10. Kejutan Untuk Mili.docx

  • Uploaded by: Nurma Ayu Rahmaddini
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 10. Kejutan Untuk Mili.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,224
  • Pages: 6
Mili berjalan lesu di koridor sekolah. Hari ini Ami lagi-lagi tidak menjemputnya. Mili sungguh tidak mengerti apa yang terjadi pada Ami. Mengapa? Mengapa mereka yang tadinya dekat satu per satu pergi menjauhinya? Ami, Irsyad, juga Mila. Sebenarnya kesalahan apa yang telah ia lakukan?

Mili berhenti melangkah saat kertas putih dengan barisan tulisan tinta hitam tertempel pada madding. Gadis itu mengerutkan kening. Bukan kah ini hari Jumat? Kenapa puisi ini ada di mading? Mili mengangkat bahunya ke atas sebelum mulai membaca puisi tersebut.

Aku jatuh cinta pada bulan sabit Lengkungnya seindah senyum yang menerangi malam Mewarnai hitam yang kosong

Aku jatuh cinta pada bulan sabit Berdiri kokoh tanpa bintan berkelilinh Sendiri namun berseri

Aku jatuh cinta pada bulan sabit Buka lagi pelangi

Senyum Mili tertarik ke atas setelah selesai membaca puisi itu. Entah mengapa, puisi-puisi yang ditulis oleh orang misterius itu selalu mampu membuat Mili merasa lebih tenang. Siapa pun dia, Mili sangat berterimakasih padanya.

“Puisinya bagus, ya?”

Mili berjengit kaget saat tiba-tiba suara berat yang familier masuk ke dalam pendengarannya. Mili menoleh dan tersenyum canggung melihat lelaki yang berdiri di sampingnya. Lelaki itu tersenyum amat manis,membuat Mili tambah kikuk.

“Iya, Kak. Bagus banget.” Mili kembali menatap mading, helaan napas berat keluar dari bibir tipisnya. “Tapi harusnya hari ini gak ada puisi,” gumam Mili, yang masih dapat di dengar lelaki di sampingnya.

Lelaki itu tersenyum sangat manis. “Mungkin, hari ini hari yang spesial?” katanya, sambil menatap Mili dengan tatapan penuh arti.

“Huh?” Mili balas menatap lelaki itu dengan mata mengerjap.

Lelaki itu tertawa kecil. Manis sekali, tawanya terdengar renyah. Benar kata orang, lelaki di sampingnya ini amat tampan. Wajar bila Jeje sampai tergila-gila.

“Mungkin hari ini hari yang spesial buat si penulis, makanya dia taruh puisi di mading walau bukan hari Rabu.”

Mili mengangguk. “Hari yang spesial? Kira-kira apa, ya?” Gadis itu berpikir dengan kening berkerut, membuat lelaki itu kembali tertawa melihat ekspresi Mili yang lagi-lagi lucu di matanya.

“Mungkin aja orang yang disuka penulis ulang tahun hari ini, misalnya?” Lelaki itu mengedipkan sebelah matanya.

Mili terbatuk seketika. Kenapa ucapan lelaki itu barusan membuat Mili berdebar aneh? Ulang tahun? Tapi tunggu sebentar! Dari mana orang ini tahu jadwal puisi misterius ada di mading?

“Kak Bagas kok tau kalau puisinya selalu di tempel tiap Rabu?”

Bagas bedeham salah tingkah. Ia menggaruk tengkuknya karena bingung. Kenapa dirinya bisa seceroboh ini? Jangan sampai Mili curiga.

“Gue salah satu pengagum puisinya. Kalau diliat-liat, kayaknya lo juga begitu, ya?”

Pertanyaan Bagas membuat Mili mengangguk lucu. Tanpa disangka-sangka, ia menepuk pundak Mili dua kali.

“Semangat tes seleksinya, Mil. Gue yakin lo pasti lolos.”

Setelah itu Bagas melenggang pergi, meninggalkan Mili yang terdiam di belakangnya. Dari mana ketua Osis itu tahu Mili ada seleksi hari ini?

***

Sekolah terasa begitu berat hari ini untuk Mili. Ami masih marah. Gadis berkacamata itu meminta Jeje untuk bertukar tempat duduk dengannya. Mili sungguh sedih, Ami benar-benar menjauhinya.

“Hari ini lo murung banget, Mil? Kenapa?” tanya Jeje, setelah selesai merapikan alat tulisnya. Bel pulang sekolah baru saja berbunyi sepuluh detik lalu.

Mili menggeleng pelan dengan senyum yang terlihat dipaksakan. Jeje menyeringai kecil saat Mili mengalihkan pandagannya ke arah lain. Ia berkedip pada seseorang yang baru saja melewatinya untuk meninggalkan kelas. Rencana licik yang sudah mereka susun sebentar lagi akan terlaksana.

“Mau kemana?” Jeje menahan tangan Mili saat gadis bertubuh mungil itu berdiri dari kursinya.

“Mau pulang? Kenapa?”

Jeje menarik tangan Mili hingga Mili kembali terduduk di atas kursinya. Mili memandang bingung pada Jeje yang saat ini menampilkan cengiran polosnya.

“Di sini aja dulu, temenin gue! Gue masih betah di kelas, lagian anak-anak lain juga belum pada keluar kelas, kan?”

Mili memandang seisi kelas. Benar saja, teman-temannya masih setia di tempat masing-masing, tumben sekali. Hanya empat orang yang Mili kenal yang tidak ada di kelas. Ami, Irsyad, Sandra, dan ….

“Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun. Selamat ulang, selamat ulang, selamat ulang tahun.”

Mili melihat Ami dan Irsyad yang ada di pintu kelas kini mulai berjalan ke arahnya sambil memegang kue. Seruan heboh dari seisi kelas membuat gemuruh di dada Mili bertambah parah.

“Selamat ulang tahun Emi sayang!” Ami berkata dengan ceria.

“Cie calon pacar gue tambah umur.” Seperti Irsyad yang satu bulan lalu Mili kenal, lelaki itu berkata dengan nada konyol khasnya.

Mili menatap kedua orang itu dan tiba-tiba dia terisak kecil. Mili menutupi wajah dengan kedua tangannya. Jeje yang berdiri paling dekat dengan Mili mengusap pundaknya dan menanyakan keadaan sahabatnya itu.

“Ami sama Irsyad, kalian jauhin gue karena ini?” Mili bertanya dengan suara yang bergetar.

Ami dan Isryad kompak mengangguk polos bersamaan. Ami menuding Irsyad dengan dagunya.

“Dia yang nyuruh gue jauhin lo dari kemarin, Mi. Awalnya gue gak mau. Tapi bukan Irsyad namanya kalo gak bebel. Gue pusing dengerin dia sok melas seharian jadinya gue turutin.”

Mili menatap Isryad sebal. “Terus Irsyad, lo jauhin gue sebulan karena ini? Gak sekalia aja setahun?!”

Irsyad memamerkan senyumnya yang paling polos dan seolah tanpa dosa. “Iya, Mil. Waktu gue ngumpulin biodata anak-anak sekelas, gue ngepoin punya lo. Terus pas tau ultah lo sebulan lagi, langsung gue jauhin deh lo hari itu juga. Kan ceritanya anti mainstream, Mil.”

Mata Mili langsung melotot hingga mencapai batas maksimal setelah mendengar pengakuan Irsyad. “Anti mainstream dari mana? Lo nyebelin banget tau gak?!”

Irsyad tersenyum senang.”Cie, Mili merasa kehilangan Irsyad, ya? Duh … calon pacar emang gak bisa jauh-jauh, sih.”

Mili berjalan cepat kea rah Irsyad. Ia memukuli dada lelaki itu. Tangisnya kembali pecah. Irsyad yang melihat itu refleks memeluk tubuh Mili.

“Jangan gitu lagi, Syad. Jangan gitu lagi.” Mili masih menangis sesenggukan. Ia makin menyurukkan wajahnya di dada Irsyad, mencari kenyamanan di sana.

Irsyad menepuk-nepuk puncak kepala Mili, “Janji gak gitu lagi. Maaf, ya?” Mili mengangguk dalam pelukan Irsyad.

Ami dan Jeje yang melihat hal tersebut tersenyum jahil. Mereka berdua saling berkedip, seperti tadi saat Ami pergi meninggalkan kelas untuk memberi kejutan pada Mili. Mereka berdua sama-sama menyayangi Mili. Bagi mereka, Mili adalah gadis yang wajib disayangi serta dilindungi.

“Peluk-pelukannya tunda dulu, dong! Emi, tiup dulu nih lilinnya, udah meleleh kena kue. Capek tau megangin kue mulu. Pantes si Irsyad gak mau megang kue. Ini toh rencananya?”

Mili melepas pelukannya dengan Irsyad dengan wajah memerah. Merah karena menangis dan karena malu. Seruan meledek dari teman-teman sekelasnya langsung terdengar saling bersahutan setelah mereka selesai berpelukan. Tadi Jeje dan Ami memang memberi kode kepada teman-temannya untuk tidak meledek saat Mili sedang berpelukan dengan Irsyad.

“Mili, jangan mau sama Irsyad! Dia jarang mandi.” Celetukkan dari belakang membuat Irsyad meloto tidak terima.

“Lah … gue mah jarang mandi juga ganteng. Emangnya elo, udah mandi tujuh kali sehari masih aja butek! Jadi limbah woy bekas mandi lo.” Dan satu kelas pun tertawa.

“Banyak bacot lo semua! Mili … buruan tiup, ih! Gue udah gak sabar makan kue!”Ucapan Jeje membuat Irsyad memukul pelan kening gadis itu dengan kepalan tangannya. Jeje langsung merengut sambil menggerutu mengumpati Irsyad.

Mili bergeser sedikit untuk berdiri di depan Ami yang memegang kue. Mili memejamkan matanya, membuat permohonan dalam hati, setelahnya ia membuka mata dan meniup lilin yang tinggal dua pertiga tersebut. Tepukan dari teman-teman sekelasnya mulai terdengar heboh kembali.

Irsyad tiba-tiba memegang pergelangan tangan Mili dan menariknya keluar kelas. Mili protes sepanjang perjalanan kepada lelaki itu, tapi Irsyad mengabaikannya. Jeje dan Ami sudah tahu rencana Irsyad selanjutnya, jadi pasti kedua gadis itu sedang sibuk memotong kue dan membagikannya kepada temantemannya yang lain. Hal yang akan Irsyad lakukan kali ini lebih penting.

***

Related Documents

10. Kejutan Untuk Mili.docx
November 2019 18
Kejutan Budaya
April 2020 12
Kejutan Budaya
April 2020 9
10 Herba Untuk Kesihatan
October 2019 49

More Documents from "Afiyah Sentra Medika"

Tugas Anti Korupsi.docx
November 2019 13
Tugas Akuntabilitas 1.docx
November 2019 15
Skripsi Kumpul.docx
November 2019 14
10. Kejutan Untuk Mili.docx
November 2019 18
Anti Brondong 9.docx
November 2019 13
Askep_dermatitis.docx
June 2020 8