13. Bab 2.docx

  • Uploaded by: Dwii DA
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 13. Bab 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,718
  • Pages: 42
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A.Konsep Dasar Keluarga Berencana 1. Pengertian Keluarga Berencana 1.1 Menurut WHO (World Health Organisation) Expert Commite 1970 keluarga berencana adalah tindakan untuk membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan obyektif-obyektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan dan mendapatkan kelahiran yang benar-benar diharapkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami isteri dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Setiyaningrum, 2015). 1.2 Keluarga Berencana (Family Planning/Planned Parenthood) merupakan suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi (Sulistyawati, 2013). 1.3 Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera (UU No.10 tahun 1992) (Yuhedi, 2013). 2. Tujuan Penggunaan Kontrasepsi 2.1 Tujuan Umum Pemberian dukungan dan pemantapan penerimaan gagasan KB yaitu dihayatinya NKKBS 2.2 Tujuan Pokok Penurunan angka kelahiran yang bermakna guna mencapai tujuan tersebut maka ditempuh kebijaksanaan mengkategorikan yaitu: a. Fase menunda kehamilan/kesuburan b. Fase menjarangkan kehamilan c. Fase menghentikan/mengakhiri kehamilan/kesuburan (Hartanto, 2015). 3. Konseling dan Persetujuan Tindakan Medis 5

6

3.1 Konseling Konseling merupakan proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan panduan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dengan panduan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik yang bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisi saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar atau bisa mengatasi masalah tersebut. Jadi konseling kebidanan adalah bantuan kepada orang lain dalam bentuk wawancara yang menuntut adanya komunikasi, interaksi yang mendalam dan usaha bersama antara konselor (bidan) dengan konseli (klen) untuk mencapai tujuan konseling yang dapat berupa pemecahan masalah, pemenuhan kebutuhan ataupun perubahan tingkah laku/sikap dalam ruang lingkup pelayanan kebidanan (Setiyaningrum, 2013). Langkah-langkah dalam konseling KB: Dalam memberikan konseling, khususnya bagi calon peserta KB yang baru, hendaknya menerapkan enam langkah yang sudah dikenal dengan kata kunci “SATU TUJU”. Penerapan “SATU TUJU” tersebut tidak perlu dilakukan secara berurutan karena petugas harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan klien. Penjelesan mengenai kata kunci “ SATU TUJU” adalah sebagai berikut. SA: Sapa dan salam a. Sapa klien secara terbuka dan sopan b. Beri perhatian sepenuhnya, jaga privasi pasien c. Bangun percaya diri pasien d. Tanyakan apa yang perlu dibantu dan jelaskan pelayanan apa yang dapat diperolehnya. T: Tanya a. Tanyakan informasi tentang dirinya b. Bantu klien pengalaman tentang KB dan kesehatan reproduksi c. Tanyakan kontrasespsi yang ingin digunakan U: Uraikan

7

a. Uraikan pada klien mengenai pilihannya b. Bantu klien pada jenis kontrasepsi yang paling dia inginkan serta jelaskan jenis yang lain TU: Bantu a. Bantu klien berpikir apa yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya b. Tanyakan apakah pasangan mendukung pilihannya J: Jelaskan a. Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya setelah klien memilih jenis kontrasepsinya. U: Kunjungan ulang a. Perlu dilakukan kunjungan ulang untuk pemeriksaan atau permintaan kontrasepsi yang dibutuhkan (Setyaningrum, 2015). 3.2 Informed Consent Informed Consent (persetujuan tindakan medis)merupakan bukti tertulis tentang persetujuan terhadap prosedur klinis suatu metode kontrasepsi yang akan dilakukan pada Klien. Informed Consent diminta apabila prosedur klinis mengandung resiko terhadap keselamatan klien (baik yang terduga atau tidak terduga sebelumnya).Persetujuan ini harus ditanda tangani oleh klien sendiri atau walinya apabila akibat kondisi tertentu menyebabkan klien tidak dapat melakukan tindakan medis tersebut (yuhedi, 2015). 4.

Penapisan Klien dan Persyaratan Medis

4.1 Penapisan klien merupakan upaya untuk melakukan tela’ah dan kajian tentang kondisi kesehatan klien dengan kesesuain penggunaan metode kontrasepsi yang diinginkan. Tujuan utama penapisan klien untuk menentukan keadaan yang membutuhkan perhatian khusus dan masalah (misalnya diabetes atau tekanan darah tinggi) yang membutuhkan pengamatan dan pengelolaan lebih lanjut.

8

Tabel 2.1 Prosedur Penapisan Klien Prosedur

KBA

Metode

Metode hormonal AKDR

Kontap

atau

barier

(pil

wanita/

MAL

(Kondo

kombinasi,proges

pria

m)

tin/suntikan/impl an

Penapisan

Tidak

Tidak

Ya (lihat daftar)1

reproduksi

Ya (lihat Ya daftar)

(lihat daftar)2

Seleksi ISR// Tidak IMS

Tidak

Tidak

Ya

Ya

resiko

tinggi Pemeriksaan

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

-

Wanita

-

Tidak

Tidak

-

Ya

Abdomen

-

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Pemeriksaan

-

Tidak

Tidak

Ya

Ya

-

Ya

Tidak

Ya

Ya

Tidak

-

-

Ya

umum

spekulum Pemeriksaan dalam Pria

(lipat -

paha,

penis,

testis, skrotum) Keterangan: 1. Metode hormonal 2. Oklusituba dan vasektomi 3. Bila checlist penapisan semua “tidak” pemeriksaan tidak diperlukan

9

4.2 Klasifikasi Persyaratan Medis Keadaan atau kondisi yang mempengaruhi persyaratan medis dalam penggunaan setiap metode kontrasepsi yang tidak permanen dikelompokkan dalam 4 kategori: 1. Kondisi dimana tidak ada pembatasan apapun dalam penggunaan metode kontrasepsi 2. Penggunaan kontrasepsi lebih besar manfaatnya dibandingkan dengan risiko yang diperkirakan akan terjadi 3. Tidak dianjurkan, kecuali cara yang terpilih ditolak atau cara yang dianjurkan tidak tersedia 4. Resiko akan terjadi bila metode kontrasepsi tersebut digunakan Kategori 1 dan 4 cukup jelas. Kategori 2 menunjukkan bahwa metode tersebut dapat digunakan tetapi memerlukan tindak lanjut yang seksama. Kategori 3 memerlukan penilaian klinik dan akses terhadap pelayanan klinik yang baik. Seberapa besar masalah yang ada dan ketersedian serta penerimaan metode alternatif perlu di pertimbangkan. Dengan perkataan lain, pada kategori 3, metode kontrasepsi tersebut tidak dianjurkan, kecuali tidak ada cara lain sesuai tersedia. Perlu tindak lanjut ketat. Khusus untuk kontrasepsi mantap (tubektomi dan vasektomi) digunakan klasifikasi lain, yaitu: 1. Tidak ada alasan medis yang merupakan kontraindikasi dilakukannya kontrasepsi mantap 2. Tindakan kontrasepsi mantap dapat dilakukan, tetapi dengan persiapan dan kewaspadaan khusus 3. Sebaiknya tindakan kontrasepsi mantap ditunda sampai kondisi medis diperbaiki. Sementara itu berikan metode kontrasepsi lain 4. Tindakan kontrasepsi mantap hanya dilakukan oleh tenaga yang sangat berpengalaman, dan perlengkapan anestesi tersedia. Demikian pula fasilitas penunjang lainnya. Diperlukan pula kemampuan untuk menentukan prosedur klinik serta anestesi yang tepat (Affandi, 2015). 5.

Pembagian Kontrasepsi Berdasarkan Jangka Waktu

10

Metode kontrasepsi menurut jangka waktu pemakaiannya dibagi atas dua kelompok, yaitu metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dan metode kontrasepsi jangka pendek (Non-MKJP). Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) merupakan metode kontrasepsi yang paling efektif untuk menurunkan angka kelahiran. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang adalah kontrasepsi yang dapat dipakai dalam jangka waktu lama, lebih dari 2 tahun, efektif dan efisien untuk tujuan pemakaian menjarangkan kelahiran lebih dari 3 tahun atau mengakhiri kehamilan pada pasangan yang sudah tidak ingin menambah anak lagi. Jenis metode yang termasuk ke dalam MKJP adalah kontrasepsi mantap pria dan wanita (tubektomi dan vasektomi), Implant dan IUD (Intra Uterine Device). Sedangkan alat kontrasepsi bukan metode kontrasepsi jangka panjang adalah cara kontrasepsi yang tidak berjangka panjang yang dalam penggunaannya

mempunyai

efektivitas

dan

tingkat

kelangsungan

pemakaiannya yang rendah dengan angka kegagalannya yang tinggi. Penggolongannya terdiri dari alat kontrasepsi Suntik, Pil dan alat kontrasepsi Kondom (BKKBN: 2015). 6.

Alat Kontrasepsi Dalam Rahim/ IUD (Intra Uterine Device).

6.1 Pengertian Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) merupakan alat kontrasepsi yang di tempatkan di dalam uterus. AKDR dibuat dari plastik khusus yang diberi benang pada ujungnya. Benang ini gunanya untuk pemeriksaan (kontrol) (Yuhedi, 2015). Alat Kontrasepsi dalam rahim (AKDR/IUD) merupakan alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim yang relatif lebih efektif bila dibandingkan dengan metode pil, suntik dan kondom (Setiyaningrum, 2015). 6.2 Cara Kerja IUD 1. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ketuba falopii 2. Mempengaruhi fertilitas sebelum ovum mencapai kavum uteri

11

3. IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun IUD membuat sperma sulit masuk kedalam alat reproduksi perempuan dengan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilitasi 4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus (Affandi, 2015). 6.3 Jenis IUD Jenis dari IUD bermacam-macam. Paling umum dulu dikenal dengan nama spiral. Jenis-jenis dari IUD tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini: a. Lippes-Loop b. Saf-T-Coil c. Dana-Super d. Copper-T (Gyne-T) e. Copper-7 (Gravigard) f. Multiload g. Progesteron IUD

Gambar 2.1 Jenis-jenis IUD Sumber: Mulyani, Nina Siti, Mega. 2013. Keluarga Berencana dan Alat Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha Medika

Dari berbagai jenis IUD diatas, saat ini yang umum beredar di Indonesia ada 3 macam jenis yaitu 1. IUD Copper T, terbentuk dari rangka plastik yang lentur dan tembaga yang berada pada kedua lengan IUD dan batang IUD.

12

Gambar 2.2 IUD Copper T 2. IUD Nova T, terbentuk dari rangka plastik dan tembaga. Pada ujung lengan IUD bentuknya agak melengkung tanpa ada tembaga, tembaga hanya ada pada batang IUD.

Gambar 2.3 IUD Nova T 3. IUD Mirena, terbentuk dari rangka plastik yang dikelilingi oleh silinder pelepas hormon Levonolgestrel (hormon progesteron) sehingga IUD ini dapat dipakai oleh menyusui karena tidak menghambat ASI (Mulyani, 2013).

Gambar 2.4 IUD Mirena Dari ketiga jenis IUD yang beredar di Indonesia, IUD Copper T sebagai rekomendasi dari BKKBN yang umumnya dipilih oleh perempuan di Indonesia karena teknik pemasangan mudah dan tidak sakit, efektivitas tinggi, kejadian ekspulsi rendah, tidak mudah menimbulkan perforasi, tidak

13

banyak menimbulkan komplikasi, tidak banyak menimbulkan trauma, kembalinya kesuburan berjalan lancar (Manuaba, 2010). 6.4 Efektivitas a. Sangat efektif: 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan). b. IUD post-plasenta telah dibuktikan tidak menambah risiko infeksi, perforasi dan perdarahan. c. Diakui bahwa ekspulsi lebih tinggi (6-10%) dan ini harus disadari oleh pasien, bila mau akan dapat dipasang lagi. d. Kemampuan penolong melakukan di fundus amat memperkecil risiko ekspulsi. Oleh karena itu diperlukan pelatihan. e. Kontraindikasi pemasangan post-plasenta ialah: ketuban pecah lama, infeksi intrapartum, pendarahan postpartum (Affandi, 2015). 6.5 Keuntungan IUD 1. Praktis 2. Ekonomis 3. Aman 4. Mudah diperiksa (dikontrol) 5. Efektif untuk proteksi jangka panjang 6. Tidak mengganggu hubungan suami istri 7. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI 8. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus 9. Tidak ada infeksi dengan obat-obatan (Yuhedi, 2015) 6.6 Kerugian IUD 1. Perubahan siklus menstruasi (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan), menstruasi lebih lama dan banyak, spotting, dan saat menstruasi akan terasa lebih sakit. 2. Rasa nyeri atau mulas beberapa saat setelah pemasangan 3. Tidak mencegah IMS, HBV, dan HIV/AIDS

14

4. Tidak baik digunakan pada wanita IMS atau wanita yang sering bergantipasangan, karena penyakit radang panggul sering terjadi setelah wanita IMS memakai IUD 5. Prosedur medis termasuk pemeriksaan panggul diperlukan dalam pemasangan IUD, sering kali wanita takut setelah pemasangan 6. Klien tidak dapat melepas IUD sendiri, karena adanya petugas kesehatan terlatih yang dapat melepas IUD 7. Wanita harus memeriksa posisi benang IUD dari waktu ke waktu. Untuk melakukannya, wanita harus memasukkan jari ke dalam vagina, sebagian besar wanitatidak ingin melakukan hal ini (Yuhedi, 2015). 6.7 Indikasi pengguna IUD a. Wanita usia produksi b. Wanita nulipara atau yang sudah mempunyai anak atau yang belum mempunyai anak c. Wanita yang menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki efektivitas tinggi d. Wanita pasca keguguran dan pasca melahirkan e. Wanita dengan risiko rendah terkena IMS f. Wanita yang tidak suka mengingat kapan waktu meminum pil Kb g. Wanita yang gemuk maupun kurus h. Wanita hipertensi i. Penderita penyakit jantung, diabetes melitus, dan penyakit hati dan empedu. 6.8 Kontraindikasi Pengguna IUD a. Wanita yang hamil atau dicurigai hamil b. Wanita yang mengalami perdarahan pervagina yang belum jelas penyebabnya c. Wanita yang sedang menderita infeksi alat genital dan wanita dengan kanker organ genetalia d. Wanita dengan kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak uterus yang dapat mempengaruhi kavum uteri

15

6.9 Tempat memperoleh pelayanan IUD a. Puskesmas b. Klinik KB c. BPS/RB d. Dokter kandungan e. Rumah sakit (Yuhedi, 2013). 6.10 Waktu pemasangan IUD Bidan harus merasa yakin bahwa klien tidak hamil dan klien bebas dari infeksi vagina atau uterus saat akan memasang IUD. Beberapa dokter lebih menyukai pemasangan IUD selama klien mengalami periode menstruasi. Melakukan pemasangan IUD selama masih menstruasi akan menghilangkan risiko pemasangan IUD ke dalam uterus yang dalam keadaan hamil, namun klien lebih rentan terkena infeksi. Selain itu, bila ada waktu menunggu yang terlalu lama atau jika klien tidak menyukai pemberian pelayanan kesehatan melakukan

pemeriksaan

dan

prosedur

pelvik

selama

masa

menstruasi.Namun bidan harus benar-benar yakin tentang riwayat hubungan seksual dan penggunaan kontrasepsi klien sebelum membuat keputusan untuk memasang IUD pada saat menstruasi atau beberapa hari kemudian. Angka kejadian IUD terlepas spontan lebih rendah bila IUD tidak dipasang selama menstruasi (Sulistyawati, 2013). Penggunaan IUD sebaiknya dilakukan pada saat: a. Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak hamil b. Hari pertama sampai ke-7 siklus haid c. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pascapersalinan, setelah 6 bulan apabila menggunakan metode amenorea laktasi (MAL) d. Setelah terjadinya keguguran (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak ada gejala infeksi e. Selama 1 sampai 5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi (Setiyaningrum, 2015).

16

6.11Instruksi Kepada Klien Dalam keadaan normal klien kembali untuk kontrol rutin sesudah menstruasi pertama kali pascapemasangan (4-6 minggu) tetapi jangan sampai melewati 3 bulan sesudah pemasangan IUD. Cek benang IUD dan jika terjadi salah satu keadaan berikut ini, klien harus kembali ke klinik. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: a. Timbul kram diperut bagian bawah b. Adanya perdarahan bercak antara haid atau sesudah melakukan senggama c. Nyeri sesudah melakukan senggama atau jika suaminya mengalami perasaan kurang enak sewaktu melakukan senggama d. IUD perlu diangkat setelah satu tahun ataupun lebih awal bila dikehendaki. e. Bila terjadi ekspulsi IUD, atau keluar cairan yang berlebihan dari kemaluan, lihat terjadi infeksi atau tidak. f. Muncul keluhan sakit kepala atau sakit kepala semakin parah (Affandi,2011). 6.12 Informasi Lain yang Perlu Disampaikan a. IUD yang digunakan tersebut segera aktif b. Pada bulan pertama pemakaian dapat terjadi ekspulsi IUD c. Pada pemakaian jangka panjang dapat terjadi amenorea d. IUD dapat saja dicabut setiap saat sesuai dengan keinginan klien e. AKDR tidak dapat melindungi klien terhadap penyakit hubungan seksual dan AIDS/HIV (Affandi, 2011). 6.13 Jadwal Kunjungan Kembali ke Klinik Pemeriksaan kontrol ulang AKDR sesudah dipasang dilakukan satu minggu sesudahnya, kemudian dua minggu, satu bulan, tiga bulan, dan enam bulan (Handajani, 2010). Normalnya klien harus kembali untuk kontrol pertama sesudah datang haid pertama setelah AKDR dipasang (4-6 minggu), tetapi jangan lebih dari 3

17

bulan. Ditanyakan masalah-masalah yang muncul selama pemakaian AKDR (Affandi, 2011). 6.14 Pemasangan dan Pencabutan IUD Langkah-langkah pemasangan 1 Memberi penjelasan kepada calon peserta mengenai keuntungan, efek samping, dan cara menggulangi efek samping 2 Melaksanakan anamnesa umum, keluarga, media dan kebidanan 3 Melaksanakan pemeriksaan umum meliputi timbang badan, mengukur tensimeter 4 Mempersilahkan calon peserta untuk mengosongkan kandung kemih 5 Siapkan alat-alat yang diperlukan 6 Mempersilahkan calon peserta untuk berbaring dibed ginekologi dengan posisi litotomi 7 Petugas cuci tangan 8 Pakai sarung tangan kanan dan kiri 9 Bersihkan vagina dengan kapas DTT 10 Melaksanakan pemeriksaan dalam untuk menentukkan keadaan posisi uterus 11 Pasang spekulum sym 12 Gunakan kogel tang untuk menjepit serviks 13 Masukkan sonde dalam rahim untuk menentukkan ukuran, posisi dan bentuk rahim 14 Inserter yang telah berisi AKDR dimasukkan perlahan-lahan ke dalam rongga rahim, kemudianplungger didorong sehingga AKDR masuk ke dalam inserter dikeluarkan 15 Gunting AKDR sehingga panjang benang kurang lebih 5 cm 16 Spekulum sym dilepas dan benang AKDR didorong ke samping mulut rahim 17 Peserta dirapikan dan dipersilahkan berbaring kurang lebih 5 menit 18 Alat-alat dibersihkan 19 Petugas cuci tangan

18

20 Memberi penjelasan kepada peserta gejala-gejala yang mungkin terjadi/dialami setelah pemasangan AKDR dan kapan harus kontrol 21 Membuat nota pelayanan 22 Menyerahkan nota pelayanan kepada peserta untuk diteruskan ke bagian administrasi pelayanan 23 Mencatat data pelayanan dalam kartu dan buku catatan untuk dilaporkan kebagian rekam medik. Catatan: a. Bila pada waktu pemasangan terasa ada obstruksi, jangan dipaksakan (hentikan) konsulkan dengan dokter b. Bila sonde masuk ke dalam uterus dan bila fundus uteri tidak terasa, kemungkinan terjadi perforasi, keluarkan sonde, dan konsultasikan ke dokter. c. Keluarkan sonde dan lihat batas cairan lendir atau darah, ini adalah panjang rongga uterus. Ukur normal 6-7cm. d. Bila ukuran kurang dari 5 cm atau lebih dari 9 cm jangan dipasang. Langkah-langkah Pencabutan IUD 1 Memberi penjelasan kepada calon peserta mengenai keuntungan, efek samping dan cara menaggulangi efek samping 2 Melaksanakan anamesa umum, keluarga, media, dan kebidanan 3 Melaksanakan pemeriksaan umum meliputi timbang badan, mengukur tensimeter 4 Siapkan alat-alat yang diperlukan 5 Mempersilakan calon peserta untuk berbaring dibed ginekologi dengan posisi litotomi 6 Bersihkan vagina dengan lysol 7 Melaksanakan pemeriksaan dalam untuk menetukan keadaan dan posisi uterus 8 Pasang speculum sym 9 Mencari benang hud kemudian dilepas dengan tampon tang 10 Setelah IUD berhasil dilepas, alat-alat dibereskan

19

11 Pasien dirapikan kembali 12 Memberi penjelasan kepada peserta gejala-gejala yang mungkin terjadi/dialami setelah AKDR dilepas dan kapan harus kontrol 13 Menyerahkan nota pelayanan dan menerima lembaran sesuai dengan nota 14 Mencatat data pelayanan dalam kartu dan buku catatan, register KB untuk dilaporkan ke bagian rekam medik (Setiyaningrum, 2015). 6.15 Obat-obatan pada pemasangan IUD Sebelum prosedur pemasangan, beberapa dokter biasanya memberikan obat kepada klien, terutama bila klien merasa tegang dan cemas atau memiliki riwayat dismenore. Beberapa obat yang ditawrkan antara lain obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) atau analgesik oral, setengah sampai satu jam sebelum prosedur. Pilihan lain adalah penggunaan lokal pada tempt memasukkan tenakulum atau blok paraserviks, namun pada umumnya tindakan ini tidak dilakukan. Antibiotik profilaksis yang bermanfaat untuk mencegah infeksi setelah IUD dipasang tidak lagi dianggap bermanfaat saat pemasangan IUD dan tidak lebih penting daripada penapisan terhadap kandidat pengguna IUD, mempertahankan teknik aseptik menggunakan teknik steril ketat, dan membersihkan serviks. 6.16 Efek samping dan komplikasi IUD Efek samping dan komplikasi IUD dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu: 1. Pada saat insersi 2. Dikemudian hari Efek samping dan komplikasi pada saat insersi IUD 1. Rasa sakit/nyeri 2. Muntah, keringat dingin dan syncope a. Terjadi pada ≤ 1% b. Penyebab reaksi vaso -vagal c. Pengobatan: istirahat dalam posisi horizontal. Inhalasi ammonia 3. Perforasi uterus a. Angka kejadian kira-kira 1,2 per 1000 insersi IUD b. Lebih sering terjadi pada teknik insersi push-out

20

c. Gejala-gejala perforasi: - Rasa sakit/nyeri yang tiba-tiba dan atau perdarahan - Tetapi perforasi dapat pula a-symptomatis atau silent Efek samping dan komplikasi IUD di kemudian hari 1. Rasa sakit dan perdarahan a. Merupakan alasan medis utama dari penghentian pemakaian IUD, yaitu kira-kira 4-15% . Tetapi menurut penelitian-penelitian, rasa sakit dan perdarahan akan berkurang dengan semakin lamanya pemakaian IUD. b. Perdarahan yang bertambah banyak dapat berbentuk: - Volume darah haid bertambah, kecuali pada IUD yang mengandung hormon. - Perdarahan yang berlangsung lebih lama - Perdarahan bercak/spotting diantara haid Sebab-sebab dari timbulnya pedarahan haid yang lebih banyak belum diketahui dengan pasti, dugaan: insersi IUD menyebabkan meningginya

konsentrasi

plasminogen

aktivators

dalam

endometrium, dan enzim-enzim ini menyebabkan bertambahnya aktivitas fibrinolitik serta menghalangi pembekuan darah. Akibat nya timbul perdarahan yang banyak. 2. Infeksi a. Merupakan komplikasi yang paling serius yang berhubungan dengan pemakaian IUD b. Akseptor IUD mempunyai risiko 2X lebih besar untuk mendapatkan PID dibandingkan non-akseptor KB c. PID adalah suatu istilah luas yang menunjukkan adanya suatu infeksi yang nak dari serviks ke dalam uterus, tuba fallopi dan ovarium d. Komplikasi PID umumnya berat, antara lain dapat menyebabkan sumbatan parsial ataupun total pada satu atau kedua tuba fallopi, dengan akibat bertambah besarnya kemungkinan insiden kehamilan ektopik dan infertilitas.

21

Kriteria PID menurut sweet (1981) 1. Riwayat sakit perut bagian bawah 2. Nyeri tekan perut bagian bawah (diutamakan dengan nyeri tekan lepas) 3. Nyeri goyang serviks 4. Nyeri tekan adneksa 5. Satu

dari pemeriksaan laboratorium

harus

ada:

demam,

leukositosis, masa adneksa inflammatoir pada pemeriksaan USG, di temukan bakteri dan sel darah putih dalam cairan peritoneal pada kuldosentesis Tanda dan gejalanya: 1. Sakit perut pada bagian bawah atau daerah pelvis 2. Dispareunia, kadang-kadang dengan perdarahan 3. Haid yang sakit atau berlebihan 4. Nyeri goyang uterus atau serviks pada pemeriksaan dalam bimanual 5. Nyeri tekan atau pembengkakan daerah tuba fallopi atau ovarium 6. Temperatur 38º C atau lebih. e. Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko infeksi: -

Insersi, terutama dalam2-4 bulan pertama post insersi

-

Type/macam IUD

-

Penyakit akibat hubungan seks (PHS) partner seksual yang banyak

-

Umur

-

Lamanya pemakain IUD

6.17 Penanganan efek samping yang umum dan permasalahan yang lain a. Amenorea Periksa apakah sedang hamil, apabila tidak, jangan lepas AKDR, lakukan konseling dan selidiki penyebab amenorea apabila dikehendaki. Apabila hamil, jelaskan dan sarankan untuk melepas AKDR apabila talinya

22

terlihat dan kehamilan kurang dari 13 minggu. Apabila benang tidak terlihat, atau kehamilan kurang dari 13 minggu, AKDR jangan dilepaskan. Apabila klien sedang hamil dan ingin mempertahankan kehamilannya tanpa melepas AKDR jelaskan risiko kemungkinan terjadinya kegagalan kehamilan dan infeksi serta perkembangan kehamilan harus lebih diamati dan diperhatikan. b. Kejang Pastikan dan tegaskan adanya penyakit radang panggul dan penyebab lain dari kekejangan. Tanggulangi penyebabnya apabila ditemukan. Apabila tidak ditemukan penyebabnya beri analgesik untuk sedikit meringankan. Apabila klien mengalami kejang yang berat, lepaskan AKDR dan bantu klien menentukan metode kontrasepsi yang lain. c. Perdarahan vagina yang hebat dan tidak teratur Pastikan dan tegaskan adanya indikasi pelvik dan kehamilan ektopik. Apabila tidak ada kelainan patologis, perdarahan berkelanjutan serta perdarahan hebat, lakukan konseling dan pemantauan. Beri ibuprofen (800mg, 3x sehari selama 1 minggu) untuk menggurangi perdarahan dan berikan tablet besi ( 1 tabet setiap hari selama 1 sampai 3 bulan). AKDR memungkinkan dilepas apabila klien menghendaki. Apabila klien telah memakai AKDR selama lebih dari 3 bulan dan diketahui menderita anemia (Hb<7g %) anjurkan untuk melepas AKDR dan bantulah memilih metode lain yang sesuai. d. Benang yang hilang Pastikan adanya kehamilan atau tidak. Tanyakan apakah AKDR terlepas. Apabila tidak hamil dan AKDR tidak terlepas, berikan kondom. Periksa talinya didalam saluran endoserviks dan kavum uteri (apabila memungkinkan adanya peralatan dan tenaga terlatih) setelah masa haid berikutnya. Apabila tidak ditemukan rujuklah kedokter, lakukan X-ray atau pemeriksaan ultrasound. Apabila tidak hamil dan AKDR yang hilang tidak ditemukan, pasanglah AKDR baru dan bantulah klien memilih metode lain.

23

e. Adanya pengeluaran cairan dari vagina/di curigai adanya PRP Pastikan pemeriksaan IMS. Lepaskan AKDR apabila ditemukan menderita atau sangat dicurigai menderita gonorhoe atau infeksi klamidal, lakukan pengobatan yang memadai. Bila PRP, obati dan lepas AKDR sesudah 48 jam, apabila AKDR dikeluarkan, beri metode lain sampai masalah teratasi. B. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan 1. Pengertian Asuhan Kebidanan Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan, dan tanggung jawab bidan dalam pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki kebutuhan atau masalah kebidanan (kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi wanita, dan pelayanan kesehatan masyarakat). 2. Tujuan Asuhan Kebidanan Tujuan asuhan kebidanan adalah menjamin kepuasan dan keselamatan ibu dan bayinya sepanjang siklus reproduksi, mewujudkan keluarga bahagia dan berkualitas melalui pemberdayaan perempuan dan keluarganya dengan menimbulkan rasa percaya diri (Soepardan, 2008). 3. Manjemen Asuhan Kebidanan Manajemen asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan

teori

ilmiah,

penemuan-penemuan

keterampilan

dalam

rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 2007). Menurut Helen Varney terdapat 7 langkah-langkah manajemen asuhan kebidanan yaitu: a. Langkah Pertama: Pengkajian data Kumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien. Jika pasien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam manajemen kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi.

24

a). Data subjektif Data yang dikumpulkan pada akseptor antara lain identitas pasien, keluhan utama tentang kegiatan menjadi akseptor, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat menstruasi (bagi akseptor wanita), riwayat perkawinan, riwayat KB, riwayat obstetri, keadaan psikologis, pola kebiasaan sehari-hari, riwayat sosial, budaya dan ekonomi. (Setiyaningrum, 2015). b). Data obyektif Data obyektif dari calon/akseptor KB, yang harus dikumpulkan meliputi: 1. Pemeriksaan Fisik, meliputi: keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala dan leher, payudara, abdomen, ekstremitas, genetalia, punggung dan kebersihan kulit. 2. Pemeriksaan ginekologi, meliputi: keadaan serviks (cairan/darah, luka/peradangan/tanda-tanda keganasan), keadaan dinding vagina (cairan/darah, luka), posisi benang IUD (bagi akseptor KB IUD). Pemeriksaan bimanual untuk mencari letak serviks, adakah dilatasi dan nyeri tekan/goyang. Palpasi uterus untuk menentukan ukuran, bentuk dan posisi, mobilitas, nyeri, adanya masa atau pembesaran. Apakah teraba masa diadneksa dan adanya ulkus genetalia. 3. Pemeriksaan Penunjang, beberapa pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan pada calon/akseptor KB, adalah pemeriksaan tes kehamilan, USG, radiologi untuk memastikan posisi IUD/implant, kadar hemoglobin, kadar gula darah dan lain-lain. (Muslihatun, 2009). b. Langkah Kedua: Interpretasi data Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan.Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik. Diagnosis: P_____ umur ibu ___ tahun, umur anak ___ bulan, menyusui, sehat, ingin menggunakan alat kontrasepsi (Muslihatun, 2009).

25

Tabel 2.2 Interpretasi data dasar No

Data

Diagnosis

Data subyektif:

Ny___ P____ umur

Ibu mengatakan ingin memakai IUD

__tahun calon

Ibu mengatakan ingin menunda kehamilan

peserta KB IUD

Ibu mengatakan anak kedua berumur 2 tahun Ibu mengatakan jumlah anak cukup 2 saja Ibu mengatakan sudah mendapat haid hari ke 5 (Handajani, 2010) Data obyektif: Keadaan umum baik Kesadaran komposmentis TTV: Tekanan darah: 110/60- 130/90 mmHg Nadi: 60-100x/menit Suhu: 36,5ºC-37,5ºC Pernapasan: 20-24 kali/menit Antropometri No

Data

Diagnosis

Data obyektif:

Ny___ P____ umur

BB

__tahun calon

Tinggi badan

peserta KB IUD

Pemeriksaan dalam vagina Tidak ada nyeri goyang pada porsio Pergerakan serviks bebas Tidak ada tumor Posisi uterus retrofleksi Ukuran rongga rahim > 5cm (7cm) Pemeriksaan inspekulo: Tidak ada lesi/erosi pada porsio

26

Masih keluar darah sedikit Tidak ada tanda radang c. Langkah ketiga: Identifikasi Diagnosis/Masalah Potensial Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosi potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis

yang telah

diidentifikasi (Muslihatun, 2009).

Tabel 2.3 Identifikasi diagnosis/masalah potensial No

Data

Masalah

. 1.

Amenore

Data Subyektif: Klien mengatakan tidak haid selama beberapa bulan (Affandi, 2012). Data Objektif: Pemeriksaan neurolgi, tes urine HCG) (Hartanto, 2015).

No 2.

Data

Masalah Infeksi

Data Subyektif: Tanyakan apakah buang air kecilnya sakit atau susah, apakah sakit perut bagian bawah. Data Objektif: Pemeriksaan

perut

bagian

bawah,

haid

yang

berlebihan, keputihan, temperatur 38oC atau lebih, Pus

dan

mukus

dari

serviks,

pemeriksaan

laboratorium meliputi leukosit Pemeriksaan urinalis: ditemukannya bakteri dalam urine. (Hartanto, 2015). d. Langkah keempat: Identifikasi Kebutuhan/Tindakan Segera

27

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien (Muslihatun, 2009).

Tabel 2.4 Identifikasi Kebutuhan/Tindakan Segera No 1.

Masalah Amenore

Tindakan Segera Lakukan pemeriksaan kehamilan untuk mengetahui apakah klien hamil atau tidak. Apabila diketahui klien tidak hamil, AKDR tidak perlu dicabut dan lakukan konseling. Jika klien masih menganggap amenore sebagai suatau masalah, lakukan rujukan. Apabila terjadi kehamilan < 13 minggu dan benang AKDR terlihat, cabut AKDR (Yuhedi, 2013).

2.

Infeksi/

Pastikan pemeriksaan IMS. Lepas AKDR apabila

dugaan

ditemukan menderita atau sangat dicurigai menderita

penyakit

gonorhoe,

radang

Penyakit radang panggul yang lain cukup diobati dan

panggul

AKDR tidak perlu dicabut.

lakukan

pengobatan

yang

memadai.

Bila klien dengan

penyakit radang panggul dan tidak ingin memakai AKDR lagi, berikan antibiotika selama 2 hari dan baru kemudian AKDR di cabut dan bantu klien untuk memilih metode kontrasepsi lain (Affandi, 2011).

e. Langkah Kelima: Perencanaan Perencanaan asuhan kebidanan dilakukan tiga kali kunjungan.Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, rencana asuhan yang menyeluruh dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan merujuk klien bila ada masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi dan masalah psikologis.Setiap rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak, bidan dan klien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif (Muslihatun, 2009).

28

Tabel 2.5 Perencanaan Rencana asuhan pada saat awal kunjungan dengan calon peserta KB Diagnosis

Intervensi

Rasional

Ny_ P___ Tujuan: umur__

Ibu menggunakan alat

tahun

kontrasepsi

calon

Kriteria Hasil:

peserta

1. Terjalin

KB__

hubungan

baik

antara petugas dengan calon akseptor 2. Informed

consent

sudah

ditanda tangani oleh ibu 3. Mengerti tentang keadaan ibu dan ibu mengerti jenisjenis

kontrasepsi

bersedia

serta

menggunakan

kontrasepsi. 4. ibu

bersedia

kunjungan

ulang untuk pemasangan alat kontrasepsi IUD Intervensi: 1. Memperkenalkan

diri 1. Membangun kepercayaan ibu,

kepada ibu/klien dan suami

suami, dan keluarga terhadap

serta keluarga

tenaga kesehatan dan menjalin hubungan

yang

baik

(Handajani, 2010). 2. Melakukan persetujuan atau 2. Tanda

bukti

persetujuan

informed consent dengan ibu

tindakan yang akan dilakukan

(Handajani, 2010)

(Handajani, 2010).

3. Memberikan tentang

konseling 3. Dengan melakukan konseling indikasi,

berarti bidan telah membantu

29

kontraindikasi, cara kerja,

ibu untuk mengerti tentang

efek samping, keuntungan,

manfaat,

kerugian,

keuntungan, dan kerugian dari

manfaat

setiap

metode kontrasepsi.

efek

samping,

KB yang digunakan. Dan ibu dapat memilih alat kontrasepsi yang tepat (Affandi, 2011)

4. Menginformasikan pada ibu 4. Dengan kunjungan selanjutnya untuk

ulang

pemasangan IUD.

dapat

jadwal

kunjungan

yang ditentukan, ibu mempersiapkan

diri

untuk pemasangan kontrasepsi.

Tabel 2.6 Perencanaan Rencana asuhan pada calon peserta yang akan menggunakan metode kontrasepsi Diagnosis

Intervensi

Rasional

Ny_ P___ umur__

Tujuan:

tahun peserta KB

Pemasangan

IUD

IUD kepada ibu terpasang

kontrasepsi

dengan baik sesuai prosedur Kriteria Hasil: 1. Ibu

datang

pemasangan

IUD

untuk dan

yakin untuk menggunakan IUD 2. Kontrasepsi

IUD

terpasang

baik

dengan

sesuai dengan prosedur. Intervensi: 1. Menanyakan kepada ibu 1. Jika

ibu

sudah

30

kesiapan

untuk

pemasangan

alat

kontrasepsi IUD.

mempersiapkan

diri

diharapkan ibu yakin untuk

menggunakan

IUD 2. Melakukan pemasangan 2. Mencegah alat

kontrasepsi

IUD

sesuai dengan prosedur

infeksi,

komplikasi,

jika

pemasangan dilakukan dengan

benar,

dan

memperkecil terjadinya

kegagalan

dalam pemasangan 3. Melakukan

pencatatan 3. Pencatatan kartu KB

pada kartu peserta KB

merupakan

sebagai

pengingat ibu untuk waktu

pemasangan

dan kunjungan ulang. 4. Menginformasikan pada 4. Kunjungan ibu

untuk

kunjungan

dilakukan

ulang untuk

ulang 1 minggu setelah

mengetahui

kondisi

pemasangan

ibu

setelah

ada keluhan.

atau

jika

menggunakan kontrasepsi

dan

melakukan penanganan

segera

jika terjadi keluhan.

31

Tabel 2.7 Perencanaan Rencana asuhan selanjutnya pada peserta yang sudah menggunakan metode kontrasepsi No 1.

Diagnosis

Intervensi

Rasional

Ny__

Tujuan:

P___umur

Tidak terjadi komplikasi

__tahun

seperti

peserta KB

infeksi/radang

IUD

kejang,

amenorea,

dan

panggul, perdarahan

hebat pada ibu setelah menggunakan kontrasepsi IUD Kriteria Hasil: 1. Keadaan umum ibu baik 2. Tidak terjadi komplikasi pada ibu 3. Tetap menjadi peserta aktif KB IUD 4. Kontrol ulang 2 minggu atau jika terjadi keluhan Intervensi: 1. Melakukan pemeriksaan 1. Pemeriksaan dilakukan tanda-tanda vital pada

untuk

ibu dan tanyakan adanya

kondisi

keluhan.

pasien

2. Memberitahu

ibu

jika 2. Mencegah

mengalami efek samping seperti

amenorea,

infeksi/radang panggul, kejang, dan perdarahan hebat segera datang ke

komplikasi

mengetahui kesehatan

terjadinya

32

pelayanan kesehatan 3. Memotivasi memakai

ibu KB

tetap 3. Mempertahankan IUD

pemakaian

IUD

dan

dengan cara menjelaskan

IUD kontrasepsi yang

kepada ibu manfaat dan

mencegah

pentingnya KB IUD

dengan jangka panjang

kehamilan

(Sulistyawati, 2013) 4. Menganjurkan ibu untuk 4. Pengawasan

terhadap

kontrol ulang 2 minggu

efek

samping

lagi atau jika terjadi

(Sulistyawati, 2013)

keluhan.

f. Langkah Keenam: Melaksanakan Perencanaan Melaksanakan asuhan menyeluruh yang telah direncanakan secara efisien dan aman. Pelaksanaan asuhan ini sebagian dilakukan oleh bidan, sebagian oleh klien sendiri atau petugas kesehatan lainnya. Bila perlu berkolaborasi dengan dokter jika ada komplikasi. Kaji ulang apakah semua rencana telah terlaksana (Muslihatun, 2013). Tabel 2.8 Melaksanakan Perencanaan No

Diagnosis Ny___ P____ umur __tahun IUD

peserta KB

Penatalaksanaan 1. Memberikan Konseling: 1) Memberikan kondisi

penjelasan

yang

tentang

beresiko

pada

pilihannya (AKDR) sesuai kebutuhan 2) Bila

kondisinya

tentang merokok

sehat,

menyusui, dan

tanyakan kebiasaan

ada/tidaknya

33

perdarahan pervaginam 3) Bila ditemukan salah satu kondisi risiko,

menjelaskan

bahwa

kontrasepsi tersebut tidak sesuai. Kemudian membantu klien untuk memilih metode lainnya. 4) Dengan alat bantu visual/alat peraga singkat

menjelaskan

karakteristik

penting dari metode AKDR, dan menekankan pada hal-hal berikut: jenis, efektifitas, cara kerja, cara penggunaan,

efek

samping

dan

komplikasi 5) Bila

klien

memilih

AKDR,

kontrasepsi

memeriksa

kesehatan/resiko

kondisi

untuk

dilakukan

pemasangan 6) Menjelaskan bahwa kesuburan akan segera pulih setelah dilepas, AKDR dapat dilepas sewaktu-waktu atas peemintaan klien 2. Melakukan pemasangan AKDR 1) Mencuci tangan 2) Memakai sarung tangan steril/DTT untuk pemeriksaan 3) Menata

peralatan

dan

alat

kontrasepsi pada nampan steril/DTT 4) Melakukan

pemeriksaan

dengan

spekulum 5) Mengambil spesimen serviks dan vagina bila ada indikasi kanker

34

serviks 6) Mengeluarkan

spekulum

dan

meletakkan dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit 7) Melakukan pemeriksaan bimanual 8) Melepas

sarung

tangan,

setelah

direndam dalam larutan klorin 0,5% dan meletakkannya pada wadah anti bocor 9) Mencuci tangan 10) Memasukkan lengan Copper T 380º( yang masih alam keadaan steril kedalam

tabungnya

dengan

menggunakan teknik “tanpa sentuh”) 11) Memakai sarung tangan steril/DTT pada kedua tangan 12) Memasang spekulum 13) Membersihkan

vagina

dengan

mengusapkan larutan antiseptik 2 kali 14) Menjepit serviks dengan tenakulum secara lembut 15) Memasukan sonde uterus dengan teknik tanpa sentuh 16) Mengatur batas kedalaman sesuai dengan AKDR masih dalam kemasan sterilnya, kemudian buka seluruh kemasannya 17) Memastikan lengan (AKDR) telah terlipat dan pembatas kedalaman terletak sejajar dengan kartu alasnya

35

18) Melepaskan tabung inserter yang terisi tanpa menyentuh apapun yang tidak steril 19) Memasukkan Cooper T 380A dengan menggunakan

teknik

“tarik/withdrawal 20) Memotong benang AKDR hingga 34 cm panjangnya 21) Menarik tabung inserter Perlahan melepaskan spekulum

tenakulum dan

serta

meletakkannya

kedalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi

Tabel 2.9 Pelaksanaan Pasca pemberian/pemasangan Metode kontrasepsi IUD No

Diagnosis

Penatalaksanaan

Ny___ P____ umur 1. Menganjurkan klien untuk segera datang __tahun IUD

peserta KB

jika ada keluhan/tanda-tanda komplikasi 2. Membahas kunjungan ulang 3. Menyakinkan klien apabila metode yang dipakai tidak sesuai, dapat dihentikan setiap saat 4. Mengucapkan salam perpisahan dengan sopan 5. Meletakkan semua peralatan kedalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit 6. Mendekontaminasi jarum dan alat suntik dengan membilas 3 kali lengan larutan klorin 0,5%

36

7. Membuang jarum dan alat suntik kedalam wadah

tidak

melepas,menutup,

tembus

tanpa

mematahkan

jarum

tersebut 8. Membuang sampah kedalam tempat anti bocor 9. Melepaskan direndam

sarung dalam

tangan

larutan

setelah

klorin

dan

meletakkannya pada tempat anti bocor 10. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

g. Langkah Ketujuh: Evaluasi Pada

langkah

ini

dilakukan

evaluasi

secara

sistematis

dan

berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang diberikan (Muslihatun, 2009).

37

Tabel 2.10 Evaluasi Rencana asuhan pada saat awal kunjungan dengan calon peserta KB Diagnosis

Intervensi

Evaluasi

Ny_ P___

Tujuan:

umur__

Ibu menggunakan alat

tahun calon

kontrasepsi

peserta

Kriteria Hasil:

KB__

1.

Terjalin

hubungan

baik antara petugas dengan calon akseptor 2.

Informed

consent

sudah ditanda tangani oleh ibu 3.

Mengerti

keadaan

ibu

mengerti

tentang dan

ibu

jenis-jenis

kontrasepsi serta bersedia memilih dan menggunakan kontrasepsi. 4.

Ibu

kunjungan

bersedia ulang

pemasangan

untuk alat

kontrasepsi IUD Intervensi: 1.

Memperkenalkan diri 1. Hubungan ibu dan bidan

kepada ibu/klien dan suami

baik,

serta keluarga

pemberian asuhan

2.

Melakukan

dengan

(Handajani, 2010)

mendukung

2. Dilakukan persetujuan dan

persetujuan atau informed consent

akan

ibu

ibu menyetujui

38

3.

Memberikan

3. Ibu memahami penjelasan

konseling tentang indikasi,

bidan

kontraindikasi, cara kerja,

kontrasepsi

efek samping, keuntungan,

menggunakan

kerugian,

IUD

manfaat

setiap

tentang jenis-jenis dan

memilih kontrasepsi

metode kontrasepsi. 4.

Menginformasikan

pada

ibu

4. Ibu mengikuti saran yang kita

kunjungan

selanjutnya

berikan

untuk

pemasangan IUD.

Tabel 2.11Evaluasi Rencana asuhan pada calon peserta yang akan menggunakan metode kontrasepsi Diagnosis

Intervensi

Evaluasi

Ny_ P___

Tujuan:

umur__ tahun

Pemasangan

peserta KB

IUD kepada ibu terpasang

IUD

dengan baik sesuai prosedur

kontrasepsi

Kriteria Hasil: 1. Ibu

datang

pemasangan

untuk

IUD

dan

yakin untuk menggunakan IUD 2. Kontrasepsi terpasang

IUD dengan

baik

sesuai dengan prosedur. Intervensi: 1. Menanyakan kepada ibu 1. Ibu sudah yakin dan

39

kesiapan

untuk

pemasangan

alat

bersedia menggunakan KB IUD

kontrasepsi IUD. 2. Melakukan alat

pemasangan 2. IUD sudah terpasang

kontrasepsi

IUD

sesuai dengan prosedur

didalam

uterus

pemasangan

dan

berjalan

sesuai prosedur 3. Melakukan

pencatatan 3. Pencatatan

pada kartu peserta KB

peserta

di KB

kartu sudah

dilakukan 4. Menginformasikan ibu

untuk

pada 4. Ibu bersedia melakukan

kunjungan

ulang 1 minggu setelah

jadwal

kunjunagn

ulang 1 minggu lagi

pemasangan atau jika ada keluhan.

Tabel 2.12 Evaluasi Rencana asuhan selanjutnya pada peserta yang sudah menggunakan metode kontrasepsi No 1.

Diagnosis

Intervensi

Evaluasi

Ny__

Tujuan:

P___umur

Tidak terjadi komplikasi

__tahun

pada

ibu

setelah

peserta KB

menggunakan

kontrasepsi

IUD

seperti

amenorea,

infeksi/radang kejang,

dan

hebat. Kriteria Hasil:

panggul, perdarahan

40

1. Keadaan umum ibu baik 2. Tidak terjadi komplikasi pada ibu 3. Tetap menjadi peserta aktif KB IUD 4. Kontrol ulang 2 minggu lagi atau jika terjadi keluhan Intervensi: 1. Melakukakan

1. Pemeriksaan telah

pemeriksaan tanda-tanda

dilakukan dan

vital

keadaan umum ibu

pada

ibu

dan

tanyakan adanya keluhan. 2. Beritahu

ibu

baik.

jika 2. Mengevaluasi setelah

mengalami efek samping

pemakaian

seperti

(Varney, 2007)

amenorea,

infeksi/radang

IUD

panggul,

kejang, dan perdarahan hebat segera datang ke pelayanan kesehatan 3. Motivasi

ibu

tetap 3. Ibu

memakai

KB

IUD

dengan cara menjelaskan

tetap

menggunakan

KB

IUD

kepada ibu manfaat dan pentingnya KB IUD 4. Anjurkan kontrol teratur

ibu ulang

untuk 4. Ibu secara

bersedia

untuk

kontrol ulang, agar mencegah terjadinya efek

samping

komplikasi

dan

41

4.Standar Asuhan Kebidanan Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari pengkajian, perumusan diagnose dan atau masalah kebidanan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan pencatatan asuhan kebidanan (Kepmenkes RI Nomor 938, 2007). 4.1 STANDAR I yaitu pengkajian terdiri dari data subyektif dan data obyektif kemudian dari pernyataan standar sesuai Kepmenkes RI Nomor 938 tahun 2007 berisi yaitu bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien dan mempunyai kriteria pengkajian berdasarkan data tepat, akurat dan lengkap, terdiri dari data subyektif ( hasil Anamnesa, biodata, keluhan utama, riwayat obstetri, riwayat kesehatan dan latar belakang sosial budaya ) data obyektif ( hasil pemeriksaan fisik, psikologis dan pemeriksaan penunjang ). 4.2 STANDAR II yaitu perumusan diagnosa atau masalah kebidanan meliputi interpretasi data yang sdirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari klien, sesuai Kepmenkes RI Nomor 938tahun 2007 bahwa bidan mengumpulkan data yang diperoleh pada pengkajian, menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnose dan masalah kebidanan yang tepat, dan disesuaikan dengan kriteria perumusan diagnosa dan atau masalah, meliputi : a.

Diagnosa sesuai dengan nomenklatur Kebidanan.

b. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien. c.

Dapat diselesaikan dengan Asuhan Kebidanan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.

4.3 STANDAR III yaitu perencanaan tindakan meliputi rencana asuhan yang ingin diberikan kepada klien atau intervensi mengacu untuk asuhan selanjutnya sesuai Pernyataan Standar Kepmenkes Nomor 938

Nomor

2007

bidan

merencanakan

asuhan

kebidanan

42

berdasarkan diagnosa dan menuangkan perencanaan sesuai kriteria perencanaan sebagai berikut: a.

Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi klien, tindakan segera dan tindakan antisipasi.

b. Melibatkan pasien atau keluarga c.

Mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya klien dan keluarga

d.

Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien berdasarkan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang diberikan bermanfaat untuk klien

e.

Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumberdaya, serta fasilitas yang ada.

4.4 STANDAR IV yaitu Implementasi data upaya untuk membangun rencana yang sudah diberikan pada tahap sebelumnya dengan pernyataan standar sesuai Kepmenkes RI Nomor 938 tahun 2007 yaitu Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. Sementara itu disesuaikan dengan kriteria pengkajian seperti memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko-sosialspiritual-kultural, setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan atau keluarganya (inform consent), melaksanankan tindakan asuhan berdasarkan evidence based, melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan, menjaga privacy klien/pasien, melaksanakan prinsip pencegahan infeksi, mengikuti perkembangan

kondisi

klien

secara

berkesinambungan,

menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai, melakukan tindakan sesuai standar. 4.5 STANDAR V yaitu evaluasi penilaian keefektifan terhadap asuhan

43

yang

diberikan

selama

ini

kepada

klien

sesuai

dengan

perkembangan yang ada dituangkan pada pernyataan standar sesuai Kepmenkes RI Nomor 938 tahun 2007 bahwa Bidan melakukan evaluasi secara sistimatis dan berkesinambungan untuk melihat ke efektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi lain dan berdasarkan kriteria evaluasi seperti : a. Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien b. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan kepada klien atau keluarga c. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar d. Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien. 4.6 STANDAR VI yaitu pencatatan asuhan kebidanan mengenai apa saja yang ditemukan pada perkembangan klien selama pemberian asuhan terhadap klien sesuai dengan pernyataan standar yaitu bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas mengenai keadaan atau kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan dan memenuhi kriteria pencatatan asuhan kebidanan meliputi: a. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia (Rekam medis/KMS/Status pasien/buku KIA) b. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP S adalah data subjektif, mencatat hasil anamesis. O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan. A adalah hasil analisi, mencatat diagnosis dan masalah kebidanan. P

adalah

penatalaksanaan,

seluruh

perencanaan

dan

penatalaksanaanya yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipasif, tindakan segera , tindakan secara konmprehensif,

44

penyuluhan , dukungan, kolaborasi, evaluasi, follow up dan rujukan. 5. Pendokumentasian Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian mengenai asuhan yang telah dan akan dilakukan pada seorang pasien, di dalamnya tersirat proses berfikir bidan yang sistematis dalam menghadapi seorang pasien sesuai langkah – langkah manajemen kebidanan. Pendokumentasian atau catatan menajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode SOAP. S (Data Subyektif) merupakan pendokumentasian kebidanan menurut Helen Varney pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh melalui anamnesis. Data subyektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. O (Data Obyektif) merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnostik lain. A (Assessment/ Analisis) merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subyektif dan obyektif. Analisis merupakan pendokumentasian manejemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kedua, ketiga dan keempat. P (Planning/Perencanaan) adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang

akan

datang.

Meskipun

secara

istilah,

P

adalah

planning/perencanaan saja, namun P metode SOAP ini juga merupakan gambaran pendokumentasian implementasi dan evaluasi. Dengan kata lain, P dalam SOAP meliputi pendokumentasian manajemen kebidanan menurut

Helen

Varney langkah

(Muslihatun, 2009).

kelima,

keenam,

dan

ketujuh

45

46

Related Documents

Bab 13
August 2019 42
Bab 13
July 2020 19
13. Bab 4.docx
July 2020 13
13. 308131062. Bab V
October 2019 21
13 Bab I.docx
April 2020 14
Bab 13 Sim.docx
April 2020 15

More Documents from "Erwin Djodi"

Doc-20190408-wa0001.doc
August 2019 47
Doc-20190412-wa0008.doc
August 2019 30
A_cv Kosongan.docx
October 2019 24
13. Bab 2.docx
October 2019 30
Panitia Penerimaan Pegawai
October 2019 29