan ekonomi selama berlangsungnya negosiasi kontrak. 143 Di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law, kebebasan berkontrak dibatasi oleh peraturan perundang-undangan dan public policy. Apabila suatu kontrak melanggar peraturan perundang-undangan atau suatu public policy maka kontrak tersebut menjadi ilegal. Suatu undang-undang biasanya telah

142

Ibid.,hal. 37. Paul H. Briestzke, Relevansi Hukum Kontrak Amerika di Indonesia, Lokakarya Elips Project (Economic Law and Improved Procurement System) Materi Perbandingan Hukum Perjanjian, Surabaya, 1993, hal 25 143

Universitas Sumatera Utara

85

mencantumkan mengenai ketentuan mana yang boleh dan mana yang dilarang dan khusus mengenai public policy lebih banyak berhubungan dengan ukuran kepatuhan menurut penilaian masyarakat. Oleh karena itu public policy tersebut dapat berbedabeda menurut waktu dan tempat. Dalam ketentuan di Indonesia pasal-pasal yang mencantumkan mengenai batasan-batasan azas kebebasan berkontrak ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasan 1320 BW khususnya syarat keempat, yaitu yang mengatur mengenai suatu sebab (causa) yang diperbolehkan, di mana pengaturan persyaratan adanya sebab yang halal ini harus sesuai dengan Pasal-pasal 1335 – 1337 BW. Kausa yang halal merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, artinya perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan baik.144 Tindakan hukum yang mengandung kausa yang terlarang atau kausa yang palsu, diatur dalam KUH.Perdata yaitu: Pasal 1335 KUH.perdata, yang berbunyi: Tindakan hukum yang mengandung kausa yang terlarang atau kausa yang palsu, diatur dalam KUH.Perdata yaitu: “Suatu persetujuan tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.” Pasal 1337 KUH.Perdata, yang berbunyi: “Suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.” Pembatasan kebebasan berkontrak pada ketentuan hukum lainnya terdapat pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 144

J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1992), hal. 305-355

Universitas Sumatera Utara

86

(UUPK), pembatasan ini ditujukan pada perjanjian yang memuat klausula baku, kalusula baku lahir karena asas kebebasan berkontrak, pada umumnya digunakan oleh pelaku usaha dalam menjalankan usahanya untuk meminimalisir potensi kerugian dengan cara mengalihkan potensi kerugian itu kepada konsumen. Pada pasal 18 ayat (1) UUPK dinyatakan bahwa Pelaku usaha dalam menawarkan dilarang

barang

membuat

dan/atau atau

jasa yang

mencantumkan

ditujukan klausula

untuk diperdagangkan

baku pada setiap dokumen

dan/atau perjanjian apabila: a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

Universitas Sumatera Utara

87

h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.” Pada prinsipnya dapat dilihat bahwa maksud dan tujuan pelaku usaha mencantumkan klausula baku dalam perjanjian ataupun dokumen kepada konsumen merupakan itikad yang tidak baik karena mengalihkan tanggung jawab kepada konsumen yang seharunya ditanggung oleh pelaku usaha. Selanjutnya akibat hukum dari dibuatnya klausula baku pada pasal 18 ayat (3) UUPK menyatakan dokumen atau perjanjian itu menjadi batal demi hukum. Pembatasan kebebasan berkontrak pada UUPK dalam lingkup klausula baku adalah wujud intervensi pemerintah terhadap pembatasan kebebasan berkontrak yang ditakutkan apabila tidak diatur dalam bentuk aturan hukum akan mengakibatkan kerugian bagi masyarakat Indonesia sebagai konsumen. Suatu perjanjian dilarang oleh Undang-Undang, dapat ditinjau dari 3 aspek yaitu substansi perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang, pelaksanaan perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang atau motivasi atau maksud dan tujuan dalam membuat perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang145 Suatu Perjanjian yang dibuat dengan motivasi untuk menyelundupi Undang-Undang digolongkan sebagai perjanjian simulasi yaitu suatu perjanjian dimana para pihak menyatakan keadaan yang berbeda dengan perjanjian yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam perjanjian simulasi, terdapat dua persetujuan, dimana persetujuan lanjutan (akta lanjutan) dibuat berbeda dengan persetujuan semula (akta aslinya), dan keadaan yuridis dari perbuatan 145

Herlien Budiono, Op.Cit, hal. 376

Universitas Sumatera Utara

88

hukum yang dimuat dalam akta lanjutan, disembunyikan dari pihak ketiga. Akibat hukum dari perjanjian simulasi baik absolut maupun relatif diatur dalam pasal 1873 KUH.Perdata yang berbunyi: 146 “Persetujuan-persetujuan lebih lanjut, yang dibuat dalam suatu akta tersendiri (dimaksudkan disini perjanjian simulasi) yang bertentangan dengan akta asli, hanya memberikan bukti diantara pihak yang turut serta dan para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak daripada mereka, tetapi tidak dapat berlaku terhadap orang-orang pihak ketiga yang beritikad baik.” Selanjutnya dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH.Perdata mengenai pelaksanaan suatu perjanjian, berbunyi: “Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Maksud pasal ini bahwa perikatan yang dilahirkan dari perjanjian, bagi para pihaknya bukan hanya terikat oleh kata-kata dalam perjanjian itu, dan oleh kata-kata ketentuan ketentuan perundang-undangan mengenai perjanjian itu, melainkan juga oleh itikad baik. Itikad baik disebut bona fides, artinya bahwa kedua belah pihak harus berlaku yang satu terhadap yang lain seperti patut saja antara orangorang sopan, tanpa tipu tipu daya, tanpa tipu muslihat, akal akalan, tanpa menggangu pihak lain, tidak dengan melihat kepentingan sendiri saja tetapi juga dengan melihat kepentingan pihak lain. 147

146

Ibid, hal. 89 P.L Wery, Perkembangan Hukum Tentang Itikad Baik di Nederland: Ceramah pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga di Surabaya pada tanggal 26 Januari 1990, (Jakarta: Percetakan Negara RI, 1990), 147

Universitas Sumatera Utara

89

Ada 2 pemahaman itikad baik yang dimaksud dalam pasal 1338 ayat 3 KUH.Perdata yaitu: 148 a. Tingkah laku para pihak dalam pelaksanaan perjanjian harus diuji atas dasar norma norma objektif yang tidak tertulis. Pengertian objektif adalah tingkah lakunya harus sesuai dengan anggapan umum tentang itikad baik. Normanorma tidak tertulis dapat dibandingkan dengan norma tidak tertulis yang dianut Pasal 1365 KUH.Perdata mengenai perbuatan melawan hukum yaitu kecermatan yang patut dalam pergaulan masyarakat. b. Tidak menunjuk pada nilai-nilai objektif yang tidak tertulis tetapi kepada keadaan jiwa dan keadaaan jiwa itu dilindungi oleh undang-undang seperti “tidak mengetahui adanya cacat” meliputi juga “tidak usah mengetahui.” Itikad baik memiliki fungsi menambah (aanvullende werking van de geode trouw) yaitu menambah isinya suatu perjanjian tertentu dan juga dapat menambah kata-kata ketentuan-ketentuan perundang-undangan sebagai hukum pelengkap. Itikad baik juga memiliki fungsi membatasi dan meniadakan yaitu pembatasan perjanjian dalam kasus kasus dalam mana pelaksanaan menurut katakata betul-betul tidak dapat diterima karena tidak adil. Fungsi membatasi dari itikad baik merupakan pengecualian dari asas pacta sunt servanda. Kebebasan berkontrak yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk membuat perjanjian, kebebasan untuk menentukan isi perjanjian dan kebebasan untuk menandatangani perjanjian tidaklah memiliki makna yang mutlak, tetapi 148

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

90

terdapat pembatasan melalui undang-undang tidak boleh berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum, serta harus dilaksanakan dengan itikad baik yang tidak mempunyai arti lain atau maksud-maksud jahat lainnya yang bertentangan dengan niat baik itu sendiri C. Kebebasan Berkontrak (Freedom Of Contract) dan larangan Nominee Share Agreement 1. Nominee Share Agreement lahir dari kebebasan berkontrak (freedom of contract) Hukum perjanjian di Indonesia yang menganut sistem terbuka mengakibatkan lahirnya kebebasan berkontrak dan karenanya dapat dimungkinkan pembuatan suatu perjanjian yang mengikat para pihak dalam perjanjian tersebut sebagai undangundang. Asas kebebasan berkontrak merupakan hal pokok dan penting dalam penggunaan konsep nominee karena terdapatnya perjanjian nominee yang dibuat oleh dan antara para pihak. Pihak yang ditunjuk sebagai nominee adalah pihak yang sesungguhnya akan menikmati kemanfaatan dari benda yang dimiliki oleh nominee (beneficial owner). Perjanjian nominee lahir dari adanya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian, dan karenanya termasuk perjanjian yang tidak diatur di dalam undangundang karena belum terdapat pengaturan secara khusus mengenai konsep nominee. Oleh karena itu, perjanjian nominee dapat dikategorikan sebagai perjanjian tidak bernama (innominat) yang timbul berdasarkan asas kebebasan berkontrak, pacta sunt servanda dan itikad baik para pihak.

Universitas Sumatera Utara

91

2. Pembatasan kebebasan berkontrak (freedom of contract) dalam Nominee Share Agreement Sebagai suatu perjanjian, perjanjian nominee adalah sah dan mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuatnya ditinjau dari aspek kebebasan untuk membuat perjanjian, kebebasan untuk menentukan isi perjanjian dan kebebasan untuk menandatangani perjanjian. Ketiga aspek tersebut merupakan perwujudan dari asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata juncto Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Ketentuan yang mendasari kekuatan mengikat dan kebebasan berkontrak perjanjian nominee dalam KUHPerdata terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1), yang berbunyi "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”149 Sehingga menurut rumusan ketentuan di atas, setiap orang atau pihak yang membuat perjanjian nominee dengan sah akan mengikat dan berlaku bagi mereka sebagai undang-undang. Ketentuan tersebut sekaligus mengandung unsur atau elemen dari kebebasan berkontrak, kekuatan mengikat dan kepastian hukum. Kekuatan mengikat perjanjian nominee yang hanya berlaku di antara para pihak yang membuatnya tercermin dalam ketentuan-ketentuan KUHPerdata di bawah ini, yaitu: a. Pasal 1340 ayat (1) KUHPerdata “Perjanjian-perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.”150

149 150

Vide Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Vide Pasal 1340 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Universitas Sumatera Utara

92

b. Pasal 1315 KUHPerdata “Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri.”151 Berdasarkan kedua pasal tersebut di atas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa setiap perjanjian yang dibuat dimaksudkan hanya untuk dan mengikat para pihak yang membuatnya saja. Pada dasarnya Perbuatan hukum dibatasi akibat hukumnya oleh tiga hal, yaitu jika dilarang oleh undang-undang, bertentangan dengan kesusilaan, atau ketertiban umum. 152 Serta harus memiliki itikad baik dalam pembuatan perjanjian tersebut, pembatasan kebebasan berkontrak dalam perjanjian nominee dibatasi oleh undangundang yang tegas melarang perjanjian nominee terdapat dalam ketentuan Pasal 33 ayat (1) UU PM ditegaskan bahwa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Dan akibat hukum adanya perjanjian pinjam nama saham tersebut berdasarkan kententuan pasal 33 ayat (2) UU PM adalah perjanjian yang dibuat akan batal demi hukum. Selanjutnya untuk menganalisis unsur itikad baik dalam pembuatan perjanjian nominee perlu diketahui dahulu maksud dan tujuan penggunaan nominee itu sendiri, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya dalam bab terdahulu mengenai maksud dan tujuan penggunaan nominee, maksud dan tujuan penggunaan nominee adalah untuk

151 152

Vide Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Herlien Budiono, Op. Cit hal. 148.

Universitas Sumatera Utara

93

menghindari pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menghindari pembatasan-pembatasan hukum di Indonesia dengan cara membentuk perjanjian nominee pada akhirnya akan menciptakan penyelundupan hukum sedemikian rupa, sampai pada tindak pidana pencucian uang, secara logika umum maksud dan tujuan penggunaan nominee telah melanggar unsur itikad baik dalam pembuatan perjanjian, karena memiliki maksud tersembunyi yang sengaja melanggar ketentuan hukum di Indonesia. Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian nominee adalah sah dan mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuatnya saja, tetapi tidak memiliki daya paksa dimuka hukum dan hanya menjadi perikatan alamiah belaka, hal ini dikarenakan perjanjian nominee yang lahir karena kebebasan berkontrak telah melanggar ketentuan hukum yang yang secara tegas berlaku di Indonesia serta tidak memenuhi unsur itikad baik dalam penggunaannya. 3. Akibat hukum dari Nominee Share Agreement Dalam ketentuan KUHPerdata Pasal 1873 menyebutkan bahwa: “Persetujuan lebih lanjut, yang dibuat dalam suatu akta tersendiri (yang bertentangan dengan akta asli) hanya memberikan bukti diantara para pihak, para ahli waris atau penerima hak, tetapi tidak dapat berlaku terhadap orang-orang pihak ketiga yang beritikad baik. Perjanjian nominee dalam ketentuan KUHPerdata Pasal 1873 tersirat dalam frasa “yang dibuat dalam suatu akta tersendiri (yang bertentangan dengan akta asli)” yang lebih lanjut memiliki akibat hukum “hanya memberikan bukti diantara para pihak, para ahli waris atau penerima hak, tetapi tidak dapat berlaku terhadap orang-orang

Universitas Sumatera Utara

94

pihak ketiga yang beritikad baik.” pasal ini secara tegas menyatakan perjanjian nominee tidak dapat dijadikan bukti secara hukum oleh pihak ketiga yang beritikad baik, oleh karena itu tidak memiliki kekuatan di mata hukum. Selanjutnya Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi 4 syarat diantaranya syarat adanya kausa yang halal, kausa yang halal lebih lanjut dijabarkan dalam Pasal 1335 dan 1337 KUHPer. Pasal 1335 KUHPerdata, berbunyi: “Suatu persetujuan tanpa sebab atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuataan.” Pasal 1337 KUHPerdata, berbunyi: “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan atau ketertiban umum”. Kausa halal yang dimaksudkan dalam Pasal 1335 dan 1337 KUHPer di atas pada prinsipnya adalah sama yaitu melarang suatu perjanjian dibuat apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan atau ketertiban umum, Undang-undang Penanaman Modal (UU PM) memberikan larangan-larangan terhadap perjanjian nominee, Dalam ketentuan Pasal 33 ayat (1) UU PM ditegaskan bahwa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Dan akibat hukum adanya perjanjian pinjam nama saham tersebut berdasarkan kententuan pasal 33 ayat (2) UU PM adalah perjanjian yang dibuat akan batal demi hukum. Jika dianalisis terdapat harmonisasi peraturan perundang-undangan antara UUPM dengan ketentuan Pasal 1335 dan 1337 KUHPer, dimana secara lex specialis

Universitas Sumatera Utara

95

UUPM melarang penggunaan perjanjian nominee atas saham yang mengakibatkan batal demi hukum apabila perjanjian itu dibuat, dengan kata lain perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada, hak dan kewajibannya yang timbul dari perjanjian tersebut juga dianggap tidak ada. Akibat dari perjanjian nominee yang batal demi hukum tersebut, mengakibatkan kepemilikan saham yang terdaftar saja yang diakui, legal owner yang diakui secara hukum memiliki hak penuh atas saham yg dimiliki, sedangkan beneficiary tidak memiliki hak sama sekali atas saham miliknya yg terdaftar atas nama orang lain, ini adalah konsekuensi akibat batalnya perjanjian nominee antara kedua belah pihak.

Universitas Sumatera Utara

96

BAB IV ANALISIS PENERAPAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN NOMINEE SAHAM DALAM PUTUSAN PENGADILAN Tujuan dari suatu proses di muka pengadilan adalah untuk mendapatkan penentuan bagaimanakah hukum yang seharusnya dalam suatu kasus. Putusan adalah hasil yang di dasarkan pada pengadilan atau dengan kata lain putusan dapat berarti pernyataan Hakim disidang pengadilan yang berisi pertimbangan menurut kenyataan, pertimbangan hukum153. Dari beberapa proses ataupun tahapan-tahapan yang dilakukan oleh para pihak yang berperkara, putusan dan bagaimana putusan itu dilaksanakan adalah suatu tahapan ataupun hasil akhir dari persidangan yang menjadi tujuan dari para pihak yang berperkara. Sebab putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap menjadi dasar bagi para pihak yang bersengketa untuk menuntut haknya berdasarkan putusan pengadilan tersebut, baik secara sukarela maupun dengan paksaan. Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang berperkara dan memiliki kekuatan eksekutorial yang artinya bahwa putusan pengadilan dapat dilaksanakan secara paksa oleh para pihak dengan bantuan alat-alat negara terhadap para pihak yang tidak melaksanakan putusan secara sukarela.

153

Fence M. Wantu, Mutia Cherawaty Thalib, Suwitno Y. Imran, cara cepat belajar Hukum Acara Perdata. (Jakarta: Reviva Cendekia, 2010, Hal 171.

Universitas Sumatera Utara

97

Dalam menganalisis penerapan putusan pengadilan ini, penulis menggunakan 2 buah putusan yang berkaitan dengan perjanjian nominee saham, yang selanjutnya akan dipaparkan secara rinci, yakni : 1. Putusan pengadilan negeri medan Nomor: 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. 2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014 A. Putusan pengadilan negeri medan Nomor: 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. 1. Kronologi Kasus Kasus ini terjadi antara Syafwan Lubis dengan Ramli Lubis, Syafwan Lubis merupakan supir dan orang kepercayaan Ramli Lubis, pada tahun 2003 Ramli Lubis hendak mendirikan Perseroan Terbatas (PT) yang bergerak di bidang Perkebunan Kelapa Sawit, selanjutnya didirikannlah perusahaan tersebut dengan nama PT. Rizkina Mandiri Perdana, berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas Nomor : 2, tanggal 18 Oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution di Medan, modal dasar dalam pendirian PT tersebut seluruhnya adalah milik Ramli Lubis, tetapi karena sesuatu hal Ramli Lubis tidak masuk dalam akta pendirian PT tersebut, Ramli Lubis menempatkan Syafwan Lubis beserta 6 orang lainnya yakni Nuhud Pulungan, Ramlan Bayanuddin Disebut Juga Ramlan By, Mara Monang Pulungan, Henri Pardede, Ingrita Pulungan, Arwan Efendi Lubis sebagai pendiri PT tersebut. Kepemilikan saham oleh Syafwan Lubis beserta 6 orang lainnya tersebut dibuat secara nominee, hal ini berdasarkan Surat Pernyataan dan Surat Kuasa yang dibuat antara Ramli Lubis dengan Syafwan Lubis beserta pemegang saham lainnya masing-masing,

Universitas Sumatera Utara

98

Dalam susunan Perseroan tersebut Syafwan Lubis diangkat dengan jabatan selaku Direktur Utama, Kemudian pada tahun 2004 telah dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang isinya penambahan modal dan penambahan nilai saham serta pengangkatan pengurus baru dimana Syafwan Lubis tetap menjabat Direktur Utama,

Selanjutnya pada tahun 2007 dilakukan lagi Rapat Umum

Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT. Rizkina Mandiri Perdana yang isinya melakukan Penambahan Modal Dasar Perseroan menjadi 10. 000.- (Sepuluh Ribu) Saham dengan nilai Nominal atau sebesar Rp. 10.000.000.000,- (Sepuluh Milyar Rupiah) Selanjutnya pada tanggal 12 Desember 2007, Syafwan Lubis selaku Direktur Utama PT. Rizkina Mandiri Perdana menjumpai Notaris Ikhsan Lubis dan meminta Notaris membuat Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Atas permintaan tersebut, Notaris membuat Akta Berita Acara No.12 tanggal 12 Desember 2007. Akte bernomor 12 tersebut menerangkan perihal tentang telah dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Kantor Notaris yang mana RUPSLB tersebut untuk pengalihan seluruh saham PT. Rizkina Mandiri Perdana kepada saksi Ivan Iskandar Batubara dan PT Sumatera Borneo Palm Oil dan perubahan Manajemen PT. Rizkina Mandiri Perdana yang sebelumnya terdakwa Safwan Lubis dan para pemegang saham lainnya sebagai pengurus PT. Rizkina Mandiri Perdana berubah menjadi Ivan Iskandar Batubara sebagai Direktur Utama dan Maslin Batubara sebagai Komisaris Selanjutnya Berita Acara Nomor 12 tersebut dijadikan sebagai Dasar oleh saksi Ivan Iskandar Batubara dan Maslin Batubara untuk menguasai seluruh saham

Universitas Sumatera Utara

99

beserta seluruh aset-aset dari PT. Rizkina Mandiri Perdana. sehingga akibat dari beralihnya seluruh saham-saham PT. Rizkina Mandiri Perdana kepada Ivan Iskandar Batubara dan PT. Sumatera Borneo Palm Oil (Maslin Batubara) kemudian terjadi perubahan terhadap Managemen PT. Rizkina Mandiri Perdana dimana Ivan Iskandar Batubara menjabat sebagai Direktur Utama dan Maslin Batubara sebagai Komisaris di PT. Rizkina Mandiri Perdana, dimana akibat terjadinya Pengalihan seluruh sahamsaham PT. Rizkina Mandiri Perdana tersebut Mengakibatkan Ramli Lubis mengalami kerugian sebesar lebih kurang lebih 400 M (Empat ratus milyar rupiah). Atas kerugian tersebut Ramli Lubis melapor kepada pihak berwajib dengan tuduhan Syafwan Lubis telah melakukan tindak pidana memasukkan keterangan palsu dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) No.12 tanggal 12 Desember 2007,

yang diatur pasal 266 ayat (1)

KUHPidana. 2. Pertimbangan hakim dan putusan a. Pertimbangan hakim Menimbang bahwa terdakwa telah didakwa Penuntut Umum dengan dakwaan secara alternatif, yaitu : Pertama : Primair: pasal 266 ayat (1) Jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana ; Subsidair: pasal 266 ayat(1) KUHPidana Atau: Kedua : Primair: pasal 263 ayat (1) Jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana;

Universitas Sumatera Utara

100

Subsidair: pasal 263 ayat (1) KUHPidana; Maka Majelis akan mempertimbangkan dahulu dakwaan primair dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum; Menimbang, bahwa dakwaan Pertama Primair dari Penuntut Umum adalah pasal 266 ayat (1) Jo. pasal 55 ayat (1) KUHP mempunyai unsurunsur sebagai berikut: 1. Unsur barang siapa ; 2. Unsur sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran; 3. Unsur jika pemakaian akta itu dapat menimbulkan kerugian; 1. Unsur barang siapa : Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur barang siapa adalah orang perorangan yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai subyek hukum pidana dan mampu bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukannya, dan sepanjang kemampuan

bertanggung

jawab

akan

dipertimbangkan

setelah

majelis

mempertimbangkan unsur-unsur tindak pidana; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang diperoleh di persidangan, yaitu dari keterangan para saksi dan keterangan terdakwa sendiri, maka barang siapa yang dimaksud adalah terdakwa Syafwan Lubis, dengan segala identitasnya yang telah diakui kebenarannya;

Universitas Sumatera Utara

101

Menimbang, bahwa dengan demikian unsur “barang siapa” menurut Majelis telah terbukti; Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan unsur selanjutnya : 2. Unsur sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran : Menimbang, bahwa yang dimaksud Penuntut Umum tentang melakukan keterangan palsu dalam perkara ini adalah keterangan yang menyatakan tentang berita acara kehadiran pemegang saham didalam Rapat Umum Pemegang Saham PT. Rizkina Mandiri Perdana pada tanggal 12 Desember 2007; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap telah terjadi perbuatan hukum tentang pengalihan saham-saham PT. Rizkina Mandiri Perdana berdasarkan Akta Nomor: 12 tanggal 12 Desember Tahun 2007 yang dibuat di hadapan Saksi Notaris Ikhsan Lubis, SH.; Menimbang, bahwa Akta Nomor: 12 tanggal 12 Desember Tahun 2007 yang dibuat di hadapan Saksi Notaris Ikhsan Lubis, SH. telah diakui dan ditanda tangani serta dengan cap jempol dari seluruh pemilik saham dari PT. Rizkina Mandiri Perdana;

Universitas Sumatera Utara

102

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap, bahwa tidak seluruh pemilik saham yang hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham PT. Rizkina Mandiri Perdana; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum para pemilik saham yang tidak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham PT. Rizkina Mandiri Perdana pada tanggal 12 Desember 2007 adalah : saksi Ir. Henri Pardede dan saksi Ingrita Pulungan; Menimbang, bahwa akan tetapi dalam berita acara Akta No.12 tanggal 12 Desember 2007, saksi Ir. Henri Pardede dan saksi Ingrita Pulungan walaupun tidak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham PT. Rizkina Mandiri Perdana, tetapi juga ikut menanda tangani daftar hadir Rapat Umum Pemegang Saham tersebut di atas;; Menimbang, bahwa di persidangan Terdakwa telah mengakui bahwa saksi Ramli Lubis yang menyuruh Terdakwa untuk menanda tangani berita acara dalam Akta No.12 Tahun 2007 dan juga kepada para pemegang saham lainnya, termasuk saksi Ir. Henri Pardede dan saksi Ingrita Pulungan yang tidak hadir pada saat itu;; Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka Majelis berpendapat bahwa Unsur sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, telah terbukti secara sah dan meyakinkan;

Universitas Sumatera Utara

103

3. Unsur jika pemakaian akta itu dapat menimbulkan kerugian; Menimbang, bahwa tentang unsur ini Majelis berpendapat bahwa pengertian dari kata “dapat” ini mempunyai pengertian bahwa pasal ini menganut delik formil, yaitu pasal ini tidak memerlukan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan Terdakwa, akan tetapi perbuatan melawan hukumnya yang harus dibuktikan; Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka, Majelis berpendapat unsur dapat menimbulkan kerugian telah terbukti secara sah dan meyakinkan; Menimbang, bahwa walaupun keseluruhan dari unsur-unsur dalam dakwaan Pertama Primair telah terbukti namun Majelis akan mempertimbangkan apakah Terdakwa dapat dijatuhi pidana atas perbuatannya tersebut; Menimbang, bahwa berdasarkan Akta No.12 tanggal 12 Desember Tahun 2007 telah terjadi pengalihan saham-saham PT. Rizkina Mandiri Perdana dari seluruh pemilik saham kepada saksi Ivan Batubara, yang dilakukan di hadapan saksi Notaris Ikhsan Lubis, SH.; Menimbang, bahwa pengalihan seluruh saham-saham PT.Rizkina Mandiri Perdana adalah atas perintah dari saksi Ramli Lubis; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum di persidangan bahwa saksi Ramli Lubis telah menerima sejumlah uang hasil dari pengalihan saham PT. Rizkina Mandiri Perdana tersebut di atas sebesar Rp. 48.000.000.000 (empat puluh delapan milyar);

Universitas Sumatera Utara

104

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum saksi Ramli Lubis mempunyai hutang sebesar Rp.20.000.000.000,- (dua puluh miliar rupiah) kepada saksi Ivan Batubara dan Maslin Batubara; Menimbang, bahwa pembayaran atas pengalihan saham-saham PT. Rizkina Perdana Mandiri juga telah dibuat Akta Perdamaian No.37 tanggal 28 Oktober 2009 antara saksi Ramli Lubis dengan saksi Ivan Batubara yang dibuat di hadapan Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah, P.Suandi Halim, SH.; Menimbang, bahwa dengan telah ditanda tanganinya Akta No.12 tanggal 12 Desember 2007 tahun 2007 tentang pengalihan kepemilikan saham PT. Rizkina Mandiri Perdana oleh para pemilik saham kepada saksi Ivan Batubara, maka para pemilik saham telah sepakat akan menggunakan cara-cara sebagaimana yang telah dilakukan tersebut di atas; Menimbang, bahwa berdasarkan barang bukti surat tertanggal 14 Mei 2011 dari saksi Ramlan Bayanuddin yang ditujukan kepada saksi Notaris Ikhsan Lubis, SH., yang menyatakan bahwa saksi Ramlan Bayanuddin yang meminta untuk dibuatkan Akta Nomor 12 Tahun 2007, tentang pengalihan seluruh saham PT. Rizkina Mandiri Perdana; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan akhli Prof. DR. Mariam Darus, SH.FCArb. bahwa didalam Undang-undang tentang Perseroan Terbatas dinyatakan Rapat Umum Pemegang Saham dapat dilakukan dengan secara kehadiran phisik maupun dengan melalui media eletronik; Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis berpendapat bahwa perbuatan yang dilakukan oleh para pemilik saham ini, dengan telah menanda tangani daftar

Universitas Sumatera Utara

105

hadir sebagaimana berita acara dalam Akta No.12 tanggal 12 Desember 2007 adalah suatu kesepakatan yang merupakan kehendak dan keinginan dari para pihak sebagai pemilik saham PT. Rizkina Mandiri Perdana: Menimbang, bahwa terungkap dalam fakta hukum bahwa masalah yang timbul antara saksi DR.Drs. Ramli Lubis, MM dengan saksi Ivan iskandar Batubara dan saksi Maslin Batubara adalah tentang belum terlaksananya seluruh hasil pembayaran dari pengalihan saham PT. Rizkina Mandiri Perdana ; Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Majelis berpendapat perbuatan hukum yang dilakukan oleh Terdakwa bukanlah termasuk dalam lingkungan hukum pidana (public rechts) melainkan termasuk dalam lingkungan hukum perdata (privaat rechts); Menimbang, bahwa karena perbuatan Terdakwa bukanlah perbuatan pidana, maka sudah sepatutnya Terdakwa dinyatakan untuk dilepaskan dari tuntutan hukum (onstlag van alle rechts vervolging) dari dakwaan Pertama Primer tersebut; Menimbang, bahwa selanjutnya majelis hakim akan mempertimbangkan dakwaan Pertama Subsidair penuntut umum yaitu pasal 266 ayat (1) KUHP yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : 1. Unsur barang siapa ; 2. Unsur menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolaholah keterangannya sesuai dengan kebenaran; 3. Unsur jika pemakaian akta itu dapat menimbulkan kerugian;

Universitas Sumatera Utara

106

Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan Pertama Primair unsurunsur terpenuhi, sedangkan unsur-unsur pokoknya dalam dakwaan Pertama Subsidair adalah sama dengan dakwaan Pertama Primair, maka Majelis mengambil alih seluruh pertimbangan unsure-unsur pokok dalam dakwaan Pertama Primair ke dalam pembuktian dakwaan Pertama Subsidair; Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Majelis berpendapat demi hukum melepaskan Terdakwa dari tuntutan hukum (onstlag van alle rechts vervolging) atas dakwaan Pertama Subsidair tersebut; Menimbang, bahwa Majelis selanjutnya akan mempertimbangkan unsur-unsur dalam dakwaan Kedua Primair pasal 263 ayat (1) Jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana yang unsur-unsur sebagai berikut : 1. Unsur Barang Siapa; 2. Unsur Membuat Surat Palsu atau Memalsukan surat; 3. Unsur Yang Dapat Menerbitkan Sesuatu Hak, Sesuatu Perjanjian (kewajiban) Atau Pembebasan Utang, Atau Yang Boleh Dipergunakan Sebagai Keterangan Bagi Suatu Perbuatan; 4. Unsur Dengan Maksud Akan Mempergunakan Atau Menyuruh Orang Lain Menggunakan Surat-surat Itu Seolah-olah Surat Itu Asli Dan Tidak Dipalsukan; 5. Unsur Dapat Mendatangkan Sesuatu Kerugian. 6. Unsur sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan;

Universitas Sumatera Utara

107

1. Unsur Barang Siapa; Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan unsur barang siapa adalah setiap orang yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai subyek hukum pidana dan mampu bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukannya, dan sepanjang kemampuan bertanggung jawab akan dipertimbangkan setelah majelis mempertimbangkan unsurunsur tindak pidana; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang diperoleh di persidangan, yaitu dari keterangan para saksi dan keterangan terdakwa sendiri, maka barang siapa yang dimaksud adalah terdakwa Syahwan Lubis dengan segala identitasnya yang diakui kebenarannya; 2. Unsur Membuat Surat Palsu atau Memalsukan surat. Menimbang, bahwa yang dimaksud oleh penuntut umum tentang surat sebagaimana dalam dakwaannya, adalah surat kuasa dari akhli waris Mara Monang Pulungan yang memberikan kuasa kepada saksi Ramlan Bayanuddin; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum di persidangan surat kuasa yang dimaksud adalah sebagaimana surat kuasa No.11 tanggal 12 Desember 2007, yang dibuat di hadapan Notaris Ikhsan Lubis, SH.; Menimbang, bahwa para akhli waris dari Mara Monang Pulungan menyatakan bahwa tanda tangan di dalam surat kuasa yang memberikan kuasa kepada Ramlan Bayanuddin, adalah bukan tanda tangan dari para akhli waris Mara Monang Pulungan;

Universitas Sumatera Utara

108

Menimbang, bahwa para akhli waris menyatakan tidak pernah memberikan kuasa kepada Ramlan Bayanuddin; Menimbang, bahwa para akhli waris Mara Monang Pulungan tidak mengetahui siapa yang membuat surat kuasa tersebut; Menimbang, bahwa di persidangan tidak ada satupun saksi-saksi yang menyatakan Terdakwa yang telah membuat surat palsu atau memalsukan surat berupa surat kuasa No.11 tanggal 12 Desember 2007; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum bahwa terhadap tanda tangan para akhli waris dari Mara Monang Pulungan di dalam surat kuasa No. 11 tanggal 12 Desember 2007 tidak pernah dilakukan pemeriksaan di laboratorium forensik dari yang berwajib agar dapat sebagai bukti pembenar adanya tanda tangan yang tidak sah untuk itu; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut di atas, maka Majelis berpendapat bahwa penuntut umum tidak dapat membuktikan tentang ketidak benaran dari tanda tangan para akhli waris dari Mara Monang Pulungan di dalam surat kuasa No.11 tanggal 12 Desember 2007 yang di buat dihadapan Notaris Ikhsan Lubis, SH.; Menimbang, bahwa oleh karenanya unsur Membuat Surat Palsu atau Memalsukan

Surat

adalah

tidak

terbukti,

maka

Majelis

tidak

akan

mempertimbangkan unsur-unsur lainnya; Menimbang, bahwa oleh karenanya sudah sepatutnya Terdakwa dibebaskan dari dakwaan Kedua Primair tersebut;

Universitas Sumatera Utara

109

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan dakwaan Kedua Subsidair penuntut umum pasal 263 ayat (1) KUHPidana yang unsurunsurnya sebagai berikut: 1. Unsur Barang Siapa; 2. Unsur Membuat Surat Palsu atau Memalsukan surat; 3. Unsur Yang Dapat Menerbitkan Sesuatu Hak, Sesuatu Perjanjian (kewajiban) Atau Pembebasan Utang, Atau Yang Boleh Dipergunakan Sebagai Keterangan Bagi Suatu Perbuatan; 4. Unsur Dengan Maksud Akan Mempergunakan Atau Menyuruh Orang Lain Menggunakan Surat-surat Itu Seolah-olah Surat Itu Asli Dan Tidak Dipalsukan; 5. Unsur Dapat Mendatangkan Sesuatu Kerugian. Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan Kedua Primair tidak terbukti, sedangkan unsur-unsur dalam dakwaan Kedua Subsidair adalah sama dengan dakwaan Kedua Primair, maka Majelis mengambil alih seluruh pertimbangan dalam dakwaan Kedua Primair ke dalam pembuktian dakwaan Kedua Subsidair; Menimbang, bahwa karena dakwaan Kedua Primair tidak terbukti, maka Majelis berpendapat Terdakwa haruslah juga dibebaskan dari dakwaan Kedua Subsidair tersebut; Menimbang, bahwa oleh karenanya Majelis untuk sebagian adalah sependapat menyangkut melepaskan terdakwa dari semua tuntutan hukum (onstlag van alle rechtsvervolging) dengan nota pembelaan dari terdakwa dan Penasihat Hukum

Universitas Sumatera Utara

110

terdakwa sedangkan pledooi selain dan selebihnya tidak beralasan maka haruslah dikesampingkan ; Menimbang, bahwa oleh karena hal-hal tersebut di atas, maka kepada terdakwa haruslah dipulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa berada dalam tahanan kota, maka sudah seharusnya untuk diperintahkan di keluarkan dari tahanan kota tersebut; Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dilepaskan dalam dakwaan Pertama Primair dan Subsidair serta dibebaskan dari seluruh dakwaan kedua Primair dan Subsidair, maka biaya dalam perkara ini dibebankan kepada Negara; Menimbang, bahwa barang bukti yang diajukan di persidangan sebagaimana daftar barang bukti akan ditentukan dalam amar putusan ini; Memperhatikan, akan pasal 191 ayat (1); (2) KUHAP dan pasal 97 KUHAP, serta peraturan hukum yang bersangkutan dengannya; b. Putusan MENGADILI: 1) Menyatakan terdakwa Syahwan Lubis telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan hukum sebagaimana dalam dakwaan Pertama Primair dan dakwaan Pertama Subsidair, namun perbuatan terdakwa Syahwan Lubis bukan termasuk dalam perbuatan pidana. 2) Melepaskan terdakwa Syahwan Lubis dari dakwaan Pertama Primair dan dakwaan Pertama Subsidair tersebut; Menyatakan terdakwa Syahwan Lubis

Universitas Sumatera Utara

111

tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Kedua Primair dan dakwaan Kedua Subsidair. 3) Membebaskan terdakwa Syahwan Lubis dari dakwaan Kedua Primair dan dakwaan Kedua Subsidair tersebut; 4) Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; 5) Memerintahkan terdakwa di keluarkan dari tahanan kota; 6) Membebankan biaya perkara kepada Negara; 7) Memerintahkan barang bukti berupa : a) 1 (satu) Exemplar Foto Copi Minuta Akta Berita Acara No. 12, tanggal 12 Desember 2007 yang dibuat dan dilegalisasi oleh Notaris Ikhsan Lubis, SH, SpN di Medan ; b) 1 (satu) Exemplar Foto Copi Minuta Akta Berita Acara No. 12, tanggal 12 Desember 2007 yang dibuat dan dilegalisasi oleh Notaris Ikhsan Lubis, SH, SpN di Medan c) 1 (satu) Exemplar Foto Copi Minuta Akta Berita Acara No. 12, tanggal 12 Desember 2007 yang dibuat dan dilegalisasi oleh Notaris Ikhsan Lubis, SH, SpN di Medan d) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH Surat Pernyataan Nomor : 3, tanggal 18 oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Ramlan Bayanuddin

Universitas Sumatera Utara

112

e) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH, Surat Kuasa Nomor : 4, tanggal 18 oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Ramlan Bayanuddin Alias Ramlan By f) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH Surat Pernyataan Nomor : 5, tanggal 18 oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Haji Mara Monang Pulungan 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH Surat Kuasa Nomor : 6, tanggal 18 oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Haji Mara Monang Pulungan g) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH Surat Pernyataan Nomor : 7, tanggal 18 oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Syafwan Lubis h) (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH Surat Kuasa Nomor : 8, tanggal 18 oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Syafwan Lubis i) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH Surat Pernyataan Nomor : 9, tanggal 18 oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Ir. Henri Pardede j) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH Surat Kuasa Nomor : 10, tanggal 18 oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Ir. Henri Pardede

Universitas Sumatera Utara

113

k) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH Surat Pernyataan Nomor : 11, tanggal 18 oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Ingrita Pulungan l) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH Surat Kuasa Nomor : 12, tanggal 18 oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Ingrita Pulungan m) 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH Surat Pernyataan Nomor : 14, tanggal 18 oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Ir. Arwan Efendi Lubis 1 (satu) Exemplar foto copi yang dilegalisir oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH Surat Kuasa Nomor : 15, tanggal 18 oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris Muhammad Hasyim Nasution, SH An. Ir. Arwan Efendi Lubis dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain ; 3. Analisa Putusan Pada kasus di atas yang terjadi antara Syafwan Lubis dengan Ramli Lubis, hubungan keduanya dalam perseroan adalah hubungan antara seorang nominee dengan beneficiary, hal itu sesuai dengan fakta persidangan yakni : “Bahwa benar Terdakwa Syafwan Lubis sampai dengan bulan Desember tahun 2007 adalah Direktur Utama PT. Rizkina Mandiri Perdana dengan miliki 2.000. lembar saham” Selanjutnya dalam fakta persidangan menyatakan bahwa nama Ramli Lubis tidak tertera dalam perseroan:

Universitas Sumatera Utara

114

“Bahwa benar dalam Anggaran Dasar PT. Rizkina Mandiri Perdana tidak ada nama Ramli Lubis Sebagai pemilik saham” Namun kepemilikan seluruh saham dalam perseroan tersebut hanyalah atas nama saja, berdasarkan surat pernyataan seluruh pemegang saham: “Bahwa benar berdasarkan surat pernyataan No.3; No.5; No.7; No.9; No.11 dan No.15 serta surat kuasa No.4; No.6; No.8; No.10; No.12 dan No.16 menyatakan bahwa pemilik seluruh saham PT. Rizkina Mandiri Perdana adalah saksi Ramli Lubis dan isterinya yang bernama saksi Hj. Erna Rostini Pulungan sedangkan para pemegang saham hanyalah atas nama saja;” Namun kasus tersebut bermula ketika Syafwan Lubis sebagai direktur utama perseroan mengalihkan seluruh saham PT. Rizkina Mandiri Perdana kepada saksi Ivan Iskandar Batubara dan PT Sumatera Borneo Palm Oil yang mengakibatkan Ramli Lubis mengalami kerugian sebesar lebih kurang 400 M (Empat ratus milyard rupiah). Di dalam perkara tersebut Ramli Lubis yang merasa dirugikan kemudian melaporkan Syafwan Lubis karena telah mengalihkan seluruh saham-saham perseroan secara melawan hukum. Dalam pertimbangannya hakim pengadilan negeri medan menyatakan bahwa dengan telah ditanda tanganinya Akta No.12 tanggal 12 Desember 2007 tahun 2007 tentang pengalihan kepemilikan saham PT. Rizkina Mandiri Perdana oleh para pemilik saham kepada saksi Ivan Batubara, maka para pemilik saham telah sepakat akan menggunakan cara-cara sebagaimana yang telah dilakukan tersebut di atas. selanjutnya Majelis hakim berpendapat bahwa perbuatan yang dilakukan oleh para pemilik saham, dengan telah menanda tangani daftar hadir

Universitas Sumatera Utara

115

sebagaimana berita acara dalam Akta No.12 tanggal 12 Desember 2007 adalah suatu kesepakatan yang merupakan kehendak dan keinginan dari para pihak sebagai pemilik saham PT. Rizkina Mandiri Perdana. Selanjutnya hakim dalam putusan tersebut menyatakan bahwa perbuatan hukum yang dilakukan oleh Syafwan Lubis bukanlah termasuk dalam lingkungan pidana melainkan termasuk dalam lingkungan perdata, atas pertimbangan itu hakim memutuskan untuk membebaskan Syafwan Lubis dari segala tuntutan. Menindaklanjuti putusan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam rangkaian pertimbangan hakim, hakim tidak secara tegas menyatakan status hukum dari perjanjian nominee antara Syafwan Lubis dengan Ramli Lubis tetapi secara tidak langsung majelis hakim bependapat mengenai perjanjian nominee itu adalah batal demi hukum karena dalam fakta persidangan hakim memuat fakta-fakta hukum mengenai nominee dimana berdasarkan pasal 33 ayat (1) Undang-undang nomor : 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dinyatakan bahwa seseorang dilarang mengadakan perjanjian nominee (nominee agreement), yaitu jika seseorang mengaku sebagai pemegang saham tetapi namanya tidak tercantum sebagai pemegang saham dalam anggaran dasar suatu perseroan, maka keberadaannya tidak diakui, kemudian jika ada pihak yang mengadakan perjanjian nominee (nominee agreement), perjanjiannya tidak memiliki causa yang halal, sehingga perjanjiannya menjadi batal demi hukum; Saksi ahli M. Yahya Harahap dalam persidangan tersebut juga menyinggung tentang nominee dimana dalam Hukum Perseroan Terbatas organ Perseroan terbatas adalah RUPS, Direksi dan Komisaris. RUPS adalah Organ Perseroan yang

Universitas Sumatera Utara

116

mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris, yang hanya dimiliki Pemegang Saham dan Pemegang Saham adalah orang yang terdaftar dalam Anggaran Dasar yang namanya tertulis, kemudian yang punya hak menghadiri RUPS adalah Pemegang Saham. Dalam UU Perserotan Terbatas tidak dikenal orang luar mengatakan itu sahamnya (Nominee) maka sama sekali tidak boleh ada intervensi dari pihak diluar pemegang saham. Seandainya nomine hadir ada dibuat perjanjian, itu perjanjian internal pemegang saham dengan pihak ketiga, yang menyuruh membuat akta otintek adalah tanggung jawab orang yang menyuruh. Menurut pasal 61 UU Perseroan terbatas yang berhak menunut kerugian akibat keputusan RUPS adalah pemegang saham ; Saksi ahli Mariam Darus dalam persidangan tersebut juga menyinggung tentang nominee dimana dalam anggaran dasar harus disebutkan nama-nama dari pemegang saham, saham adalah atas nama, maka nama yang tercantum dalam anggaran dasar adalah yang memiliki saham itu. Saham adalah atas nama dan namanya tercantum dalam anggaran dasar. Jadi undang-undang hanya mengakui nama yang tercantum dalam anggaran dasar sajalah yang punya hak, pihak-pihak lain tidak punya hak karena namanya tidak tercantum dalam anggaran dasar. Pada pasal 33 Undang-Undang Penanaman Modal dinyatakan bahwa seseorang itu tidak boleh mengadakan perjanjian bahwa dia itu adalah pemegang saham milik orang lain. Dalam ilmiah hukum Perdata ada dikenal perjanjian nominee. Perjanjian Nominee adalah suatu konsep yang dikenal dalam Comman Law, kita tidak mengenal itu, Civil Law tidak mengenal konsep perjanjian nominee dalam hukum nasional kita itu tidak diakui. Dalam praktek, perjanjian nominee orang yang menyediakan uang disebut

Universitas Sumatera Utara

117

beneficiary ownership dan orang yang tercantum namanya dalam anggaran dasar disebut legal ownership jadi jika ada pihak yang mengadakan perjanjian nominee, maka perjanjian itu tidak memiliki causa sehingga perjanjian itu batal demi hukum, Orang yang tidak tercantum namanya dalam akta tidak berhak meminta kerugian dari badan hukum itu, itu adalah resiko janji yang tidak mempunyai causa. Seseorang bisa saja mengaku sebagai pemeilik Perseroan, perlu ditanya bukti kepemilikannya apa, bukti kepemilikan harus namanya tercantum dalam anggaran dasar dan kreteria itu sifatnya memaksa Pendapat saksi ahli dan majelis hakim terhadap perjanjian nominee menunjukkan bahwa Ramli Lubis sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk menunut kerugian akibat keputusan RUPS, mengintervensi perseroan, diakarenakan Ramli Lubis tidak tercantum namanya dalam anggaran dasar perseroan. Mengenai perjanjian nominee yang menyatakan kepemilikan seluruh saham perseroan adalah milik Ramli Lubis, berdasarkan pasal 33 ayat (1) Undang-undang nomor : 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dinyatakan bahwa seseorang dilarang mengadakan perjanjian nominee (nominee agreement), yaitu jika seseorang mengaku sebagai pemegang saham tetapi namanya tidak tercantum sebagai pemegang saham dalam anggaran dasar suatu perseroan, maka keberadaannya tidak diakui, perjanjiannya seperti itu tidak memiliki causa yang halal, sehingga perjanjiannya menjadi batal demi hukum. Sehingga terhadap putusan pengadilan negeri medan tersebut penulis berpendapat putusan hakim telah memenuhi keadilan dimana kepastian hukum dari anggaran dasar perseroan telah terpenuhi sebagai bukti pertimbangan hakim dalam

Universitas Sumatera Utara

118

memutus, putusan hakim dalam perkara ini menurut penulis telah sesuai dengan hukum dan tidak terdapat kekhilafan hakim dalam memutus. B. Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014 1. Kronologi kasus Kasus ini terjadi antara Penggugat yakni Taw Kining alias Kining dengan Tergugat yakni Hoi Fat alias Patrick Pangestu, Tergugat (Hoi Fat) awalnya berniat mendirikan usaha dalam bentuk Perseroan Komanditer (CV) tetapi terbentur dengan adanya syarat minimal 2 orang pendiri, karena kendala tersebut ia meminta kepada adik iparnya yaitu Penggugat (Kining) untuk mau meminjamkan namanya agar dapat mendirikan akta CV. Kemudian pada tanggal 3 November 1994, Penggugat dengan Tergugat telah melakukan kesepakatan untuk mendirikan Perseroan Komanditer, yang diberi nama CV. Prima, selanjutnya atas kesepakatan itu dibuatlah akta pendiriannya yang dituangkan dalam Akta Perseroan Komanditer CV. Prima Nomor 14 tanggal 3 November 1994 yang dibuat di hadapan Soehendro Gautama, Notaris di Batam, dengan komposisi pengurus yaitu Tergugat (Hoi Fat) sebagai Pengurus (Direktur) sedangkan Penggugat (Kining) sebagai Pesero Komanditer, Selanjutnya mengenai modal perseroan, Tergugat (Hoi Fat) menyetor secara penuh uang pribadinya ke dalam perseroan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), sedangkan Penggugat (Kining) tidak menyetor modal sama sekali, karena memang pada dasarnya hanya pinjam nama saja. namun secara formalitas dalam akta pendirian CV. Prima tertera untuk pertama kali menyetor modal awal dalam perseroan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), masing-masing Tergugat

Universitas Sumatera Utara

119

(Hoi Fat) sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan Penggugat (Kining) sebesar Rp. 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah); Selanjutnya setelah perseroan berjalan, sebagai seorang Pesero Komanditer, Penggugat (Kining) beberapa kali menuntut haknya untuk memperoleh informasi laporan keuangan dan laporan rugi laba perseroan kepada Tergugat, namun selalu ditolak Tergugat dengan alasan untuk pengembangan usaha perseroan ke depannya. Kemudian pada pertengahan tahun 2011, tiba-tiba saja Tergugat meminta Penggugat untuk mengundurkan diri sebagai persero komanditer pada perseroan CV. Prima dan akan digantikan oleh anak kandung Tergugat. Atas permintaan itu Penggugat tidak terlalu mempersalahkan keinginan Tergugat untuk menggantikan kedudukan Penggugat sebagai persero komanditer tersebut, akan tetapi Penggugat terlebih dahulu meminta pertanggungjawaban keuangan perseroan CV. Prima kepada Tergugat. Karena selama berdirinya perseroan Penggugat tidak pernah mendapatkan laporan keuangan dan laporan rugi laba dari Tergugat termasuk pembagian keuntungan atas usaha perseroan, permintaan Penggugat atas laporan keuangan dan pembagian keuntungan perseroan tersebut ditolak oleh Tergugat, Tergugat menyatakan tidak bersedia untuk memberikan laporan keuangan perseroan CV. Prima kepada Penggugat, sehingga atas penolakan itu akhirnya Penggugat melayangkan gugatan kepada pengadilan Negeri Batam. Selanjutnya Penggugat memohon agar Pengadilan Negeri Batam memberikan putusan sebagai berikut: a. Mengabulkan gugatan Penggugat tersebut untuk seluruhnya;

Universitas Sumatera Utara

120

b. Menyatakan sah menurut hukum Akta Perseroan Komanditer CV. Prima Nomor 14 tanggal 3 November 1994; c. Menyatakan secara hukum Tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi (ingkar janji); d. Menghukum Tergugat menyerahkan laporan keuangan dan laporan rugi laba perseroan komanditer CV. Prima terhitung sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 kepada Penggugat; e. Menghukum Tergugat membayarkan 40 (empat puluh) persen bagian keuntungan perseroan komanditer CV. Prima terhitung semenjak tahun 1994 sampai dengan tahun 2012 kepada Penggugat; f. Menyatakan sah sita jaminan (conservatoir beslaag) terhadap: (1). 2 (dua) unit ruko kantor CV. Prima yang terletak di Komplek Bumi Indah Blok V Nomor 19 dan 20, Kecamatan Batu Ampar, Kota Batam; (2). 2 (dua) unit ruko Hotel Prima Asia yang terletak di Komplek Nagoya 2000 Nomor 9 dan 10, Nagoya, Kota Batam; (3). 1 (satu) unit rumah yang terletak di Komplek Perumahan Penuin Baloi Permai, Blok J Nomor 11, Kecamatan Batu Ampar, Kota Batam, dan; (4). 1 (satu) unit mobil sedan Toyota Corolla, warna merah, Nomor Polisi BP 1565 ZI; Kuat dan berharga; g. Menghukum Tergugat membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) per hari keterlambatan, penyampaian

Universitas Sumatera Utara

121

laporan keuangan dan pembayaran 40 (empat puluh) persen bagian keuntungan Penggugat, terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), untuk pelaksanaannya bila perlu menggunakan alat kekuasaan negara; h. Menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu, meskipun ada banding ataupun kasasi (uitvoerbaar bij voorraad), bila ingkar dengan bantuan Polisi; i.

Menghukum Tergugat membayar semua biaya-biaya yang timbul dalam perkara ini;

Terhadap gugatan tersebut Tergugat mengajukan eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut: a. Bahwa, gugatan Penggugat kabur (obscuur libel), dimana dalil gugatan angka 8 (delapan) bertentangan (kontradiksi) dengan dalil gugatan angka 22 (dua puluh dua) b. Bahwa gugatan Penggugat kurang pihak atau Tergugat tidak lengkap pihakpihaknya (plurium litis consortium) 2. Pertimbangan Hakim dan Putusan a. Pertimbangan Hakim Pertimbangan Majelis hakim pengadilan Negeri Batam sebelum memutus perkara yang pada intinya adalah sebagai berikut : - akta pendirian CV. Prima adalah tidak sah, dan oleh karenanya dapat dibatalkan karena adanya cacat kehendak (wilsgebreke), yang awalnya hanya atas nama saja sebagai persero (pengurus), telah meminta sebesar 40 (empat puluh) persen padahal

Universitas Sumatera Utara

122

tidak pernah memasukkan modalnya, sehingga sudah tidak sesuai lagi dengan kesepakatannya pada waktu membuat akta dimaksud, dan oleh karenanya akta tersebut adalah tidak sah dan dapat dibatalkan; dan isinya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat lagi bagi Tergugat untuk memenuhi agar menyerahkan aset CV. Prima sejumlah 40 (empat puluh) persen”; - perjanjian yang dibuat dihadapan Notaris atau Pejabat yang berwenang bukanlah selalu dianggap benar, namun dianggap menjadi autentik, sehingga akta pendirian tersebut tidak sah dan dapat dibatalkan, karena faktanya akta tersebut tidak sesuai dengan fakta yang terjadi pada saat akta tersebut dibuat dan ditandatangani pun ternyata bertentangan dengan aturan-aturan yang berlaku; b. Putusan Selanjutnya Pengadilan Negeri Batam dalam putusannya, yaitu putusan Nomor 82/Pdt.G/2012/PN Btm., tanggal 4 Juli 2013 yang amarnya sebagai berikut: Dalam Eksepsi: - Menolak eksepsi Tergugat; Dalam Pokok Perkara: - Menyatakan gugatan Penggugat ditolak untuk seluruhnya; - Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang ditaksir sebesar Rp571.000,00 (lima ratus tujuh puluh satu ribu rupiah); Atas putusan Pengadilan Negeri Batam tersebut, pihak Penggugat mengajukan upaya Banding ke Pengadilan Tinggi yang amarnya sebagai berikut: - Menerima permohonan banding dari Pembanding;

Universitas Sumatera Utara

123

- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Batam tanggal 4 Juli 2013 Nomor 82/Pdt.G/2012/PN Btm., yang dimohonkan banding tersebut; MENGADILI SENDIRI Dalam Eksepsi: - Menolak Eksepsi Tergugat; Dalam Pokok Perkara: - Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; - Menyatakan sah menurut hukum Akta Perseroan Komanditer CV. Prima Nomor 14 tanggal 3 November 1994; - Menyatakan secara hukum Tergugat telah melakukan ingkar janji/ wanprestasi; - Menghukum Tergugat menyerahkan laporan rugi/laba Perseroan Komanditer CV. Prima terhitung sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 kepada Penggugat; - Menghukum Tergugat untuk membayar 40 (empat puluh) persen bagian keuntungan Perseroan Komanditer CV. Prima terhitung sejak 1994 sampai dengan tahun 2012 dan modal sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) yang diserahkan oleh Penggugat kedalam CV. Prima kepada Penggugat; - Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam kedua tingkat peradilan, yang untuk peradilan tingkat banding sebesar Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah); - Menolak petitum gugatan Penggugat selain dan selebihnya; Tergugat merasa keberatan dan kemudian mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung, kemudian terhadap alasan-asalan yang dikemukakan Pemohon Kasasi (Hoi Fat) Mahkamah Agung berpendapat :

Universitas Sumatera Utara

124

Bahwa alasan-alasan kasasi Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti/Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Batam tidak salah menerapkan hukum sebab putusan dan pertimbangannya telah benar; Bahwa sesuai akta pendirian CV. Prima terbukti keikutsertasaan Penggugat dalam memberikan modal adalah sebesar 40 (empat puluh) persen saham; Bahwa akta autentik yang tidak dilawan dengan bukti yang kuat, isi akta autentik harus dianggap benar; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi HOI FAT alias PATRICK PANGESTU tersebut harus ditolak M E N G A D I L I: Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi HOI FAT alias PATRICK PANGESTU, tersebut; Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat/Terbanding untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah); 3. Analisis Kasus Kasus yang terjadi antara Hoi Fat dengan

Kinning adalah terdapatnya

nominee dalam kepemilikan saham kinning pada CV. Prima, dalam akta pendirian CV. Prima, Hoi Fat menyetor sebesar 60 % saham dan Kinning sebesar 40 % saham, secara materil total 100 % saham dalam CV. Prima tersebut sebenarnya berasal dari

Universitas Sumatera Utara

125

Hoi Fat, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kepemilikan saham kinning pada CV. Prima hanyalah pinjam nama saja (nominee). Kemudian permasalahan timbul ketika Kinning menuntut laporan keuangan dan laporan rugi laba perseroan, atas permintaan itu Hoi Fat menolak karena dalam kasus ini penulis berasumsi bahwa hoi fat sebagai pemilik modal (beneficial owner) menganggap kinning (legal owner) tidak memiliki hak untuk menuntut laporan keuangan dan laporan rugi laba perseroan tesebut, karena modal yang masuk ke dalam perseroan adalah miliknya. Penulis berasumsi bahwa Hoi Fat meyakini kepemilikan saham kinning sebesar 40 % saham adalah miliknya karena dimiliki secara nominee. Selanjutnya atas penolakan itu, Kinning menggugat hoi fat telah melakukan wanprestasi atau ingkar janji atas kewajiban Hoi Fat, kwalifikasi wanprestasi menurut Subekti154, “wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat macam: a. Tidak melakukan apa yang sanggup akan dilakukan; b. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat; d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya; Berdasarkan hal tersebut, menurut penulis tindakan Hoi Fat yang tidak pernah menyerahkan laporan keuangan dan laporan rugi laba perseroan setiap tahunnya kepada Kinning selaku persero komanditer dari tahun pertama perseroan berdiri yaitu

154

Subekti, Op. Cit, hal 45

Universitas Sumatera Utara

126

1994 hingga tahun 2012 saat gugatan diajukan, adalah merupakan tindakan wanprestasi. Atas gugatan yang dilayangkan kinning, Pengadilan Negeri Batam telah mengambil putusan, yaitu putusan Nomor 82/Pdt.G/2012/PN Btm., Pengadilan Negeri Batam pada putusannya menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya, pertimbangan majelis hakim pada putusan itu pada intinya yakni : - Judex Facti Tingkat Pertama menganggap akta pendirian CV. Prima tidak sah, dan oleh karenanya dapat dibatalkan karena adanya cacat kehendak (wilsgebreke), yang awalnya hanya atas nama saja sebagai persero (pengurus), telah meminta sebesar 40 (empat puluh) persen padahal tidak pernah memasukkan modalnya, sehingga sudah tidak sesuai lagi dengan kesepakatannya pada waktu membuat akta dimaksud, dan oleh karenanya akta tersebut adalah tidak sah dan dapat dibatalkan; dan isinya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat lagi bagi Tergugat untuk memenuhi agar menyerahkan aset CV. Prima sejumlah 40 (empat puluh) persen”; - Judex Facti Tingkat Pertama dalam pertimbangannya bahwa perjanjian yang dibuat dihadapan Notaris atau Pejabat yang berwenang bukanlah selalu dianggap benar, namun dianggap menjadi autentik, sehingga akta pendirian tersebut tidak sah dan dapat dibatalkan, karena faktanya akta tersebut tidak sesuai dengan fakta yang terjadi pada saat akta tersebut dibuat dan ditandatangani pun ternyata bertentangan dengan aturan-aturan yang berlaku; Terhadap amar putusan serta pertimbangan hakim tingkat pertama tersebut di atas, menurut penulis telah terjadi suatu kekhilafan Hakim yakni :

Universitas Sumatera Utara

127

a) Dalam pembuktian Perdata, alat bukti yang sah atau yang diakui oleh hukum terdiri dari: 1) Bukti tulisan; 2) Bukti dengan saksi-saksi; 3) Persangkaan-persangkaan; 4) Pengakuan; 5) Sumpah155 Alat bukti tulisan ditempatkan dalam urutan pertama, hal ini membuktikan bahwa bukti tulisan dalam perkara perdata memiliki peran yang sangat penting. Bukti tulisan dimaksudkan sengaja dibuat dalam bentuk tertulis sebagai maksud untuk menjadi alat bukti yang sempurna atas peristiwa hubungan hukum yang terjadi apabila suatu ketika timbul sengketa atas peristiwa itu sehingga dapat dibuktikan permasalahan dan kebenarannya oleh akta yang bersangkutan di hadapan pengadilan. dalam perkara perdata, alat bukti yang dianggap paling dapat diterima adalah alat bukti surat atau tulisan, karena dalam hukum acara perdata yang dicari adalah kebenaran formil. Adapun yang dimaksud dengan kebenaran formil tidak lain adalah kebenaran yang didasarkan pada apa yang dikemukakan oleh para pihak di muka pengadilan. Disini hakim tidak bebas dalam menentukan kebenaran formil. Dalam hukum acara perdata, hakim terikat pada apa yang dikemukakan oleh para pihak di hadapannya.

155

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Universitas Sumatera Utara

128

Dalam kasus a quo, bukti tulisan yang dimaksud adalah akta pendirian CV. Prima yang dianggap oleh hakim tidak sah, karena nyatanya kinning tidak pernah menyetor modal sebesar 40% ke dalam perseroan. Pertimbangan hakim tersebut menurut penulis tidak sesuai dengan kebenaran formil yang tertera dalam akta pendirian CV. Prima. Jika hakim menilai akta itu tidak sesuai lagi dengan kesepakatannya justru adalah penilaian yang keliru, menurut penulis wujud dari kesepakatan para pihak untuk mendirikan CV. Prima adalah akta pendirian itu sendiri, penulis berpendapat bahwa hakim tingkat pertama secara sadar mengakui kepemilikan saham Kinning hanya atas nama saja yang sebenarnya adalah milik Hoi Fat, tentu hal ini dapat disimpulkan bahwa hakim membenarkan praktek nominee terjadi di Indonesia, padahal nominee sendiri telah diatur oleh peraturan perundangundangan di indonesia yang secara tegas dilarang pada pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) UUPM. Mengenai saham nominee yang dimiliki oleh kinning, secara tidak langsung Hoi Fat telah mengakui modal tersebut adalah berasal dari Kinning, itu adalah konsekuensi yang didapat akibat ditandatanganinya akta tersebut sebagai bukti persetujuannya. Sehingga akta pendirian CV. Prima adalah bukti tulisan yang sempurna yang tidak dapat dibatalkan karena telah memenuhi syarat-syarat pembentukan perjanjian. b) Akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna sebagai suatu alat bukti mengenai perbuatan atau peristiwa di lapangan hukum. Nilai kekuatan pembuktian akta otentik sebagaimana diatur dalam pasal 1870 KUHPerdata

Universitas Sumatera Utara

129

dan Pasal 285 Rbg yaitu sempurna dan mengikat. Kemampuan lahiriah akta otentik merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik. Kemampuan tersebut menurut Pasal 1875 KUH Perdata tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat di bawah tangan sehingga akta yang dibuat di bawah tangan tersebut baru berlaku sah apabila yang menandatanganinya mengakui kebenaran dari tanda tangannya itu atau apabila hal tersebut dengan cara yang sah menurut hukum dapat dianggap sebagai telah diakui oleh yang bersangkutan. Suatu akta otentik yang diperlihatkan harus dianggap sebagai akta otentik kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, bahwa akta itu bukan akta otentik. Akta otentik membuktikan sendiri keabsahannya apabila suatu akta kelihatannya sebagai akta otentik artinya menandakan akta tersebut dilihat dari luar dan dari kata-katanya sebagai yang berasal dari seorang pejabat umum, maka akta itu terhadap setiap orang dianggap sebagai akta otentik sampai pihak lawan dapat membuktikan bahwa akta yang diajukan bukan akta otentik karena pihak lawan dapat mebuktikan adanya: 1) Cacat hukum, karena pejabat yang membuatnya tidak berwenang atau; 2) Tanda tangan pejabat di dalamnya adalah palsu; 3) Isi yang terdapat didalamnya telah mengalami perubahan, baik berupa pengurangan atau penambahan kalimat. Berdasarkan pemaparan di atas jika dikaitkan dengan pertimbangan hakim PN Batam yang menyatakan perjanjian bukanlah selalu dianggap benar namun dianggap otentik adalah penilaian yang keliru, hal ini tentu dapat menimbulkan ketidakpastian

Universitas Sumatera Utara

130

hukum, dimana dalam pembuktian perdata seharusnya hakim mengacu pada apa yang diperjanjikan para pihak, terlebih lagi perjanjian itu telah dituangkan dalam akta otentik. menurut Mahmul Siregar, kepastian hukum tidak saja meliputi kepastian substansi hukum tetapi juga penerapannya dalam putusan-putusan badan peradilan156, hal ini menunjukkan hakim PN Batam dalam putusannya tidak menunjukkan kepastian hukum dari substasnsi hukum yang telah diperjanjikan para pihak. Selanjutnya

pada

putusan

Pengadilan

Tinggi

Pekanbaru

Nomor

10/PDT/2014/PT PTR, tanggal 10 Juni 2014 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Baram nomor 82/Pdt.G/2012/PN Btm. MENGADILI SENDIRI Dalam Eksepsi: - Menolak Eksepsi Tergugat; Dalam Pokok Perkara: - Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; - Menyatakan sah menurut hukum Akta Perseroan Komanditer CV. Prima Nomor 14 tanggal 3 November 1994; - Menyatakan secara hukum Tergugat telah melakukan ingkar janji/ wanprestasi; - Menghukum Tergugat menyerahkan laporan rugi/laba Perseroan Komanditer CV. Prima terhitung sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 kepada Penggugat; - Menghukum Tergugat untuk membayar 40 (empat puluh) persen bagian keuntungan Perseroan Komanditer CV. Prima terhitung sejak 1994 sampai dengan tahun 2012 156

Mahmul Siregar “Kepastian Hukum dalam Transaksi Bisnis Internasional dan Implikasinya terhadap Kegiatan Investasi di Indonesia” Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 27, No. 4, Tahun 2008, hal 4.

Universitas Sumatera Utara

131

dan modal sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) yang diserahkan oleh Penggugat kedalam CV. Prima kepada Penggugat; - Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam kedua tingkat peradilan, yang untuk peradilan tingkat banding sebesar Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah); - Menolak petitum gugatan Penggugat selain dan selebihnya; Pada putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Baram nomor 82/Pdt.G/2012/PN Btm. Keputusan hakim menurut penulis adalah tindakan yang tepat, dalam putusan ini terdapat perbedaan yang mencolok dari putusan PN Batam dimana hakim Menyatakan sah menurut hukum Akta Perseroan Komanditer CV. Prima Nomor 14 tanggal 3 November 1994, Menyatakan secara hukum Tergugat telah melakukan ingkar janji/ wanprestasi dan selanjutnya menghukum Tergugat menyerahkan laporan rugi/laba Perseroan Komanditer CV. Prima terhitung sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 kepada Penggugat; membayar 40 (empat puluh) persen bagian keuntungan Perseroan Komanditer CV. Prima terhitung sejak 1994 sampai dengan tahun 2012 dan modal sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) yang diserahkan oleh Penggugat kedalam CV. Prima kepada Penggugat; membayar biaya perkara yang timbul dalam kedua tingkat peradilan, yang untuk peradilan tingkat banding sebesar Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah); Putusan Pengadilan Tinggi di atas menurut penulis telah sesuai dengan pembuktian dalam hukum perdata yakni kebenaran formilnya, putusan itu Menyatakan sah menurut hukum Akta Perseroan Komanditer CV. Prima Nomor 14

Universitas Sumatera Utara

132

tanggal 3 November 1994, sehingga Kinning berhak memperoleh haknya sebagai pesero komanditer yaitu atas 1) laporan rugi/laba Perseroan Komanditer CV. Prima terhitung sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2012, 2) 40 (empat puluh) persen bagian keuntungan Perseroan Komanditer CV. Prima terhitung sejak 1994 sampai dengan tahun 2012 dan modal sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) yang diserahkan oleh Penggugat kedalam CV. Prima Penulis berpendapat bahwa hakim tingkat banding telah tepat memutus untuk membatalkan putusan tingkat pertama, hal ini menandakan hakim tingkat banding tidak mengakui keberadaan saham kinning yang dimiliki secara nominee, dan tetap mengacu pada Akta Perseroan Komanditer CV. Prima, sehingga menurut penulis putusan tingkat banding telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di indonesia yang melarang kepemilikan saham secara nominee, serta putusan tingkat banding memberikan kepastian hukum terhadap apa yang diperjanjikan para pihak yang tertuang dalam Akta Perseroan Komanditer CV. Prima. Kemudian pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung permohonan kasasi Hoi Fat tersebut ditolak dan Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat/Terbanding untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah); Rangkaian putusan dalam kasus ini menyimpulkan bahwa keberadaan nominee tidak diakui keberadaannya, sehingga kebenaran materil dari kepemilikan saham yang sebenarnya dimiliki oleh beneficiary cenderung tidak memiliki kepastian

Universitas Sumatera Utara

133

hukum dan akibatnya menjadi batal demi hukum karena telah menyalahi aturan hukum yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

134

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pemaparan mengenai konsep, definisi dan penjelasan dalam tesis ini diakhiri dengan kesimpulan yang diperoleh dari proses pembahasan terhadap rumusan permasalahan yang diangkat di dalam tesis ini, dimana terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Trust adalah suatu konsep yang dikenal dalam Common Law System, trust masuk ke Negara-negara penganut Civil Law System melalui transplantasi hukum, di Indonesia lembaga trust dapat terlihat dalam UU Pasar Modal, di dalam pasal-pasalnya telah memuat keberadaan lembaga-lembaga trust seperti kustodian, manajer investasi, penasihat investasi, dan perwaliamanatan. Dalam kegiatan penanaman modal langsung (Direct Investment) di Indonesia, bentuk perjanjian nominee saham (nominee share agreement) telah dilarang eksistensinya dalam pasal 33 ayat (1) dan (2) UUPM, Latar belakang dari penggunaan konsep nominee dalam kepemilikan saham oleh pihak asing adalah untuk mencari jalan keluar dari pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh Pemerintah, Pihak asing yang menunjuk pihak Indonesia sebagai nominee

memiliki kepentingan komersial tertentu, yaitu untuk

mendapatkan keuntungan-keuntungan dengan melakukan investasi dalam bidang usaha yang tertutup bagi investor asing di Indonesia. Alasan mengapa perjanjian nominee dilarang dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia meliputi:

Universitas Sumatera Utara

135

a. Untuk melindungi kepentingan Negara dalam bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal agar tidak dikuasai pihak asing secara nominee . b. Untuk mengantisipasi adanya penyelundupan hukum dalam kepemilikan saham di Indonesia, dalam hal menghindari terjadinya perseroan yang secara normatif dimiliki seseorang, tetapi secara materi atau substansi pemilik perseroan tersebut adalah orang lain. c. Untuk mengantisipasi pencucian uang melalui Beneficial Ownership. 2. Kebebasan berkontrak memiliki pembatasan yang tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, tidak boleh berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum, serta harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam hal perjanjian nominee, kebebasan berkontrak dibatasi oleh undang-undang yang tegas melarang perjanjian nominee itu dalam ketentuan Pasal 33 ayat (1) UUPM, berdasarkan pelarangan itu jika dikaitkan dengan pasal 1320 KUHPerdata menyebabkan perjanjian nominee

tidak memenuhi syarat

adanya kausa yang halal. Penggunaan perjanjian nominee bertujuan untuk menghindari pembatasan-pembatasan hukum di Indonesia, menciptakan penyelundupan hukum, serta tindak pidana pencucian uang, maksud dan tujuan penggunaan nominee itu telah melanggar unsur itikad baik dalam hal kebebasan berkontrak. Akibat hukum adanya perjanjian nominee tersebut karena tidak memenuhi pasal 1320KUHPerdata dan tidak dibuat dengan itikad baik mengakibatkan perjanjian itu batal demi hukum. Akibat dari perjanjian nominee yang batal demi hukum tersebut, mengakibatkan

Universitas Sumatera Utara

136

kepemilikan saham yang terdaftar saja yang diakui, legal owner yang diakui secara hukum memiliki hak penuh atas saham yg dimiliki, sedangkan beneficiary tidak memiliki hak sama sekali atas saham miliknya yg terdaftar atas nama orang lain, ini adalah konsekuensi akibat batalnya perjanjian nominee antara kedua belah pihak. 3. Sekalipun perjanjian nominee

telah secara tegas dilarang oleh hukum di

Indonesia, tetapi penggunaannya masih banyak ditemui dalam kepemilikan saham di Indonesia, hal tersebut disebabkan adanya niat yang tidak baik oleh para penanam modal pada suatu perseroan ataupun karena ketidaktahuan akan aturan pelarangan perjanjian nominee. Dalam penelitian ini 2 putusan yang penulis pakai yakni Putusan pengadilan negeri medan Nomor: 1269 /Pid.B/2013/PN Mdn. dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3007 K/Pdt./2014, kedua putusan tersebut tidak mengakui kepemilikan saham secara nominee, pada kedua putusan tersebut, hakim tetap mengacu pada apa yang disepakati para pihak dalam anggaran dasar perseroan, sehingga kedua putusan tersebut telah memenuhi kepastian hukum dari anggaran dasar perseroan. Dalam hal perjanjian nominee yang dibuat secara terpisah dari anggaran dasar, perjanjian ini tidak memiliki kepastian hukum, karena memang telah secara tegas dilarang dalam kepemilikan saham di Indonesia serta tidak memenuhi unsur itikad baik dalam pembuatannya.

Universitas Sumatera Utara

137

B. Saran Saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Perjanjian nominee

telah secara tegas dilarang dalam penanaman modal

langsung di Indonesia tetapi pada kenyataannya masih banyak pelaku usaha yang membuat perjanjian nominee, oleh sebab itu hendaknya pemerintah memberikan upaya preventif berupa soasialisasi kepada pelaku usaha yakni dengan cara memberi informasi larangan penggunaan perjanjian nominee pada surat keputusan (SK) pendirian perseroan terbatas yang diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, seperti dengan mencantumkan himbauan sebagai berikut “kepemilikan saham pada perseroan terbatas dalam Surat Keputusan ini adalah bersifat mutlak, perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain adalah batal demi hukum” 2. Pembentukan perjanjian nominee

tidak jarang dikarenakan ketidaktahuan

oleh pelaku usaha terhadap larangan nominee, faktor lain adalah dikarenakan pelaku usaha menganggap pembentukan perjanjian nominee adalah wujud dari asas kebebasan berkontrak, padahal terdapat pembatasan-pembatasan yang mengakibatkan perjanjian nominee menjadi batal demi hukum, untuk itu hendaknya perlu dilakukan sosialisasi oleh notaris sebagai pihak yang potensial membuat perjanjian nominee

tersebut, hendaknya memberikan

pemahaman tentang akibat hukum dari perjanjian nominee

itu lalu

memberikan informasi ini kepada klien sebagai bentuk penyuluhan hukum

Universitas Sumatera Utara

138

sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. 3. Hendaknya hakim di Indonesia memiliki persamaan pemahaman terhadap konsep nominee

serta larangannya, sehingga putusan pengadilan dalam

tingkat pertama, tingkat banding maupun kasasi dapat menghasilkan putusan yang konsisten mengenai nominee, tentunya pemahaman tersebut haruslah sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA BUKU Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta Jakarta, Jakarta, 2004. Budiono, Herlien, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008. Budiman, Arief, Jakarta, 1985.

Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Gramedia,

Briestzke, Paul H., Relevansi Hukum Kontrak Amerika di Indonesia, Lokakarya Elips Project (Economic Law and Improved Procurement System) Materi Perbandingan Hukum Perjanjian, Surabaya, 1993. Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia, (Salemba Empat, Indonesia, 2001. Friedman, Lawrence M., History of American Law2nd, edition 1st, Simon & Schulster, New York, 1958. Fuady, Munir, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku Keempat, PT. Citra Aditya, Bandung, 1997 Gautama, Sudargo, dkk, Ikhtisar Hukum Perseroan Berbagai Negara yang Penting bagi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991. Garner, Bryan A, Black’s Law Dictionary With Guide to Pronunciation, West Publising, St.Paul, 1992. Halliwell, Margareth, Equity and Trusts, Old Bailey Press, London, 2002. HS, Salim. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2008. Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial), Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2013. Hartkamp, Arthur S dan Marianne MM Tilemma, Contract Law In the Netherlands, Kluwer Law International, The HagueLondonBoston, 1995.

Universitas Sumatera Utara

Hudson, Alastair, Equity and Trust, Cavendish Publishing, London, 2002. Khairandy, Ridwan, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama), FH UII Press, Yogyakarta, 2013. Khairandy, Ridwan, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pascasarjana, Jakarta, 2003. Leslie, Melanie B, Trusting Trustee: Fiduciary Duties and The Limits of Default Rules, School of Law, Cardozo, 2005. Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994. Lubis, M. Solly, Diktat Teori Hukum, Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum USU, Medan, 2007. Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2010. Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. Moleong, Lexy J, Metodologi Rosdakarya, Bandung, 1993.

Penelitian

Kualitatif,

Remaja

Marzuki, Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, 2008. Nasution, Bahder Johan, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008. Nurdewata, Mukti Fajar et al, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010. Pettit, Phillip H, Equity and the Law of Trusts, 12th edition Oxford University Press, London, 2009. Rusli, Jessel dalam Haridjan, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993. Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991. Sihombing, Jonker, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, PT. Alumni, Bandung, 2009.

Universitas Sumatera Utara

Samsul, Mohamad, Pasar Modal & Manejemen Portofolio. Erlangga, Jakarta, 2006. Schauer, Frederick, “The Politics and Incentives of Legal Transplantations” Working Paper: Center for international development at Harvard University. 2000. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2001. Sumantoro, Hukum Ekonomi, UI-Press, Jakarta, 1986 Suryabrata, Samadi, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998. Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafido Persada, Jakarta, 2007. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 2010. Sinamo, Nomensen, Metode Penelitian Hukum dalam Teori dan Praktek, Bumi Intitama Sejahtera, Jakarta, 2010. Sembiring, Sentosa, Hukum Investasi, Pembahasan Dilengkapi dengan Undang - Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal: Nuansa Aulia, Bandung, 2007. Simamora, Yohanes Sogar, Hukum Kontrak (Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Indonesia, Kantor Hukum “Wins & Partners” bekerjasama Laksbang Justitia, Surabaya, 2013. Syaifuddin, Muhammad, Hukum Kontrak (Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum Seri Pengayaan Hukum Perikatan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2012. Satrio, J., Hukum Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992. Tetley, William, Q.C., Mixed jurisdiction: “Common Law vs Civil Law (Codified and Uncodified), 2000. Todd, Paul, Textbook on Trust 4th edition, Blackstone Press Limited, London, 1999. Budiyoni, Tri, Transplantasi Hukum Harmonisasi dan Potensi Benturan Studi Transplantasi Doktrin Yang Dikembangkan dari Tradisi Common Law pada UU PT, Griya Media, Salatiga, 2009.

Universitas Sumatera Utara

Watt, Gary, Briefcase Equity and Trusts 2nd ed., Cavendish Publishing Ltd, London, 1999. Wery, P.L, Perkembangan Hukum Tentang Itikad Baik di Nederland: Ceramah pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga di Surabaya pada tanggal 26 Januari 1990, Percetakan Negara RI, Jakarta, 1990 Widjaja, Gunawan, Pentingnya Pengaturan Trust dalam Institusi Di luar Pasar Modal, Ed.18, Buletin Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, Jakarta, 2013. Widjaja, Gunawan, Transplantasi Trust dalam KUH Perdata, KUD, dan Undang-Undnag Pasar Modal Indonesia, PT Raja Gafindo Persada, Jakarta, 2008. Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996. Wantu, Fence M., Mutia Cherawaty Thalib, Suwitno Y. Imran, cara cepat belajar Hukum Acara Perdata. Reviva Cendekia, Jakarta, 2010. Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Perseroan Terbatas, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999.

TESIS & JURNAL Latief, Herlina, “Tanggung Jawab Notaris Terkait Praktek Nominee di Indonesia,” (Tesis Magister Kenotariatan UI, 2010). Hasibuan, Nella, “Perjanjian Nominee Yang Dibuat Untuk Penguasaan Tanah Hak Milik Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing”, (Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2012). Investment Company Institute, A Guide to Understanding Mutual Fund (https://www.ici.org/pdf/bro_understanding_mfs_p) Madeline Times, Global Custody – an Overview,Volume 1 Rajagukguk, Erman, “Pengelolaan Perusahaan yang Baik: Tanggung Jawab Pemegang Saham, Komisaris dan Direksi”, Artikel Utama pada Jurnal Hukum Bisnis Volume 26 – No. 3, 2007.

Universitas Sumatera Utara

Siregar, Mahmul “Kepastian Hukum dalam Transaksi Bisnis Internasional dan Implikasinya terhadap Kegiatan Investasi di Indonesia” Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 27, No. 4, 2008 Wicaksono, Lucky Suryo, Kepastian Hukum Nominee Agreement Kepemilikan Saham Perseroan Terbatas, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 1 VOL. 23 JANUARI 2016: 42 – 57 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, LN No. 67 Tahun 2007 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, LN No. 106 Tahun 2007 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, LN No. 64 Tahun 1995 Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 44 Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal

INTERNET http://www.financialanalyst.org/newarticle2.html. tanggal 01 Mei 2017

diakses

pada

https://www.seychellesoffshore.com/offshore-companymanagement.php, diakses pada tanggal 01 Mei 2017 https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk-kegiatan/3610-kpk-dorongtransparansi-beneficial-ownership, diakses pada tanggal 10 Mei 2017. http://www.socal.print.com/574.html diakses pada tanggal 10 Mei 2017. http://id.beritasatu.com/home/trustee-sang-wali-amanat/51027, diakses pada tanggal 08 Juli 2017.

Universitas Sumatera Utara

KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR AHU-0005364.AH.01.01.TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PENDIRIAN BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS PT CAHAYA CASTINDO HASANAH CEMERLANG

Menimbang

: a Bahwa berdasarkan Permohonan Notaris SUHENDRO SAPUTRA, SH., M.KN , sesuai salinan Akta Nomor 02 Tanggal 02 Februari 2017 yang dibuat oleh SUHENDRO SAPUTRA, SH., M.KN tentang Pendirian Badan Hukum PT CAHAYA CASTINDO HASANAH CEMERLANG tanggal 06 Februari 2017 dengan Nomor Pendaftaran 4017020612100796 telah sesuai dengan persyaratan pengesahan Pendirian Badan Hukum Perseroan; b Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum PT CAHAYA CASTINDO HASANAH CEMERLANG.

MEMUTUSKAN: Menetapkan

:

KESATU

: Mengesahkan pendirian badan hukum - PT CAHAYA CASTINDO HASANAH CEMERLANG - yang berkedudukan di KOTA MEDAN karena telah sesuai dengan Data Format Isian Pendirian yang disimpan di dalam database Sistem Administrasi Badan Hukum sebagaimana salinan Akta Nomor 02 Tanggal 02 Februari 2017 yang dibuat oleh SUHENDRO SAPUTRA, SH., M.KN , yang berkedudukan di KABUPATEN DELI SERDANG.

KEDUA

: Modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal disetor sebagaimana yang tercantum dalam akta yang disebut pada poin PERTAMA.

KETIGA

: Jenis Perseroan UMUM.

KEEMPAT

: Susunan Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi Terlampir.

KELIMA

: Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Apabila ternyata dikemudian hari terdapat kekeliruan maka akan diperbaiki sebagaimana mestinya dan/atau apabila terjadi kesalahan, keputusan ini akan dibatalkan atau dicabut. Ditetapkan di Jakarta, Tanggal 06 Februari 2017. a.n. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DIREKTUR JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM,

DR. FREDDY HARRIS, SH, LL.M, ACCS. DICETAK PADA TANGGAL 06 Februari 2017 DAFTAR PERSEROAN NOMOR AHU-0015864.AH.01.11.TAHUN 2017 TANGGAL 06 Februari 2017

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR AHU-0005364.AH.01.01.TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PENDIRIAN BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS PT CAHAYA CASTINDO HASANAH CEMERLANG

1. Modal Dasar : Rp. 500.000.000 2. Modal Ditempatkan : Rp. 250.000.000 3. Susunan Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi Nama

Jabatan

Klasifikasi Saham

INSINYUR AMIRULLAH

DIREKTUR UTAMA

-

ZEPRI SYARIZAL

DIREKTUR

-

HAJI SOEPARNO, BACHELOR OF SCIENCE

KOMISARIS

-

Jumlah Lembar Saham

Total

225 Rp. 112.500.000 50

Rp. 25.000.000

225 Rp. 112.500.000

Ditetapkan di Jakarta, Tanggal 06 Februari 2017. a.n. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DIREKTUR JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM,

DR. FREDDY HARRIS, SH, LL.M, ACCS. DICETAK PADA TANGGAL 06 Februari 2017 DAFTAR PERSEROAN NOMOR AHU-0015864.AH.01.11.TAHUN 2017 TANGGAL 06 Februari 2017

saran pencantuman larangan nominee

kepemilikan saham pada perseroan terbatas dalam Surat Keputusan ini adalah bersifat mutlak, perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain adalah batal demi hukum

Universitas Sumatera Utara

More Documents from "Yehezkiel Romartogi"