136023_clinical Science Session Bismillah Fix.docx

  • Uploaded by: Esty Gusmelisa
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 136023_clinical Science Session Bismillah Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,570
  • Pages: 40
CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS) * Kepaniteraan Klinik Senior / G1A217097 / September 2018 ** Pembimbing / dr. H. Ikalius, Sp.P

Chronic Obstructive Pulmonary Disease

Rizky Rafiqoh Afdin * dr. H. Ikalius, Sp.P **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2018

HALAMAN PENGESAHAN CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

Chronic Obstructive Pulmonary Disease

Disusun Oleh : Rizky Rafiqoh Afdin G1A217097

Kepaniteraan Klinik Senior Bagian/SMF Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Prov. Jambi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan Pada September 2018

Pembimbing

dr. H. Ikalius, Sp.P

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat Clinical Science Session (CSS) yang berjudul “Chronic

Obstructive Pulmonary Disease” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. H. Ikalius, Sp.P yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada

referat ini,

sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan referat ini. Penulis mengharapkan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jambi, September 2018

Rizky Rafiqoh Afdin

2

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

2

DAFTAR ISI

3 ……....4

BAB I PENDAHULUAN BAB IITINJAUAN PUSTAKA

5

2.1 Definisi

5

2.2 Anatomi

5

2.3 Epidemiologi

7

2.4 Etiologi & faktor risiko

7

2.5 Patogenesis

8

2.6 Patofisiologi

8

2.7 Diagnosis

11

2.8 Klasifikasi & penatalaksanaan

17

2.9 Diagnosis banding

...........

18

2.10 Penatalaksanaan......................................................................... 19 2.11 Komplikasi............................................................................... 35 2.12. Prognosis.................................................................................. 35 BAB III

KESIMPULAN

...........37

DAFTAR

PUSTAKA

………38

3

BAB I PENDAHULUAN COPD mupakan salah satu penyakit yang memilki beban kesehatan tertinggi.World Health Organization (WHO) dalam Global Status of Noncommunicable Diseases tahun 2010 mengkategorikan COPD ke dalam empat besar penyakit tidak menular yang memiliki angka kematian yang tinggi setelah penyakit kardiovaskular, keganasan dan diabetes. 1 GOLD Report 2014 menjelaskan bahwa biaya untuk kesehatan yang diakibatkan PPOK adalah 56% dari total biaya yang harus dibayar untuk penyakit respirasi. Biaya yang paling tinggi adalah diakibatkan kejadian eksaserbasi dari penyakit ini.1 Kematian menjadi beban sosial yang paling buruk yang diakibatkan oleh PPOK, namun diperlukan parameter yang bersifat konsisten untuk mengukur beban sosial. Parameter yang dapat digunakan adalah Disability-Adjusted Life Year (DALY), yaitu hasil dari penjumlahan antara Years of Life Lost (YLL) dan Years Lived with Disability (YLD). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diperkirakan pada tahun 2030, PPOK akan menempati peringkat ketujuh, dimana sebelumnya pada tahun 1990 penyakit ini menempati urutan keduabelas.1 Jumlah perokok yang berisiko menderita PPOK atau kanker paru berkisar antara 20-25%. Hubungan antara rokok dengan PPOK merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar.1,2

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI The Global Initiative for Chronic Pulmonary Disease (GOLD) tahun 2014 mendefinisikan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sebagai penyakit respirasi kronis yang dapat dicegah dan dapat diobati, ditandai adanya hambatan aliran udara yang persisten dan biasanya bersifat progresif serta berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronis saluran napas yang disebabkan oleh gas atau partikel iritan tertentu. Eksaserbasi dan komorbid berperan pada keseluruhan beratnya penyakit pada seorang pasien.1 Pada definisi ini tidak lagi dimasukan terminologi bronkhitis kronik dan emfisema dan secara khusus dikemukakan pentingnya eksaserbasi dan komorbid pada definis GOLD 2014 sehingga dipandang perlu untuk dicantumkan pada definisi. Hambatan aliran napas kronik pada COPD adalah merupakan gabungan dari penyakit saluran napas kecil dan destruksi parenkhim dengan kontribusi yang ebrbeda antar pasien ke pasien. 1 Pada kenyataannya, COPD merupakan sebuah kelompok penyakit dengan gejala klinis yang hampir serupa dengan bronkitis kronis, emfisema, asma, bronkiektasis, dan bronkiolitis. Hambatan jalan napas yang terjadi pada penderita COPD disebabkan oleh penyakit pada saluran napas dan rusaknya parenkim paru.1,3

2.2 ANATOMI Paru – paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru terletak disamping mediastinum. Oleh karena itu, masing – masing paru – paru satu sama lain dipisahkan oleh jantung dan pembuluh – pembuluh besar serta struktur lain dalam mediatinum. Masing – masing paru berbentuk konus dan

5

diliputi oleh pleura viceralis. Paru – paru terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri, hanya diletakkan ke mediastinum oleh radix pulmonis.5 Masing – masing paru mempunyai apex yang tumpul, yang menjorok ke atas, masuk ke leher sekitar 2,5 cm diatas clavicula, facies costalis yang konveks, yang berhubungan dengan dinding dada, dan facies mediastinalis yang konkaf yang membentuk cetakan pada pericardium dan struktur – strutktur mediastinum lain. Sekitar pertengahan permukaan kiri, terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan dimana bronkus, pembuluh darah dan saraf masuk ke paru – paru untuk membentuk radix pulmonalis.5 Paru – paru kanan sedikit lebih besar dibanding paru – paru kiri dan dibagi oleh fissura oblique dan fisura horizontal menjadi 3 lobus, lobus superior, medius dan inferior. Paru – paru kiri dibagi fisura obliqua menjadi 2 lobus, lobus superior dan inferior.5

6

2.3 EPIDEMIOLOGI Data prevalensi PPOK yang ada saat ini bervariasi berdasarkan metode survei, kriteria diagnostik, serta pendekatan analisis yang dilakukan pada setiap studi.1Berdasarkan data dari studi PLATINO, sebuah penelitian yang dilakukan terhadap lima negara di Amerika Latin (Brasil, Meksiko, Uruguay, Chili, dan Venezuela) didapatkan prevalensi PPOK sebesar 14,3%, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 18,9% dan 11.3%. Pada studi BOLD, penelitian serupa yang dilakukan pada 12 negara, kombinasi prevalensi PPOK adalah 10,1%, prevalensi pada laki-laki lebih tinggi yaitu 11,8% dan 8,5% pada perempuan. Data di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 (RISKESDAS), prevalensi PPOK adalah sebesar 3,7%. Angka kejadian penyakit ini meningkat dengan bertambahnya usia dan lebih tinggi pada laki-laki (4,2%) dibanding perempuan(3,3%).2 2.4 ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO Hingga saat ini, rokok masih merupakan penyebab nomor satu terjadinya PPOK, hal ini jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. PPOK dapat juga bersifat genetik yaitu defisiensi α1- antitrypsin.1 Beberapa hal yang termasuk dalam faktor risiko PPOK adalah : 

Rokok



Predisposisi Genetik



Polutan di Tempat Pekerjaan



Polutan Sebagai Hasil Sampingan Bahan Bakar



Tumbuh kembang paru



Sosial ekonomi



Infeksi saluran napas bawah

7

berulang.1 2.5 PATOGENESIS Partikel dan gas beracun Faktor penjamu Inflamasi paru Antioksidan

Antiprotease

Stress oksidatif

Protease

Mekanisme perbaikan Patologi PPOK

2.6 PATOFISIOLOGI Saat ini telah diketahui dengan jelas tentang mekanisme patofisiologis yang mendasari PPOK sampai terjadinya gejala yang karakteristik. Misalnya penurunan FEV1 yang terjadi disebabkan peradangan dan penyempitan saluran napas perifer, sementara transfer gas yang menurun disebabkan kerusakan parenkim yang terjadi pada emphysema.1,3 -

Keterbatasan aliran udara dan air trapping

Tingkat peradangan, fibrosis, dan eksudat luminal dalam saluran udara kecil berkorelasi dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC. Penurunan FEV1 merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer ini menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi. Meskipun emfisema lebih dikaitkan dengan kelainan pertukaran gas dibandingkan dengan FEV1 berkurang, hal ini berkontribusi juga pada udara yang terperangkap yang

8

terutama terjadi pada alveolar. Ataupun saluran napas kecil akan menjadi hancur ketika penyakit menjadi lebih parah.1 Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas residual fungsional, khususnya selama latihan (bila kelainan ini dikenal sebagai hiperinflasi dinamis), yang terlihat sebagai dyspnea dan keterbatasan kapasitas latihan. Hiperinflasi yang berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya dyspnea pada aktivitas. Bronkodilator yang bekerja pada saluran napas perifer mengurangi perangkap udara, sehingga mengurangi volume paru residu dan gejala serta meeningkatkan dan kapasitas berolahraga.3 -

Mekanisme pertukaran gas

Ketidak seimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan hipoksemia dan hypercapnia yang terjadi karena beberapa mekanisme. Secara umum, pertukaran gas akan memburuk selama penyakit berlangsung. Tingkat keparahan emfisema berkorelasi dengan PO2 arteri dan tanda lain dari ketidakseimbangan ventilasiperfusi (VA / Q).

Obstruksi jalan napas perifer juga menghasilkan

ketidakseimbangan VA / Q, dan penggabungan dengan gangguan fungsi otot ventilasi pada penyakityang sudah parah akan mengurangi ventilasi, yang menyebabkan retensi karbon dioksida. Kelainan pada ventilasi alveolar dan berkurangnya pembuluh darah paru akan lebih memperburuk kelainan VA / Q.1,3 -

Hipersekresi lendir

Hipersekresi lendir, yang mengakibatkan batuk produktif kronis, adalah gambaran dari bronkitis kronis tidak selalu dikaitkan dengan keterbatasan aliran udara. Sebaliknya, tidak semua pasien dengan PPOK memiliki gejala hipersekresi lendir. Hal ini disebabkan karena metaplasia mukosa yang meningkatkan jumlah sel goblet dan membesarnya kelenjar submukosa sebagai respons terhadap iritasi kronis saluran napas oleh asap rokok atau agen berbahaya lainnya. Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi lendir melalui aktivasi reseptor faktor EGFR.1,3

9

-

Hipertensi pulmonal

Hipertensi paru ringan sampai sedang mungkin terjadi pada PPOK akibat proses vasokonstriksi yang disebabkan hipoksia arteri kecil pada paru yang kemudian mengakibatkan perubahan struktural yang meliputi hiperplasia intimal dan kemudian hipertrofi otot polos / hiperplasia. Respon inflamasi dalam pembuluh darah sama dengan yang terlihat di saluran udara dengan bukti terlihatnya disfungsi sel endotel. Hilangnya kapiler paru pada emfisema juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru sehingga terjadi. pulmonary hypertension yang bersifat progresif dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kanan dan akhirnya gagal jantung kanan (cor pulmonale).1,3 -

Gambaran dampak sistemik

Dari beberapa laporan penelitian, ternyata pasien PPOK memberikan pula beberapa gambaran dampak sistemik, khususnya pada pasien dengan penyakit berat, hal ini berdampak besar terhadap kualitas hidup dan penyakit penyerta. Kakeksia umumnya terlihat pada pasien dengan PPOK berat. Disebabkan karena hilangnya massa otot rangka dan kelemahan sebagai akibat dari apoptosis yang meningkat dan / atau tidak digunakannya otot-otot tersebut. Pasien dengan PPOK juga mengalami peningkatan proses osteoporosis, depresi dan anemia kronis. Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF-

IL-6, dan radikal

bebas oksigen dengan keturunannya, dapat beberapa efek sistemik. Peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, berkorelasi dengan peningkatan protein C-reaktif (CRP).1,3 -

Eksaserbasi

Eksaserbasi merupakan amplifikasi lebih lanjut dari respon inflamasi dalam saluran napas pasien PPOK, dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau virus atau oleh polusi lingkungan. Mekanisme inflamasi yang mengakibatkan eksaserbasi PPOK, masih banyak yang belum diketahui. Dalam eksaserbasi ringan dan sedang terdapat peningkatan neutrophil, beberapa studi lainnya juga menemukan eosinofil dalam dahak dan dinding saluran napas. Hal ini berkaitan dengan peningkatan konsentrasi mediator tertentu, termasuk TNF- , LTB4 dan IL-8, serta peningkatan biomarker

10

stres oksidatif. Pada eksaserbasi berat masih banyak hal yang belum jelas, meskipun salah satu penelitian menunjukkan peningkatan neutrofil pada dinding saluran nafas dan peningkatan ekspresi kemokin. Selama eksaserbasi terlihat peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya udara, dengan aliran ekspirasi berkurang, sehingga terjadi sesak napas yang meningkat. Terdapat juga memburuknya abnormalitas VA / Q yang mengakibatkan hipoksemia berat.3 2.7 DIAGNOSIS 

Gejala klinis

Gejala yang paling sering terjadi pada pasien PPOK adalah sesak napas. Sesak napas juga biasanya menjadi keluhan utama pada pasien PPOK karena terganggunya aktivitas fisik akibat gejala ini. Sesak napas biasanya menjadi komplain ketika FEV <60% prediksi. Pasien biasanya mendefinisikan sesak nafas sebagai peningkatan usaha untuk bernapas, rasa berat saat bernapas, gasping, dan air hunger. Batuk bisa muncul secara hilang timbul, tapi biasanya batuk kronis adalah gejala awal perkembangan PPOK. Gejala ini juga biasanya merupakan gejala klinis yang pertama kali disadari pasien. Batuk kronis pada PPOK biasanya muncul tanpa adanya dahak. Faktor risiko PPOK berupa merokok, genetik, paparan terhadap partikel berbahaya, usia, asmjta/ hiperreaktivitas bronkus, status sosioekonomi, dan infeksi. 

Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit yang perlu diperhatikan adalah: 

Faktor resiko terpaparnya pasien seperti rokok dan paparan lingkungan ataupun pekerjaan.



Riwayat penyakit sebelumnya termasuk asma, alergi, sinusitis, polip nasal, infeksi saluran napas saat masa anak-anak, dan penyakit respirasi lainnya.



Riwayat keluarga PPOK atau penyakit respirasi lainnya.

11



Riwayat eksaserbasi atau pernah dirawat di Rumah Sakt untuk penyakit respirasi.



Ada

penyakit

dasar,

seperti

penyakit

jantung,

osteoporosis,

musculoskeletal, dan keganasan yang memberikan kontribusi pembatasan aktivitas. 

Pengaruh penyakit pada kehidupan pasien termasuk pembatasan aktivitas, pengaruh pekerjaan atau ekonomi yang salah.



Berbagai dukungan keluarga dan social ekonomi pada pasien.



Kemudian mengurangi factor resiko terutama menghentikan merokok. Pemeriksaan fisik: Pada awal perkembangannya, pasien PPOK tidak menunjukkan kelainan saat dilakukan pemeriksaan fisik. Pada pasien PPOK berat biasanya didapatkan bunyi mengi dan ekspirasi yang memanjang pada pemeriksaan fisik.

Tanda

hiperinflasi

seperti

barrel

chest

juga

mungkin

ditemukan.Sianosis, kontraksi otot-otot aksesori pernapasan, dan pursed lips breathing biasa muncul pada pasien dengan PPOK sedang sampai berat. Tanda-tanda penyakit kronis seperti muscle wasting, kehilangan berat badan, berkurangnya jaringan lemak merupakan tanda-tanda saat progresifitas PPOK. Clubbing finger bukan tanda yang khas pada PPOK, namun jika ditemukan tanda ini maka klinisi harus memastikan dengan pasti apa penyebabnya. Spirometri merupakan pemeriksaan penunjang definitive untuk diagnosis PPOK, dimana hasil rasio pengukuran FEV1/FVC < 0,7. Selain spirometry, bisajuga dilakukan Analisis Gas Darah untuk mengetahui kadar pH dalam darah, radiografi bisa dilakukan untuk membantu menentukan diagnosis PPOK, dan Computed Tomography (CT) Scan dilakukan untuk melihat adanya emfisema pada alveoli. Beberapa studi juga menyebutkan bahwa kekurangan α-1 antitripsin dapat diperiksa pada pasien PPOK maupun asma. 12

Kelainan:  Bentuk dada barrel chest  Penggunaan otot bantu napas  Pelebaran sela iga  Hipertrofi otot bantu napas  Fremitus melemah  Hipersonor  Suara napas vesikuler melemah atau normal  Ekspirasi memanjang  Mengi5 Foto toraks curiga PPOK: A. Normal B. Kelainan:  Hiperinflasi  Hiperlusen  Diafragma mendatar  Corakan bronkovaskular meningkat  Bulla  Kalsifikasi  Jantung pendulum.5 Pemeriksaan Faal Paru Spirometri Klasifikasi PPOK berdasarkan hasil pengukuran FEV1 dan FVC dengan spirometry setelah pemberian bronkodilator dibagi menjadi GOLD 1, 2, 3, 4. Pengukuran spirometry harus memenuhi kapasitas udara yang dikeluarkan secara paksa dari titik inspirasi maksimal (FVC), kapasitas udara yang dikeluarkan pada detik pertama (FEV1), dan rasio kedua pengukuran tersebut (FEV1/FVC).

13

Combined COPD Assessment Combined COPD Assessment melakukan penilaian efek PPOK terhadap masing-masing penderitanya berdasarkan assessment terhadap gejala yang dialami, klasifikasi spirometri berdasarkan GOLD dan kejadian eksaserbasi.

Klasifikasi pasien berdasarkan Combined COPD Assessment: 1. Kelompok A-Rendah resiko, sedikit gejala Pasien dengan klasifikasi GOLD 1 atau 2, mengalami eksaserbasi paling banyak 1 kali dalam setahun dan tidak pernah mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi, serta hasil penilaian CAT score < 10 atau mMRC grade 0-1. 2. Kelompok B-Rendah resiko, Banyak gejala

14

Pasien dengan klasifikasi GOLD 1 atau 2, mengalami eksaserbasi paling banyak 1 kali dalam setahun dan tidak pernah mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi, serta hasil penilaian CAT score lebih atau sama dengan 10 atau mMRC grade lebih atau sama dengan 2. 3. Kelompok C- Tinggi resiko , sedikit gejala Pasien dengan klasifikasi GOLD 3 atau 4, dan/atau mengalami eksaserbasi sebanyak lebih atau sama dengan 2 kaliper tahun atau lebih atau sama dengan 1 kali mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi, serta hasil penilaian CAT score < 10 atau mMRC grade 0-1. 4. Kelompok D-Tinggi resiko, Banyak gejala Pasien dengan klasifikasi GOLD 3 atau 4, dan/atau mengalami eksaserbasi sebanyak lebih atau sama dengan 2 kali per tahun atau lebih atau sama dengan 1 kali mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi, serta hasil penilaian CAT score lebih atau sama dengan 10 atau mMRC grade lebih atau sama dengan 2.

15

16

Pemeriksaan Laboratorium Analisa gas darah dan elektrolit perlu dikerjakan pada penderita PPOK dengan FEV1 kurang dari 1,5 liter atau EKG yang konsisten dengan pembesaran ventrikel kanan. Eritrositosis sekunder yang didapatkan dari kadar Hb dan hematokrit, mencerminkan keadaan hipoksemia yang kronis. Pemeriksaan lahoratorium patologi klinik lainnya disesuaikan dengan keadaan.6 2.8 KLASIFIKASI & PENATALAKSANAAN MENURUT DERAJAT PPOK6,7,8 Derajat Semua derajat Derajat 0: Berisiko

Derajat I: PPOK ringan

Derajat II: PPOK sedang

Derajat III: PPOK berat

Karakteristik

Gejala kronik (batuk, dahak) Terpajan faktor risiko Spirometri normal VEP1/ KVP < 70%

Rekomendasi Pengobatan  Hindari faktor pencetus  Vaksinasi influenza

 Bronkodilator kerja singkat (SABA, antikolinergik kerja VEP1 ≥ 80% prediksi singkat bila perlu) Dengan atau tanpa gejala  Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan VEP1/ KVP < 70% 1. Pengobatan regular dengan bronkodilator: 50% < VEP1 < 80%  Antikolinergik kerja lama prediksi sebagai terapi pemeliharaan Dengan atau tanpa gejala  LABA  Simtomatik 2. Rehabilitasi VEP1/ KVP ≤ 70% 1. Pengobatan regular dengan 1 atau lebih bronkodilator: 30% ≤ VEP1 ≤ 50%  Antikolinergik kerja lama prediksi sebagai terapi pemeliharaan Dengan atau tanpa gejala

17

Derajat IV:

VEP1/ KVP < 70%

PPOK sangat berat

VEP1 < 30% prediksi atau gagal napas atau gagal jantung kanan

2. 1.

2. 3. 4.

 LABA  Simtomatik  Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respon klinis atau eksaserbasi berulang Rehabilitasi Pengobatan regular dengan 1 atau lebih bronkodilator:  Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan  LABA  Simtomatik  Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respon klinis atau eksaserbasi berulang Rehabilitasi Terapi oksigen jangka panjang bila gagal napas Pertimbangkan terapi pembedahan.

2.9 DIAGNOSIS BANDING1,7 Penyakit PPOK

Asma

1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4.

Gagal kongestif

5. 6. jantung 1. 2.

Gambaran klinis Onset usia pertengahan Gejala progresif lambat Riwayat merokok (lama & jumlah rokok) Sesak saat aktivitas Hambatan aliran udara umumnya ireversibel Onset usia dini Gejala bervariasi dari hari ke hari Gejala pada waktu malam/ dini hari lebih menonjol Dapat ditemukan alergi, rhinitis, dan atau eksim Riwayat asma dalam keluarga Hambatan aliran udara umumnya reversible Riwayat hipertensi Ronki basah halus di basal paru

18

3. Gambaran foto toraks pembesaran jantung dan edema paru 4. Pemeriksaan faal paru restriksi, bukan obstruksi Bronkiektasis 1. Sputum purulen dalam jumlah banyak 2. Sering berhubungan dengan infeksi bakteri 3. Ronki basah kasar dan jari tabuh 4. Gambaran foto toraks tampak gambaran sarang tawon dan penebalan dinding bronkus Tuberkulosis 1. Onset semua usia 2. Gambaran foto toraks infiltrat 3. Konfirmasi mikrobiologi (Basil Tahan Asam) Sindrom Obstruksi 1. Riwayat pengobatan antituberkulosis adekuat Pasca TB (SOPT) 2. Gambaran foto toraks bekas TB: fibrotik dan kalsifikasi minimal 3. Pemeriksaan faal paru menunjukkan obstruksi yang ireversibel.7

2.10

PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan PPOK:1,8,9  Mencegah progresifitas penyakit  Mengurangi gejalas  Meningkatkan toleransi latihan  Mencegah dan mengobati komplikasi  Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang  Mencegah atau meminimalkan efek samping obat  Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru  Meningkatkan kualitas hidup penderita  Menurunkan angka kematian.1,8,9

19

PENATALAKSANAAN SECARA UMUM

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :1 Edukasi Berhenti merokok Obat-obatan Rehabilitasi Terapi oksigen Ventilasi mekanik Nutrisi

20

1. Edukasi Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat penyakit adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.1,3,7 Tujuan edukasi pada pasien PPOK : Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan Melaksanakan pengobatan yang maksimal Mencapai aktiviti optimal Meningkatkan kualiti hidup.1 2. Berhenti merokok Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresivitas penyakit.1,3

3. Obat-Obatan Bronkodilator Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.1,3 -

Antikolinergik : derajat ringan - berat

-

Agonis Beta-2 : monitor timbulnya eksaserbasi

-

Xantin : pemeliharaan jangka panjang

21

22

23

Antiinflamasi Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg. Digunakan pada PPOK stabil mulai derajat III dalam bentuk glukokortikoid, kombinasi LABACs dan PDE-4.1,3 Antibiotika Hanya diberikan bila terdapat eksaserbasi. Antibiotik yang digunakan (lihat di halaman 52, tentang penatalaksanaan eksaserbasi).1,3,10 Antioksidan Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan Nasetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.3 Mukolitik Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous (misalnya ambroksol, erdostein). Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.1,3 Antitusif Diberikan dengan hati-hati.3 Phosphodiesterase-4 inhibitor Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV dan memiliki riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronik. Phosphodiesterase-4 inhibitor, roflumilast dapat mengurangi eksaserbasi, diberikan secara oral dengan glukokortikosteroid.1,3

24

4. Rehabilitasi PPOK Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi letihan dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :11,12 Simptom pernapasan berat Beberapa kali masuk ruang gawat darurat Kualiti hidup yang menurun.11,12 5. Terapi Oksigen Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya.1,5 Manfaat oksigen: Mengurangi sesak Memperbaiki aktiviti Mengurangi hipertensi pulmonal Mengurangi vasokonstriksi Mengurangi hematokrit Memperbaiki fungsi neuropsikiatri Meningkatkan kualiti hidup.5 6. Ventilasi Mekanik Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik.1 7. Nutrisi Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkorelasi dengan derajat

25

penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.3,5 Malnutrisi dapat dievaluasi dengan: Penurunan berat badan Kadar albumin darah Antropometri Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi).1

26

Tatalaksanan PPOK stabil Kriteria PPOK stabil adalah :1,3,10 o Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gafal napas kronik o Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisis gas darah menunjukkan PH normal PCO2 > 60 mmHg dan PO2 < 60 mmHg o

Dahak tidak berwarna atau jernih

o Aktiviti terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri) o Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan o Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan. Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :1,3,10 o Mempertahankan fungsi paru o Meningkatkan kualiti hidup o Mencegah eksaserbasi Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi.1 Penatalaksaan rawat jalan di poliklinik meliputi :1 o Mengatasi eksaserbasi ringan sampai sedang o Menjaga tidak terjadi gagal napas akut pada gagal napas kronik o Mengatasi komplikasi ringan Penatalaksanaan di rumah:1 Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK stabil. Mempertahankan PPOK yang stabil. Beberapa hal harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri maupun keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi penderita PPOK berat yang harus menggunakan oksigen atau ventilasi mekanik.1,3 Tujuan penatalaksanaan di rumah :1 27

Menjaga PPOK tetap stabil Melaksanakan pengobatan pemeliharaan jangka panjang Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan Menjaga penggunaan ventilasi mekanik Meningkatkan kualiti hidup Penatalaksanaan di rumah meliputi :1 o Penggunaan obat-obatan dengan tepat Obat-obatan sesuai klasifikasi. Pemilihan obat dapat dalam bentuk dishaler, nebuhaler, turbuhaler atau breezhaler karena penderita PPOK biasanya berusia lanjut, koordinasi neurologis dan kekuatan otot sudah berkurang. Penggunaan bentuk MDI menjadi kurang efektif. Nebuliser sebaiknya tidak digunakan secara terus menerus, hanya bila timbul eksaserbasi.1,3 o Terapi oksigen Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang disebabkan pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat berat yang menggunakan terapi oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter.1,3 o Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya Beberapa penderita PPOK dapat menggunakan mesin bantu napas di rumah.1,3 o Rehabilitasi - Menyesuaikan aktiviti - Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough) ”pursed-lips breathing” - Latihan ekstremiti atas dan otot bantu napas.1,11,12 o Evaluasi & monitor - Tanda eksaserbasi - Efek samping obat - Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen.3

28

1. Tatalaksana PPOK eksaserbasi Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.1,3 Gejala eksaserbasi :1 Sesak bertambah Produksi sputum meningkat Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulent) Eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga :1 Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan.1,3 Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan di rumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara :1,3,10 Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral menjadi bentuk nebuliser. Menggunakan oksigen bila aktiviti dan selama tidur Menambahkan mukolitik Menambahkan ekspektoran Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah terjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal harus diperhatikan meliputi :1,3 29

o Diagnosis beratnya eksaserbasi - Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal - Kesadaran - Tanda vital - Analisis gas darah - Pneumonia o Terapi oksigen adekuat Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. Dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan PaO2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. Gunakan sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (venturi masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatian apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar PaCO2 dan PaO2. Bila teapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Nonivansive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.1,3 o Pemberian obat-obatan yang optimal Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut: Diberikan bila terdapat 2 atau lebih dari gejala di bawah ini : - Peningkatan sesak - Peningkatan jumlah sputum - Sputum berubah menjadi purulen Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal. Antibiotik bermanfaat untuk pasien PPOK eksaserbasi dengan tanda klinis infeksi saluran napas (misalnya, meningkatnya dahak purulen) (Bukti B). Hasil beberapa penelitian PPOK eksaserbasi yang menggunakan pengobatan antibiotik memiliki

30

hasil berbeda, bercampur dengan hasil fungsi paru. Hasil penelitian randomized controlled trial (RCT) menunjukkan hasil yang cukup bermakna apabila antibiotik diberikan pada pasien PPOK yang memiliki tiga atau dua dari gejala gejala kardinal dibawah ini:1,3 Sesak napas yang bertambah Bertambahnya jumlah/volume sputum Purulensi sputum Penelitian pada pasien PPOK eksaserbasi rawat jalan menunjukkan hubungan antara purulensi sputum dengan terdapatnya bakteri. Antibiotik dapat diberikan pada pasien yang memiliki satu dari dua gejala kardinal (sesak napas yang bertambah atau jumlah sputum) namun kriteria PPOK eksaserbasi tersebut belum tervalidasi pada penelitian lain. Pada sebuah penelitian PPOK ekaserbasi menggunakan ventilasi mekanis yang tidak diberikan antibiotik akan meningkatkan mortalitas dan meningkatnya angka kejadan pneumonia nosokomial.1 Antibiotik diberikan pada: Pasien PPOK eksaserbasi dengan semua gejala kardinal (sesak napas yang bertambah, meningkatnya jumlah sputum dan bertambahnya purulensi sputum). Pasien PPOK eksaserbasi dengan dua dari gejala kardinal, apabila salah satunya adalah bertambahnya purulensi sputum Pasien PPOK eksaserbasi berat yang membutuhkan ventilasi mekanis (invasif atau non-invasif).

31

Pembagian kelompok derajat PPOK berdasarkan patogen penyebab potensial

32

Pemilihan antibiotik pada PPOK eksaserbasi

Bronkodilator Bila rawat jalan β-2 agonis dan antikolinergik harus diberikan dengan peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunakan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersama-sama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma. Pengobatan yang efektif untuk PPOK eksaserbasi adalah inhalasi bronkodilator (terutama inhalasi antikolinergik) dan glukokortikosteroid oral.1,3 Kortikosteroid

33

2-agonis dengan atau tanpa

Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 mingg, pada derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.1 o Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas.5 o Ventilasi mekanik Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaserbasi berat akan mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. Ventilasi mekanik noninvasif pada PPOK eksaserbasi akan memperbaiki asidosis respiratorik, meningkatkan pH, mengurangi kebutuhan untuk intubasi endotrakeal dan menurunkan PaCO2, menurunkan frekuensi napas, beratnya sesak, lama rawat dan kematian.1 o Kondisi lain yang berkaitan - Monitor balans cairan elektrolit - Pengeluaran sputum - Gagal jantung atau aritmia.1,3 o Evaluasi ketat progresivitas penyakit Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan menyebabkan kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan segera dapat mencegah gagal napas berat dan menghindari penggunaan ventilasi mekanik. 1,3 Indikasi penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi:1 - Sesak napas, pernapasan > 35 x/menit - Penggunaan otot respiratori dan pernapasan abdominal - Kesadaran menurun - Hipoksemia berat Pao2 < 50 mmHg - Asidosis pH < 7,25 dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg - Komplikasi kardiovaskuler, hipotensi - Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia, barotrauma, efusi pleura dan emboli masif

34

- Penggunaan NIPPV yang gagal.1,3

2.11 Komplikasi 

Gagal napas kronik Ditandai dengan hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2 > 60 mmHg dan pH normal.1



Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh: o Sesak napas dengan atau tanpa adanya sianosis o Sputum bertambah dan purulen o Demam o Kesadaran menurun.1



Infeksi berulang Pada pasien PPOK produksi sputum berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang, pada kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.1,3



Kor pulmonale Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit >50%, dapat disertai gagal jantung kanan.1,3

2.12 Prognosis Dalam menentukan prognosis PPOK ini, dapat digunakan BODE index untuk menentukan kemungkinan mortalitas dan morbiditas pasien. BODE ini adalah singkatan dari:5 

Body mass index



Obstruction (FEV1)



Dyspnea (modified Medical Research Council dyspea scale)



Exercise capacity

Penghitungannya melalui perhitungan dari 4 faktor berikut ini :5 -

Body mass index

35

o Lebih dari 21 = 0 poin o Kurang dari 21 = 1 poin -

Obstruction ; dilihat dari nilai FEV1 o >65% = 0 poin o 50 – 64 % = 1 poin o 36 – 49 % = 2poin o < 35% = 3 poin

-

Dyspnea scale (MMRC) o MMRC 0 = sesak dalam latihan berat = 0 poin o MMRC 1 = sesak dalam berjalan sedikit menanjak = 0 poin o MMRC 2 = sesak ketika berjalan dan harus berhenti karena kehabisan napas = 1 poin o MMRC 3 = sesak ketika berjalan 100 m atau beberapa menit = 2 poin o MMRC 4 = tidak bisa keluar rumah; sesak napas terus menerus dalam pekerjaan sehari – hari = 3 poin

-

Exercise Dihitung dari jarak tempuh pasien dalam berjalan selama 6 menit o >350 meter = 0 poin o 250 = 349 meter = 1 poin o 150 = 249 meter = 2 poin o < 149 meter = 3 poin Berdasarkan skor diatas, angka harapan hidup dalam 4 tahun pasien sebagai berikut:5

-

0 – 2 poin = 80%

-

3 – 4 poin = 67%

-

5 – 6 poin = 57%

-

7 – 10 poin = 18%

36

BAB III KESIMPULAN Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/ berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.1 Asap rokok merupakan satu – satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor risiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin. 1 Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), dibagi atas 4 derajat yaitu, derajat 1 (COPD ringan), derajat 2(COPD sedang), derajat 3 (COPD berat), derajat 4 (COPD sangat berat). Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dan baku emas untuk menegakkan diagnosis COPD adalah uji spirometri. Prognosis COPD tergantung dari stage/ derajat, penyakit paru komorbid dan penyakit komorbid lain.

37

DAFTAR PUSTAKA 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK (Penyakit paru Obstruktif Kronik), pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia; 2011 2. Vestbo J, Hurd S, Agusti A, Jones P, Vogelmeier C, Anzueto A, et al. Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease: GOLD executive summary. Am J Respir Crit Care Med. 2014;187(4):347 - 65. 3. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global strategy for diagnosis, management and prevention of chronic obstructive lung disease updated 2012. 4. Tavilani H, Nadi E, Karimi J, Goodarzi MT. Oxidative stress in COPD patients, smokers and non-smokers subject. Respir care 2012. 5. Wibisono MJ, Winariani, Hariadi s. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya, 2010: 37-51 6. American Thoracic Society. Standards for diagnosis and care of patients with COPD. Am J Respir Crit Care Med 2006; 152:77-120 7. Nanshan Z. COPD vs Asthma making a correct diagnosis. Asia Pasific COPD Round Table Issue, 2008;5:1-2. 8. Ivor MA, Lowry J, Bourbeau J, Borycki E. Assessment of COPD. In : Bourbeau J. Nault D, Borycki E, eds. Comprehensive managemant of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. London : BC Decker In; 2008: 1931 9. Lacasse Y, Wong E, Guyyat GH, King D, Cook DJ. Meta-analysis of respiratory rehabilitation in chronic obstructive pulmonary disease. Lancet 2006; 348: 1115-19. 10. Duerden Martin. The management of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Merec Bulletin 2006; 16:17-20

38

11. Hui KP, Hewitt AB. A simple pulmonary rehabilitation program improve health outcome and reduce hospitalization in patients with COPD. Chest 2008; 124:94-97. 12. Kelsen SG, Criner G. Rehabilitation of Patients with COPD . in: Cherniack NS. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Philadelphia : WB Saunders 2011 : 196-205

39

Related Documents

Bismillah
October 2019 80
Bismillah
November 2019 60
Bismillah
June 2020 46
Bismillah
November 2019 85

More Documents from "wulan reksa fortuna"